Upload
others
View
21
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Darah
Darah adalah salah satu jaringan yang mempunyai sifat berbeda dari jaringan lain
dimana berupa cairan sehingga mampu untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang
lain. Darah berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan
tubuh terhadap virus atau bakteri melalui sistem yang disebut sistem kardiovaskuler
(Nugraha G, 2017).
Darah merupakan cairan yang berwarna merah, warna merah ini adalah protein
yang mengandung besi dimana merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen
yang terikat oleh hemoglobin. Warna merah darah ini tergantung pada tinggi rendahnya
kandungan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) didalamnya, darah yang
mengandung banyak CO2 akan memberikan warna lebih gelap atau merah tua
sedangkan darah yang mengandung O2 memberikan warna merah muda (Sa’adah,
2018).
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata
5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada laki-laki. Karena pentingnya darah bagi
kelangsungan hidup maka terdapatlah mekanisme yang dapat memperkecil
kemungkinan kehilangan darah apabila terjadi kerusakan terhadap pembuluh darah,
trombosit atau keping darah sangat berperan dalam hemostasis yaitu perhentian
perdarahan dari suatu pembuluh darah yang cedera. (Sherwood L, 2004).
2.1.1.1 Komposisi Darah
Komponen utama dalam darah pada makluk hidup berbentuk cairan yang
berwarna merah terdiri dari 2 komponen yaitu plasma darah dan sel-sel darah. Plasma
darah adalah komponen penyusun darah yang paling banyak, sebesar 50-60% bagian
darah adalah plasma darah, sisanya adalah sel-sel darah yaitu sekitar 40-50 %. Plasma
darah terdiri dari protein-protein darah seperti immunoglobin, albumin, protein, nutrisi,
hormon, gas terlarut (CO2 dan O2), serta zat hasil ekskresi (urea), namun begitu
komposisi terbesar darah adalah air (91-92 %). Sedangkan sel sel darah terdiri dari sel
darah merah (eritrosit) sel darah putih (leukosit) dan sel-sel pembeku (trombosit).
(Suparyanto, 2014).
Gambar 2.1 Darah dan Komposisinya
Sumber : Fadhilah, 2016
2.1.1.2 Fungsi Darah
Secara singkat fungsi darah terdiri dari beberapa macam, antara lain:
1. Sebagai sistem transport semua bahan-bahan kimia, oksigen dan zat-zat makanan
yang diperlukan oleh tubuh, sehingga tubuh dapat berfungsi dengan semestinya dan
membuang karbondioksida serta hasil pembuatan lainnya.
2. Leukosit berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi (granulosit
dan monosit berfungsi pada proses inflamasi dan fagositosis terhadap serangan virus
atau bakteri, limfosit berfungsi imunitas spesifik).
3. Eritrosit berfungsi sebagai transpost nutrisi, oksigen, dan karbondioksida ke seluruh
jaringan tubuh.
4. Trombosit berfungsi dalam mekanisme hemostasis yang bekerja pada system
pembekuan darah melalui kemampuan adhesi, kohesi dan agregasi, pembekuan
darah, serta memelihara integritas darah.
5. Plasma mengandung protein yang diperlukan dalam pembentukan jaringan sehingga
jaringan tetap dalam kondisi ternutrisi.
6. Darah mengantarkan hormon dan enzim ke organ lain, menjaga keseimbangan
tubuh, mempertahankan suhu tubuh, menjaga keseimbangan asam basa sehingga pH
darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan seharusnya (Sadikin, 2001; Andriyanto,
2011; Pratama, 2017; Sa’adah, 2018).
2.1.2 Talasemia
2.1.2.1 Pengertian Talasemia
Talassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, penyakit ini bawaan sejak lahir
yang di dapat dari kedua orang tuanya yang diwariskan secara autosom karena adanya
kelainan hemoglobin, yang disebabkan karena kurang atau tidak terbentuknya satu atau
lebih rantai polipeptida hemoglobin sehingga menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik. (Suriadi, 2010)
Gejala dari penyakit talasemia menyerupai gejala pada penyakit anemia yang
ditandai dengan gejala lemah, letih, dan lesu. Dapat diartikan juga bahwa talasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, yang disebabkan karena Hb yang tidak normal
akibat gangguan pembentukan jumlah rantai globin struktur Hb sehingga menyebabkan
umur eritrosit kurang dari 120 hari sebagai akibat dari kerusakan sel darah merah di
dalam pembuluh darah. (Susilaningrum, 2013).
