Upload
others
View
7
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Studi Kelayakan
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang menganalisis
layak atau tidak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasikan secara rutin dalam rangka
pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan, misalnya rencana
peluncuran produk baru.
Menurut Gittinger, J.P, (1986) Feasibility studies aim to objectively and rationally
uncover the strengths and weaknesses of an existing business or proposed venture,
opportunities and threats present in the environment, the resources required to carry
through, and ultimately the prospects for success. Studi kelayakan bertujuan untuk secara
obyektif dan rasional mengungkap kekuatan dan kelemahan dari bisnis yang sudah ada atau
usaha yang diusulkan, peluang dan ancaman yang ada di lingkungan, sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan, dan akhirnya prospek untuk sukses.
Pengertian studi kelayakan menurut Simanjuntak (1992) adalah studi awal untuk
merumuskan informasi yang dibutuhkan oleh pemakai akhir, kebutuhan sumber daya, biaya,
manfaat dan kelayakan proyek yang diusulkan.
2.2 Tujuan Dilakukan Studi Kelayakan
Tujuan atau manfaat studi kelayakan proyek adalah memberikan masukan informasi
kepada decision maker dalam rangka untuk memutuskan dan menilai alternatif proyek
investasi yang akan dilakukan. Belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu
diteliti, aspek-aspek apa saja yang akan dipelajari terlebih dahulu untuk melakukan studi
kelayakan, tetapi umumnya penelitian akan dilakukan terhadap aspek-aspek seperti aspek
hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek manajemen, aspek keuangan, tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam
dalam investasi tersebut.
Aspek-aspek yang dikaji dalam studi kelayakan meliputi :
1. Aspek Teknis, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan penyediaan input dan output dari
barang dan jasa yang akan digunakan serta dihasilkan di dalam suatu proyek. Analisis
secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu
proyek yang diusulkan. Misalnya dalam proyek pertanian, keadaan tanah di daerah
proyek dan potensinya bagi pembangunan pertanian; ketersediaan air baik secara alami
(hujan dan penyebaran hujan) maupun kemungkinan untuk pembangunan irigasi;
varietas benih tanaman dan ternak; pengadaan produksi; potensi dan keinginan
penggunaan mekanisasi. Analisis secara teknis juga akan menguji fasilitas-fasilitas
pemasaran dan penyimpanan (storage) yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan
proyek, dan pengujian sistem-sistem pengolahan yang dibutuhkan.
2. Aspek Institusional – Organisasi – Manajerial, yaitu hal-hal yang berkenaan dengan
pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek tersebut dengan pola sosial budaya
masyarakat setempat. Apakah proyek mempertimbangkan gangguan yang akan dirasakan
oleh petani-petani yang terbiasa dengan pola lama? Jika ya, ketentuan apa yang telah
dibuat untuk membantu mereka berpindah ke pola baru? Sistem komunikasi apa yang
ada untuk memberikan informasi baru kepada petani dan mengajarkan dengan keahlian
baru? Selain itu, untuk dapat dilaksanakan suatu proyek harus disesuaikan secara tepat
dengan struktur kelembagaan yang ada di daerah tersebut. Susunan organisasi proyek
tersebut sesuai dengan prosedur organisasi setempat; dan didukung oleh keahlian staf
yang ada mempunyai kemampuan untuk menangani proyek.
3. Aspek Sosial, yaitu menyangkut dampak sosial dan lingkungan yang disebabkan adanya
input dan output yang akan dicapai dari suatu proyek seperti distribusi pendapatan dan
penciptaan lapangan kerja.
4. Aspek Komersial, yaitu berkenaan dengan rencana pemasaran output yang dihasilkan
proyek maupun rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan
pelaksanaan proyek. Berkaitan dengan pemasaran output, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah ke mana produk akan dijual? Apakah pasar cukup luas untuk
menyerap output yang dihasilkan proyek? Berapa share pasar yang akan dikuasai produk
hasil proyek? Sementara berkaitan dengan penyediaan input adalah apakah saluran pasar
untuk input tersedia dengan kapasitas sesuai dengan yang diperlukan? Bagaimana
pembiayaan untuk penyedia input dan bagi petani sebagai pembeli input.
