Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Histologi Tulang
Komponen selular tulang terdiri atas sel-sel prekursor osteogenik,
osteoblast, osteoclast, osteocyte, dan elemen hematopeitik dari sumsum tulang. Sel-
sel osteoprogenitor terdapat pada permukaan tulang yang non-resorptif, dan
membentuk lapisan dalam dari periosteum, yang mengelilingi permukaan luar
tulang, dan endosteum, yang membentuk permukaan dalam medulla. Periosteum
itu kuat, lapisan vaskular dari jaringan ikat yang menutupi tulang tetapi tidak pada
permukaan persendian. Lapisan luar yang tebal, dinamakan “lapisan fibrous”,
terdiri atas jaringan ikat yang irregular dan padat. Lapisan dalam yang tipis dan
berbentuk tidak teratur disebut “lapisan osteogenik” terbentuk atas sel-sel
osteogenik. Endosteum merupakan lapisan tunggal dari sel-sel osteogenik yang
sedikit mengandung komponen fibrous (Kalfas, 2001).
Osteoblast merupakan sel yang matang, metabolit aktif, sel pembentuk
tulang. Sel osteoblast mensekresikan osteoid, matriks organik tidak bermineral
yang selanjutnya mengalami mineralisasi, memberikan kekuatan dan rigiditas pada
tulang. Saat aktivitas pembentukan tulang hampir selesai, beberapa osteoblast
diubah menjadi osteocyte sedangkan lainnya tetap pada permukaan periosteal atau
endosteal tulang sebagai lapisan sel-sel. Osteoblat juga memiliki peranan dalam
aktivasi resorpsi tulang oleh osteoclast (Mladenović, 2011).
Osteosit merupakan osteoblast matang yang terperangkap dalam matriks
tulang. Dari setiap osteocyte, sebuah jaringan proses sitoplasmik memanjang
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
melalui kanalikuli berbentuk silinder ke pembuluh darah dan osteosit lainnya. Sel-
sel ini terlibat dalam kontrol konsentrasi ekstraselular dari kalsium dan phosphor,
seperti pada perilaku remodeling adaptif dari interaksi sel-ke-sel sebagai respon
dari lingkungan local (Kalfas, 2001).
Osteoclast adalah sel-sel multinukleus, resorbsi tulang yang diatur oleh
hormon dan mekanisme selular. Sel-sel ini berfungsi secara grup yang disebut
“cutting cones” yang melekat pada permukaan tulang yang terbuka dan, dengan
melepaskan enzim hidrolisis, memecahkan matriks inorganic dan organic tulang
dan kalsifikasi kartilago. Proses ini menghasilkan pembentukan lubang erosi yang
dangkal pada permukaan tulang yang disebut lakuna Howship (Kalfas, 2001).
Ada tiga tipe primer tulang, yaitu: woven bone, tulang kortikal, dan tulang
cancellous. Woven bone ditemukan saat perkembangan embrionik, selama
penyembuhan patah tulang (pembentukan callus), dan pada beberapa keadaan
patologis seperti hiperparatiroidism dan Paget disease. Woven bone tersusun acak
atas anyaman kolagen dan vaskular yang berbentuk irregular yang terisi dengan
lapisan osteoblast. Woven bone normalnya berubah dan digantikan dengan tulang
kortikal atau cancellous (Brydone, 2010).
Tulang kortikal, juga disebut tulang kompakta atau lamellar, dibentuk dari
woven bone dengan cara saluran vaskular yang menginvasi tulang embriogenik dari
permukaan periosteal dan endosteal. Saluran ini membentuk skema internal dan
eksternal dari tulang rata dan permukaan eksternal dari tulang panjang. Unit
struktural primer dari tulang kortikal adalah osteon, juga dikenal dengan sistem
haversian. Osteon-osteon terdiri atas tulang lamellar berbentuk silinder yang secara
longitudinal mengelilingi orientasi saluran vaskular yang disebut kanal haversian.
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
Kanal yang berorientasi horizontal (kanal Volkmann) berhubungan dengan osteon
terdekat. Kekuatan mekanikal dari tulang kortikal tergantung pada kuatnya
kumpulan osteon (Schmitz et al., 2016).
Tulang cancellous (tulang trabekular) terletak diantara permukaan tulang
kortikal dan terdiri atas jaringan celah sarang lebah yang mengandung elemen
hematopoietic dan tulang trabekula. Trabekula dominannya berorientasi
perpendicular terhadap gaya eksternal untuk menyokong structural dari tulang.
Tulang cancellous secara terus-menerus mengalami remodeling pada permukaan
endosteal internal (Schmitz et al., 2016).
2.2 Biokimia Tulang
Tulang terdiri atas elemen organik dan anorganik. Berdasarkan beratnya,
tulang rata-rata 20% terdiri atas air, berat dari tulang kering terdiri atas inorganic
kalsium phospat (65-70% dari berat tulang) dan matriks organic dari protein fibrous
dan kolagen (30-35% dari berat tulang) (Schmitz et al., 2016).
Osteoid merupakan matriks organic nonmineral yang disekresikan oleh
osteoblast. Osteoid dibentuk oleh kolagen tipe I (90%) dan substansi dasar (10%),
yang terdiri atas protein nonkolagen, glikoprotein, proteoglikan, peptide,
karbohidrat, dan lemak. Mineralisasi dari osteoid oleh garam mineral organiK
memberikan kekuatan dan rigiditas pada tulang (Schmitz et al., 2016).
Komponen inorganic tulang primernya terdiri atas dari calsium phosphate
dan calsium carbonate, dengan sejumlah kecil magnesium, fluoride, dan sodium.
Kristal mineral membentuk hydroxyapatite, yang menngendap dalam susunan yang
teratur di sekitar serat kolagen dari osteoid. Kalsifikasi inisial dari osteoid
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
khususnya terjadi dalam beberapa hari dari sekresi tetapi selesai selama dua bulan
(Schmitz et al., 2016).
2.3 Regulator Mekanisme Tulang
Metabolisme tulang terjadi dengan regulasi yang konstan oleh hormonal dan
faktor lokal. Tiga kalsitropik hormon yang paling mempengaruhi metabolisme
tulang adalah hormon paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin. Hormon paratiroid
meningkatkan aliran kalsium ke dalam lumbung kalsium dan mempertahankan
level kalsium ekstraselular tubuh pada level yang relatif konstan. Osteoblast
merupakan satu-satunya sel tulang yang mampunyai reseptor hormone paratiroid.
Hormon ini dapat menginduksi erubahan sitoskeletal dalam osteoblast. Vitamin D
merangsang intestinal dan protein calcium-binding renal dan memfasilitasi
transportasi aktif kalsium. Kalsitonin disekresikan oleh sel parafolikular dari
kelenjar tiroid dalam respon terhadap peningkatan akut dari level plasma kalsium.
Kalsitonin bekerja menghambat aktivitas metabolik selular calcium-dependent
(Kalfas, 2001).
Metabolisme tulang juga dipengaruhi oleh sejumlah protein, atau faktor
pertumbuhan, yang dilepaskan oleh platelet, makrofag, dan fibroblast. Protein-
protein ini menyebabkan penyembuhan tulang menjadi vaskularisasi, memperkuat,
menggabungkan, dan fungsi secara mekanik. Hormon-hormon ini dapat
menginduksi sel-sel yang berasal dari mesenchymal, seperti monosit dan fibroblast,
untuk migrasi, proliferasi, dan differensiasi menjadi sel-sel tulang. Protein yang
meningkatkan penyembuhan tulang termasuk bone morphogenetic protein (BMP),
insulin-like growth factors (IGF), transforming growth factor (TGF), platelet
derived growth factor (PDGF), dan fibroblast growth factor (FGF) (Kalfas, 2001).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Protein yang paling dikenal adalah bone morphogenetic protein (BMP),
golongan glikoprotein, berasal dari matriks tulang. Protein morfogenik tulang
merangsang sel mesenkimal untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tulang.
Walaupun jumlahnya hanya sedikit dalam tubuh, sejumlah bone morphogenetic
protein (BMP) telah disintesis menggunakan teknologi rekombinan DNA dan
sedang diuji klinis untuk menilai potensialnya dalam memfasilitasi penyambungan
tulang pada manusia (Kalfas, 2001).
Protein lain mempengaruhi penyembuhan tulang pada jalur yang berbeda.
Transforming growth factor meregulasi angiogenesis, pembentukan tulang, sintesa
matriks ekstraselular, dan mengontrol aktivitas yang dimediasi sel. Osteonektin,
fibronektin, dan osteocalcin membantu perlekatan sel, memfasilitasi migrasi sel,
dan mengaktifkan sel (Kalfas, 2001).
2.4 Penyembuhan Tulang
Respon tulang terhadap cedera dapat dianggap sebagai proses
berkelanjutan, dimulai dengan inflamasi, dilanjutkan dengan perbaikan (soft callus
diikuti dengan hard callus), dan pada akhirnya terjadi remodeling. Penyembuhan
fraktur dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor biologis dan mekanikal, seperti pada
tabel 2.1 berikut: (Schmitz et al., 2016)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fracture (Schmitz et al., 2016)
Stabilitas fracture menentukan tipe penyembuhan yang akan terjadi yaitu: (Aiyer,
2018)
Stabilitas mekanik menentukan regangan mekanikal
Jika regangan dibawah 2%, akan terjadi penyembuhan tulang secara
primer
Jika regangan antara 2% dan 10%, akan terjadi penyembuhan secara
sekunder
Bentuk penyembuhan tulang dapat terjadi melalui dua cara yaitu: (Aiyer, 2018)
Penyembuhan tulang secara primer atau union langsung (regangan <
2%). Penyembuhan ini dikenal dengan haversian remodeling.
Penyembuhan ini terjadi dengan menciptakan stabilitas absolut.
Penyembuhan tulang primer atau secara langsung terjadi pada tulang
kortikal dengan jarak antar tulang kurang dari 2 mm dan terdapat
stabilitas absolut.
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Penyembuhan tulang secara sekunder atau dengan callus (regangan
antara 2%-10%). Penyembuhan ini melibatkan respon dari periosteum
dan jaringan lunak eksternal. Ada dua tipe:
- penyembuhan enchondral yang terjadi dengan fiksasi yang tidak
rigid, seperti pada brace fraktur, fiksasi eksternal, briging plate,
intramedullary nailing, dan lainnya.