Penyakit talasemia merupakan penyakit genetik atau bawaan (autosomal) yang
diturunkan berdasarkan hukum Mendel. Jika dua pembawa sifat/talasemia minor
menikah, maka mereka berpeluang mempunyai 25% anak yang sehat, 50% anak
sebagai pembawa sifat, dan 25% anaknya sebagai talasemia mayor. Peluang ini terjadi
pada setiap konsepsi/kehamilan, sehingga bisa saja dalam 1 keluarga semua anaknya
merupakan pengidap talasemia mayor atau semua anaknya tampak sehat. Meskipun
tidak ada gejala sama sekali, namun belum tentu mereka sehat karena tetap mempunyai
peluang sebagai talasemia minor. Oleh karena itu, jika kedua orang tua diketahui
sebagai pembawa sifat talasemia harus sesegera mungkin memeriksakan diri mereka
dan anak keturunannya agar dapat segera diidentifikasi sedini mungkin. (Genie, Ratna
A, 2005).
Gambar 2.2. Talasemia Diturunkan Berdasarkan Hukum Mendel
Sumber : (Genie, Ratna, 2005) ( Mariani, 2011)
2.1.2.2 Patofisiologi Talasemia
Hemoglobin pada dewasa terdiri dari bentuk A, A2 dan F (fetal). Hemoglobin A
(HbA) mencakup 95-98% dari seluruh jumlah hemoglobin pada tubuh dan terdiri dari
tetramer yang terbuat dari 2 subunit globin alfa dan 2 subunit globin beta. Hemoglobin
A2 (HbA2) mencakup mayoritas dari sisa hemoglobin yang ada (<3.3%) dan terdiri
dari 2 subunit globin alfa dan 2 subunit globin delta. <1% dari hemoglobin adalah
hemoglobin F (HbF) dan terdiri dari 2 subunit globin alfa dan 2 subunit globin gamma.
(Sharma D, 2017).
Pada saat perkembangan fetus, proses eritropoiesis awalnya terjadi pada hati,
kemudian ke limpa dan pada usia pertengahan kehamilan mulai beralih ke sumsum
tulang. Pada usia kehamilan 6-10 minggu mayoritas dari hemoglobin yang ada pada
bayi adalah HbF, mayoritas dari rantai globin yang dibentuk adalah subunit globin alfa
dan subunit globin fetal. Pada sekitar usia 30 minggu, jumlah pembentukan rantai
globin fetal mulai menurun dan jumlah rantai globin beta meningkat sehingga jumlah
HbF menurun dan HbA meningkat. Setelah lahir, jumlah pembentukan HbF akan terus
menurun dan HbA akan meningkat sehingga 95-98% dari Hb di tubuh adalah HbA.
(Aster JC, Bunn HF, 2017).
Talasemia terjadi apabila terdapat kelainan pada gen yang mempengaruhi produksi
rantai globin sehingga produksi Hb menurun. Kelainan pembentukan rantai globin
yang paling sering terjadi terkait dengan globin alfa dan globin beta dan menyebabkan
talasemia alfa dan talasemia beta. Terdapat beragam genotip dan gambaran klinis
talasemia. (Aster JC, Bunn HF, 2017,. Sharma D, 2017).
2.1.2.3 Manifestasi Klinis Talasemia
Talasemia terbagi menjadi 2 yaitu talasemia alfa dan talasemia beta, adapun
talasemia beta ada 3 macam yaitu talasemia mayor, talasemia minor dan talasemia
mayor-minor yang biasa disebut talassemia intermedia. Talasemia Mayor,
menunjukkan manifestasi klinis yang jelas, ditandai dengan anemia berat, produksi
eritrosit (eritropoesis) yang tidak efektif, hemolisis, serta menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan anak yang lambat dan tidak sesuai dengan umur serta dapat
menimbulkan kelainan bentuk pada tengkorak. Talasemia minor, pada umumnya tidak
menunjukkan manifestasi klinis yang jelas, tetapi merupakan faktor penbawa dari
talasemia mayor atau disebut dengan carier. (Muttaqin, 2009).
