Upload
ngothien
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)
Tanaman serai berasal dari Asia Tenggara atau Sri Lanka. Tanaman ini
tumbuh alami di Sri Lanka, tetapi dapat ditanam pada berbagai kondisi tanah di
daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari dan memiliki curah hujan relatif
tinggi. Saat ini, tanaman serai dapat ditanam meluas dalam kawasan tropis (Chooi,
2008). Di Indonesia tanaman serai ini banyak ditemukan di daerah Jawa yaitu di
dataran rendah yang memiliki ketinggian 60 - 140 mdpl (Armando, 2009).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)
Klasifikasi tanaman serai (Cymbopogon nardus L.) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Family : Graminae/Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus L.
Gambar 2.1 Tanaman Cymbopogon nardus L. (Tora, 2013).
6
2.1.2 Morfologi Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)
Tanaman serai merupakan rumput tegak, menahun, dengan perakarannya
sangat dalam dan kuat yang mampu tumbuh sampai 1-1.5 m. Batang tanaman serai
bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan
pelepah umbi yang memiliki warna putih kekuningan. Namun ada juga yang
berwarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu, batang tanaman serai bersifat
kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak lurus diatas tanah (Agung
& Tinton, 2008).
Daun tanaman serai berwarna hijau tidak bertangkai, daunnya kesat,
panjang, runcing dan berbau khas. Daunnya memiliki tepi yang kasar dan tajam.
Tulang daunnya tesusun sejajar dengan panjang daunnya mencapai 70-80 cm dan
lebarnya 2-5 cm. daging daunnya tipis serta pada permukaan dan di bagian bawah
daun terdapat bulu halus. Susunan bunganya bercabang, bertangkai, dan berwarna
putih. Tanaman Serai jarang berbunga dan hanya berbunga bila sudah cukup
matang. Kelopak bunga bermetamorfosis menjadi 2 kelenjar lodikula. Benang sari
berjumlah 3-6, kepala putik sepasang berbentuk buku. Sedangkan akarnya
merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek (Agung & Tinton, 2008).
2.1.3 Kandungan Kimia Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)
Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman serai antara lain mengandung
minyak atsiri dengan komponen utama yang terdiri dari sitronelal, sitronelol dan
geraniol yang dibentuk oleh unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O)
dengan formula unsur C10, H16,18,20 dan O merupakan senyawa terpenoid golongan
monoterpen (C10), monoterpen merupakan komponen utama dari banyak minyak
atsiri yang berperan dalam menimbulkan bau, rasa dan wewangian (Burdock,
2002).
Senyawa terpenoid merupakan antioksidan alami (sitronelal dan geramiol),
antioksidan ini berperan terhadap oksidasi LDL, dengan menekan terbentuknya
interleukin proinflamasi dan mampu memperbaiki endotel pembuluh darah, serta
dapat mengurangi kepekaan LDL terhadap pengaruh radikal bebas (Wayan dan
Made, 2012).
7
Tabel II.1 Jumlah kandungan yang terkandung dalam tanaman Cymbopogon nardus L.
(Burdock, 2002).
Essential oil composition Percentage of
components
Sitronellal 30,58 %
Sitronelol 13,19 %
Geraniol 25,45 %
Gambar 2.2 Struktur kimia dari komposisi minyak atsiri dari Cymbopogon nardus L.
(Kadarohman, 2009).
2.1.4 Manfaat Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)
Menurut penelitian Rahma (2014), kandungan metabolit sekunder dari
ekstrak daun Cymbopogon nardus L. diantaranya yaitu alkaloid, tannin, flavonoid,
fenol dan terpenoid memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan penghambatan
terhadap radikal bebas DPPH (2.2-difenil-1-pikrilhidrazil) dengan IC50 sebesar
79.444 mg/L.
Ekstrak daun Cymbopogon nardus L. mampu menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans yaitu pada konsentrasi 75% (7.5 ml ekstrak daun serai
ditambahkan dengan 2.5 ml aquades) diperoleh diameter daya hambatan sebesar
23.7 mm. Perlakuan ini dibandingkan dengan aktivitas metronidazole sebagai
kontrol positif dengan diameter daya hambatan sebesar 26.6 mm (Eka, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan Agbafor et al (2007), mengenai ekstrak
Cymbopogon nardus L. dapat menurunkan kadar kolesterol dengan dosis
100mg/kgBB dan 200mg/kgBB selama 7 hari pada tikus wistar. Dimana aktivitas
dari ekstrak Cymbopogon nardus L. sebagai antioksidan yang berasal dari senyawa
terpenoid dan fenol yang dapat menghambat proses oksidasi LDL menjadi Ox-LDL
sehingga dapat menurunkan kadar LDL dalam darah.
8
Ekstrak akar Cymbopogon nardus L. juga memiliki aktivitas sebagai diuretic
pada dosis 62.5mg/kgBB. Perlakuan ini di bandingkan dengan aktivitas
hidroklorotiazid sebagai kontrol positif. Efek diuretic menunjukkan volume urin
sebesar 7.36 ml yaitu setara dengan 245.33% pada jam ke-24 (Dini, 2015).
2.2 Tinjauan Tanaman Alpukat (Persea americana M.)
Tanaman alpukat berasal dari Amerika Tengah. Tumbuh di daerah tropik dan
sub tropik dengan curah hujan antara 1.800 mm sampai 4.500 mm tiap tahun. Pada
umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim yang sejuk dan basah. Tumbuhan tidak
tahan terhadap suhu rendah ataupun tinggi. Kelembaban rendah pada saat berbunga
dan pada saat pembentukan buah serta angin yang keras. Di Indonesia tumbuh pada
ketinggian antara 1 m sampai 1.000 m diatas permukaan laut (Lopez, 2002).
2.2.1 Klasifikasi Tanaman Alpukat (Persea americana M.)
Klasifikasi Tanaman Alpukat (Persea americana M.) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Laurales
Family : Lauraceae
Genus : Persea
Species : Persea americana M.
Gambar 2.3 Daun Persea americana M. (Lopez, 2002).
9
2.2.2 Morfologi Tanaman Alpukat (Persea americana M.)
Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3-10 m, ranting tegak dan
berambut lurus, daun berdesakan diujung ranting, bentuk bulat telur atau jorong,
awalnya berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan menjadi licin
dengan panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm dan panjang tangkai 1.5-5 cm. Bunga
alpukat berupa malai dan terletak di dekat ujung ranting, bunganya sangat banyak
berdiameter 1-1,5 cm, bewarna kekuningan, berbulu halus dan benang sari dalam 4
karangan, buah alpukat berbentuk bola lampu sampai bulat telur, bewarna hijau
kekuningan berbintik ungu, gandul/halus, dan harum, biji berbentuk bola dan hanya
terdapat satu biji dalam 1 buah (Depkes RI, 1996).
2.2.3 Kandungan Tanaman Alpukat (Persea americana M.)
Terdapat beberapa komponen fitokimia yang terdapat pada daun, buah dan
biji dari tanaman alpukat menurut hasil penelitian skrining fitokimia Duru (2012),
sebagai berikut:
Tabel II.2 Jumlah Komponen fitokimia yang terkandung dalam organ daun, buah
dan biji tanaman Persea americana M. (Duru, 2012).
Pada tabel diatas kandungan biji alpukat memiliki kadar saponin tertinggi
dibanding yang terdapat di daun dan buah. Saponin mampu membentuk busa pada
air, memiliki akitifitas hemolitik dan kemampuan untuk mengikat kolesterol. Tanin
memiliki aktifitas sebagai astringen, dan mempecepat penyembuhan luka.
Flavonoid merupakan senyawa golongan phenolic yang paling sering ditemukan
pada tanaman. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan yang mampu melawan
radikal bebas dengan baik sehingga dapat mencegah kerusakan sel akibat oksidasi.
Senyawa Daun Buah Biji
Saponin 1.29 ± 0.08 0.14 ± 0.01 19.21 ± 2.81
tannin 0.68 ± 0.06 0.12 ± 0.03 0.24 ± 0.12
Flavonoid 8.11 ± 0.14 4.25 ± 0.16 1.90 ± 0.07
Glikosida
sianogenik ND ND 0.06 ± 0.02
Alkaloid 0.51 ± 0.21 0.14 ± 0.00 0.72 ± 0.12
Fenol 3.41 ± 0.64 2.94 ± 0.13 6.14 ± 1.28
steroid 1.21 ± 0.14 1.88 ± 0.19 0.09 ± 0.00 ND : Not detected
10
Flavonoid juga memiliki aktifitas antikanker dan mampu melindungi sel dari semua
tahap karsinogenesis selain itu, flavonoid juga dapat menurunkan resiko penyakit
jantung. Sedangkan kandungan alkaloid pada alpukat memiliki aktivitas sebagai
analgesik dan bakterisidal. Phenol memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi, dan
antioksidan (Duru, 2012)
2.2.4 Manfaat Tanaman Alpukat (Persea americana M.)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kolawole et al (2012), ekstrak daun
Persea americana M. dengan dosis 20mg/KgBB dan 40mg/kgBB dapat
menurunkan profil lipid kolesterol total, trigliserida dan LDL serta mampu
menaikkan kadar HDL secara signifikan pada kedua dosis tersebut. Pada dosis
20mg/KgBB terjadi penurunan kolesterol total 54.2%, trigliserida 46.2% dan LDL
65.6% serta diikuti dengan peningkatan HDL 60%. Sedangkan, pada dosis
40mg/KgBB terjadi penurunan kolesterol total 60.4%, trigliserida 69.2% dan LDL
87.5% serta diikuti dengan peningkatan HDL menjadi 80%.
Pada ekstrak daun Persea americana M. mengandung metabolit sekunder
flavonoid yang merupakan senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan dan memiliki nilai IC50 sebesar 114,95 mg/L (Owolabi et al, 2010).
Kandungan senyawa pada ekstrak daun Persea americana M. antara lain
fenol, saponin dan flavonoid yang tinggi. Senyawa flavonoid ini berfungsi sebagai
antioksidan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi dari LDL menjadi Ox-LDL
sehingga tidak terjadi pembentukan sel busa dan penyempitan lumen arteri koroner
yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner karena gangguan suplai
oksigen. Senyawa saponin mempunyai aktivitas mengikat kadar LDL dalam darah
dan mengangkutnya kembali ke saluran pencernaan untuk diekskresikan
(Khomsan, 2009).
Saponin memiliki kemampuan mengikat kolesterol yang baik. Kemampuan
saponin menurunkan kolesterol juga telah di buktikan oleh peneliti Amerika di
tahun 1997. Saponin dapat menghambat absorpsi kolesterol. Senyawa penemuan
Mazur (1997) dalam patennya yaitu 5-C-hydroxymethylhexose berikatan dengan
inti sterol (kolesterol, α-sitosterol, β-sitosterol, stigmasterol, sitostanol, ergosterol
dan campesterol) melalui ikatan glikosida. Saponin yang terkandung dalam
11
tanaman tertentu apabila di konsumsi dapat menurunkan serum kolesterol (Mazur,
et al., 1997 dan Duru et al., 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2015), ekstrak daun Persea americana
M. memiliki efek sebagai antihipertensi pada dosis 10mg/kgBB. Senyawa kimia
dalam daun alpukat yang telah diketahui berperan aktif dalam mekanisme
antihipertensi antara lain flavonoid, saponin dan alkaloid. Flavonoid yang
terkandung didalamnya memiliki kemampuan untuk melindungi endotel,
menghambat agregasi platelet dan mempengaruhi kerja Angiotensin Converting
Enzyme (ACE). Mekanisme diuretik pada saponin dapat menyebabkan penurunan
cardiac output, penurunan resistensi perifer dan tekanan darah. Senyawa kimia
lainnya, yaitu Alkaloid memiliki khasiat inotropik negatif dan kronotropik negatif
yang menyebabkan penurunan curah jantung, sehingga berpengaruh pada
penurunan tekanan darah.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sediaan Krim Nutrisi dengan
ekstrak buah alpukat (Persea americana M.) dalam berbagai konsentrasi (2.5%, 5%
dan 7.5%) mempunyai aktivitas untuk melembabkan, dan menghaluskan kulit
kering, serta aman untuk digunakan (Riska Indryani, 2005).
2.3 Tinjauan Ekstraksi
Pada tanaman mengandung banyak senyawa metabolit sekunder, untuk
mendapatkan senyawa metabolit tertentu dalam jaringan tanaman, maka perlu
dilakukan pemisahan senyawa tersebut dari biomasanya dengan teknik mengisolasi
senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam yang dikenal sebagai proses
ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses penyaringan zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif
dari bagian tanaman obat dari jaringannya dengan menggunakan pelarut tertentu
dalam mengekstraksinya (Dirjen POM, 1995). Tujuan ekstraksi harus mampu
mengambil senyawa metabolit sekunder keseluruhan dengan cepat, sederhana dan
reproducible jika di lakukan berulang kali (Sarker et al., 2006).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi yaitu
pemilihan pelarut yang tepat dengan sifat - sifat polaritas senyawa yang akan
diekstraksi atau sesuai dengan kandungan kimia yang terdapat disimplisia tersebut,
12
ukuran simplisia harus diperkecil untuk memperluas sudut kontak pelarut dan
simplisia (Sarker et al., 2006).
Tabel II.3 Indeks polaritas pelarut untuk ekstraksi (Sarker et al., 2006).
Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi senyawa hidrofilk dapat
menggunakan pelarut polar seperti metanol, etanol atau etil asetat, sedangkan untuk
ekstraksi senyawa yang lebih lipofil digunakan dikloromethane atau campuran
diklorometan / metanol dengan rasio 1:1. Ekstraksi menggunakan heksan di
lakukan untuk menghilangkan klorofil (Sasidharan, 2011).
2.3.1 Maserasi
Maserasi merupakan metode yang sering digunakan dalam proses
mengekstraksi simplisia dalam jumlah yang sedikit, sebab maserasi dapat di
lakukan dengan hanya menggunakan labu erlenmeyer yang tertutup aluminium foil
untuk mencegah penguapan. Setelah penambahan pelarut, rendaman simplisia
dibiarkan semalam. Pelarut harus di tuangkan melalui saringan, dan pelarut baru di
tambahkan lagi ke dalam labu. Residu sampel kemudian di campur dengan pelarut
baru diikuti dengan pengadukan dan di maserasi kembali (Satyajit et al, 2006).
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like), dimana fungsi dari pelarut
yaitu dapat menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
Pelarut Indeks
Polaritas
Titik
Didih (° C)
Viskositas
(cPoise)
Kelarutan
dalam air
(% w/w)
n-Hexane 0.0 69 0.33 0.001
Diklorometan 3.1 41 0.44 1.6
n- Butanol 3.9 118 2.98 7.81
1so-Propanol 3.9 82 2.30 100
n-Propanol 4.0 92 2.27 100
Kloroform 4.1 61 0.57 0.815
Etil asetat 4.4 77 0.45 8.7
Aseton 5.1 56 0.32 100
Metanol 5.1 65 0.60 100
Etanol 5.2 78 1.20 100
Air 9.0 100 1.00 100
13
mengandung zat aktif sehingga zat aktif tersebut larut akibat adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif dengan pelarut (Satyajit et al, 2006).
2.4 Tinjauan Kolesterol
Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia, bentuknya dapat
sebagai kolesterol bebas ataupun terikat pada asam lemak sebagai kolesterilester.
Umumnya kolesterol dalam darah dan limfe terlihat sebagai kolesterilester sedangkan
yang dalam sel-sel darah otot, hepar, dan jaringan lain dalam bentuk bebas (Almatsier,
2010).
Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan
merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol terdapat dalam
konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol
disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan pembentukan sejumlah
steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks,
estrogen, androgen, dan progesteron. Sebaliknya kolesterol dapat membahayakan
tubuh. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat
membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada
pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan bila
pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskular (Almatsier, 2010).
Kadar kolesterol didalam darah adalah dibawah 200 mg/dl. Apabila
melampaui batas normal maka disebut sebagai hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia biasanya terdapat pada penderita obesitas, diabetes mellitus,
hipertensi, perokok serta orang yang sering minum-minuman beralkohol
(Hardjono, dkk. 2003).
2.5 Tinjauan Biosintesis Kolesterol
Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu: (a) Sintesis
mevalonat dari asetil-CoA. (b) Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui
pelepasan CO2. (c) Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk
membentuk senyawa antara skualen. (d) Skualen mengalami siklisasi untuk
menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol. (e) Kolesterol dibentuk dari
14
lanosterol setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut, termasuk pelepasan tiga
gugus metil (Murray, 2009).
Adapun biosentesis kolesterol dapat dijelaskan sebagai berikut: Dua molekul
asetil Co-A berkondensasi membentuk asetoasetil-CoA yang dikatalis oleh enzim
sitosol tiolase. Asetoasetil CoA berkondensasi dengan molekul asetil CoA
berikutnya dikatalais oleh enzim HMG-CoA sintase untuk membentuk HMG-CoA.
Selanjutnya HMG-CoA dikonversikan menjadi mevalonat dengan dikatalis oleh
enzi HMG-CoA reduktase. Setelah terbentuk mevalonat, maka mevalonat
mengalami fosforilasi oleh ATP untuk membentuk beberapa intermediet
terfosforilasi aktif dan kemudian mengalami dekarboksilasi untuk membentuk unit
isoprenoid aktif yaitu isopentenil difosfat yang mengalami kondensasi membentuk
famesil difosfat. Proses ini terjadi lewat isomerisasi senyawa isopentenil difosfat
yang berkondensasi dengan isopentil difosfat lainny untuk membentuk intermediet
dengan 10 karbon yaitu geranil difosfat. Kondensasi lebih lanjut dengn isopentenil
difosfat membentuk farnesil diposfat (Murray, 2009).
Dua molekul farnesil difosfat berkondensasi dengan ujung difosfat dalam
sebuah reaksi yang melibatkan eliminasi pirofosfat anorganik untuk membentuk
pra skualen difosfat dan kemudian diikuti oleh reduksi NADPH yang disertai
eliminasi radikal pirofosfat anorganik sisanya dan dihasilkan skualen. Kemudian
skualen dikonversiakn menjadi lanosterol melalui proses siklisasi (Murray, 2009).
Tahap terakhir yaitu pembentukan kolesterol dari lanosterol yang
berlangsung dlam membrane reticulum endoplasma dan melibatkan perubahan
pada inti steroid serta rantai samping. Kolesterol dihasilkan saat ikatan rangkap
rantai samping direduksi (Murray, 2009).
Pengaturan sintesis kolesterol (Gambar 2.4), terjadi pad tahap HMG CoA
reduktase dimana HMG CoA reduktase ini di hati dihambat oleh mevalonat.
Sintesis kolesterol juga dihambat oleh LDL kolesterol yang diambil lewat reseptor
LDL sedangkan pemberian hormone insulin meningkatkan aktivitas HMG CoA
reduktase. Peningkatan kolesterol dapat terjadi akibat pengambilan lipoprotein
yang mengandung kolesterol oleh reseptor LDL atau reseptor scavenger,
pengambilan kolesterol yang kaya kolesterol ke membran sel, sintesis kolesterol,
dan hidrolisis ester kolesterol oleh enzim ester kolesteril hydrolase, sedangkan
15
penurunan kolesterol dapat teradi karena aliran kadar kolesterol dari membran sel
ke lipoprotein yang potensial kolesterolnya rendah (Murray, 2009).
Gambar 2.4 Garis besar jalur biosintesis kolesterol (Gazzerro et.al., 2012).
2.6 Tinjauan Lipoprotein
Lipoprotein terdiri dari lipid dan protein (dikenal juga sebagai apolipoprotein
[apo]), dengan fungsi utamanya yaitu mentranspor lipid-larut air seperti kolesterol
atau trigliserida dalam plasma dari tempat absorpsi (usus) dan dari tempat sintesis
nya (liver) ke tempat yang membutuhkan (jaringan periferal) atau ke tempat
pengolahan. Selain berperan dalam struktur dan stabilitas makromolekul,
apolipoprotein mengontrol metabolisme lipoprotein dengan mengaktivasi atau
menginhibisi enzim dan interaksi dengan reseptor lipoprotein. Terdapat kelompok
utama lipoprotein dintaranya yaitu kilomikron, very low density lipoprotein
(VLDL), low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL)
(Usunobun, 2014).
16
2.6.1 Kilomikron
Kilomikron adalah bentuk awal lipoprotein, partikel ini diproduksi oleh sel
usus halus yang berasal dari lemak dan protein yang dimakan. Kilomikron
membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, dan juga ke
hati. Fungsi dari kilomikron yaitu bertanggung jawab mengangkut semua lipid dari
makanan ke dalam sirkulasi untuk disekresi dengan VLDL (Tan dan Rahardja,
2007).
2.6.2 VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
VLDL atau pra-ß-lipoprotein adalah lipoprotein yang terdiri atas 60%
trigliserida dan 10-15% kolesterol, selain itu VLDL juga mengandung ApoB-100
dan sejumlah ApoC. VLDL berfungsi mentranspor trigliserida endogen dari liver
ke jaringan perifer. Setelah meninggalkan liver, trigliserida dihidrolisis oleh
lipoprotein lipase sehingga menyebabkan trigliserida VLDL pada jaringan
berkurang atau menghasilkan sisa yang disebut dengan intermediet density
lipoprotein (IDL). VLDL merupakan prekusor IDL dan IDL merupakan prekusor
LDL (Tan dan Rahardja, 2007).
2.6.3 LDL (Low Density Lipoprotein)
LDL atau ß-lipoprotein adalah lipoprotein pada manusia yang berfungsi
sebagai pengangkut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis
membran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50%
kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar kolesterol dalam
makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat kecepatan sintesis dan pembuangan
LDL dan VLDL dalam tubuh (Usunobun, 2014).
2.6.4 HDL (High Density Lipoprotein)
HDL atau α-lipoprotein terdiri dari 13% kolesterol, kurang dari 5%
trigliserida dan 50% protein. HDL berfungsi membalikkan transport kolesterol dari
jaringan perifer ke liver. HDL membantu mencegah terjadinya pengendapan dan
mengurangi terjadi plak dipembuluh darah yang dapat mengganggu peredaran
darah, oleh karena itu HDL sering disebut kolesterol yang baik (Usunobun, 2014).
17
2.7 Tinjauan Metabolisme Lipoprotein
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi menjadi tiga jalur utama yaitu jalur
metabolisme eksogen, jalur metabolism endogen dan jalur reverse cholesterol
transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolism kolesterol LDL
dan trigiserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai
metabolisme kolesterol HDL (Marks & Smith, 2012).
2.7.1 Jalur Eksogen
Pada jalur eksogen (gambar 2.5), trigliserida dan kolesterol yang berasal dari
makanan berlemak masuk ke usus. Trigliserida diserap dalam bentuk asam lemak
bebas sedangkan kolesterol diserap sebagai kolesterol. Setelah melewati mukosa
usus halus, asam lemak bebas akan diubah kembali menjadi trigliserida dan
kolesterol diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kedua jenis molekul ini
bersamaan dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang
disebut dengan kilomikron. Kilomikron sebagian besar dibentuk oleh trigliserida
dengan sebagian lain dibentuk oleh fosfolipid (9%), kolesterol (3%), dan apoprotein
B (1%). (Guytondan Hall, 2007).
Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe dan akhirnya menuju ke
aliran darah. Dalam aliran darah kilomikron dihidrolisis oleh enzim lipoprotein
lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan diserap oleh endotel
pembuluh darah dan disimpan sebagai trigliserida kembali pada jaringan adiposa.
Namun bila terdapat dalam jumlah banyak, sebagian akan diambil oleh hati untuk
membentuk trigliserida hati. Kilomikron sisa yang kaya kolesterol ester disebut
kilomikron remnant dan akan dibawa ke hati melalui reseptor low-density
lipoprotein (LDL) dan protein-reseptor terkait LDL ( receptor-related protein
[LRP]) untuk kemudian dimetabolisme (Ganong, 2012).
2.7.2 Jalur Endogen
Dalam jalur endogen (gambar 2.5), Hati memiliki kemampuan mensintesis
lipid. Lipid disekresikan ke dalam aliran darah dalam bentuk lipoprotein yaitu
VLDL (Very low density lipoprotein), VLDL yang kaya akan trigliserida. VLDL
terbentuk di hati dan mengangkut trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan
18
karbohidrat di hati ke jaringan ekstrahati. Setelah sebagian besar trigliserida
dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL. IDL
menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol
asiltransferase, mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol di HDL.
Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian melepaskan lebih banyak
trigliserida dan protein, kemungkinan di sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama
perubahan ini sistem endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. LDL
menyediakan kolesterol bagi jaringan. Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati,
LDL diambil melalui endositosis dengan perantara reseptor yang mengenali
komponen APO-100 dari LDL tersebut (Ganong, 2012).
2.7.3 Jalur Balik Kolesterol (Reverse Cholesterol Transport)
Jalur ini berkaitan dengan kolesterol HDL. HDL dilepaskan sebagai partikel
kecil yang miskin kolesterol dan mengandung apolipoprotein (apo) A, C dan E.
HDL ini disebut HDL nescent. HDL ini berasal dari usus halus dan hati. HDL
Gambar 2.5 Jalur eksogen dan endogen metabolisme lipid lipoprotein (Ganong,
2012).
19
nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di
makrofag dan kemudian berubah menjadi HDL dewasa. Kolesterol yang telah
diambil oleh HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol
acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester ini kemudian
ditransport dalam dua jalur. Pertama, jalur ke hati dan ditangkap oleh reseptor
kolesterol HDL. Jalur kedua, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan
dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer
protein (CETP). Dengan demikian, fungsi HDL sebagai pembersih kolesterol dari
makrofag mempunyai dua jalur, yaitu langsung ke hati atau tidak langsung melalui
VLDL dan IDL yang akan kembali ke hati (Kwan, 2006).
2.8 Tinjauan Tentang Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
kolesterol dalam darah melebihi batas normal. Hiperkolesterolemia dapat
disebabkan oleh faktor genetik, usia, jenis kelamin, lingkungan, dan pola konsumsi
makanan. Konsumsi makananyang mengandung kolesterol tinggi dapat
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total disertai peningkatan kadar
kolesterol LDL. Seseorang dikatakan menderita hiperkolesterolemia bila kadar
kolesterol total plasma ≥200 mg/dl (Anwar, 2003).
Mekanisme terjadinya hiperkolesterolemia adalah lemak yang berasal dari
makanan akan mengalami proses pencernaan di dalam usus menjadi asam lemak
bebas, trigliserida, fosfolipid dan kolesterol. Kemudian diserap ke dalam bentuk
kilomikron. Sisa pemecahan kilomikron beredar menuju hati dan dipilah-pilah
menjadi kolesterol. Sebagian kolesterol ini dibuang ke empedu sebagai asam
empedu dan sebagian lagi bersama-sama dengan trigliserida akan bersama dengan
protein tertentu (apoprotein) dan membentuk Very Low Density Lipoprotein
(VLDL), yng selanjutnya dipecah oleh enzim lipoprotein menjadi Intermediet
Density Lipoprotein (IDL) yang tidak bisa bertahan 2-6 jam karena langsung akan
diubah menjadi Low Density Lipoprotein (LDL) (Soeharto, 2004).
Pembentukan LDL oleh reseptor ini penting dalam pengontrolan kolesterol
darah. Disamping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-sel perusak yang dapat
merusak LDL. Melalui jalur sel-sel perusak ini molekul LDL dioksidasi, sehingga
20
tidak dapat masuk kembali kedalam aliran darah. Kolesterol yang banyak terdapat
dalam LDL akan menumpuk dalam sel-sel perusak. Bila hal ini terjadi selama
bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan
membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot
dan kalsium. Hal inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi arterosklerosis
(Almatseir, 2010).
Tabel II.4 Klasifikasi kadar kolesterol pada orang dewasa menurut American
Heart Association (AHA).
Katergori Total LDL HDL Triglyceride
Optimal - < 100 mg/dl* > 60 mg/dl -
Mendekati
optimal / di
atas optimal
< 200 mg/dl 100-129 mg/dl
40-50 mg/dl
(pria)
50-60 mg/dl
(wanita)
< 150 mg/dl
Batas tinggi 200-239
mg/dl 130-189 mg/dl -
150-199
mg/dl
Tinggi - 160-189 /dl - 200-
499mg/dl
Sangat tinggi ≥ 240 mg/dl > 190 mg/dl
< 40 mg/dl
(pria)
< 50 mg/dl
(wanita)
≥ 500 mg/dl
* jika pasien memiliki faktor resiko lain, LDL direkomendasikan dibawah 70 mg/dl
2.9 Tinjauan Induksi Hiperkolesterol
2.9.1 Pakan Anterogenik
Pakan aterogenik adalah pakan yang sengaja dibuat untuk meningkatkan
konsentrasi kolesterol darah hewan percobaan. Konsentrasi kolesterol tinggi dalam
darah atau hiperkolesterolemia merupakan salah satu penyebab penyakit jantung
koroner. Menurut Muray et al. (1999), kolesterol adalah produk khas hasil
metabolisme hewan seperti kuning telur, daging, hati, dan otak. Semua jaringan
yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol.
Menurut Lestari dan Muchtadi (1997), makanan untuk meningkatkan
konsentrasi kolesterol darah tikus terdiri atas kolesterol 1.5% dari kuning telur
ayam, lemak kambing 10%, dan minyak kelapa 1%. Pakan kolesterol 1.5% artinya
dalam setiap 100 g pakan terkandung 1.5 g kolesterol. (Kuswinarti dan Sugiono,
1990).
21
Tabel II.5 Komposisi pakan aterogenik (Laily, 2015).
NO Nama Bahan Jumlah
1 Lemak kambing 1 kg
2 Kuning telur puyuh 20 butir
3 Kuning telur bebek 2 butir
4 Minyak goreng bekas 100 ml
5 Mentega 250 g
Pembuatan pakan tinggi kolesterol dengan merebus masing-masing lemak
kambing, kuning telur puyuh, kuning telur bebek secara terpisah, minyak goreng
bekas dan mentega ditimbang sesuai dengan kebutuhan per tikus dan dicampurkan
dengan pakan standart (BR) hingga membentuk adonan yang homogen. Pemberian
pakan dilakukan setiap sore hari secara ad libitum. Berat pakan yang diberikan dan
sisa pakan yang tidak dimakan ditimbang setiap hari. Data pakan yang dikonsumsi
merupakan hasil pengurangan dari jumlah pakan yang diberikan dengan pakan sisa
(Laily, 2015).
2.9.2 Propiltiourasil (PTU)
Hiperkolesterol juga dapat dibuat dengan cara induksi eksogen melalui
pemberian propiltiourasil (PTU). Propiltiourasil adalah suatu zat antitiroid yang
mampu menghambat pembentukan hormon tiroid, sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi kolesterol darah melalui peningkatan biosintesis endogen (Kasim et al,
2006).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Andriani (2007)
bahwa induksi PTU yang diberikan bersama dengan pakan aterogenik pada hari ke-
7, 14, 21 dan 28 memiliki nilai 75,6 mg/dL, 122,9 mg/dL, 116,25 mg/dL, 201,34
mg/dL, 205,0 mg/dL. Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Laily (2015)
melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar kolesterol dalam darah setelah
diinduksi dengan PTU dan pakan pakan aterogenik pada hari ke-0 dan hari ke-7 dan
hari ke-14 sebesar 53,65±5,66, 86,45±11,35 dan 109,55±4,66%. Selain itu,
penelitian yang telah dilakukan oleh Allo et al (2013) meyatakan bahwa induksi
PTU dan pakan aterogenik selama 2 minggu dapat menaikkan kadar kolesterol
sebesar 104,19±4,66% peningkatan kolesterol signifikan terjadi pada minggu ke
dua setelah induksi dengan dosis 12,5 mg/KgBB.
22
2.10 Terapi Hiperkolesterol
Pada penalaksanaan terapi hiperkolesterol ditujukan terutama dalam
menurunkan kadar kolesterol LDL. Penggunaan obat hiperkolesterol dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan diantarnya yaitu golangan statin (inhibitor
HMG-CoA reduktase), resin penukar anion (Bile acid sequestrant), asam nikotinat
(Niasin) dan fibrat (Dipiro, 2008).
2.10.1 Statin (Inhibtor HMG-CoA reduktase)
Statin (simvastasin, lovastastin dan pravastatin) adalah obat penurun lipid
paling efektif untuk menurunkan kolesterol total dan LDL dan terbukti aman tanpa
efek samping yang berarti. Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol total dan
LDL, statin juga mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan
trigliserida (Tjay, 2008).
Statin berkerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati,
dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase (enzim yang mengkatalisis
HMG-CoA menjadi mevalonat, yang penting dalam pembentukan kolesterol).
Akibat penurunan sintesis kolesterol ini, maka SERBP-1 (Sterol Regulatory
Element Binding Proteins-1) yang terdapat di membran dipecah oleh protease, lalu
diangkut ke nucleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen
reseptor LDL sehingga terjadi peningkatan sinstesis reseptor LDL. Peningkatan
jumlah reseptor LDL pada membrane hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol
LDL dalam darah (Tjay,2008).
Statin merupakan prodrug dalam bentuk atom yang harus dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam ß-hidroksi di hati. Statin
diabsoprsi sekitar 40-75 % dan mengalami metabolisme lintas pertama di hati.
Obat-obatan ini sebagian besar diekskresi oleh hati ke dalam cairan empedu dan
sebagian kecil lewat ginjal. Sedangkan efek samping dari statin berupa gangguan
ringan saluran cerna (nausea) (Tjay, 2008).
2.10.2 Resin Penukar Anion (Bile acid sequestrant)
Resin (kolesteramin dan kolestipol) adalah obat yang dapat menurunkan
kadar LDL, tetapi tidak memiliki efek meningkatkan HDL. Mekanisme dari obat
23
ini yaitu mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga menghambat
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol
menjadi asam empedu di hati. Golongan resin direkomendasikan bagi pasien yang
tidak toleran terhadap statin. Sedangkan efek samping dari golongan resin yaitu
rasa tidak nyaman pada perut dan konstipasi (Neal, 2006).
2.10.3 Asam Nikotinat (Niasin)
Asam nikotinat (niasin) merupakan obat dapat menurunkan kadar kolesterol
dan trigliserida dan dapat meningkatkan kadar HDL, dengan mekanisme
menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke hepar
sehingga sintesis trigliserida dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang.
Asam nikotinat juga mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi kolesterol LDL,
mengubah kolesterol LDL dari partikel kecil (small, dense) menjadi partikel besar,
dan menurunkan konsentrasi Lp (a). Asam nikotinat meningkatkan kolesterol HDL
melalui stimulasi produksi apoA-I di hepar. Namun, penggunaan asam nikotinat ini
dibatasi karena terdapat efek samping yang tidak diinginkan seperti, kemerahan
pada kulit (disertai rasa panas yang tidak nyaman), pruritus, mual dan sakit perut
(Neal, 2006).
2.10.4 Fibrat
Golongan fibrat (gemfibrozil, klofibrat dan fenofibrat) merupakan obat
yang menghasilkan penurunan ringan pada kadar LDL dan peningkatan HDL,
sebaliknya obat ini mampu menyebabkan penurunan yang sangat signifikan pada
trigliserida. Golongan fibrat adalah agonis dari PPAR-α. Melalui reseptor ini, fibrat
menurunkan regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-
II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme
trigliserida oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol VLDL,
dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I dan
apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol HDL. Sedangkan efek
samping yang ditimbulkan dari penggunaan golongan fibrat ini seperti, gangguan
pencernaan ringan dan sindrom miositis (peradangan otot polos) ini terjadi apabila
pemberian golongan fibrat bersamaan dengan golongan statin (Neal, 2006).
24
2.11 Tinjauan Obat Tradisional Hiperkolesterol
Sumber daya alam bahan obat dan obat tradisional merupakan suatu aset
yang perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Pemanfaatan dan pengembangan obat tradisional di berbagai daerah merupakan
warisan turun temurun berdasarkan pengalaman/empirik selanjutnya berkembang
melalui pembuktian ilmiah melalui uji pra-klinik dan uji klinik. Obat tradisional
yang didasarkan pada pendekatan ”warisan turun temurun” dan pendekatan empirik
disebut jamu, sedangkan yang berdasarkan pendekatan ilmiah melalui uji pra-klinik
disebut obat herbal terstandar dan yang telah melalui uji klinik disebut fitofarmaka
(BPOM, 2005).
Penggunaan bahan tanaman sebagai penurun kolesterol sudah lama di
lakukan oleh masyarakat sejak dahulu. Saat ini pun telah banyak beredar obat bahan
alam sebagai alternatif pengobatan hiperkolesterol yang telah teregistrasi di Balai
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) antara lain produk jamu Alpukin (ekstrak
daun alpukat 500 mg), Biolipid (kombinasi ekstrak daun jati belanda 172 mg, daun
jati cina 58 mg, rimpang bangle 58 mg, daun kemuning 58 mg, dan daun benalu 58
mg), AV unlipid (kombinasi ekstrak getah guggul 100 mg, bawang putih 175 mg,
klabet 175 mg dan lada 25 mg), dan untuk produk obat herbal terstandart (OHT)
yaitu Tulak (ekstrak temulawak 550 mg) (BPOM, 2012).
2.12 Metode Pengukuran Kolesterol
Pengukuran kolesterol Metode kimia lain untuk pengukuran kadar kolesterol
yaitu metode cholesterol oxidase–phenol aminophenazone (CHOD-PAP). Metode
ini menggunakan prinsip oksidasi dan hidrolisis enzimatis dengan reaksi sebagai
berikut kolesterol ester pada lipoprotein dipecah oleh enzim kolesterol esterase
menjadi kolesterol dan asam lemak. Kolesterol kemudian mengalami oksidasi
dengan enzim kolesterol oksidase sebagai katalis menghasilkan senyawa peroksida
(H2O2) yang direaksikan bersama fenol dan 4-aminoantripyrine menghasilkan
senyawa quinoneimine yang berwarna merah dan dapat diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Pengukuran ini dilakukan pada
reagent blank / method blank (Zulbadar Panil, 2008).
25
2.13 Tinjauan Tikus Wistar Putih (Rattus novergicus)
Tikus adalah mamalia yang sering digunakan dalam penelitian biomedik
karena karakteristik tikus yang mudah dikendalikan, memiliki waktu kehamilan
yang singkat, masa hidup singkat, dan latar belakang genetik yang jelas. Salah satu
faktor yang mendukung kelangsungan hidup tikus yaitu suhu 19-23°C sedangkan
kelembapannya 40-70% (Wolfenshon & Lloyd, 2013). Penggunaan tikus putih
jantan sebagai binatang percobaan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih
stabil dibandingkan tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai
kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih
stabil dibanding tikus betina. Tikus putih tidak terlalu bersifat fotofobik seperti
halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu
besar (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Klasifikasi tikus putih (Rattus novegicus) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
Galur : Wistar
Kolesterol + O2 4-kolesten-3-one + H2O2
Kolesterol oxidase
Kolesterol ester + H2O Kolesterol + Asam lemak
Kolesterol esterase
2H2O2 + fenol + 4-aminoantripyrine quinoneimine + 4H2O2 Peroksidase
Gambar 2.6 Mekanisme reaksi metode pemeriksaan kadar kolesterol (Zulbadar
Panil, 2008).
26
Nilai fisiologis normal tikus seperti berat badan, temperatur, masa hidup,
jumlah kromosom, dan lain-lain harus diketahui karena dapat menjadi parameter
kontrol dalam penelitian. Nilai fisiologis normal tikus bergantung pada strain, usia,
status patogen, metode pengumpulan sampel dan kondisi kandang (Fox et al.,
2000). Nilai fisiologis normal tikus dapat dilihat pada tabel II.6 sebagai berikut:
Tabel II.6 Parameter normal tikus dewasa (Fox et al., 2000).
Parameter (tikus dewasa) Nilai
Berat
Jantan
Betina
300-500 g
250-300 g
Masa hidup 2.5 – 3 tahun
Temperatur tubuh 37.5 O C
Nomor kromoson (diploid) 42
Konsumsi makanan/24 jam 5g/100g BB
Konsumsi air/24 jam 8-11 ml/100g BB
Volume darah 6 ml/100g BB
Respirasi/menit 85
Volume urin/24 jam 5.5 ml/100g BB
Tabel II.7 Data Profil Lipid Normal Pada Tikus Wistar (Herwiyarirasanta, 2010;
Hartoyo, 2008 ; dan Harini 2009).
Profil Kadar Kolesterol Nilai
LDL 7-27,2 mg/dL
HDL 35-85 mg/dL
TG 27,88-29,44 mg/dL
Total Kolesterol 10-54 mg/dL
Gambar 2.6 Tikus putih (Rattus novegicus) (Lamanepa, 2005).