Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Konsep Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta yang
berlakukan dengan pabrik-pabrik organisasi publik. Dari berbagai buku lama
terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor public disebut akuntansi pemerintahan.Dan
di berbagai kesempatan tersebut juga sebagai akuntansi keuangan public.Berbagai
perkembangan terakhir, sebagai dampak keberhasilan penerapan accrual base di
Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor public
didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Artinya “… mekanisme
teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaandana masyarakat
(Bastian, 1999).
Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang
dimiliki oleh masyarakat bukan individual, yang biasanya dikelola oleh
organisasi-organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama
sektor public dan swasta. Sehingga akuntansi sektor public dapat didefinisikan
sebagai “…mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-
departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BMUD, LSM dan yayasan
sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor public dan swasta. (Dr.
Indra Bastian M. , 2001, p. 6)
33
(Abdul Halim, 2012, p. 3) menjelaskan bahwa organisasi jika diliat dari
tujuannya dapat digolongkan pada organisasi yang bertujuan atau bermotif
mencari laba, dan organisasi yang bertujuan atau bermotif selain mencari laba.
Akuntansi untuk organisasi yang bertujuan mencari laba dikenal sebagai
Akuntansi (Sektor) Bisnis, dan untuk organisasi yang bertujuan selain mencari
laba dikenal sebagai Akuntansi Sektor Publik. Dengan demikian ASP dapat diberi
definisi sebagai “ suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan
pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi atau entitas public
seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain yang dijadikan sebagai informasi dalam
rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.
Sementara itu, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban darah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut (Pasal 1 butir 5 PP No. 58 Tahun 2005).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Akuntansi Keuangan Daerah adalah
proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi
keuangan dari organisasi pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi
dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan pihak internal dan
eksternal.
2.1.2 Standar Akuntansi Pemerintah
(Abdul Halim, 2012, p. 225) menjelaskan standar akuntansi adalah acuan
dalam penyajian laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak-pihak di luar
organisasi yang mempunyai otoritas tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima
34
umum. Standar akuntansi berguna bagi penyusun laporan keuangan dalam
menentuka informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi.
Dalam akuntansi sektor publik dikenal akuntansi pemerintahan, dalam akuntansi
pemerintahan ini data akuntansi digunakan untuk memberikn informasi mengenai
transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah kepada pihak eksekutif, legislatif dan
masyarakat.karena akuntansi keuangan pemerintah menghasilkan informasi bagi
pihak intern maupun ekstern pemerintah, sehingga dapat digolongkan sebagai
akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan.
Standar Akuntansi pemerintahan ((SAP), 2011) yang ditetapkan pada
tanggal tanggal 22 oktober 2010 sesuai dengan diterbitkannya PP Nomor 71
Tahun 2010 basis akuntansi yang digunakan pada sistem akuntansi pemerintah di
Indonesia adalah menggunakan basis akrual.Standar akuntansi pemerintahan
menggunakan dua basis akuntansi, yaitu basis kas dan basis akrual, secara
bersama-sama untuk transaksi pendapatan, yaitu pendapatan terkait dengan
operasional menggunakan basis akrual dan pendapatan terkait dengan pelaksanaan
anggaran mengguanakan basis kas. Hal ini sebenarnya mengarah pada
pengguanaan modifikasi basis akrual dengan basis kas bukan basis akrual
penuh.Penerapan basis akrual penuh dapat dilakukan apabila pelaksanaan
anggaran juga menggunakan basis akrual.
2.1.3 Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem akuntansi pemerintah saat ini telah dikembangkan dan
diimplementasikan bertahap dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
35
Keuangan RI No. 476/KMK.01/1991 tanggal 21 Mei 1991 tentang Sistem
Akuntansi Pemeerintah.
Tahap pertama telah dilaksanakan mulai tahun anggaran 1991/1992 dan
selanjutnya dilaksanakan secara bertahap, dan dirancang pada akhir tahun
anggaran 1999/2000 seluruh Departemen/Lembaga di seluruh provinsi dapat
dicakup. Sebelum sistem akuntansi pemerintah dilaksanakan secara penuh, sistem
yang sekarang dilaksanakan dinyatakan tetap berlaku.
