27
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defisini Banjir Banjir muncul dari aliran yang mengalir melalui sungai atau menjadi genangan. Sedangkan limpasan adalah aliran yang mengalir pada permukaan tanah yang ditimbulkan akibat curah hujan setelah mengalami infiltrasi (Hadisusanto, 2010). Menurut Suripin (2004) banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang. Menurut Kodoatie, dan Sugiyanto (2002) penyebab banjir biasanya diakibat oleh curah hujan yang tinggi, pengaruh akibat erosi dan sedimentasi, kapasitas drainase tidak memadai sehingga tidak bisa menampung air hujan. Menurut Kodoatie (2005), terjadinya genangan akibat pengendalian banjr tidak terkendali pada lahan ruang terbuka hijau sehingga menimbulkan aliran permukaan. Hal yang menyebabkan genangan seperti dimensi saluran tidak sesuai, perubahan tata guna lahan, adanya penyempitan saluran dan tersumbatnya saluran. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap perubahan sifat dan karakteristik tata guna lahan. 2.2 Drainase 2.2.1 Pengertian Drainase Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, drainase adalah prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan air yang berlebih dari suatu kawasan ke badan air penerima. Menurut Hasmar (2011) drainase adalah ilmu yang mempelajari mengalirkan air dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Drainase merupakan prasarana berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan (Nuryanto, 2017). Drainase juga didefisinikan upaya mengontrol kualitas air tanah. Kegunaannya mengalirkan air agar tidak terjadi genangan. Drainase juga mengubah pencemar menjadi zat organik tidak berbahaya (Mulyanto,2013). Fungsi drainase menurut Nuryanto (2017):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defisini Banjirrepo.itera.ac.id/.../SB2102050004/25116018_4_121831.pdf17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defisini Banjir Banjir muncul dari aliran yang mengalir

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 17

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Defisini Banjir

    Banjir muncul dari aliran yang mengalir melalui sungai atau menjadi

    genangan. Sedangkan limpasan adalah aliran yang mengalir pada

    permukaan tanah yang ditimbulkan akibat curah hujan setelah mengalami

    infiltrasi (Hadisusanto, 2010). Menurut Suripin (2004) banjir adalah suatu

    kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang. Menurut

    Kodoatie, dan Sugiyanto (2002) penyebab banjir biasanya diakibat oleh

    curah hujan yang tinggi, pengaruh akibat erosi dan sedimentasi, kapasitas

    drainase tidak memadai sehingga tidak bisa menampung air hujan.

    Menurut Kodoatie (2005), terjadinya genangan akibat pengendalian banjr

    tidak terkendali pada lahan ruang terbuka hijau sehingga menimbulkan

    aliran permukaan. Hal yang menyebabkan genangan seperti dimensi saluran

    tidak sesuai, perubahan tata guna lahan, adanya penyempitan saluran dan

    tersumbatnya saluran. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap

    perubahan sifat dan karakteristik tata guna lahan.

    2.2 Drainase

    2.2.1 Pengertian Drainase

    Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014

    Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, drainase adalah

    prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan air yang berlebih dari suatu

    kawasan ke badan air penerima. Menurut Hasmar (2011) drainase adalah

    ilmu yang mempelajari mengalirkan air dalam suatu konteks pemanfaatan

    tertentu. Drainase merupakan prasarana berfungsi mengalirkan air

    permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan (Nuryanto, 2017).

    Drainase juga didefisinikan upaya mengontrol kualitas air tanah.

    Kegunaannya mengalirkan air agar tidak terjadi genangan. Drainase juga

    mengubah pencemar menjadi zat organik tidak berbahaya (Mulyanto,2013).

    Fungsi drainase menurut Nuryanto (2017):

  • 18

    1. Mengeringkan bagian wilayah kota tertentu yang permukaan lahannya

    rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.

    2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya

    agar tidak menggenangi kota yang dapat mengakibatkan kerusakan.

    3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan.

    4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah.

    2.2.2 Jenis – Jenis Saluran Drainase

    Saluran drainase digolongkan menjadi beberapa jenis meliputi:

    A. Menurut konstruksinya (Hasmar, 2011)

    1. Saluran Terbuka

    Saluran yang terdapat didaerah yang mempunyai luas yang cukup

    menampung air hujan yang mana tidak membahayakan.

    2. Saluran Tertutup

    Saluran yang diperuntukan untuk air kotor yang berada ditengah kota.

    B. Menurut sejarah terbentuknya (Hasmar, 2011)

    1. Drainase Alamiah

    Saluran drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur

    campur tangan manusia. Drainase belum terdapat bangunan

    pendukung. Biasanya terbentuk oleh gerusan air.

    2. Drainase Buatan

    Drainase yang sengaja untuk dibuat dengan tujuan tertentu dan

    biasanya disertai bangunan pendukung seperti beton, pipa dan

    sebagainya.

    C. Menurut Fungsinya (Hasmar, 2011)

    1. Single Purpose

    Berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan saja.

    2. Multy Purpose

    Berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan,baik secara bercampur

    ataupun bergantian.

  • 19

    D. Saluran drainase berdasarkan letak salurannya (Nurayanto, 2017)

    1. Drainase muka tanah yaitu Saluran drainase yang berada di atas

    permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air permukaan.

