48
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang Komponen selular tulang terdiri atas sel-sel prekursor osteogenik, osteoblast, osteoclast, osteocyte, dan elemen hematopeitik dari sumsum tulang. Sel- sel osteoprogenitor terdapat pada permukaan tulang yang non-resorptif, dan membentuk lapisan dalam dari periosteum, yang mengelilingi permukaan luar tulang, dan endosteum, yang membentuk permukaan dalam medulla. Periosteum itu kuat, lapisan vaskular dari jaringan ikat yang menutupi tulang tetapi tidak pada permukaan persendian. Lapisan luar yang tebal, dinamakan “lapisan fibrous”, terdiri atas jaringan ikat yang irregular dan padat. Lapisan dalam yang tipis dan berbentuk tidak teratur disebut “lapisan osteogenik” terbentuk atas sel-sel osteogenik. Endosteum merupakan lapisan tunggal dari sel-sel osteogenik yang sedikit mengandung komponen fibrous (Kalfas, 2001). Osteoblast merupakan sel yang matang, metabolit aktif, sel pembentuk tulang. Sel osteoblast mensekresikan osteoid, matriks organik tidak bermineral yang selanjutnya mengalami mineralisasi, memberikan kekuatan dan rigiditas pada tulang. Saat aktivitas pembentukan tulang hampir selesai, beberapa osteoblast diubah menjadi osteocyte sedangkan lainnya tetap pada permukaan periosteal atau endosteal tulang sebagai lapisan sel-sel. Osteoblat juga memiliki peranan dalam aktivasi resorpsi tulang oleh osteoclast (Mladenović, 2011). Osteosit merupakan osteoblast matang yang terperangkap dalam matriks tulang. Dari setiap osteocyte, sebuah jaringan proses sitoplasmik memanjang TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

Komponen selular tulang terdiri atas sel-sel prekursor osteogenik,

osteoblast, osteoclast, osteocyte, dan elemen hematopeitik dari sumsum tulang. Sel-

sel osteoprogenitor terdapat pada permukaan tulang yang non-resorptif, dan

membentuk lapisan dalam dari periosteum, yang mengelilingi permukaan luar

tulang, dan endosteum, yang membentuk permukaan dalam medulla. Periosteum

itu kuat, lapisan vaskular dari jaringan ikat yang menutupi tulang tetapi tidak pada

permukaan persendian. Lapisan luar yang tebal, dinamakan “lapisan fibrous”,

terdiri atas jaringan ikat yang irregular dan padat. Lapisan dalam yang tipis dan

berbentuk tidak teratur disebut “lapisan osteogenik” terbentuk atas sel-sel

osteogenik. Endosteum merupakan lapisan tunggal dari sel-sel osteogenik yang

sedikit mengandung komponen fibrous (Kalfas, 2001).

Osteoblast merupakan sel yang matang, metabolit aktif, sel pembentuk

tulang. Sel osteoblast mensekresikan osteoid, matriks organik tidak bermineral

yang selanjutnya mengalami mineralisasi, memberikan kekuatan dan rigiditas pada

tulang. Saat aktivitas pembentukan tulang hampir selesai, beberapa osteoblast

diubah menjadi osteocyte sedangkan lainnya tetap pada permukaan periosteal atau

endosteal tulang sebagai lapisan sel-sel. Osteoblat juga memiliki peranan dalam

aktivasi resorpsi tulang oleh osteoclast (Mladenović, 2011).

Osteosit merupakan osteoblast matang yang terperangkap dalam matriks

tulang. Dari setiap osteocyte, sebuah jaringan proses sitoplasmik memanjang

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

12

melalui kanalikuli berbentuk silinder ke pembuluh darah dan osteosit lainnya. Sel-

sel ini terlibat dalam kontrol konsentrasi ekstraselular dari kalsium dan phosphor,

seperti pada perilaku remodeling adaptif dari interaksi sel-ke-sel sebagai respon

dari lingkungan local (Kalfas, 2001).

Osteoclast adalah sel-sel multinukleus, resorbsi tulang yang diatur oleh

hormon dan mekanisme selular. Sel-sel ini berfungsi secara grup yang disebut

“cutting cones” yang melekat pada permukaan tulang yang terbuka dan, dengan

melepaskan enzim hidrolisis, memecahkan matriks inorganic dan organic tulang

dan kalsifikasi kartilago. Proses ini menghasilkan pembentukan lubang erosi yang

dangkal pada permukaan tulang yang disebut lakuna Howship (Kalfas, 2001).

Ada tiga tipe primer tulang, yaitu: woven bone, tulang kortikal, dan tulang

cancellous. Woven bone ditemukan saat perkembangan embrionik, selama

penyembuhan patah tulang (pembentukan callus), dan pada beberapa keadaan

patologis seperti hiperparatiroidism dan Paget disease. Woven bone tersusun acak

atas anyaman kolagen dan vaskular yang berbentuk irregular yang terisi dengan

lapisan osteoblast. Woven bone normalnya berubah dan digantikan dengan tulang

kortikal atau cancellous (Brydone, 2010).

Tulang kortikal, juga disebut tulang kompakta atau lamellar, dibentuk dari

woven bone dengan cara saluran vaskular yang menginvasi tulang embriogenik dari

permukaan periosteal dan endosteal. Saluran ini membentuk skema internal dan

eksternal dari tulang rata dan permukaan eksternal dari tulang panjang. Unit

struktural primer dari tulang kortikal adalah osteon, juga dikenal dengan sistem

haversian. Osteon-osteon terdiri atas tulang lamellar berbentuk silinder yang secara

longitudinal mengelilingi orientasi saluran vaskular yang disebut kanal haversian.

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

13

Kanal yang berorientasi horizontal (kanal Volkmann) berhubungan dengan osteon

terdekat. Kekuatan mekanikal dari tulang kortikal tergantung pada kuatnya

kumpulan osteon (Schmitz et al., 2016).

Tulang cancellous (tulang trabekular) terletak diantara permukaan tulang

kortikal dan terdiri atas jaringan celah sarang lebah yang mengandung elemen

hematopoietic dan tulang trabekula. Trabekula dominannya berorientasi

perpendicular terhadap gaya eksternal untuk menyokong structural dari tulang.

Tulang cancellous secara terus-menerus mengalami remodeling pada permukaan

endosteal internal (Schmitz et al., 2016).

2.2 Biokimia Tulang

Tulang terdiri atas elemen organik dan anorganik. Berdasarkan beratnya,

tulang rata-rata 20% terdiri atas air, berat dari tulang kering terdiri atas inorganic

kalsium phospat (65-70% dari berat tulang) dan matriks organic dari protein fibrous

dan kolagen (30-35% dari berat tulang) (Schmitz et al., 2016).

Osteoid merupakan matriks organic nonmineral yang disekresikan oleh

osteoblast. Osteoid dibentuk oleh kolagen tipe I (90%) dan substansi dasar (10%),

yang terdiri atas protein nonkolagen, glikoprotein, proteoglikan, peptide,

karbohidrat, dan lemak. Mineralisasi dari osteoid oleh garam mineral organiK

memberikan kekuatan dan rigiditas pada tulang (Schmitz et al., 2016).

Komponen inorganic tulang primernya terdiri atas dari calsium phosphate

dan calsium carbonate, dengan sejumlah kecil magnesium, fluoride, dan sodium.

Kristal mineral membentuk hydroxyapatite, yang menngendap dalam susunan yang

teratur di sekitar serat kolagen dari osteoid. Kalsifikasi inisial dari osteoid

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

14

khususnya terjadi dalam beberapa hari dari sekresi tetapi selesai selama dua bulan

(Schmitz et al., 2016).

2.3 Regulator Mekanisme Tulang

Metabolisme tulang terjadi dengan regulasi yang konstan oleh hormonal dan

faktor lokal. Tiga kalsitropik hormon yang paling mempengaruhi metabolisme

tulang adalah hormon paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin. Hormon paratiroid

meningkatkan aliran kalsium ke dalam lumbung kalsium dan mempertahankan

level kalsium ekstraselular tubuh pada level yang relatif konstan. Osteoblast

merupakan satu-satunya sel tulang yang mampunyai reseptor hormone paratiroid.

Hormon ini dapat menginduksi erubahan sitoskeletal dalam osteoblast. Vitamin D

merangsang intestinal dan protein calcium-binding renal dan memfasilitasi

transportasi aktif kalsium. Kalsitonin disekresikan oleh sel parafolikular dari

kelenjar tiroid dalam respon terhadap peningkatan akut dari level plasma kalsium.

Kalsitonin bekerja menghambat aktivitas metabolik selular calcium-dependent

(Kalfas, 2001).

Metabolisme tulang juga dipengaruhi oleh sejumlah protein, atau faktor

pertumbuhan, yang dilepaskan oleh platelet, makrofag, dan fibroblast. Protein-

protein ini menyebabkan penyembuhan tulang menjadi vaskularisasi, memperkuat,

menggabungkan, dan fungsi secara mekanik. Hormon-hormon ini dapat

menginduksi sel-sel yang berasal dari mesenchymal, seperti monosit dan fibroblast,

untuk migrasi, proliferasi, dan differensiasi menjadi sel-sel tulang. Protein yang

meningkatkan penyembuhan tulang termasuk bone morphogenetic protein (BMP),

insulin-like growth factors (IGF), transforming growth factor (TGF), platelet

derived growth factor (PDGF), dan fibroblast growth factor (FGF) (Kalfas, 2001).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

15

Protein yang paling dikenal adalah bone morphogenetic protein (BMP),

golongan glikoprotein, berasal dari matriks tulang. Protein morfogenik tulang

merangsang sel mesenkimal untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel tulang.

Walaupun jumlahnya hanya sedikit dalam tubuh, sejumlah bone morphogenetic

protein (BMP) telah disintesis menggunakan teknologi rekombinan DNA dan

sedang diuji klinis untuk menilai potensialnya dalam memfasilitasi penyambungan

tulang pada manusia (Kalfas, 2001).

Protein lain mempengaruhi penyembuhan tulang pada jalur yang berbeda.

Transforming growth factor meregulasi angiogenesis, pembentukan tulang, sintesa

matriks ekstraselular, dan mengontrol aktivitas yang dimediasi sel. Osteonektin,

fibronektin, dan osteocalcin membantu perlekatan sel, memfasilitasi migrasi sel,

dan mengaktifkan sel (Kalfas, 2001).