Perkembangan selanjutnya, ternyata akuntansi keuangan untuk sektor
swasta maju pesat sedangkan akuntansi disektor pemerintah masih mengikuti
konsep-konsep yang diterapkan sejak zaman Belanda. Meskipun ada perbaikan
dalam akuntansi pemerintah, peyempurnaan yang bersifat mendasar belum pernah
dilakukan, sedangkan sistem tersebut memiliki kelemahan, (Dr. Indra Bastian M. ,
2001) yaitu :
1. Pada pemerintah, sebagian besar aktivitasnya dibiayai melalui anggaran yang
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-undang. Pencatatan pelaksanaan
anggaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terpadu karena berdasarkan sistem
tata buku tunggal (single entry).
2. Pengelompokan perkiran yang digunakan pemerintah dirancang hanya untuk
memantau dan melaporkan realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran
saja.
3. Pada akuntansi asset tetap, kelemahannya selain tidak terintregasi dengan
keuangannya juga dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tidak
dibebankan secara tegas antara belanja modal dan belanja operasional.
36
4. Penyususnan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN yang
dituangkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN) semula
berdasarkan Sumbangan Perhitungan Anggaran/SPA dari seluruh
Departemen/Lembaga.
5. Tidak ada standard dan prinsip akuntansi pemerintah keuangan menjaga
kewajaran dan keseragaman perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah.
6. Khusus dalam pengelolaan keuangan Negara, semakin tahun jumlah APBN
yang harus dikelola semakin besar dan masalah yang harus ditangani
pemerintah semakin kompleks dan beragam, sedangkan dalam sistem
akuntansi pemerintah yang lama tersebut terdapat beberapa kelemahan.
Menurut (Indra Bastian, 2006, p. 98) sistem akuntansi pemerintah daerah
meliputi serangkaian proses ataupun prosedur, baik manual maupun
terkompterisasi, yang dimulai dari pencatatatan, penggolongan, dan peringkasan
transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran
pemerintah daerah.
(Mahmudi, 2011, p. 223) menyebutkan terdapat dua bagian umum Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah yang terdiri dari :
a. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Daerah pada Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (SKPKD)
b. Sistem Akuntansi Instansi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
37
Dengan lahirnya Permendagri No. 13/2006 ini, akan terjadi reformasi dalam
pengelolaan keuangan daerah yang transparan untuk tahun 2007 dan seterusnya.
Reformasi tersebut mencakup desentralisasi sistem akuntansi dan keuangan,
dimana unit kerja memperoleh wewenang mengelola keuangannya sendiri. Hal ini
berbeda dengan praktik sebelumnya yang didasarkan pada Kemendagri No.
29/2002, dimana pengelolaan keuangan hanya dilakuakan di biro/bagian keuangan
pemda.
Berdasarkan Pemendagri No. 13/2006, sistem akuntansi pemerintah daerah
dikoordinasikan oleh Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD), PPKD
adalah kepala satuan kerja pengelolaan keuangan daerah (Kepala SKPKD).
Pejabat ini bertugas untuk melaksanankan pengelolaan APBD dan bertindak
sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD). Dalam sistem akuntansi ini, PPKD
dibantu oleh PPK-SKPD melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
Pejabat ini bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur
penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran di tingkat
SKPD.
2.1.4 Anggaran
Perencanaan dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting. Anggaran
bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan dimasa
mendatang. Pemikiran strategis di setiap organisasi adalah proses dimana
manajemen berfikir tentang penv gintregasian aktivitas organisasional ke arah
tujuan yang berorientasi ke sasaran masa mendatang. Semakin bergejolak
lingkungan pasar, tehnologi atau ekonomi eksternal, manajemen akan didorong
38
untuk menyusun strategi. Pemikiran strategis manajemen direalisasi dalam
berbagai dokumen perencanaan, dan proses intregasi keseluruhan ini didukung
prosedur penganggaran organisasi. (Dr. Indra Bastian M. , 2001, p. 79)
2.1.4.1 Pengertian Anggaran
Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang
mencerminkan pilihan kebijaksanaan umum untuk suatu periode dimasa yang
akan datang. Dalam pengertian umum ini, tercakup baik anggaran perusahaan,
anggaran sektor publik, anggaran negara maupun anggaran untuk lembaga-
lembaga lain. (Drs. Revrisond Baswir, 2000, p. 25)
Mardiasmo (2005) dalam buku (Deddi Nordiawan, 2014) mendefisikan
anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, dan
penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Sementara itu,(Indra Bastian, 2006) berpendapat bahwa anggaran
merupakan paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang
diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Pengertian-pengertian diatas mengungkap peran strategis anggaran dalam
pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya
berkeinginan member pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi keinginan
tersebut sering kali terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki.Di
sinilah, fungsi dan peran penting anggaran.
