Upload
truongquynh
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sekilas Tentang Cabai (Capsicum annuum L.)
Cabai (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang termasuk ke dalam
keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan
capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai
senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan
Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan
rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah
banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008).
Tanaman cabai dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat mulai dari
dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung varietasnya. Sebagian besar sentra
produsen cabai berada didataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000-1250 meter
dari permukaan laut. Walaupun di dataran rendah yang panas kadang-kadang dapat
juga diperoleh hasil yang memuaskan, namun di daerah pegunungan buahnya dapat
lebih besar dan manis. Rata-rata suhu yang baik adalah antara 210 -280C. suhu udara
yang lebih tinggi menyebabkan buahnya sedikit (Tim Bina Karya Tani, 2009).
Tanaman yang berbuah pedas ini digunakan secara luas sebagai bumbu
masakan di seluruh dunia. Tanaman cabai pada mulanya diketahui berasal dari
Meksiko, dan menyebar di negara-negara sekitarnya di Amerika Selatan dan Amerika
Tengah pada sekitar abad ke-8. Dari Benua Amerika kemudian menyebar ke benua
Eropa diperkirakan pada sekitar abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah menyebar ke
Universitas Sumatera Utara
berbagai negara tropik terutama di benua Asia, dan Afrika (Tim Bina Karya Tani,
2009).
Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya
Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B, dan Vitamin C. selain
digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk
keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, Industri makanan, Industri
obat-obatan atau jamu (Setiadi, 2008).
Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman cabai mendapat prioritas
perhatian sejak tahun 1961. Tanaman cabai menempati urutan atas dalam skala
prioritas penelitian pengembangan garapan Puslitbang Hortikurtura di Indonesia
bersama 17 jenis sayuran komersial lainnya (Tim Bina Karya Tani, 2008). Dan
daerah-daerah di Indonesia yang merupakan sentra produksi cabai mulai dari urutan
yang paling besar adalah daerah-daerah di jawa timur, padang, Bengkulu dan lain-lain
sebagainya. Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum
annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum, dan
Capsicum pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi
ekonomis ialah C. annuum dan C. frutescens (Santika,1999) .
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Cabai
Klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Metachlamidae
Universitas Sumatera Utara
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Ada dua spesies cabai yang terkenal yaitu cabai besar atau cabai merah dan
cabai kecil atau cabai rawit. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar atau cabai
merah adalah paprika, cabai manis, dan lain-lain. Dan cabai yang termasuk ke dalam
golongan cabai kecil adalah cabai rawit, cabai kancing, cabai udel, dan cabai yang
biasanya dipelihara sebagai tanaman hias. Pada umumnya cabai kecil ini lebih
panjang umurnya, lebih tahan terhadap hujan, dan rasanya lebih pedas (Tim Bina
Karya Tani, 2009).
2.1.2. Jenis-jenis Tanaman Cabai Merah (C. annuum var. Longum)
Tanaman cabai memiliki varietas yang jumlahnya sangat banyak. Berkat
kemajuan teknologi di bidang pembibitan telah banyak dihasilkan berbagai varietas
cabai unggul hibrida oleh berbagai negara atau perusahaan benih unggul di dunia
(Setiadi, 2008) yaitu :
1. Cabai Kriting
Cabai ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih
pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-
kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan
“keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau dan ada yang ungu. Bai
Dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan terhadap
serangan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
2. Cabai tit atau tit super
Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm.
buahnya berwarna merah tua menyala dengan ukuran besar, panjang, dan
mulus serta ujungnya mengecil runcing dan bengkok.
3. Cabai hot beauty
Dikalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai Taiwan. Memang
cabai ini merupakan hybrid yang diproduksi dari Taiwan. Ukuran buahnya
besar, panjang dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas
dibandingkan cabai keriting.
4. Cabai merah lainnya
Selain jenis cabai merah yang sudah dijelaskan diatas, ada beberapa jenis
cabai merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa diantaranya ialah cabai
semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long chili. Cabai semarang
mirip cabai tit super. Perbedaannya hanya terletak pada buah yang lebih kecil,
pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabai paris buahnya besar, lurus
dan pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan berurat atau
bergaris putih. Cabai jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut, berujung
runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabai long chili merupakan cabai
produksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan
berdaging agak tebal dibandingkan hot beauty.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Kandungan Buah Cabai
Table 2.1. Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Segar dan Kering Setiap 100 Gram Bahan
Kandungan
Segar Kering Cabe hijau
besar Cabe merah besar
Cabe rawit abe hijau besar
Cabe merah besar
Cabe rawit
alori (kal) 23 31 103 - 311 -
rotein (g) 0,7 1 4,7 - 15,9 15
emak (g) 0,3 0,3 2,4 - 6,2 11
arbohidrat (g) 5,2 7,3 19,9 - 61,8 33
alsium (mg) 14 29 45 - 160 150
osfor (mg) 23 24 85 - 370 -
esi (mg) 0,4 0,5 2,5 - 370 -
it. A (SI) 260 470 11,050 - 576 1.000
it. B1 (mg) 0,05 0,05 0,05 - 50 10
It. C(mg) 84 18 70 - 50 10
ir (g) 93,4 90,9 71,2 - 10 8 ml
d.d (%) 82 85 85 - 85 - Catatan :b.d.d=bagian yang dapat dimakan Sumber: Depertemen Kesehatan
2.1.4. Kegunaan Buah Cabai
Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang
berhubungan dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain
seperti untuk bahan ramuan obat tradisional. Cabai mengandung capsaicin yang
memberi rasa pedas. Selain mengandung capsaicin, cabai juga mengandung semacam
Universitas Sumatera Utara
minyak asiri, yaitu capsicol. Selain itu juga cabai memiliki manfaat bagi kesehatan
tubuh, yaitu:
a. Cabai dapat meningkatkan nafsu makan seseorang.
