20
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009). Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikro arsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006). 2.1.2. Etiologi Menurut Junaedi (2007), beberapa penyebab osteoporosis yaitu: 1. Osteoporosis pasca menopause, terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Osteoporosis

2.1.1. Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

porous berarti berlubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya

rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan

kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,

2009). Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat khas berupa massa tulang yang

rendah, disertai perubahan mikro arsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya berakibat meningkatnya kerapuhan tulang

dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).

2.1.2. Etiologi

Menurut Junaedi (2007), beberapa penyebab osteoporosis yaitu:

1. Osteoporosis pasca menopause, terjadi karena kurangnya hormon estrogen

(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke

dalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75

tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen

produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung

3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang

sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

6

2. Osteoporosis senilis, kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium

yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan

hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya

terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering

menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca

menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder

yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa

disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,

paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,

antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).

4. Osteoporosis juvenil idiopatik, merupakan jenis osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda

yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal,

dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.1.3. Patogenesis

Menurut Manolagas (2000) terjadinya osteoporosis secara seluler

disebabkan karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan

aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan

penurunan massa tulang. Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel

osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya, yaitu:

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

7

1. Defisiensi estrogen

Keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas dan

beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1),

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a) yang merupakan

sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Estrogen meningkatkan sekresi

Transforming Growth Factor-beta (TGF-b), yang merupakan satu-satunya faktor

pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel

osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel

osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa

faktor pertumbuhan dan sitokin (Waters, et al. 1999).

Menurut Monroe, et al (2003) defisiensi hormon estrogen akan mempengaruhi

aktivitas esteoblas pada tulang. Estrogen merupakan hormon seks steroid

memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi

aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja

dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin

utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan di atas bahwa sel osteoblas

di dalam sitosol.

Sel osteoblas dalam diferensiasinya

kali lipat dari reseptor estrogen alpha (ER . Di dalam percobaan hewan defisiensi

estrogen menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan

tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang

kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

8

juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand

(RANK-L). Di sisi lain, estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin

(OPG) dan TGF- (Transforming Growth Factor-beta) pada sel osteoblas dan sel

stroma yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan

apoptosis dari sel osteoklas (Bell, 2003).

2. Faktor sitokin

Stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui suatu

jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-

stimulator. Grup sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah:

IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary

Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Factor (TNF), Granulocyte

Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan Macrophage-Colony

Stimulating Factor (M-CSF), sedangkan IL-4, IL-10, IL-18, dan interferon-g,

merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis. Interleukin-6

merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian, oleh karena

meningkatnya IL-6 terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa

penyakit, antaranya berpengaruh pada remodeling tulang dan terjadinya

penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik (Pfeilschifter, 2002).

3. Pembebanan

Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik

dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan

tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga

memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

9

tulang. Pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk, dan kekuatan

jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan tulang dan arsitektur

tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang

memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik.

Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang akan

membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua (Liswati, 2007).

2.1.4. Diagnosa

Diagnosa osteoporosis ditegakkan bedasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan

rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk

menyingkirkan keadaan lain yang dapat menyebabkan osteoporosis. Pemeriksaan

yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi radioisotop, MRI (Magnetic

Resonance Imaging), serta pemeriksaan dengan densitometer (untuk mengetahui

kepadatan tulang). Mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang

dilakukan pemeriksaan untuk menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling

akurat adalah DEXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman

dan tidak menimbulkan nyeri, serta dapat dilakukan dalam waktu 5 - 15 menit

(Syam, 2014).

Menurut Kusumawidjaya (2006) pemeriksaan yang paling penting adalah

pengukuran masa tulang. Saat ini baku standar pengukuran masa tulang adalah

dengan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Alat ini menggunakan

radiasi sinar-X yang sangat rendah. Pengukuran dapat dilakukan pada seluruh

tulang, namun biasanya dilakukan pada tulang belakang, leher femur dan radius

distal.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

10

2.1.5. Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dan pengobatan osteoporosis dapat dilakukan dengan:

1. Estrogen

Liswati (2007) menyatakan bahwa pengobatan wanita postmenopause dengan

estrogen akan menghentikan kehilangan tulang (perlindungan terhadap terjadinya

osteoporosis) pada wanita usia 50, 60 atau 70 tahun. Terapi estrogen dihentikan

bila tidak ada peningkatan massa tulang. Pengobatan dengan estrogen

memberikan gambaran efek terapi pada kasus osteoporosis. Estrogen dianggap

dapat menghambat resorpsi tulang, terapi pemberian estrogen sebagai pencegahan

terhadap osteoporosis berdasarkan observasi sebagai berikut :

1. Kejadian osteoporosis meningkat post menopause.

2. Wanita yang mengalami ovariektomi bilateral memperlihatkan gejala

osteoporosis lebih dini.