39
2.1.4.2 Anggaran Sektor Publik
Menurut (Moh. Mahsun, 2012) Anggaran merupakan pernyataan mengenai
estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Dalam organisasi sektor publik anggaran
merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
program-program yang dibiayai dengan uang publik. Penganggaran dalam sektor
publik merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses
penentuan alokasi dan auntuk setiap program maupun aktifitas. Tiga aspek yang
harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi aspek perencanaan, aspek
pengendalian, dan aspek akuntabilitas publik. Secara rinci, anggaran sektor publik
berisi tentang besarnya belanja yang harus dikeluarkan untuk membiayai program
dan aktivitas yang direncanakan serta cara untuk mendapatkan dana untuk
membiayai program dan aktivitas tersebut.
Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah,
merupakan sebuah prosesyang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang
cukup signifikan. Bagi organisasi sektor public seperti pemerintah, anggaran tidak
hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntanbilitas atas
pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya.
2.1.4.3Jenis-Jenis Anggaran
Menurut (Deddi Nordiawan, 2014, p. 71) secara garis besar, anggaran dapat
diklasifikasikan menjadi berikut:
1. Anggaran operasional dan anggaran modal (current vs capital budgets)
40
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam
menjalankan operasi sehari-hari dalam kurun waktu satu tahun.Angaran
operasional ini juga sering dikelompokkan sebagai pengeluaran pendapatan
(revenue espenditure), yaitu jenis pengeluaran yang bersifat rutin dan
jumlahnya kecil serta tidak menambah fungsi suatu asset.
Anggaran modal (capital budget) menunjukkan rencana jangka panjang
dan pembelanjaan atas aktiva tetap, seperti gedung, peralatan, kendaraan,
perabot, dan sebagainya. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya
cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah asset
atau kekayaan organisasi sector publik, yang selanjutnya akan menambah
anggaran operasional untuk biaya pemeliharaannya.
2. Anggaran berdasarkan pengesahan (tentative enacted budgets)
Anggaran tentatif adalah anggaran yang tidak memerlukaan
pengesahan dari lembaga legislative karena kemunculannya yang dipacu oleh
hal-hal yang tidak direncanakan sebelumnya. Sebaliknya, anggaran anacted
adalah anggaran yang direncanakan, kemudian dibahas dan disetujui oleh
lembaga legislatif.
3. Anggaran dana umum vs anggaran dana khusus (general vs special budgets)
Dana umum digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah yang
bersifat umum dan sehari-hari, sedangkan dana khusus
dicadangkan/dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu, misalnya Debt Service
Fund yang digunakan khusus untuk pembayaran utang. Anggaran untuk dana
41
umum disebut anggaran dana umum (general budget) dan anggaran untuk
dana khusus disebut anggaran dana khusus (special budget).
4. Anggaran tetap vs anggaran flaksibel (fixed vs flexible budget)
Dalam anggaran tetap, apropsiasi belanja sudah ditentukan jumlah
diawal tahun anggaran.Jumlah tersebut tidak boleh dilampaui meskipun ada
peningkatan jumlah kegiatan yang dilakukan.Dalam anggaran flaksibel, harga
barang/jasa per unit telah ditetapkan. Namun, jumlah anggaran secara
keseluruhan akan berfluktuasi bergantung pada banyaknya kegiatan yang
dilakukan.
5. Anggaran eksekutif vs anggaran legislatif (executive vs legislative budget)
Berdasarkan penyusunannya, anggaran dapat dibagi menjadi anggaran
eksekutif (executive budget), yaitu anggaran yang disusun oleh lembaga
eksekutif, dalam hal ini pemerintah, serta nggaran legislatif (legislative
budget),yaitu anggaran yang disusun oleh lembaga legislatif tanpa melibatkan
pihak eksekutif. Selain itu, ada juga yang disebut angaran bersama (join
budget), yaitu anggaran yang disusun secara bersama-sama antara lembaga
eksekutif dan legislatif.
2.1.5 Penyusunan Anggaran Keuangan Daerah
Penyusunan anggaran pemerintah daerah mengacu pada rencana strategis
dan rencana kerja. Rencana strategis adalah dokumen perencanaan yang
menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatanpemerintah
dalam jangka waktu lima tahun. Sedangkan rencana kerja adalah dokumen
perencanaan pemerintah yang memuat rencana kerja untuk periode satu tahun.
