Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Kalibrasi
Pelayanan kalibrasi adalah layanan yang diberikan oleh petugas kalibrasi
dengan menentukan kebenaran konvensional penunjukan alat melalui cara
perbandingan dengan standar ukurnya yang tertelusur ke standar Nasional/
Internasional (Depkes, 2007).
Pelayanan kalibrasi dapat ditujukan untuk keperluan internal maupun
eksternal sebagai pelayanan kalibrasi kepada masyarakat luas. Pada prinsipnya agar
kalibrasi dapat dilaksanakan harus disediakan : alat standar yang terkalibrasi, metode
kalibrasi yang diakui, pelaksana kalibrasi yang berkualifikasi, rekaman yang
memadai serta lingkungan kalibrasi yang memenuhi persyaratan metode kalibrasi.
Kalibrasi internal dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kelengkapan fasilitas
tersebut. Instansi bersangkutan hanya terbatas melayani kebutuhan kalibrasi internal
untuk jenis kalibrasi tertentu, namun instansi yang bersangkutan tidak dibenarkan
memberikan pelayanan kepada masyarakat luas. Pelayanan kalibrasi eksternal
dimungkinkan setelah instansi bersangkutan memperoleh akreditasi misalnya dari
Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau dari badan akreditasi lain yang diakui KAN
seperti National Association of Testing Authorities (NATA) Australia, National
MeasurementAccreditationService (NAMAS) Inggris. Akreditasi laboratorium
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
kalibrasi mengacu kepada ISO/IEC 17025:2005 dalam hal penerapan sistem mutu
(Depkes, 2007).
2.2.Kualitas pelayanan
2.2.1. Pengertian Kualitas pelayanan
Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa. Kualitas pelayanan
rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan pasien yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit yang diberikan
secara aman dan memuaskan (Azwar, 2012).
Kualitas pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan
penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri
maupun kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya
melakukan penilaian ini tidaklah mudah (Muninjaya, 2014).
Pandangan kualitas pelayanan yang bersifat multi-dimensional antara lain:
1. Dari segi pemakai jasa pelayanan
Kualitas pelayanan berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas
rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien, komunikasi yang baik dengan
pasien termasuk di dalamnya sifat ramah dan kesungguhan.
2. Dari pihak pemberi pelayanan kesehatan dan penyedia jasa
Kualitas pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi serta biaya perawatan yang wajar (Muninjaya, 2014).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Menurut Azwar (2013), secara umum dirumuskan bahwa batasan pelayanan
kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta
penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar yang telah ditetapkan.
Kualitas pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan merupakan
suatu fenomena unik sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda terhadap
orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan
dipakai suatu pedoman yaitu hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dengan memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Kualitas pelayanan dapat dicapai dengan menetapkan dan
mengendalikan karakteristik kualitas pelayanan. Karakteristik kualitas pelayanan
adalah ciri pelayanan yang dapat diidentifikasi, yang diperlukan untuk mencapai
kepuasan konsumen. Ciri tersebut dapat berupa psikologis, orientasi waktu, etika
dan teknologi (Azwar, 2012).
Dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan, organisasi juga harus mampu
meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para pekerja, terutama
mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen. Walaupun sistem dan teknik
kualitas sudah bagus tetapi jika orang yang melaksanakan dan alat-alat yang
digunakan tidak dengan cara yang benar maka kualitas pelayanan yang diharapkan
tidak akan terwujud (Muninjaya, 2014).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2.2.2 Kegiatan-Kegiatan Peningkatan Mutu
Dalam peningkatan mutu, kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan antara lain
adalah sebagai berikut (Wijono, 2009) :
1. Mengadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu.
2. Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu.
3. Menetapkan tim proyek.
4. Menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk :
a. Mendiagnosa penyebab
b. Merangsang perbaikan
c. Mengadakan pengendalian agar tetap tercapai perolehan.
d. Faktor-faktor Fundamental yang Mempengaruhi Mutu
Menurut Wijono (2009) mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung
dipengaruhi oleh 9 area fundamental yaitu :
1. Men: kemajuan teknologi, komputer dan lain-lain memerlukan pekerja-pekerja
spesialis yang makin banyak.
2. Money: meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan penyesuaian
pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu.
3. Materials: bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis material yang
diperlukan.
4. Machines dan mechanization: selalu perlu penyesuaian-penyesuaian seiring
dengan kebutuhan kepuasan pelanggan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
5. Modern information methods: kecepatan kemajuan teknologi komputer yang
harus selalu diikuti.
6. Markets: tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.
7. Management: tanggung jawab manajemen mutu oleh perusahaan.
8. Motivation: meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu bagi
pekerja-pekerja.
9. Mounting product requirement: persyaratan produk yang meningkat yang diminta
pelanggan perlu penyesuaian mutu terus-menerus.
2.2.4. Pengembangan Kualitas PelayananKesehatan
Langkah-langkah pengembangan kualitas pelayanan harus dimulai dari
perencanaan, pengembangan jaminan mutu, penentuan standar hingga monitoring dan
evaluasi hasil. Menurut Amchan dalam Muninjaya (2014) langkah-langkah
pengembangan jaminan mutu terdiri dari tiga tahap.
1. Tahap pengembangan strategi dimulai dengan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan perlunya pengembangan jaminan kualitas pelayanan yang
diikuti dengan berbagai upaya pelaksanaan, peningkatan, komitmen dan
pimpinan, merumuskan visi dan misi institusi diikuti dengan penyusunan rencana
strategis, kebijakan dan rencana operasional, perbaikan infrastruktur agar
kondusif dengan upaya pengembangan mutu.