2.4 Penyembuhan Tulang

Respon tulang terhadap cedera dapat dianggap sebagai proses

berkelanjutan, dimulai dengan inflamasi, dilanjutkan dengan perbaikan (soft callus

diikuti dengan hard callus), dan pada akhirnya terjadi remodeling. Penyembuhan

fraktur dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor biologis dan mekanikal, seperti pada

tabel 2.1 berikut: (Schmitz et al., 2016)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

16

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fracture (Schmitz et al., 2016)

Stabilitas fracture menentukan tipe penyembuhan yang akan terjadi yaitu: (Aiyer,

2018)

Stabilitas mekanik menentukan regangan mekanikal

Jika regangan dibawah 2%, akan terjadi penyembuhan tulang secara

primer

Jika regangan antara 2% dan 10%, akan terjadi penyembuhan secara

sekunder

Bentuk penyembuhan tulang dapat terjadi melalui dua cara yaitu: (Aiyer, 2018)

Penyembuhan tulang secara primer atau union langsung (regangan <

2%). Penyembuhan ini dikenal dengan haversian remodeling.

Penyembuhan ini terjadi dengan menciptakan stabilitas absolut.

Penyembuhan tulang primer atau secara langsung terjadi pada tulang

kortikal dengan jarak antar tulang kurang dari 2 mm dan terdapat

stabilitas absolut.

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

17

Penyembuhan tulang secara sekunder atau dengan callus (regangan

antara 2%-10%). Penyembuhan ini melibatkan respon dari periosteum

dan jaringan lunak eksternal. Ada dua tipe:

- penyembuhan enchondral yang terjadi dengan fiksasi yang tidak

rigid, seperti pada brace fraktur, fiksasi eksternal, briging plate,

intramedullary nailing, dan lainnya.

- penyembuhan intramembranous yang terjadi dengan fiksasi semi-

rigid, seperti pada locking plate (terjadi pada stabilitas non-absolut)

Penyembuhan tulang secara sekunder dapat terjadi hanya secara

endokondral atau intramembranous, atau kombinasi keduanya.

Tabel 2.2 Tipe penyembuhan fracture dengan teknik penanganannya (Schmitz et al., 2016; Aiyer, 2018)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

18

Ada empat syarat untuk terjadinya penyembuhan tulang oleh diamond

concept yaitu: (Giannoudis, Einhorn & Marsh, 2007)

a. sel-sel dengan potensial osteogenic

b. osteoconductive matrix (scaffold)

c. Stimulus osteoinductive (growth factor)

d. Lingkungan yang stabil secara mekanik

2.4.1 Penyembuhan dengan Callus

Penyembuhan tulang dengan callus merupakan bentuk alami dari

penyembuhan pada tulang tubular; dengan tidak adanya fiksasi rigid, penyembuhan

terjadi dalam 3 tahap, yaitu: (Gueorguiev et al., 2017)

a) Inflamasi

Perdarahan dari sisi fraktur dan jaringan lunak sekitar membentuk

hematoma (dan bekuan fibrin), yang menyediakan sumber dari sel-sel

hematopoietic yang mampu menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan.

Kemudian fibroblast, sel-sel mesenkimal, dan sel-sel osteoprogenitor

ada pada tempat fraktur, dan terbentuk jaringan granulasi di sekitar

ujung-ujung fraktur. Osteoblast, yang berasal dari sel-sel precursor

osteogenik sekitar, fibroblast, atau keduanya berproliferasi

(Gueorguiev et al., 2017).

b) Perbaikan

Respon callus secara primer terjadi dalam 2 minggu. Jika ujung-ujung

tulang tidak kontinuitas, terbentuk bridging (soft) callus. Soft callus

kemudian akan digantikan, melalui proses ossifikasi enkondral, dengan

tulang woven (hard callus). Bentuk lain dari callus, medullary callus,

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

19

suplemen bridging callus, walaupun terbentuk lebih lambat dan terjadi

terakhir. Jumlah callus yang terbentuk secara tidak langsung

proporsional dengan jumlah immobilisasi fraktur. Penyembuhan

kortikal secara primer, yang menyerupai remodeling normal, terjadi

dengan immobilisasi rigid dan reduksi anatomis (atau mendekati

anatomis). Penyembuhan fraktur berbeda sesuai dengan metode

penanganannya. Pada penanganan tertutup, terjadi penyembuhan

endokondral dengan bridging callus periosteal. Dengan fiksasi rigid

pada fraktur (compression plate), osteonal langsung atau penyembuhan

tulang secara primer terjadi tanpa terlihatnya callus. Perubahan

histologi inisial diobservasi pada hypertrophic nonunions yang diterapi

stabilisasi plate berupa mineralisasi fibrokartilago (Schmitz et al.,

2016).

c) Remodeling

Proses ini dimulai dari di tengah-tengah fase perbaikan dan berlanjut

sampai frakturnya sembuh secara klinis (sampai 7 tahun). Remodelling

memungkinkan tulang menyerupai konfigurasi normalnya dan bentuk

normalnya berdasarkan tempat mana yang terkena stress (Wolff’s law).

Selama proses ini berlangsung, tulang woven terbentuk selama fase

perbaikan digantikan dengan tulang lamellar. Penyembuhan fraktur

komplit jika ada repopulasi dari ruang marrow (Schmitz et al., 2016).

2.4.2 Penyembuhan dengan Union Langsung

Penelitian klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa callus merupakan

respon terhadap pergerakan pada sisi fraktur (McKibbin, 1978). Callus berfungsi

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

20

untuk menstabilkan fragmen secepat mungkin – prekondisi yang diperlukan untuk

menjembatani tulang. Jika sisi fraktur immobile absolut – contohnya, fraktur

impaksi pada tulang cancellous, atau fraktur yang diimobilisasi rigid dengan metal

plate – tidak ada stimulus untuk callus (Sarmiento & Latta, 1981; Sarmiento &

Latta, 2006). Malahan, pembentukan tulang osteoklastik yang baru terjadi secara

langsung antar fragmen. Celah antara permukaan fraktur diserbu oleh kapiler-

kapiler baru dan sel-sel osteoprogenitor bertumbuh dari ujung-ujung, dan tulang

baru terletak pada permukaan yang tidak terlindungi (penyembuhan celah). Saat

celah-celahnya sangat sempit (kurang dari 200 m), osteogenesis menghasilkan

tulang lamellar. Dalam 3-4 minggu frakturnya menjadi cukup solid untuk

memungkinkan penetrasi dan jembatan dengan unit remodeling tulang, misalnya

osteoklastik “cutting cones” diikuti dengan osteoblast. Saat permukaan fraktur yang

tidak terlindungi memiliki kontak yang intim dan rigid dari luar, akan terbentuk

jembatan internal tanpa tahap intermediate apa pun (penyembuhan kontak)

(Schmitz et al., 2016; Gueorguiev et al., 2017).

Penyembuhan dengan callus, walaupun tidak terlalu langsung (bisa dibilang

tidak langsung) memiliki keuntungan yang berbeda: menjamin kekuatan mekanikal

saat ujung tulang sembuh, dan dengan meningkatkan stress callus tumbuh lebih

kuat dan kuat (contoh dari Wolff’s law). Dengan fiksasi metal yang rigid, tidak

adanya callus berarti ada periode panjang selama tulang bergantung sepenuhnya

pada implant metal untuk integritasnya. Selain itu, implant mengalihkan stress

menjauhi tulang, yang bisa membuat osteoporosis dan tidak pulih sempurna sampai

metalnya dilepas (Schmitz et al., 2016; Gueorguiev et al., 2017).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

21

2.5 Bone Graft

Penggunaan bone graft untuk tujuan memperoleh arthrodesis dipengaruhi

oleh setiap prinsip anatomi, histologi, dan biomekanik. Berdasarkan sumber donor

yang diperoleh, bone graft terdiri atas 3 yaitu: (Jensen & Terheyden, 2009)

- Autograft, tulang diperoleh dari tubuh pasien itu sendiri.

- Allograft, tulang diperoleh dari tubuh manusia lain dalam artian dari

spesies yang sama.

- Xenograft, tulang diperoleh dari tubuh binatang atau dari spesies yang

berbeda

Graft tulang memiliki sifat fisiologis dari bone graft secara langsung

mempengaruhi berhasil atau tidaknya penggabungan graft. Sifat-sifat graft adalah:

(Sutherland & Bostrom, 2005)

1. Osteogenesis

2. Osteoinduction

3. Osteoconductive

Osteogenesis merupakan kemampuan graft untuk menghasilkan tulang

baru, dan proses ini tergantung pada adanya sel tulang hidup pada graft. Material

graft osteogenik mengandung sel yang viable dengan kemampuan untuk

membentuk tulang (sel-sel osteoprogenitor) atau potensial untuk berdiferensiasi

menjadi sel-sel pembentuk tulang (sel-sel prekursor osteogenik yang dapat

diinduki). Sel-sel ini, yang berpartisipasi dalam tahap awal proses penyembuhan

untuk menyatukan graft dengan tulang inangnya, harus dilindungi selama

procedure pengambilan graft untuk memastikan viabilitasnya. Osteogenesis

merupakan sifat yang hanya ditemukan pada tulang autogenous segar dan pada sel

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

22

sumsum tulang, walaupun penelitian radiolabeling dari sel-sel graft menunjukkan

sangat sedikit sel-sel yang ditransplantasikan yang bertahan hidup (Sutherland &

Bostrom, 2005).

Osteokonduktif merupakan sifat fisik dari graft untuk berperan sebagai

scaffold (penyangga) untuk penyembuhan tulang yang viable. Osteokonduksi

memungkinkan pertumbuhan neovaskulatur dan infiltrasi sel-sel precursor

osteogenik ke dalam graft. Sifat osteokonduktif ditemukan pada autograft dan

allograft cancellous, demineralized bone matrix, hydroxyapatite, kollagen, dan

kalsium phospat (Sutherland & Bostrom, 2005).

Osteoinduksi merupakan kemampuan material graft untuk merangsang sel

punca untuk berdiferensiasi menjadi sel tulang yang matur. Proses ini biasanya

berhubungan dengan adanya faktor pertumbuhan tulang di dalam material graft

atau sebagai suplemen terhadap graft tulang. Protein morfogenik tulang dan

demineralized bone matrix merupakan bagian terpenting dari material

osteoinduktif. Pada derajat yang lebih ringan, tulang autograft dan allograft juga

memiliki beberapa sifat osteoinduktif (Sutherland & Bostrom, 2005).

Dari semua jenis bone graft, autograft merupakan graft yang paling ideal

karena memiliki ketiga sifat tersebut (Tabel 2.1). Sedangkan allograft hanya

memiliki sifat osteokonduktif dan osteoinduktif (Greenwald et al., 2011).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

23

Tabel 2.3 Perbandingan karaktektiristik bone graft (Greenwald et al., 2011)

Penyembuhan fraktur mengembalikan jaringan ke sifat fisik dan mekanik

awalnya dan hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor sistemik dan lokal.