- penyembuhan intramembranous yang terjadi dengan fiksasi semi-
rigid, seperti pada locking plate (terjadi pada stabilitas non-absolut)
Penyembuhan tulang secara sekunder dapat terjadi hanya secara
endokondral atau intramembranous, atau kombinasi keduanya.
Tabel 2.2 Tipe penyembuhan fracture dengan teknik penanganannya (Schmitz et al., 2016; Aiyer, 2018)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
Ada empat syarat untuk terjadinya penyembuhan tulang oleh diamond
concept yaitu: (Giannoudis, Einhorn & Marsh, 2007)
a. sel-sel dengan potensial osteogenic
b. osteoconductive matrix (scaffold)
c. Stimulus osteoinductive (growth factor)
d. Lingkungan yang stabil secara mekanik
2.4.1 Penyembuhan dengan Callus
Penyembuhan tulang dengan callus merupakan bentuk alami dari
penyembuhan pada tulang tubular; dengan tidak adanya fiksasi rigid, penyembuhan
terjadi dalam 3 tahap, yaitu: (Gueorguiev et al., 2017)
a) Inflamasi
Perdarahan dari sisi fraktur dan jaringan lunak sekitar membentuk
hematoma (dan bekuan fibrin), yang menyediakan sumber dari sel-sel
hematopoietic yang mampu menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan.
Kemudian fibroblast, sel-sel mesenkimal, dan sel-sel osteoprogenitor
ada pada tempat fraktur, dan terbentuk jaringan granulasi di sekitar
ujung-ujung fraktur. Osteoblast, yang berasal dari sel-sel precursor
osteogenik sekitar, fibroblast, atau keduanya berproliferasi
(Gueorguiev et al., 2017).
b) Perbaikan
Respon callus secara primer terjadi dalam 2 minggu. Jika ujung-ujung
tulang tidak kontinuitas, terbentuk bridging (soft) callus. Soft callus
kemudian akan digantikan, melalui proses ossifikasi enkondral, dengan
tulang woven (hard callus). Bentuk lain dari callus, medullary callus,
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
suplemen bridging callus, walaupun terbentuk lebih lambat dan terjadi
terakhir. Jumlah callus yang terbentuk secara tidak langsung
proporsional dengan jumlah immobilisasi fraktur. Penyembuhan
kortikal secara primer, yang menyerupai remodeling normal, terjadi
dengan immobilisasi rigid dan reduksi anatomis (atau mendekati
anatomis). Penyembuhan fraktur berbeda sesuai dengan metode
penanganannya. Pada penanganan tertutup, terjadi penyembuhan
endokondral dengan bridging callus periosteal. Dengan fiksasi rigid
pada fraktur (compression plate), osteonal langsung atau penyembuhan
tulang secara primer terjadi tanpa terlihatnya callus. Perubahan
histologi inisial diobservasi pada hypertrophic nonunions yang diterapi
stabilisasi plate berupa mineralisasi fibrokartilago (Schmitz et al.,
2016).
c) Remodeling
Proses ini dimulai dari di tengah-tengah fase perbaikan dan berlanjut
sampai frakturnya sembuh secara klinis (sampai 7 tahun). Remodelling
memungkinkan tulang menyerupai konfigurasi normalnya dan bentuk
normalnya berdasarkan tempat mana yang terkena stress (Wolff’s law).
Selama proses ini berlangsung, tulang woven terbentuk selama fase
perbaikan digantikan dengan tulang lamellar. Penyembuhan fraktur
komplit jika ada repopulasi dari ruang marrow (Schmitz et al., 2016).
2.4.2 Penyembuhan dengan Union Langsung
Penelitian klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa callus merupakan
respon terhadap pergerakan pada sisi fraktur (McKibbin, 1978). Callus berfungsi
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
untuk menstabilkan fragmen secepat mungkin – prekondisi yang diperlukan untuk
menjembatani tulang. Jika sisi fraktur immobile absolut – contohnya, fraktur
impaksi pada tulang cancellous, atau fraktur yang diimobilisasi rigid dengan metal
plate – tidak ada stimulus untuk callus (Sarmiento & Latta, 1981; Sarmiento &
Latta, 2006). Malahan, pembentukan tulang osteoklastik yang baru terjadi secara
langsung antar fragmen. Celah antara permukaan fraktur diserbu oleh kapiler-
kapiler baru dan sel-sel osteoprogenitor bertumbuh dari ujung-ujung, dan tulang
baru terletak pada permukaan yang tidak terlindungi (penyembuhan celah). Saat
celah-celahnya sangat sempit (kurang dari 200 m), osteogenesis menghasilkan
tulang lamellar. Dalam 3-4 minggu frakturnya menjadi cukup solid untuk
memungkinkan penetrasi dan jembatan dengan unit remodeling tulang, misalnya
osteoklastik “cutting cones” diikuti dengan osteoblast. Saat permukaan fraktur yang
tidak terlindungi memiliki kontak yang intim dan rigid dari luar, akan terbentuk
jembatan internal tanpa tahap intermediate apa pun (penyembuhan kontak)
(Schmitz et al., 2016; Gueorguiev et al., 2017).
Penyembuhan dengan callus, walaupun tidak terlalu langsung (bisa dibilang
tidak langsung) memiliki keuntungan yang berbeda: menjamin kekuatan mekanikal
saat ujung tulang sembuh, dan dengan meningkatkan stress callus tumbuh lebih
kuat dan kuat (contoh dari Wolff’s law). Dengan fiksasi metal yang rigid, tidak
adanya callus berarti ada periode panjang selama tulang bergantung sepenuhnya
pada implant metal untuk integritasnya. Selain itu, implant mengalihkan stress
menjauhi tulang, yang bisa membuat osteoporosis dan tidak pulih sempurna sampai
metalnya dilepas (Schmitz et al., 2016; Gueorguiev et al., 2017).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
2.5 Bone Graft
Penggunaan bone graft untuk tujuan memperoleh arthrodesis dipengaruhi
oleh setiap prinsip anatomi, histologi, dan biomekanik. Berdasarkan sumber donor
yang diperoleh, bone graft terdiri atas 3 yaitu: (Jensen & Terheyden, 2009)
- Autograft, tulang diperoleh dari tubuh pasien itu sendiri.
- Allograft, tulang diperoleh dari tubuh manusia lain dalam artian dari
spesies yang sama.
- Xenograft, tulang diperoleh dari tubuh binatang atau dari spesies yang
berbeda
Graft tulang memiliki sifat fisiologis dari bone graft secara langsung
mempengaruhi berhasil atau tidaknya penggabungan graft. Sifat-sifat graft adalah:
(Sutherland & Bostrom, 2005)
1. Osteogenesis
2. Osteoinduction
3. Osteoconductive
Osteogenesis merupakan kemampuan graft untuk menghasilkan tulang
baru, dan proses ini tergantung pada adanya sel tulang hidup pada graft. Material
graft osteogenik mengandung sel yang viable dengan kemampuan untuk
membentuk tulang (sel-sel osteoprogenitor) atau potensial untuk berdiferensiasi
menjadi sel-sel pembentuk tulang (sel-sel prekursor osteogenik yang dapat
diinduki). Sel-sel ini, yang berpartisipasi dalam tahap awal proses penyembuhan
untuk menyatukan graft dengan tulang inangnya, harus dilindungi selama
procedure pengambilan graft untuk memastikan viabilitasnya. Osteogenesis
merupakan sifat yang hanya ditemukan pada tulang autogenous segar dan pada sel
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
sumsum tulang, walaupun penelitian radiolabeling dari sel-sel graft menunjukkan
sangat sedikit sel-sel yang ditransplantasikan yang bertahan hidup (Sutherland &
Bostrom, 2005).
Osteokonduktif merupakan sifat fisik dari graft untuk berperan sebagai
scaffold (penyangga) untuk penyembuhan tulang yang viable. Osteokonduksi
memungkinkan pertumbuhan neovaskulatur dan infiltrasi sel-sel precursor
osteogenik ke dalam graft. Sifat osteokonduktif ditemukan pada autograft dan
allograft cancellous, demineralized bone matrix, hydroxyapatite, kollagen, dan
kalsium phospat (Sutherland & Bostrom, 2005).
Osteoinduksi merupakan kemampuan material graft untuk merangsang sel
punca untuk berdiferensiasi menjadi sel tulang yang matur. Proses ini biasanya
berhubungan dengan adanya faktor pertumbuhan tulang di dalam material graft
atau sebagai suplemen terhadap graft tulang. Protein morfogenik tulang dan
demineralized bone matrix merupakan bagian terpenting dari material
osteoinduktif. Pada derajat yang lebih ringan, tulang autograft dan allograft juga
memiliki beberapa sifat osteoinduktif (Sutherland & Bostrom, 2005).
Dari semua jenis bone graft, autograft merupakan graft yang paling ideal
karena memiliki ketiga sifat tersebut (Tabel 2.1). Sedangkan allograft hanya
memiliki sifat osteokonduktif dan osteoinduktif (Greenwald et al., 2011).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Tabel 2.3 Perbandingan karaktektiristik bone graft (Greenwald et al., 2011)
Penyembuhan fraktur mengembalikan jaringan ke sifat fisik dan mekanik
awalnya dan hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor sistemik dan lokal.
Penyembuhan dengan bone graft juga terjadi pada 3 tahap yang berbeda tetapi
tumpang tindih, yaitu: (Kalfas, 2001)
1. Tahap awal inflamasi
2. Tahap perbaikan
3. Tahap akhir remodeling
Pada tahap awal inflamasi, pembentukan haematom dalam fracture site
terjadi selama dua jam pertama sampai beberapa hari. Sel-sel inflamasi (sel-sel
makrofag, monosit, dan limfosit, dan polimorfonuklear) dan fibroblast
menginfiltrasi tulang yang dimediasi prostaglandin. Hasilnya dalam pembentukan
jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan vaskular, dan migrasi sel-sel mesenkimal.
Pasokan primer oksigen dan nutrisi dari awal proses ini disediakan oleh tulang
cancellous sekitarnya dan otot. Penggunaan obat-obatan antiinflamasi atau
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
sitotoksis selama minggu pertama ini dapat mempengaruhi respon inflamasi dan
menghambat penyembuhan tulang (Kalfas, 2001).
Selama tahap perbaikan, fibroblast mulai menyusun stroma yang membantu
menyokong pertumbuhan vaskular. Oleh karena itu selama tahap ini adanya nikotin
pada system dapat menghambat pertumbuhan kapiler. Penurunan rerata union yang
signifikan dapat terlihat pada pengguna tembakau (Kalfas, 2001).