    2. Drainase bawah tanah, yaitu Saluran drainase yang bertujuan

    mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah

    permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu.

    Alasan itu antara lain : tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan

    tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah

    seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

    E. Drainase juga dibagi menjadi drainase konvensional dan drainase

    berwawasan lingkungan (Syarifudin, 2017):

    1. Drainase konvensional

    Upaya untuk membuang atau mengalirkan kelebihan air secepat-

    cepatnya ke sungai. Konsep ini digunnakan secara menyeluruh baik di

    daerah perumahan, pedesaan, pertanian, dan lain-lain.

    2. Drainase berwawasan lingkungan

    Upaya mengelola kelebihan air dengan cara sebesar-besarnya

    diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan kesungai

    tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

    2.2.3 Pola Jaringan Drainase

    Drainase terdiri dari beberapa saluran, menurut Nuryanto (2017) pola

    jaringan sistem drainase dibedakan menjadi:

    1. Pola Siku

    Pola ini terdapat pada daerah yang topografi sedikit lebih tinggi daripada

    sungai. Sungai sebagai tujuan akhir dari aliran dan sungai biasanya

    berada ditengah kota. Contoh pola dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2. 1 Sistem Drainase Pola Siku Sumber: Nuryanto, 2017

  • 20

    2. Pola Paralel

    Pola ini terletak sejajar dengan saluran cabang. Seiring perkembangan

    kota saluran ini menyesuaikan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.2.

    saluran cabang saluran cabang

    saluran utama

    Gambar 2. 2 Sistem Drainase Pola Paralel Sumber: Nuryanto, 2017

    3. Pola Grid Iron

    Digunakan pada sungai yang berada di pinggir kota. Berguna agar aliran

    dari saluran cabang dapat dikumpulkan pada saluran pengumpul sebelum

    menuju saluran utama. Contoh gambar dapat dilihat pada Gambar 2.3.

    saluran cabang

    saluran utama

    saluran pengumpul

    Gambar 2. 3 Sistem Drainase Pola Grid Iron

    Sumber: Nuryanto, 2017

    4. Pola Alamiah

    Untuk pola alamiah bebentuk menyerupai pola siku. Akan tetapi beban

    sungai lebih besar pada pola alamiah dibandingkan pola siku. Contoh

    pola dapat dilihat pada Gambar 2.4.

    Gambar 2. 4 Sistem Drainase Pola Alamiah Sumber: Nuryanto, 2017

  • 21

    5. Pola Radial

    Untuk pola radial biasanya digunakan pada daerah berbukit. Pola ini

    biasanya memencar ke semua arah. Pola dapat dilihat pada Gambar 2.5.

    Gambar 2. 5 Sistem Drainase Pola Radial Sumber: Nuryanto, 2017

    6. Pola Jaring-jaring

    Mempunyai saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya. Polaa

    jarring ini cocok untuk digunakan pada daerah topografi datar. Bisa

    dilihat pada Gambar 2.6.

    Gambar 2. 6 Sistem Drainase Pola Jaring

    Sumber: Nuryanto, 2017

    2.2.4 Sistem Drainase

    Sistem drainase di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan

    Umum Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2014. Dalam peraturan

    tersebut berisikan bahwa perlu dibuat suatu sistem pengeringan dan

    pengaliran air yang baik dengan mengalirkan air berasal dari air hujan agar

    tidak terjadi genangan yang berlebihan. Sebelum membuat rancangan sistem

    drainase yang baru diperlukan evaluasi untuk memutuskan menyusun

    rancangan yang baru. Bertujuan agar rancangan yang baru tidak mengalami

    kegagalan dalam hal perencanaan. Sistem drainase secara teknis meliputi

    mengarahkan run off permukaan semaksimal mungkin, membatasi

    kecepatan aliran dalam sistem drainase. Lalu mengusahakan pematusan air

  • 22

    tanah lereng agar tidak menimbulkan pori berlebih. Sistem drainase menurut

    kegunaaannya dibedakan menjadi dua macam meliputi (Mulyanto, 2013):

    a. Sistem yang hanya melayani air hujan (strom drainage)

    Direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air hujan

    dengan frekuensi yang direncanakan. Keunggulan dari sistem ini adalah

    mudah dibuat dan dibersihkan. Kerugiannya adalah memerlukan lahan

    luas dan udah kemasukan dan dimasuki limbah khususnya sampah

    perkotaan. Penentuan frekuensi harus mempertimbangkan beberapa hal

    yaitu:

    1) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi

    maksimum 5 tahunan.

    2) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10

    tahunan yang harus dapat dievakuasi.

    3) Untuk daerah industri diambil frekuensi curah hujan maksimum 10

    tahunan yang harus dapat dievakuasi.

    b. Sistem untuk air limbah (Sewerage)

    Dalam sistem ini melayani penampungan dan pembuangan air limbah

    perkotaan untuk kemudian dialirkan ke dalam sebuah instalasi pengolah

    air limbah (IPAL). Di dalam IPAL air limbah diproses untuk diturunkan

    kandungan bahan pencemarnya agar memenuhi baku mutu air. Kelebihan

    sistem ini adalah tidak menimbulkan pencemaran, tidak mengganggu

    estetika, dan dibuat kedap air. Kelemahannya adalah lebih mahal biaya

    pembuatannya. Dan sukar dibersihkan dan dipelihara.