5. Aspek Finansial, yaitu berkenaan dengan pengaruh-pengaruh finansial proyek terhadap
peserta yang tergabung/terlibat dalam proyek. Selain itu yang berkaitan dengan
administrasi proyek seperti berapa besar dana investasi yang dibutuhkan dan kapan
dibutuhkannya? Bagaimana dengan biaya operasional jika proyek mengalami hambatan?
Apakah biaya-biaya ini tergantung kepada alokasi anggaran atau apakah proyek dapat
memberikan hasil yang dapat menutupi biaya administrasi.
6. Aspek Ekonomi, yaitu berkenaan dengan kontribusi proyek terhadap pembangunan
perekonomian dan berapa besar kontribusinya dalam menentukan penggunaan sumber
daya yang diperlukan. Sudut pandang dalam analisis ekonomi ini adalah masyarakat
secara keseluruhan.
Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu
dilakukan studi kelayakan yaitu :
1. Menghindari risiko kerugian untuk mengatasi risiko kerugian dimasa yang akan datang,
karena dimasa yang akan datang ada semacam kondisi ketidak pastian. Kondisi ini ada
yang dapat diramalkan akan terjadi atau memang dengan sendirinya terjadi tanpa
diramalkan. Dalam hal ini fungsi studi kelayakan adalah untuk meminimalkan risiko
yang tidak kita inginkan, baik risiko yang dapat kita kendalikan maupun yang tidak dapat
dikendalikan.
2. Memudahkan perencanaan jika kita sudah dapat meramalkan apa yang akan terjadi di
masa yang akan datang, maka akan mempermudah kita dalam melakukan perencanaan
dan hal-hal apa saja yang perlu direncanakan. Perencanaan meliputi berapa jumlah dana
yang akan diperlukan, kapan usaha atau proyek akan dijalankan, dimana lokasi proyek
akan dibangun, siapa-siapa yang akan melaksanakannya, bagaimana cara menjalankan,
berapa besar keuntungan yang akan diperoleh serta bagaimana mengawasinya jika terjadi
penyimpangan. Yang jelas dalam perencanaan sudah terdapat jadwal pelaksanaan usaha,
mulai dari usaha dijalankan sampai waktu tertentu.
3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan dengan adanya berbagai rencana yang sudah
disusun akan sangat memudahkan pelaksanaan bisnis. Para pelaksana yang mengerjakan
bisnis tersebut telah memiliki pedoman yang harus diikuti. Kemudian pengerjaan usaha
dapat dilakukan secara sistematik, sehingga tepat sasaran dan sesuai dengan rencana
yang sudah disusun. Rencana yang sudah disusun dijadikan acuan dalam mengerjakan
setiap tahap yang sudah direncanakan.
4. Memudahkan pengawasan dengan telah dilaksanakannya suatu usaha atau proyek sesuai
dengan rencana yang sudah disusun, maka akan memudahkan perusahaan untuk
melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar
pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun. Pelaksana pekerjaan
dapat sungguh-sungguh melakukan pekerjaannya karena merasa ada yang mengawasi,
sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat oleh hal-hal yang tidak perlu.
5. Memudahkan pengendalian apabila dalam pelaksanaan pekerjaan telah dilakukan
pengawasan maka jika terjadi suatu penyimpangan akan mudah terdeteksi, sehingga akan
dapat dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut. Tujuan pengendalian adalah
untuk mengendalikan pelaksanaan pekerjaan tidak melenceng dari rel yang
sesungguhnya, sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan akan tercapai.
Banyak dan sedikitnya aspek yang akan dinilai serta kedalaman analisis, tergantung pada
besarnya dana yang tersedia dalam investasi tersebut. Terkadang ada satu hal lagi yang
seharusnya dikemukakan secara eksplisit, yaitu aspek sistem alami dan kualitas lingkungan.
Pengalaman di berbagai negara sering kali menunjukkan bahwa sistem alami dan lingkungan
dirugikan oleh pelaksanaan suatu proyek. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas
lingkungan akan menunjang kelangsungan suatu usaha agrobisnis/proyek sebab tidak ada
proyek yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Kadariyah,
1986).
2.3 Usahatani
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-
faktor produksi (tanah, tenaga kerja, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif,
efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan
usahataninya meningkat (Rahim dan Diah Hastuti, 2007).
Ilmu usahatani bisa diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan
dikatakan efidien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).