Penyembuhan dengan bone graft juga terjadi pada 3 tahap yang berbeda tetapi

tumpang tindih, yaitu: (Kalfas, 2001)

1. Tahap awal inflamasi

2. Tahap perbaikan

3. Tahap akhir remodeling

Pada tahap awal inflamasi, pembentukan haematom dalam fracture site

terjadi selama dua jam pertama sampai beberapa hari. Sel-sel inflamasi (sel-sel

makrofag, monosit, dan limfosit, dan polimorfonuklear) dan fibroblast

menginfiltrasi tulang yang dimediasi prostaglandin. Hasilnya dalam pembentukan

jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan vaskular, dan migrasi sel-sel mesenkimal.

Pasokan primer oksigen dan nutrisi dari awal proses ini disediakan oleh tulang

cancellous sekitarnya dan otot. Penggunaan obat-obatan antiinflamasi atau

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

24

sitotoksis selama minggu pertama ini dapat mempengaruhi respon inflamasi dan

menghambat penyembuhan tulang (Kalfas, 2001).

Selama tahap perbaikan, fibroblast mulai menyusun stroma yang membantu

menyokong pertumbuhan vaskular. Oleh karena itu selama tahap ini adanya nikotin

pada system dapat menghambat pertumbuhan kapiler. Penurunan rerata union yang

signifikan dapat terlihat pada pengguna tembakau (Kalfas, 2001).

Saat pertumbuhan vaskular berkembang, matriks kolagen menurun

sementara osteoid disekresi dan selanjutnya mineralisasi, yang menyebabkan

pembentukan callus yang lunak disekeliling sisi yang sedang diperbaiki. Dalam

menahan pergerakan, callus ini sangat lemah pada minggu 4-6 dari proses

penyembuhan dan memerlukan perlindungan yang adekuat dalam bentuk brace

atau fiksasi internal. Akhirnya, callus mengalami osifikasi, membentuk jembatan

woven bone antar fragmen fraktur. Di sisi lain jika immobilisasinya tidak adekuat,

tidak terjadi ossifikasi callus, dan terbentuk union fibrous yang tidak stabil (Kalfas,

2001).

Penyembuhan fraktur selesai pada tahap remodeling di mana penyembuhan

tulang kembali ke bentuk, struktur, dan kekuatan mekanik awal. Remodelling tulang

terjadi perlahan dari beberapa bulan sampai beberapa tahun dan difasilitasi dengan

adanya stress mekanik pada tulang. Pada saat fracture site diberikan gaya tekanan

aksial, umumnya tulang terbentuk pada tempat yang seharusnya dan diresorbsi dari

tempat yang tidak seharusnya. Kekuatan adekuat biasanya dicapai dalam 3-6 bulan

(Kalfas, 2001).

Walaupun tahapan penyembuhan fisiologis tulang pada fusi spinal

menyerupai yang terjadi pada tulang panjang, tetapi ada beberapa perbedaan yang

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

25

terjadi. Tidak seperti penyembuhan tulang panjang, fusi spinal selalu menggunakan

graft. Selama proses penyembuhan fusi spinal, graft tulang digabungkan dalam

proses penggabungan dimana tulang nekrosis diresorbsi perlahan dan secara

simultan digantikan dengan tulang baru yang viable. Proses penggabungan ini

dinamakan “creeping substitution”. Sel-sel mesenkimal primitif berdiferensiasi

menjadi osteoblast yang mendepositkan osteoid di sekitar inti tulang nekrosis.

Proses deposisi tulang dan remodeling nantinya menggantikan tulang nekrosis

dalam graft (Kalfas, 2001).

Periode paling penting dalam penyembuhan tulang adalah 1-2 minggu

pertama dimana terjadi inflamasi dan revaskularisasi. Penggabungan dan

remodeling graft tulang memerlukan akses vaskular untuk sel-sel mesenkimal dapat

menuju graft untuk berdiferensiasi menjadi osteoblast dan osteoclast. Berbagai

faktor sistemik yang dapat menghambat penyembuhan tulang, termasuk perokok,

malnutrisi, diabetes, rheumatoid arthritis, dan osteoporosis. Khususnya selama

minggu pertama penyembuhan tulang, pengobatan steroid, agen sitotoksik, dan

pengobatan NSAID berdampak membahayakan. Iradiasi pada tempat fusi dalam 2-

3 minggu pertama dapat menghambat proliferasi sel dan merangsang vaskulitis akut

yang secara signifikan mengganggu penyembuhan tulang (Kalfas, 2001).

Graft tulang juga sangat dipengaruhi oleh gaya mekanik lokal selama tahap

remodeling. Densitas, geometri, ketebalan, dan orientasi trabekula tulang dapat

berubah tergantung dari kebutuhan mekanikal dari graft. Pada tahun 1892, Wolff

pertama sekali mempopulerkan konsep adaptasi structural dari tulang, ditekankan

bahwa tulang yang diberikan stresss kompresi atau regangan akan mengalami

perubahan bentuk. Tulang yang terbentuk dengan adanya stress dan diresorbsi

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

26

apabila tidak ada stress. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalisasi kekuatan

structural graft. Sebaliknya, jika graft sangat dilindungi dari stress mekanik, seperti

halnya pada implantasi spinal yang rigid, akan terjadi resorbsi tulang yang tinggi

dan menyebabkan kelemahan pada graft. Kerugian potensial dari instrumentasi ini

harus diseimbangkan dengan efek yang menguntungkan yang dimiliki fiksasi spinal

dalam proses fusi (Kalfas, 2001).

Bone graft digunakan untuk tujuan berikut ini: (Hung, 2012)

a) Untuk mengisi lubang atau defect akibat kista, tumor, atau penyebab

lainnya

b) Untuk menjembatani sendi dan membantu arthrodesis

c) Untuk menjembatani defect besar atau membangun kontinuitas tulang

panjang

d) Membangun penyatuan tulang pada pseudoarthrosis

e) Membantu penyatuan atau mengisi defect pada delayed union,

malunion, fraktur yang baru, atau post osteotomy reconstruction

f) Untuk arthrosis plastikal acetabulum pada congenital hip dislocation

dan Perthes disease

Pemilihan allograft dengan properti yang sesuai mempengaruhi

keberhasilan transplantasi allograft. Tipe dari transplantasi bone allograft

termasuk: (Brydone, 2010; Myeroff & Archdeacon, 2011)

1. Cortical allograft

2. Cancellous allograft

3. Cortico-cancellous allograft, dan

4. Osteoarticular allograft

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

27

Tulang kortikal secara biomekanik kuat dan memberikan struktur

pendukung yang bagus (sebagai load bearing) sehingga ideal untuk rekonstruksi

defek tulang secara masif. Cancellous bone, merupakan tulang yang berongga dan

lemah secara biomekanik. Cancellous bonegraft digunakan untuk mengisi defek di

tulang atau untuk packing untuk tujuan tertentu (Brydone, 2010).

Tulang kortikal memiliki sedikit osteoblast dan osteosit, kurangnya area

permukaan tiap unit beratnya, dan memiliki barrier terhadap pertumbuhan vaskular

dan remodeling dibandingkan dengan tulang cancellous. Keuntungan dari tulang

kortikal adalah lebih superior dalam kekuatan structural. Respon remodelling inisial

tulang kortikal adalah resorpsi dimana aktivitas osteoclast yang predominan. Graft

kortikal melebah secara progresif seiring waktu karena resorpsi tulang ini disertai

dengan remodeling yang lambat dan tidak sempurna. Sebaliknya, tulang cancellous

secara progresif menjadi lebih kuat karena kemampuannya untuk menginduksi

pembentukan tulang yang lebih awal dan cepat (Brydone, 2010).

Saat memilih graft tulang, ahli bedah tulang belakang harus

mempertimbangkan kebutuhan struktural yang spesifik dan kebutuhan biologis

yang diperlukan pada graft. Jika graft diletakkan di anterior untuk kompresi, maka

yang diperlukan adalah tulang kortikal, baik itu allogenik ataupun autogenic. Jika

graft ditempatkan di posterior sebagai graft tension dengan kebutuhan penyokong

struktural yang rendah tetapi juga sedikit kemungkinan pertumbuhan vaskular awal,

maka diperlukan autograft cancellous (Brydone, 2010).

Bone graft yang ideal harus: (Kalfas, 2001)

Osteoinduktif dan osteokonduktif

Stabil secara biomekanik

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

28

Bebas penyakit

Memiliki sedikit faktor antigenik

Kesemuanya terdapat pada autograft. Kerugian dari autograft adalah

perlunya incise berbeda untuk harvesting, meningkatkan lamanya waktu operasi

dan kehilangan darah, resiko komplikasi dari tempat donor, dan kuantitas graft

tulang yang terbatas (Kalfas, 2001).

Keuntungan allograft adalah menghindarkan morbiditas komplikasi tempat

donor dan tersedia dalam bentuk dan jumlah yang diinginkan. Kerugian dari

allograft adalah penetrasi vaskular yang lambat, pembentukan tulang yang lambat,

mempercepat resorpsi tulang, dan menghambat penyatuan graft atau penyatuannya

tidak sempurna. Umumnya, tulang allograft memiliki insiden nonunion atau

delayed union yang lebih tinggi dibandingkan dengan autograft. Allograft adalah

osteokonduktif tetapi osteoinduktifnya lemah. Walaupun transmisi infeksi dan

kurangnya histokompatibilitas merupakan masalah potensial dengan allograft,

tetapi bank jaringan telah menurunkan angka insidennya (Kalfas, 2001).

Allograft adalah jaringan yang ditransplantasikan yang berasal dari spesies

lain yang identik secara genetik. Secara kontras, bone autograft merupakan jaringan

yang dipindah dari satu bagian dari tulang kerangka dan dipindahkan ke bagian lain

dari tubuh individu yang sama. Allograft, seperti autograft, diperoleh dari manusia

(cadaver) (Delloye et al., 2007).

Pada bidang orthopedi, autograft adalah pilihan yang baik untuk mengisi

defek tulang besar maupun kecil. Namun terdapat keterbatasan dalam penggunaan

autograft, tergantung ukuran, bentuk dan kuantitas tulang yang dibutuhkan untuk

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

29

rekonstruksi dan komplikasi yang diakibatkan dari pengambilan donor seperti pada

krista iliaka (Suroto & Munthe, 2014).

Oleh karena tingkat kebutuhannya yang tinggi, maka masih dibutuhkan

bank jaringan yang dapat memproses allograft tulang dengan kualitas tinggi. Bank

jaringan harus mengikuti standar sesuai yang diterapkan European Association of

Tissue Banks (EATB) dan American Association of Tissue Banks (AATB) (Suroto

& Munthe, 2014).