Anemia pada talasemia terjadi pada usia 3-6 bulan ketika terjadi pergantian sintesis
rantai alfa menjadi rantai beta yaitu HbF menjadi HbA secara normal kasus yang lebih
ringan terjadi di atas usia tersebut (sampai usia 4 tahun) (Marini 2011)
Pasien dengan talassemia mayor akan menjalani perawatan yaitu transfusi darah
sepanjang hidupnya (Koplewich, 2005), sependapat dengan Adriani, dkk (2012) bahwa
talasemia mayor merupakan penyakit kronik yang mengharuskan pasien menjalani
transfusi darah seumur hidup.
2.1.2.4 Manifestasi Laboratorium Talasemia
Diagnosis talasemia beta ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan
gambaran klinis. Pemeriksaan hematologi menunjukkan perubahan yang khas pada sel
darah merah yaitu; mikrositosis, hipokromia, anisositosis, poikilositosis, sel-sel target
dan basophilic stipling (bercak-bercak berbentuk batang) pada berbagai stadium. Kadar
Hb dan hematokrit (Ht) yang rendah terlihat pada anemia berat. (Mehta, Atul B. 2008).
Gambar 2.3 Sediaan Apus Darah Tepi Pada Talasemia
Sumber : Williams dan Wilkins,2008
Sampel darah pasien Talasemia mudah terjadi hemolisis, dikarenakan adanya
kelainan gen yang mengakibatkan berkurang atau tidak terbentuknya rantai globin
pembentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna dan sel darah
merah mudah pecah maka terjadilah anemia. Untuk itu perlu diperhatikan dalam
pemberian antikoagulan serta lama simpan sampel Talasemia untuk mendapatkan hasil
diagnosis yang akurat. (Stuart R, Hulsman, 1992)
2.1.3 Antikoagulan
Darah mudah membeku jika berada diluar tubuh. Apabila didiamkan, bekuan akan
mengerut dan serum terperas keluar. Cepat membekunya darah ini dapat diatasi dengan
penambahan suatu zat yang disebut dengan antikoagulan (Riadi, 2011).
Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah penggumpalan atau pembekuan
darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin
yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses
pembekuan. Antikoagulan sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
pemeriksaan laboratorium. Spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang
berisi antikoagulan sesuai kebutuhan dan dicampur segera setelah pengambilan untuk
mencegah pembentukan bekuan darah. Pencampuran harus dilakukan perlahan/lembut
untuk mencegah terjadinya hemolisis. (Sodikin K, 2016).
EDTA yang digunakan sejak awal 1950-an untuk mencegah pembekuan dalam
sampel darah tersebut memiliki kelebihan dibandingkan antikoagulan lainnya.
Karakteristik yang paling berbeda, adalah EDTA tidak merusak sel-sel darah, dan tidak
mempengaruhi pengenceran yang berarti, sehingga sangat bagus untuk pemeriksaan
hematologi, selain mencegah koagulasi, tidak merusak sel darah, pada pemakaian
antikoagulan EDTA tidak menyebabkan perubahan morfologi dalam sel darah dan
jumlah sampel darah atau pengenceran yang tidak berarti. Setiap pengambilan darah,
tabung harus terbalik 8-10 kali untuk memastikan pencampuran (homogen), dan
dengan perbandingan yang benar (Seelig, 2008; Guptha, et al, 2014).
Umumnya antikoagulan yang dipakai adalah EDTA, karena memiliki keunggulan
dibanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah,
sehingga ideal untuk pengujian hematologi rutin. Untuk aplikasi hematologi, EDTA
tersedia dalam tiga bentuk, termasuk kering aditif (K2EDTA atau Na2EDTA) dan aditif
cair (K3EDTA). (Kosasih A, 2016).
2.1.3.1 K2EDTA
K2EDTA merupakan antikoagulan yang dikemas dalam bentuk kering (Spray
Dried) sehingga tidak mengencerkan sampel, mengandung 2 kali ion kalium,
antikoagulan ini merupakan antikoagulan pilihan untuk menghitung jumlah sel darah
dan ukuran sel karena menghasilkan sedikit penyusutan sel darah merah dan sedikit
peningkatan volume sel serta direkomendasikan oleh ICSH (The International Council
for Standardization in Haematology). (Am 1993, McPherson, et al., 2011).
Selain itu tabung vakutainer K2EDTA memiliki beberapa kelebihan lain yaitu
dikemas dalam bentuk plastik sehingga menjadikan tabung ini lebih aman daripada
kaca, hampir tahan terhadap kerusakan sehingga melindungi petugas kesehatan
terhadap cedera dan paparan pathogen yang ditularkan melalui darah. Dengan tabung
plastik ini membuat aman pada saat pembuangan dan menjadi efisien melalui
pembakaran (Fisher, 2018).