2. Tahap transformasi yaitu membuat model-model percontohan di dalam institusi
untuk peningkatan mutu secara berkesinambungan yang mencakup perbaikan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
proses perbaikan standar prosedur, dan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap
standar prosedur tersebut, pembentukan kelompok kerja (pokja) mutu yang
terampil melakukan perbaikan mutu, pelatihan pemantauan, pemecahan masalah
untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar peningkatan mutu, monitoring dan
evaluasinya. Rangkaian ini disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Action).
3. Tahap integrasi yaitu pengembangan pelaksanaan jaminan mutu diterapkan di
seluruh jaringan (unit) institusi, tetapi tetap mempertahankan komitmen yang
sudah tumbuh, optimalisasi proses pengembangan jaminan mutu secara
berkesinambungan.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan, Joseph Juran (2010)
menyebutkan trilogi dalam perbaikan mutu yaitu perencanaan mutu, pengendalian
mutu, dan peningkatan mutu. Perencanaan mutu menjamin bahwa tujuan mutu dapat
dicapai melalui kegiatan operasional. Perencanaan mutu meliputi identifikasi
pelanggan eksternal dan internal, pengembangan gambaran atau ciri produk,
merumuskan tujuan mutu, dan merancang bangun proses untuk memproduksi produk
atau jasa pelayanan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan serta menunjukkan
bahwa proses tersebut secara operasional mampu untuk mencapai tujuan mutu yang
telah ditetapkan.
Perbaikan atau peningkatan mutu bertujuan untuk mencapai kinerja yang
optimal, proses operasional juga harus optimal. Kegiatan peningkatan mutu meliputi
mengidentifikasi proses, membentuk tim untuk melakukan perbaikan proses tersebut,
melakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan mengidentifikasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
penyebab masalah yang utama dan mengembangkan kegiatan-kegiatan korektif dan
preventif serta melakukan uji coba dan berikan rekomendasi untuk perbaikan yang
efektif.
Pengendalian mutu bertujuan untuk dokumentasi dan sertifikasi bahwa tujuan
mutu tercapai. Dalam memilih metode dan menyusun instrumen pengukuran yaitu
melakukan pengukuran secara nyata, memahami dan menganalisis serta melakukan
interpretasi antara kenyataan dibandingkan standar serta melakukan tindakan koreksi
terhadap adanya kesenjangan antara kenyataan dan standar. Hasil penelitian tentang
peningkatan kualitas pelayanan disebutkan bahwa karyawan selalu memberikan
layanan andal, konsisten, dan karyawan bersedia dan mampu memberikan layanan
secara tepat waktu, karyawan mudah didekati dan mudah untuk dihubungi, sopan,
hormat dapat dipercaya, dan jujur. Dalam peningkatan kualitas pelayanan, fasilitas
kesehatan pada umumnya menyediakan lingkungan yang bebas dari bahaya, risiko,
atau keraguan (Joseph, C. 2010).
2.2.5. Penilaian Kualitas pelayanan
Hubungan mutu dan aspek-aspek dalam pelayanan kesehatan dancara-cara
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat melalui pendekatan institusional atau
individu. Menurut Djoko Wijono(2009), untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada
umumnya ada dua cara:
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
1. Meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,
perlengkapan dan material yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi
atau dengan kata lain meningkatkan input atau struktur.
2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam
kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki proses pelayanan organisasi
pelayanan kesehatan.
Secara umum disebutkan yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan (Azwar, 2012)
2.3. Kalibrasi
2.3.1. Pengertian
Dewan Standarisasi Nasional (DNS/1990) mendefinisikan bahwa kalibrasi
adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional penunjukan instrumen
ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkannya terhadap standard ukurannya
yang ditelusuri (traceable) ke standard Nasional atau Internasional. Definisi lain
kalibrasi adalah kegiatan penerapan untuk menentukan kebenaran nilai penunjukan
alat ukur dan data bahan ukur (definisi : Permenkes No. 363 Tahun 1998).
Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of
International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk
hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran,
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui
yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Dengan kata lain,
kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai
penunjukan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar
ukur yang mamputelusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran
dan/atau internasional.
Sedangkan pengujian adalah keseluruhan tindakan yang meliputi pemeriksaan
fisik dan pengukuran untuk membandingkan alat ukur dengan standard untuk satuan
ukur sesuai guna menetapkan sifat ukurnya (sifat metrologik) atau menentukan
besaran atau kesalahan pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan atau proses
mengaitkan angka secara empiris dan obyektif kepada sifat-sifat obyek atau kejadian
nyata sedemikian rupa sehingga angka tadi dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai obyek atau kejadian tersebut (Permenkes No. 363 Tahun 1998).
Setiap peralatan terlebih lagi alat kesehatan yang berhubungan langsung
dengan manusia dan sangat kritis (berhubungan dengan nyawa) wajib dilakukan
kalibrasi untuk menjamin kebenaran nilai keluaran dan keselamatan atau kalibrasi
alat kesehatan, maka alat ukur dan kebesaran standard yang dipergunakan untuk
pengujian dan kalibrasi alat kesehatan wajib dikalibrasi secara berkala pula oleh
Institusi Penguji Rujukan (seperti LIPI).