2.5.1 Tipe Allograft yang Digunakan

Untuk rekonstruksi massive bone allograft pada tungkai yang menumpu

berat badan, seperti tungkai bawah, yang mana membutuhkan beban fisiologikal

yang besar untuk ambulasi awal, maka diperlukan bone allograft yang sangat kuat

untuk memastikan keberhasilannya. Ini biasanya digunakan deep frozen cortical

allograft dari donor yang telah mati dengan internal fiksasi yang kuat, dan lebih

dipilih intramedullary nail yang telah didesain khusus dengan interlocking screw

sebagai tambahan untuk menambah stabilitas rotasional. Sedangkan untuk mengisi

defek tulang yang kecil dapat digunakan freeze dried cancellous allograft disertai

dengan internal fiksasi yang stabil juga (Hung, 2012).

Weight bearing biasanya tidak dibutuhkan selama tiga bulan, namun

mobilisasi awal tetap diperlukan. Internal fiksasi yang tidak rigid merupakan suatu

keharusan. Mankin et al (1983) menemukan fraktur pada allograft yang terjadi pada

15 dari 91 pasien, dengan angka insidensi 16,5% (Hung, 2012)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

30

2.5.2 Syarat Donor Allograft

Tulang yang digunakan sebagai donor harus memiliki kualitas yang baik

sesuai dengan fungsi bone graft dan harus aman untuk inang-nya. Tulang yang

demineralisasi harus menghambat aktivitas osteoinduktif, kemudian terjadi

pembentukan tulang baru, bila digunakan pada nonunion, tetapi aktifitas biologi ini

tidak diperlukan bila digunakan untuk mengisi lubang dengan tulang iradiasi.

Tulang harus cukup kuat sehingga memungkinkan restorasi defect struktural, tetapi

tidak diperlukan bila impaksi femoral. Bentuk dan konsistensi allograft harus

mudah dipegang pada saat operasi (Hung, 2012).

2.5.3 Karakteristik Allograft

Tidak seperti hasil industri lainnya, tulang allograft tidak distandarisasi dan

tidak memiliki karakteristik mekanik dan biologi yang dapat direproduksi. Tulang

allograft diproduksi dari hasil proses jaringan manusia yang tidak digunakan, tidak

seperti produk medis sintesis. Jika di-demineralisasi untuk menghasilkan aktivitas

osteoinduktif, maka pelepasan faktor-faktor pertumbuhan dari tulang bervariasi

pada setiap donor. Tidak seperti komponen prostesis modular, massive allograft

tidak dapat diperpanjang selama operasi. Ahli bedah harus merencanakan panjang

reseksi tulang setelah dilakukan pemeriksaan secara radiologis, atau harus

membentuk implant setelah mengeksisi tulang yang patologis (Hung, 2012).

2.5.4 Penyembuhan Biologis dari Transplantasi Tulang

Ada dua hal yang penting pada penyembuhan biologis dari autogenic dan

allogenic dari transplantasi tulang: (Kalfas, 2001)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

31

1. Penyatuan tautan host-graft: penyembuhan frakturnya oleh

pembentukan osteoid callus. Hal ini sangat penting mengingat

nonunion dapat terjadi dan mengarah kepada resorbsi dari graft.

2. Graft incorporation: penyembuhan dari graft tesebut dengan aktivitas

resorbsi, pembentukan tulang baru dan callus encasement.

Autograft kortikal mengalami callus encasement yaitu resorpsi tulang,

revaskularisasi dan pembentukan tulang baru dalam penyembuhan biologis

cangkok. Proses resorpsi-aposisi terjadi secara tidak teratur dan butuh waktu lama

(Kalfas, 2001).

Callus encasement mengacu pada pembentukan callus di sekitar graft

setelah transplantasi. Callus merupakan kumpulan sel tak beraturan yang berfungsi

melindungi graft. Langkah berikutnya dalam penyembuhan graft adalah resorpsi

tulang, dimana lisis dan asimilasi graft ke dalam jaringan inang berlangsung.

Revaskularisasi adalah proses di mana tulang sembuh dengan graft mendapatkan

kembali suplai darahnya (Kalfas, 2001).

Yang terakhir pembentukan tulang baru terjadi ketika tulang baru dibentuk

setelah transplantasi graft. Tulang baru hanya bisa dibentuk setelah resorpsi graft

terjadi agar membuat ruangan baginya (Kalfas, 2001).

Penyembuhan tulang kortikal dengan menggunakan allograft terjadi melalui

“creeping substitution” (pertukaran yang merambat). Proses ini berupa resorpsi dari

allograft yang ditransplantasikan, diikuti oleh pertukaran jaringan tulang allograft

dengan jaringan dan sel-sel tulang dari resipien (Kalfas, 2001).

Dari sudut pandang biomekanika, keberhasilan transplantasi bone allograft

yang besar tergantung oleh faktor-faktor berikut: (Kang & Kim, 1995)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

32

1. Tipe beban fisiologikal yang diberikan pada transplant

2. Tipe bone allograft yang digunakan

3. Tipe proses pengolahan yang digunakan untuk memproduksi allograft

2.5.5 Komplikasi Bone Allograft

Komplikasi utama dari allograft tulang termasuk infeksi, reaksi penolakan

imunitas, host-graft junction non-union, resorpsi allograft, fraktur dari allograft,

dan penularan penyakit biologis seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C dan sifilis

(Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

Besarnya permintaan untuk allograft tulang cenderung akan meningkat di

masa yang akan datang, terutama untuk revisi arthroplasty. Adalah penting untuk

mengambil langkah langkah pengamanan yang sesuai untuk memastikan keamanan

dari baik donor maupun resipien. Screening harus dilakukan untuk memilah donor

dengan penyakit serius yang berpotensi tertransmisikan melalui graft, keganasan,

serta gangguan sistemik yang dapat mengganggu integritas biologis atau

biomekanis dari tulang (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

2.5.6 Nonunion dari Tautan Host-Allograft

Tanda dari pemasangan yang sukses termasuk diantaranya pembentukan

kalus di sekitar tautan host-graft, sebagaimana juga perbaikan internal dari graft

yang dipasang (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

Nonunion pada tautan host-allograft setelah transplantasi allograft masif

pada pasien dengan tumor tulang malignan masih merupakan komplikasi yang

sering terjadi. Sebanyak 163 dari 945 pasien yang menjalani trasplantasi allograft

(17.3%) mengalami nonunion. Dari 163 pasien tersebut, 108 berhasil mengalami

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

33

union pada daerah tautan setelah menjalani reoperasi pada tungkai mereka. Secara

keseluruhan, terjadinya nonunion pada tautan host-allograft berhubungan langsung

dengan hasil akhir allograft yang lebih buruk (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung,

2012).

Adanya celah 3 mm yang tampak pada foto rentan mengalami non union.

Mode fiksasi tidak memiliki pengaruh pada tingkat nonunion. Tujuan fiksasi untuk

mencapai keseragaman kontak yang stabil antara host dan tulang allograft (Myeroff

& Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

2.5.7 Allograft Fracture

Salah satu komplikasi utama pada penggunaan allograft beku adalah fraktur

dari allograft. Insidensi keseluruhan dari fraktur berkisar 16%. Setelah penanganan,

33 dari 43 pasien (77%) dianggap sukses, dan hanya lima (12%) mengalami

kegagalan. Data ini menunjukkan bahwa fraktur dari allograft merupakan

komplikasi yang tidak separah yang dulunya diperkirakan. Penemuan yang paling

penting adalah bahwa fraktur allograft dapat ditangani secara efektif, dan ketika

penanganan telah selesai, kontinuitas dan fungsi yang berguna dapat dikembalikan

(Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

2.5.8 Penularan Penyakit Biologis

Telah dibuktikan dari laporan-laporan kasus bahwa HIV, sebagaimana juga

dengan virus Hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui allograft muskuloskeletal,

tetapi resiko kejadian hal tersebut dianggap kecil dengan adanya standar bank

jaringan saat ini (Myeroff & Archdeacon, 2011; Hung, 2012).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

34

Untuk mendapatkan hal ini, perlu dilakukan langkah langkah pengamanan

di setiap tahap pengumpulan dan proses dari allograft, termasuk didalamnya:

(Hung, 2012)

Kriteria seleksi dari donor yang teliti dan ketat

Pengumpulan yang steril atau bersih

Tes screening laboratoris yang komprehensif

Sterilisasi radiasi gamma end-processing

Melakukan tes-tes uji kualitas

Prosedur release yang sesuai untuk penggunaan klinis allograft

Pemahaman yang baik tentang bagaimana menggunakan allograft

dan persiapan pembedahan yang sesuai dari allograft sebelum

transplantasi

Transplantasi yang baik dari allograft

Pemahaman yang baik apakah allograft dapat menahan fungsi

biologis dan biomekanis yang ditujukan.

2.5.9 Harapan Kumulatif Allograft

Hasil yang baik dengan allograft merupakan interaksi dari tiga hal. Ahli

bedah harus menentukan kebutuhan, mempersiapkan resipien dan memfiksasi graft

dengan baik. Bank jaringan memilih dan melakukan screening donor. Kemudian

akan dipilih dan dipersiapkan tulang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Pasien harus sehat untuk membantu penyembuhan graft, dan harus mematuhi

penatalaksanaan pasca operasi (Brydone, 2010).

Berikut ini kriteria eksklusi untuk mendonasikan graft: (Brydone, 2010)

- usia 18 tahun

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

35

- riwayat ketergantungan obat-obatan

- penggunaan steroid kronik atau dosis tinggi

- riwayat keganasan

- arthritis inflamasi

- penyakit demensia atau penyakit neurologi kronik

- baru diimunisasi dengan vaksin hidup

- serologi positif hepatitis B atau C

- serologi positif HIV atau resiko untuk unfeksi HIV

- positif serologi VDRL

- riwayat pengobatan hormon pertumbuhan

2.5.10 Hydroxyapatite (HA)

Selama beberapa dekade terakhir, telah banyak dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk memproduksi berbagai bioceramic yang dapat diaplikasikan secara

biomedikal. Diantaranya, hydroxyapatite (HA) merupakan bioceramic yang paling

sering muncul, yang paling sering digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis,

terutama orthopaedi dan gigi. Hydroxyapatite (HA) mempunyai kemiripan yang

sangat dekat dengan komponen inorganik tulang dan gigi (Rivera-Muñoz, 2011;

Oktar et al., 2007; Lee et al., 2010). Hydroxyapatite (HA) berukuran nano

merupakan komponen utama dari mineral tulang (Ferraz, Monteiro, dan Manuel,

2004). Hydroxyapatite (HA) memiliki biokompatibilitas yang luar biasa dan

bioaktivitas yang unik (Rivera-Muñoz, 2011) .