3. Penderita yang mengalami osteoporosis umumnya berkurang dengan

pemberian estrogen.

Menurut Suherman (2006) pemberian estrogen merupakan dasar pencegahan

dan pengobatan kehilangan tulang post menopause. Korelasi yang bermakna

terdapat di antara kadar estradiol dengan persentasi kenaikan densitas tulang

belakang 1 tahun setelah pemberian implan 75 mg estradiol dan 100 mg

testosteron. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan semuanya dapat

meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik

dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena

osteoporosis pada panggul dan tulang punggung. Belum ada kesepakatan,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

11

bagaimana estrogen dapat mencegah kehilangan tulang dan masih merupakan

teori. Estrogen mencegah osteoporosis dengan cara sebagai berikut :

1. Estrogen menempati reseptor osteoklas yang akan mempengaruhi fungsi

osteoklas dalam menurunkan kehilangan tulang.

2. Estrogen menurunkan kecepatan perubahan tulang normal yang menyebabkan

efek positif terhadap keseimbangan kalsium.

3. Estrogen akan memperbaiki absorpsi kalsium.

4. bone

resorbing -bahan yang merangsang pembentukan

tulang seperti Insulin like growth factor I dan II, serta Growth factor beta.

5. Estrogen merangsang sintesa kalsitonin yang dapat menghambat resorpsi

tulang.

Golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan

Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM).

Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen- an

perdarahan. Mekanisme kerja raloksifen pada tulang diduga melibatkan TGF-

yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel

osteoklas (Setiyohadi, 2006).

2. Kalsium

Menurut Tandra (2009), mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh

yaitu kalsium. Kebutuhan kalsium ini akan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Karena pada usia lebih dari 30 tahun, massa tulang akan mulai

berkurang. Asupan kalsium yang normal berkisar 1000 1500 mg / hari, dan akan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

12

diekskresikan juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut, melalui feces (800

mg) dan urine (200 mg). Kalsium akan mempunyai peran penting dalam

remodelling tulang, yaitu sebanyak 300 500 mg yang berasal dari kalsium ekstra

seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodelling tulang, kalsium

diperlukan kadar antara 300 - 500 mg. Jumlah inilah yang akan ditambahkan

dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000 1500 mg, sehingga kalsium

serum berada dalam keadaan homeostatis.

3. Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.

Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari dua asam fosfonat yang

diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi

tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan

menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim

lisosomal di bawah osteoklas (Setiyohadi, 2006).

4. Vitamin D

Vitamin D mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan dan pertumbuhan

tulang. Asupan vitamin D kurang karena kurang terpaparnya sinar matahari. Sinar

matahari yang masuk kekulit akan mengaktifkan vitamin D untuk bekerja sama

dengan kalsium dalam memelihara tulang, sehingga dapat memperlambat

terjadinya osteoporosis. Akan tetapi semakin bertambahnya usia, kemampuan

vitamin D untuk aktif dalam penyerapan dalam kulit semakin berkurang. Jika

asupan vitamin tidak akan kehilangan massa tulang dan dapat meningkatkan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

13

resiko fraktur. Oleh sebab itu, diperlukan asupan vitamin D dari makanan, seperti

susu dan olahannya, ikan salmon, minyak ikan, sarden, telur (Hartiningsih, 2012).

Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus. Dalam hal ini

vitamin D yang digunakan adalah dalam bentuk aktif yaitu 1,25

dihidroksikolekalsiferol. 1,25 dihidroksikolekalsiferol berfungsi untuk

meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus dengan cara meningkatkan

pembentukan protein pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein pengikat kalsium

ini berfungsi di brush border untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel

dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran basolateral sel dengan cara

difusi terfasilitasi (Setyorini, 2009).

5. Monoklonal antibodi RANK-Ligand

Osteoporosis terjadi akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas menyerap

tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L

akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK-

RANK-L kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya

diferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi tersebut

digunakanlah monoklonal antibodi (Mabs) dari RANK-L (Stolina, 2007).