    2.2.5 Drainase Perkotaan

    Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang diterapkan mengkhususkan

    pengkajian pada kawasan perkotaan. Drainase perkotaan merupakan sistem

    pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perktaan. Wilayah drainase

    perkotaan meliputi (Hasmar, 2011):

    1. Pemukiman;

    2. Kawasan industri dan perdagangan;

    3. Kampus dan sekolah;

  • 23

    4. Rumah sakit dan fasilitas umum;

    5. Lapangan olahraga;

    6. Lapangan parkir;

    7. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi;

    8. Pelabuhan udara.

    Drainase perkotaan adalah drainase yang berada di kawasan perkotan yang

    memiliki fungsi mengelola air permukaan. Sehingga tidak mengganggu dan

    merugikan masyarakat. Adapun fungsi umum dari drainase perkotaan, yaitu

    (Permen PU No.12, 2014):

    a. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan, sehingga tidak

    menyebabkan dampak kerusakan.

    b. Mengalirkan air permukaan menuju badan air terdekat.

    c. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk

    persediaan air dan kehidupan.

    d. Melindungi sarana dan prasarana yang ada.

    2.3 Hidrologi

    2.3.1 Pengertian Hidrologi

    Hidrologi adalah cabang disiplin ilmu dan teknik yang berhubungan dengan

    kejadian, distribusi, pergerakan, dan sifat-sifat air di bumi (Han, 2010).

    Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian. pergerakan, sirkulasi,

    distribusi air di bumi. Ilmu hidrologi berhubungan dengan keterdapatan dan

    pergerakan air di atas dan melalui permukaan bumi. Ilmu itu berhubungan

    dengan berbagai bentuk dan beralih wujud zat cair, zat padat dan bentuk itu

    di udara dan di lapisan permukaan daratan. Hidrologi adalah ilmu untuk

    mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi

    (evaporation and transpiration), aliran permukaan (surface stream flow),

    dan air tanah (ground water) ( Hartini, 2017).

    2.3.2 Siklus Hidrologi

    Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh penguapan kemudian

    kondensasi dari awan hasil penguapan. Awan terproses, sehingga terjadi

  • 24

    salju atau hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Pada muka tanah air hujan

    ada yang mengalir di permukaan (run off) dan sebagian meresap kedalam

    lapisan tanah (Hasmar, 2011). Siklus hidrologi melibatkan pertukaran energi

    panas, yang menyebabkan perubahan suhu. Misalnya dalam proses

    penguapan, air mengambil energi dari sekitarnya dan mendinginkan

    lingkungan (Wesli, 2008). Secara keseluruhan jumlah air di bumi akan

    relatif sama. Air di bumi mengalami siklus melalui serangkaian peristiwa

    yang berlangsung terus menerus disebut siklus hidrologi (Suripin, 2004).

    Siklus hidrologi merupakan proses dimana air diangkut dari lautan ke

    atmosfer, ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada

    Gambar 2.7.

    Gambar 2. 7 Siklus Hidrologi Sumber: Hartini, 2017

    Siklus hidrologi dapat di bedakan menjadi dua yaitu:

    a. Siklus Hidrologi Tertutup

    Menunjukan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat secara

    menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaan merupakan bagian dari

    beberapa aspek yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang

    sehingga disebut dengan siklus hidrologi tertutup. Persamaan matematis

    siklus hidrologi tertutup adalah sebagi berikut:

    I – t . 0 =

    (2.1)

    Keterangan:

    I = inflow (m3/s)

  • 25

    O = outflow (m3)

    s = simpangan

    t = waktu (s)

    b. Siklus Hidrologi Terbuka

    Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak

    lagi tertutup. Karena sistem tertutup itu dipotong pada bagian tertentu

    dari seluruh sistem aliran. Transportasi aliran di luar bagian aliran air

    tanah merupakan masukkan dan keluaran dari sub-sistem aliran air tanah

    tersebut, demikian pula aliran air permukaan. Macam – macam siklus

    hidrologi yang ada (Hartini, 2017) yaitu sebagai berikut:

    1. Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui

    proses adveksi. Contohnya evaporasi – kondensasi – hujan/presipitasi.

    2. Siklus hidrologi sedang adalah siklus yang umum terjadi di Indonesia.

    Siklus ini mengahasilkan hujan di daratan kareana proses adveksi

    membawa awan yang terbentuk ke atas daratan. Seperti evaporasi –

    kondensasi – presipitasi di daratan - Laut

    3. Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi

    di daerah beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus

    hidrologi ini, awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan

    terlebih dahulu turun sebagai salju dan membentuk gletser. Seperti

    evaporasi – sublimasi – kondensasi – presipitasi – gletser – aliran

    sungai – laut.

    2.3.3 Analisis Hidrologi

    Hidrologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari kejadian distribusi air

    secara alami di bumi. Unsur didalam analisis hidrologi terdapat curah

    hujan, oleh karena itu data curah hujan merupakan data utaman untuk

    menentukan debit limpasan maupun intensitas hujan. Metode dalam

    menganalisis curah hujan terdapat beberapa metode seperti metode gumbel

    ataupun metode log pearson III.