Ditinjau dari segi pembangunan, hal terpenting mengenai usaha tani adalah kondisi yang
hendaknya senantiasa berubah, baik dalam ukuran maupun dalam susunannya, untuk
memanfaatkan periode usaha tani yang senantiasa berkembang secara lebih efisien.
Usahatani pada dasarnya adalah alokasi sarana produksi yang efisien untuk mendapatkan
produksi pendapatan usahatani yang tinggi. Jadi usahatani dikatakan berhasil kalau diperoleh
produksi yang tinggi dan sekaligus juga pendapatan yang tinggi. Pengelolaan usahatani
merupakan pemilihan usaha antara berbagaialternatif penggunaan sumber daya yang terbatas
yang meliputi lahan, tenaga kerja, modal, dan waktu. Dalam usahatani juga terjadi kegiatan
mengorganisasi (mengelola) aset dan cara dalam pertanian atau suatu kegiatan yang
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut
bidang pertanian.
Usahatani yang ada di negara berkembang khususnya Indonesia terdapat dua corak
dalam penggelolaannya yaitu usahatani yang bersifat subsisten adalah dengan merubah
melalui usahatani komersial. Usahatani komersial dicirikan adanya suatu usahatani untuk
mencari laba atau profit yang sebesar-besarnya. Tingkat kesenjangan petani sangat ditentukan
pada hasil panen yang diperoleh. Banyaknya hasil panen tercermin pada besarnya pendapatan
yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga
terpenuhi, dengan demikian tingkat kebutuhan konsumsi keluarga terpenuhi sangat
ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Berdasarkan teori ekonomi makro, usahatani
pada prinsipnya dapat digolongkan sama dengan bentuk perusahaan, dimana untuk
memproduksi secara umum diperukan modal, tenaga kerja, teknologi, dan kekayaan (Mosher,
1997).
2.4 Faktor Produksi Usahatani
Dalam usahatani, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh
resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis komoditas yang
diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksipun ikut sebagai penentu
pencapaian produksi. Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan ini yang dibutuhkan
dapat dipenuhi.
Persyaratan ini lebih dikenal dengan nama faktor produksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dalam usahatani yaitu sebagai berikut:
a. Faktor Produksi Tanah/ Lahan
Tanah merupakan faktor produksi yang memiliki kedudukan penting dalam suatu
usahatani. Tanah merupakan syarat mutlak bagi petani untuk dapat memproduksi padi.
Dengan memiliki lahan yang cukup berarti petani sudah mempunyai modal utama yang
sangat berharga sebagai seorang petani karena pada lahan inilah petani akan melakukan
proses produksi sehingga menghasilkan padi. Whittow (1994) berpendapat, sebagaimana
dikutip oleh Widiyanto dan Suprapto dalam Maryam (2002), lahan merupakan sebidang
permukaan bumi yang meliputi parameter-parameter geologi, endapan permukaan, topografi,
hidrologi, tanah, flora dan fauna yang secara bersama-sama dengan hasil kegiatan manusia
baik di masa lampau maupun masa sekarang yang akan mempengaruhi terhadap penggunaan
saat ini maupun yang akan datang. Pada umumnya lahan sawah merupakan lahan pertanian
yang berpetak-petak dan dibatasi oleh
pematang, saluran untuk menahan/menyalurkan air.
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses
produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Semakin luas lahan (yang
digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.
(Rahim, 2007). Dalam usahatani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah
pasti kurang efisien dbanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin
tidak efisien usaha tani dilakukan, kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan
administrasi yang baik serta teknologi yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada
penerapan teknologi, karena pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi cenderung
berlebihan (hal ini berhubungan erat dengan konversi luas lahan ke hektar), dan menjadikan
usaha tidak efisien.
Faktor produksi tanah tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya saja, tetapi juga
dilihat dari segi lain seperti produktivitas tanah yang bergantung pada (jenis tanah, macam
penggunaan lahan sepert sawah/tegalan, keadaan pengairan, sarana prasarana), topografi
(tanah dataran tinggi, dataran rendah atau daerah pantai), pemilikan tanah, nilai tanah serta
fragmantasi tanah. Jenis tanah mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang sesuai,
pilihan teknologi, serta pilihan metode pengolahan tanah. Selain itu juga mempengaruhi
petani dalam pemilihan tanaman, pilihan waktu bertanam dan cara bercocok tanam.