Saat pertumbuhan vaskular berkembang, matriks kolagen menurun
sementara osteoid disekresi dan selanjutnya mineralisasi, yang menyebabkan
pembentukan callus yang lunak disekeliling sisi yang sedang diperbaiki. Dalam
menahan pergerakan, callus ini sangat lemah pada minggu 4-6 dari proses
penyembuhan dan memerlukan perlindungan yang adekuat dalam bentuk brace
atau fiksasi internal. Akhirnya, callus mengalami osifikasi, membentuk jembatan
woven bone antar fragmen fraktur. Di sisi lain jika immobilisasinya tidak adekuat,
tidak terjadi ossifikasi callus, dan terbentuk union fibrous yang tidak stabil (Kalfas,
2001).
Penyembuhan fraktur selesai pada tahap remodeling di mana penyembuhan
tulang kembali ke bentuk, struktur, dan kekuatan mekanik awal. Remodelling tulang
terjadi perlahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun dan difasilitasi dengan
adanya stress mekanik pada tulang. Pada saat fracture site diberikan gaya tekanan
aksial, umumnya tulang terbentuk pada tempat yang seharusnya dan diresorbsi dari
tempat yang tidak seharusnya. Kekuatan adekuat biasanya dicapai dalam 3-6 bulan
(Kalfas, 2001).
Walaupun tahapan penyembuhan fisiologis tulang pada fusi spinal
menyerupai yang terjadi pada tulang panjang, tetapi ada beberapa perbedaan yang
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
terjadi. Tidak seperti penyembuhan tulang panjang, fusi spinal selalu menggunakan
graft. Selama proses penyembuhan fusi spinal, graft tulang digabungkan dalam
proses penggabungan dimana tulang nekrosis diresorbsi perlahan dan secara
simultan digantikan dengan tulang baru yang viable. Proses penggabungan ini
dinamakan “creeping substitution”. Sel-sel mesenkimal primitif berdiferensiasi
menjadi osteoblast yang mendepositkan osteoid di sekitar inti tulang nekrosis.
Proses deposisi tulang dan remodeling nantinya menggantikan tulang nekrosis
dalam graft (Kalfas, 2001).
Periode paling penting dalam penyembuhan tulang adalah 1-2 minggu
pertama dimana terjadi inflamasi dan revaskularisasi. Penggabungan dan
remodeling graft tulang memerlukan akses vaskular untuk sel-sel mesenkimal dapat
menuju graft untuk berdiferensiasi menjadi osteoblast dan osteoclast. Berbagai
faktor sistemik yang dapat menghambat penyembuhan tulang, termasuk perokok,
malnutrisi, diabetes, rheumatoid arthritis, dan osteoporosis. Khususnya selama
minggu pertama penyembuhan tulang, pengobatan steroid, agen sitotoksik, dan
pengobatan NSAID berdampak membahayakan. Iradiasi pada tempat fusi dalam 2-
3 minggu pertama dapat menghambat proliferasi sel dan merangsang vaskulitis akut
yang secara signifikan mengganggu penyembuhan tulang (Kalfas, 2001).
Graft tulang juga sangat dipengaruhi oleh gaya mekanik lokal selama tahap
remodeling. Densitas, geometri, ketebalan, dan orientasi trabekula tulang dapat
berubah tergantung dari kebutuhan mekanikal dari graft. Pada tahun 1892, Wolff
pertama sekali mempopulerkan konsep adaptasi structural dari tulang, ditekankan
bahwa tulang yang diberikan stresss kompresi atau regangan akan mengalami
perubahan bentuk. Tulang yang terbentuk dengan adanya stress dan diresorbsi
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
apabila tidak ada stress. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalisasi kekuatan
structural graft. Sebaliknya, jika graft sangat dilindungi dari stress mekanik, seperti
halnya pada implantasi spinal yang rigid, akan terjadi resorbsi tulang yang tinggi
dan menyebabkan kelemahan pada graft. Kerugian potensial dari instrumentasi ini
harus diseimbangkan dengan efek yang menguntungkan yang dimiliki fiksasi spinal
dalam proses fusi (Kalfas, 2001).
Bone graft digunakan untuk tujuan berikut ini: (Hung, 2012)
a) Untuk mengisi lubang atau defect akibat kista, tumor, atau penyebab
lainnya
b) Untuk menjembatani sendi dan membantu arthrodesis
c) Untuk menjembatani defect besar atau membangun kontinuitas tulang
panjang
d) Membangun penyatuan tulang pada pseudoarthrosis
e) Membantu penyatuan atau mengisi defect pada delayed union,
malunion, fraktur yang baru, atau post osteotomy reconstruction
f) Untuk arthrosis plastikal acetabulum pada congenital hip dislocation
dan Perthes disease
Pemilihan allograft dengan properti yang sesuai mempengaruhi
keberhasilan transplantasi allograft. Tipe dari transplantasi bone allograft
termasuk: (Brydone, 2010; Myeroff & Archdeacon, 2011)
1. Cortical allograft
2. Cancellous allograft
3. Cortico-cancellous allograft, dan
4. Osteoarticular allograft
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
Tulang kortikal secara biomekanik kuat dan memberikan struktur
pendukung yang bagus (sebagai load bearing) sehingga ideal untuk rekonstruksi
defek tulang secara masif. Cancellous bone, merupakan tulang yang berongga dan
lemah secara biomekanik. Cancellous bonegraft digunakan untuk mengisi defek di
tulang atau untuk packing untuk tujuan tertentu (Brydone, 2010).
Tulang kortikal memiliki sedikit osteoblast dan osteosit, kurangnya area
permukaan tiap unit beratnya, dan memiliki barrier terhadap pertumbuhan vaskular
dan remodeling dibandingkan dengan tulang cancellous. Keuntungan dari tulang
kortikal adalah lebih superior dalam kekuatan structural. Respon remodelling inisial
tulang kortikal adalah resorpsi dimana aktivitas osteoclast yang predominan. Graft
kortikal melebah secara progresif seiring waktu karena resorpsi tulang ini disertai
dengan remodeling yang lambat dan tidak sempurna. Sebaliknya, tulang cancellous
secara progresif menjadi lebih kuat karena kemampuannya untuk menginduksi
pembentukan tulang yang lebih awal dan cepat (Brydone, 2010).
Saat memilih graft tulang, ahli bedah tulang belakang harus
mempertimbangkan kebutuhan struktural yang spesifik dan kebutuhan biologis
yang diperlukan pada graft. Jika graft diletakkan di anterior untuk kompresi, maka
yang diperlukan adalah tulang kortikal, baik itu allogenik ataupun autogenic. Jika
graft ditempatkan di posterior sebagai graft tension dengan kebutuhan penyokong
struktural yang rendah tetapi juga sedikit kemungkinan pertumbuhan vaskular awal,
maka diperlukan autograft cancellous (Brydone, 2010).
Bone graft yang ideal harus: (Kalfas, 2001)
Osteoinduktif dan osteokonduktif
Stabil secara biomekanik
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
Bebas penyakit
Memiliki sedikit faktor antigenik
Kesemuanya terdapat pada autograft. Kerugian dari autograft adalah
perlunya incise berbeda untuk harvesting, meningkatkan lamanya waktu operasi
dan kehilangan darah, resiko komplikasi dari tempat donor, dan kuantitas graft
tulang yang terbatas (Kalfas, 2001).
Keuntungan allograft adalah menghindarkan morbiditas komplikasi tempat
donor dan tersedia dalam bentuk dan jumlah yang diinginkan. Kerugian dari
allograft adalah penetrasi vaskular yang lambat, pembentukan tulang yang lambat,
mempercepat resorpsi tulang, dan menghambat penyatuan graft atau penyatuannya
tidak sempurna. Umumnya, tulang allograft memiliki insiden nonunion atau
delayed union yang lebih tinggi dibandingkan dengan autograft. Allograft adalah
osteokonduktif tetapi osteoinduktifnya lemah. Walaupun transmisi infeksi dan
kurangnya histokompatibilitas merupakan masalah potensial dengan allograft,
tetapi bank jaringan telah menurunkan angka insidennya (Kalfas, 2001).
Allograft adalah jaringan yang ditransplantasikan yang berasal dari spesies
lain yang identik secara genetik. Secara kontras, bone autograft merupakan jaringan
yang dipindah dari satu bagian dari tulang kerangka dan dipindahkan ke bagian lain
dari tubuh individu yang sama. Allograft, seperti autograft, diperoleh dari manusia
(cadaver) (Delloye et al., 2007).
Pada bidang orthopedi, autograft adalah pilihan yang baik untuk mengisi
defek tulang besar maupun kecil. Namun terdapat keterbatasan dalam penggunaan
autograft, tergantung ukuran, bentuk dan kuantitas tulang yang dibutuhkan untuk
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
rekonstruksi dan komplikasi yang diakibatkan dari pengambilan donor seperti pada
krista iliaka (Suroto & Munthe, 2014).
Oleh karena tingkat kebutuhannya yang tinggi, maka masih dibutuhkan
bank jaringan yang dapat memproses allograft tulang dengan kualitas tinggi. Bank
jaringan harus mengikuti standar sesuai yang diterapkan European Association of
Tissue Banks (EATB) dan American Association of Tissue Banks (AATB) (Suroto
& Munthe, 2014).
2.5.1 Tipe Allograft yang Digunakan
Untuk rekonstruksi massive bone allograft pada tungkai yang menumpu
berat badan, seperti tungkai bawah, yang mana membutuhkan beban fisiologikal
yang besar untuk ambulasi awal, maka diperlukan bone allograft yang sangat kuat
untuk memastikan keberhasilannya. Ini biasanya digunakan deep frozen cortical
allograft dari donor yang telah mati dengan internal fiksasi yang kuat, dan lebih
dipilih intramedullary nail yang telah didesain khusus dengan interlocking screw
sebagai tambahan untuk menambah stabilitas rotasional. Sedangkan untuk mengisi
defek tulang yang kecil dapat digunakan freeze dried cancellous allograft disertai
dengan internal fiksasi yang stabil juga (Hung, 2012).