Istilah “apatite” berlaku untuk grup senyawa (bukan hanya kalsium fosfat)

yang formulanya secara umum berbentuk M10(XO4)6Z2, dimana M2+ merupakan

metal dan XO43- dan Z- adalah anion. Nama khususnya tiap apatite tergantung dati

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

36

elemen atau radikal M, X, Z. Pada hydroxyapatite (HA) mempunyai struktur

molekul apatite, dimana M merupakan kalsium (Ca2+), X adalah fosfor (P5+) dan Z

adalah hydroksil radikal (OH-). Senyawa ini dikenal sebagai stoichiometric

hydroxyappatite dan anatomi rasio Ca/P nya sebesar 1,67 (Cox, 2014; Rivera-

Muñoz, 2011).

Bentuk monosiklik dari hydroxyapatite (HA) lebih teratur dan lebih stabil

secara termodinamik dan dibentuk pada temperatur tinggi, tetapi tidak pernah ada

bukti keberadaannya pada jaringan kalsifikasi. Bentuk inilah yang sering dipakai

dalam material bone replacement. Hydroxyapatite yang dibentuk secara biologis

lebih rumit dan bukan stoichiometric, dan memiliki anatomi rasio Ca/P < 1,67 dan

tidak hanya mengandung ion dan radikal hydroxyapatite (HA) tetapi juga CO3, Mg,

Na, F, dan Cl. Jumlahnya bervariasi tergantung tipe spesifik jaringan, yang

berhubungan dengan sifat dan bioaktivitasnya (Nandi et al., 2010; Rivera-Muñoz,

2011; Sopyan, Singh & Shukor, 2008).

Satu hal yang penting diingat adalah, semakin nilai Ca/P mendekati 1,67,

semakin besar kestabilan material di dalam tubuh manusia dimana hydroxyapatite

(HA) cenderung diam, dan di sisi lain, jika nilainya menurun [kurangnya

hydroxyapatite (HA)], semakin baik bioaktivitasnya. Aspek lain yang harus

diperhatikan adalah derajat kristalinitasnya. Telah diteliti bahwa derajat kristalinitas

dalam jaringan untuk enamel gigi sangat tinggi, sedangkan pada kasus dentin dan

tulang, kristalinitasnya rendah. Hal ini berarti reaktivitasnya tergantung derajat

kristalinitas, karena reaktivitas dentin dan tulang lebih tinggi dibanding enamel

gigi. Selain itu, perbedaan struktur dan komposisi apatite juga tergantung perbedaan

teknik proses, tergantung suhu dan atmosfer pembuatannya (Rivera-Muñoz, 2011).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

37

Sifat paling unik dari material hydroxyapatite (HA) adalah adalah

kesamaannya dengan mineral tulang; kesamaan ini menyebabkan kemampuan

osteokonduktifnya dan biokompatibilitas yang sangat baik. Calcium

hydroxyapatite/tricalcium phosphate (60/40) memberikan struktur atau scaffold

yang dapat memiliki interaksi yang baik dengan tulang sekitarnya tetapi aplikasinya

terbatas pada penanganan defek tulang segmental yang berfungsi pada load-bearing

namun tidak akan mengalami kegagalan pada tahap awal implantasi.

Hydroxyapatite (HA) juga dianggap sebagai carrier osteoinduktif faktor-faktor

pertumbuhan dan populasi sel osteogenik yang baik, yang ditambahkan pada

hydroxyapatite (HA) sesuai fungsi hydroxyapatite (HA) sebagai transport

pengantar bioaktif di masa yang akan datang (Nandi et al., 2010).

Sintesa hydroxyapatite (HA) secara thermodinamis stabil pada pH fisiologis

dan osteokonduktif, sehingga banyak digunakan pada penggantian jaringan keras

dan rekonstruksi, seperti implant coating, dan substitusi tulang. Karakteristiknya

yang berpori-pori juga memungkinkan affinitas ikatan yang tinggi untuk sejumlah

zat farmakologis seperti antibiotik, hormone, enzim, fragmen antibodi, steroid, dan

lain sebagainya. Hal ini yang digunakan dari hydroxyapatite (HA) untuk membawa

zat farmakologis dalam berbagai aplikasi klinis dengan kapasitas melepaskan yang

terus-menerus untuk penanganan osteomyelitis, osteoporosis, kanker tulang dan

lain sebagainya dimana hantaran lokal efektif dengan tujuan untuk mengisi defek

pada tulang (Nayak, 2010). Pada pembentukan hydroxyapatite (HA), diameter pori

yang ideal adalah 565 m untuk pertumbuhan tulang dibandingkan dengan ukuran

yang lebih kecil (300 m) (Nandi et al., 2010).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

38

Hydroxyapatite (HA) dapat disintesa dengan berbagai teknik, yaitu: (Cox,

2014; Nayak, 2010; Rivera-Muñoz, 2011)

1. Teknik presipitasi

Teknik yang paling popular dan paling banyak diteliti untuk sintesa

hydroxyapatite (HA) adalah teknik presipitasi atau yang disebut dengan

presipitasi basah atau presipitasi kimia atau presipitasi aqueous. Teknik

ini paling banyak dipilih karena dapat memproduksi hydroxyapatite

(HA) dalam jumlah besar tanpa memerlukan pelarut organik dengan

harga terjangkau.

2. Pendekatan sol-gel

Teknik ini merupakan metode yang efektif untuk mensintesa nanofasik

hydroxyapatite (HA) karena dapat mengkontrol parameter prosesnya.

Dilaporkan bahwa material hydroxyapatite (HA) yang diproduksi

dengan teknik ini efisien untuk meningkatkan kontak dan stabilitas

pada artifisial/tulang alami dengan kontak langsung pada lingkungan in

vitro dan in vivo.

3. Teknik hidrotermal

Pada abad ke-20, teknik hydrothermal digunakan untuk mensintesa

berbagai ceramic material seperti hydroxyapatite (HA). Pada teknik ini,

peningkatan rasio Ca/P dilakukan dengan meningkatkan tekanan

hydrothermal atau temperatur.

4. Teknik multiple emulsion

5. Teknik biomimetic deposition

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

39

Metastabilkan synthetic body fluid (SBF) dengan komposisi garam

organic yang menyerupai seperti dalam cairan tubuh manusia (plasma

darah), memfasilitasi nukleasi spontan dan pertumbuhan

hydroxyapatite (HA) dengan ukuran nano, terkarbonasi dan bone mimic

pada pH dan suhu yang fisiologis. Pembentukan lapisan apatite dengan

proses biomimetic deposition pada beberapa orthopaedic biomaterial

dan dental terbukti membantu diferensiasi sel secara in vitro dalam

sistem kultur mineralized chondrocyte dan merangsang diferensiasi

osteogenic cell dengan menambahkan matriks tulang, yang

memungkinkan ikatan kuat dengan tulang. Dengan menggunakan

teknik ini, sejumlah pori-pori implant dapat ditutupi dengan carbonized

hydroxyapatite (HA) berukuran nano secara biomimetris dengan

mencelupkan implant dalam synthetic body fluid (SBF). Sifat dari

hydroxyapatite (HA) yang terlapisi, melalui mikrostrukturnya, rerata

peleburan dan interaksi spesifiknya dengan cairan tubuh, dapat

mempengaruhi osteogenitas lapisan seperti pada proses remodeling

tulang.

6. Teknik electrodeposition

7. Status solid

Teknik ini merupakan teknik tradisional yang sangat sedikit diteliti.

Sumber kalsium yang digunakan berasal dari cangkang telur.

8. Self propagating combustion synthesis (SPCS)

SPCS baru-baru ini menjadi teknik pilihan yang sederhana dan hemat

energi.

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

40

2.5.11 Aplikasi Bone Graft

Hydroxyapatite (HA) yang paling sering digunakan akhir-akhir ini adalah di

bidang orthopaedic dan orthodontic, dimana mereka harus mengganti, sebagian

atau seluruh bagian, jaringan tulang. Awalnya digunakan untuk mengisi material

tulang. Material yang digunakan harus dapat menopang beban mekanikal.

Munculnya ide untuk menciptakan hubungan fisikokimia, antara ceramic dan

jaringan tulang sekitarnya, mendorong integrasi dan perkembangan jaringan baru

(Rivera-Muñoz, 2011).

Faktor lain dalam mempertimbangkan osteokonduktif, yang terjadi pada

material dengan afinitas tinggi denga jaringan tulang, yang didukung oleh

pembentukan jaringan baru, tetapi juga mampu mengarahkan pertumbuhannya,

tergantung pada struktur yang dimiliki material tersebut. Material tersebut harus

memiliki porositas yang tinggi (ratusan mikro) untuk memungkinkan pertumbuhan

tulang di dalam dan melintasi material tersebut. Sifat ini telah digunakan untuk

mengisi tulang dan juga untuk cement dengan penambahan partikel hydroxyapatite

(HA) (Rivera-Muñoz, 2011).

Material-material ini menyediakan permukaan yang sesuai untuk adesi sel,

yang bertahan dalam waktu panjang dengan enzimatik. Perilaku in vivo dari implant

calsium phosphate tergantung pada beberapa faktor, dimana faktor terpenting

adalah rasio Ca/P, struktur kristal dan porositas. Lingkungan fisiologis juga

memiliki pengaruuh dalam respon biologis (Rivera-Muñoz, 2011).

Pada kasus ceramic berpori yang dibentuk dari hydroxyapatite (HA),

implant-nya dikelilingi oleh jaringan ikat dan osteoid, membentuk struktur jaringan

disertai dengan beberapa yang runtuh di sekeliling ceramics, kecuali diisi oleh

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

41

osseointegrasi pada sisi implant (Ravaglioli & Krajewski, 1992; Rivera-Muñoz,

2011).

Satu hal yang terpenting dari aplikasi material ini adalah interaksinya yang

terjadi pada permukaan dengan jaringan hidup, baik itu toksisitas, seperti disolusi,

maupun kerja aktifnya untuk mendukung pembentukan tulang baru. Pengembangan

ceramic baru saat ini harus mempertimbangkan hubungan antara aspek-aspek

tersebut, meningkatkan sifat mekanik untuk kerja implant yang lebih baik secara in

vivo, dan juga mengkontrol level interaksi anatara material dengan jaringan di

sekitarnya (Rivera-Muñoz, 2011).

Alat yang diciptakan dengan hydroxyapatite untuk aplikasi biomedis harus

bertahan terhadap stress mekanik, gesekan dan akibat dari pemakaian, Perlu untuk

meneliti sifat mekanik dan perilaku termal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

stoichiometry dari hydroxyapatite (HA) memegang peranan penting dalam sifat

mekanikal; hasil yang lebih baik jika rasio Ca/P antara 1,60 dan 1,67. Pada

penelitian ini juga didapatkan bahwa kekuatann mekanikal menurun bila ukuran

molekulnya melebihi dua mikron (Rivera-Muñoz, 2011).