42
Berdasarkan rencana strategis dan rencana kerja tersebut disusun anggaran
pemerintah, tingkat anggaran daerah yang disebut APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah). Dengan pola penyusunan anggaran yang harus berpedoman
pada rencana strategi diharapkan program kerja dan anggaran tidak sekedar
berorientasi satu tahun tetapi juga mengacu pada rencana pembangunan jangka
menengah. Untuk lebih menjamin keterkaitan antara proses perencanaan dan
penganggaran tersebut, aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan
perspektif jangka menengah, penerapan penganggaran secara terpadu, dan
penganggaran berdasarkan kinerja harus diterapkan dengan baik.
Dokumen penyusunan anggaran pemerintah dalam tahap-tahap penyusunan
APBN (Moh. Mahsun, 2012)antara lain :
1. RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)
Merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
program dan kegiatan suatu satuan kerja pemerintah dan sebagai penjabaran
dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana kerja pemerintah yang
bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakannya.
2. RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Merupakan rencana anggota yang harus dibahas oleh Tim Anggaran
dan Legislatif sebelum diretifikasi/disahkan menjadi APBD.
3. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Merupakan RAPBD yang telah disetujui oleh legislatif memuat rencana
pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah selama satu tahun.
43
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah daftar yang
memuat rincian penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu
tahun yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda) untuk masa satu tahun,
mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBD terdiri atas
anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. Pendapatan darah
berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.Belanja daerah merupakan kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih.
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berdasarkan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, terdiri dari :
1. Pendapatan
Pendapatan terdiri dari :
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
2. Belanja
Belanja terdiri dari :
Belanja Aparatur Daerah
Belanja Pelayanan Publik
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
Belanja Tak Tersangka
3. Pembiayaan
44
Pembiayaan ini meliputi :
Penerimaan Daerah
Pengeluaran Daerah
Dalam penyusunan suatu APBD adalah memiliki proses sehingga anggaran
tersebut dapat dipenuhi. Adapun proses penyusunan APBD juga diterangkan oleh
(Moh. Mahsun, 2012) adalah :
1. Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran
berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai
landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.
2. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas
prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah.
3. Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Perangkat Daerah selaku
pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan
Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
4. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun
dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dan prakiraan
kerja.
5. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
45
6. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggarandisampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rencana Peraturan
Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
7. Pemerintah Daerah mengajukan Rencana Peraturan Daerah tentang APBD,
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
8. Pembahasan Rencana Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai
dengan Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
9. DPRD dapat mengjukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rencana Peraturan Daerah tentang APBD,
sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan deficit anggaran.
10. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci smapai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui
Rencana Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai setiap bulan,
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaanya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.Pemerintah
daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis
untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada DPRD
selambat-lambatnya pada akhir juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk
dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan perubahan keadaan dibahas
bersama DPRD dan Pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
46
Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Penyesuaian APBD
dilakukan apabila terjadi (Moh. Mahsun, 2012, hal. 78) :
1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD.
2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja.
3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk membiayai anggaran yang berjalan.
Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya akan diusulkan dalam rangka
perubahan APBD, dan disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggran.
Pemerintah Daerah mengajukan Rencana Peraturan Daerah tentang Perubahan
APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk
mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
terakhir.
2.1.6 Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran adalah laporan yang berisi tentang informasi
mengenai realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan dari suatu entitas yang
dibandingkan dengan anggran ketiga pos tersebut. Melalui laporan realisasi
anggaran dapat diketahui prediksi tentang sumber daya ekonomi yang akan
diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah serta risiko
ketidakpastian atas sumberdaya ekonomi tersebut. Selain itu laporan realisasi
anggaran juga memberikan informasi tentang indikasi apakah sumberdaya
ekonomi yang diperoleh dan digunakan telah dilaksanankan sesuai prinsip
47
ekonomis, efisiensi dan efektifitas, sesuai dengan anggran yang ditetapkan serta
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu
periode pelaporan.
Informasi tambahan, termasuk informasi nonkeuangan, yang berkaitan
dengan laporan realisasi anggaran disajikan dalam Nota Perhitungan
APBN/APBD.Laporan realisasi anggaran disajikan selambat-lambatnya 6 bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran.