2.2. Udang Vannamei

2.2.1. Klasifikasi

Menurut Wyban, et al (2000), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus

vannamei) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Anthropoda

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

14

Kelas : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

2.2.2. Morfologi

Menurut Daryono (2013), bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala

yang bergabung dengan dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang

vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala

udang vannamei juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang

terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri

dari 6 ruas dan terdapat 6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod

(mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson.

Gambar 2.1. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) (Daryono, 2013)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

15

2.2.3. Habitat

Udang vannamei adalah udang asli dari perairan Amerika Latin yang

kondisi iklimnya subtropis. Di habitat alaminya suka hidup pada kedalaman

kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat nokturnal, yaitu aktif mencari

makan pada malam hari. Proses perkawinan pada udang vannamei ditandai

dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina

mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan, udang jantan mengeluarkan

sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung

kira-kira satu menit. Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat

menghasilkan telur sebanyak 100.000-250.000 butir (Tamadu, 2014).

2.2.4. Siklus Hidup

Siklus hidup udang vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia

naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva

berukuran 0,32-0,59 mm, sistim pencernaanya belum sempurna dan masih

memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva

ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-

3,30 mm dan pada stadia ini benur mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini

pula benur sudah bisa diberi makan yang berupa artemia (Tamadu, 2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

16

Gambar 2.2. Siklus hidup udang vannamei (Warsito, 2012)

Stadia mysis, benur udang sudah menyerupai bentuk udang yang

dicirikan dengan sudah terluhatnya ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson).

Selanjutnya udang mencapai stadia post larva, dimana udang sudah menyerupai

udang dewasa. Hitungan stadianya sudah menggunakan hitungan hari (Tamadu,

2014).

2.2.5. Komponen dalam Udang Vannamei

Kulit udang vannamei mengandung protein 25- 40%, kalsium karbonat 45

50%, dan khitin 15 20%. Kandungan kalsium karbonat pada cangkang udang

vannamei akan berubah menjadi kalsium setelah melalui proses reaksi sebagai

berikut (Andre, 2015) :

CaCO3 + H2O + CO2 -------------------- Ca2+ + 2 HCO3-

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

17

Tabel 2.1. Komposisi cangkang udang vannamei (Suptijah, 2012)

Parameter Nilai (%) Kadar air 12,35 Kadar abu 17,13 Kadar protein 47,18 Kadar lemak 1,25 Kadar karbohidrat 22,09 Kadar abu TLA 0,44

2.2.6. Pembuatan Tepung Cangkang Udang Vannamei

Pembuatan tepung cangkang udang vannamei menggunakan bahan baku

dari limbah sisa pengolahan udang yang telah diambil bagian dagingnya sehingga

hanya tersisa cangkangnya, yaitu bagian kepala, kulit, dan ekor. Cangkang udang

dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan daging yang masih menempel sudah

terlepas. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan menggunakan oven pada suhu

60ºC selama ±24 jam sampai beratnya konstan. Cangkang udang yang sudah

kering dihaluskan menggunakan blender. Cangkang udang yang sudah halus

merupakan tepung cangkang udang. Tepung cangkang udang diayak dengan

ayakan ukuran 100 mesh sehingga didapatkan tepung cangkang udang yang

homogen (Cahyani, 2013).

2.3. Tulang

2.3.1. Sel - Sel Tulang

Sel osteoblas, osteosit, dan osteoklas merupakan komponen biologi yang

berperan penting pada metabolisme tulang yang berlangsung pada unit

metabolisme tulang (Chaesaria, 2015).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

18

Gambar 2.3. Histologi normal tulang mandibula pada tikus putih (Slomianka, 2009)

a. Osteoblas

Osteoblas adalah sel pembentuk tulang yang berasal dari sel progenitor dan

ditemukan di permukaan tulang. Sel ini bertanggung jawab pada pembentukan

dan proses mineralisasi tulang. Fungsi osteoblas adalah mensintesis dan

mensekresi matriks organik tulang serta mengatur perubahan elektrolit cairan

ekstrasel pada proses mineralisasi (Manolagas, 1995).

Bentuk sel osteoblas secara histologi berupa kuboid hingga piramidal atau

seringkali berupa lembaran utuh menyerupai epitel, memiliki satu nukleous besar

yang terdapat pada bagian puncak sel dengan kompleks golgi di bagian basal.