Aspek penting lainnya adalah sifat-sifat ini harus diperhitungkan dalam

mensintesa hydroxyapatite (HA) dan dalam prosesnya. Karenanya penting untuk

mengkontrol morfologi dan mikrostruktur selama proses sintesa hydroxyapatite

(HA), dan kontrol proses pembuatan bagian atau objek dengan sifat mekanikal yang

sesuai dengan aplikasi biomedical (Rivera-Muñoz, 2011).

2.5.12 Bovine Hydroxyapatite (BHA)

Hydroxyapatite (HA) memiliki biokompatibilitas, osteokonduktif, non-

toksis, anti-inflamasi dan non-imunogenik, dan juga memiliki bioaktif yang mampu

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

42

membentuk ikatan kimia langsung dengan jaringan hidup (Ansari et al., 2011;

Sobczak, Kowalski & Wzorek, 2009). Hydroxyapatite (HA) terdiri dari 60-70%

jaringan tulang sehingga mengurangi reaksi inflamasi dan imunogenik pada sisi

implantasi dan bebas dari komponen organik (Ansari et al., 2011; Elkayar, Elshazly

& Assaad, 2009). Osteokonduktif merupakan sifat lain dari hydroxyapatite (HA)

dan merangsang osseointegrasi dan berkontribusi terhadap osteogenesis.

Hydroxyapatite (HA) dapat diaplikasikan pada perbaikan defek tulang, augmentasi

tulang, dan pelapisan untuk implant metalik manusia (Ansari et al., 2011). Sekarang

ini dikembangkan sintesa hydroxyapatite (HA) dari tulang hewan (Sobczak et al.,

2009).

Ada beberapa metode ekstraksi hydroxyapatite dari tulang hewan yaitu:

thermal decomposition, proses pengairan subkritikal dan hidrolisis alkalin. Pada

penelitian terbaru, digunakan tulang hewan, baik itu bovine maupun babi, setelah

mengalami hidrolisis asam yang dilakukan menggunakan zat seperti larutan asam

laktat, dalam kondisi suhu 125-135°C dan tekanan 0,26-0,30 MPa (Sobczak et al.,

2009).

Pada penelitian tersebut digunakan bubur tulang yang telah mengalami

deproteinase dan defatted, yang disebut dengan endapan tulang, sebagai

materialnya, dimana hasil deproteinasi-nya disebut hydrolysate protein.

Hydroxyapatite (HA) dibentuk melalui dua tahap proses calsination pada

temperatur 650°C dan 950°C, berurutan untuk setiap tahapan. Material tersebut

dilakukan calsination pada suhu maksimum selama 3 jam. Proses calsination

tersebut dilakukan dalam ruang dengan pemanasan elektrik pada tekanan udara.

Dilakukan penyaringan fraksi dimensi di bawa 0,063 mm (Sobczak et al., 2009).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

43

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa konsentrasi calsium dan phosphor

pada endapan tulang yang di-calsination pada suhu 650°C lebih rendah

dibandingkan dengan yang di-calsination pada suhu 950°C. Rasio Ca/P pada suhu

950°C lebih tinggi dibanding nilai stoichiometry 1,67, sebesar 1,70. Pada kedua

calsination tersebut didapatkan hanya terbentuk hydroxyapatite (HA) pada fase

kristalin (Orlovskii, Komlev & Barinov, 2002).

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sintesa hydroxyapatite (HA) dari

endapan tulang dapat dilakukan dengan proses thermal dari sisa tulang yang telah

mengalami deproteinase. Hydroxyapatite (HA) yang dihasilkan dari endapan tulang

sangat potensial untuk digunakan sebagai biomaterial untuk operasi dan

stomatology implant. Hydroxyapatite (HA) yang terbentuk dapat digunakan untuk

orthopaedic, dentistry, traumatologi, dan lain sebagainya. Dalam praktek medis,

bioceramics hydroxyapatite (HA) digunakan dalam bentuk bubuk, granul, material

solid dan berpori, ataupun lapisan implant (Sobczak et al., 2009).

Penggabungan partikel bovine hydroxyapatite (BHA) dalam defek tulang

non-kritikal menyebabkan beberapa proses berkelanjutan yaitu: inflamasi akut,

pembentukan jaringan granulasi dan matriks sementara. Dari sebuah penelitian yan

membandingkan antara autograft dan bovine hydroxyapatite (HA) pada paha tikus

didapatkan bahwa pada evaluasi histologi hari pertama paska operasi terjadi

hambatan produksi osteoid pada kedua grup, hal ini sesuai dengan periode

proliferasi osteoblast dan perbaikan jaringan alami. Potensial osteoinduktif dari

hydroxyapatite (HA) terlihat dari peningkatan deposit serat kolagen yang

mengelilingi partikel hydroxyapatite (HA) dan besarnya penebalan periosteum dari

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

44

sisi berlawanan. Hal ini menunjukkan potensial mitosis dan peningkatan aktivitas

metabolik untuk sintesa protein ke depannya (Sobczak et al., 2009).

Distribusi partikel hydroxyapatite (HA) membentuk struktur pori-pori, yang

memungkinkan migrasi dan ikatan sel-sel osteogenik dari organ inang. Karenanya,

mempertahankan ruang untuk pembentukan tulang nantinya melalui scaffold

mineral memungkinkan sifat osteokonduktif dari material tersebut (Sobczak et al.,

2009).

Akan tetapi pada tahap awal pembentukan tulang, analisa histomorfometrik

menunjukkan tidak adanya perbedaan statistik antara kedua grup. Hal ini mungkin

dijelaskan dengan perlunya resorpsi graft sebelum deposisi matriks tulang baru

tanpa peningkatan kecepatan pembentukan tulang. Dan juga, ada area kecil untuk

pembentukan tulang baru, karena graft mengisi bagian dari defek. Selain itu,

sejumlah kecil pembentukan tulang pada defek tulang yang diberi tulang bovine

disebabkan oleh sifatnya yang rerata resorpsinya rendah dan resistensinya tinggi.

Biomaterial ini tidak mempercepat tahap awal penyembuhan tulang, tetapi masih

sangat berguna dalam teknik mengarahkan regenerasi tulang, dimana biomaterial

ini bekerja sebagai scaffold untuk membran, menjaga ruang untuk nantinya

pembentukan tulang baru. Dari penelitian tersebut didapatkan sifat

osteoinductive/osteoconductive dari material graft ini; tetapi, material ini tidak

mempercepat regenerasi tulang. Biomaterial ini memungkinkan perbaikan tulang

yang sempurna pada periode waktu yang lama (Sobczak et al., 2009).

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, dinyatakan bahwa jenis synthesic

bioceramic apa pun tidak megandung osteogenic (osteogenesis merupakan proses

penyusunan material tulang baru oleh osteoblast) atau pun osteoinductive

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

45

(merupakan kemampuan material tersebut untuk merangsang pembentukan tulang

de novo atau secara ectopic, misalnya pada tempat yang tidak seharusnya ada

tulang) dan menggambarkan struktur penyokong yang minimal (Dorozhkin, 2016).

Di sisi lain, biomaterial calcium phosphate tertentu dilaporkan sebagai

osteoinductive, dimana mereka dapat merangsang pembentukan tulang baru pada

sisi extraskeletal tanpa penambahan sel-sel osteoprogenitor atau pun protein

morfogenik tulang dan jumlah penelitian tersebut semakin banyak (Shrivats et al.,

2014; Dorozhkin, 2016).

Osteoinduktifitas biomaterial calcium phosphate secara umum telah

disepakati tetapi juga disimpulkan bahwa biomaterial calcium phosphate bukan

merupakan osteoinductive. Akan tetapi, penelitian terbaru melaporkan adanya

pembentukan tulang ectopic (osteoinductive atau osteogenesis yang dirangsang

oleh material) oleh biomaterial calcium phosphate menunjukkan bahwa

osteoinduksi mungkin merupakan sifat intrinsik dari biomaterial calcium phosphate

(Shrivats et al., 2014).

Lebih penting lagi, implant titanium yang dilaposi oleh lapisan microporous

OCP (octacalcium phosphate) ditemukan dapat merangsang pembentukan tulang

ektopik pada otot kambing, sedangkan lapisan halus carbonated apatite pada

implant yang sama tidak dapat merangsang pembentukan tulang di sana. Pada

penelitian lain, tepung -TCP (tricalcium phosphate), tepung bifasik

[hydroxyapatite (HA) + -TCP] dan rod bifasik intak [hydroxyapatite (HA) + -

TCP] ditanamkan pada otot kaki tikus dan otot dorsal kelinci. Satu dan tiga bulan

setelah penanaman, sampel dilakukan analisa biologis dan histologi. Jaringan

tulang yang baru diobservasi pada 10 dari 10 sample tepung -TCP, 3 dari 10

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

46

sample tepung bifasik dan 9 dari 10 sample untuk rod bifasik intak pada bulan

ketiga pada tikus, tetapi tidak pada kelinci. Peneliti menyimpulkan bahwa

komposisi kimia merupakan syarat dalam osteoinduksi, sedangkan porositas

berkontribusi lebih kepada pembentukan tulang. Oleh karenanya, para peneliti telah

menemukan jalan untuk mempersiapkan osteoinduktif bioceramic calcium

orthophosphate (Dorozhkin, 2016).