Adapun untuk alat kesehatan, pengujian dan kalibrasi wajib dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian dan kalibrasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2. Sudah berakhir jangka waktu sertifikat atau tanda pengujian dan kalibrasi
3. Diketahui penunjukan keluaran kinerjanya (performance) atau keamanannya
(safety) tidak sesuai lagi, walaupun sertifikasi dan tanda masih berlaku
4. Telah mengalami perbaikan walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku
5. Telah berpindah tempat atau dipindahkan dan memerlukan pemasangan instalasi
listrik baru, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku
6. Jika ada layak pakai pada alat kesehatan tersebut hilang atau rusak, sehingga
dibutuhkan data kalibrasi terbaru untuk dapat memberikan informasi yang
sebenarnya.
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Kalibrasi
Kalibrasi alat kesehatan bertujuan untuk menjaga kondisi alat kesehatan agar
tetap sesuai dengan standar besaran pada spesifikasinya. Dengan pelaksanaan
kegiatan kalibrasi maka akurasi, ketelitian dan keamanan alat kesehatan dapat
dijamin sesuai dengan besaran-besaran yang tertera / diabadikan pada alat kesehatan
bersangkutan. Standar besaran yang dapat dibaca pada alat kesehatan mungkin
berupa
pemilih(selector) atau metering, merupakan nilai yang diabadikan pada alat kesehatan
bersangkutan sehingga pelaksanaan kalibrasi dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai terukur dengan nilai yang diabadikan pada alat kesehatan,
misalnya : Tegangan (voltage), Arus listrik (electric current), Waktu, Energi dan
Suhu (BPFK Jakarta, 2013).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Menurut Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta (2013) kalibrasi alat
kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :
1. Pengukuran kondisi lingkungan
2. Pemeriksaan kondisi fisik dan fungsi komponen alat.
3. Pengukuran keselamatan kerja.
4. Pengukuran kinerja sebelum dan setelah penyetelan atau pemberian faktor
kalibrasi sehingga nilai terukur sesuai dengan nilai yang diabadikan pada bahan
ukur.
Tujuan kalibrasi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai yang menunjukkan suatu
instrumen atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur
2. Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standard nasional maupun
internasional (Dewan Standarisasi Nasional/DNS 1990).
Manfaat kalibrasi adalah menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar
tetap sesuai dengan spesifikasinya (DNS 1990). Sedangkan tujuan umum kalibrasi
ialah agar tercapai kondisi layak pakai atau menjamin ketelitian dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (Depkes, 2001). Fungsinya
tentu saja sebagai tolak ukur jaminan keakuratan alat tersebut pada pemanfaatannya.
Menurut BPFK Jakarta (2013), manfaat dari pengujian dan atau kalibrasi
terhadap peralatan kesehatan adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
1. Mengetahui sejauh mana peralatan yang diuji (dikalibrasi) mempunyai tingkat
keakurasian (ketepatan).
2. Mengetahui seberapa besar penyimpangan pada output yang dihasilkan
dibandingkan dengan spesifikasi alat kesehatan yang diuji dan dikalibrasi.
3. Untuk menjamin keamanan terhadap pasien, operator dan lingkungan sekitar, dari
bahaya yang ditimbulkan dari peralatan kesehatan tersebut.
4. Dengan diketahui nilai keluaran sebenarnya, maka akan membantu proses
diagnosa dan terapi yang tepat.
5. Sebagai data yang menunjang program pemeliharaan peralatan kesehatan dalam
sarana pelayanan kesehatan.
2.3.3. Waktu Kalibrasi
Waktu kalibrasi suatu alat ukur tergantung pada karakteristik dan tujuan
pemakaiannya. Ditinjau dari karakteristiknya, maka makin tinggi kualitasmetrologis,
makin panjang selang kalibrasinya. Bila ditinjau dari tujuan pemakaiannya, semakin
kritis pemakaiannya, semakin kecil dampak hasil ukurnya, maka semakin pendek
selang kalibrasinya.
Secara umum selang waktu kalibrasi dipengaruhi oleh jenis alat ukur,
frekuensi pemakaian dan pemeliharaan dari alat tersebut. Adapun waktu-waktu
kalibrasi biasanya dinyatakan dalam beberapa cara yaitu:
1. Dinyatakan dalam waktu kalender, misalnya enam bulan sekali, setahun sekali
dan seterusnya
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2. Dinyatakan dalam pemakaian, misalnya 1000 jam pakai, 5000 jam pakai dan
seterusnya
3. Kombinasi cara pertama dan kedua di atas, misalnya enam bulan sekali atau1000
jam pakai, tergantung mana yang dahulu.
Untuk alat kesehatan khususnya, telah diatur dalam peraturan Menteri
Kesehatan atau Permenkes No. 363/Menkes/per/IV/1998, tentang pengujian dan
kalibrasi alat kesehatan bahwa setiap alat kesehatan yang dipergunakan atau sarana
pelayanan kesehatan wajib dilakukan pengujian dan kalibrasi oleh institusi penguji,
untuk menjamin ketelitian dan ketetapan serta keamanan pengguna alat
kesehatan.Waktu pengkalibrasian alat kesehatan tertera pula dalam Permenkes
No.363/Menkes/per/IV/1998, tentang pengujian dan kalibrasi alat kesehatan yang
dipergunakan atau sarana pelayanan kesehatan wajib diuji atau kalibrasi secara
berkala, sekurang-kurangnya satu kali setiap tahun.