Unsur-unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan realisasi Anggaran
terdiri dari (Moh. Mahsun, 2012) :
a. Pendapatan-LRA
Merupakan penerimaan oleh Bendahara Umun Negara/Bendahara
Umum Daerah atau suatu entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo
Anggaran lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang
menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
b. Belanja
Adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara
Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran bersangkutanyang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
48
c. Transfer
Adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi
hasil.
d. Pembiayaan
Adalah setiap pengeluaran/penerimaan yang tidak berpengaruh pada
kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau akan diterima
kembali, baik pada tahun anggran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya, yang dalam pengangaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan
pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil diventasi.
Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali
pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan
modal oleh pemerintah.
2.1.7 Akuntansi Belanja
Definisi belanja menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah :
belanja yaitu semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkuan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Definisi lain dari
belanja ini adalah seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.13 Tahun 2006 : belanja adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui
sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih. Kedua definisi tersebut menjelaskan
bahwa transaksi belanja akan menurunkan ekuitas dana pemerintah daerah.
49
Kedua peraturan yang mengatur penatausahaan belanja tersebut,
mengklasifikasikan belanja dengan klasifikasi yang berbeda. Berbedaan dimasud
semata-mata karena ada hal lain yang ingin dicakup dalam Permendagri No. 13
Tahun 2006. Sebagaimana diketahui Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan
pedoman pengelolaan keuangan daerah yang mencakup mengenai perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, akuntansi dan pertanggungjawaban. Sebagai
instrument penganggaran, beberapa informasi diperlukan diantaranya informasi
pengendalian yang dikaitkan dengan konsep anggaran berbasis kinerja.
Konsep anggaran berbasis kinerja menghendaki adanya keterkaitan
antaraoutput/ hasil dari suatu program/kegiatan dikaitkan dengan input yang
digunakan. Dalam bahasa keuangan, input tersebut tercermin dari belanja yang
dikeluarkan untuk membiayai suatu program. Dalam Permendagri No. 13 Tahun
2006 terdapat pengelompokan Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang
tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program/kegiatan.(M. Ramli
Faud, 2015)
2.1.8 Anggaran Belanja Langsung
(Moh. Mahsun, 2012, p. 98) menjelaskan kelompok anggaran belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri dari :
a) Belanja Pegawai
Belanja pegawai merupakan belanja untuk honorarium/upah dala
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.
b) Belanja Barang dan Jasa
50
Belanja barang dan jasa merupakan belanja untuk pembelian/pengadaan
barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulandan pemakaian
jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah, mencakup
belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi,
perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atribut, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas,
perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
c) Belanja Modal
Belanja modal merupakan belanja untuk pembelian/pengadaan atau
pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari
12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti
dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi
dan jaringan, dan asset tetap lainnya.
2.1.9 Anggaran Belanja Tidak Langsung
Kelompok anggaran belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan.(Farhandika, 2014) menjelaskan kelompok belanja tidak langsung terdiri
dari :
a) Belanja pegawai
51
Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan
tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri
sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b) Bunga
Bunga adalah belanja untuk pembayaran bunga utang yang dihitung
atas kewajiban pokok utangberdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
c) Subsidi
Subsidi adalah belanja untuk bantuan biaya produksi kepada
perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi atau jasa yang
dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
d) Hibah
Hibah adalah belanja untuk pembelian hibah dalam bentuk utang,
barang/jasa kepada pemerintah daerah lainnya, dan kelompok
masyarakat/perseorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntuknya.
e) Bantuan Sosial
Bantuan sosial adalah belanja untuk pemberian bantuan dalam bentuk
uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
f) Belanja Bagi Hasil
Belanja bagi hasil adalah balanja untuk dana bagi hasil yang bersumber
dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan
kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah
52
tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
g) Bantuan Keuangan
Bantuan keuangan adalah belanja untuk bantuan keuangan yang bersifat
umum atau khusus kepada pemerintah dalam rangka pemerataan atau
peningkatan kemampuan keuangan.
h) Belanja Tidak Terduga
Belanja tidak terduga adalah benlanja untuk kegiatan yang sifatnya
tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana
alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya
yang telah ditutup.
2.1.10 Efektifitas
Efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target
kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan
tujuan dan sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Indicator
efektifitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak dari keluaran program
dalam mencapai tujuan program. (Mardiasmo, 2009)
(Ulum MD, 2012, p. 31) menjelaskan rasio efektivitas menggambarkan
kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil. Semakin
tinggi rasio efektivitas maka semakin baik kinerja pemerintah daerah.