Sayangnya, mekanisme dasar yang mengarahkan ke induksi tulang oleh

material sintesis masih belum diketahui. Akan tetapi, di samping faktor genetik

spesifik dan hewan yang dipilih, sifat dissolusi/presipitasi dari calcium

orthophosphate, mikroporositasnya, sifat fisikokimia, komposisi, area permukaan

spesifik, nanostruktur, dan juga topografi permukaan dan geometri telah terbukti

sebagai parameter relevan. Efek positif dari mikroporositas pada pembentukan

tulang ektopik dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pertama sekali,

peningkatan mikroporositas secara langsung berhubungan terhadap perubahan

permukaan topografi, misalkan peningkatan kasarnya permukaan, yang mungkin

mempengaruhi diferensiasi selular. Kedua, peningkatan mikroporositas secara

tidak langsung berarti semakin besar permukaan yang terpapar terhadap cairan

tubuh menyebabkan peningkatan fenomena disolusi/presipitasi dibandingkan

dengan permukaan yang non-mikroporous. Sebagai tambahan, ada juga hipotesa

lain. Yakni, Reddi menjelaskan sefat osteoinduktif yang nyata sebagai kemampuan

dari bioceramic tertentu untuk memusatkan faktor pertumbuhan tulang, yang

bersirkulasi dalam cairan biologis, dan faktor pertumbuhan tersebut merangsang

pembentukan tulang. Para peneliti lain juga mengajukan hipotesa yang sama bahwa

osteoinduksi intrinsic oleh calcium orthophosphate adalah hasil dari adsorpsi zat

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

47

osteoinduktif pada permukaannya. Sebagai tambahan, Ripamonti dan Kuboki et al.

secara terpisah menyatakan bahwa geometri bioceramic calcium orthophosphate

merupakan parameter penting dalam induksi tulang. Secara khusus, induksi tulang

oleh calcium orthophosphate tidak pernah diteliti pada permukaan bioceramic yang

datar. Semua kasus osteoinduktif diteliti pada struktur porous atau struktur yang

mengandung cekungan yang berbatas tegas. Selain itu, pembentukan tulang tidak

pernah diteliti pada perifer dari porous implant dan selalu di dalam pori atau

cekungan, deretan permukaan. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa tekanan

oksigen yang rendah pada area inti dari implant mungkin memprovokasi

dediferensiasi perisite dari darah di pembuluh darah mikro menjadi osteoblast.

Akhirnya tetapi penting diingat, keduanya, baik itu permukaan kasar nano-

struktural maupun pengisian permukaan implant, menyebabkan pembelahan stem

sel yang asimetris menjadi osteoblast, yang penting untuk osteoinduksi (Dorozhkin,

2016).

Meski demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa material sintesis saat ini

digunakan secara rutin sebagai pengganti osteoinduktif bone graft, tetapi sebelum

material sintesis murni dapat digunakan untuk penanganan defek tulang pada

manusia dimana dibutuhkan agen osteoinduktif, diperlukan pengetahuan lengkap

tentang regenerasi tulang. Diperlukan pengetahuan tentang bagaimana material

sintesis merangsang migrasi, perlekatan, proliferasi dan diferensiasi dan stem sel

mesenkimal, bagaimana sel-sel pada permukaan material mempengaruhi sel-sel

progenitor dalam jaringan peri-implant, bagaimana progenitor vascular dapat

direkut dan mempertahankan neovaskularisasi, dan bagaimana remodeling

pembentukan tulang baru dapat dikontrol (Dorozhkin, 2016).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

48

Berikut merupakan skematik yang menggambarkan reaksi antara

bioceramic dan lingkungan biologis sekitarnya (Dorozhkin, 2016).

Gambar 2.1 Skematik reaksi antara bioceramic dan lingkungan biologis sekitarnya (Dorozhkin, 2016)

Gambar di atas menunjukkan reaksi antara bioceramic dan lingkungan

biologis sekitarnya: (1) dissolusi dari bioceramics; (2) presipitasi dari cairan ke

bioceramic; (3) pertukaran ion dan penyusunan ulang structural pada permukaan

bioceramic/jaringan; (4) interdiffusi dari permukaan lapisan batas ke bioceramic;

(5) cairan-mediasi mempengaruhi aktivitas selular; (6) deposisi fase mineral (a)

ataupun fase organik (b) tanpa integrasi ke permukaan bioceramic; (7) deposisi

dengan integrasi ke bioceramic; (8) kemotaksis ke permukaan bioceramic: (9)

perlekatan sel dan proliferasi; (10) diferensiasi sel: dan (11) pembentukan matriks

ekstraselular. Semua fenomena, secara kolektif, menyebabkan inkorporasi gradual

dari implant bioceramic sampai pembentukan jaringan tulang (Dorozhkin, 2016).

Berikut merupakan skematik yang menggambarkan fenomena yang terjadi

pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi: (Dorozhkin, 2016)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

49

Gambar 2.2 Skematik yang menggambarkan fenomena yang terjadi pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi. Gambar di atas menunjukkan fenomena yang terjadi pada permukaan hydroxyapatite (HA) setelah implantasi: (1) diawali dengan prosedur implantasi, dimana solubisasi dari permukaan hydroxyapatite (HA) dimulai; (2) solubilisasi yang berlanjut dari permukaan hydroxyapatite (HA); (3) ekuilibrium antara cairan fisiologis dan modifikasi permukaan dari hydroxyapatite (HA) telah tercapai (perubahan pada permukaan komposisi hydroxyapatite (HA) bukan berarti fase baru DCPA (dicalcium phosphate anhydrous) atau DCPD (dicalcium phosphate dihydrate) terbentuk pada permukaan); (4) absorpsi protein dan/atau komposisi bioorganic lainnya; (5) adesi sel; (6) proliferasi sel; (7) awal dari pembentukan tulang baru; dan (8) telah terbentuk tulang baru (Dorozhkin, 2013)

2.5.13 Freeze Drying

Freeze drying dipergunakan secara luas untuk mengeringkan dan

meningkatkan stabilitas beragam produk farmasetikal semisal: virus, vaksin,

protein, peptide, atau agen pembawa koloid (liposome, partikel nano, emulsi nano).

Proses ini relatif lambat dan mahal. Freeze drying dapat dibagi menjadi tiga

tahapan: pembekuan (solidifikasi), pengeringan primer (sublimasi es), dan

pengeringan sekunder (penyerapan air yang membeku) (Heo et al., 2009).

Pembekuan adalah tahap awal freeze drying. Pada tahapan ini, suspensi

cairan didinginkan, dan kristal air murni akan terbentuk. Seiring berjalannya

pembekuan, air yang terkandung dalam cairan semakin banyak yang membeku.

Proses ini menghasilkan peningkatan konsentrasi cairan yang tersisa, Ketika

suspensi cairan menjadi semakin terkonsentrasi, viskositas meningkat

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

50

mengakibatkan penghambatan kristalisasi. Cairan berkonsenfrasi tinggi ini makin

mengeras menjadi amori kristal, atau kombinasi keduanya. presentase air yang

tertinggal dan tidak membeku dinamakan air terikat (Heo et al., 2009).

Tahap pengeringan primer meliputi sublimasi es dari bahan beku. Pada

proses ini, panas ditransfer dari rak kelarutan beku melalui wadah dan vial,

kemudian dialirkan kebidang sublimasi, es menyublim dan uap air yang terbentuk

mengalir, uap air difransfer kepermukaan melalui kondensor. Pada akhir langkah

sublimasi plug berpori terbentuk.

Pengeringan sekunder meliputi pembuangan air yang terabsorsi dari produk

dan air ini tidak terpisah dari es selama pembekuan dan tidak menyublin (Boyan et

al., 2000).

2.6 Stem Cells

Stem cells merupakan salah satu faktor dalam trias rekayasa jaringan yang

memungkinkan untuk terjadinya proliferasi sel baru. Dalam proses penyembuhan,

undiferentiated cell direkrut melalui proses sinyal biomekanik dan biokimia untuk

berdiferensiasi dan membentuk kembali bagian jaringan. Hal penting dalam proses

ini adalah diferensiasi dari sel progenitor menjadi phenotypically specialized cell

untuk mengembalikan kontinuitas dan fungsi jaringan seperti semula (Shrivats et

al., 2014). Dalam rekayasa jaringan tulang, keberadaan sel osteoprogenitor sangat

penting untuk memfasilitasi pembentukan tulang baru. Osteoprogenitor sel ini akan

berdiferensiasi menjadi sel spesifik dengan kapasitas membentuk tulang, seperti

osteoblast. Osteoblast berasal dari MSCs (mesenchymal stem cells) yang

terdiferensiasi karena stimulasi growth factor seperti TGF-β family (Transforming

Growh Factor-beta) dan BMPs (Bone Morphogenic Proteins). Growth factor di

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

51

ekskresikan ke dalam Extracellular Matrix (ECM) dan turut berperan dalam proses

autokrin, parakrin, atau endokrin untuk mempengaruhi diferensiasi, proliferasi, dan

maturasi sel.

Dalam pengembangan kedokteran regeneratif, penggunaan sel progenitor

eksogen merupakan langkah vital untuk mempercepat proses phenotypic

differentiation secara langsung. Pendekatan kedokteran regeneratif modern

menggunakan osteogenic progenitor, terutama MSCs memiliki potensi tinggi

dalam keberhasilan rekayasa jaringan tulang. MSCs adalah multipotent stem cell

yang memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri dengan melakukan

perbaikan secara intrinsik dan regenerasi jaringan di mana mereka tinggal pada

kondisi trauma atau kerusakan jaringan. Selain itu, MSCs memiliki kemampuan

untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jaringan ikat lainnya seperti cartilage,

tulang, tendon, jaringan adipose, dan otot yang ditandai oleh ekspresi penanda

permukaan sel spesifik (Barry & Murphy, 2004).

Gambar 2.3 Proliferasi, differensiasi, dan transdiferensiasi mesenchymal stem cells (MSCs) menjadi berbagai jaringan (Caplan, 2010)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

52

2.6.1 Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BMSCs)

Karena tingginya potensi osteogenik yang dimiliki, mesenchymal stem cells

yang diisolasi dari sumsum tulang, yaitu BMSCs merupakan sel populasi yang

paling sering diteliti dalam pengembangan regenerasi jaringan tulang

(Hayrapetyan, Jansen & van den Beucken, 2015). BMSCs mampu berdiferensiasi

menjadi berbagai jenis sel jaringan mesensimal seperti cartilage, tulang, lemak,

otot, tendon, otot, selain itu juga mesenchymal stem cells bisa berdiferensiasi

menjadi beberapa jenis jaringan lain seperti jaringan syaraf dan hepatosit. Potensi

osteogenic BMSCs telah banyak diteliti untuk mengevaluasi biomaterial suatu

scaffold pada aplikasi rekayasa jaringan tulang. Studi yang dilakukan Felipe et al

menunjukkan potensi osteogenic BMSCs yang ditandai dengan peningkatan

ekspresi collagen type-I, bone sialoprotein (BSP), dan osteonectin pada kondisi

kultur yang dilakukan dengan osteogenic media (Quiroz et al., 2008; Wexler et al.,

2003).

Diferensiasi stem cell dikontrol oleh beberapa faktor, seperti growth factor,

Extracellular Matrix (ECM), dan hormon. Dengan memberi beberapa faktor

pertumbuhan dan kultur pada struktur tiga dimensi maka BMSCs dapat

didiferensiasi menjadi sel tertentu. Sebagai contoh, induksi menggunakan

deksametason, β-gliserolfosfat, asam askorbat, dan 1,25-dihydroxyvitamin D3 akan

mengakibatkan BMSCs berdiferensiasi menjadi osteoblast (Wexler et al., 2003;

Zimmer & Hare, 2005; José et al., 1996).