b. Menurunkan kadar kolesterol dan menstabilkan kadar insulin dalam darah.
c. Mengurangi seseorang terkena stroke, penyumbatan pembuluh darah,
impotensi dan jantung koroner.
d. Mengurangi resiko seseorang terkena kanker.
e. Cabai dapat meringankan sakit kepala dan nyeri sendi. Salah satu manfaat
cabai adalah mengurangi rasa sakit. Ini disebabkan timbulnya rasa pedas dari
zat capsaicin mampu menghalangi aktifitas otak untuk menerima sinyal dari
pusat sistem saraf.
f. Cabai dapat memperlambat penuaan, karena adanya zat antioksidan yaitu
vitamin C dan betakaroten pada cabai.
2.1.5. Hama pada Tanaman Cabai
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas
hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Hama tanaman memiliki
kemampuan merusak yang sangat hebat. Akibatnya, tanaman dapat rusak atau bahkan
tidak dapat menghasilkan sama sekali. Hama tanaman berupa hewan mamalia,
misalnya tikus, babi hutan, dan kera, berupa burung, misalnya burung gelatik dan
burung pipit, berupa serangga, misalnya wereng, kutu daun, walang sangit, belalang,
berbagai ulat, dan berbagai kumbang (Tim bina Karya tani, 2008).
Diantara hama tersebut yang paling menimbulkan kerugian besar pada tanaman
adalah kelompok serangga. Untuk memberantas serangga hama, kita perlu
Universitas Sumatera Utara
mengetahui siklus hidupnya. Dengan mengetahui siklus hidupnya, maka dapat
ditentukan pada stadium apa serangga tersebut menyerang tanaman. Dengan
demikian kita dapat melakukan pemberantasan yang tepat mengenain sasarannya.
Tanaman cabai termasuk tanaman sayuran buah. Tanaman ini sering diserang oleh
hama di antaranya gurem, cacing, ulat buah, ulat tanah, siput, dan kutu pucuk (Tim
Bina Karya Tani, 2008).
2.1.6. Penyakit Pada Tanaman Cabai
Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ada beberapa penyakit pada tanaman
cabai yaitu:
1. Penyakit Keriting Daun
Penyakit keriting daun menyerang tanaman sejak masih kecil hingga
pertumbuhannya terhenti.
2. Penyakit Antraknosa
Penyakit yang menyerang buah cabai itu disebut penyakit busuk buah,
yang dikenal dengan nama antraknosa.
3. Penyakit Layu
Penyakit layu pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporium. Penyakit layu ini bisa menular melalui luka.
4. Penyaki Virus (Mozaik)
Penyakit mozaik pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh virus. Penyakit
virus ini menyerang daun tanaman.
Universitas Sumatera Utara
5. Penyakit Bakteri (Xanthomonas solanacearum)
Penyakit bakteri yang menyerang tanaman sayuran cabai adalah Xanthomonas
Solanacearum.
6. Busuk Buah Cabai
Penyakit fisiologis akibat kekurangan unsur hara tertentu. Salah satu di
antaranya yang sering ditemukan pada tanaman cabai adalah busuk ujung
buah.
2.1.7. Jenis-Jenis Insektisida pada Cabai
Menurut Setiadi (2008) ada beberapa jenis insektisida yang digunakan pada
cabai untuk mengendalikan hama tanaman yaitu :
1. Insektisida yang dapat dipakai dengan penyemprotan Tokuthion 500 EC
yang mempunyai bahan aktif protiofos untuk membunuh hama seperti
serangga yang merusak daun, pucuk, serta tunas baru. Dengan dosis 1-2 cc/l
air, dilarutkan dalam air baru disemprotkan merata pada tanaman dengan
selang waktu 7-10 hari sekali
2. Insektisida Tokuthion 500 EC yang mempunyai bahan aktif protiofos dengan
dosis 1-2 cc/l air, Anthion 33 EC yang mempunyai bahan aktif dimetoat
dengan dosis 1,5-2 l/ha tanaman, yang digunakan untuk membunuh kutu daun
pada cabai.
3. Insektisida Curacron yang mempunyai bahan aktif profenofos untuk mengatasi
ulat buah, perusak daun, dan kutu daun, takarannya sebanyak 2 cc/l air.
4. Insektisida Cymbush 5 EC yang mempunyai bahan aktif piretroid yang
digunakan untuk memberantas ulat yang merusak tunas, daun dan buah.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perlakuan Pascapanen
Menurut Setiadi (2008), banyak yang memasarkan cabai bukan dalam bentuk
segar, melainkan bentuk kering, olahan atau awetan. Namun, bila ingin memasarkan
dalam bentuk segar tentu harus diperhatikan cara pengemasan dan peSnyimpanannya.
1. Pengemasan
Yang sering terjadi, cabai yang berdatangan dari luar daerah tidak pernah dikemas
dalam kemasan khusus. Cabai tersebut hanya dimasukkan dalam goni atau karung
plastik. Secara umum, kekeliruhan terbesar dari pengepakan cabai selama ini adalah
tidak memperhitungkan beberapa hal-hal seperti :
a. Wadah atau tempat buah cabai
b. Penempatan buah cabai dalam wadah
c. Cara penumpukan cabai
d. Jumlah tumpukan, dan
e. Jumlah buah dalam setiap wadah
2. Penyimpanan Cara Hipobarik
a. Keuntungan Penyimpanan
Hipobarik merupakan salah satu cara penyimpanan cabai dalam ruang dengan
kondisi udara tertentu. Cara ini mulai berkembang sekitar tahun 1960_an di negara-
negara maju yang diakui sebagai cara yang mahal. Daya tahan penyimpanan ruang
dingin hanya berkisar 10-20 hari, sedangkan penyimpanan hipobarik dapat mencapai
50 hari.
Universitas Sumatera Utara
b. Tempat Penyimpanan
Tempat penyimpanan hipobarik merupakan suatu ruangan tekanan, suhu, dan
kelembapan udaranya dapat dikontrol. Untuk penyimpanan cabai, tekanan udara
antara 4-400 mmHg, suhu udara antara 20-15 0C, dan kelembapan antara 90-95%.
3. Pengeringan
Cabai yang dikeringkan untuk keperluan ekspor merupakan cabai merah. Untuk
jenis lainnya, pengeringan masih kurang umum dilakukan meskipun manfaatnya
tidak kalah pentingnya dengan cabai merah.
1. Cara Pengeringan
Mengeringkan cabai ada dua cara, yaitu dengan bantuan sinar matahari atau
dengan alat pengering.
a. Pengeringan Alamiah dengan Sinar Matahari
Cabai yang akan dikeringkan diseleksi lebih dulu, yaitu tingkat kemasakannya
lebih dari 60 %. Setelah terpilih, tangkai-tangkainya dibuang dan buahnya dicuci
sampai bersih. Cabai sudah dibela dimasukkan ke dalam air panas 900C (blancing)
selama 6 menit. Air panas untuk merendam tersebut dicampur kalium metabisulfat
0.2% (setiap 2 gram bahan dicampurkan 1 liter air). Setelah direndam, cabai langsung
dimasukkan ke dalam air dingin beberapa saat, lalu ditiriskan dalam rak-rak bambu.
Rak-rak bambu dipanaskan di bawah sinar matahari. Lama pemanasan sekitar 7-10
hari.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengeringan Buatan dengan Alat Pengering Sederhana
1. Spesifikasi Alat
Pengeringan cabai dengan bantuan alat pengering, baik modern maupun
sederhana, masih lebih baik dibandingkan dengan cara alamiah. Cara buatan ini,
sebenarnya ada dua cara sesuai jenis alat yang digunakan, yaitu dengan alat modern
dan dengan alat sederhana. Alat pengering ini bekerja seperti pemanas (oven) dalam
pembuatan kue.
2. Penggunaan Alat
Rigen atau tampan dibersihkan dahulu. Sesudah cukup bersih cabai yang
sebelumnya di blancing diletakkan diatas rigen secara teratur.
3. Perlakuan Setelah Pengeringan
Cabai yang sudah cukup kering dapat langsung dikemas. Kemasan dapat
dipilih yang bagus, bersih, dan rapi.
4. Cara Pengawetan Lain
1. Digiling Langsung
Selain cara pengeringan, cabai (terutama cabai merah) dapat diawetkan
dengan cara digiling langsung. Caranya ialah cabai yang baru dipanen dipilih yang
bagus-bagus, lalu tangkainya dibuang, dan dicuci bersih. Setelah itu, cabai digiling
hingga halus. Hancuran cabai ini dicampurkan merata dengan garam dan bahan
pengawet seperti Natrium Benzoat. Namun, dengan cara ini tetap tidak bertahan lama
karena tidak melalui proses pemanasan atau pasteurisasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Dibuat Saus
Cabai yang sudah dikumpulkan langsung dikukus hingga matang. Sesudah
cukup matang, cabai tersebut didinginkan. Cabai yang sudah dingin itu langsung
digiling. Dalam gilingan sekaligus dimasukkan bumbu-bumbu lain. Setelah halus,
dipanaskan hingga selama 5 menit. Setelah itu diangkat dan didinginkan selam 20
jam. Setelah dingin dipanaskan kembali selama 3 menit.
2.3. Cabai Merah Giling
2.3.1. Defenisi Cabai Merah Giling
Cabai merah giling adalah hasil penggilingan cabai merah segar, dengan atau
tanpa pengawet. Cabai giling banyak diperdagangkan di kota besar. Pengawetannya
dilakukan dengan menambahkan garam 1% dan Natrium Benzoat 0,02% sebagai zat
pengawet pada cabai yang digiling halus. Pada pembuatan cabai giling ini tidak lazim
dilakukan pasteurisasi. Oleh karenanya, cabai giling tidak tahan disimpan lama
(Santika, 1999).
Cabai merah termasuk dalam famili Solanaceae. Tanaman ini merupakan herba tegak
yang memiliki akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Bagian
batang yang muda berambut halus, bercabang banyak, serta bisa mencapai tinggi 1 –
2.5 m. Daunnya tersebar dengan helaian daun bulat telur memanjang atau elips
berbentuk lanset, serta pangkal dan ujung meruncing. Sedangkan bunga cabai merah
mengangguk dengan ukuran tanggai 10 – 18 mm. Bentuknya seperti terompet kecil
dan umumnya berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu (setiadi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Pembuatan Cabai Merah Giling
a. Bahan dan Peralatan
1. Bahan
Dalam proses pembuatan cabai merah giling diperlukan bahan-bahan seperti
cabai merah yang matang, garam dan air yang membantu proses penggilingan.
2. Peralatan
Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses
penggilingan cabai merah seperti alat penggiling atau mesin penggiling,
dimana alat ini digunakan untuk menggiling cabai merah sampai halus,
selain mesin penggiling juga diperlukan ember, sendok dan sejenis kayu
untuk mendorong cabai kedalam mesin.
b. Proses Pembuatan Cabai Merah Giling
Proses pengolahan cabai merah segar menjadi produk cabai merah giling
meliputi langkah-langkah kerja sebagai berikut :
1. Siapkan buah cabai merah segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan
pascapanen
2. Cabai tersebut di cuci hingga bersih, setelah tangkai buah dibuang
3. Buah cabai yang sudah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam mesin
penggiling, kemudian ditambahkan dengan garam dan air
4. Hasil penggilingan cabai merah ditampung dalam wadah sambil diaduk
Universitas Sumatera Utara
Table 2.2. Asumsi Kenaikan Produksi Cabai Dunia per Kapita per Tahun
Sumber :FAO, diolah
Table 2.3. Asumsi Kenaikan Kebutuhan Cabai Dunia per Kapita per Tahun
Komoditas Kebutuhan Dunia (kg)
1984-1986 1986-1989
ayuran dan melon 68,3 68,6
abai 29 29
asio cabai terhadap sayuran dan melon
19,80 19,89
Sumber :FAO, diolah
2.4. Pestisida
2.4.1. Pengertian Pestisida
Pengertian pestisida luas sekali karena meliputi produk-produk yang
digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan/kesehatan
hewan, perikanan , dan kesehatan masyarakat (Djojosumarto, 2008).
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal
dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang
Komoditas Produksi Dunia (.000 ton)
1985 1986 1987 1988 1989 ayuran dan melon
411.684 422.463 431.143 432.516 440.206
abai - - 9.001 8.960 8.766
asio cabai terhadap sayuran dan melon (%) - - 0,020 0,020 0,019
Universitas Sumatera Utara
dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,
nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan (Djojosumarto, 2008).
Menurut Kepmenkes RI No. 1350 (2001) bahwa pestisida kesehatan
masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vector
penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-
rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana angkutan
dan tempat penyimpanan/pergudangan
( Depertemen Kesehatan RI, 2004).
Setiap pestisida atau poduk perlindungan tanaman yang diperdagangkan
terdiri atas tiga bagian utama, yakni bahan aktif, bahan-bahan pembantu dan bahan
pembawa. Bahan aktif adalah senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya
(mikroorganisme, ekstrak tumbuhan) yang mempunyai efek pestisida (pesticidal
effect) yakni meracuni organisme pengganggu tanaman atau efek biologi (biological
effect) lainnya, misalnya mengusir serangga, menarik serangga dan sebagainya.
Apabila suatu bahan aktif merupakan senyawa kimia, maka bahan aktif tersebut
diberi nama kimia (chemical name) yang didasarkan atas struktur atau rumus kimia
senyawa tersebut (Djojosumarto, 2008).
Bahan aktif juga sering diberi nama umum nama generik (commoname,
generic name) yang lebih singkat, lebih mudah diingat dan dimengerti oleh semua
orang yang berkecimbung dalam bidang pestisida di seluruh dunia. Misalnya
Fungisida polyram 80 WP dan Brestan 60 WP mempunyai nama aktif maneb.
Universitas Sumatera Utara
Herbisida karmex 80 mempunyai nama umum bahan aktif bernama diuron.
Insektisida Curacron 500 EC mempunyai bahan aktif bernama profenofos
(Djojosumarto, 2008).
Menurut Kepmenkes RI No. 1350 (2001) bahwa pestisida kesehatan
masyarakat meliputi semua zat kimia dan bahan lain jasad renik dan virus yang
dipergunakan masyarakat untuk (Depertemen Kesehatan RI, 2004) yaitu :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
Merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
Tanaman tidak termasuk pupuk.
4. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak.
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Klasifikasi Pestisida
2.5.1. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Sasaran
Menurut Wudianto (2010) sasaran pengelompokan pestisida sebagai berikut :
1. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunkan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan pada
umumnya cendawan berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa
dilihat dengan mata telanjang. Kumpulan benang ini disebut miselium.
Miselium ini bisa tumbuh dia atas atau dalam tubuh inang.
3. Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang
bisa membunuh bakteria.
4. Nematisida
Nematisida adalah racun yang mengendalikan nematoda.
5. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba-laba.
Universitas Sumatera Utara
6. Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis pengerat, misalnya
tikus.
7. Moluskida
Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat
di tambak.
8 Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan
untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
9. Pestisida lain
Selain jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun,
karena kegunaannya jarang maka produsen pestisida pun belum banyak
yang menjual. Sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan.
Pestisida tersebut adalah sebagai berikut (wudianto R, 2004) yaitu:
a. Pestisida adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan
mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam
b. Algisida merupakan pestisida pembunuh ganggang.
c. Avisida merupakan pestisida pembunuh burung.
d. Larvisia merupakan pestisida pembunuh ulat.
e. Pedukulisida merupakan pestisida pembunuh kutu.
Universitas Sumatera Utara
f. Silvisida merupakan pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-
sisa pohon.
g. Ovisida merupakan pestisida perusak telur.
h. Piscisida merupakan pestisida pembunuh predator.
i. Termisida merupakan pestisida pembunuh rayap.
j. Arborisida merupakan pestisida pembunuh pohon, semak, dan belukar.
k. Predasida merupakan pestisida pembunuh hama vertebrata.
2.5.2. Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida
Menurut Djojosumarto (2008) sifat dan cara kerja racun pestisida
sebagai berikut :
1. Racun Kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga
sasaran lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh
serangga tempat pestisida aktif bekerja.
2. Racun Pernafasan (Fumigan)
Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat
sistem pernapasan.
3. Racun Lambung
Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta
masuk ke dalam organ pencernaannya.
4. Racun Sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan
herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada
Universitas Sumatera Utara
bagian tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar
atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam
jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,
serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman
yang telah disemprot.
5. Racun Metabolisme
Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses
metabolismenya.
6. Racun Protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.
2.5.3. Formulasi atau Bentuk Pestisida
Menurut Wudianto (2004) formulasi atau bentuk pestisida yang beredar di Indonesia
sebagai berikut :
1. Tepung hembus, debu (dust=D)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktifnya rendah
sekitar 2-10%.
2. Butiran (granula=G)
Berbentuk butiran padat yang cara penggunaannya dapat langsung disebarkan
dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder =WP)
4. Pestisida berbentuk tepung kering dan tidak bisa digunakan untuk
memberantas jasad sasaran. Terlebih dahulu dilarutkan dalam air yang
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam
benih. Kandungan bahan aktifnya 50-85%.
5. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder=SP)
Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaannya pun
ditambahkan air. Perbedaannya terletak pad kelarutannya. Bila WP tidak bisa
terlatut dalam air, SP bisa larut dalam air. Kandungan bahan aktifnya biasanya
tinggi.
6. Cairan (emulsifiable concentrate=EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantaraan emulsi (emulsifier). Dalam penggunaanya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengenceran atau
semprotnya disebut emulsi.
7. Berbentuk cairan yang pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan
pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara
penggunaannya disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada
bagian tanaman atau tanah. Contoh insektisida Agrimec 18 EC.
2.5.4. Dosis Pestisida
Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang diaplikasikan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman pada setiap satuan luas bidang
sasaran, misalnya liter pestisida per hektar, kilogram pestisida per hektar, dan
sebagainya. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida
yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan
(Djojosumarto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Konsentrasi Pestisida
Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang dicampurkan
dalam satu liter air untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Misalnya, penggunaan insektisida Zolone 350 EC dengan konsentrasi
penggunaan 0,2%, maka setiap liter air harus mengandung 0,2%/100x1000
ml= 2 ml Zolone 350 EC (Djojosumarto, 2008).
2.5.6. Cara Aplikasi Petisida
Keberhasilan pestisida dalam mematikan jasad pengganggu tidak hanya
ditentukan oleh jenis pestisida, dosis, dan konsentrasi saja. Namun juga
ditentukan oleh bagaimana cara aplikasi pestisida tersebut (Wudianto, 2010)
yaitu :
1. Cara Semprotan (high volume method)
Cara semprotan paling sering digunakan, sebelum disemprotkan
formulasi ini dicampur dulu dengan air. Pengenceran disesuaikan
dengan konsentrasi dan dosis yang disarankan dalam kemasan.
2. Cara Hembusan
Dilakukan pada pestisida yang berbentuk tepung hembus (dust=D).
aplikasi formulasi ini hanya untuk dalam gudang
3. Pengabutan (low volume method)
Cara ini hampir sama dengan penyemprotan, hanya bedanya
peengabutan menggunakan volume yang lebih rendah dibandingkan
penyemprotan. Formulasi pestisida yang digunakan untuk pengabutan
sama dengan penyemprotan.
Universitas Sumatera Utara
4. Penaburan Granula
Pestisida yang diformulasikan dalam bentuk butiran dan granula bisa
diaplikasikan dengan beberapa cara sesuai kondisinya, seperti
disebarkan langsung, dilubang tanaman, di sekitar leher akar.
5. Penggocoran (drenching)
cara ini sangat tepat untuk aplikasi pestisida sistemik dan berformulasi
cairan.
6. Penyuntikan
Alat penyuntikan tanah digunakan untuk menyebarkan nematisida ke
dalam tanah.
8. Pengumpanan
Pengumpanan bisa diterapkan untuk mengendalikan tikus, ulat tanah,
siput, dan bekicot.
2.6. Insektisida
2.6.1. Pengertian Insektisida
Kata Insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang
berasal dari kata Insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh.
Dan diantara golongan pestisida, insektisida merupakan kelompok yang
terbanyak digunakan (Achmadi, 2008).
2.6.2. Jenis Insektisida
Menurut Djojosumarto P. (2008) ada tiga jenis insektisida berdasarkan cara
kerja atau gerakan pada tanaman setelah diaplikasikan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ, baik lewat akar, batang atau
daun. Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran,
dan monokrotofos.
2. Insektisida Nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan pada
tanaman sasaran tidak diserap oleh jarinagan tanaman,tetapi hanya menempel di
bagian luar tanaman). Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran Indonesia
dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya, dioksikarb, diazinon,
diklorvos, profenofos, dan quinalfos.
3. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap
oleh jaringan tanaman (umumnya daun). Contohnya, dimetan, furatiokarb, pyrolan,
dan profenofos.
2.6.3. Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia
Menurut Untung (1996), insektisida dapat kita bagi menurut sifat dasar
senyawa kimianya yaitu insektisida anorganik, insektisida organik dan
insektisida sintetik.
a. Insektisida anorganik adalah insektisida yang yang tidak mengandung
unsur karbon. Ada beberapa jenis insektisida anorganik sebagai berikut:
- Arsenikum
- merkurium
- boron
Universitas Sumatera Utara
- tembaga
- sulfur dan lain-lain.
b. Insektisida organik adalah insektisida yang mengandung unsur karbon,
insektisida organik yang terbuat dari tanaman dan bahan alam lainnya.
c. Insektisida Sintetik
1. Insektisida organoklorin atau sering disebut Hidrokarbon, kelompok
insektisida sintetik pertama yang dimulai dengan ditemukannya DDT
oleh ahli kimia Swiss Paul Mueller pada tahun 1940-an. Insektisida
organoklorin Insektisida organokhlor pada umumnya tidak mudah
menguap, praktis tidak larut dalam air juga senyawa yang tidak
reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisten, baik di dalam
tanah maupun di jaringan tanaman dan dalam tubuh hewan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa keracunan serangga oleh insektisida
tersebut ditandai dengan terjadinya hiperktivitas, gemetaran, kejang-
kejang dan akhirnya terjadi kerusakan syaraf dan otot serta
kematian. Ada beberapa jenis insektisida organoklorin sebagai
berikut :
- DDT
- Aldrin
- Dieldrin
- Endrin
- Lindane
- Heptaklor
Universitas Sumatera Utara
- toksofin, dan lain-lain.
2. Insektisida organofosfat merupakan kelompok insektisida yang terbesar
dan sangat bervariasi jenis dan sifatnya. Kelompok insektisida yang
sangat beracun bagi serangga. Berbeda dengan organoklorin,
organofosfat di lingkungan kurang stabil sehingga lebih cepat
terdegradasi dalam senyawa-senyawa yang tidak beracun. Daya racun
organofosfat mampu menurunkan populasi serangga dengan cepat,
persistensinya dilingkungan sedang dan sampai saat ini insektisida
golongan organofosfat yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
Ada beberapa jenis insektisida organofosfat seabagai berikut :
- Malathion
- Monokrotofos
- Parathion
- Fosfamidon
- Dimetoat
- Diklorfos
- Fenitrotion
- Fention
- profenofos dan lain-lain.
2. Karbamat dikenal pada tahun 1951 oleh geology chemical company di
Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. Cara karbamat mematikan
serangga sama dengan insektisida organofosfat yaitu melalui
penghambatan enzim kolinesterase. Insektisida ini cepat terurai dan
Universitas Sumatera Utara
hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam
jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Ada beberapa jenis
insektisida karbamat sebagai berikut :
- Karbaril,
- Metal
- Karbamat
- Dimetilkarbamat
- Oksikarboksin dan lain-lain.
3. Peretroid merupakan kelompok insektisida sintetik yang digunakan
sejak tahun 1970-an dan saat ini berkembang sangat cepat.
Keunggulannya karena memiliki pengaruh “knock down” atau
menjatuhkan serangga dengan cepat, tingkat toksitas rendah bagi
manusia.
- Alletrin
- Bioalletrin
- Sipermetrin
- Permetrin dan lain-lain.
4. Fumigan sangat mudah menguap kebanyakan mengandung satu atau
lebih gas halogen yaitu, Cl, Br, F. sangat beracun bagi serangga. Ada
beberapa jenis insektisida fumigan sebagai berikut :
- Metal bromide
- Etilen dibromida
- Karbon disulfide dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Minyak-minyak mineral adalah minyak paraffin yang dihaluskan dan
dibuat emulsi yang diaplikasikan secara ringan pada tanaman untuk
mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman. Seperti, dinitrokresol.
6. Insektisida lain
Masih banyak kelompok insektisida lain yang digunakan dalam
mengendalikan hama tanaman. Jenis insektisida lainnya sebagai berikut:
- Formamidin
- Tiosianat
- Dinitrofenol
- Organosulfur
- Organotin dan lain-lain.
2.7. Insektisida Golongan Organofosfat
Pestisida golongan organofosfat ini ditemukan melalui sebuah riset di
Jerman, selama Perang Dunia II dalam usaha menemukan senjata kimia untuk
tujuan perang. Meskipun golongan organofosfat pertama telah disentesis pada
tahun 1994. Bekerja dengan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan.
Dan cara kerja golongan ini sangat selektif, tidak persisten dalam tanah, dan
tidak menyebabkan resisitensi pada serangga. Dengan takaran yang rendah
sudah memberikan efek yang memuasakan (Djojosumarto, 2008).
Golongan organofosfat sering disebut oganic phosfhates, phosphorus
insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau
phosphoric acid este. Mereka adalah derivate dari phosphoric acid dan
biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan
Universitas Sumatera Utara
organophosphates struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat
dengan syaraf (Sudarmo, 1991).
Menutut Djojosumarto (2008) ada beberapa pestisida yang termasuk
dalam golongan organofosfat antara lain :
a. Asefat, diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk
mengendalikan hama-hama penusuk, pengisap dan pengunyah seperti
aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), pengorok daun,
dan wereng. LD50 (tikus) 1.030-1.147 mg/kg; LD50 dermal kelinci
>10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kelinci; LC50 inhalasi
(4 jam, tikus) 15 mg/liter udara.
b. Azinfos-etil, diintroduksikan pada tahun 1955. Azinfos-eti
mengendalikan berbagai serangga hama pengunyah, penusuk, pengisap,
dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 12 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 500
mg/kg tidaki menyebabkan iritasi kulit dan mata; LC50 inhalasi (4 jam,
tikus)0,15 mg/liter udara.
c. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida
pertama yang digunakan dalam di lapangan pertanian dan disintesis
berdasarkan lead-structur yang disarankan oleh G. Shrader. Paration
berspektrum luas untuk mengendalikan serangga penusuk, pengisap, dan
pengunyah dan tungau. Paration termasuk insektisida yang sangat
beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; Lmg/liter LD50 dermal (tikus) 71
mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata. LC50 inhalasi (4 jam,
tikus) 0,03 mg/liter udara.
Universitas Sumatera Utara
d. Klorpirifos, merupakan insektisida non sistemik, diintroduksikan tahun
1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi.
Mengendalikan serangga hama baik di daun maupun ditanah. LD50 oral
(tikus) sebesar 135-163 mg/kg;LD50 dermal (tikus)>2.000 mg/kg;LC50
inhalasi (4-6 jam, tikus)0,2 mg/liter udara.
e. Dimetoat, ditemukan pada tahun 1951. Dimetoat merupakan insektisida
dan akarisida organofosfat sistemik pertama sebagai penghambat kolin
esterase. Dimetot bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta
memiliki spectrum luas untuk mengendalikan hama-hama dari kelas
tungau (Acarinae), kumbang (coleopatra), kutu daun (aphids). LD50
(tikus) sekitar 387 mg/kg; LD dermal (tikus)> 2.000 mg/kg non iritan
pada kulit; LC50 dermal (tikus)>2.000 mg/kg non iritan pada kulit; LC50
inhalasi (4 jam, tikus) 1,6 mg/liter udara/
f. Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida untuk
mengendalikan berbagai serangga hama dan tungau. LD50 (tikus) sekitar
358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci); LC50 inhalasi (4 jam, tikus) 3 mg/liter
udara.
g. Protiofos, merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut. Insektisida ini digunakan untuk
mengendalikan ulat pemakan daun, thrips, dan dompolan Pseudococcus
spp. Protiofos memiliki LD50 (tikus)>5.000 mg/kg tidak menyebabkan
iritasi kulit dan mata (kelinci); LC50 inhalasi (4 jam, tikus) 2,7 mg/liter
udara.
Universitas Sumatera Utara
2.8. BMR Insektisida Golongan Organofosfat
Pada Standar Nasional Indonesia (SNI) merumuskan tentang batas
maksimum residu pestisida pada hasil pertanian yang diperbolehkan
terkandung pada produk-produk hasil pertanian yaitu untuk jenis pestisida
golongan organofosfat pada cabai seperti metamidofos 2 mg/kg, monokrotofos
0,2 mg/kg, profenofos 5 mg/kg.
Menurut Yulius (1995) yang dikutip oleh Soemirat (2009) bahwa residu insektisida
golongan organofosfat ditemukan pada berbagai jenis sayuran seperti bawang merah
1,167-0,565 ppm, kentang 0,125-4,333 ppm, cabe dan wortel yang mengandung
profenos 0,11 mg/kg, detakmetrin 7,73 muron 2,89 g/kg, klorfiripos 2,18 mg/kg,
tulubenzuron 2,89 mg/kg dan permetrin 1,80 mg/kg (Soemitar, 2007).
2.9. Dampak Pestisida
2.9.1. Dampak Pestisida Terhadap Konsumen
Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan
kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa
menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula
menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian
yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto , 2008).
2.9.2. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan
Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida
selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah terpapar pestisida,
tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam
tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis.
Universitas Sumatera Utara
Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam
jumlah yang cukup (Wudianto, 2010).
a. Keracunan Akut
Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja
menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida
masuk kedalam tubuh :
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
2. Terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation), serta
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
b. Keracunan Kronis
Keracunan kronis terjdi apabila penderita terkena racun dalam jangka
waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan
setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis lebih
sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta
tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat
pestisida (Romeo,dkk., 1990).
a. Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar
pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan
kesadaran dan koma.
b. Pada Hati (Liver)
Universitas Sumatera Utara
Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan
bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak
oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat
menyebabkan Hepatitis.
c. Pada Perut
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari
keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya
berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun,
mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida ( baik
sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara
umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d. Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem
kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa
jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan
melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi,
atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan
makin sulit untuk disembuhkan.
e. Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti
otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk
mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida
mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan
Universitas Sumatera Utara
produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal
pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid
yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.
2.9.3. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Menurut Soemirat (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap
lingkungan sebagai berikut :
1. Residu Insektisida dalam Tanah
Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan akan
jatuh ke tanah. Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap akan
berada di dalam di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin
karena sifatnya yang persisten.
2. Residu Insektisida dalam Air
Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat
terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air,
berupa sungai dan sumur.
3. Residu Insektisida di Udara
Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air
(droplet) atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya.
4. Residu Pestisida pada Tanaman
Insektisida yang dismprotkan pada tanaman tentu akan meninggalkan
residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti
batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat
Universitas Sumatera Utara
pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci,
atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.
5. Residu Pestisida di Lingkungan Kerja
Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu sedikit
diketahui bahwa insektisida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan
pekerja di pertanian atau petani termasuk juga pencampuran pestisida.
Kebanyakan petani di Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun
mereka tidak peduli dengan akibatnya.
2.9.4. Dampak Pestisida Bagi Lingkungan Pertanian (Agro-Ekosistem)
Menurut Djojosumarto (2008), bahwa dampak pestisida bagi lingkungan
pertanian yaitu :
1. Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida.
(timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida)..
2. Meningkatkan populasi hama setelah penggunaan pestisida (resurjensi hama)
3. Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting
maupun hama yang sama sekali baru.
4. Fitotoksik (meracuni tanaman).
2.10. Dampak Insektisida Golongan Organofosfat Terhadap Kesehatan
Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan,
pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan dengan enzim
cholirenesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan karena adanya
pestisida dalam darah maka Acetilcholirenesterse (AChE) akan di ikat oleh pestisida,
sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama
Universitas Sumatera Utara
meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya otot-otot bergerak
tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1991).
Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan gejala
keracunan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair,
mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-
kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak
bisa digerakkan dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).
Menurut Mukono (2011) akibat inhibisi Acetilcholinesterasae (AChE) didalam
sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti :
a. Keracuanan Akut
1. Manifestasi muscarinik :
1. Gejala pencernaan makanan seperti mual, muntah
2. Aktifitas kelenjar keringat meningkat
3. Aktifitas kelenjar ludah meningkat
4. Aktivitas kelenjar air mata meningkat
5. Ketajaman mata berkurang
3. Manifestasi nikotinik seperti sesak napas, kram pada otot tertentu dan
cyanosis.
4. Manifestasi susunan saraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran
tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernapasan dan peredaran darah.
b. Keracunan Kronis
Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan oleh pestisida
organofosfat, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Carsinogenik (pembentukan jaringan kanker).
2. Teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida).
3. Myopathi (penyakit otot).
Tabel 2.4. Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk kedalam Tubuh dan Daya Racun (Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1350).
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1350 Tahun 2001.
KLASIFIKASI
LD50 untuk Tikus (mg/kg) ORAL DERMAL
PADAT CAIR PADAT CAIR I. a. SANGAT BERBAHAYA SEKALI b. SANGAT BERBAHAYA
<5
5-50
>20
20-200
<10
10-100
<40
40-400
. BERBAHAYA 50-500 200-2000 100-1000
400-4000
I. CUKUP BERBAHAYA >500 >2000 >1000
>4000
Universitas Sumatera Utara