53
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio
yang dihasilkan mencapai minimumsebesar 1(satu) atau 100%. Semakin tinggi
rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.Guna
memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas tersebut dibandingkan
dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah.
2.1.11 Efisiensi
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
realisasi pendapatan yang diterima. Efisiensi merupakan ukuran tingkat
penggunaan anggaran dalam suatu proses. Semakin hemat/sedikit penggunaan
anggaran, maka prosesnya dikatakan semakin efisien. Efisiensi ditandai dengan
perbaikan proses sehingga menjadi lebih murah dan lebih cepat. Kinerja
pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan
efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100%.
Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
(Ulum MD, 2012, p. 32)
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran
efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang
dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan operasional dapat
dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai
dengan menggunakan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya. Indicator
efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit
organisasi dan keluaran yang dihasilkan. (Imauel Pangkey, 2015).
54
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini adalah rekapitulasi dari penelitian yang telah dilakukan
oleh (Riswa Yudhi Fahrianta, 2012), (Melania Rampengan, 2016), (Imauel
Pangkey, 2015). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya mengenai analisis efektifitas dan efisiensi belanja daerah, untuk dapat
jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO
Nama
Peneliti /
Tahun
Judul Tujuan Metode
Penelitiaan Hasil Penelitian
1. (Riswa
Yudhi
Fahrianta,
2012)
Analisis
Efisiensi
Anggaran
Belanja Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Kapuas
Menganalisis
anggaran dan
realisasi
belanja pada
Dinas
Pendidikan
Kab. Kapuas
dengan focus
pada tingkat
efisiensi
anggaran
belanja dinas
pendidikan
Kapuas tahun
2008-2012
Deskripsi Tingkat/ rasio
efisiensi anggaran
belanja yang
dicapai trendnya
cenderung
menurun dari
tahun ke tahun,
tetapi secara
keseluruhan dapat
dikatakan bahwa
dinas pendidikan
Kab. Kapuas telah
efisien dalam
menggunakan dan
mengelola
55
anggaran belanja.
2. (Melania
Rampengan,
2016)
Analisis
Efektivitas
dan Efisisensi
Pelaksanaan
Anggaran
Belanja Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
(BAPPEDA)
Kota Manado
Menganalisis
efektivitas
dan efisiensi
suatu
pelaksanaan
anggaran
belanja dari
BAPPEDA
Kota Manado
Tahun 2011-
2015
Deskriptif
Kualitatif
Tingkat atau
kriteria efektifitas
anggaran belanja
pada
BAPPEDAKota
Manado tahun
2011-2015 yang
bervariasi. Tingkat
efektifitas tertinggi
pada tahun 2015
dan terendah tahun
2013. Sedangkan
tingkat
efisiesisecara
keseluruhan sudah
diolah secara baik.
3. (Imauel
Pangkey,
2015)
Analisis
Efektivitas
dan Efisiensi
Anggaran
Belanja pada
Dinas
Kebudayaan
dan Pariwisata
Untuk
mengetahui
efektivitas
dan efisiensi
anggaran
belanja
daerah pada
Dinas
Data
Kualitatif
Dalam periode
anggaran belanja
2010-2014 untuk
efektivitas
penggunaan
anggaran belanja
langsung
keseluruhannya
56
Sumber : Jurnal
Provinsi
Sulawesi
Utara
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Provinsi
Sulawesi
Utara
tidak efektif,
karena dari seetiap
program dan
anggaran yang
direncanakan,
banyak program
yang terealisasi
tetapi tidak sesuai
anggaran yang
direncanakan dan
ada program yang
tidak terealisasi.
Sementara untuk
tingkat efisien
anggaran belanja
tidak langsung dari
periode 2010-2012
tidak efisien,
karena anggaran
belanja tidak dapat
mencapai atau
bahkan melampau
anggaran yang
direncanakan
57
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdaasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu diatas, maka dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Sesuai dengan kerangka pemikiran teoritis seperti gambar diatas, dimana
efektifitas akan menganalisis realisasi anggaran belanja yang terdiri dari
total anggaran belanja langsung dan tidak langsung dibagi target anggaran
belanja Sedangkan untuk efisiensi ditinjau dari realisasi anggaran belanja
langsung dibagi realisasi belanja langsung pada anggran belanja.
Tingkat Efektifitas Tingkat Efisiensi
Target dan Realisasi
Anggaran Belanja Langsung
dan Tidak Langsung
Anggaran Belanja Langsung
Anggaran Belanja