Sitoplasma tampak basofil karena banyak mengandung ribonukleoprotein yang

menandakan aktif mensintesis protein. Osteoblas yang menetap pada permukaan

tulang akan menurun kemampuan sintetisnya dan bentuknya menjadi pipih

kemudian akan menjadi bone lining cells. Osteoblas yang berada di tengah

matriks akan menjadi osteosit dan sebagian besar akan menghilang. Osteoblas

memproduksi protein struktural seperti kolagen, osteokalsin, sialoprotein tulang

dan protein regulator berupa growth factor dan sitokin lain. Osteoblas memulai

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

19

mineralisasi melalui pengaturan aliran elektrolit antara cairan ekstrasel dan

intraselular. Osteoblas saling berhubungan melalui gap junction yang

memungkinkan komunikasi antar sel melalui elektrik dan kimia. Sel osteoblas

berpoliferasi dan berdiferensiasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor transkripsi,

growth factor dan hormonal (Manolagas, 1995).

Osteoblas dilepas dan dibuat melalui prekursor osteoblas dalam bentuk yang

aktif sebagai hasil resorpsi osteoklasik dari matriks tulang menghasilkan protein

matriks tulang. Kolagen tipe 1 merupakan protein mayor dalam matriks tulang,

sekitar 90 % dari matriks organik. Osteoblas juga mensekresi protein non kolagen

termasuk proteoglikan, glikoprotein dan protein karboksilat. Osteoblas

mensintesis kolagen dan glycosaminoglycans (GAGs) dari matriks tulang dan

berperan dalam proses mineralisasi tulang. Osteoblas yang matang akan

mengekspresikan beberapa senyawa kimia yang bisa digunakan sebagai

identifikasi aktivitas osteoblas dalam serum yang biasa diberi istilah biochemichal

bone marker yaitu kolagen tipe I, alkalin fosfatase, osteopontin dan osteocalsin.

(Nugroho, 2015).

b. Osteosit

Osteosit merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Osteosit

mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara

membantu pemberian nutrisi pada tulang. Osteosit merupakan osteoblas yang

terpendam dalam matriks tulang. Osteosit memiliki dua fungsi utama, yaitu

memelihara dan memantau isi mineral dan protein dari matriks dan berperan pada

perbaikan tulang yang rusak (Nugroho, 2015).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

20

c. Osteoklas

Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang juga membuat makrofag dan

monosit. Sel ini berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi

langsung. Sel prekusor osteoklas terdapat pada sumsum tulang dan sirkulasi

darah. Sel ini ditemukan pada permukaan tulang yang mengalami resorpsi dan

kemudian membentuk cekungan yang dikenal sebagai lakuna howship. Osteoklas

dalam sitoplasmanya akan terisi oleh mitokondria guna menyediakan energi untuk

proses resorpsi tulang. Osteoklas merusak matriks tulang, melekat pada

permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks, menurunkan pH7 menjadi

pH4. Keasaman ini akan melarutkan mineral dan merusak matriks sel sehingga

protease keluar. Osteoklas memiliki reseptor yaitu RANK (RANK) untuk maturasi

sel dan mengalami apoptosis (Compston, 2001).

2.3.2. Matriks Tulang

Matriks tulang yang merupakan substansi interseluler terdiri dari ± 70%

garam anorganik dan 30% matriks organik. 95% komponen organik dibentuk dari

kolagen, sisanya terdiri dari substansi dasar proteoglikan dan molekul-molekul

non kolagen yang tampaknya terlibat dalam pengaturan mineralisasi tulang.

Kolagen yang dimiliki oleh tulang adalah kurang lebih setengah dari total kolagen

tubuh, strukturnya pun sama dengan kolagen pada jaringan ikat lainnya. Hampir

seluruhnya adalah kolagen tipe I. Ruang pada struktur tiga dimensinya yang

disebut sebagai hole zones, merupakan tempat bagi deposit mineral. Kontribusi

substansi dasar proteoglikan pada tulang memiliki proporsi yang jauh lebih kecil

dibandingkan pada kartilago, terutama terdiri atas chondroitin sulphate dan asam

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

21

hialuronat. Substansi dasar mengontrol kandungan air dalam tulang, dan

kemungkinan terlibat dalam pengaturan pembentukan fiber kolagen. Materi

organik non kolagen terdiri dari osteokalsin (osla protein) yang terlibat dalam

pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, osteonektin yang berfungsi

sebagai jembatan antara kolagen dan komponen mineral, sialoprotein (kaya akan

asam salisilat) dan beberapa protein. Matriks anorganik merupakan bahan mineral

yang sebagian besar terdiri dari kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal-kristal

hydroxyapatite. Kristal kristal tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen.