  • 26

    2.3.3.1 Melengkapi Data Hujan

    Suatu stasiun hujan terkadang data hujan ada yang hilang. Dengan

    hilangnya data hujan perlu dilengkapi. Beberapa metode untuk

    melengkapi data yang hilang meliputi (Kamiana, 2010):

    1. Cara aritmatika

    Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap

    dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat < 10%.

    2. Cara rasio normal

    Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap

    dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat > 10%.

    3. Cara korelasi

    Analisis hujan tahunan dengan menggunakan kurva antara tinggi hujan

    pada stasiun yang datanya hilang dengan stasiun indeks pada periode

    (tahun) yang sama.

    2.3.3.2 Tes Kosistensi Data Hujan

    Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data

    lapangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika dari hasil pengujian

    ternyata data adalah konsisten artinya tidak terjadi perubahan lingkungan

    dan cara penakaran, sebaliknya jika ternyata data tidak konsisten artinya

    terjadi perubahan lingkungan dan cara penakarannya. Beberapa faktor

    yang mempengaruhi data meliputi (Kamiana, 2010):

    Spesifikasi alat penakar berubah.

    Tempat alat ukur dipindah.

    Perubahan lingkungan di sekitar alat penakar.

    2.3.3.3 Analisis Curah Hujan Maksimum Rencana

    Berdasarkan Kamiana (2010) Analisis ini bertujuan mencari hubungan

    antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan

    menggunakan distribusi probabilitas. Digunakan beberapa metode dalam

    analisis curah hujan maksimum. Dalam analisis perlu juga dicari beberapa

    hal sebagai berikut:

  • 27

    1. Standar deviasi (S)

    Besar perbedaan dari nilai sampel terhadap nilai rata-rata.

    S = √∑ ̅

    (2.2)

    dengan:

    S = standar deviasi

    Ri = nilai varian ke i (mm/hari)

    ̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari)

    n = jumlah data

    2. Koefisien kemencengan (Cs)

    Suatu nilai menunjukan derajat ketidaksimetrisan.

    Cs = ∑ ̅

    (2.3)

    dengan:

    Cs = koefisien kemencengan

    Ri = nilai varian ke i (mm)

    n = jumlah data

    S = standar deviasi

    3. Koefisien kurtosis (Ck)

    Untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi.

    Ck =

    ∑ ̅

    (2.4)

    dengan:

    Ck = koefisien kurtosis

    Ri = nilai varian ke i (mm/hari)

    ̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari)

    n = jumlah data

    S = simpangan baku

    Menurut Kamiana (2010) untuk menghitung analisis ini dapat

    menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut:

    1. Distribusi Normal

    Perhitungan dengan distribusi ini dipengaruhi oleh nilai variable

    reduksi Gauus, seperti yang disajikan dalam Lampiran 2 Tabel Nilai

  • 28

    Variabel Reduksi. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam

    distribusi normal:

    RT = ̅ +KxS (2.5)

    dengan:

    RT = curah hujan periode ulang (mm/hari)

    ̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari)

    S = simpangan baku

    Kx = faktor frekuensi

    2. Distribusi Log Normal

    Metode ini mirip dengan metode normal, hanya saja pada metode

    distribusi log normal digunakan nilai logaritma.

    3. Distribusi Log Pearson III

    Metode ini menggunakan nilai logaritma dipengaruhi oleh nilai k.

    Seperti yang disajikan dalam Lampiran 3 Tabel Nilai K untuk Log

    Pearson. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari nilai metode ini

    adalah:

    log RT = log ( ̅) +KxS (2.6)

    dengan:

    RT = curah hujan periode ulang (mm/hari)

    ̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari)

    S = simpangan baku

    Kx = faktor frekuensi

    4. Distribusi Gumbel

    Metode ini dipengaruhi oleh banyak variable yaitu reduced variable.

    Reduced mean, reduced standar deviasi. Hubungan N dan Yn/Sn dan

    hubungan periode ulang dan Yt disajikan dalam Lampiran 4. Berikut

    rumus untuk mengghitung dalam metode Gumbel:

    RT = ̅ +

    (2.7)

    dengan:

    RT = curah hujan periode ulang (mm),

  • 29

    ̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm),

    S = simpangan baku,

    Yt = reduced variable,

    Yn = reduced ,

    Sn = Reduced standar deviasi.

    2.3.3.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah/Wilayah

    Diperlukan data curah hujan untuk merencanakan saluran drainase. Nilai

    curah hujan rata-rata yang jatuh di suatu kawasan tertentu disebut curah

    hujan wilayah. Untuk menghitung hujan wilayah diperlukan data curah

    hujan dari stasiun yang ditinjau, data koordinat stasiun atau peta stasiun.

    Perhitungan dapat dilakukan dengan beberapa metode (Nuryanto, 2017)

    yaitu :

    1. Metode Aljabar

    Metode ini yang paling sederhana dengan hanya membagi rata semua

    tinggi hujan pada masing-masing stasiun hujan dengan jumlah stasiun

    yang digunakan. Metode ini cocok digunakan untuk stasiun yang tidak

    diketahui koordinatnya. Perhitungan dari metode ini sangat sederhana

    yaitu sebagai berikut:

    ̅ =

    (2.8)

    dengan:

    ̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)

    R = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari)

    n = jumlah stasiun

    2. Metode Poligon Thiessen

    Metode ini memperkirakan luas wilayah masing-masing stasiun, tinggi

    curah hujan dan jumlah stasiun. Hitungan curah hujan rerata dilakukan

    dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Untuk

    menggunakan metode ini setidaknya ada 3 stasiun hujan dan koordinat

    diketahui. Untuk menghitung hujan wilayah menggunakan rumus:

    ̅ =

    (2.9)

  • 30

    dengan:

    ̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)

    Rn = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari)

    Ln = jarak stasiun hujan (m)

    3. Metode Isohyet

    Isohyet adalah garis yang menghubungakan titik-titik dengan

    kedalaman hujan yang sama. Metode isohyet digunakan pada wilayah

    yang terdapat banyak stasiun hujan dan koordinat stasiun diketahui.