2.6.2 Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cells (ASCs)

Dikarenakan beberapa kekurangan yang berkaitan dengan BMSCs,

terutama prosedur pengambilan yang invasif dan memiliki risiko infeksi, peneliti

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

53

mulai beralih pada penggunaan mesenchymal stem cells yang diisolasi dari jaringan

adipose atau biasa disebut adipose-derived mesenchymal stem cells (ASCs). ASCs

dipilih karena memiliki kapasitas diferensiasi yang beragam dengan kemiripan

dalam hal ekspresi surface antigen dan diferensiasi osteogenik jika dibandingkan

dengan BMSCs. Berbeda dengan BMSCs, jauh lebih mudah untuk mendapatkan

ASCs dalam jumlah besar dari jaringan adiposa yang relatif kecil dengan morbiditas

donor yang rendah. Satu gram jaringan adiposa mengandung sekitar 350.000 sel

multipoten yang disebut sebagai preadipocytes dan sekitar 5000 adipose-derived

mesenchymal stem cells (ASCs). Jumlah ini 35 kali lipat lebih besar dari jumlah

stem cells yang tersedia di sumsum tulang. ASCs dianggap sebagai jenis stem cells

yang paling tersedia, ditandai dengan tingginya reproduktivitas dan potensi

diferensiasi menjadi tulang, otot, cartilage, dan dapat digunakan sebagai terapi

allogenic stem cells karena imunogenisitas yang rendah. ASCs dapat diperoleh dari

jaringan adipose melalui prosedur liposuction atau lipectomy. Selain itu, ASCs

terbukti mampu mensekresikan growth factor yang sebagian besar memiliki

kapasitas angiogenik dan osteogenik (Quiroz et al., 2008; Kim et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan Kim et al. telah membandingkan kemampuan

osteogenik ASCs dengan osteogenic-induced ASCs (iASCs) yang dikombinasikan

dengan DBM. Induksi osteogenik dari ASCs didapatkan menggunakan kultur

dalam medium deksametason, β-gliserolfosfat, dan ascorbate-2-phosphate. Hasil

studi ini menunjukkan regenerasi tulang mencapai 39,94% pada kelompok DBM,

25,58% pada kelompok kombinasi DBM dan ASCs, serta 51,31% pada kelompok

kombinasi DBM dan iASCs (Kim et al., 2012).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

54

Gambar 2.4 Pembentukan tulang pada rat critically-sized calvarial defect model setelah pemberian

demineralized bone matrix (DBM), ASCs, dan iASCs (Kim et al., 2012)

Dapat disimpulkan bahwa pembentukan tulang jauh meningkat pada

penggunaan osteogenic-induced ASCs dibandingkan dengan undifferentiated

ASCs, sehingga osteogenic-induced ASCs dapat dipertimbangkan untuk aplikasi

rekayasa jaringan dan kedokteran regeneratif yang menjanjikan (Devitt et al, 2015;

Kim et al., 2012; Bunnell et al., 2008).

2.6.3 Secretome

Secretome didefinisikan sebagai sekumpulan faktor atau molekul yang

disekresikan sel ke ruang ekstraseluler. Faktor-faktor yang dimaksud, antara lain

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

55

protein terlarut, asam nukleat bebas, lipid dan vesikel ekstraseluler (Vizoso et al.,

2017).

Mesenchymal stem cells dikenal untuk mensekresikan spektrum faktor

bioaktif aktif (secretome) yang biasanya diklasifikasikan sebagai cytokine,

chemokine, molekul adhesi sel, mediator lipid, IL, growth factor, hormon, exosome,

microvesicle, dan lain-lain. Faktor-faktor ini telah dianggap berperan dalam

perbaikan dan regenerasi jaringan melalui aksi parakrin yang memediasi

pensinyalan antarsel (Kumar et al., 2019). Studi terbaru telah memberikan bukti

bahwa mesenchymal stem cells juga mengeluarkan vesikel ekstraseluler terikat-

membran kecil (EV) yang mengandung sejumlah biomolekul, tidak hanya growth

factor dan cytokine tetapi juga berbagai bentuk RNA yang mampu memicu berbagai

respons biologis di seluruh organisme (Phelps et al., 2018). Hal inilah yang

mendorong banyaknya penelitian yang dilakukan terkait fungsi dan manfaat dari

secretome.

Secretome mesenchymal stem cells sendiri didapat dari expanded medium

yang ada selama periode culture. Conditioned medium (CM) digunakan untuk

menggambarkan expended medium, atau kombinasi fresh medium dan expended

medium dari kultur sel sebelumnya. Conditioned medium terutama dibuat dengan

sentrifugasi expended medium untuk menghilangkan debris sel dan kemudian

menggunakan supernatan yang dihasilkan secara langsung, atau dengan

menambahkan bentuk terkonsentrasi atau terfraksinasi supernatan ke fresh medium

(Phelps et al., 2018).

Komposisi yang pasti dari secretome mesenchymal stem cells telah diselidiki

untuk mengidentifikasi molekul kunci yang bertanggung jawab atas potensi

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

56

terapeutik mesenchymal stem cells. Tabel berikut menunjukkan efek biologis

secretome terhadap tulang dan cartilage. (Phelps et al., 2018).

Tabel 2.4 Efek biologis secretome terhadap tulang dan cartilage (Phelps et al., 2018)

Asal MSCs Faktor paracrine

Efek Biologis

Human fetal MSCs Conditioned

medium

1. Meningkatkan ekspresi ALP dan gen penanda osteogenic dan meningkatkan deposit kalsium pada tikus BM-MSCs

2. Meningkatkan konsolidasi tulang pada tikus model osteogenesis

Membran synovial manusia

Exosome 1. Meningkatkan kemampuan proliferasi dan antiapoptotic dari sel tromal yang berasal dari sumsum tulang.

2. Mencegah hilangnya tulang trabecular, nekrosis sumsum tulang dan akumulasi sel lemak akibat GC.

Embrio manusia Exosome 1. Meningkatkan gross-appearance dan skor histologis dari defek osteochon-dral pada tikus dewasa dengan complete restoration dari cartilage dan subchondral.

Sumsum tulang ma-nusia

Exosome 1. Menghambat retardasi penyembuhan fraktur pada CD9–/– tikus

Human iPS-MSCs Exosome 1. Dalam model osteonecrosis pada tikus, exosome mencegah bone loss dan peningkatan microvessel density

2. Peningkatan proliferasi, migrasi, dan kapasitas tube-forming sel endotel in vitro.

Sumsum tulang ma-nusia

Exosome, miR-21

1. Menekan apoptosis sel nukleus pulposus yang diinduksi TNF-α

2.7 Mekanisme dan Aplikasi Secretome Mesenchymal Stem Cells (MSCs)

Sudah lama diketahui bahwa efek antiinflamasi dari secretome

mesenchymal stem cells (MSCs) dimediasi sebagian oleh soluble

immunoregulatory molecule. Di antara sitokin antiinflamasi yang terdapat pada

secretome mesenchymal stem cells (MSCs) adalah TGFβ1, IL-13, IL-18 binding

protein (IL18BP), ciliary neurotrophic factor (CNTF), neurotrophic 3 (NT -3)

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

57

factor, IL-10, IL-12p70, IL-17E, IL-27 atau IL-1 receptor antagonist (IL1RA).

Secretome mesenchymal stem cells (MSCs)juga ditemukan mengandung sitokin

proinflamasi, seperti IL-1b, IL-6, IL-8 dan IL-9. Keseimbangan antara sitokin

antiinflamasi dan sitokin proinflamasi ini dapat menentukan efek akhirnya (Vizoso

et al., 2017).

Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki aktivitas anti-

apoptosis. Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) mencegah kematian sel

melalui pemulihan lingkungan mikro lokal dengan memproduksi protein

penghambat apoptosis dan dengan mengurangi ekspresi protein antiapoptosis.

Selain itu, juga dilaporkan bahwa Secretome mesenchymal stem cells (MSCs)

mengurangi faktor proapoptosis Bax dan ekspresi cleaved caspase-3 tetapi

meningkatkan kadar Bcl-2 antiapoptosis, sedangkan ekspresi faktor proangiogenik,

seperti basic fibroblastic growth factor (bFGF), vascular endothelial growth factor

(VEGF), dan CXCL12 meningkat pada jantung yang diterapi dengan MSCs. Pada

literatur juga disebutkan bahwa terdapat perbedaan efek sekretom terhadap sel

normal dengan sel kanker. Pada sel normal ditemukan adanya aktivitas

antiapoptosis sementara pada sel kanker, sekretom jusrru menginduksi terjadinya

apoptosis baik secata in vitro maupun in vivo (Vizoso et al., 2017).

Selain itu, secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki

manfaat lain yaitu dalam hal pemulihan luka dan penyembuhan jaringan. Beberapa

penelitian telah melaporkan adanya faktor pertumbuhan dalam secretome

mesenchymal stem cells (MSCs) yang berkontribusi pada regenerasi jaringan organ

yang rusak, dengan penekanan khusus pada proliferasi. Perlu juga disebutkan

bahwa secretome mesenchymal stem cells (MSCs) memiliki efek anti fibrotik dan

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Tulang

58

angiogenik yang dapat mengurangi pembentukan parut dan meningkatkan fraksi

ejeksi jangka panjang ketika diberikan lebih awal atau sebelum remodelling pada

model eksperimental infark miokard (Vizoso et al., 2017).

Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) juga memiliki efek pada saraf.

Secretome mesenchymal stem cells (MSCs) diketahui mengandung sejumlah faktor

neurotropik. Beberapa penelitian telah melaporkan efek manfaat dari pendekatan

berbasis MSCs pada model cedera saraf. Efek-efek ini termasuk modulasi

lingkungan inflamasi, peningkatan vaskularisasi dari lokasi regenerasi, peningkatan

ketebalan selubung mielin, modulasi tahap degenerasi Wallerian, mempercepat

regenerasi serat, dan mengurangi pembentukan jaringan parut fibrotik (Vizoso et

al., 2017).

Efek antitumor dan antimikroba dari secretome mesenchymal stem cells

(MSCs) juga telah diteliti. Dari beberapa penelitian disebutkan secretome

mesenchymal stem cells (MSCs) memiliki efek antitumor terhadap berbagai jenis

sel tumor yang berbeda-beda tergantung pada asal MSCs. Sementara untuk efek

antimikroba, beberapa penelitian secara in vivo telah menunjukkan efek

menguntungkan dari terapi MSCs pada sepsis yang diinduksi bakteri. Hal ini

menunjukkan sifat imunomodulator dari MSCs yang dimediasi oleh peningkatan

aktivitas fagosit (Vizoso et al., 2017).

TESIS POTENSI OSTEOGENIK PADA.... RAYOMOND PARUNG

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA