13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI PURPURA HENOCH SCHONLEIN Purpura Henoch-Schonlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria. 1 2.2 EPIDEMIOLOGI PURPURA HENOCH SCHONLEIN Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11 tahun (75%), 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 :1). 1 Morbiditas henoch schonlein purpura Umumnya merupakan benign self-limited disorder; < 5% kasus menjadi 3

Bab II Tinjauan Pustaka A

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

Citation preview

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka A

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Purpura Henoch-Schonlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated)

berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak.

Merupakan sindrom klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh

darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi

kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri

abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau

hematuria.1

2.2 EPIDEMIOLOGI PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi

pada usia 2-11 tahun (75%), 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang

ditemukan pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan

(rasio 2 :1).1

Morbiditas henoch schonlein purpura Umumnya merupakan benign self-

limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang

menjadi gagal ginjal.1

2.3 ETIOLOGI PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Sampai saat ini masih belum diketahui pasti, IgA diduga berperan penting,

ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit

IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal.1

Beberapa kondisi yang diduga berperan:

1. Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus Epstein

Barr, virus Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus,

measles, mumps.

2. Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B)

3

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka A

4

3. Lingkungan: alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap dingin,

gigitan serangga. 1

2.4 PATOFISIOLOGI PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Patogenesis PHS belum diketahui secara pasti, namun secara umum diakui

sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat polimer IgA1 pada kulit, saluran

gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Keadaan patognomonik pada nefritis

Henoch-Schonlein adalah deposisi IgA dan C3 yang ditemukan pada mesangial

glomerulus. Penemuan patogenesis tersebut membedakan nefritis Henoch-

Schonlein dengan nefropati IgA. Pada pasien sehat, IgA banyak ditemukan pada

sekret mukosa namun dalam konsentrasi yang relatif rendah. Imunoglobulin A

memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2. Imunoglobulin A1 memiliki hinge

region yang terdiri dari lima oligosakarida yang mengandung serine-linked N-

acetylgalactosamine (Ga1NAc) dan galaktosa yang nantinya akan tersialasi.

Sekitar 60% IgA dalam sekret adalah IgA2 yang umumnya berupa polimer

sedangkan IgA serum umumnya berupa IgA1 yang 90% berupa monomer. Pada

nefritis Henoch-Schonlein ditemukan deposisi kompleks imun dengan

predominasi IgA1 namun tidak ditemukan IgA2. 2

Deposisi kompleks imun IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis IgA

atau penurunan klirens IgA. Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun mukosa

sebagai respon terhadap paparan antigen pada mukosa dipikirkan merupakan

mekanisme yang terjadi pada PHS. Hiperaktivitas sel B dan sel T terhadap antigen

spesifik dilaporkan berperan dalam terjadinya PHS dan nefropati IgA. Antigen

tersebut antara lain berupa antigen bakteri, protein dalam makanan seperti gliadin,

dan komponen matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin. Beberapa

studi mengemukakan terdapat peningkatan produksi IgA dalam sel mukosa dan

tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan penurunan produksi IgA dalam sel

mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA dalam sumsum tulang. Hal ini

ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum yang meningkat sampai 40%-

50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan IgA1 oleh reseptor

asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA dari sirkulasi. 2

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka A

5

Kompleks imun IgA dalam kapiler dapat merupakan akibat deposisi

kompleks imun yang berasal dari sirkulasi ataupun pembentukan kompleks imun

in situ dalam glomerulus. Bukti klinis menemukan bahwa kompleks imun dalam

sirkulasi bukan merupakan satu-satunya penyebab terjadinya deposisi kompleks

imun, misalnya deposisi IgA dalam mesangium tetap ditemukan walau tidak

ditemukan IgA dalam sirkulasi (50% kasus). Kadar IgA di sirkulasi yang tinggi

tidak cukup menyebabkan terjadi deposisi IgA dalam mesangium. Dibuktikan

pada pasien dengan HIV atau mieloma dengan kadar IgA yang rendah tidak

memiliki deposit kompleks imun IgA pada mesangium. Perubahan pada struktur

biokimia IgA merupakan penyebab terjadi deposisi IgA dalam kapiler. Pada PHS

dan nefropati IgA, IgA1 serum menunjukkan abnormalitas pada region O-

glycosylated, yaitu hilangnya terminal galaktosa pada IgA1 sirkulasi. Selain itu,

pada sel B juga ditemukan defek pada β-1,3- galactosyltransferasi. Kelainan

glikosilasi pada hinge region, akan menyebabkan perubahan pada stuktur IgA1

dan menyebabkan perubahan terhadap interaksi pada matriks protein, reseptor

IgA, dan komplemen. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di

dalam mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. 2

Mediator inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, platelet-derived

growth factor, tumor necrosis factor, free radicals, prostanoid, leukotriens,

membrane attack complex (C5b-9), dan circulating immunostimulatory protein

(90K) menyebabkan terjadi kerusakan pada glomerulus lebih lanjut. Deposit C3

dan properdin tanpa ada C1q dan C4 merupakan keadaan yang khas dan

menandakan jalur alternatif komplemen teraktivasi. 2

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka A

6

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya deposit IgA1 pada glomerulus dan

progresivitas terjadinya kerusakan ginjal2

2.5 GEJALA KLINIS PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas

yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala.

Artralgia dan artritis ditemukan pada 68-75% kasus dan 25% nya

merupakan keluhan penderita saat datang berobat. Timbul mendahului kelainan

kulit (1-2 hari); terutama mengenai lutut dan pergelangan kaki, dapat pula

mengenai pergelangan tangan, siku, dan persendian jari tangan. Sendi-sendi

bengkak dan nyeri, bersifat sementara dan tidak menimbulkan deformitas yang

menetap.1,2

Kelainan kulit ditemukan pada 95-100% kasus, 50%nya merupakan

keluhan penderita saat datang berobat, berupa macular rash simetris terutama di

kulit yang sering terkena tekanan yaitu bagian belakang kaki, bokong, dan lengan

sisi ulna. Dalam 24 jam makula berubah menjadi lesi purpura, mula-mula

berwarna merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-

kuningan lalu menghilang, dapat timbul kembali kelainan kulit baru. Kelainan

kulit dapat pula ditemukan di wajah dan tubuh, dapat berupa lesi petekie dan

ekimotik, dapat disertai rasa gatal (pruritic rash).1,2

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka A

7

Gambar 2.2 Gambaran macular rash1

Keluhan perut ditemukan pada 35-85% kasus, biasanya timbul sesudah

kelainan kulit (1-4 minggu sesudah onset). Nyeri perut dapat berupa kolik

abdomen di periumbilikal, disertai mual dan muntah (85%). Pada 2-3% kasus

dapat ditemukan intususepsi ileoilial atau ileokolonal. Diare berdarah dapat

menyertai pruritic rash. Pada 20-50% kasus ditemukan angioedema wajah

(kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan kaki). 1

Gambar 2.3 Gambaran pruritis rash

Kelainan ginjal ditemukan pada 50% kasus anak yang lebih besar dan 25

% ditemukan pada anak usia < 2 tahun; < 1 % berkembang menjadi gagal ginjal.

Biasanya terjadi setelah 3 bulan onset penyakit atau 1 bulan setelah onset ruam

kulit. Adanya kelainana kulit yang persisten sampai 2-3 bulan biasanya

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka A

8

berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal berat. Mungkin ditemukan

hematuri dengan proteinuria derajat ringan sampai berat, dapat terjadi sindrom

nefrotik. Risiko nefritis meningkat pada usia onset di atas 7 tahun, lesi purpura

menetap, keluhan abdomen yang berat dan penurunan faktor XIII. Jarang terjadi

oliguria dan hipertensi. Kelainan skrotum menyerupai testicular torsion; edema

skrotum dapat terjadi pada awal penyakit (2-35%). Kelainan susunan saraf pusat

dan paru-paru jarang terjadi. 1,2

2.6 DIAGNOSIS PURPURA HENOCH SCHONLEIN

Tidak ada tes diagnostic pasti Henoch-Schönlein purpura. Didapatkan

Trias henoch schonlein purpura meliputi purpura yang dapat teraba yang tidak

berhubungan dengan trombositopenia, nyeri abdomen yang dapat disertai

perdarahan saluran cerna, dan artritis atau artralgia. Serta adanya gejala klinik

hematuria dengan atau tanpa proteinuria dan disfungsi ginjal, serta vaskulitis

leukositoklastik dengan deposit IgA di dalam arteriol atau venula. Gejala klinis

dianggap memenuhi kriteria diagnosis apabila terdapat lebih atau sama dengan

tiga gejala tersebut.1,2,3

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik untuk Henoch-Schonlein Purpura3,4,5

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka A

9

2.7 DIAGNOSIS BANDING HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Diagnosis banding henoch schonlein purpura dapat dilihat pada tabel 2.2

dibawah ini.

Tabel 2.2 Diagnosis banding Henoch Schonlein Purpura3,6,7

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka A

10

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Diagnosis Purpura Henoch-Schonlein berdasarkan gejala klinis, tidak ada

pemeriksaan laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat

menunjukkan leukositosis dengan eosinofi lia dan pergeseran hitung jenis ke kiri;

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka A

11

jumlah trombosit normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan

ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). Laju endap darah dapat

meningkat.1,2

Kadar ureum dan kreatinin dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi

ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20% penderita ditemukan hematuri atau proteinuri.

Ditemukan darah pada feses.1

Dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis

intususepsi. Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan

aliran darah normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsi

testis. 1

Pada biopsi lesi kulit ditemukan vaskulitis leukositoklastik. Imunofl

uoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen di dinding pembuluh

darah. Lebih lengkapnya dijabarkan pada tabel 2.3 dibawah ini. 1

Tabel 2.3 Uji Diagnostik pasien dengan kemungkinan Henoch-Schonlein

Purpura3,8,9

2.9 PENATALAKSANAAN HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP. Untuk

mengurangi nyeri dapat diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka A

12

parasetamol 10 mg/kgBB. Jika terjadi edema dilakukan elevasi tungkai. Beri diet

lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan nyeri perut.1,3

Pertimbangkan pemberian kortikosteroid pada kondisi sangat berat seperti

sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri abdomen berat,

keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Penderita dengan nyeri perut hebat,

perdarahan saluran cerna atau penurunan fungsi ginjal, memerlukan perawatan di

rumah sakit.1,3

Tabel 2.4 Penatalaksanaan Henoch Schonlein Purpura3,10,11

2.10 PROGNOSIS HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-

anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan).

Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar

dan dewasa; < 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri

perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.1