2.1.3.2 K3EDTA
K3EDTA biasanya dikemas dalam bentuk cair sehingga dapat menyebabkan
sedikit pengenceran pada sampel darah yang ditambahkan, mempunyai pH yang lebih
basa dan konsentrasi yang tinggi mengandung 3 kali ion kalium menyebabkan
penyusutan eritrosit serta mengakibatkan penurunan hematokrit sebesar 2-3% dalam
waktu 4 jam setelah pengambilan sampel dan diikuti peningkatan MCV. (Goossens, et
al., 1992; Alan, 2006).
K3EDTA direkomendasikan oleh Clinical and Laboratory Standarts Institute
(CLSI) yang sebelumnya disebut sebagai The National Committee for Clinical
Laboratory Standart /NCCLS) dari Amerika Serikat. ICSH menganjurkan pemakaian
K2EDTA pada konsentrasi 1,5-2,0 mg/mL darah namun K3EDTA dapat digunakan
sebagai alternatif sebagai pengganti K2EDTA. (A. Kosasih dan Lyana S, 2016).
2.1.4 Pemeriksaan Hematologi Rutin
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan menjadi satu paket
yang disebut dengan profil atau panel seperti pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi liver,
fungsi hati, dan juga hematologi rutin. (Kemenkes RI, 2011)
Sampel darah sering digunakan untuk pemeriksaan hematologi. Hematologi rutin
adalah suatu pemeriksaan rutin yang mencakup tentang sel-sel darah yaitu hemoglobin,
hematokrit, eritrosit, leukosit, dan trombosit. (Andriyoko, 2012).
2.1.4.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi yang berada di dalam sel
darah merah atau eritosit, berfungsi untuk mengangkut oksigen (O2) dari paru-paru ke
seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbondioksida (CO2) kembali ke paru-paru
untuk dihembuskan keluar tubuh melalui pernafasan. Molekul dari hemoglobin terdiri
dari; globin, apoprotein, dan empat gugus heme, yakni suatu molekul organik dengan
satu atom besi. (Mehta, Victor, 2008).
Sebanyak 65% hemoglobin disintesis dalam eritroblast dan 35% disintesis pada
stadium retikulosit. Heme disintesis dalam serangkaian langkah yang melibatkan
kompleks enzim dalam mitokondria dan dalam sitosol sel. (Hoffbrand, 2009).
Gambar 2.4 Struktur Hemoglobin
Sumber: (Geralyn M. Caplan, 2001)
Kadar hemoglobin dengan hasil lebih rendah dari nilai normal disebut anemia,
sedangkan jika kadarnya lebih tinggi dari normal disebut dengan polisitemia. Tinggi
dan rendahnya kadar hemoglobin sangat berpengaruh terhadap fungsi dari hemoglobin
tersebut. (Riana, 2010; Gunadi, dkk, 2016; Sa’adah, 2018).
Nilai normal hemoglobin ditentukan oleh jenis kelamin, untuk laki-laki 13,0-18,0
g/dL dan untuk wanita lebih rendah yaitu 12,0-16,0 g/dL. (Kemenkes RI, 2011).
2.1.4.2 Hematokrit
Hematokrit (Ht atau Hct) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Packed Cell
Volume (PVC) adalah suatu pemeriksaan untuk menentukan perbandingan eritrosit
terhadap volume darah yang ditetapkan dalam satuan %. (Nugraha G, 2017).
Nilai hematokrit diambil dari volume darah yang yang sudah dipisahkan dari
plasma dengan cara memasukkan ke dalam tabung khusus dan disentrifugasi dengan
kecepatan tertentu. Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai screening awal penyakit
anemia, dan dapat digunakan sebagai tes screening hasil hemoglobin darah. (Sadikin
M, 2008)
Dalam keadaan normal nilai Ht sama dengan 3 kali nilai Hb tetapi dalam keadaan
tertentu nilai tersebut dapat berubah misalnya pada beberapa kasus anemia. Nilai
rujukan untuk hematokrit adalah sebagai berikut:
1. Bayi baru lahir : 44-46 %
2. Usia 1-3 tahun : 29-40 %
3. Usia 4-10 tahun : 31-43 %
4. Pria dewasa : 40-54 %
5. Wanita dewasa : 36-46 % (Nugraha G, 2017)
2.1.4.3 Eritrosit
Eritrosit diproduksi didalam sumsum tulang merah, limpa dan hati. Eritrosit yang
sudah tua akan beredar didalam tubuh anatar 115-120 hari, setelah itu akan mati.
(Syaifudin 2016).
Eritrosit merupakan komponen darah yang mempunyai ciri-ciri berbentuk cakram
bikonkaf, tidak bergerak dan tidak berinti, serta berwarna merah karena mengandung
hemoglobin. Dengan bentuk bikonkaf ini memungkinkan untuk oksigen (O2) dapat
keluar masuk ke dalam sel secara cepat. (Gibson J, 2002).
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengedarkan hemoglobin ke seluruh tubuh
dengan membawa oksigen dari paru–paru ke seluruh jaringan tubuh. Secara normal
jumlah eritrosit pada laki-laki adalah 5.200.000 permilimeter kubik, sedangkan untuk
wanita lebih rendah yaitu 4.700.000 permilimeter kubik. (Guyton, Arthur C,1990).
Gambaran eritrosit dapat dilihat dari ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat
di dalam sel. Berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam
eritrosit dapat digambarkan sebagai:
1. Normositik adalah sel yang ukurannya normal
2. Normokromik adalah sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
3. Mikrositik adalah sel yang mempunyai ukuran kecil
4. Makrositik adalah sel yang mempunyai ukuran besar
Peningkatan jumlah eritrosit dapat ditemukan pada pasien polisitemia vera,
dehidrasi dan juga hipoksia, sedangkan penurunan jumlah eritrosit dapat ditemukan
anemia, perdarahan, hemolisis maupun malnutrisi. (Temi H, 2002).
2.1.4.4 Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan sel darah yang mempunyai nukleus atau
inti. Secara umum leukosit berperan dalam pertahanan seluler dan humoral manusia.
Leukosit dapat meninggalkan pembuluh darah melalui proses diapedesis menerobos
diantara sel-sel endotel dan menembus jaringan ikat. Secara normal didalam darah
dapat ditemukan sel leukosit antara 4.500-10.000 sel/mm3. (Mahajana, 2016).
Respon pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi merupakan fungsi leukosit
secara umum, sedangkan secara khusus leukosit berfungsi sebagai pertahanan invasi
oleh mikroorganisme patogen melalui proses fagositosis yaitu, mengidentifikasi dan
menghancurkan sel-sel kanker dalam tubuh. Selain itu leukosit juga berfungsi sebagai
sel pembersih dimana leukosit memfagositosis debris. (Ristandi dan Dalimoenthe,
2014).
2.1.4.5 Trombosit
Trombosit merupakan salah satu sel dalam darah yang berfungsi untuk
menghentikan pendarahan dan melakukan sumbatan di dinding pembuluh darah
dengan reaksi adhesi dan agregasi. Sel ini tidak memiliki nukleus. Berperan dalam
pembekuan darah, dan membuat darah menjadi lengket, sehingga bisa membentuk
gumpalan jika terjadi terluka, darah tidak terus mengalir yang mengakibatkan
pendarahan hebat. (Hidayat, dkk, 2017).
Trombosit berasal dari pecahan sitoplasma megakariosit. 1 megakariosit
menghasilkan sekitar 4000 sel trombosit, memiliki umur 7-10 hari, secara normal
jumlah trombosit di dalam tubuh orang dewasa antara 150.000-400.000 keping/mm3.
Pembentukan trombosit dirangsang oleh hormon trombopoeitin yang dihasilkan oleh
hati dan ginjal. (Nugraha G, 2017).
2.1.5 Pengaruh Waktu Simpan Sampel Darah
Beragam perubahan terjadi pada darah yang telah diberi antikoagulan ketika
disimpan pada suhu ruang dan perubahan-perubahan tersebut ini terjadi lebih cepat
pada suhu sekitar yang lebih tinggi. Hitung sel eritrosit, hitung leukosit, hitung
trombosit, dan indeks eritrosit, biasanya stabil selama 8 jam setelah pengambilan darah,
walaupun saat eritrosit mulai membengkak, hematokrit, dan MCV mulai meningkat.
Jika darah disimpan dalam suhu 4°C, efek terhadap hitung sel biasanya kurang
bermakna sampai dengan 24 jam, walaupun demikian, waktu yang paling baik untuk
melakukan hitung leukosit dan trombosit adalah dalam waktu 2 jam. (Kosasih dan
Setiawan, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ashari Muslim yang berjudul “Pengaruh
Waktu Simpan Darah K2EDTA dan Na2EDTA pada Suhu Kamar terhadap Kadar
Hemoglobin”, tahun 2015 menunjukkan terdapat pengaruh bermakna penundaan
waktu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam darah K2EDTA terhadap kadar haemoglobin metode
sianmethemoglobin, sedangkan menurut penelitian dari Dewa Riyan Permadi tahun
2018 yang berjudul, “Perbedaan Antikoagulan K2EDTA dengan K3EDTA terhadap
Nilai Hematokrit Metode Automatic”, menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara jumlah hematokrit menggunakan antikoagulan K2EDTA dan
antikoagulan K3EDTA. (Permadi, 2018).
2.1.6 Tabung Vakutainer
Gambar 2.5 Tabung vakutainer
Sumber : BD Vakutainer
Tabung vakutainer merupakan inovasi didalam dunia medis dimana berfungsi
untuk membantu mempermudah dalam pengambilan darah. Tabung ini bersifat vakum
atau hampa hampa udara yang terbuat dari plastik. Prinsip kerja tabung ini adalah
ketika jarum sudah menusuk ke dalam vena maka darah akan mengalir masuk ke dalam
tabung vakutainer hingga volume darah tertentu. Ketika volume darah telah tercapai
sempuna maka darah tersebut akan berhenti dengan sendirinya. (Patel N, 2009).
Tabung vakutainer ditemukan oleh Joseph Kleiner dan Becton Dickinson pada
tahun 1949. Vakutainer adalah merek dagang terdaftar dan dikembangkan oleh Becton
Dickinson. (Rosenfeld L, 2000).
Tabung vakutainer dapat berisi aditif yang dirancang untuk menstabilkan dan
mempertahankan spesimen sebelum pengujian analitis. Warna tutup menunjukkan
aditif dalam vial berdasarkan atas tujuan pemeriksaan dan produk darah yang akan
dihasilkan dari tabung sehingga mempermudah persiapan sampel dalam pemeriksaan.
(Patel N, 2009).
Gambar. 2.6 Jenis-jenis Vakutainer
Sumber: BD Vakutainer
2.1.7 Alat Haematology Analyzer
Haematology Analyzer adalah suatu alat yang biasa digunakan di dalam bidang
kesehatan atau kedokteran yang berfungsi untuk mengukur sampel berupa darah
sehingga membantu dalam mendiagnosis suatu penyakit. Haematology Analyzer
digunakan untuk memeriksa darah lengkap (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, hitung
sel leukosit, hitung sel trombosit, hitung jenis sel, dan lain-lain) dengan cara mengukur
serta menghitung sel secara otomatis berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas
cahaya terhadap sel-sel yang dilalui. (Medicalogy, 2020).
2.1.7.1 Prinsip kerja Haematology Analyzer XN 1000
Haematology analyzer merupakan Sysmex XN 1000 merupakan alat pemeriksaan
haematologi lengkap menggunakan prinsip Flow Cytometry yaitu suatu metode
pengukuran (metri), jumlah dan sifat-sifat (cyto) yang dibungkus dalam suatu aliran
cairan (flow) melalui celah sempit.
Alat ini menggunakan metode impedansi listrik atau disebut dengan Direct
Current yang prinsipnya mengukur suatu hambatan yang secara spesifik mewakili
volume dari suatu sel yang mana setiap sel memberikan variasi impedansi yang
berbeda-beda. Proses pemeriksaannya sampel darah dihisap dan diencerkan dengan
reagen Sodium Lauril Sulfat (SLS) akan melalui mikroaperture (celah camber mikro).
Pada kedua sisi aperture terdapat electrode yang mengalirkan diluent. Sel-sel darah
sampel yang telah mengalami modifikasi oleh regensia yang mempunyai konduktifitas
tertentu akan melewati aperture dalam transduser. Sinyal yang ditimbulkan oleh sel-sel
tersebut (berupa hambatan listrik) secara spesifik mewakili ukuran sel dari masing-
masing sel. Besarnya hambatan yang dihasilkan adalah sesuai dengan volume sel yang
melewati aperture. (Sysmex 2014).
Sedangkan untuk pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode SLS yang terdiri
dari 2 sisi yaitu hidrofilik dan hidrofobik yang akan melisiskan Red Blood Cells
(RBC), sehingga akan teroksidasi oleh oksigen sehingga Fe2+ berubah menjadi Fe3+
yang akan menyebabkan warna heme berubah. Perubahan heme ini tidak stabil maka
kedua sisi SLS akan berikatan dengan hb, hidrofilik berikatan dengan heme sedangkan
hidrofobik berikan dengan globin. Setelah stabil pada Fe+3 akan menyebabkan
perubahan warna yang akan diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
550 nm pada chamber. (Sysmex, 2014)
2.1.7.2 Fungsi dari Haematology Analyzer
Selain untuk pemeriksaan darah alat Haematology analyzer juga dapat digunakan
untuk pemeriksaan body fluid (cairan tubuh) meliputi pemeriksaan leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, trombosit, RDW, PDW, MPV, hitung
jenis leukosit, termasuk jumlah dan persentase retikulosit dapat diukur secara
sekaligus. (Sysmex XN).
Keuntungan dari Haematology Analyzer:
1. Efisiensi Waktu
Hanya memerlukan waktu pemeriksaan sekitar 2-3 menit untuk sekali pemeriksaan.
2. Sampel
Untuk pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) hanya memerlukan sampel yang
sedikit yaitu sekitar 100 uL darah
3. Ketepatan Hasil
Hasil yang dikeluarkan sudah melalui quality control yang dilakukan oelh intern
laboratorium dengan menggunakan 3 level yaitu Low Control, Medium dan High
(Sysmex XN)
Namun pada alat ini tidak menghitung sel muda hanya memberikan keterangan
adanya blast, begitu juga dengan eritrosit berinti (Normoblast/Nuclead Red Blood Cell)
terbaca sebagai leukosit sehingga jumlah leukosit lebih tinggi dari yang sebenarnya,
untuk itu perlu untuk dilakukan pemeriksaan ulang dengan program pemeriksaan
CBC+NRBC. Selain itu, pada pemeriksaan trombosit yang berkelompok (clump) akan
terbaca sebagai eritrosit sehingga jumlah trombosit lebih rendah dari sebenarnya.
Konfirmasi terhadap jumlah trombosit dilakukan dengan melihat pada hapusan darah
tepi yang telah diwarnai dan dibaca pada mikroskop. (SOP Sandia).
Gambar 2.7 Alat Autoanalyzer XN 1000
Sumber : Lab Sandia, 2019
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini disajikan pada gambar di bawah ini:
Jenis antikoagulan K2EDTA
dan K3EDTA sampel darah
Talasemia Mayor
Waktu penyimpanan sampel
darah
Pemeriksaan
hematologi rutin
(hemoglobin, eritrosit,
hematokrit, leukosit,
trombosit)
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Konsep
2.3 Hipotesis
Tidak terdapat pengaruh waktu simpan sampel darah dengan menggunakan
antikoagulan K3EDTA dan K2EDTA pasien talasemia terhadap hasil pemeriksaan
darah rutin yang dilakukan setelah 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam pada suhu ruang.
2.4 Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Skala
ukur
Jenis
Antikoagulan
Antikoagulan K2EDTA,
K3EDTA pada tabung
vakutainer yang
ditambahkan pada sampel
darah talasemia mayor
Visual Label
K2EDTA dan
K3EDTA
( mg)
Ordinal
Waktu
Penyimpanan
Sampel
Darah
Rentang waktu setelah
pengambilan sampel sampai
pemeriksaan hematologi
rutin
Melihat data
pada label
Jam
2 jam, 4 jam, 6
jam, dan 8 jam
Rasio
Pemeriksaan
Hematologi
Rutin
Pemeriksaan laboratorium
yang terdiri dari:
1. Kadar hemoglobin
Impedance
Hematologi
analyser
1. Hemoglobin:
gr/dL
2.Eritrosit: x106 ul
Rasio
Konsentrasi hemoglobin
dalam darah vena
2. Jumlah Eritrosit
Jumlah sel darah merah
dalam 1 mm3 darah
3. Leukosit
Jumlah sel darah putih
dalam 1 mm3
4. Trombosit
Jumlah trombosit dalam /
mm3 atau /uL
5. Hematokrit
Persentase eritrosit dalam
darah
3. Leukosit:
sel/ uL
4. Trombosit:
x103uL
5. Hematokrit: %