Pada umumnya lahan sawah merupakan lahan pertanian yang berpetakpetak dan dibatasi
oleh pematang, saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah
tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Sebaliknya, lahan bukan
sawah merupakan semua lahanselain sawah yang meliputi: (1) lahan pekarangan (2) kebun
(3) rumah (4) perkebunan.
Status tanah adalah pernyataan hubungan antara tanah usahatani dengan kepemilikan
atau pengusahaannya. Adapun status tanah dapat dibedakan menjadi tanah milik atau tanah
hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai dan tanah pinjaman. Berdasarkan sumber
kepemilikan dan pengusahaannya maka tanah yang dimiliki atau dikelola petani dapat
digolongkan atas beberapa jenis proses penguasaan dan status tanah, yaitu : dibeli, disewa,
disakap, pemberian oleh negara, warisan, wakaf, dan membuka lahan.
Tanah sebagai faktor produksi mempunyai nilai yang tergantung pada tingkat
kesuburannya atau kelas tanahnya, fasilitas irigasi, posisi lokasi terhadap jalan dan sarana
perhubungan, adanya rencana pengembangan, dan lain-lain. Atas dasar pengertian lahan dan
fungsi lahan diatas, dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan faktor yang penting dalam
sektor pertanian ini. Lahan mempunyai nilai ekonomis yang bisa sangat tinggi, dengan begitu
akan menguntungkan pemiliknya. Dalam konteks pertanian, penilaian tanah subur
mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada tanah tidak subur.
b. Faktor Produksi Modal
Modal atau kapital mengandung banyak arti, tergantung pada penggunaannya. Dalam arti
sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang, yaitu semua harta berupa
uang, tabungan, tanah, rumah, mobil, dan lain sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat
mendatangkan penghasilan bagi si pemilik modal, tergantung pada usahanya dan penggunaan
modalnya. Dalam ilmu ekonomi juga banyak definisi tentang modal. Menurut Von Bohm
Bawerk, arti modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki
masyarakat, disebut kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-
barang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial.
Modal adalah faktor terpenting dalam pertanian khususnya terkait bahan produksi dan
biaya tenaga kerja. Dengan kata lain, keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau
macam teknologi yang diterapkan. Kekurangan modal bisa menyebabkan kurangnya
masukan yang diberikan pada proses pertanian sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau
rendahnya hasil yang akan diterima (Daniel, 2004).
Dalam usahatani modal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Modal tetap, meliputi: tanah dan bangunan. Modal tetap dapat diartikan sebagai modal
yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar
dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini mengalami penyusutan.
b. Modal bergerak, meliputi: alat-alat pertanian, uang tunai, piutang di bank, bahan-bahan
pertanian (pupuk, bibit, obat-obatan), tanaman, dan ternak. Berdasarkan sumbernya, modal
dapat dibedakan menjadi milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, waisan, dari usaha lain
dan kontrak.
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam memulai atau mengembangkan suatu
kegiatan usaha, terutama bagi golongan ekonomi lemahtermasuk para petani. Mereka sering
mengalami persoalan dalam hal permodalan. Para petani pada umumnya memiliki modal
sendiri yang relatif kecil, sehingga upaya mengatasi kekurangan modal petani umumnya
memanfaatkan modal pinjaman (kredit). Baik kredit itu berasal dari pemerintah, bank,
lembaga pegadaian, koperasi, tetangga, dan saudara.
Sebenarnya kredit mempunyai arti sebagai suatu transaksi antara dua pihak, pihak
pertama disebut sebagai kreditor (yang menyediakan sumber-sumber ekonomi berupa uang,
barang atau jasa) dan pihak kedua disebut debitor (pengutang), dengan perjanjian bahwa
pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang kadang-kadang
ditambahkan dengan persyaratan tertentu seperti denda keterlambatan, bunga dan lain
sebagainya.
Dalam usaha pertanian dikenal beberapa macam kredit yang pernah diluncurkan
pemerintah dengan tujuan membantu pengadaan modal petani supaya upaya peningkatan
produksi dapat dicapai. Disamping itu, diantara petani dengan petani, petani dengan
pedagang, dan petani dengan rentenir juga terjadi kredit yang sifatnya tidak resmi, seperti
kredit yang dikucurkan pemerintah.
