14
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun 1891 yang diwakili oleh Duta Besar Kerajaan Belanda C. Van Bylandt dan Menteri Luar Negeri Inggris Salyburry. Masing-masing negara meratifikasi konvensi tesebut dan dilakukan pertukaran piagam ratifikasi pada tanggal 11 Mei 1892. Di dalam konvensi ini diatur berbagai hal yang menyangkut penentuan batas secara umum seperti penentuan watershed (batas air) maupun hal-hal khusus yang menyangkut kasus-kasus pada wilayah tertentu termasuk juga dalam penyelesaian Outstanding Bounday Problems (OBP). 1 Departemen Pertahanan Republik Indonesia melalui Direktur Wilayah Pertahanan, Brigjen Frans. B Workala melihat makna yang terkandung dalam konvensi tersebut yakni : - Konvensi 1891 harus dilihat sebagai sebuah produk penetapan batas kedua negara yang dibuat oleh para pejabat dan para profesional bidang survei dan pemetaan warisan dari Belanda dan Inggris - Konvensi 1891 memanfaatkan fenomena alam sebagai batas kedua negara Dalam Konvensi Tahun 1891 ini terkandung 2 (dua) esensi yakni yang disebutkan dalam pasal 2 dan 3 konvensi ini di mana inti dari kedua pasal tersebut adalah Belanda maupun Inggris sepakat bahawa batas kedua negara ditandai dengan bentang alam berupa watershed atau aliran sungai yang terdapat pada punggung gunung atau aliran sungai di lereng lembah yang menjadi batas kedua negara, dengan demikian maka watershed yang dimaksud adalah watershed yang utama, artinya apabila di wilayah tersebut terdapat beberapa watershed, maka yang menjadi batas antar negara adalah watershed dari punggung gunung yang paling besar dan yang paling tinggi. Dalam konvensi ini juga dijelaskan bahwa pengukuran dan penetapan batas wilayah di mulai pada titik datum 4°10’ LU, melintasi tepat titik 4°20’ LU dan harus mencapai titik akhir 117° BT (Hadiwijoyo, 2011 : 150-151). 1 http://download.portalgaruda.org/article/Yustina/Dwi/Jayanti“penyelesaian/sengketa/batas/wilayah/darat/antara/indonesia/dan/m alaysia/(diaksespada 30 Agustus 2017 pukul 08.01 WIB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia

1. Konvensi Tahun 1891

Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun 1891 yang diwakili

oleh Duta Besar Kerajaan Belanda C. Van Bylandt dan Menteri Luar Negeri Inggris

Salyburry. Masing-masing negara meratifikasi konvensi tesebut dan dilakukan pertukaran

piagam ratifikasi pada tanggal 11 Mei 1892. Di dalam konvensi ini diatur berbagai hal

yang menyangkut penentuan batas secara umum seperti penentuan watershed (batas air)

maupun hal-hal khusus yang menyangkut kasus-kasus pada wilayah tertentu termasuk

juga dalam penyelesaian Outstanding Bounday Problems (OBP).1

Departemen Pertahanan Republik Indonesia melalui Direktur Wilayah

Pertahanan, Brigjen Frans. B Workala melihat makna yang terkandung dalam konvensi

tersebut yakni :

- Konvensi 1891 harus dilihat sebagai sebuah produk penetapan batas kedua negara

yang dibuat oleh para pejabat dan para profesional bidang survei dan pemetaan

warisan dari Belanda dan Inggris

- Konvensi 1891 memanfaatkan fenomena alam sebagai batas kedua negara

Dalam Konvensi Tahun 1891 ini terkandung 2 (dua) esensi yakni yang disebutkan

dalam pasal 2 dan 3 konvensi ini di mana inti dari kedua pasal tersebut adalah Belanda

maupun Inggris sepakat bahawa batas kedua negara ditandai dengan bentang alam berupa

watershed atau aliran sungai yang terdapat pada punggung gunung atau aliran sungai di

lereng lembah yang menjadi batas kedua negara, dengan demikian maka watershed yang

dimaksud adalah watershed yang utama, artinya apabila di wilayah tersebut terdapat

beberapa watershed, maka yang menjadi batas antar negara adalah watershed dari

punggung gunung yang paling besar dan yang paling tinggi. Dalam konvensi ini juga

dijelaskan bahwa pengukuran dan penetapan batas wilayah di mulai pada titik datum

4°10’ LU, melintasi tepat titik 4°20’ LU dan harus mencapai titik akhir 117° BT

(Hadiwijoyo, 2011 : 150-151).