Bahan mineral lain yaitu ion sitrat, karbonat, magnesium, natrium, dan potassium.

Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik dalam matriks,

sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari bahan-bahan organik khususnya

serabut kolagen (Junaedi, 2007).

Keseluruhan struktur konsentris tulang disebut osteon. Di dalam osteon

terdapat sistem havers yang tersusun dari lamella, lacuna, kanalikuli, dan saluran

Havers. Lamela adalah lapisan konsentrik dengan ketebalan 3- yang di

dalamnya terdapat ruang - ruang kecil yang disebut lakuna. Dalam setiap lakuna

mengandung osteosit dan diantara lakuna satu dengan yang lainnya terdapat

matriks yang terdiri dari garam mineral dan serat kolagen. Kekerasan dan

kekuatan tulang dipengaruhi oleh ketebalan matriks yang dapat diukur melalui

jarak antar osteosit dalam lakuna yang saling berdekatan (Sabine, 2008).

2.3.3. Remodelling Tulang

Tulang secara konstan mengalami remodelling, yaitu proses kompleks yang

mengikutsertakan resorpsi tulang pada beberapa permukaan lalu diikuti oleh fase

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

22

pembentukan tulang. Urutan dari remodelling tulang pada keadaan normal selalu

sama, yaitu resorpsi tulang oleh osteoklas, fase reversal, lalu diikuti pembentukan

tulang oleh osteoblas untuk memperbaiki defek. Selama resorpsi tulang, osteoklas

melepaskan faktor lokal dari tulang, yang memiliki dua efek yaitu menghambat

fungsi osteoklas dan menstimulasi aktivitas osteoblas. Osteoklas memproduksi

dan melepaskan faktor yang memiliki efek pengaturan yang negatif pada

aktivitasnya dan mendorong fungsi osteoklas. Saat osteoklas menyelesaikan siklus

resorptif, osteoklas akan mensekresikan protein yang nantinya akan menjadi

substrat untuk perlekatan osteoblas. Resorpsi tulang mengikutsertakan beberapa

tahap yang langsung mengarah pada pembuangan baik mineral dan konstituen

organik dari matriks tulang oleh osteoklas, dibantu oleh osteoblas. Tahap pertama

adalah pengerahan dan penyebaran progenitor osteoklas ke tulang. Sel sel

progenitor ditarik dari jaringan haemophoeitik seperti sumsum tulang dan jaringan

slenic ke tulang melalui sirkulasi aliran darah. Sel sel tersebut akan

berploriferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoklas melalui mekanisme yang

menyertakan interkasi sel terhadap sel dengan sel stroma osteoblas. Tahap

selanjutnya melibatkan persiapan permukaan tulang dengan pembuangan lapisan

osteoid yang tidak termineralisasi oleh osteoblas, yang memproduksi beragam

enzim proteolitik, dalam beberapa matriks metallo protein, kolagenase dan

gelatinase (Chaesaria, 2015).

Osteoklas yang telah meresorpsi maksimum diikuti dengan terjadinya

transisi dari aktivitas osteoklastik menjadi aktivitas osteoblastik. Peristiwa transisi

ini dikenal dengan fase reversal. Pembentukan tulang muncul dari kompleks

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

23

peristiwa yang melibatkan poliferasi sel mesenkim primitif, diferensiasi menjadi

sel prekursor osteoblas (osteoprogenitor, preosteoblas), pematangan osteoblas,

pembentukan matriks dan akhirnya mineralisasi. Osteoblas berkumpul pada dasar

kavitas resorpsi dan membentuk osteoid. Osteoblas terus membentuk dan

melakukan mineralisasi osteoid hingga kavitas terisi (Chaesaria, 2015).

2.4. Hewan Coba

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu

dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding

dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan

juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya

2-3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun (Maula, 2014).

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika

Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus

liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,

dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan

laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam

kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar

sehingga memudahkan pengamatan. Rattus norvegicus memiliki ciri antara lain

rambut tubuh berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm,

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/189/2/051704607 BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoporosis 2.1.1. Pengertian Osteoporosis Osteoporosis

24

dan panjang ekor 205 mm. Berat dewasa rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi

tergantung pada galur (Mangkoewidjojo, 1988).

Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : norvegicus

Gambar 2.4. Rattus norvegicus (Krinke, 2000)