Kredit yang pernah dikucurkan pemerintah bermula dari kredit Bimas (Bimbingan
Massal) yang mulai disalurkan tahun 1971 sampai dengan musim tanam 1975/1976. Kredit
ini ditujukan untuk membantu petani mencukupi modalnya dalam usaha tani padi sawah.
Pada awalnya, realisasi pengucuran kredit ini selalu meningkat, tetapi dalam
pengembaliannya sering terjadi keterlambatan dan kemacetan atau terjadi tunggakan.
Sehingga semakin lama jumlah kredit dan petani peserta Bimas menurun.
Selanjutnya karena peningkatan produksi tidak juga bisa dipercepat dan dipacu
peningkatannya, maka tahun 1984/1985, kredit kembali dikucurkan yang diberi nama KUT
(Kredit Usaha Tani). Kredit ini disalurkan melalui KUD terpilih dan Kupedes (Kredit Umum
Pedesaan) melalui BRI. KUD dibentuk pemerintah dan pengurusnya dipilih oleh para
anggota dengan campur tangan (dibantu pengelolaanya) petugas lapangan, namun akhirnya
juga mengalami kemacetan seperti kredit Bimnas.
Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa modal adalah barang atau uang
yang bersama-sama faktor produksi lainnya menghasilkan barang-barang baru yaitu hasil
pertanian (Mubyarto, 1989). Dengan adanya modal ini diharapkan petani akan dapat
mengoptimalkan proses produksi sehingga akan memperoleh hasil yang meningkat.
c. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Tenaga kerja (man power) yaitu penduduk dalam usia kerja, yaitu yang berumur antara
15-64 tahun, merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang
atau jasa, dan disebut angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja dan mereka
yang tidak bekerja, tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari kerja.
Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia, yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Setiap usaha pertanian yang
akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa
ketenagakerjaan dibidang pertanian, penggunan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya
curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala
usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula
menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana diperlukan (Soekartawi, 1993).
Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga
kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi
pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang meskipun tenaganya
dicurahkan dihampir seluruh proses pertanian. Bila dari keluarga sendiri belum mencukupi
barulah petani menggunakan tenaga kerja dari luar dan biasanya sudah dibayar dengan sistem
upah sesuai dengan jam kerjanya. Jenis tenaga kerja dalam kegiatan usahatani meliputi :
1. Tenaga kerja manusia, dapat berupa tenaga kerja laki-laki, perempuan maupun anak-
anak. Tenaga kerja ini dapat pula berasal dari dalam keluarga atau berasal dari luar
keluarga. Tenaga kerja dari luar keluarga dapat diperoleh melalui cara mengupah,
sambatan atau arisan tenaga kerja.
2. Tenaga kerja ternak, dapat berupa sapi atau kerbau yang dugunakan untuk membajak
tanah sawah atau mengolah tanah garapan dengan mengunakan tenaga hewan.
3. Tenaga kerja mekanik/mesin, merupakan salah satu cara untuk mengolah lahan dan
mengganti tenaga kerja manusia dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani.
Tenaga kerja dalam pertanian adalah pencurahan tenaga kerja dalam proses pertanian
yang ditujukan untuk menghasilkan produksi pertanian. Pencurahan tenaga kerja usahatani
dimaksudkan agar proses produksi dapat berjalan maka pada tiap tahapan kegiatan usahatani
diperlukan masukan tenaga kerja yang sepadan. Dengan adanaya masukan tenaga kerja yang
sepadan diharapkan proses produksi akan berjalan lebih optimal sehingga produksi pertanian
meningkat.
2.5 Hasil Produksi
Hasil yaitu keluaran (output) yang diperoleh dari pengelolaan input produksi (sarana
produksi atau biasa disebut masukan) dari suatu usaha tani (Daniel, 2004). Hasil produksi
merupakan jumlah keluaran (output) yang dapat diperoleh dari proses produksi. Produksi
secara teknis adalah suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang tersedia dengan
harapan akan mendapatkan hasil yang lebih dari segala perose yang telah dilakukan.
Pada dasarnya hasil produksi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan
yang semakin bertambah perlu diimbangi dengan peningkatan atau perluasan produksi, baik
jumlah maupun mutunya. Usaha untuk meningkatkan jumlah dan mutu hasil produksi dapat
dilakukan melalui beberapa cara berikut ini
a. Ekstensifikasi
Yaitu menambah ataupun memperluas faktor-faktor produksi.
b. Intensifikasi
Artinya memperbesar kemampuan berproduksi tiap-tiap faktor produksi, tanpa
menambah jumlah faktor produksi.
c. Diversifikasi
Adalah cara memperluas usaha dengan menambah jenis produksi.
d. Spesialisasi
Spesialisasi atau pengadaan pembagian kerja yaitu masing-masing orang, golongan dan
daerah menghasilkan barang-barang yang sesuai dengan lapangan, bakat, keadaan daerah,
iklim dan kesuburan tanah. Dengan adanya pembagian kerja, hasil kerja dapat diperluas
sebagai barang-barang yang dihasilkan juga meningkat dan kualitas hasil kerja akan lebih
baik.
e. Menambah Prasarana Produksi
Membuat/menambah prasarana produksi seperti saluran atau bendungan untuk pengairan,
jalan dan jembatan untuk memperlancar pengangkutan bahan-bahan baku dan perdagangan
f. Memberi Proteksi
Memberikan proteksi yaitu melindungi industri dalam negeri, misalnya dengan
mengenakan pajak impor, pembatasan atau larangan terhadap masuknya barang-barang
tertentu yang industri dalam negeri sudah dapat menghasilkan sendiri dalam jumlah yang
mencukupi.
Didalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan besar kecilnya
produksi yang akan diperoleh petani. Untuk menghasilkan produksi (output) yang optimal
maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan. Dalam praktek, selain
dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi diatas, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi
produksi ini dibedakan atas dua kelompok (Soekartawi, 1991):
a. Faktor biologis
Seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk,
obat-obatan, gulma dan lain sebagainya.
b. Faktor sosial ekonomi
Seperti biaya produksi, harga tenaga kerja, tingkat Pendidikan, tingkat pendapatan, risiko
dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian produksi-produksi yang telah disebutkan diatas, disini peneliti
menyimpulkan bahwa yang dimaksud hasil produksi dalam penelitian ini adalah hasil panen
padi yang didapat selama jangka waktu tertentu (satu musim tanam) yang besarannya
dinyatakan dalam satuan kuintal (kw).
2.6 Mekanisasi Pertanian
Mekanisasi pertanian menurut (Handoko(2003) merupakan salah satu cara untuk
mengolah lahan dan mengganti tenaga kerja manusia dalam rangka meningkatkan
produktivitas usahatani. Penggunaan alat atau mesin modern dapat mengefesienkan waktu
ataupun mengurangi jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan sistem pertanian tradisional
yang menggunakan banyak tenaga kerja dan menghabiskan waktu yang lama untuk
menyelesaikan pekerjaan pertanian.
Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini
teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen
(penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi
mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image
processing, bahkan sampai teknologi robotik. Digunakan baik untuk proses produksi,
pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian (Rahmato dan Nursinah, 2009).
Menurut (Mosher, 1968) peranan mekanisasi pertanian dalam pembangunan pertanian di
Indonesia adalah:
1. Mempertinggi efisiensi tenaga manusia
2. Meningkatkan derajat dan taraf hidup petani
3. Menjamin kenaikan kuantitas dan kualitas serta kapasitas produksi pertanian
4. Memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani yaitu dari tipe pertanian untuk kebutuhan
5. Keluarga (subsistence farming) menjadi tipe pertanian perusahaan (commercial farming).
6. Mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris menjadi sifat industri.
2.7 Pendapatan Usahatani
Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi
lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan
pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam
bentuk uang yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain
(Arsyad, 2004).
Pendapatan dalam usahatani merupakan penerimaan yang diperoleh petani setelah selesai
proses produksi baik masih berwujud barang-barang hasil produksi maupun uang dari hasil
penjualan hasil produksi tersebut. Menurut (Firdaus, 2007) penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi dengan harga jual produk. Biaya usahatani biasanya
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan
terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, contohnya pajak,
sewa tanah, iuran pengairan, dan alat produksi. Biaya tidak tetap didefinisikan sebagai biaya
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja,
bibit, pupuk, dan sebagainya.
Pada setiap akhir panen petani selalu menghitung berapa hasil bruto yang diperolehnya.
Semuanya kemudian dinilaikan dengan uang. Hasil itu tidaksemuanya untuk biaya usaha
taninya tersebut seperti pupuk, pestisida, pengolahan tanah, perawatan, pemupukan dan
pemetikan hasil atau pemanenan. Setelah biaya tersebut dikurangkan terhadap hasil yang
didapatkan barulah bisa dihitung berapa keuntungan yang diperoleh petani tersebut.
Mubyarto. (1989) menyatakan, antara nilai nyata pendapatan dapat dilihat dan
diperhitungkan dari dua segi, yaitu :
i. Pendapatan tunai, merupakan selisih penerimaan tunai dengan biaya tunai. Penerimaan
tunai merupakan penerimaan yang betul-betul diterima petani atas penjualan dari
sejumlah hasil produksinya. Sedangkan biaya tunai merupakan jumlah biaya yang betul-
betul dikeluarkan oleh petani dalam mengelola usahataninya seperti biaya pupuk, obat,
tenaga kerja, dan lainlain.
ii. Pendapatan total, merupakan selisih dari penerimaan dengan pendapatan biaya, baik
biaya tunai atau pun yang diperhitungkan. Dari kedua segi penilaian pendapatan ini,
dapat dilihat secara nyata jumlah pendapatan betul-betul yang diperoleh petani dan
sejumlah pendapatannya yang seharusnya diterima petani.
2.8 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini menganalisa usahatani padi sawah sesudah mekanisasi menggunakan hand
traktor, rice transplanter, combine harvester, power thresher yang fungsinya untuk mengolah
tanah yang berdampak terhadap besarnya biaya yang merupakan semuan korbanan yang
dikeluarkan untuk menjalankan usahatani, penerimaan yang merupakan semua hasil
penjualan yang diterima petani dan keuntungan petani yang merupakan selisih antara
penerimaan dan menghitung penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi usahatani padi
sawah untuk mengetahui sejauh mana alat mesin pertanian mampu mengurangi biaya tenaga
kerja. Setelah itu mekanisasi di analisis kelayakannya, ekonomi, teknologi, sosial, yang
berdampak langsung terhadap masyarakat. Output dari usaha tani yang mengunakan alsintan
adalah kesejahteraan petani padi.
2.9 Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan antara lain:
Analisis uji kinerja mesin Penyisir Padi (stripper) di sawah irigasi di Pusakanegara, Jawa
Barat yang ditulis oleh Purwadaria et al. (1996), analisis uji performansi Mesin Panen
Kombinasi (Combine harvester) Model CA 85 ML pada Lahan Sawah Tradisional ditulis
oleh Monalisa (1995).
Analisis modernisasi dalam Sistem Pertanian (Studi Kasus Tentang Dampak
Modernisasi Pertanian Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa
Pagergunung Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang) ditulis oleh Widyaningrum
(2009), uji kinerja dan analisis penggunaan Head-feed Combine harvester ( YANMAR
CA 85M) pada sawah tradisional ditulis oleh Wardhana (1998).
SESUDAH MENGUNAKAN MEKANISASI
PENERIMAAN BIAYA PENDAPATAN
TENAGA KERJA
ADA PERBEDAAN
SEBELUM DAN
SESUDAH
MENGUNAKAN
MEKANISASI
PERTANIAN
(UPAH TENAGA
KERJA)
ANALISIS KELAYAKAN:
1. EKONOMI
2. TEKNIK
3. SOSIAL
USAHA TANI PADI SAWAH
MEKANISASI PERTANIAN PADI
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI YANG SUDAH
MENGGUNAKAN MEKANISASI
Analisis ekonomi Usaha Pelayanan Jasa Alsintan di Kabupaten Kampar Provinsi Riau
ditulis oleh Nasution (2012), Teknologi dan Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian di
daerah penghasil Produksi Padi di Indonesia ditulis oleh RAT Yayasan Akatiga (2015).
Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena masih sedikit peneliti yang meneliti
mengenai kelayakan alat mesin pertanian hand tractor, rice transplanter, combine
harvester, power threser. Selain itu, jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan maka penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan.
Secara mendasar, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu adanya
perbedaan antara analisis yang dilakukan, latar belakang, mesin, lokasi penelitian dan
tujuan penelitian.