1http://download.portalgaruda.org/article/Yustina/Dwi/Jayanti“penyelesaian/sengketa/batas/wilayah/darat/antara/indonesia/dan/m

alaysia/(diaksespada 30 Agustus 2017 pukul 08.01 WIB)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

9

2. Konvensi Tahun 1915

Setelah dilakukan Konvensi pada Tahun 1891, batas negara secara utuh

digambarkan sebagai watershed, namun pada kenyataanya keadaan di lapangan tidak

sesuai dengan gambarannya karena masih terdapat wilayah-wilayah yang watershednya

terpotong. Hal tersebut membuat kedua negara untuk melakukan penegasan kembali pada

tahun 1915 yang terbukti dengan adanya Konvensi Tahun 1915. Konvensi tahun 1915

ditandatangani oleh Ir. JHG. Schepers sebagai anggota Brigade Triangulasi dan Letnan

Laut EA. Vrede sebagai perwakilan dari Kerajaan Belanda sedangkan perwakilan dari

Inggris adalah ahli pemetaan HWL. Bunbury dan G.St. V. Keddel. Konvensi tersebut di

tandatangani pada tanggal 17 Februari 1913 di Tawao Borneo Inggris.

Penegasan oleh kedua negara tersebut dilakukan dengan melakukan survei dan

pengukuran ke lokasi perbatasan. Persetujuan tersebut dikukuhkan pada tanggal 28

September 1915 di London. Di mana inti dari Konvensi ini adalah bahwa penetapan garis

batas di darat ditentukan dengan menggunakan watershed dan garis lurus. Sedangkan

penetapan garis batas darat pada Konvensi 1891 adalah hanya menyebutkan titik awal

4°10’ LU, melintasi tepat titik 4°20’ LU dan titik akhir mencapai 117° BT tanpa

menjelaskan apakah garis batas tersebut dapat ditentukan dengan watershed ataupun garis

lurus (Hadiwijoyo, 2009 : 122-123).

3. Konvensi Tahun 1928

Setelah melakukan Konvensi pada Tahun 1891 dan 1915, maka pada tahun 1928

dilakukan kembali Konvensi antara Belanda dan Inggris yang berkaitan dengan batas

wilayah di Pulau Borneo. Konvensi tersebut ditandatangani di Den Haag pada tanggal 26

Maret 1928. Konvensi ini merupakan Konvensi yang terakhir untuk penegasan batas

wilayah antar kedua negara. Esensi dari Konvensi ini terletak pada bagaimana Inggris dan

Belanda menentukan batas kedua negara pada wilayah lembah yang di dalamnya terdapat

beberapa sungai. Apabila dalam Konvensi 1819 menegaskan penetapan batas melalui

watershed dari punggung gunung tertinggi, namun pada kenyataanya masih banyak

watershed yang terputus maka Konvensi 1915 menegaskan apabila terdapat watershed

yang terputus akan ditetapkan melalui garis lurus.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

10

Penegasan dalam Konvensi tahun 1928 ini menyatakan bahwa apabila di wilayah

tersebut terdapat watershed maka watershed lah yang akan menjadi batas antar kedua

negara, tetapi apabila tidak terdapat watershed pada wilayah tersebut maka batas akan

ditentukan dengan mengikuti sisi kanan sungai yang mengalir dan pada sisi kanannya

akan diberi tanda patok Kayu Belian. Namun apabila tidak dijumpai sungai maka batas

tersebut baru dapat berupa garis lurus (Hadiwijoyo, 2011 : 155-156).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

11

2.1. Outstanding Boundary Problems (OBP)

Sejak kedua negara kolonial Belanda dan Inggris meninggalkan kedua wilayah yakni

Indonesia dan Malaysia kemudian mereka menjadi negara baru, maka penyelesaian perbatasan

darat dilanjutkan. Permasalahn muncul sejak dilakukanya pengukuran ulang pada tahun 1970-an

bahwa pengukuran baru di lapangan oleh kedua negara berbeda dengan hasil dari konvensi

Belanda dan Inggris. Sampai saat ini permasalahan perbatasan darat menyisakan 9 titik yang

disebut Outstanding Boundary Problems (OBP) yang merupakan perbatasan lintas darat antara

Indonesia dengan Malaysia di Pulau Kalimantan. Penetapan batas darat kedua negara ditetapkan

berdasarkan Konvensi Belanda-Inggris tahun 1991, 1915 dan 1928. Upaya penyelesaian

demarkasi (penegasan perbatasan darat) masih menyisakan 9 titik OBP di Pulau Kalimantan. 9

titik tersebut belum dapat terselasaian dikarenakan berbagai hal seperti perbedaan persepsi antara

RI-Malaysia ketika terjun ke lapangan, hilangnya patok batas kedua negara, perbedaan peta

kedua negara.

Titik-titik OBP tersebut terbagi ke dalam dua sektor yaitu sektor barat yang terletak di

Provinsi Kalimantan Barat dengan 4 titik yaitu Titik D400, Gunung Raya, Gunung Jagoi, dan

Batu Aum. Sedangkan untuk sektor Timur terletak di Provinsi Kalimantan Utara (dahulu

Kalimantan Timur) yang terdapat 5 titik yaitu Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, Sungai Simantipal,

Titik C500-C600 dan Titik B2700-B100. Sesuai dengan Rencana Strategis Badan Nasional

Pengelola Perbatasan (BNPP) sampai saat ini memfokuskan penyelesaian Outstanding Boundary

Problems (OBP) sektor timur di Kalimantan Utara. (Wasono Ponco K, Kabid Ancaman

Terhadap Negara Kemenko Polhukam, 2017). Gambaran umum permasalahan lima titik OBP

sektor timur adalah sebagai berikut:

a. Pulau Sebatik : permasalahan yang terjadi di wilayah Pulau Sebatik bahwa hasil pengukuran

yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia berbeda dengan hasil yang telah ada di dalam

Konvensi Belanda-Inggris.

b. Sungai Sinapad : permasalahan yang terjadi berawal ketika Malaysia mengklaim bahwa

sungai Sinapad adalah anak sungai dari Sungai Sedalir yang bermuara di Malaysia, namun

Indonesia menolak karena percabangan sungai tidak berda pada titik koordinat yang

ditentukan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

12

c. Sungai Simantipal : permasalahan yang terjadi di sungai ini sama dengan permasalahan yang

terjadi di sungai Sinapad yaitu Malaysia juga mengklaim bahwa sungai Simantipal juga

merupakan anak sungai dari sungai Sedalir namun Indonesia tetap menolak.

d. Titik C500-C600 : permasalahan yang terjadi di wilayah ini bahwa adanya perbedaan peta

yang digunakan oleh kedua negara, karena dalam permasalahan ini Malaysia secara sepihak

membuat peta sendiri dan menginginkan pengukuran bersama juga menggunakan acuan peta

Malaysia, namun Indonesia menolak.

e. Titik B2700-B3100 : permasalahan di wilayah ini sama persis dengan permasalahan di Titik

C500-C600 yakni Malaysia mempunyai peta sendiri dalam menentukan wilayah namun

Indonesia menolak hal tersebut.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

13

2.2. Uti Possidetis sebagai Dasar Hukum dalam Penentuan Perbatasan

Negara

Uti Possedetis merupakan salah satu dasar hukum yang dapat digunakan untuk berbicara

tentang geopolitik termasuk dalam hal ini adalah tentang perbatasan. Uti Possidetis pertama kali

digunakan oleh hakim Romawi dalam hukum kotamadya yang berarti bahwa wilayah dan

kekayaan lainya mengikuti pemilik asal pada akhir konflik antar negara baru dengan penguasa

sebelumnya yang disajikan dalam sebuah perjanjian. Hakim Roma menerapkan Uti Possidetis

yang terkenal dalam bahasa Inggris berarti “as you possess, so you may possess”, sebagai milik

anda maka anda boleh memilikinya. Moore 1913, menjelaskan bahwa Uti Possidetis selama era

Romawi sebagai sebuah dasar hukum yang mempertahankan kepemilikan harta. Uti Possedetis

sangat terkait dengan kedaulatan teritorial suatu negara. Uti Possidetis adalah dasar hukum yang

menunjukkan hubungan mendalam dengan penjajahan, penentuan nasib sendiri, integritas

teritorial, kedaulatan, kenegaraan, penciptaan negara, dan batas-batas teritorial.

Tujuan Uti Possidetis ini adalah untuk menjaga stabilitas teritorial negara-negara yang

baru dibuat pada saat dekolonisasi dan juga untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

gelar, batas demarkasi, dan pembatasan area maritim dalam situasi di mana sebuah perjanjian

tidak ada atau tidak ditangani. Uti Possidetis ini dihargai oleh negara-negara yang muncul

melalui proses dekolonisasi, karena menjamin integritas teritorial mereka. Selama bertahun-

tahun Uti Possidetis telah digunakan dan diterapkan pada batas-batas postkolonial untuk

mempertahankan finalitas perbatasan dalam situasi seperti perpecahan teritorial.2

Pada awal abad ke 17 terminoligi Uti Possidetis ini digunakan oleh penguasa Inggris

dalam kasus penolakanya terhadap penguasa Spanyol yang melakukan kontrol secara efektif

terhadap wilayah Western Hemisphere. Dalam perkembangan berikutnya Uti Possedetis ini

banyak digunakan oleh negara-negara baru dalam menentukan titik terdepanya setelah terlepas

dari negara kolonial. Pada abad ke 19 Uti Possedetis juga diterapkan di Amerika Selatan ketika

Spanyol menarik diri dari negara tersebut. Kemudian prinsip ini diterapkan oleh negara-negara

Afrika dan Asia setelah kolonial Eropa menarik diri dari negara-negara wilayah Afrika dan Asia.

Alasan mengapa Uti Possidetis ini dijadikan dasar hukum yang sangat kuat bagi negara-negara

pasca kolonialisme karena penguasa kolonial telah meletakan dasar-dasar negara secara jelas

2http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199796953/obo-9780199796953-0065.xml (diakses pada 29

Agustus 2017 pukul 11.25 WIB0

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

14

dalam sebuah perjanjian, sehingga negara-negara yang baru merdeka dari penguasa tinggal

meneruskan warisan perbatasan negara.

Terkait dengan pelaksanaan Uti Possidetis sebagai dasar hukum yang bersifat universal

dalam hukum internasional dalam penentuan wilayah negara baru, maka berkaitan erat pula

dengan kasus perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia yang berada di Kalimantan

Utara. Persoalan alokasi wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, maka

pembentukan garis imajiner perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan

adalah didasarkan pada hasil warisan kolonial (Inggris dan Belanda) pada masa penjajahan.

Dalam konteks ini,para kolonial membagi garis perbatasan menjadi dua bagian, yaitu: garis

perbatasan darat dan garis perbatasan laut (landas kontinen). Pada garis perbatasan darat yang

sudah dibuat tersebut terdapat di dua tempat, yaitu di Pulau Kalimantan dan di sebuah Pulau

Kecil di sebelah timur Pulau Kalimantan, yaitu Pulau Sebatik. Garis perbatasan darat di Pulau

Kalimantan, yang panjangnya ± 970 mil, membelah Pulau Kalimantan menjadi Propinsi

Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur negara Republik Indonesia dan negeri-negeri Sarawak

dan Sabah masuk ke dalam negara Federasi Malaysia.3 Sehingga dalam penyelesaian

permasalahan perbatasan darat antara Indonesia masih didasarkan pada dasar hukum Possedetis

Juris di mana seluruh wilayah negara Indonesia didasarkan pada warisan Belanda sedangkan

seluruh wilayah Malaysia didasarkan pada warisan negara Inggris.

Seiring berjalanya waktu penentuan batas wilayah darat antara Indonesia dan Malaysia

sampai saat ini masih tetap memegang dasar hukum yaitu Uti Possedetis dengan bukti masih

diberlakukanya Konvensi Perbatasan tahun 1819, 1915 dan 1928. Uti Possidetis ini menjadi

dasar bagi Indonesia dan Malaysia karena Uti Possidetis ini adalah dasar yang paling relevan

dalam penyelesaian permasalahan perbatasan darat kedua negara. Rangkaian sejarah perbatasan

Malaysia di Kalimantan tersebut merupakan argumentasi historis yang memperkuat alokasi

wilayah Indonesia di Kalimantan, sehingga hal ini sangat bermanfaat bagi penetapan delimitasi

dan demarkasi perbatasan Indonesia.

3 e-Journal Saru Arifin “Pelaksanaan Asas Uti Possidetis Dalam Penentuan Titik Patok Perbatasan Darat Indonesia dengan

Malaysia”http://jurnal.uii.ac.id/index.php/IUSTUM/article/view/3847/3423 (diakses pada 29 Agustus 2017 pukul 11.57 WIB)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

15

2.3. Teori Neo Realisme

Perkembangan dunia yang semakin maju dari waktu ke waktu menimbulkan pemikiran-

pemikiran baru yang tentunya lebih maju yang tentunya mampu dan relevan dalam merespon

perubahan-perubahan dan perkembangan di dunia. Salah satu teori yang sangat laris sejak dahulu

adalah teori realisme yang dianggap sebagai teori yang mampu menjelesakan berbagai fenomena

yang terjadi sejak dahulu sampai saat ini. Namun pada kenyataanya, fenomena hubungan

internasional tidak dapat dipahami dengan satu teori saja, atas dasar mengikuti perkembangan

dan perubahan dunia muncul pendekatan baru yaitu neorealisme.

Neorealisme adalah salah satu pendekatan baru yang merupakan pengembangan dari teori

realisme. Berbicara tentang neorealisme maka tidak dapat dilepaskan dari pemikiran seorang

neorealisme yang sangat terkenal yaitu Kenneth Waltz tahun 1979. Asumsi-asumsi yang yang

diungkapkan dalam neorealis adalah bahwa neorealis mengandung konsep-konsep yaitu anarki,

self interest dan kemungkinan untuk bekerja sama. Namun beberapa asumsi dari pendekatan

lanjutan ini masih bisa dikatakan sama misalnya dalam konsep power. Di dalam realisme

menjelaskan bahwa power lebih mengarah pada kekuatan-kekuatan militer suatu negara

sedangakan di dalam neorealis power merupakan gabungan dari kekuatan-kekuatan yang

dimiliki oleh suatu negara dan power tersebut menentukan posisi negara tersebut di dunia.

Di dalam neorealisme, Waltz tidak membahas tentang sifat dasar manusia sebagaimana

hal tersebut dibahas di dalam realisme, namun Waltz lebih berfokus pada sistem yang mengatur

pola perilaku manusia. Dalam hal ini Waltz juga mengungkapkan tentang bagaimana suatu

negara bisa melakukan kerjasama dalam situasi yang anarki. Dalam realisme menjelaskan bahwa

negara merupakan aktor yang paling utama dan pemikiran ini berkembang pada neorealis yang

menjadikan negara sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan internasional. Meskipun suatu

negara menjadi satu-satunya aktor dalam hubungan internasional, namun negara-negara di dunia

ini hidup dalam suatu sistem internasional yang terdapat banyak negara-negara. Sehingga dalam

rangka mencapai tujuan atau kepentinganya untuk bertahan hidup maka diperlukanya sikap yang

kompetitif. Sikap kompetitif ini yang nantinya membawa negara-negara untuk saling bekerja

sama satu dengan yang lainya. Waltz juga menjelaskan tentang konsep power yang dikaitkan

dengan kemungkinan terjadinya kerjasama. Dalam neorealis masih membuka kemungkinan

suatu negara untuk melakukan kerjasama dengan negara yang lain, namun kerjasama yang

dilakukan adalah berdasarkan power yang dimiliki oleh suatu negara tertentu. Neorealis

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

16

meyakini bahwa negara merupakan aktor yang rasional di mana suatu negara akan

memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian, oleh karena itu strategi untuk

memaksimalkan power itu menjadi sangat penting bagi satu negara. Sehingga neorealis

menganggap bahwa kerjasama masih mungkin terjadi dalam kondisi yang anarki dilihat sebagai

pemikiran yang lebih sesuai karena dalam dunia internasional negara-negara tidak dapat hidup

sendiri melainkan negara-negara hidup berdampingan untuk mencapai kepentinganya. (Sorensen

dan Jackson, 2005 ː 110-116)

Teori neorealisme dianggap relevan untuk melakukan penelitian ini karena teori ini dapat

digunakan untuk menganalisa tentang strategi-strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia

untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lima titik OBP di Kalimantan Utara. Karena

ketika berbicara tentang strategi maka akan ada langkah-langkah yang akan dilakukan oleh

Indonesia untuk mencapai apa yang menjadi kepentingan Indonesia sendiri. Namun dalam

rangka mencapai kepentinganya Indonesia sendiri tidak dapat secara sepihak meyelesaikan

permasalahan tersebut karena masih ada pihak yang tentunya sangat berkaitan dengan

permasalahan tersebut yakni Malaysia yang mungkin juga memiliki kepentingan-kepentingan

yang harus dicapai. Sehingga dalam hal ini kedua negara terlihat masing-masing memiliki

kepentingan dan dalam mencapai kepentingan dan titik temu permasalahan masih dimungkinkan

untuk mereka saling melakukan kerjasama.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

17

2.4. Penelitian terdahulu

Dalam bagian ini akan di paparkan mengenai landasan penelitian terdahulu sebagai

pedoman dan rujukan dalam melakukan penelitian terakait dengan 5 titik Oustanding Boundary

Problems (OBP) di Kalimantan Utara. Dalam penelitian ini akan menggunakan rujukan

penelitian terdahulu dari :

Tabel 1. Penelitian terdahulu

Nama Judul Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1.Yustina

Dwi Jayanti

(Fakultas

Hukum

Universitas

Brawijaya)

2. Sandy Nur

Ikfal Raharjo

(Lembaga

Pengetahuan

Indonesia)

Penyelesaian Sengketa

Batas Wilayah Darat

antara Indonesia dan

Malaysia (Studi Kasus

di Kabupaten

Bengkayang,

Kalimantan Barat)

Kebijakan

Pengelolaan Kawasan

Perbatasan Darat

Indonesia Malaysia

(Studi Evaluatif di

Kecamatan Entikong)

• Untuk menganalisis

apa yang menjadi

dasar hukum dari

penentuan garis

batas wilayah darat

Indonesia Malaysia

yang teletak di Pulau

Kalimantan.

• Untuk menganalisis

tentang cara

penyelesaian

sengketa batas

wilayah darat antara

Indonesia Malaysia

di Kalimantan

• Untuk

mengidetifikasi

masalah utama

perbatasan darat

Indonesia Malaysia

• Untuk megetahui

kebijakan

pemerintah untuk

mengelola kawasan

perbatasan.

• Dasar hukum batas

wilayah darat Indonesia

Malaysia adalah

Memorandum of

Understanding (MoU)

yang berorientasi pada

Tratat London buatan

Belanda Inggris yang

menjajah kedua negara.

• Penyelesaian 4 titik di

Kalimantan Barat

dilakukan melalui jalan

negoisasi mesipun sampai

saat ini belum ada titik

penyelesaian.

• Keadaan perbatasan darat

di Kecamatan Entikong

Kalimantan Barat

menunjukkan kurangnya

pembangunan di berbagai

bidang seperti ifrastruktur

terliat pembangunan jalan

dan akses listrik yang

belum merata,

perdagangan yang tidak

seimbang, pendidikan di

mana masih kekurangan

banyak guru dan murid

putus sekolah karena akses

jalan yang sulit, sosial

budaya yang tidak

seimbang dan

pemerintahan yang tidak

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

18

3.Muhammad

Nizar Hidayat

(Universitas

Mulawarman

Smarinda)

Evoulusi Pengelolaan

Kawasan Perbatasan

Indonesia di

Kalimantan Utara

• Untuk

mendiskripsikan

pengelolaan

kawasan perbatasan

Indonesia di

Provinsi Kalimantan

Utara dalam hal ini

termasuk pada

pembahasan

mengenai kebijakan

pengelolaan

masyarakat

perbatasan di

kawasan tersebut

ketika Kalimantan

Utara masih

tergabung dalam

Provinsi Kalimantan

Timur

ada koordinasi antar

departemen.

• Kebijakan pemerintah

Indonesia dalam

mengelola perbatasan

adalah dibentuknya Badan

Nasional Pengelola

Perbatasan (BNPP).

• Kawasan perbatasan di

Kalimantan Timur yang

berbatasan langsung

dengan Malaysia memiliki

banyak permasalahan

sampai saat ini ketika

Kalimantan Utara

memisahkan diri masalah-

masalah masih muncul

seperti tidak jelasnya garis

batas akibat patok yang

telah rusak, ketertinggalan

perekonomian antara

masyarakat perbatasan

Indonesia dengan

Malaysia dan tingkat

kesehatan yang rendah.

Namun disisi lain sejak

dahulu sampai sekarang

kawasan perbatasan telah

dipegang oleh General

Border Committee (GBC)

dan lembaga-lembaga

pemerintah maupun non

pemerintah. Namun

setelah pemerintah

membentuk Badan

Nasional Pengelola

Perbatasan (BNPP), BNPP

lah yang kemudian

menjadi koordinator dalam

permasalahan perbatasan

di Kalimantan Utara.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

19

Penelitian terdahulu mengulas tentang dasar hukum yang digunakan dan proses

penyelesaian batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan dan berbicara pula tentang

kebijakan pemerintah untuk mengelola masyarakat di kawasan perbatasan yang belum

mendapatkan perhatian secara penuh dan ketertinggalan infrastruktur. Uraian dari penelitian

terdahulu lebih berbicara tentang keadaaan masyarakat di perbatasan meskipun dalam penelitian

terdahulu tersebut disinggung pula tentang kebijakan pengelolaan Indonesia dan badan-badan

yang menangani perbatasan. Namun dalam penelitian ini, peneliti akan lebih menguraikan lebih

banyak tentang faktor-faktor yang menghambat belum terselesaianya lima titik OBP dengan

batasan lima titik OBP di Kalimantan Utara yang menjadi fokus pemerintah pada masa

pemerintahan Jokowi ini. Peneliti akan mendiskripsikan tentang bagaimana strategi Indonesia

pada masa pemerintahan Jokowi-JK yang telah secara jelas akan membangun perbatasan yang

dituangkan dalam Nawacita yang ketiga. Jadi penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas

akan dijadikan sebagai pedoman dan rujukan dalam melakukan penelitian terakait dengan 5 titik

Oustanding Boundary Problems (OBP) di Kalimantan Utara.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

20

2.5. Kerangka Pikir

Outstanding Boundary

Problems (OBP)

RI-MALAYSIA

Sektor Barat di

Kalimantan Barat Sektor Timur di

Kalimantan Utara

Uti Possidettis

Juris

Faktor-faktor

penghambat

Strategi

Pemerintah RI

Titik

B2700-

B100

Pulau

Sebatik

Sungai

Sinapad

Sungai

Simantipal

Titik

C500-

C600

Penetapan Batas Darat

Indonesia-Malaysia

Teori Neo Realisme

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · 2.1 Penetapan Batas Darat Indonesia-Malaysia 1. Konvensi Tahun 1891 Konvensi Tahun 1891 di tandatangani di London pada tahun

21

Melalui kerangka pikir di atas, peneliti mencoba untuk memulai pembahasan terkait

dengan penetapan batas darat antara Indonesia dan Malaysia yang ada di Pulau Kalimantan.

Peneliti akan menguraiakan melalui Konvensi-konvensi yang telah di hasilkan oleh Belanda dan

Inggris. Seiring berjalanya waktu sampai kedua negara kolonial meninggalkan Indonesia dan

Malaysia, peneliti akan menguraikan tentang implikasi dari pada konvensi-konvensi yang telah

di buat yang kemudian menghasilkan apa yang di sebut dengan Outstanding Boundary Problems

(OBP). Peneliti kemudian membagi OBP ke dalam dua sektor dan peneliti mengambil fokus

pada lima titik OBP di sektor timur tepatnya di Kalimantan Utara. Peneliti akan menguraikan

permasalahan di masing-masing titik di sektor timur kemudian akan menggunakan satu dasar

hukum yaitu Uti Possedetis Juris dalam melihat setiap permasalahan yang terjadi. Peneliti akan

menguraikan juga tentang bagaimana hubungan antara dasar hukum tersebut dengan

permasalahan lima titik OBP sektor timur. Peneliti juga akan menghubungkan Uti Possedetis

Juris ke teori hubungan internasional yaitu teori neorealisme, di mana teori neorealisme juga

akan digunakan oleh peneliti untuk masuk pada permasalahan yang akan di cari yaitu

mendiskripsikan faktor-faktor penghambat penyelesaian dan strategi pemerintah Indonesia era

Jokowi-JK dalam menyelesaikan lima titik OBP sektor timur di Kalimantan Utara.