Weight bearing biasanya tidak dibutuhkan selama tiga bulan, namun
mobilisasi awal tetap diperlukan. Internal fiksasi yang tidak rigid merupakan suatu
keharusan. Mankin et al (1983) menemukan fraktur pada allograft yang terjadi pada
15 dari 91 pasien, dengan angka insidensi 16,5% (Hung, 2012)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
2.5.2 Syarat Donor Allograft
Tulang yang digunakan sebagai donor harus memiliki kualitas yang baik
sesuai dengan fungsi bone graft dan harus aman untuk inang-nya. Tulang yang
demineralisasi harus menghambat aktivitas osteoinduktif, kemudian terjadi
pembentukan tulang baru, bila digunakan pada nonunion, tetapi aktifitas biologi ini
tidak diperlukan bila digunakan untuk mengisi lubang dengan tulang iradiasi.
Tulang harus cukup kuat sehingga memungkinkan restorasi defect struktural, tetapi
tidak diperlukan bila impaksi femoral. Bentuk dan konsistensi allograft harus
mudah dipegang pada saat operasi (Hung, 2012).
2.5.3 Karakteristik Allograft
Tidak seperti hasil industri lainnya, tulang allograft tidak distandarisasi dan
tidak memiliki karakteristik mekanik dan biologi yang dapat direproduksi. Tulang
allograft diproduksi dari hasil proses jaringan manusia yang tidak digunakan, tidak
seperti produk medis sintesis. Jika di-demineralisasi untuk menghasilkan aktivitas
osteoinduktif, maka pelepasan faktor-faktor pertumbuhan dari tulang bervariasi
pada setiap donor. Tidak seperti komponen prostesis modular, massive allograft
tidak dapat diperpanjang selama operasi. Ahli bedah harus merencanakan panjang
reseksi tulang setelah dilakukan pemeriksaan secara radiologis, atau harus
membentuk implant setelah mengeksisi tulang yang patologis (Hung, 2012).
2.5.4 Penyembuhan Biologis dari Transplantasi Tulang
Ada dua hal yang penting pada penyembuhan biologis dari autogenic dan
allogenic dari transplantasi tulang: (Kalfas, 2001)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
1. Penyatuan tautan host-graft: penyembuhan frakturnya oleh
pembentukan osteoid callus. Hal ini sangat penting mengingat
nonunion dapat terjadi dan mengarah kepada resorbsi dari graft.
2. Graft incorporation: penyembuhan dari graft tesebut dengan aktivitas
resorbsi, pembentukan tulang baru dan callus encasement.
Autograft kortikal mengalami callus encasement yaitu resorpsi tulang,
revaskularisasi dan pembentukan tulang baru dalam penyembuhan biologis
cangkok. Proses resorpsi-aposisi terjadi secara tidak teratur dan butuh waktu lama
(Kalfas, 2001).
Callus encasement mengacu pada pembentukan callus di sekitar graft
setelah transplantasi. Callus merupakan kumpulan sel tak beraturan yang berfungsi
melindungi graft. Langkah berikutnya dalam penyembuhan graft adalah resorpsi
tulang, dimana lisis dan asimilasi graft ke dalam jaringan inang berlangsung.
Revaskularisasi adalah proses di mana tulang sembuh dengan graft mendapatkan
kembali suplai darahnya (Kalfas, 2001).
Yang terakhir pembentukan tulang baru terjadi ketika tulang baru dibentuk
setelah transplantasi graft. Tulang baru hanya bisa dibentuk setelah resorpsi graft
terjadi agar membuat ruangan baginya (Kalfas, 2001).
Penyembuhan tulang kortikal dengan menggunakan allograft terjadi melalui
“creeping substitution” (pertukaran yang merambat). Proses ini berupa resorpsi dari
allograft yang ditransplantasikan, diikuti oleh pertukaran jaringan tulang allograft
dengan jaringan dan sel-sel tulang dari resipien (Kalfas, 2001).
Dari sudut pandang biomekanika, keberhasilan transplantasi bone allograft
yang besar tergantung oleh faktor-faktor berikut: (Kang & Kim, 1995)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
1. Tipe beban fisiologikal yang diberikan pada transplant
2. Tipe bone allograft yang digunakan
3. Tipe proses pengolahan yang digunakan untuk memproduksi allograft
2.5.5 Komplikasi Bone Allograft
Komplikasi utama dari allograft tulang termasuk infeksi, reaksi penolakan
imunitas, host-graft junction non-union, resorpsi allograft, fraktur dari allograft,
dan penularan penyakit biologis seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C dan sifilis
(Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
Besarnya permintaan untuk allograft tulang cenderung akan meningkat di
masa yang akan datang, terutama untuk revisi arthroplasty. Adalah penting untuk
mengambil langkah langkah pengamanan yang sesuai untuk memastikan keamanan
dari baik donor maupun resipien. Screening harus dilakukan untuk memilah donor
dengan penyakit serius yang berpotensi tertransmisikan melalui graft, keganasan,
serta gangguan sistemik yang dapat mengganggu integritas biologis atau
biomekanis dari tulang (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
2.5.6 Nonunion dari Tautan Host-Allograft
Tanda dari pemasangan yang sukses termasuk diantaranya pembentukan
kalus di sekitar tautan host-graft, sebagaimana juga perbaikan internal dari graft
yang dipasang (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
Nonunion pada tautan host-allograft setelah transplantasi allograft masif
pada pasien dengan tumor tulang malignan masih merupakan komplikasi yang
sering terjadi. Sebanyak 163 dari 945 pasien yang menjalani trasplantasi allograft
(17.3%) mengalami nonunion. Dari 163 pasien tersebut, 108 berhasil mengalami
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
union pada daerah tautan setelah menjalani reoperasi pada tungkai mereka. Secara
keseluruhan, terjadinya nonunion pada tautan host-allograft berhubungan langsung
dengan hasil akhir allograft yang lebih buruk (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung,
2012).
Adanya celah 3 mm yang tampak pada foto rentan mengalami non union.
Mode fiksasi tidak memiliki pengaruh pada tingkat nonunion. Tujuan fiksasi untuk
mencapai keseragaman kontak yang stabil antara host dan tulang allograft (Myeroff
& Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
2.5.7 Allograft Fracture
Salah satu komplikasi utama pada penggunaan allograft beku adalah fraktur
dari allograft. Insidensi keseluruhan dari fraktur berkisar 16%. Setelah penanganan,
33 dari 43 pasien (77%) dianggap sukses, dan hanya lima (12%) mengalami
kegagalan. Data ini menunjukkan bahwa fraktur dari allograft merupakan
komplikasi yang tidak separah yang dulunya diperkirakan. Penemuan yang paling
penting adalah bahwa fraktur allograft dapat ditangani secara efektif, dan ketika
penanganan telah selesai, kontinuitas dan fungsi yang berguna dapat dikembalikan
(Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
2.5.8 Penularan Penyakit Biologis
Telah dibuktikan dari laporan-laporan kasus bahwa HIV, sebagaimana juga
dengan virus Hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui allograft muskuloskeletal,
tetapi resiko kejadian hal tersebut dianggap kecil dengan adanya standar bank
jaringan saat ini (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
Untuk mendapatkan hal ini, perlu dilakukan langkah langkah pengamanan
di setiap tahap pengumpulan dan proses dari allograft, termasuk didalamnya:
(Hung, 2012)
Kriteria seleksi dari donor yang teliti dan ketat
Pengumpulan yang steril atau bersih
Tes screening laboratoris yang komprehensif
Sterilisasi radiasi gamma end-processing
Melakukan tes-tes uji kualitas
Prosedur release yang sesuai untuk penggunaan klinis allograft
Pemahaman yang baik tentang bagaimana menggunakan allograft
dan persiapan pembedahan yang sesuai dari allograft sebelum
transplantasi
Transplantasi yang baik dari allograft
Pemahaman yang baik apakah allograft dapat menahan fungsi
biologis dan biomekanis yang ditujukan.
2.5.9 Harapan Kumulatif Allograft
Hasil yang baik dengan allograft merupakan interaksi dari tiga hal. Ahli
bedah harus menentukan kebutuhan, mempersiapkan resipien dan memfiksasi graft
dengan baik. Bank jaringan memilih dan melakukan screening donor. Kemudian
akan dipilih dan dipersiapkan tulang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pasien harus sehat untuk membantu penyembuhan graft, dan harus mematuhi
penatalaksanaan pasca operasi (Brydone, 2010).
Berikut ini kriteria eksklusi untuk mendonasikan graft: (Brydone, 2010)
- usia 18 tahun
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
- riwayat ketergantungan obat-obatan
- penggunaan steroid kronik atau dosis tinggi
- riwayat keganasan
- arthritis inflamasi
- penyakit demensia atau penyakit neurologi kronik
- baru diimunisasi dengan vaksin hidup
- serologi positif hepatitis B atau C
- serologi positif HIV atau resiko untuk unfeksi HIV
- positif serologi VDRL
- riwayat pengobatan hormon pertumbuhan
2.5.10 Hydroxyapatite (HA)
Selama beberapa dekade terakhir, telah banyak dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk memproduksi berbagai bioceramic yang dapat diaplikasikan secara
biomedikal. Diantaranya, hydroxyapatite (HA) merupakan bioceramic yang paling
sering muncul, yang paling sering digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis,
terutama orthopaedi dan gigi. Hydroxyapatite (HA) mempunyai kemiripan yang
sangat dekat dengan komponen inorganik tulang dan gigi (Rivera-Muñoz, 2011;
Oktar et al., 2007; Lee et al., 2010). Hydroxyapatite (HA) berukuran nano
merupakan komponen utama dari mineral tulang (Ferraz, Monteiro, dan Manuel,
2004). Hydroxyapatite (HA) memiliki biokompatibilitas yang luar biasa dan
bioaktivitas yang unik (Rivera-Muñoz, 2011) .
Istilah “apatite” berlaku untuk grup senyawa (bukan hanya kalsium fosfat)
yang formulanya secara umum berbentuk M10(XO4)6Z2, dimana M2+ merupakan
metal dan XO43- dan Z- adalah anion. Nama khususnya tiap apatite tergantung dati
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
elemen atau radikal M, X, Z. Pada hydroxyapatite (HA) mempunyai struktur
molekul apatite, dimana M merupakan kalsium (Ca2+), X adalah fosfor (P5+) dan Z
adalah hydroksil radikal (OH-). Senyawa ini dikenal sebagai stoichiometric
hydroxyappatite dan anatomi rasio Ca/P nya sebesar 1,67 (Cox, 2014; Rivera-
Muñoz, 2011).