Suatu kegiatan bisa dikatakan merupakan kegiatan kalibrasi jika kegiatan
tersebut menghasilkan:
1. Sertifikasi kalibrasi,
2. Lembar hasil atau laporan hasil kalibrasi yang memuat, mencantumkan atau berisi
angka koreksi, deviasi atau penyimpangan, ketidakpastian dan batasan-batasan
atau standard penyimpangan yang diperkenankan, dan
3. Label atau penanda.
Kalibrasi diperlukan hanya untuk alat yang baik atau sedang dioperasionalkan
dan bukan untuk alat yang rusak. Alat rusak haruslah diperbaiki dahulu baru
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
kemudian dilakukan pengujian dan kalibrasi untuk memastikan bahwa alat tersebut
betul-betul baik. Dari hasil kalibrasi dapat diketahui kesalahan penunjukan instrumen
ukur, sistem pengukuran atau bahan ukur, untuk pemberian nilai pada tanda skalater
tentu dan juga dapat dicatat dalam suatu dokumen disebut sebagai sertifikat kalibrasi
atau laporan kalibrasi, dan suatu alat kesehatan dinyatakan lulus kalibrasi, bila :
1. Penyimpanan hasil pengukur dibandingkan dengan nilai yang dibandingkan pada
alat kesehatan tersebut tidak lebih menyimpang dari yang diijinkan, dan
2. Nilai hasil pengukuran keselamatan kerja, berada dalam nilai ambang batas yang
diijinkan.
2.3.4. Alat Kesehatan Wajib Uji atau Kalibrasi
Berkaitan dengan kegiatan pengujian atau kalibrasi, secara teknis peralatan
kesehatan dapat dibedakan ke dalam alat kesehatan yang memiliki acuan besaran
dan alat kesehatan yang tidak memiliki acuan besaran. Acuan besaran dapat
dipergunakan sebagai pembanding terhadap nilai terukur. Terhadap alat kesehatan
yang memiliki acuan besaran dilakukan kalibrasi, contoh : ECG, cardiotocograph,
electroencephalograph X-Ray. Sedangkan terhadap alat kesehatan yang tidak
memiliki acuan besaran dilakukan pengujian, karena tidak memiliki nilai
pembanding, contoh : dental unit, ESU, alat hisap medik. Permenkes No.
363/Menkes/Per/IV/1998 telah menetapkan sebanyak 125 alat kesehatan wajib diuji
atau kalibrasi.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2.3.5. Alat Ukur Pengujian dan Kalibrasi
Alat ukur yang dipergunakan dalam pengujian dan kalibrasi alat kesehatan
adalah alat ukur besaran dasar maupun alat ukur besaran turunan. Kedua jenis alat
ukur tersebut dikalibrasi dengan melakukan metode pengukuran langsung atau
metode pengukuran paralel.
1. Metode Pengukuran Langsung.
Alat ukur yang akan dikalibrasi dipergunakan untuk mengukur suatu bahan ukur
yang nilai sebenarnya telah diketahui. Kondisi atau ketelitian serta kecermatan
alat ukur yang dikalibrasi, dapat diketahui dengan membandingkan nilai
sebenarnya dan bahan ukur dengan nilai terbaca pada alat ukur. Jika terdapat
perbedaan antara nilai sebenarnya dari bahan ukur dengan nilai terukur, maka
dilakukan penyetelan pada alat ukur bila memungkinkan. Setelah penyetelan,
dilakukan pengukuran ulang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali pada masing-
masing skala parameter, sehingga diperoleh kondisi stabil pengukuran.
2. Metode Pengukuran Paralel
Alat ukur yang telah diketahui ketelitian serta kecermatannya (terkalibrasi)
disebut alat ukur reference, dipergunakan parallel (bersamaan) dengan alat ukur
yang akan dikalibrasi untuk mengukur suatu bahan ukur. Kondisi alat ukur yang
dikalibrasi dapat diketahui dengan membandingkan hasil pengukurannya dengan
alat ukur reference. Jika terdapat perbedaan antara alat ukur reference dengan
nilai terbaca pada alat ukur yang dikalibrasi, maka dilakukan penyetelan pada
alat ukur yang dikalibrasi bila memungkinkan. Setelah penyetelan dilakukan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
pengukuran ulang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali pada masing-masing
skala / parameter, sehingga diperoleh kondisi stabil pengukuran.
2.3.6. Sertifikat dan Tanda
Alat kesehatan, alat ukur maupun besaran standar yang lulus kalibrasi akan
mendapatkan Sertifikat Kalibrasi serta Tanda Laik Pakai, demikian juga Alat
kesehatan yang lulus uji akan mendapatkan Sertifikat Pengujian dan tanda Laik
Pakai. Alat kesehatan, Alat Ukur dan Besaran Standar yang tidak lulus kalibrasi serta
Alat Kesehatan yang tidak lulus uji akan mendapatkan Tanda Tidak Laik Pakai.
Sertifikat Pengujian dan Sertifikat Kalibrasi serta Tanda Laik Pakai dan Tanda Tidak
Laik Pakai alat kesehatan dikeluarkan oleh Institusi Penguji dan Institusi Penguji
Rujukan. Sedangkan Sertifikat Pengujian dan Sertifikat Kalibrasi dan Tanda Laik dan
Tidak Laik Pakai alat ukur serta besaran standar dikeluarkan oleh Institusi Penguji
Rujukan (BPFK Jakarta, 2013).
2.3.7. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kalibrasi
Uraian kegiatan pengujian / kalibrasi alat kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan:
1. Sarpelkes mengajukan permintaan pelayanan pengujian/kalibrasi alat kesehatan
ke BPFK yang menyertakan informasi tentang :
a. Nama alat kesehatan.
b. Jumlah alat kesehatan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2. BPFK memberikan tanggapan / jawaban ke sarpelkes dalam waktu 3 hari kerja,
yang memuat informasi antara lain :
a. Kesanggupan memenuhi permintaan pengujian/kalibrasi.
b. Jadwal pelaksanaan pengujian/kalibrasi
c. Total biaya pelayanan pengujian/kalibrasi
3. Diharapkan dalam waktu 10 hari kerja, Sarpelkes sudah dapat memberikan
jawaban persetujuan waktu dan biaya yang ditawarkan oleh BPFK.