    Untuk menghitung menggunakan rumus berikut:

    ̅ = ∑

    (2.10)

    dengan:

    ̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari)

    In = garis isohyet ke 1,2,3…n, n+1

    An= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1 dan 2 , 2

    dan 3, ….. , n dan n+1 ( m2)

    2.3.3.5 Uji Kecocokan Distribusi

    Uji kecocokan pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan data

    pada kertas. Terdapat dua uji kecocokan yaitu sebagai berikut:

    1. Uji Chi Kuadrat

    Digunakan dalam menentukan persamaan distribusi terpilih yang

    mewakili dari distribusi statistik sampel data analisis. Kriteria penilaian

    adalah:

    Peluang > 5% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.

    Peluang < 1% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.

    Peluang antara 1% - 5% maka tidak dapat digunakan dan perlu

    adanya data tambahan.

    2. Uji Smirnov – Kolmogorov

    Pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi khusus. Cara ini lebih

    sederhana dari uji chi kuadrat. Terdapat perbedaan (Δ) tertentu apabila

    kemungkinan setiap varian dibandingkan. Apabila Δ maks yang terbaca

  • 31

    probabilitas < Δ kritis maka distribusi tidak dapat digunakan (Kamiana,

    2010).

    2.3.3.6 Analisis Intensitas Curah Hujan

    Besarnya curah hujan maksimum dalam suatu desain disebut juga

    intensitas curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Intensitas hujan

    digunakan untuk mengetahui debit rencana hujan yang akan digunakan.

    Untuk menghitung dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:

    1. Metode Monobe

    Untuk mendapat intesitas digunakan rumus:

    (2.11)

    dimana:

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)

    T = periode ulang hujan

    2. Metode Van Breen

    Selama 4 jam dengan hujan efektif 90% dari hujan 24 jam merupakan

    nilai besaran dari metode ini.

    Rumus yang digunakan:

    I =

    (2.12)

    dimana:

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)

    3. Metode Bell

    = ( 0,21. Ln(T)+ 0,52)(0,54.t

    0,25 – 0,50).

    (2.13)

    dimana:

    R = curah hujan (mm)

    T = Periode ulang hujan

    t =durasi hujan (menit)

    Perhitungan intesitas hujan sebagai berikut:

  • 32

    =

    .

    (

    (2.14)

    4. Metode Hasper Weduwen

    Perumusan metode Hasper adalah:

    1 ≤ t ≤ 24, maka:

    R = √

    . (

    (2.15)

    0 ≤ t ≤ 1, maka:

    R = √

    . (

    (2.16)

    Ri = XT . (

    ) (2.17)

    dimana:

    t = durasi hujan (jam)

    R,Ri= curah hujan Hasper –Weduwen (mm)

    Perhitungan intensitas hujan digunakan rumus:

    I =

    (2.18)

    dimana:

    I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

    2.3.3.7 Pemilhan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

    1. Metode Talbot

    Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan. Tetapan a dan b

    ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Berikut rumus untuk

    mencari nilai a dan b:

    I =

    (2.19)

    a = ∑ ∑ ∑ ∑

    ∑ ∑ (2.20)

    b = ∑ ∑ ∑

    ∑ ∑ (2.21)

    dimana:

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    t = durasi hujan

  • 33

    a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan

    2. Metode Ishiguro

    Metode Ishiguor ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Tetapan

    a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Adapun rumus

    tersebut:

    I =

    √ (2.22)

    a = ∑ √ ∑ ∑ √ ∑

    ∑ ∑ (2.23)

    b = ∑ ∑ √ ∑ √

    ∑ ∑ (2.24)

    dimana:

    a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan

    3. Metode Sherman

    Metode Sherman pertama ditemukan 1905, metode ini cocok untuk

    jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam. Tetapan a

    dijadikan dalam nilai log. Rumus tersebut adalah

    I =

    (2.25)

    log a = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑

    ∑ ∑ (2.26)

    n = ∑ ∑ ∑ ∑

    ∑ ∑ (2.27)

    dimana:

    I = intensitas hujan (mm/jam)

    t = durasi hujan

    a = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan

    n = banyak data

    Dari ketiga metode kita akan memilih 1 metode yang akan digunakan dalam

    penentuan intensitas hujan. Pemilihan rumus melihat selisih terkecil antar I

    asal dan I teoritis yang akan dipakai rumusnya (Kamiana, 2010).

    2.3.3.8 Perhitungan Limpasan Air Hujan

    Perhitungan debit limpasan dilakukan untuk mengetahui debit rencana yang

    akan datang. Nilai debit berdasarkan PUH yang akan digunakan.

  • 34

    Perhitungan debit menggunakkan rumus metode rasional. Untuk nilai C

    dapat dilihat pada Tabel 2.1. Rumus rasional yang digunakan adalah:

    Q = C. I. A (2.28)

    dimana:

    Q = debit puncak limpasan (m3/det)

    C = angka pengaliran (dapat dilihat pada Tabel 2.1)

    A = luas daerah pengaliran

    I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

    Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Limpasan No Kondisi Daerah Koefisien No Sifat Permukaan Tanah Koefisien

    1 Perdagangan 8 Jalan

    Daerah kota 0,70-0,95

    Aspalt 0,70-0,95

    Daerah dekat kota 0,50-0,70 Beton 0,80-0,95

    2 Pemukiman Batu bata 0,70-0,85

    Rumah tinggal 0,30-0,50 Batu kerikil 0,15-0,35

    Terpencar 0,40-0,60 9 Jalan raya dan trotoar 0,70-0,85

    Kompleks perumahan 0,25-0,40 10 Atap 0,75-0,95

    Pemukiman apartemen 0,50-0,70 11 Lapangan rumut, tanah

    berpasir

    3 Industri

    Kemiringan 2% 0,05-0,10

    Industri ringan 0,50-0,80 Kemiringan 2%-7% 0,10-0,15

    Industri berat 0,6-0,90 Curam 0,15-0,20

    4 Taman, Kuburan 0,10-0,25 12 Lapangan rumput, tanah

    keras

    5 Lapangan bermain 0,10-0,25

    Kemiringan 2% 0,13-0,17

    6 Daerah halaman KA 0,20-0,40 Kemiringan 2%-7% 0,18-0,22

    7 Daerah tidak terawat 0,10-0,30 Curam 0,25-,35

    Sumber: Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards, Dep.PU Jakarta

    November 1994

    2.3.4 Perhitungan Dimensi Saluran

    Untuk perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus manning. Rums

    manning digunakan untuk mengetahui koefisien kekasaran pada dasar

    saluran. Hal ini bertujuan untuk mengatahui apakah kapasitas eksisting

  • 35

    mengalami masalah atau tidak. Rumus yang digunakan adalah rumus

    Manning, yaitu:

    Q = V . A (2.29)

    V =

    (2.30)

    Q =

    . A . R

    2/3 . S

    1/2 (2.31)

    dimana:

    Q = debit air disalurkan (m3/det)

    V = kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)

    n = koefisien manning

    A = luas penampang basah (m2)

    S = kemiringan dasar saluran (m/m)

    R = jari-jari hidrolis (m)

    F = freeboard (m)

    C = koefisien , dengan syarat

    2.3.5 Perencanaan Hidrolika

    Aliran air dalam saluran dapat berupa aliran terbuka atau aliran pipa. Kedua

    jenis aliran ini serupa tetapi berbeda dalam beberapa hal penting. Aliran

    terbuka harus memiliki permukaan bebas, sedangkan aliran pipa tidak,

    karena air harus mengisi seluruh pipa (Hasmar, 2011).

    Dua jenis aliran dibandingkan pada gambar 2.8. Sebelah kiri adalah aliran

    pipa. Dimana dua tabung piezometer dipasang di pipa pada bagian 1 dan 2.

    Tingkat air dipertahankan olehtekanan pada ketinggian yang diwakili oleh

    garis hidrolik. Tekanan yang diberikan air ditunjukan dalam tabung sesuai

    tinggi air diatas garis tengah pipa. Total energi dalam aliran mengacu pada

    garis datum yaitu jumlah dari ketinggian z dari garis pusat pipa, tinggi

    piezometri y, dan kecepatan V2/2g, dimana V adalah kecepatan rata-rata

    aliran. Energi diwakilkan oleh garis tingkat energi. Hilangnya energi dari

    bagian 1 ke bagian 2 diwakili oleh hf. Saluran terbuka sendiri ditunjukkan

    pada bagian kanan Gambar 2.8. Diasumsikan alirannya parallel dan

  • 36

    memiliki distribusi kecepatan yang seragam dan sebagian kemiringan

    salurannya kecil. Dalam hal ini permukaan air dan kedalaman air sesuai

    dengan ketinggian piezometrik (Suripin, 2004).

    Pipe flow Open-channel flow

    Gambar 2. 8 Perbandingan antara pipe flow dan open-channel flow

    Sumber: Suripin, 2004

    Dari kedua saluran tersebut saluran terbuka lebih sulit karena kondisi

    disaluran terbuka diperumit oleh fakta bahwa posisi permukaan bebas

    cendengerung erubah dan fakta bahwa kedalaman aliran, debit, dan

    kemiringan dasar saluran saling bergantung (Suripin, 2004).

    2.3.5.1 Saluran Tahan Erosi

    Faktor yang diperhitungankan meliputi:

    a) Freeboard

    Jarak vertikal dari puncak tanggul sampai ke permukaan air pada kondisi

    perencanaan. Tinggi dipengaruhi oleh penambahan debit, fluktuasi air

    tanah, gerakan angina, karakteristik tanah dan gradien rembesan.

    Tinggi jagaan = 5% - 30 %

    Tinggi jagaan = √ , bila C = koefisien berkisar 0,46 untuk

    kapasitas 0,6 m3/dt dan 0,76 untuk kapasitas 8,50 m

    3/dt atau lebih

    besar.

    Tinggi jagaan menurut standar perencanaan, Departemen Pekerjaan

    Umum untuk saluran tanah dan pasangan seperti dalam Lampiran 7.

    b) Kecepatan aliran minimum

    Kecepatan minimum untuk v = 0,6-0,9 m/dt apabila persentase lumpur

    disaluran cukup kecil dan v = 0,75 m/dt dapat mencegah tumbuhnya

    tanaman yang dapat memperkecil debit saluran.

  • 37

    c) Kecepatan aliran minimum

    Kemiringan dipengaruhi oleh topografi, tinggi energi serta tujuan

    penggunaan saluran.

    d) Kemiringan dinding saluran

    Kemiringan tergantung dari jenis material, kontruksi, kehilangan air, dan

    geometri saluran. Untuk kriteria bisa diliat pada Lampiran 6 Tabel

    Kemiringan Dinding Saluran

    e) Jenis penampang

    Ada beberapa bentuk penampang yaitu:

    1. Trapesium

    Biasanya mengalirkan air hujan dengan debit besar. Umumnya terbuat

    dari tanah tetapi ada juga yang dibuat dari pasangan batu dan beton.

    Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.9. Digunakan apabila saluran

    terbuka dan lahan luas

    Gambar 2. 9 Saluran Trapesium Sumber: Wesli, 2008

    2. Segiempat

    Untuk mengalirkan air hujan dengan debit tinggi pada lokasi lahan

    yang kurang cukup. Penampang dapat dilihat pada Gambar 2.10.

    Digunakan apabila debit tinggi (Q) dan saluran terbuka.

    Gambar 2. 10 Saluran Segiempat Sumber: Wesli, 2008

    3. Segitiga

    Dapat mengalirkan air hujan dengan debit kecil. Penampang dapat

    dilihat pada Gambar 2.11. Umumnya digunakan pada:

    Debih rendah (Q)

    Saluran terbuka

  • 38

    '

    Gambar 2. 11 Saluran Segitiga

    Sumber: Wesli, 2008

    4. Lingkaran

    Untuk menyalurkan limbah air hujan debit kecil. Biasanya

    digunakan untuk saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan

    perumahan padat. Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.12.

    Gambar 2. 12 Saluran Lingkaran

    Sumber: Wesli, 2008

    2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

    Terdapat beberapa jurnal atau skripsi yang dijadikan kajian pustaka guna

    menunjang proses penulisan. Literatur yang digunakan dijadikan acuan

    dalam menentukan metode, proses analisis dan penerapan usulan yang

    digunakan dalam evaluasi dan usulan perbaikan sistem drainase di Jalan

    Ryacudu. Beberapa judul jurnal atau skripsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

    Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu No Nama Penulis Judul Metode Hasil

    1 Sadhu (2007)

    Evaluasi Sistem Drainase

    Saluran Sekunder Gayung

    Kebon Sari Kota Surabaya

    Log Pearson III

    Tedapat banjir di beberapa saluran ,

    penyebabnya kapasitas kurang,

    alternatif dengan redesain box culvert

    2 Setiawan dan

    Permana (2016)

    Evaluasi Sistem Drainase Di

    Kelurahan Paminggir Garut Log Pearson III

    Terdapat genangan di karenakan

    pendangkalan akibat sampah dan

    sedimen yan mengendap

    Perbaikan dengan normalisasi saluran

  • 39

    No Nama Penulis Judul Metode Hasil

    3 Taofiki, dkk

    (2017)

    Evaluasi Kapasitas Sistem

    Drainse Perumahan Gumbel

    Kapasitas eksisting tidak dapat

    menampung deibt rencana dank arena

    faktor banyak sampah curah hujan

    tinggi dan penyempitan saluran

    4 Wahyudi (2016)

    Perencanaan dan Perhitungan

    Ulang Saluran Drainse Kali

    Pucangan, Kota Sidoarjo,

    Jawa Timur

    Hidrograf Nakayasi Saluran meluap , dilakukan

    normalisasi dengan pelebaran saluran

    5 Muliawati (2015)

    Perencanaan Penerapan

    Sistem Drainase Berwawasan

    Lingkungan (Eko-Drainase)

    Menggunakan Sumur Resapan

    di Kawasan Rungkut

    Gumbel

    Terjadi genangan akibat eksiting tidak

    dapat menampung debit limpasan,

    dilakukan alternatif dengan

    pembuatan sumur resapan

    6 Qurniawan (

    2009)

    Perencanaan Sistem Drainase

    Perumahan Josroyo Permai

    RW 11 Kecamatan Jaten

    Kabupaten Karanganyar

    Log Normal

    Periode ulang dipakai 2 tahun, debit

    pada saluran utama 0,368 m3/s ,

    dengan dimensi B = 0,365 m dan h =

    0,316 m

    7 Purnama, dkk

    (2016)

    Perencanaan Sistem Jaringan

    Drainase Untuk Perumahan

    Baiti Jannati Sumbawa

    Log Pearson III

    Periode ulang dipakai 5 tahun, debit

    disalauran utama 1,7 m3/s dengan

    dimensi B = 0,7m dan h = 0,516 m

    2.5 Gambaran Umum

    2.5.1 Karakteristik Lingkungan Fisik

    Kelurahan Korpri Raya adalah kelurahan dari enam kelurahan yang ada di

    Kecamatan Sukarame yang telataknya di bagian timur Kota Bandar

    Lampung. Luas dari keluaran Korpri Raya sebesar 250 ha dan terletak pada

    ketinggian 820 m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kelurahan Korpri

    Raya adalah sebagai berikut: sebelah Utara : Kecamatan Tanjung Senang,

    sebelah Selatan : Kelurahan Way Dadi, sebelah Barat : Kelurahan Way Dadi

    Baru, dan sebelah Timur : Kelurahan Korpri Jaya. Kelurahan Korpri Raya

    memiliki 2 Lingkungan (LK) dan 19 Rukun Tetangga (RT. Batas wilayah

    dapat dilihat pada Gambar 2.13 (BPS Bandar Lampung, 2019).

  • 40

    Gambar 2. 13 Peta Administrasi Kecamatan Sukarame Sumber: BPS Bandar Lampung

    2.5.2 Populasi

    Berdasarkan data BPS 2019 dari tahun 2018 yang tercatat di kelurahan

    Korpri Raya memiliki penduduk berjumlah 3.893 orang. Dengan sex ratio

    sebesar 99. Korpri Raya memiliki kepadatan penduduk 1.557 km2.

    Penggunaaan alat kontrasepsi di Korpri Raya sebanyak 611: 178 pil,192

    IUD, 18 kondom, 14 MOW, 2 MOP, 178 suntikan dan 18 implan. Data

    pasangan usia subur pada Korpri Raya 528 pasangan (BPS Bandar

    Lampung, 2019).

    2.5.3 Kondisi Hidrologi

    Pada Kelurahan Korpri Raya tidak memilki sungai besar untuk digunakan

    sebagai sumber air bersih dan menampung air yang berlebih. Kelurahan

    Korpri Raya memiliki 1 badan air yang tidak begitu besar untuk

    menampung hujan. Untuk mempermudah dalam mentukan jalur aliran di

  • 41

    buat Peta DAS yang tedapat pada Gambar 2.14 (BPS Bandar Lampung,

    2019).

    Gambar 2. 14 Peta DAS Kelurahan Korpri Raya , Sukarame, Bandar Lampung

    Sumber: http://portal-ina-sdi.or.id (diakses pada agustus 2020)

    2.5.4 Prasarana

    Terdapat berbagai macam prasarana untuk menunjang kegiatan masyarakat

    di Kelurahan Korpri Raya. Prasarana yang tersedia meliputi fasilitas

    kesehatan, perdagangan atau industri, rumah makan, hiburan, perhubungan,

    keuangan, keagamaan, dan pendidikan. Berikut beberapa prasarana yang

    ada terlihat pada Tabel 2.3 (BPS Bandar Lampung, 2019).

    Tabel 2. 3 Prasarana Kelurahan Korpri Jenis Fasilitas Jumlah

    Pendidikan

    SD 3

    SMP 1

    SMU 1

    MI 2

    Pendidikan MTs 1

    Pondok Pesantren 1

  • 42

    Jenis Fasilitas Jumlah

    Kesehatan

    Puskesmas 1

    Puskesmas Pembantu 1

    Poskeskel 1

    Poliklikik 1

    Praktek Bidan 1

    Posyandu 1

    Apotek 1

    Keagamaan Masjid 4

    Musholla 4

    Pedagangan atau Industri

    Air Minum Isi Ulang 2

    Pasar 1

    Minimarkaet 6

    Toko 2

    Perhubungan Angkutan Umum 1

    Rumah Makan Rumah Makan 1

    Hiburan Kolam Renang 1

    Keuangan Koperasi 1

    Sumber: Sukarame Dalam Angka 2018

    2.5.5 Kondisi Permasalahan Drainase

    Korpri Raya sudah memiliki saluran drainase pada jalan Ryacudu Saluran

    drainase berada dikedua ruas jalan baik kiri maupun kanan. Pada beberapa

    titik mengalami kerusakan seperti kerusakan dinding saluran, adanya

    timbunan (tanah, sampah, dedaunan) seperti terlihat pada Gambar 2.15,

    saluran di atasnya tedapat bangunan tetapi tidak diberikan lubang untuk air

    masuk kesaluran.

    Drainase pada kedua ruas jalan tersebut sudah terbuat dari material beton.

    Selain itu ada juga yang muka tanah saluran drainase lebih tinggi

    dibandikan dengan muka tanah jalannya. Hal tersebutlah yang menyebabkan

    adanya genangan air ketika hujan turun.

    Sistem drainase dirasa kurang terencana dan kurang memerhatikan daerah

    resapan air hujan. Kebersihan saluran tidak terjaga karena masih ada yang

    terdapat sampah ataunya sejenisnya. Selain itu mungkin saja salurannya

    sendiri memiliki kapasitas yang kurang mencukupi untuk menampung air

  • 43

    hujan. Tertutupnya saluran juga merupakan hal yang perlu dicermati.

    Karena apabila salurannya tertutup dan tidak ada diberi lubang air tidak

    dapat mengalir atau masuk ke saluran drainase. Akibatnya air melimpas dan

    akan menyebabkan genangan di sepanjang jalan.

    z

    Gambar 2. 15 Drainase Tertutup Oleh Sedimen