Bentuk monosiklik dari hydroxyapatite (HA) lebih teratur dan lebih stabil
secara termodinamik dan dibentuk pada temperatur tinggi, tetapi tidak pernah ada
bukti keberadaannya pada jaringan kalsifikasi. Bentuk inilah yang sering dipakai
dalam material bone replacement. Hydroxyapatite yang dibentuk secara biologis
lebih rumit dan bukan stoichiometric, dan memiliki anatomi rasio Ca/P < 1,67 dan
tidak hanya mengandung ion dan radikal hydroxyapatite (HA) tetapi juga CO3, Mg,
Na, F, dan Cl. Jumlahnya bervariasi tergantung tipe spesifik jaringan, yang
berhubungan dengan sifat dan bioaktivitasnya (Nandi et al., 2010; Rivera-Muñoz,
2011; Sopyan, Singh & Shukor, 2008).
Satu hal yang penting diingat adalah, semakin nilai Ca/P mendekati 1,67,
semakin besar kestabilan material di dalam tubuh manusia dimana hydroxyapatite
(HA) cenderung diam, dan di sisi lain, jika nilainya menurun [kurangnya
hydroxyapatite (HA)], semakin baik bioaktivitasnya. Aspek lain yang harus
diperhatikan adalah derajat kristalinitasnya. Telah diteliti bahwa derajat kristalinitas
dalam jaringan untuk enamel gigi sangat tinggi, sedangkan pada kasus dentin dan
tulang, kristalinitasnya rendah. Hal ini berarti reaktivitasnya tergantung derajat
kristalinitas, karena reaktivitas dentin dan tulang lebih tinggi dibanding enamel
gigi. Selain itu, perbedaan struktur dan komposisi apatite juga tergantung perbedaan
teknik proses, tergantung suhu dan atmosfer pembuatannya (Rivera-Muñoz, 2011).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
Sifat paling unik dari material hydroxyapatite (HA) adalah adalah
kesamaannya dengan mineral tulang; kesamaan ini menyebabkan kemampuan
osteokonduktifnya dan biokompatibilitas yang sangat baik. Calcium
hydroxyapatite/tricalcium phosphate (60/40) memberikan struktur atau scaffold
yang dapat memiliki interaksi yang baik dengan tulang sekitarnya tetapi aplikasinya
terbatas pada penanganan defek tulang segmental yang berfungsi pada load-bearing
namun tidak akan mengalami kegagalan pada tahap awal implantasi.
Hydroxyapatite (HA) juga dianggap sebagai carrier osteoinduktif faktor-faktor
pertumbuhan dan populasi sel osteogenik yang baik, yang ditambahkan pada
hydroxyapatite (HA) sesuai fungsi hydroxyapatite (HA) sebagai transport
pengantar bioaktif di masa yang akan datang (Nandi et al., 2010).
Sintesa hydroxyapatite (HA) secara thermodinamis stabil pada pH fisiologis
dan osteokonduktif, sehingga banyak digunakan pada penggantian jaringan keras
dan rekonstruksi, seperti implant coating, dan substitusi tulang. Karakteristiknya
yang berpori-pori juga memungkinkan affinitas ikatan yang tinggi untuk sejumlah
zat farmakologis seperti antibiotik, hormone, enzim, fragmen antibodi, steroid, dan
lain sebagainya. Hal ini yang digunakan dari hydroxyapatite (HA) untuk membawa
zat farmakologis dalam berbagai aplikasi klinis dengan kapasitas melepaskan yang
terus-menerus untuk penanganan osteomyelitis, osteoporosis, kanker tulang dan
lain sebagainya dimana hantaran lokal efektif dengan tujuan untuk mengisi defek
pada tulang (Nayak, 2010). Pada pembentukan hydroxyapatite (HA), diameter pori
yang ideal adalah 565 m untuk pertumbuhan tulang dibandingkan dengan ukuran
yang lebih kecil (300 m) (Nandi et al., 2010).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Hydroxyapatite (HA) dapat disintesa dengan berbagai teknik, yaitu: (Cox,
2014; Nayak, 2010; Rivera-Muñoz, 2011)
1. Teknik presipitasi
Teknik yang paling popular dan paling banyak diteliti untuk sintesa
hydroxyapatite (HA) adalah teknik presipitasi atau yang disebut dengan
presipitasi basah atau presipitasi kimia atau presipitasi aqueous. Teknik
ini paling banyak dipilih karena dapat memproduksi hydroxyapatite
(HA) dalam jumlah besar tanpa memerlukan pelarut organik dengan
harga terjangkau.
2. Pendekatan sol-gel
Teknik ini merupakan metode yang efektif untuk mensintesa nanofasik
hydroxyapatite (HA) karena dapat mengkontrol parameter prosesnya.
Dilaporkan bahwa material hydroxyapatite (HA) yang diproduksi
dengan teknik ini efisien untuk meningkatkan kontak dan stabilitas
pada artifisial/tulang alami dengan kontak langsung pada lingkungan in
vitro dan in vivo.
3. Teknik hidrotermal
Pada abad ke-20, teknik hydrothermal digunakan untuk mensintesa
berbagai ceramic material seperti hydroxyapatite (HA). Pada teknik ini,
peningkatan rasio Ca/P dilakukan dengan meningkatkan tekanan
hydrothermal atau temperatur.
4. Teknik multiple emulsion
5. Teknik biomimetic deposition
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Metastabilkan synthetic body fluid (SBF) dengan komposisi garam
organic yang menyerupai seperti dalam cairan tubuh manusia (plasma
darah), memfasilitasi nukleasi spontan dan pertumbuhan
hydroxyapatite (HA) dengan ukuran nano, terkarbonasi dan bone mimic
pada pH dan suhu yang fisiologis. Pembentukan lapisan apatite dengan
proses biomimetic deposition pada beberapa orthopaedic biomaterial
dan dental terbukti membantu diferensiasi sel secara in vitro dalam
sistem kultur mineralized chondrocyte dan merangsang diferensiasi
osteogenic cell dengan menambahkan matriks tulang, yang
memungkinkan ikatan kuat dengan tulang. Dengan menggunakan
teknik ini, sejumlah pori-pori implant dapat ditutupi dengan carbonized
hydroxyapatite (HA) berukuran nano secara biomimetris dengan
mencelupkan implant dalam synthetic body fluid (SBF). Sifat dari
hydroxyapatite (HA) yang terlapisi, melalui mikrostrukturnya, rerata
peleburan dan interaksi spesifiknya dengan cairan tubuh, dapat
mempengaruhi osteogenitas lapisan seperti pada proses remodeling
tulang.
6. Teknik electrodeposition
7. Status solid
Teknik ini merupakan teknik tradisional yang sangat sedikit diteliti.
Sumber kalsium yang digunakan berasal dari cangkang telur.
8. Self propagating combustion synthesis (SPCS)
SPCS baru-baru ini menjadi teknik pilihan yang sederhana dan hemat
energi.
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
2.5.11 Aplikasi Bone Graft
Hydroxyapatite (HA) yang paling sering digunakan akhir-akhir ini adalah di
bidang orthopaedic dan orthodontic, dimana mereka harus mengganti, sebagian
atau seluruh bagian, jaringan tulang. Awalnya digunakan untuk mengisi material
tulang. Material yang digunakan harus dapat menopang beban mekanikal.
Munculnya ide untuk menciptakan hubungan fisikokimia, antara ceramic dan
jaringan tulang sekitarnya, mendorong integrasi dan perkembangan jaringan baru
(Rivera-Muñoz, 2011).
Faktor lain dalam mempertimbangkan osteokonduktif, yang terjadi pada
material dengan afinitas tinggi denga jaringan tulang, yang didukung oleh
pembentukan jaringan baru, tetapi juga mampu mengarahkan pertumbuhannya,
tergantung pada struktur yang dimiliki material tersebut. Material tersebut harus
memiliki porositas yang tinggi (ratusan mikro) untuk memungkinkan pertumbuhan
tulang di dalam dan melintasi material tersebut. Sifat ini telah digunakan untuk
mengisi tulang dan juga untuk cement dengan penambahan partikel hydroxyapatite
(HA) (Rivera-Muñoz, 2011).
Material-material ini menyediakan permukaan yang sesuai untuk adesi sel,
yang bertahan dalam waktu panjang dengan enzimatik. Perilaku in vivo dari implant
calsium phosphate tergantung pada beberapa faktor, dimana faktor terpenting
adalah rasio Ca/P, struktur kristal dan porositas. Lingkungan fisiologis juga
memiliki pengaruuh dalam respon biologis (Rivera-Muñoz, 2011).
Pada kasus ceramic berpori yang dibentuk dari hydroxyapatite (HA),
implant-nya dikelilingi oleh jaringan ikat dan osteoid, membentuk struktur jaringan
disertai dengan beberapa yang runtuh di sekeliling ceramics, kecuali diisi oleh
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
osseointegrasi pada sisi implant (Ravaglioli & Krajewski, 1992; Rivera-Muñoz,
2011).
Satu hal yang terpenting dari aplikasi material ini adalah interaksinya yang
terjadi pada permukaan dengan jaringan hidup, baik itu toksisitas, seperti disolusi,
maupun kerja aktifnya untuk mendukung pembentukan tulang baru. Pengembangan
ceramic baru saat ini harus mempertimbangkan hubungan antara aspek-aspek
tersebut, meningkatkan sifat mekanik untuk kerja implant yang lebih baik secara in
vivo, dan juga mengkontrol level interaksi anatara material dengan jaringan di
sekitarnya (Rivera-Muñoz, 2011).
Alat yang diciptakan dengan hydroxyapatite untuk aplikasi biomedis harus
bertahan terhadap stress mekanik, gesekan dan akibat dari pemakaian, Perlu untuk
meneliti sifat mekanik dan perilaku termal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
stoichiometry dari hydroxyapatite (HA) memegang peranan penting dalam sifat
mekanikal; hasil yang lebih baik jika rasio Ca/P antara 1,60 dan 1,67. Pada
penelitian ini juga didapatkan bahwa kekuatann mekanikal menurun bila ukuran
molekulnya melebihi dua mikron (Rivera-Muñoz, 2011).
Aspek penting lainnya adalah sifat-sifat ini harus diperhitungkan dalam
mensintesa hydroxyapatite (HA) dan dalam prosesnya. Karenanya penting untuk
mengkontrol morfologi dan mikrostruktur selama proses sintesa hydroxyapatite
(HA), dan kontrol proses pembuatan bagian atau objek dengan sifat mekanikal yang
sesuai dengan aplikasi biomedical (Rivera-Muñoz, 2011).
2.5.12 Bovine Hydroxyapatite (BHA)
Hydroxyapatite (HA) memiliki biokompatibilitas, osteokonduktif, non-
toksis, anti-inflamasi dan non-imunogenik, dan juga memiliki bioaktif yang mampu
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
membentuk ikatan kimia langsung dengan jaringan hidup (Ansari et al., 2011;
Sobczak, Kowalski & Wzorek, 2009). Hydroxyapatite (HA) terdiri dari 60-70%
jaringan tulang sehingga mengurangi reaksi inflamasi dan imunogenik pada sisi
implantasi dan bebas dari komponen organik (Ansari et al., 2011; Elkayar, Elshazly
& Assaad, 2009). Osteokonduktif merupakan sifat lain dari hydroxyapatite (HA)
dan merangsang osseointegrasi dan berkontribusi terhadap osteogenesis.
Hydroxyapatite (HA) dapat diaplikasikan pada perbaikan defek tulang, augmentasi
tulang, dan pelapisan untuk implant metalik manusia (Ansari et al., 2011). Sekarang
ini dikembangkan sintesa hydroxyapatite (HA) dari tulang hewan (Sobczak et al.,
2009).
Ada beberapa metode ekstraksi hydroxyapatite dari tulang hewan yaitu:
thermal decomposition, proses pengairan subkritikal dan hidrolisis alkalin. Pada
penelitian terbaru, digunakan tulang hewan, baik itu bovine maupun babi, setelah
mengalami hidrolisis asam yang dilakukan menggunakan zat seperti larutan asam
laktat, dalam kondisi suhu 125-135°C dan tekanan 0,26-0,30 MPa (Sobczak et al.,
2009).
Pada penelitian tersebut digunakan bubur tulang yang telah mengalami
deproteinase dan defatted, yang disebut dengan endapan tulang, sebagai
materialnya, dimana hasil deproteinasi-nya disebut hydrolysate protein.
Hydroxyapatite (HA) dibentuk melalui dua tahap proses calsination pada
temperatur 650°C dan 950°C, berurutan untuk setiap tahapan. Material tersebut
dilakukan calsination pada suhu maksimum selama 3 jam. Proses calsination
tersebut dilakukan dalam ruang dengan pemanasan elektrik pada tekanan udara.
Dilakukan penyaringan fraksi dimensi di bawa 0,063 mm (Sobczak et al., 2009).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa konsentrasi calsium dan phosphor
pada endapan tulang yang di-calsination pada suhu 650°C lebih rendah
dibandingkan dengan yang di-calsination pada suhu 950°C. Rasio Ca/P pada suhu
950°C lebih tinggi dibanding nilai stoichiometry 1,67, sebesar 1,70. Pada kedua
calsination tersebut didapatkan hanya terbentuk hydroxyapatite (HA) pada fase
kristalin (Orlovskii, Komlev & Barinov, 2002).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sintesa hydroxyapatite (HA) dari
endapan tulang dapat dilakukan dengan proses thermal dari sisa tulang yang telah
mengalami deproteinase. Hydroxyapatite (HA) yang dihasilkan dari endapan tulang
sangat potensial untuk digunakan sebagai biomaterial untuk operasi dan
stomatology implant. Hydroxyapatite (HA) yang terbentuk dapat digunakan untuk
orthopaedic, dentistry, traumatologi, dan lain sebagainya. Dalam praktek medis,
bioceramics hydroxyapatite (HA) digunakan dalam bentuk bubuk, granul, material
solid dan berpori, ataupun lapisan implant (Sobczak et al., 2009).
Penggabungan partikel bovine hydroxyapatite (BHA) dalam defek tulang
non-kritikal menyebabkan beberapa proses berkelanjutan yaitu: inflamasi akut,
pembentukan jaringan granulasi dan matriks sementara. Dari sebuah penelitian yan
membandingkan antara autograft dan bovine hydroxyapatite (HA) pada paha tikus
didapatkan bahwa pada evaluasi histologi hari pertama paska operasi terjadi
hambatan produksi osteoid pada kedua grup, hal ini sesuai dengan periode
proliferasi osteoblast dan perbaikan jaringan alami. Potensial osteoinduktif dari
hydroxyapatite (HA) terlihat dari peningkatan deposit serat kolagen yang
mengelilingi partikel hydroxyapatite (HA) dan besarnya penebalan periosteum dari
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
sisi berlawanan. Hal ini menunjukkan potensial mitosis dan peningkatan aktivitas
metabolik untuk sintesa protein ke depannya (Sobczak et al., 2009).
Distribusi partikel hydroxyapatite (HA) membentuk struktur pori-pori, yang
memungkinkan migrasi dan ikatan sel-sel osteogenik dari organ inang. Karenanya,
mempertahankan ruang untuk pembentukan tulang nantinya melalui scaffold
mineral memungkinkan sifat osteokonduktif dari material tersebut (Sobczak et al.,
2009).
Akan tetapi pada tahap awal pembentukan tulang, analisa histomorfometrik
menunjukkan tidak adanya perbedaan statistik antara kedua grup. Hal ini mungkin
dijelaskan dengan perlunya resorpsi graft sebelum deposisi matriks tulang baru
tanpa peningkatan kecepatan pembentukan tulang. Dan juga, ada area kecil untuk
pembentukan tulang baru, karena graft mengisi bagian dari defek. Selain itu,
sejumlah kecil pembentukan tulang pada defek tulang yang diberi tulang bovine
disebabkan oleh sifatnya yang rerata resorpsinya rendah dan resistensinya tinggi.
Biomaterial ini tidak mempercepat tahap awal penyembuhan tulang, tetapi masih
sangat berguna dalam teknik mengarahkan regenerasi tulang, dimana biomaterial
ini bekerja sebagai scaffold untuk membran, menjaga ruang untuk nantinya
pembentukan tulang baru. Dari penelitian tersebut didapatkan sifat
osteoinductive/osteoconductive dari material graft ini; tetapi, material ini tidak
mempercepat regenerasi tulang. Biomaterial ini memungkinkan perbaikan tulang
yang sempurna pada periode waktu yang lama (Sobczak et al., 2009).
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, dinyatakan bahwa jenis synthesic
bioceramic apa pun tidak megandung osteogenic (osteogenesis merupakan proses
penyusunan material tulang baru oleh osteoblast) atau pun osteoinductive
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
(merupakan kemampuan material tersebut untuk merangsang pembentukan tulang
de novo atau secara ectopic, misalnya pada tempat yang tidak seharusnya ada
tulang) dan menggambarkan struktur penyokong yang minimal (Dorozhkin, 2016).
Di sisi lain, biomaterial calcium phosphate tertentu dilaporkan sebagai
osteoinductive, dimana mereka dapat merangsang pembentukan tulang baru pada
sisi extraskeletal tanpa penambahan sel-sel osteoprogenitor atau pun protein
morfogenik tulang dan jumlah penelitian tersebut semakin banyak (Shrivats et al.,
2014; Dorozhkin, 2016).
Osteoinduktifitas biomaterial calcium phosphate secara umum telah
disepakati tetapi juga disimpulkan bahwa biomaterial calcium phosphate bukan
merupakan osteoinductive. Akan tetapi, penelitian terbaru melaporkan adanya
pembentukan tulang ectopic (osteoinductive atau osteogenesis yang dirangsang
oleh material) oleh biomaterial calcium phosphate menunjukkan bahwa
osteoinduksi mungkin merupakan sifat intrinsik dari biomaterial calcium phosphate
(Shrivats et al., 2014).
Lebih penting lagi, implant titanium yang dilaposi oleh lapisan microporous
OCP (octacalcium phosphate) ditemukan dapat merangsang pembentukan tulang
ektopik pada otot kambing, sedangkan lapisan halus carbonated apatite pada
implant yang sama tidak dapat merangsang pembentukan tulang di sana. Pada
penelitian lain, tepung -TCP (tricalcium phosphate), tepung bifasik
[hydroxyapatite (HA) + -TCP] dan rod bifasik intak [hydroxyapatite (HA) + -
TCP] ditanamkan pada otot kaki tikus dan otot dorsal kelinci. Satu dan tiga bulan
setelah penanaman, sampel dilakukan analisa biologis dan histologi. Jaringan
tulang yang baru diobservasi pada 10 dari 10 sample tepung -TCP, 3 dari 10
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
sample tepung bifasik dan 9 dari 10 sample untuk rod bifasik intak pada bulan
ketiga pada tikus, tetapi tidak pada kelinci. Peneliti menyimpulkan bahwa
komposisi kimia merupakan syarat dalam osteoinduksi, sedangkan porositas
berkontribusi lebih kepada pembentukan tulang. Oleh karenanya, para peneliti telah
menemukan jalan untuk mempersiapkan osteoinduktif bioceramic calcium
orthophosphate (Dorozhkin, 2016).
Sayangnya, mekanisme dasar yang mengarahkan ke induksi tulang oleh
material sintesis masih belum diketahui. Akan tetapi, di samping faktor genetik
spesifik dan hewan yang dipilih, sifat dissolusi/presipitasi dari calcium
orthophosphate, mikroporositasnya, sifat fisikokimia, komposisi, area permukaan
spesifik, nanostruktur, dan juga topografi permukaan dan geometri telah terbukti
sebagai parameter relevan. Efek positif dari mikroporositas pada pembentukan
tulang ektopik dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pertama sekali,
peningkatan mikroporositas secara langsung berhubungan terhadap perubahan
permukaan topografi, misalkan peningkatan kasarnya permukaan, yang mungkin
mempengaruhi diferensiasi selular. Kedua, peningkatan mikroporositas secara
tidak langsung berarti semakin besar permukaan yang terpapar terhadap cairan
tubuh menyebabkan peningkatan fenomena disolusi/presipitasi dibandingkan
dengan permukaan yang non-mikroporous. Sebagai tambahan, ada juga hipotesa
lain. Yakni, Reddi menjelaskan sefat osteoinduktif yang nyata sebagai kemampuan
dari bioceramic tertentu untuk memusatkan faktor pertumbuhan tulang, yang
bersirkulasi dalam cairan biologis, dan faktor pertumbuhan tersebut merangsang
pembentukan tulang. Para peneliti lain juga mengajukan hipotesa yang sama bahwa
osteoinduksi intrinsic oleh calcium orthophosphate adalah hasil dari adsorpsi zat
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
osteoinduktif pada permukaannya. Sebagai tambahan, Ripamonti dan Kuboki et al.
secara terpisah menyatakan bahwa geometri bioceramic calcium orthophosphate
merupakan parameter penting dalam induksi tulang. Secara khusus, induksi tulang
oleh calcium orthophosphate tidak pernah diteliti pada permukaan bioceramic yang
datar. Semua kasus osteoinduktif diteliti pada struktur porous atau struktur yang
mengandung cekungan yang berbatas tegas. Selain itu, pembentukan tulang tidak
pernah diteliti pada perifer dari porous implant dan selalu di dalam pori atau
cekungan, deretan permukaan. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa tekanan
oksigen yang rendah pada area inti dari implant mungkin memprovokasi
dediferensiasi perisite dari darah di pembuluh darah mikro menjadi osteoblast.
Akhirnya tetapi penting diingat, keduanya, baik itu permukaan kasar nano-
struktural maupun pengisian permukaan implant, menyebabkan pembelahan stem
sel yang asimetris menjadi osteoblast, yang penting untuk osteoinduksi (Dorozhkin,
2016).
Meski demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa material sintesis saat ini
digunakan secara rutin sebagai pengganti osteoinduktif bone graft, tetapi sebelum
material sintesis murni dapat digunakan untuk penanganan defek tulang pada
manusia dimana dibutuhkan agen osteoinduktif, diperlukan pengetahuan lengkap
tentang regenerasi tulang. Diperlukan pengetahuan tentang bagaimana material
sintesis merangsang migrasi, perlekatan, proliferasi dan diferensiasi dan stem sel
mesenkimal, bagaimana sel-sel pada permukaan material mempengaruhi sel-sel
progenitor dalam jaringan peri-implant, bagaimana progenitor vascular dapat
direkut dan mempertahankan neovaskularisasi, dan bagaimana remodeling
pembentukan tulang baru dapat dikontrol (Dorozhkin, 2016).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
Berikut merupakan skematik yang menggambarkan reaksi antara
bioceramic dan lingkungan biologis sekitarnya (Dorozhkin, 2016).
Gambar 2.1 Skematik reaksi antara bioceramic dan lingkungan biologis sekitarnya (Dorozhkin, 2016)
Gambar di atas menunjukkan reaksi antara bioceramic dan lingkungan
biologis sekitarnya: (1) dissolusi dari bioceramics; (2) presipitasi dari cairan ke
bioceramic; (3) pertukaran ion dan penyusunan ulang structural pada permukaan
bioceramic/jaringan; (4) interdiffusi dari permukaan lapisan batas ke bioceramic;
(5) cairan-mediasi mempengaruhi aktivitas selular; (6) deposisi fase mineral (a)
ataupun fase organik (b) tanpa integrasi ke permukaan bioceramic; (7) deposisi
dengan integrasi ke bioceramic; (8) kemotaksis ke permukaan bioceramic: (9)
perlekatan sel dan proliferasi; (10) diferensiasi sel: dan (11) pembentukan matriks
ekstraselular. Semua fenomena, secara kolektif, menyebabkan inkorporasi gradual
dari implant bioceramic sampai pembentukan jaringan tulang (Dorozhkin, 2016).
Berikut merupakan skematik yang menggambarkan fenomena yang terjadi
pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi: (Dorozhkin, 2016)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
Gambar 2.2 Skematik yang menggambarkan fenomena yang terjadi pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi. Gambar di atas menunjukkan fenomena yang terjadi pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi: (1) diawali dengan prosedur implantasi, dimana solubisasi dari permukaan hydroxyapatite (HA) dimulai; (2) solubilisasi yang berlanjut dari permukaan hydroxyapatite (HA); (3) ekuilibrium antara cairan fisiologis dan modifikasi permukaan dari hydroxyapatite (HA) telah tercapai (perubahan pada permukaan komposisi hydroxyapatite (HA) bukan berarti fase baru DCPA (dicalcium phosphate anhydrous) atau DCPD (dicalcium phosphate dihydrate) terbentuk pada permukaan); (4) absorpsi protein dan/atau komposisi bioorganic lainnya; (5) adesi sel; (6) proliferasi sel; (7) awal dari pembentukan tulang baru; dan (8) telah terbentuk tulang baru (Dorozhkin, 2013)
2.5.13 Freeze Drying
Freeze drying dipergunakan secara luas untuk mengeringkan dan
meningkatkan stabilitas beragam produk farmasetikal semisal: virus, vaksin,
protein, peptide, atau agen pembawa koloid (liposome, partikel nano, emulsi nano).
Proses ini relatif lambat dan mahal. Freeze drying dapat dibagi menjadi tiga
tahapan: pembekuan (solidifikasi), pengeringan primer (sublimasi es), dan
pengeringan sekunder (penyerapan air yang membeku) (Heo et al., 2009).
Pembekuan adalah tahap awal freeze drying. Pada tahapan ini, suspensi
cairan didinginkan, dan kristal air murni akan terbentuk. Seiring berjalannya
pembekuan, air yang terkandung dalam cairan semakin banyak yang membeku.
Proses ini menghasilkan peningkatan konsentrasi cairan yang tersisa, Ketika
suspensi cairan menjadi semakin terkonsentrasi, viskositas meningkat
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
mengakibatkan penghambatan kristalisasi. Cairan berkonsenfrasi tinggi ini makin
mengeras menjadi amori kristal, atau kombinasi keduanya. presentase air yang
tertinggal dan tidak membeku dinamakan air terikat (Heo et al., 2009).
Tahap pengeringan primer meliputi sublimasi es dari bahan beku. Pada
proses ini, panas ditransfer dari rak kelarutan beku melalui wadah dan vial,
kemudian dialirkan kebidang sublimasi, es menyublim dan uap air yang terbentuk
mengalir, uap air difransfer kepermukaan melalui kondensor. Pada akhir langkah
sublimasi plug berpori terbentuk.
Pengeringan sekunder meliputi pembuangan air yang terabsorsi dari produk
dan air ini tidak terpisah dari es selama pembekuan dan tidak menyublin (Boyan et
al., 2000).
2.6 Stem Cells
Stem cells merupakan salah satu faktor dalam trias rekayasa jaringan yang
memungkinkan untuk terjadinya proliferasi sel baru. Dalam proses penyembuhan,
undiferentiated cell direkrut melalui proses sinyal biomekanik dan biokimia untuk
berdiferensiasi dan membentuk kembali bagian jaringan. Hal penting dalam proses
ini adalah diferensiasi dari sel progenitor menjadi phenotypically specialized cell
untuk mengembalikan kontinuitas dan fungsi jaringan seperti semula (Shrivats et
al., 2014). Dalam rekayasa jaringan tulang, keberadaan sel osteoprogenitor sangat
penting untuk memfasilitasi pembentukan tulang baru. Osteoprogenitor sel ini akan
berdiferensiasi menjadi sel spesifik dengan kapasitas membentuk tulang, seperti
osteoblast. Osteoblast berasal dari MSCs (mesenchymal stem cells) yang
terdiferensiasi karena stimulasi growth factor seperti TGF-β family (Transforming
Growh Factor-beta) dan BMPs (Bone Morphogenic Proteins). Growth factor di
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
ekskresikan ke dalam Extracellular Matrix (ECM) dan turut berperan dalam proses
autokrin, parakrin, atau endokrin untuk mempengaruhi diferensiasi, proliferasi, dan
maturasi sel.
Dalam pengembangan kedokteran regeneratif, penggunaan sel progenitor
eksogen merupakan langkah vital untuk mempercepat proses phenotypic
differentiation secara langsung. Pendekatan kedokteran regeneratif modern
menggunakan osteogenic progenitor, terutama MSCs memiliki potensi tinggi
dalam keberhasilan rekayasa jaringan tulang. MSCs adalah multipotent stem cell
yang memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri dengan melakukan
perbaikan secara intrinsik dan regenerasi jaringan di mana mereka tinggal pada
kondisi trauma atau kerusakan jaringan. Selain itu, MSCs memiliki kemampuan
untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jaringan ikat lainnya seperti cartilage,
tulang, tendon, jaringan adipose, dan otot yang ditandai oleh ekspresi penanda
permukaan sel spesifik (Barry & Murphy, 2004).
Gambar 2.3 Proliferasi, differensiasi, dan transdiferensiasi mesenchymal stem cells (MSCs) menjadi berbagai jaringan (Caplan, 2010)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
2.6.1 Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BMSCs)
Karena tingginya potensi osteogenik yang dimiliki, mesenchymal stem cells
yang diisolasi dari sumsum tulang, yaitu BMSCs merupakan sel populasi yang
paling sering diteliti dalam pengembangan regenerasi jaringan tulang
(Hayrapetyan, Jansen & van den Beucken, 2015). BMSCs mampu berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis sel jaringan mesensimal seperti cartilage, tulang, lemak,
otot, tendon, otot, selain itu juga mesenchymal stem cells bisa berdiferensiasi
menjadi beberapa jenis jaringan lain seperti jaringan syaraf dan hepatosit. Potensi
osteogenic BMSCs telah banyak diteliti untuk mengevaluasi biomaterial suatu
scaffold pada aplikasi rekayasa jaringan tulang. Studi yang dilakukan Felipe et al
menunjukkan potensi osteogenic BMSCs yang ditandai dengan peningkatan
ekspresi collagen type-I, bone sialoprotein (BSP), dan osteonectin pada kondisi
kultur yang dilakukan dengan osteogenic media (Quiroz et al., 2008; Wexler et al.,
2003).
Diferensiasi stem cell dikontrol oleh beberapa faktor, seperti growth factor,
Extracellular Matrix (ECM), dan hormon. Dengan memberi beberapa faktor
pertumbuhan dan kultur pada struktur tiga dimensi maka BMSCs dapat
didiferensiasi menjadi sel tertentu. Sebagai contoh, induksi menggunakan
deksametason, β-gliserolfosfat, asam askorbat, dan 1,25-dihydroxyvitamin D3 akan
mengakibatkan BMSCs berdiferensiasi menjadi osteoblast (Wexler et al., 2003;
Zimmer & Hare, 2005; José et al., 1996).
2.6.2 Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cells (ASCs)
Dikarenakan beberapa kekurangan yang berkaitan dengan BMSCs,
terutama prosedur pengambilan yang invasif dan memiliki risiko infeksi, peneliti
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
mulai beralih pada penggunaan mesenchymal stem cells yang diisolasi dari jaringan
adipose atau biasa disebut adipose-derived mesenchymal stem cells (ASCs). ASCs
dipilih karena memiliki kapasitas diferensiasi yang beragam dengan kemiripan
dalam hal ekspresi surface antigen dan diferensiasi osteogenik jika dibandingkan
dengan BMSCs. Berbeda dengan BMSCs, jauh lebih mudah untuk mendapatkan
ASCs dalam jumlah besar dari jaringan adiposa yang relatif kecil dengan morbiditas
donor yang rendah. Satu gram jaringan adiposa mengandung sekitar 350.000 sel
multipoten yang disebut sebagai preadipocytes dan sekitar 5000 adipose-derived
mesenchymal stem cells (ASCs). Jumlah ini 35 kali lipat lebih besar dari jumlah
stem cells yang tersedia di sumsum tulang. ASCs dianggap sebagai jenis stem cells
yang paling tersedia, ditandai dengan tingginya reproduktivitas dan potensi
diferensiasi menjadi tulang, otot, cartilage, dan dapat digunakan sebagai terapi
allogenic stem cells karena imunogenisitas yang rendah. ASCs dapat diperoleh dari
jaringan adipose melalui prosedur liposuction atau lipectomy. Selain itu, ASCs
terbukti mampu mensekresikan growth factor yang sebagian besar memiliki
kapasitas angiogenik dan osteogenik (Quiroz et al., 2008; Kim et al., 2012).
Penelitian yang dilakukan Kim et al. telah membandingkan kemampuan
osteogenik ASCs dengan osteogenic-induced ASCs (iASCs) yang dikombinasikan
dengan DBM. Induksi osteogenik dari ASCs didapatkan menggunakan kultur
dalam medium deksametason, β-gliserolfosfat, dan ascorbate-2-phosphate. Hasil
studi ini menunjukkan regenerasi tulang mencapai 39,94% pada kelompok DBM,
25,58% pada kelompok kombinasi DBM dan ASCs, serta 51,31% pada kelompok
kombinasi DBM dan iASCs (Kim et al., 2012).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Gambar 2.4 Pembentukan tulang pada rat critically-sized calvarial defect model setelah pemberian
demineralized bone matrix (DBM), ASCs, dan iASCs (Kim et al., 2012)
Dapat disimpulkan bahwa pembentukan tulang jauh meningkat pada
penggunaan osteogenic-induced ASCs dibandingkan dengan undifferentiated
ASCs, sehingga osteogenic-induced ASCs dapat dipertimbangkan untuk aplikasi
rekayasa jaringan dan kedokteran regeneratif yang menjanjikan (Devitt et al, 2015;
Kim et al., 2012; Bunnell et al., 2008).
2.6.3 Secretome
Secretome didefinisikan sebagai sekumpulan faktor atau molekul yang
disekresikan sel ke ruang ekstraseluler. Faktor-faktor yang dimaksud, antara lain
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
protein terlarut, asam nukleat bebas, lipid dan vesikel ekstraseluler (Vizoso et al.,
2017).
Mesenchymal stem cells dikenal untuk mensekresikan spektrum faktor
bioaktif aktif (secretome) yang biasanya diklasifikasikan sebagai cytokine,
chemokine, molekul adhesi sel, mediator lipid, IL, growth factor, hormon, exosome,
microvesicle, dan lain-lain. Faktor-faktor ini telah dianggap berperan dalam
perbaikan dan regenerasi jaringan melalui aksi parakrin yang memediasi
pensinyalan antarsel (Kumar et al., 2019). Studi terbaru telah memberikan bukti
bahwa mesenchymal stem cells juga mengeluarkan vesikel ekstraseluler terikat-
membran kecil (EV) yang mengandung sejumlah biomolekul, tidak hanya growth
factor dan cytokine tetapi juga berbagai bentuk RNA yang mampu memicu berbagai
respons biologis di seluruh organisme (Phelps et al., 2018). Hal inilah yang
mendorong banyaknya penelitian yang dilakukan terkait fungsi dan manfaat dari
secretome.
Secretome mesenchymal stem cells sendiri didapat dari expanded medium
yang ada selama periode culture. Conditioned medium (CM) digunakan untuk
menggambarkan expended medium, atau kombinasi fresh medium dan expended
medium dari kultur sel sebelumnya. Conditioned medium terutama dibuat dengan
sentrifugasi expended medium untuk menghilangkan debris sel dan kemudian
menggunakan supernatan yang dihasilkan secara langsung, atau dengan
menambahkan bentuk terkonsentrasi atau terfraksinasi supernatan ke fresh medium
(Phelps et al., 2018).
Komposisi yang pasti dari secretome mesenchymal stem cells telah diselidiki
untuk mengidentifikasi molekul kunci yang bertanggung jawab atas potensi
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
terapeutik mesenchymal stem cells. Tabel berikut menunjukkan efek biologis
secretome terhadap tulang dan cartilage. (Phelps et al., 2018).
Tabel 2.4 Efek biologis secretome terhadap tulang dan cartilage (Phelps et al., 2018)
Asal MSCs Faktor paracrine
Efek Biologis
Human fetal MSCs Conditioned
medium
1. Meningkatkan ekspresi ALP dan gen penanda osteogenic dan meningkatkan deposit kalsium pada tikus BM-MSCs
2. Meningkatkan konsolidasi tulang pada tikus model osteogenesis
Membran synovial manusia
Exosome 1. Meningkatkan kemampuan proliferasi dan antiapoptotic dari sel tromal yang berasal dari sumsum tulang.
2. Mencegah hilangnya tulang trabecular, nekrosis sumsum tulang dan akumulasi sel lemak akibat GC.
Embrio manusia Exosome 1. Meningkatkan gross-appearance dan skor histologis dari defek osteochon-dral pada tikus dewasa dengan complete restoration dari cartilage dan subchondral.
Sumsum tulang ma-nusia
Exosome 1. Menghambat retardasi penyembuhan fraktur pada CD9–/– tikus
Human iPS-MSCs Exosome 1. Dalam model osteonecrosis pada tikus, exosome mencegah bone loss dan peningkatan microvessel density
2. Peningkatan proliferasi, migrasi, dan kapasitas tube-forming sel endotel in vitro.
Sumsum tulang ma-nusia
Exosome, miR-21
1. Menekan apoptosis sel nukleus pulposus yang diinduksi TNF-α
2.7 Mekanisme dan Aplikasi Secretome Mesenchymal Stem Cells (MSCs)
Sudah lama diketahui bahwa efek antiinflamasi dari secretome
mesenchymal stem cells (MSCs) dimediasi sebagian oleh soluble
immunoregulatory molecule. Di antara sitokin antiinflamasi yang terdapat pada
secretome mesenchymal stem cells (MSCs) adalah TGFβ1, IL-13, IL-18 binding
protein (IL18BP), ciliary neurotrophic factor (CNTF), neurotrophic 3 (NT -3)
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
factor, IL-10, IL-12p70, IL-17E, IL-27 atau IL-1 receptor antagonist (IL1RA).
Secretome mesenchymal stem cells (MSCs)juga ditemukan mengandung sitokin
proinflamasi, seperti IL-1b, IL-6, IL-8 dan IL-9. Keseimbangan antara sitokin
antiinflamasi dan sitokin proinflamasi ini dapat menentukan efek akhirnya (Vizoso
et al., 2017).
Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki aktivitas anti-
apoptosis. Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) mencegah kematian sel
melalui pemulihan lingkungan mikro lokal dengan memproduksi protein
penghambat apoptosis dan dengan mengurangi ekspresi protein antiapoptosis.
Selain itu, juga dilaporkan bahwa Secretome mesenchymal stem cells (MSCs)
mengurangi faktor proapoptosis Bax dan ekspresi cleaved caspase-3 tetapi
meningkatkan kadar Bcl-2 antiapoptosis, sedangkan ekspresi faktor proangiogenik,
seperti basic fibroblastic growth factor (bFGF), vascular endothelial growth factor
(VEGF), dan CXCL12 meningkat pada jantung yang diterapi dengan MSCs. Pada
literatur juga disebutkan bahwa terdapat perbedaan efek sekretom terhadap sel
normal dengan sel kanker. Pada sel normal ditemukan adanya aktivitas
antiapoptosis sementara pada sel kanker, sekretom jusrru menginduksi terjadinya
apoptosis baik secata in vitro maupun in vivo (Vizoso et al., 2017).
Selain itu, secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki
manfaat lain yaitu dalam hal pemulihan luka dan penyembuhan jaringan. Beberapa
penelitian telah melaporkan adanya faktor pertumbuhan dalam secretome
mesenchymal stem cells (MSCs) yang berkontribusi pada regenerasi jaringan organ
yang rusak, dengan penekanan khusus pada proliferasi. Perlu juga disebutkan
bahwa secretome mesenchymal stem cells (MSCs) memiliki efek anti fibrotik dan
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
angiogenik yang dapat mengurangi pembentukan parut dan meningkatkan fraksi
ejeksi jangka panjang ketika diberikan lebih awal atau sebelum remodelling pada
model eksperimental infark miokard (Vizoso et al., 2017).
Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki efek pada saraf.
Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) diketahui mengandung sejumlah faktor
neurotropik. Beberapa penelitian telah melaporkan efek manfaat dari pendekatan
berbasis MSCs pada model cedera saraf. Efek-efek ini termasuk modulasi
lingkungan inflamasi, peningkatan vaskularisasi dari lokasi regenerasi, peningkatan
ketebalan selubung mielin, modulasi tahap degenerasi Wallerian, mempercepat
regenerasi serat, dan mengurangi pembentukan jaringan parut fibrotik (Vizoso et
al., 2017).
Efek antitumor dan antimikroba dari secretome mesenchymal stem cells
(MSCs) juga telah diteliti. Dari beberapa penelitian disebutkan secretome
mesenchymal stem cells (MSCs) memiliki efek antitumor terhadap berbagai jenis
sel tumor yang berbeda-beda tergantung pada asal MSCs. Sementara untuk efek
antimikroba, beberapa penelitian secara in vivo telah menunjukkan efek
menguntungkan dari terapi MSCs pada sepsis yang diinduksi bakteri. Hal ini
menunjukkan sifat imunomodulator dari MSCs yang dimediasi oleh peningkatan
aktivitas fagosit (Vizoso et al., 2017).
TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA