Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
1. Keselamatan Berkendara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keselamatan adalah suatu keadaan
aman, dalam kondisi aman secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politis,
emosional pekerjaan, psikologi ataupun pendidikan dan terhindar dari ancaman
terhadap faktor-faktor tersebut dan untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan
perlindungan terhadap suatu kejadian yangmemungkinkan terjadinya kerugian
ekonomis atau kesehatan. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa yang dimaksud
Keselamatan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan,
dan/atau lingkungan.
Berkendara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :
a. Duduk diatas sesuatu yg dinaiki, ditunggangi, (seperti kuda atau kereta),
pangeran datang - seekor kuda putih;
b. Menaiki (menumpang) suatu alat tunggangan (tumpangan), aturan-perlu
dipatuhi untuk keselamatan penumpang
c. Menjalankan kendaraan, mobil, motor.
Berdasarkan Undang – undang RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu
keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas
yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, atau lingkungan.
Dalam penelitian Novita Chrussiawati, 2015, Keselamatan Berkendara
(Safety Riding) adalah suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat
bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan
suatu kondisi, dimana kita berada pada titik yang tidak membahayakan
pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar
8
kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangnnya. Implementasi dari
pengertian diatas yaitu bahwa disaat kita mengendarai kendaraan, haruslah
tercipta suatu landasan pemikiran yang mementingkan dan sangat mengutamakan
keselamatan, baik diri sendiri maupun bagi orang lain.
Untuk itu, berangkat dari dasar pemikiran keselamatan berkendara tersebut,
para pengendara haruslah menyadari arti dan pentingnya keselamatan berkendara,
hal ini bisa dicontohkan dengan semakin meningkatnya kecelakaan di jalan raya
dan berbagai kejadian kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh berbagai kasus.
Walau terasa sangat sulit untuk menumbuhkannya, namun pemikiran yang
mengutamakan keselamatan tersebut haruslah merupakan kesadaran dari diri
sendiri yang terbentuk dan dibangun dari dalam hati untuk melaksanakan segala
aktifivitas yang mendasar pada safety riding. Bila dasar pemikiran safety riding
telah dimiliki maka akan dengan mudah setiap hal yang berkaitan dengan safety
riding diterapkan, baik dimulai dari diri sendiri maupun diterapkan kepada orang
lain.
2. Konsentrasi Berkendara
Dalam kamus besar bahasa indonesia konsentrasi adalah pemusatan
perhatian atau pikiran pada suatu hal, pemusatan tenaga, kekuatan, pasukan, dan
sebagainya di suatu tempat ada pasukan di daerah perbatasan, pemusatan beberapa
penerbitan dalam satu kekuasaan, persentase kandungan bahan di dalam satu
larutan.
Mengkaji aturan yang ada, yaitu pasal 283 pasal 106 ayat 1 Undang –
undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ),
melakukan kegiatan saat mengemudi yang mengganggu konsentrasi baik itu
menggunakan ponsel, mabuk, menggunakan narkoba dan mengantuk tetap
dikenakan sangsi pidana. “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh
suatu keadaan mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00
(tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)“, UU No. 22 tahun 2009 Pasal 283.
9
Konsentrasi saat berkendara menjadi faktor vital sekaligus krusial yang
harus dijaga. Hilang konsentrasi dalam hitungan detik saja bisa menyebabkan
kecelakaan fatal di jalan raya. Pengalih konsentrasi berkendara mencakup tiga
faktor, yaitufaktor visual yang mengalihkan mata dari jalan, faktor manual yang
menyebabkan tangan lepas dari kemudi, danfaktor kognitif yaitu ketika pikiran
melayang ke berbagai hal.
Karena itu kenali faktor – faktor yang dapat mengurangi konsentrasi
berkendara. Dalam penelitian Marsaid, M. Hidayat, Ahsan, 2013 hal – hal yang
dapat menggangu konsentrasi berkendara adalah sebagai berikut :
a. Lengah
Pengendara yang lengah memang menyebabkan terjadinya kecelakaan yang
dapat menimbulkan korban meninggal. Hal ini karena pengendara yangsedang
lengah mengemudikan kendaraannya terjadi penurunan konsentrasi dan sikap
responsifbilitas dalam berkendara. Ditambah lagi jika mengemudi dengan
kecepatan tinggi. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan korban sampai
meninggal dunia.
b. Mengantuk
Pengendara yang mengantuk pada umumnya disebabkan karena kurang
istirahat, misalnya kerja lembur dan belum sempat tidur namun memaksakan
pulang dengan mengendarai motornya. Faktor mengantuk dapat juga disebabkan
karena pengendara sepeda motor terus menerus menghirup gas karbon dari hasil
pembakaran kendaraan lain. Hasil pembakaran kendaraan bermotor mengandung
karbon yang dapat mempengaruhi daya kerjaotak sehingga menimbulkan efek
mengantuk. (Raymond, 2008).
c. Kelelahan
Faktor kelelahan merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan,
kelelahan dapat mengurangi kemampuan pengemudi dalam mengantisipasi
keadaan lalu lintas dan mengurangi konsentrasi dalam berkendara. Suma’mur
(2009) mengungkapkan, katalelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan
mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan
berkurangnya ketahanan tubuh. Menurut Suma’mur (2009), tanda-tanda yang ada
hubungannya dengan kelelahan, antara lain : perasaan berat dikepala, menjadi
10
lelah seluruh badan, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk, merasa berat
padamata, merasa susah berfikir, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat
memfokuskan perhatian terhadap sesuatu, dan merasa kurang sehat.
d. Mabuk
Seseorang dalam keadaan mabuk akan kehilangan pengendalian diri,
gerakan tubuh tidak terkoordinasi, pandangan kabur, berbicara tidak jelas dan
hilang kesadaran. Oleh karena itu, sangat berbahaya jika mengemudikan
kendaraan dalam keadaan terpengaruh alkohol karena akan mengganggu
konsentrasi, penilaian, penglihatan dan koordinasi. (Ditjen Perhubungan Darat
2006).
e. Tidak tertib
Pelanggaran yang sering terjadi dilapangan adalah pengendara mengebut
karena terburu-buru ingin sampai tempat tujuan dengan mengambil jalur pada
arah yang berlawanan sehingga beresiko membahayakan pihak lawan.
Pelanggaran terhadap rambu danlampu lalu lintas juga turut berperan dalam
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini menyebabkan kurangnya public
safety awareness yang dimiliki masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat
tidakmengutamakan keselamatan dan lebih banyak mengutamakan kecepatan dan
faktor ekonomi dalam berlalu lintas. (Dephub RI, 2008)
f. Tidak terampil
Faktor pengendara tidak terampil merupakan pengendarayang tidak mampu
mengendalikan kendaraannya segingga menimbulkan kecelakaan, seperti tidak
berjalan sesuai jalurnya atau terlalu kekanan, tidak menjaga jarak aman. Oleh
karena itu, dalam berkendara diperlukan latihan dan pengalaman dalam
berkendara sehingga memiliki ketrampilan alamiah menghadapi bermacam-
macam situasi lalu lintas.
g. Kecepatan tinggi
Kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan
tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut. Kecepatan yang
berlebihan adalah kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan yang dimungkinkan
atau diizinkan oleh kondisi lalu lintas dan jalan. Hal ini memberikan pengertian
yang sangat relatif bagi pengemudi, dan sesungguhnya batas kecepatan tidak akan
11
diperlukan seandainya pengemudi dapatmenyesuaikan dengan kondisi di lapangan
tanpa adanya peraturan kecepatan.
3. Kondisi Jalan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud Kondisi adalah
persyaratan atau keadaan. Sedangkan Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas
umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan / air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan
kabel. (UU No. 22 Tahun 2009).
Kondisi jalan adalah keadaan jalan, lebar jalan, naik turun dan kemiringan
jalan, kualitas jalan, berlubang atau bergelombangnya jalan. Banyak hal yang
mempengaruhi kecelakaan dijalan raya yang disebabkan oleh jalan. Dalam
penelitianMarsaid, M. Hidayat, Ahsan, 2013 indikator yang menyebabkan
kecelakaan di jalan raya yang dipengaruhi faktor jalan adalah :
a. Jalan berlubang
Jalan berlubang adalah kondisi dimana permukaan jalan tidak rata akibat
adanya cekungan ke dalam yang memiliki kedalaman dan diameter yang tidak
berpola, ini disebabkan sistem pelapisan yang kurang sempurna. Banyak jalan
berlubang yang memiliki diameter serta kedalaman yang cukup besar, hal ini
sangat beresiko menyebabkan sepeda motor kehilangan keseimbangan ketika
melewatinya, jika pengendara kurang terampil menguasai keadaan, sepeda motor
dapat oleng dan terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat kecelakaan
karena jalan berlubang cukup parah bergantung pada model kecelakaan dan
lubang yang ada.
b. Jalan rusak
Jalan rusak berbeda dengan jalan berlubang, jalan rusak yaitu kondisi
dimana permukaan jalan tidak mulus yang disebabkan karena jalan belum diaspal,
jalan yang terdapat bebatuan, kerikil atau material lain yang berada di permukaan
jalan aspal yang sudah mengalami kerusakan. Jalan rusak menyebabkan
pengendara sulit mengendarai, mengendalikan dan menyeimbangkankendaraan.
12
c. Jalan licin / basah
Pada umumnya jalan yang licin /basah disebabkan karena air hujan,namun
ada juga yang disebabkan faktor lain seperti tumpahan oli kendaraan. Jalan yang
basah atau licin erat kaitannya dengan hujan.Jika ditelaah lebih mendalam
kecelakaan yang disebabkan jalan yang basah/licin sebenarnya tidak berdiri
sendiri, hal ini berhubungan dengan beberapa faktorpenyebab lainnya contohnya
faktor pengendara dan kondisi kendaraan terutama performa ban. Ban
yangpermukaannya sudah halus atau tipis ketika bertemu dengan jalan yang licin
tidak akan menimbulkan daya gesek antara ban dan jalan, sehingga beresiko
tinggi terpeleset.
d. Lampu jalan tidak ada
Pada malam hari pengendara sepeda motor mengalami kesulitan melihat
pengendara lain dengan jelas. Bahkan dengan bantuan lampu depan sekalipun,
pengendara seringkali mengalami kesulitan untuk mengetahui kondisi jalan
ataupun sesuatu yang ada dijalan. Untuk itu dibutuhkan bantuan lampu
penerangan jalan. Penerangan jalan adalah lampu yang disediakan bagi pengguna
jalan.
e. Jalan menikung
Jalan yang memiliki tikungan tajam adalah jalan yang memiliki kemiringan
sudut belokan kurang dari atau lebih dari 180 derajat. Untuk melewati kondisi
jalan tersebut dibutuhkan keterampilan dan teknis khusus dalam berkendara agar
tidak hilangnya kendali pada kendaraan yang berakibat jatuh dan menyebabkan
terjadinya kecelakaan lalu lintas. Tikungan yang tajam juga dapat menghalangi
pandangan pengendara atau menutupi rambu lalu lintas.
f. Hujan
Cuaca yang buruk seperti hujan mempengaruhi kelancaran berlalu lintas
dan memicu kecelakaan lalu lintas. Dalam kondisi hujan pandangan pengendara
sangat terbatas, sehingga mudah sekali terjadi kesalahan antisipasi. Selain itu
hujan mengakibatkan jalan menjadi basah dan licin yangjuga merupakan faktor
penyebab kecelakaan lalu lintas. Hal-hal lain yang dapat memicu kecelakaan saat
cuaca hujan adalah jika pengendara tidak hati-hati. Hujan juga mempengaruhi
13
kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih
licin, dan jarak pandang menjadi lebih pendek karena lebatnya hujan.
Ditinjau dari sisi penyediaan (supply), keberadaan jaringan jalan yang
terdapat dalam suatu kota sangat menentukan pola jaringan pelayanan angkutan
umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi jenis jaringan, klasifikasi, kapasitas,
serta kualitas jalan.
1. Jenis jaringan jalan
Beberapa jenis ideal jaringan jalan (Morlok, 1978 : 682) adalah jaringan jalan
grid (kisi-kisi), radial, cincin-radial, spinal (tulang belakang), heksagonal, dan
delta. Gambar berikut menggambarkan jenis jaringan jalan tersebut :
Gambar : 2.1
Jenis jaringan jalan
Sumber : Morlok (1978:684)
2. Klasifikasi Jalan
Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada
dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. (Setijowarno
dan Frazila, 2001: 107) Menurut peranan pelayanan jasa distribusinya, sistem
jaringan jalan terdiri dari :
a. Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud
kota.
14
b. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
Pengelompokkan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan
menjadi :
1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
Arteri primer sendiri terbagi menjadi dua yaitu :
a. Jalan arteri primer
Ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu yang
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua.
Karakteristik jalan arteri primer adalah :
1. Didesain berdasarkan kecepatan 60 km / jam
2. Lebar daerah manfaat jalan minimal 11 meter
3. Jumlah jalan masuk / akses langsung minimal 500 meter, jarak
antara akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus diatas
1000 m2 dengan pemanfaatan untuk perumahan.
4. Persimpangan jalan diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu
penerangan jalan.
5. Mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi
dengan median
6. Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak
dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan
jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan
tidak bermotor (sepeda, becak, dan lainnya).
b. Jalan arteri sekunder
Ruas jalan yang menghubungkan antar kota kedua dengan kota
jenjang kedua, atau kota jenjang kesatu dengan kota jenjang ketiga.
Karakteristik jalan arteri sekunder adalah :
1. Lebar badan jalan tidak kurang dari 11 meter.
15
2. Dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km /
jam.
3. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
4. Kendaraan angkutan barang ringan, bus untuk pelayanan kota dapat
diijinkan
5. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
6. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan
seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk
7. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan, dan lain – lain.
8. Dianjurkan tersedianya jaur khusus yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak
selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.
2. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan
pembagian dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
Berdasarkan wewenang pembinaan jalan, menurut Peraturan Pemerintah
No. 38 Tahun 2004, klasifikasi jalan berdasarkan pembinaan jalan terbagi atas :
1. Jalan Nasional
Yang termasuk jalan nasional, jalan arteri primer yang menghubungkan
antar ibu kota provinsi dan jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis
terhadap kepentingan nasional.
2. Jalan Provinsi
Yang termasuk jalan provinsi adalah :
a. Jalan kolektor primer
Jalan yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan dengan ibu
kota kabupaten / kota.
16
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten / kota.
c. Jalan lain yaitu yang mempunyai kepentingan strategis terhadap
kepentingan provinsi.
d. Jalan dalam daerah khusus ibu kota yang tidak termasuk jalan
nasional.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan provinsi dilakukan
berdasarkan keputusan menteri dalam negeri atas usul pemerintahan yang
bersangkutan dengan memperhatikan keputusan menteri.
3. Jalan Kabupaten
Yang termasuk jalan kabupaten adalah :
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional.
b. Jalan lokal primer.
c. Jalan sekunder dan jalan lainnya yang tidak termasuk kelompok
jalan nasional.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan
dengan keputusan Gubernur , atas usul pemerintah kota yang
bersangkutan.
4. Jalan Kota
Yang termasuk dalam jalan kota adalah jaringan jalan sekunder di
dalam kota. Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder atau ruas –
ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan kolektor sekunder, sebagai
jalan kota, dilakukan dengan keputusan Wali Kota yang bersangkutan.
Berdasarkan Kelas Jalan :
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemapuan untuk
memerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (
MST ) dalam satuan ton, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993
Tentang Prasarana dan Lalu Lintas pada bagian kelas jalan jaringan
trayek dan jaringan lalu lintas menyebutkan mengenai kelas jalan sebagai
berikut :
1. Jalan Kelas I.
17
Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 10 ton.
2. Jalan Kelas II.
Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuaran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 10 ton.
3. Jalan Kelas IIIA.
Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 meter, ukuran panjang tidak
melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih
besar dari 8 ton.
4. Jalan Kelas IIIB.
Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melabihi 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 12 meter dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 8 ton.
5. Jalan Kelas IIIC.
Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 9 meter, dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 8 ton.
4. Pengguna Jalan
Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas
(UU No.22 Tahun 2009). Ketentuan – ketentuan pengguna jalan pada dasarnya
menyangkut pengaturan kecepatan maksimal bagi kendaraan dan larangan
terhadap kegiatan yang dianggap mengganggu kelancaran lalu lintas.
Di dalam pelaksanaannya pengguna jalan dilarang untuk memakainya
dengan cara – cara yang dapat merintangi, membahayakan kebebasan atau
18
keamanan lalu lintas, atau hal – hal yang menimbulkan kerusakan pada jalan
tersebut. Ketentuan – ketentuan itu juga memuat larangan – larangan dan
keharusan yang mengatur pengguna jalan.
1. Larangan
Larangan yang harus dipatuhi oleh semua pengguna jalan adalah sebagai
berikut : (Soerjanto Soekanto, 2000 :73)
a. Berjalan di sebelah kanan jalur lalu lintas yang bukan diperuntukan untuk
jalan orang.
b. Berhenti di jalan lalu lintas yang bukan diperuntukan untuk orang.
c. Berhenti di jalur lalu lintas yang berupa tikungan persimpangan atau
jembatan.
d. Jalan terus apabila dilarang oleh suatu alat pengatur lalu lintas. Misalnya
di perempatan traffict ligth (lampu lalu lintas).
e. Jalan terus apabila melewati tanda pada atas jalan apabila ada tanda
perintah berhenti.
f. Berjalan samping menyamping.
g. Memarkirkan kendaraan di tempat lain selain dari di sebelah kiri dan
atau tempat khusus parkir kendaraan.
h. Memberhentikan kendaraan di jalan lalu lintas disuatu tempat dengan
cara sengaja, sehingga tidak cukup tempat bagi kendaraan lain untuk
lewat.
i. Melewati atau memotong suatu kendaraan yang berjalan pada jurusan
yang sama.
j. Mempercepat kendaraan waktu lewat.
k. Melewati kereta atau trem yang berhenti di jalur lalu lintas untuk
menurunkan atau menaikkan penumpang pada sebelah tempat
menurunkan atau menaikkan itu (kecuali jika ada bukti pelarian trotoar
atau ada jalur aman di permukaan jalan).
l. Keluar ke jalan dari halaman atau lapangan yang letaknya di tepi jalan,
apabila jalan tersebut tidak bebas.
m. Melewati bukit lalu lintas dari sebelah kanan.
19
n. Bagi pemakai jalan yang memerlukan pertolongan atau cacat berada di
luar jalur lalu lintas kendaraan apabila tidak disertai pengiring.
o. Bagi pemakai jalan berada di jalan lalu lintas selain dari yang ditetapkan
untuk dia atau nyata disediakan untuk dia dan waktu menyeberangi jalan
tersebut.
p. Golongan pemakai jalan yang telah diijinkan memakainya. Mengadakan
atau mempunyai alat di jalan, di tepi jalan atau diatas jalan yang dapat
memberikan syarat atau tanda yang sangat menyerupai tanda pengaturan
lalu lintas, sehingga menimbulkan timbulnya kekalutan atau kekeliruan.
2. Keharusan
Yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan adalah sebagai berikut: (Soerjanto
Soekanto, 2000 :73)
a. Pengemudi kendaraan yang bukan kendaraan bermotor diharuskan tetap
berjalan pada sebelah kiri betul di jalur lalu lintas, kecuali.
1. Jikalau keadaan jalan tidak mengijinkannya.
2. Jikalau perlu meninggalkan jalan kiri tersebut untuk melewati
pemakai – pemakai jalan yang lain, atau benda – benda.
b. Setiap orang di jalan diharuskan mendahulukan :
1. Kendaraan yang berjalan di atas rel
2. Kendaraan pemadam api
3. Kendaraan orang sakit
4. Kenderaan orang pemberi pertolongan waktu kecelakaan lalu lintas
5. Pawai penguburan
6. Barisan militer
7. Rombongan polisi pawai
8. berbaris teratur atau bersepeda berkelompok diserta pengiringnya.
9. Lalu lintas yang hidup di tempat itu, dimana dinyatakan dengan
rambu atau tanda, bahwa disana harus didahulukan lalu lintas dari
muka.
10. Ketika hendak masuk ke jalan raya datang dari jalan sampingan
kepada lalu lintas di jalan raya.
20
11. Persimpangan di jalan raya dimana menurut rambu lalu lintas di
jalan tersebut harus didahulukan.
12. Dan hal – hal lain yang didahulukan lalu lintas dari kiri, jika tibanya
di persimpangan kira – kira sama.
c. Orang harus menepi untuk orang – orang dan kendaraan – kendaraan
serta barang – barang lain yang nyata harus berada di jalan itu berhubung
dengan sesuatu pekerjaan dan juga untuk orang cacat serta orang yang
membutuhkan pertolongan.
d. Perihal kecepatan – kecepatan maksimum bagi kendaraan bermotor
antara lain ditetapkan syarat – syarat sebagai berikut :
1. Otobis dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg
menjalankan kendaraannya dengan kecepatan lebih dari 50 km/jam.
2. Mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari
2.000 kg menjalankan kendaraannya dengan kecepatan lebih dari 50
km/jam.
3. Otobis dan mobil bergerak dengan sebuah kereta gandengan dan
traktor dengan sebuah kereta tempelan menjalankan kendaraannya di
jalan dengan kecepatan lebih dari 40 km/jam.
4. Di beberapa jalan yang letaknya tidak di daerah perumahan kota
dapat ditetapkan.
1) Kecepatan maksimum 70 km/jam untuk otobis dan mobil
gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari
2.000 kg.
2) Kecepatan maksimum 50 km/jam untuk otobis dan mobil
gerobak dengan sebuah gandengan dan untuk traktor dengan
sebuah kereta tempelan.
e. Di daerah perumahan kota dapat ditetapkan :
1. Kecepatan maksimum 40 km/jam untuk semua atau beberapa macam
kendaraan.
2. Kecepatan maksimum 25 km/jam.
a) Di jalan tempat lalu lintas yang ramai pada jam – jam tertentu
bagi semua kendaraan.
21
b) Untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta
gandengan dan untuk traktor dengan sebuah tempelan.
f. Jika keselamatan jalan menghendaki maka ambil jalur daerah perumahan
kota, dapat ditetapkan kecepatan maksimum 40 km/jam untuk semua
atau beberapa macam kendaraan dan kecepatan maksimum 25 km/jam di
luar dan di dalam daerah perumahan kota untuk otobis dan mobil gerobak
dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg.
g. Selain dapat ditetapkan kecepatan maksimum 40 km dan 25 km/jam, jika
keadaan setempat menghendakinya untuk semua atau beberapa macam
kendaraan di dekat dan di atas jembatan – jembatan persimpangan –
persimpangan jalan yang berbahaya untuk lalu lintas.
5. Kepatuhan Akan Rambu Lalu Lintas
Patuh adalah menurut (perintah), taat (pada aturan), berdisiplin, gadis itu
sangat - pada agamanya, rakyatselalu - kepada pemerintah. Kepatuhan adalah
suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan
dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali
tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya bila
mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana lazimnya (Prijadarminto, 2003).
Kepatuhan berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar atau hukum yang
telah diatur dengan jelas dan biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi
yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Lingkup suatu aturan dapat bersifat
internasional maupun nasional, misalnya standar internasional yang diterbitkan
oleh ISO (International Organization for Standardization) dan aturan – aturan
nasional seperti UU No. 22 Tahun 2009. Dalam UU No. 22 Tahun 2009 terdapat
aturan – aturan yang mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan jalan. Apabila
para pengendara tersebut mengikuti hukum yang diatur dengan jelas di UU No. 22
Tahun 2009 maka pengendara tersebut bisa dikatakan patuh.
Dalam Keputusan Menteri No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas
Di Jalan pasal 1 ayat (1) Rambu Lalu Lintas adalah salah satu dari perlengkapan
jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan / atau perpaduan diantaranya
22
sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan.
Pemasangan rambu pada jalan memiliki fungsi sebagai alat yang utama dalam
mengatur, memberi peringatan dan mengarahkan lalu lintas. Agar dapat berfungsi
dengan baik, perencanaan dan pemasangan rambu harus mempertimbangkan
keseragaman bentuk dan ukuran rambu, desain rambu, lokasi rambu, operasi
rambu, serta pemeliharaan rambu.
Menurut Undang – undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009
(pasal 1:17) Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa
lambang, huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan yang berfungsi sebagai
peringatan, larangan perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Agar rambu yang digunakan dapat berfungsi dengan efektif, maka rambu
tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan.
b. Menarik perhatian dan mendapat respek penguna jalan.
c. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
d. Menyediakan waktu yang cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan
respon.
Rambu sesuai dengan fungsinya dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Rambu Peringatan
Rambu peringatan digunakan untuk memberikan peringatan
kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan
didepannya, berwarna dasar kuning dengan lambang atau tulisan
berwarna hitam dan dapat dilengkapi dengan papan tambahan.Rambu
peringatan ditempatkan dengan jarak tertentu pada sisi jalan sebelum
tempat berbahaya dan dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara
rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan
papan tambahan.
Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak
50 meter atau pada jarak tertentu sebelum tempat bahaya dengan
memperhatikan kondisi lalu lintas, cuaca dan keadaan jalan yang
disebabkan oleh faktor geografis, geometris, permukaan jalan, dan
kecepatan rencana jalan.Rambu peringatan memiliki dua buah bentuk
23
berupa bujur sangkar dan empat persegi panjang.Berikut adalah jenis-
jenis rambu peringatan sesuai dengan Tabel I Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 61 Tahun 1993 :
Gambar : 2.2
Rambu-rambu peringatan
Sumber : satlantas-polrestabes semarang
2. Rambu Larangan
Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang
dilarang untuk dilakukan oleh pemakai jalan, ditempatkan sedekat
mungkin dengan titik larangan dimulai serta dapat dilengkapi dengan
papan tambahan, berwarna dasar putih dengan warna lambang hitam
atau merah. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai
jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada jarak yang layak
sebelum titik larangan dimulai.Berikut adalah jenis-jenis rambu
larangan sesuai dengan Tabel IIA Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM. 61 Tahun 1993 :
24
Gambar 2.3
Rambu-rambu larangan
Sumber : satlantas-polrestabes semarang
3. Rambu Perintah
Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang
wajib dilakukan oleh pemakai jalan, ditempatkan sedekat mungkin
dengan titik wajib dimulai, dapat dilengkapi dengan papan tambahan,
serta dengan warna dasar biru dan lambang/tulisan berwarna putih serta
merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah.Untuk
memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat
ditempatkan rambu petunjuk pada jarak yang layak sebelum titik
kewajiban dimulai.
Berikut adalah jenis-jenis rambu perintah sesuai dengan Tabel IIB
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 61 Tahun 1993 :
Gambar : 2.4
Rambu-rambu perintah
Sumber : satlantas-polrestabes semarang
4. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai
jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain
bagi pemakai jalan. Rambu petunjuk ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mempunyai daya guna sebesar- besarnya dengan
memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalu lintas.
Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas
wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta
tempat khusus dinyatakan dengan warna dasar biru, sedangkan Rambu
25
petunjuk pendahulu jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas
jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara
lain kota, daerah/ wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan di
nyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang dan/atau tulisan
warna putih.Serta rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata
dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan/atau tulisan
warna putih serta dapat dinyatakan dengan papan tambahan.
Selain rambu-rambu yang disebutkan diatas, adapun yang disebut
rambu sementara. Rambu sementara adalah rambu lalu lintas yang tidak
dipasang secara tetap dan digunakan dalam keadaan dan kegiatan
tertentu. Bentuk, lambang, warna dan arti rambu juga berlaku ketentuan
untuk rambu sementara. Dan untuk kemudahan penggunaan rambu
sementara dapat dibuat portable atau variabel. Berikut adalah jenis-jenis
rambu petunjuk sesuai dengan Tabel III Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 61 Tahun 1993.
Gambar : 2.5
Rambu-rambu petunjuk
Sumber :satlantas-polrestabes semarang
26
5. Papan Tambahan
Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang
diperlukan untuk menyatakan hanya berlaku untuk waktu-waktu
tertentu, jarak-jarak dan jenis kendaraan tertentu ataupun perihal
lainnya sebagai hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas.Papan
tambahan berwarna dasar putih dengan tulisan dan bingkai berwarna
hitam serta tidak boleh menyatakan suatu keterangan yang tidak
berkaitan dengan rambunya sendiri.Berikut ini adalah contoh papan
tambahan yang ditempatkan pada rambu :
Gambar : 2.6
Papan rambu tambahan
Sumber :satlantas-polrestabessemarang
2.2 Penelitian Terdahulu
Pada tabel 2.1 dijelaskan tentang penelitian terdahulu, variable penelitian,
teknik analisa serta hasil penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO Sumber Penelitian Variable Yang
Diteliti
Teknis
Analisa
Hasil
Penelitian
1. Sahabudin, Hendro
Wartatmo, Susy
Kuschitawati
dengan judul : “
Pengendara sebagai
Faktor Risiko
Terjadinya
Kecelakaan Lalu
Variabel
terikat :
Kejadian
kecelakaan
lalu lintas
Variabel bebas
: Merokok,
Penggunaan
kuantitatif. Berkendara
sambil
menggunakan
telepon seluler,
kecepatan dan
kepemilikan
SIM C
mempunyai
27
Lintas
Sepeda Motor
Tahun 2010”
TS, Konsumsi
Obat-obatan,
Agresifitas,
Kelelahan,
Kecepatan,
Pemeriksaan
kendaraan,
Kepemilikan
SIM C
hubungan dan
sebagai faktor
risiko
terjadinya
kejadian KLL
sepeda motor.
2. Marsaid, M.
Hidayat, Ahsan.
dengan judul
“Faktor yang
berhubungan
dengan kejadian
kecelakaan lalu
lintas pada
pengendara sepeda
motor diwilayah
polres kabupaten
Malang”
Faktor yang
berhubungan
dengan
kecelakaan
(manusia,
kendaraan,
lingkungan
fisik)
Analisis
multivariat
dan univariat
Terdapat
hubungan yang
berpengaruh
manusia,
kendaraan, dan
lingkungan
terhadap
kecelakaan lalu
lintas
3. Heni Mei Darwati.
dengan judul :
“Pengaruh tingkat
kepatuhan hukum
terhadap
Tertib berlalu lintas
siswa”
Tingkat
kepatuhan
hukum
terhadap tata
tertib berlalu
lintas
Penelitian
kuantitatif
dengan
menggunakan
uji
pengaruh
antarvariabel-
variabel yang
akan diteliti.
36,1%
responden dari
36 responden
masuk dalam
kategori cukup
patuh. 21 atau
58,3%
responden dari
36
responden
masuk dalam
kategori sangat
tertib.
4.
Nur Setiaji
Pamungkas Tahun
2011, dengan judul
: “ Analisis
Karakteristik
Kecelakaan dan
Faktor – faktor
Variable yang
akan diteliti
adalah :
1.Karakteristik
jalan
2. Faktor
Penyebab
Analisis
kualitatif dan
Kuantitatif
Dari hasil
penelitian :
sebagian besar
kejadian
kecelakaan di
Surabaya
disebabkan
28
Penyebab
kecelakaan Pada
Jalan Bebas
Hambatan
Surabaya”
Kecelakaan
3. Tingkat
Kecelakaan
oleh faktor
manusia
(63,09 %).
Faktor
kendaraan
menyumbang
sebesar (28,33
%) sedangkan
faktor jalan dan
lingkungan
menyumbang
(8,58 %),
sebagai
penyebab
terjadinya
kecelakaan di
kota Surabaya
mayoritas
kecelakaan
merupakan
jenis
kecelakaan
yang hanya
mengakibatkan
kerugian
materi yaitu
sebesar 49,79
%.
Hal ini terkait
karena rata –
rata kecelakaan
yang terjadi
adalah
kecelakaan
tunggal yaitu
sebesar 58,37
%
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan tahun 2016
29
Dari beberapa peneliti terdahulu ada empat faktor yang bisa
mempengaruhi keselamatan dalam berkendara sepeda motor, yaitu manusia
(pengendara sepeda motor). Faktor yang kedua yang dapat berpengaruh terhadap
keselamatan berkendara sepeda motor adalah kondisi jalan, antara lain jalan rusak,
jalan berlubang, jalan licin, jalan menikung, tidak adanya lampu jalan. Faktor
ketiga yang dapat berpengaruh terhadap keselamatan berkendara sepeda motor
adalah kendaraan bermotor, antara lain rem blong, ban pecah, mesin rusak.
Faktor yang keempat adalah kepatuhan akan tata tertib berlalu lintas,
antara lain melengkapi kendaraan sesuai peraturan, berkendara dalam kepatuhan
hukum, melengakapi diri dengan dokumen mengemudi, memakai atribut
kendaraan yang lengkap, tidak melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Dari jurnal pertama yang diteliti adalah pengendara sebagai faktor resiko
terjadinya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Dalam jurnal ini yang menjadi
variabel diantaranya adalah agresifitas, kelelahan, merokok, penggunaan telepon
selular, kecepatan, konsumsi obat. Jadi dari jurnal ini terdapat hubungan dengan
penelitian ini karena variabel dalam jurnal tersebut mempunyai kesamaandengan
indikator pada variabel X1 diantaranya adalah pengaruh alkohol, penggunaan
handphone, serta kondisi megantuk. Kesamaan dari faktor itu adalah sama-sama
menyangkut faktor pengendara yang mempengaruhi keselamatan.
Dari jurnal ke dua, hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
bermakna antara faktor manusia dengan keselamatan pada pengendara sepeda
motor. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan hubungan yang bermakna
antara faktor lingkungan fisik (kondisi jalan) dengan keselamatan pada
pengendara sepeda motor.
Jurnal ke tiga, Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
tingkat kepatuhan hukum terhadap tertib berlalu lintas siswa. Jenis penelitian
dalam jurnal ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan uji variabel-
variabel yang akan diteliti. Salah satu indikatornya adalah tidak melanggar rambu-
rambu lalu lintas. Jadi jurnal tersebut mempunyai kesamaan dengan penelitian ini.
Jurnal keempat, dari jurnal ini hasil identifikasi data diketahui bahwa
faktor-faktor penyebab kecelakaan diruas jalan tol Surabaya – Gempol dapat
dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu faktor manusia, kendaraan dan jalan.
30
Dari dua faktor tersebut mempunyai kesamaan dengan penelitian ini, yaitu faktor
manusia dan faktor jalan.
Penelitian terdahulu dan penelitian ini mempunyai kesamaan dan
perbedaan. Dimana persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terdapat
variabel independen yaitu faktor manusia dan jalan. Sedangkan perbedaannya
dengan peneliti terdahulu, peneliti terdahulu menggunakan variabel dengan
jumlah indikator lebih dari tiga sedangkan penelitian sekarang menggunakan tiga
indikator disetiap variabel. Pada penelitian terdahulu menggunakan variabel
dependen yaitu kecelakaan lalu lintas sedangkan penelitiaan yang sekarang
menggunakan variabel dependen yaitu keselamatan berkendara. Selain itu
kesimpulan yang didapat dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini juga
berbeda.
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta
diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta – fakta yang diamati
ataupun kondisi – kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk langkah
penelitian selanjutnya, “ Good and Scates 1954. Maka untuk memberikan jawaban
sementara atas masalah yang dikemukakan diatas maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga konsentrasi berkendara berpengaruh positif terhadap keselamatan
berkendara pada ruas Jl. Arteri – Soekarno Hatta Semarang.
2. Diduga kondisi jalan berpengaruh positif terhadap keselamatan
berkendara di ruas Jl. Arteri Soekarno – Hatta Semarang.
3. Diduga kepatuhan akan rambu lalu lintas berpengaruh positif terhadap
keselamatan berkendara di ruas Jl. Arteri – Soekarno Hatta Semarang.
4. Diduga konsentrasi berkendara, kondisi jalan, kepatuhan akan rambu lalu
lintas, secara simultan berpengaruh positif terhadap keselamatan
berkendara.
31
2.4 Diagram Alur Penelitian
Data tidak cukup
Gambar 2.7
Diagram alur penelitian
Latar Belakang Masalah
Pengumpulan Data
Landasan Teori
Metodologi Penelitian
Konsentrasi
Berkendara
(X 1)
Kepatuhan Akan
Rambu Lalu Lintas
(X 3)
Kondisi Jalan
(X 2)
Pengolahan Data
Analisis Data
Keselamatan Berkendara
( Y )
Kesimpulan dan Saran
32
2.5 Kerangka Pikir Teoritis
H 1
H 2
H 3
H 4
= Variabel = Pengukur
= Indikator = Pengaruh
H = Hipotesis
Gambar 2.8
Kerangka Pikir Teoritis
X.1.1
Konsentrasi
berkendara
( X1 )
X.1.2
X.1.3
X2.1 Y1
Kondisi jalan
( X2 )
Keselamatan
berkendara
( Y1 )
Y2 X2.2
Y3 X2.3
X3.1
Kepatuhan
akan rambu
lalu lintas
( X3 )
X3.2
X3.3
33
Indikator variable dependen (Y) Keselamatan Berkendara :
Y 1 = Mengecek kendaraan sebelum bepergian
Y 2 = Tidak berboncengan lebih dari satu
Y 3 = Gaya berkendara terampil dan baik
Indikator variable independen (X1) Konsentrasi Berkendara :
X 1.1 = Tidak menggunakan HP (Hand Phone) saat berkendara
X1.2 = Tidak dalam keadaan mabuk saat berkendara
X 1.3 = Tidak sedang mengantuk saat berkendara
Indikator variable independen (X2) Kondisi Jalan :
X 2.1 = Jalan rusak
X 2.2 = Jalan berlubang
X 2.3 = Jarak pandang terbatas.
Indikator variable (X3) Kepatuhan Akan Rambu Lalu Lintas :
X 3.1 = Tidak melanggar rambu-rambu
X 3.2 = Mematuhi lampu lalulintas
X 3.3 = Tidak melawan arah