4. Penugasan pelayanan pengukuran alat kesehatan ke Sarpelkes.
5. Petugas BPFK melakukan pemeriksaan awal terhadap alat kesehatan yang akan
diuji/kalibrasi untuk menentukan kelaikan uji/kalibrasi
6. Alat kesehatan yang dinyatakan tidak laik uji/kalibrasi tidak dilakukan
pengujian/kalibrasi.
7. Alat kesehatan yang dinyatakan laik, selanjutnya akan diuji/dikalibrasi oleh
petugas BPFK di lokasi alat kesehatan berada dalam waktu 6 hari kerja.
8. Pelaksanaan pengujian/kalibrasi alat kesehatan disertai dengan
penandaan/pelabelan yang menyatakan kelaikan atau ketidak laikan alat
kesehatan.
9. Hasil pengujian/kalibrasi alat kesehatan dituangkan dalam bentuk dokumen
laporan hasil pengujian/kalibrasi yang disahkan oleh kepala instalasi dalam
waktu 15 hari kerja
10. Seksi Pelayanan Tehnis menerbitkan sertifikat pengujian/kalibrasi berdasarkan
dokumen laporan pengujian/kalibrasi dalam waktu 5 Hari Kerja
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11. Seksi Pelayanan Tehnis memberitahukan kepada Sarpelkes bahwa
pengujian/kalibrasi alat kesehatan yang dimaksud telah selesai dan di minta
menyelesaikan biaya Administrasi 1 hari Kerja
12. Laporan dan sertifikat pengujian/kalibrasi diserahkan ke Sarpelkes paling lambat
1 hari setelah penyelesaian biaya administrasi
2.3.8. Persyaratan, Biaya, dan Bagan Alur Kegiatan Pelayanan Kalibrasi Alat
Kesehatan Di Sarpelkes
1. Persyaratan :
a) Surat Permohonan / Permintaan Pengujian/Kalibrasi Alat Kesehatan dari
Sarpelkes dilengkapi dengan :
1. Nama Alat Kesehatan
2. Jumlah Alat Kesehatan
b) Surat Penawaran dari BPFK Medan, Memuat : Tarif Pengujian/Kalibrasi ,
Uang Harian, Transport, Akomodasi Petugas Kalibrasi dan Rencana Kegiatan.
c) Surat Persetujuan Biaya dan Jadwal Pelaksanaan Kalibrasi Alat Kesehatan
dari Sarpelkes.
2. Biaya
Dikenakan Biaya Kalibrasi sesuai PP No.21 Tahun 2013 Tentang Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kesehatan RI.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
3. Bagan Alur Kegiatan
Tidak
Tidak
MULAI
BPFK Memberikan Penawaran Biaya Kalibrasi Alat
Kesehatan kepada Sarpelkes
Sarpelkes
setuju ?
BPFK dan Sarpelkes Koordinasi waktu pelaksanaan
Kalibrasi Alat Kesehatan
Kondisi Alat Laik
dilakukakan
Kalibrasi ?
Surat di Arsip
Alat tidak
dilakukan
Kalibrasi
Sarpelkes mengajukan permohonan Kalibrasi Alat
kesehatan ke BPFK
Pelaksanaan Kalibrasi alat Kesehatan di Sarpelkes
Petugas kembali ke BPFK Medan dan membuat
Laporan serta Sertifikat Laporan
Pemberitahuan ke Sarpelkes bahwa pekerjaan
telah selesai
Sarpelkes menyelesaikan Administrasi
SELESAI
Laporan dan Sertifikat diberikan ke Sarpelkes
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2.3.9. Petugas Kalibrasi
Meskipun beberapa pelaksanaan kalibrasi dapat dilakukan dengan mudah,
tetapi petugas kalibrasi yang diharapkan dapat melaksanakan kalibrasi dengan baik
dan benar kiranya perlu mempunyai kualifikasi yang memadai. Hal ini akan lebih
terasa urgensinya jika dalam proses kalibrasi harus menghadapi perhitungan baik
berupa konversi, standar deviasi, maupun perhitungan ketidak pastian serta
menafsirkan hasil kalibrasi berdasarkan metode kalibrasi untuk kepentingan
laboratorium penguji.
Pada pokoknya petugas kalibrasi harus sensitif terhadap hasil kalibrasi yang
telah diperoleh, tidak boleh terlalu mengandalkan patokan metode kalibrasi yang
telah begitu rutin dilakukan sehingga mengabaikan sensitifitas kalibrasi itu sendiri.
Personel pelaksana kalibrasi berkompeten (tersertifikasi). Diluar persyaratan teknis
diatas petugas kalibrasi perlu memiliki kepribadian yang baik, mempunyai dedikasi
yang tinggi, serta bertanggung jawab terhadap setiap pekerjaan kalibrasi yang sedang
dan yang telah dilaksanakannya.
2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas pelayanan
Wolkins (dalam Tjiptono 2012) mengemukakan 5 (lima) faktor dalam
melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan. Keenam faktor
tersebut meliputi : struktur organisasi, kepemimpinan, kemampuan dan keterampilan,
komunikasi, serta penghargaan dan pengakuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
1. Tata Hubungan Kerja dan SOP
Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada
umumnya, tetapi ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena sasaran
pelayanan ditujukan secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan
kehendak multi kompleks. Organisasi pelayanan yang dimaksud di sini adalah
mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur maupun
mekanismenya yang akan berperan dalam kualitas dan kelancaran pelayanan.
Organisasi adalah mekanisme maka perlu adanya sarana pendukung untuk
memperlancar mekanisme itu. Sarana pendukung tersebut yaitu sistem, prosedur,
dan metode. “organization is a mechanism or structure that enables living to
work effectively together” (Moenir, 2012).
Sistem, prosedur, dan metode. Sistem sebagai susunan atau rakitan atas sesuatu
yang penting dan saling berhubungan serta saling tergantung sehingga
membentuk kesatuan yang rumit namun utuh. Faktor organisasi sebagai suatu
sistem merupakan alat yang efektif dalam usaha pencapaian tujuan, dalam hal ini
pelayanan yang baik dan memuaskan. Agar organisasi sebagai sistem dapat
berjalan perlu ada pembagian dalam hal organnya maupun tugas pekerjaannya
sampai pada jenis pekerjaan yang paling kecil (Moenir, 2012). Penerapan sistem
kualitas yang berfokus pada pelanggan akan berhasil apabila terlebih dahulu
dipahami hambatan-hambatan yang dihadapi. Salah satunya adalah ketidak
pedulian aparatur pemerintah dalam penerapan sistem kualitas yang berfokus
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
pada pelanggan. Selain hal itu, ketidak berdayaan pegawai dalam penerapan
sistem kualitas yang mengarah pada kepuasan total pelanggan.
Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat,
maka pemberdayaan terhadap para pelaku birokrasi ke arah penciptaan
profesionalisme pegawai menjadi sangat menentukan. Sejalan dengan itu,
Pamudji (2009) mengemukakan bahwa “profesionalisme pegawai bukan satu-
satunya jalan untuk meningkatkan pelayanan publik, karena masih ada alternatif
lain, misalnya dengan menciptakan sistem dan prosedur kerja yang efisien tetapi
adanya pegawai yang professional tidak dapat dihindari oleh pemerintah yang
bertanggung jawab. Prosedur bisa diterjemahkan sebagai tata cara yang berlaku
dalam organisasi. Kedudukannya demikian penting sebab sah atau tidaknya
perbuatan orang dalam organisasi ditentukan oleh tingkah lakunya berdasar
prosedur. Prosedur bersifat mengatur perbuatan baik ke dalam (intern) maupun
ke luar (ekstern), maka harus diketahui dan dipahami oleh orang yang
berkepentingan, baik pegawai maupun pihak-pihak di luar organisasi.
2. Kepemimpinan
Dalam kaitannya dengan manajemen pelayanan yang berkualitas, Goetsch dan
Davis (2004) memberikan definisi bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan
untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung
jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi.
Sedangkan Gibson et al. (2008) memberikan definisi bahwa kepemimpinan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kompetisi individu-individu lainnya
dalam suatu kelompok.
Dari definisi tentang kepemimpinan di atas konsep dasarnya berkaitan dengan
penerapannya dalam manajemen pelayanan yang berkualitas, yaitu
membangkitkan motivasi atau semangat orang lain dengan jalan memberikan
inspirasi atau mengilhami.
Perbaikan pelayanan publik di Indonesia sangat tergantung dengan peran
pemimpin instansi pemerintah (top down approach). Organisasi yang memiliki
pemimpin yang kredibel berintegritas tinggi dan memiliki visi masa depan dapat
menjadi panutan dan innovator bagi reformasi pelayanan publik. Sementara itu,
Joseph M. Juran (2010) menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada
kualitas meliputi tiga fungsi manajerial yaitu perencanaan, pengendalian, dan
perbaikan kualitas. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan
komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin
perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya
kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan
kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.
Dalam perspektif manajemen kualitas pelayanan terpadu, kepemimpinan
didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara
berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas.
Kepemimpinan seperti itu, akan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut
(Ross, 2010): (1). Visible, committed, dan knowledgeable yaitu kepemimpinan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
yang baik mengembangkan fokus pada aspek kualitas, melibatkan setiap orang
dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu, juga mengembangkan hubungan
rutin dengan para karyawan, pelanggan dan pemasok; (2). Semangat misionaris,
yaitu pemimpin yang baik berusaha mempromosikan aspek kualitas di luar
organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun pelanggan; (3). Target
yang agresif, yaitu kepemimpinan yang baik mengarah pada perbaikan yang
bersifat incremental, tidak sekedar perbaikan proses, tetapi juga mengupayakan
proses-proses yang berbeda; (4). Strong driver di mana tujuan yang ingin dicapai
dalam aktivitas perbaikan ditetapkan dengan jelas dalam ukuran kepuasan
pelanggan dan kualitas; (5). Komunikasi nilai-nilai, dimana kepemimpinan yang
baik melakukan perubahan budaya ke arah budaya kualitas efektif. Hal ini
dilakukan dengan menyusun suatu sistem komunikasi yang jelas dan konsisten
melalui kebijakan tertulis, misi, pedoman, dan pernyataan lainnya mengenai
nilai-nilai kualitas; (6) Organisasi, yaitu di mana struktur yang dimiliki adalah
struktur flat (flatstructure) yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih
besar bagi tingkat yang lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan
dilibatkan dalam tim-tim perbaikan antar departemen; (7). Kontak dengan
pelanggan dimana para pelanggan memiliki akses untuk menghubungi manajer
puncak dan para manajer senior perusahaan.
3. Kemampuan dan Keterampilan
Dalam bidang pelayanan yang menonjol dan paling cepat dirasakan oleh orang-
orang yang menerima layanan adalah keterampilan pelaksananya. Mereka inilah
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
yang membawa “bendera” terhadap kesan atas baik-buruknya layanan. Dengan
keterampilan dan kemampuan yang memadai maka pelaksanaan tugas/pekerjaan
dapat dilakukan dengan baik, cepat, dan memenuhi keinginan semua pihak, baik
manajemen itu sendiri maupun masyarakat.
Salah satu unsur yang paling fundamental dari manajemen pelayanan yang
berkualitas adalah pengembangan pegawai secara terus menerus melalui
pendidikan dan pelatihan. Silalahi (2008) menyatakan “dalam pekerjaan
keterampilan dapat dipelajari dengan latihan, maka karyawan setengah terampil
mempunyai kemungkinan besar dapat melakukan pekerjaan itu dengan sangat
memuaskan setelah suatu masa latihan”. Flippo dalam Hasibuan (2013)
mendefinisikan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: pendidikan adalah
berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas
lingkungan kita secara menyeluruh. Sedangkan pelatihan adalah suatu usaha
peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan
suatu pekerjaan tertentu.
Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu pemahaman secara
implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang
innovator, pengambil inisiatif, serta menjadikannya efektif dan efisien dalam
melakukan pekerjaan. Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan
sertifikasi dari laboratorium yang terakreditasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
4. Komunikasi
Berkomunikasi adalah sebuah cara yang dilakukan manusia untuk
mengungkapkan ide, mengekspresikan perasaan dan mencitrakan diri. Cara
seseorang berkomunikasi akan menjelaskan tentang bagaimana dia
mempersepsi dirinya dan orang lain. Dalam pelaksanaan pelayanan publik,
keterampilan berkomunikasi menjadi salah satu aspek penting yang akan
mempengaruhi bagaimana efektifitas pelayanan publik yang diberikan serta
akan menentukan bagaimana masyarakat sebagai pelanggan dalam
merespon dan mencitrakan organisasi pemberi layanan. Untuk
berkomunikasi haruslah mampu menempatkan manusia pada posisi yang
terhormat sebagaimana pula pelayanan publik adalah sebuah ikhtiar
untuk memanusiakan manusia (human humanization) (Saleh, 2014).
Dalam dunia kerja, antara manajer dan karyawan dihubungkan dengan
komunikasi untuk melaksanakan tugas masing-masing agar dapat terselesaikan
dengan baik. Komunikasi yang baik akan memberikan dampak positif bagi
manajer maupun karyawan. Dalam pelaksanaan tugas, mereka cenderung
berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan komunikasi secara tertulis,
karena dengan komunikasi secara lisan akan mempermudah terjadinya umpan
balik, sehingga ketidakjelasan informasi dapat langsung teratasi dengan
menanyakan secara langsung.
Komunikasi dalam sebuah organisasi perusahaan khususnya dan umumnya
organisasi-organisasi lain, biasanya terjadi dalam dua konteks, yaitu komunikasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
yang terjadi di dalam perusahaan (internal communication) dan komunikasi yang
terjadi di luar perusahaan (external communication). Di dalam komunikasi
internal, baik secara vertical, horizontal, maupun diagonal sering terjadi kesulitan
yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran komunikasi atau dengan kata lain
terjadi miss komunikasi.
Kesulitan ini terjadi dikarenakan adanya kesalahpahaman, adanya sifat
psikologis seperti egois, kurangnya keterbukaan antar pegawai, adanya perasaan
tertekan dan sebagainya, sehingga menyebabkan komunikasi tidak efektif dan
pada akhirnya tujuan organisasi pun sulit untuk dicapai.
5. Penghargaan dan Pengakuan
Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi
strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan
dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi,
moral kerja, rasa bangga dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi
yang akhirnya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi instansi dan
pelanggan yang dilayani.
Untuk memberikan kepuasan kepada pegawai terhadap keberhasilan kinerja yang
telah dicapai adalah dengan memberikan kompensasi. Menurut Mangkunegara
(2013) bahwa kompensasi yangdiberikan kepada pegawai sangat berpengaruh
pada tingkat kepuasan kerja, dan motivasi kerja serta hasil kerja. Riset mengenai
perilaku individu dalam organisasi menunjukkan bahwa imbalan merupakan
suatu factor yang terpenting bagi orang. Karena yang terpenting bagi kebanyakan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
orang, maka masalah imbalan mengandung kekuatan mempengaruhi perilaku
keanggotaan mereka dan prestasi mereka.
Menurut Kasim (2013) bahwa peningkatan prestasi kerja juga dipengaruhi oleh
teori-teori motivasi yang menjurus kepada pemuasan kebutuhan dan faktor-faktor
lain yang berhubungan. Hal ini mengasumsikan bahwa organisasi yang efektif
adalah organisasi yangmampu memotivasi anggota-anggota organisasi melalui
berbagai cara seperti pemenuhan kebutuhan mereka terhadap uang, status,
keberhasilan, dan kondisi kerja. Sumberdaya manusia merupakan asset
organisasi yang paling vital, sebagai pelanggan internal yang menentukan
kualitas akhir suatu produk/jasa. Salah satu konsep untuk meningkatkan kualitas
pelayanan adalah pemberdayaan sumber daya manusia (empowerment).
Menurut Tjiptono (2012) pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibatan
karyawan yang benar-benar berarti (signifikan) sedangkan menurut Decenzo &
Robbins (2009) pemberdayaan adalah meningkatkan kewenangan dan kebebasan
para pekerja untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, pemberdayaan tidak
hanya memiliki masukan, tetapi juga memperhatikan, mempertimbangkan, dan
menindak lanjuti masukan tersebut apakah akan diterima atau tidak.
6. Kelengkapan Peralatan
Kelengkapan berarti kegenapan, sedangkan alat berarti barang-barang yang
dipakai untuk mengerjakan sesuatu (Pusat Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Depdiknas, 2009). Jadi kelengkapan alat adalah kegenapan barang-
barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuai tugas. Untuk menguji alat medis
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
yang akan dikalibrasi dibutuhkan peralatan yang lengkap agar kualitas kalibrasi
dapat dipertanggungjawabkan. Penggunaan peralatan yang lengkap juga akan
memudahkan dalam pelaksanaan kerja sehingga kualitas hasil kerja lebih
terjamin.
7. Jarak/Wilayah Pelayanan
Jarak antara tempat tugas dengan tempat pelayanan kesehatan kalibrasi
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Hal ini dapat dipahami
karena semakin jauh sarana pelayanan kesehatan (sarpelkes) yang akan
dilakukan kalibrasi maka akan menurunkan kualitas pelayanan karena petugas
mengalami kejenuhan di jalan atau ketika terjadi masalah yang tidak dapat
ditangani di wilayah pelayanan tersebut maka ia harus kembali lagi ke BPFK.
8. Pengakuan Standarisasi
Pelayanan kalibrasi dapat ditujukan untuk keperluan internal maupun eksternal
sebagai pelayanan kalibrasi kepada masyarakat luas. Pada prinsipnya agar
kalibrasi dapat dilaksanakan harus disediakan : alat standar yang terkalibrasi,
metode kalibrasi yang diakui, pelaksana kalibrasi yang berkualifikasi, rekaman
yang memadai serta lingkungan kalibrasi yang memenuhi persyaratan metode
kalibrasi. Kalibrasi internal dapat dilaksanakan dengan memperhatikan
kelengkapan fasilitas tersebut. Instansi bersangkutan hanya terbatas melayani
kebutuhan kalibrasi internal untuk jenis kalibrasi tertentu, namun instansi yang
bersangkutan tidak dibenarkan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas
.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2.5. Landasan Teori
Dalam menghadapi persaingan di Era Globalisasi, para pengelola fasilitas
pelayanan kesehatan dituntut meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan menuntut perbaikan
pengelolaan semua sumber daya kesehatan termasuk layanan pengujian dan
kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan kesehatan. Jaminan kualitas dalam
pengujian dan kalibrasi merupakan tuntutan bagi para penerima jasa layanan
kesehatan. Oleh karena itu, sumber daya yang ada perlu dikelola dengan sebaik-
baiknya. Pengelolaan pelayanan pengujian dan kalibrasi pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang baik adalah pengelolaan yang memenuhi kaidah ketentuan
pengelolaan layanan pengujian dan kalibrasi.
Joseph M. Juran mengatakan bahwa mutu adalah kesesuaian dengan tujuan
atau manfaatnya. Menurut W.Edward Deming, mutu harus bertujuan memenuhi
kebutuhan pelanggan sekarang dan masa mendatang. Crosby berpendapat bahwa
mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery,
reliability, maintainability, effectiveness. Sedang menurut A.V. Feigenbaum, mutu
merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi
marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui nama produk dan jasa
dalam pemakaian akan sesuai dengan harapan pelanggan. Pendapat David L.
Goestsch dan Stanley Davis bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan
dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi apa yang diharapkan (Tjiptono, 2012).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Menurut Wolkins dalam Tjiptono (2012) bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas pelayanan adalah: struktur organisasi, kepemimpinan,
kemampuan dan keterampilan, komunikasi, penghargaan dan pengakuan. Kualitas
pelayanan alat kesehatan berkaitan erat dengan mutu pelaksana penguji alat kesehatan
dan hal tersebut sangat penting untuk mendapatkan keakurasian hasil pemakaian alat
kesehatan.
Sumber: Tjiptono (2012)
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Kualitas
pelayanan
Dari Segi Pemakaian
Jasa Pelayanan
Dari pihak pemberi
pelayanan kesehatan
dan penyedia jasa
9 area fundamental:
1. Men
2. Money
3. Materials
4. Machine and
Mechanization
5. Modern
information
methods
6. Markets
7. Management
8. Motivation
9. Mounting
product
requirement
1. Tata Hubungan Kerja dan SOP
2. Kepemimpinan
3. Kemampuan dan keterampilan
4. Komunikasi
dalam organisasi
5. Penghargaan dan pengakuan
6. Kelengkapan
peralatan 7. Jarak/wilayah
pelayanan
8. Pengakuan standarisasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan tata hubungan kerja dan SOP dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
2. Ada hubungan kepemimpinan dengan kualitas pelayanan petugas kalibrasi di
Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
3. Ada hubungan kemampuan dan keterampilan dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
4. Ada hubungan komunikasi dalam organisasi dengan kualitas pelayananpetugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
5. Ada hubungan penghargaan dan pengakuan dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
1. Tata Hubungan Kerja dan SOP
2. Kepemimpinan
3. Kemampuan dan keterampilan
4. Komunikasi dalam organisasi
5. Penghargaan dan pengakuan
6. Kelengkapan peralatan
7. Jarak/wilayah pelayanan
8. Pengakuan standarisasi
Kualitas
pelayanan
Petugas
Kalibrasi
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
6. Ada hubungan kelengkapan peralatan dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
7. Ada hubungan jarak / wilayah pelayanan dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
8. Ada hubungan pengakuan standarisasi dengan kualitas pelayanan petugas
kalibrasi di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Medan tahun 2016.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA