Upload
vantuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Merokok
1. Pengertian Perilaku Merokok
Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi
yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks (Azwar, 2007).
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa:
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang
biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang
sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing. Berdasarkan hal ini, maka yang dimaksud engan
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku adalah reaksi organisme sebagai keseluruhan terhadap
perangsang dari luar (Suryabrata, 2011). Adapun merokok merupakan aktivitas
membakar daun tembakau kering dan menghisap asap pembakarannya
Riztiardhana & Dewi (2013).
Poerwadarminta (1995) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok,
sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau
12
kertas. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh
dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong, 1990).
Menurut Istiqomah (2003) merokok adalah membakar tembakau kemudian
dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur
sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok
yang dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara
bibir perokok. Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek
yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas
merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
(Komalasari & Helmi, 2000).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar daun tembakau kering
dan menghisap asap pembakarannya.
2. Aspek-aspek Perilaku Merokok
Menurut Tomkins (Sarafino, 1998) dalam teori manajemen afek perilaku
merokok terdiri dari 4 aspek. Teori manajemen afek mengacu pada perasaan atau
emosi manusia. Ada delapan afek utama yang mempengaruhi manusia, tiga di
antaranya positif dan lima di antaranya bernada negatif. Afek positif adalah
kegembiraan, kenikmatan, dan kejutan. Afek negatifnya adalah kesusahan,
kemarahan, ketakutan, rasa malu, dan penghinaan. Afek tersebut bisa merupakan
sifat bawaan ataupun berupa proses pembelajaran. Suatu objek atau perilaku
13
mampu membuat seorang anak atau orang dewasa menangis dalam kesusahan
atau mampu membuatnya tersenyum dalam kenikmatan. Manusia akan
memaksimalkan afek positifnya dan meminimalkan afek negatifnya. Perilaku atau
merokok dapat mengurangi afek negatif dan menimbulkan afek positif. Hal ini
bisa dilakukan baik secara bawaan maupun atas dasar pembelajaran nantinya.
Apek perilaku merokok menurut Tomkins adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh afeksi positif. Dengan merokok individu memperoleh
stimulasi, menimbulkan efek relaksasi dan memberikan kesenangan.
b. Untuk mengurangi afeksi negatif seperti untuk menghilangkan kecemasan dan
ketegangan.
c. Merokok sudah merupakan kebiasaan atau perilaku otomatis yang dilakukan
tanpa disadari.
d. Merokok karena ketergantungan psikologis (adiksi) terhadap rokok untuk
mengatur keadaan emosi positif dan emosi negatifnya
Aritonang (dalam Nasution, 2007), menyatakan bahwa aspek-aspek
perilaku merokok adalah sebagai berikut:
a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri pada diri remaja. Fungsi
merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti
perasaan yang positif maupun perasaan negatif.
b. Intensitas merokok
14
Perilaku merokok dapay diklasifikasikan berdasarkan banyaknya rokok yang
dihisap, yaitu:
1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
c. Tempat merokok
Berdasarkan tempat merokok, dapat dibedakan dua tipe perilaku merokok,
yaitu:
1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik.
a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
b) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang
tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan lain-lain).
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat
seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu
yang kurang menjaga kebersigan diri penuh rasa gelisah yang
mencekam.
b) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
15
d. Waktu merokok
Remaja yang merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat
itu, misalnya ketika sedang berkumpulk dengan teman, cuaca yang dingin,
setelah dimarahi orang tua, dan lain-lain.
Menurut Saputra (2005) ada tiga aspek dalam merokok, yaitu:
a. ketagihan secara fisik atau kimia
Nikotin mengandung bahan adiktif yang menyebabkan candu. Nikotin juga
mudah terserap ke dalam darah kemudian akan merangsang kelenjar adrenal
yang bekerja untuk melepaskan hormon adrenalin. Nikotin akan
meningkatkan kadar neurotransmiter yang bisa mempengaruhi otak untuk
merasa senang dan cemas bila tidak merokok. Proses inilah yang membuat
perokok sulit untuk melepaskan rokok.
b. Automatic Habit
Berupa kebiasaan dalam merokok, ritual habit seperti membuka bungkus
rokok, menyalakannya, menghisapnya dalam-dalam, merokok sehabis makan,
merokok sambil minum kopi dan kegiatan harian
c. ketergantungan psikologis atau emosional
Kebiasaan menggunakan rokok dalam mengatasi masalah yang bersifat
negatif, seperti rasa gelisah, kalut atau frustasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok
dapat diamati melalui perilaku yang ditimbulkan. Pada penelitian ini, aspek-aspek
16
perilaku merokok yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendapat dari
Tomkins (Sarafino, 1998), yang meliputi memperoleh afeksi positif, mengurangi
afeksi negatif, kebiasaan atau perilaku otomatis yang dilakukan tanpa disadari,
dan ketergantungan psikologis (adiksi) untuk mengatur keadaan emosi positif dan
emosi negatif. Hal ini karena aspek-aspek tersebut dinilai paling tepat untuk
mengukur perilaku merokok pada remaja. Aspek-aspek tersebut menjabarkan
perilaku merokok secara rinci dengan contoh gejala yang dialami dari setiap
aspek yang diteliti. Semakin banyak aspek perilaku yang muncul maka semakin
tinggi perilaku merokok.
3. Dampak Perilaku Merokok
Perilaku merokok mambawa dampak banyak dampak negatif bagi
kesehatan. Sarafino & Smith (2011), menyatakan bahwa merokok mengurangi
harapan hidup seseorang selama beberapa tahun dan mengganggu kualitas hidup
mereka di hari tua, dan efek ini memburuk dengan merokok lebih berat. Sampai
sejauh mana peningkatan kemungkinan Anda menderita kanker paru-paru atau
penyakit jantung jika Anda merokok? Kemungkinannya sangat meningkat,
terutama untuk kanker paru-paru. Semakin banyak Anda merokok, semakin tinggi
peluangnya, dan jika Anda berhenti, peluang Anda semakin menurun dengan
mantap, sekitar 15 tahun menjadi serupa dengan orang-orang yang tidak pernah
merokok. Merokok dan, khususnya, nikotin juga mengganggu fungsi kekebalan
tubuh.
17
Penyakit yang berhubungan dengan merokok adalah penyakit yang
diakibatkan langsung oleh merokok atau diperburuk keadaannya dengan
merokok. Nururrahmah (2014) menyatakan bahwa penyakit yang menyebabkan
kematian para perokok antara lain:
a. Penyakit jantung koroner
Merokok mempengaruhi jantung dengan berbagai cara. Merokok dapat
menaikkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung sehingga
pemasokan zat asam kurang dari normal yang diperlukan agar jantung dapat
berfungsi dengan baik. Keadaan ini dapat memberatkan tugas otot jantung.
Merokok juga dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menebal secara
bertahap yang menyulitkan jantung untuk memompa darah.
b. Trombosis koroner
Trombosis koroner atau serangan jantung terjadi bila bekuan darah menutup
salah satu pembuluh darah utama yang memasok jantung mengakibatkan
jantung kekurangan darah dan kadang-kadang menghentikannya sama sekali.
Merokok membuat darah menjadi lebih kental dan lebih mudah membeku.
Nikotin dapat mengganggu irama jantung yang normal dan teratur sehingga
kematian secara tiba-tiba akibat serangan jantung tanpa peringatan terlebih
dahulu dan lebih sering terjadi pada orang yang merokok daripada yang tidak
merokok.
18
c. Kanker
Kanker adalah penyakit yang terjadi di beberapa bagian tubuh akibat sel-sel
tumbuh mengganda secara tiba-tiba dan tidak berhenti, kadang-kadang
gumpalan sel hancur dan terbawa dalam aliran darah ke bagian tubuh lain
kemudian hal yang sama berulang kembali. Pertumbuhan sel secara tiba-tiba
dapat terjadi jika sel-sel di bagian tubuh terangsang oleh substansi tertentu
selama jangka waktu yang lama. Substansi ini bersifat karsinogenik yang
berarti menghasilkan kanker. Dalam tar tembakau terdapat sejumlah bahan
kimia yang bersifat karsinogenik. Selain itu terdapat juga sejumlah bahan
kimia yang bersifat ko-karsinogenik yang tidak menimbulkan kanker bila
berdiri sendiri tetapi bereaksi dengan bahan kimia lain dan merangsang
pertumbuhan sel kanker. Penyimpanan tar tembakau sebagian besar terjadi di
paru-paru sehingga kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum terjadi.
Tar tembakau dapat menyebabkan kanker bila merangsang tubuh untuk waktu
yang cukup lama, biasanya di daerah mulut dan tenggorokan.
d. Bronkitis atau radang cabang tenggorok. Batuk yang di derita perokok dikenal
dengan nama batuk perokok yang merupakan tanda awal adanya bronkhitis
yang terjadi karena paru-paru tidak mampu melepaskan mukus yang terdapat
di dalam bronkus dengan cara normal. Mukus adalah cairan lengket yang
terdapat di dalam tabung halus yaitu tabung bronchial yang terletak dalam
paru-paru. Batuk ini terjadi karena mucus menangkap serpihan bubuk hitam
19
dan debu dari udara yang di hirup dan mencegahnya agar tidak menyumbat
paru-paru. Mukus beserta semua kotoran bergerak melalui tabung bronchial
dengan bantuan rambut halus yang disebut silia. Silia terus bergerak
bergelombang seperti tentakel yang membawa mucus keluar dari paru-paru
menuju tenggorokan. Asap rokok dapat memperlambat gerakan silia dan
setelah jangka waktu tertentu akan merusaknya sama sekali dan menyebabkan
perokok harus lebih banyak batuk untuk mengeluarkan mucus. Karena sistem
pernafasan tidak bekerja sempurna, maka perokok lebih mudah menderita
radang paru-paru yang disebut bronchitis.
Bagi perokok, perilaku merokok juga mendatangkan manfaat. Ogden
(2004) menyatakan bahwa ada sedikit efek positif dari merokok. Perokok
melaporkan efek mood positif dari merokok dan bahwa merokok dapat membantu
individu untuk mengatasi keadaan yang sulit.
Merokok juga menimbulkan berdampak pada ekonomi penggunanya.
Tristanti (2016) menyatakan bahwa secara ekonomi, merokok sangat merugikan
karena menghamburkan banyak uang hanya untuk dibakar (manfaatnya tidak
ada), terlebih bagi perokok yang belum mempunyai penghasilan sendiri.
4. Tahap-tahapan Perilaku Merokok
Meiyetriani (dalam Thabrany, 2009) menyatakan bahwa Tahapan-tahapan
perkembangan perilaku merokok yaitu:
a. Tahap Persiapan
20
Tahap ini berlangsung ketika seseorang belum pernah menghisap sebatang
rokok. Tahap ini dipengaruhi perkembangan sikap dan intensi mengenai
rokok serta citra yang diperoleh dari perilaku merokok. Semua ini diperoleh
dari observasi sendiri terhadap orang tuanya atau orang lain kenalannya dan
input yang diterima lewat media yang ada di masyarakatnya.
b. Tahap inisiasi
Merupakan tahap kritis bagi remaja. Biasanya disini timbul tekanan dari
teman untuk mencoba merokok, namun adanya anggota keluarga yang
merokok membuat hambatan untuk memulai merokok berkurang dan
membuat rokok lebih tersedia untuk dicoba (experimentation). Percobaan ini
pada umumnya secara fisik tidak menyenangkan, tetapi tampaknya beberapa
orang belajar untuk mengintepretasikan sensasi fisik tersebut sebagai hal yang
kecil dan tidak penting. Hal ini membuat mereka mengabaikan sensasi
tersebut dan beradaptasi untuk merokok.
c. Tahapan menjadi seorang perokok (becoming a smoker)
Berbagai penelitian menyatakan bahwa biasanya memakan waktu dua tahun
untuk seseorang individu menjadi perokok tetap. Tahap ini dilihat sebagai
suatu proses pembentukan konsep, belajar kapan dan bagaimana untuk
merokok dan menyatukan peran perokok pada konsep dirinya. Pada umumnya
remaja tidak sadar ketergantungan orang dewasa terhadap rokok dan banyak
orang percaya bahwa rokok berbahaya terhadap kesehatan tubuh orang lain,
21
terutama orang-orang tua dan yang mempunyai kesehatan buruk tetapi tidak
terhadap diri mereka.
d. Tahap maintenance of Smoking
Merupakan tahap akhir, saat faktor-faktor psikologis dan mekanisme biologis
digabungkan untuk menjadi suatu pola perilaku merokok.
Apabila melihat pendapat di atas, maka seseorang akan melalui beberapa
tahapan untuk menjadi perokok aktif, dimulai pada tahap persiapan sampai tahap
maintenance of Smoking. Iklan rokok menjadi faktor yang menentukan dalam
tahap persiapan dan inisiasi. Informasi dari iklan rokok media elektronik akan
diolah pada tahap persiapan, sehingga akan semakin memperkuat persepsi
terhadap rokok. Persepsi yang positif terhadap rokok, didukung dengan
lingkungan yang mendukung perilaku merokok, berpotensi untuk menginisiasi
remaja untuk merokok.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut Lewin (Hasnida & Kemala, 2005), perilaku merokok merupakan
fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan
faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Sarafino & Smith
(2011) menyatakan bahwa merokok cenderung akan berlanjut dan meningkat,
apabila remaja:
a. Memiliki setidaknya satu orang tua yang merokok.
22
b. Merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli atau bahkan mendorong mereka
merokok.
c. Mempunyai saudara atau teman-teman yang merokok dan bersosialisasi
sangat sering dengannya.
d. Apabila senang memberontak, pencari sensasi, dan rendah motivasi belajar.
e. Menerima iklan tembakau, menjadi sebuah favorit.
f. Mendapatkan tekanan dari teman sebaya untuk merokok, misalnya, ''teman-
teman mengolok-olok, jika tidak merokok'', dan “harus merokok ketika
teman-teman yang lain merokok''.
g. Mempunyai sikap positif terhadap merokok, seperti, 'merokok sangat
menyenangkan, '' dan ''merokok dapat membantu orang-orang ketika mereka
merasa gugup atau malu''.
h. Tidak percaya merokok akan membahayakan kesehatan mereka, misalnya,
merasa, ''merokok adalah berbahaya hanya untuk orang tua”, dan, ''merokok
hanya buruk jika telah merokok selama bertahun-tahun''.
i. Diyakini mereka akan bisa berhenti merokok jika mereka ingin.
Eriksen et al (2015) menyatakan bahwa kebanyakan perokok mulai
merokok sebelum usia 20 tahun. Anak muda mungkin memiliki beberapa alasan
untuk memulai penggunaan tembakau, termasuk agar terlihat 'cool', 'matang', atau
'gaul', atau percaya bahwa penggunaan tembakau baik untuk mengatasi stres dan
kontrol berat badan. Faktor yang meningkatkan inisiasi tembakau pada anak muda
23
dapat bervariasi di seluruh negara, tetapi beberapa faktor umum adalah:
penggunaan tembakau oleh orang tua atau teman sebaya; paparan iklan rokok;
penerimaan dari penggunaan tembakau di kalangan rekan-rekan atau norma-
norma sosial yang diiklankan di film atau iklan tembakau; depresi, kecemasan,
atau stres; dan aksesibilitas yang lebih tinggi dan harga yang rendah dari produk
tembakau.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok
dipengaruhi beberapa faktor yaitu orang tua yang merokok, orang tua mereka
tidak peduli mereka merokok, pengaruh teman sebaya, individu yang senang
memberontak, iklan tembakau, tidak percaya merokok akan membahayakan
kesehatan mereka dan mereka yakin akan bisa berhenti merokok jika mereka
ingin. Pada penelitian ini, faktor perilaku merokok yang diteliti adalah persepsi
iklan rokok media elektronik. Hal ini dikarenakan sangat kuatnya pengaruh media
elektronik pada diri remaja. Ardiansyah (2010) menyatakan bahwa media
elektronik merupakan media yang mampu meyebarkan berita secara cepat dan
memiliki kemampuan mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu
yang bersamaan. Bagi remaja, media elektronik sudah merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya, bahkan media internet sudah
menjadi agenda wajib bagi mereka. Banyak remaja lebih suka berlama-lama
didepan media elektronik maupun internet dari pada belajar, bahkan hampir-
hampir lupa akan waktu makannya. Media elektronik mampu merebut 94%
saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat
24
mata dan telinga. Media elektronik mampu untuk membuat orang pada umumnya
mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar.
B. Persepsi terhadap Iklan Media Elektronik
1. Pengertian Persepsi Iklan Rokok Media Elektronik
Persepsi adalah proses mendeteksi sebuah stimulus (Latipah, 2012).
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
(Rakhmat, 2007). Persepsi adalah proses dimana stimulus dipilih, diorganisir dan
ditafsirkan (Solomon et al, 2006). Adapun Slameto (2006) menyatakan bahwa
persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke
dalam otak manusia.
Berdasarkan pendapat di atas, maka persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia sebagai
akibat dari menyeleksi, mengorganisasi, menginterpretasikan, dan menyimpulkan
infomasi dan pesan.
Terbentuknya persepsi tidak serta merta, tetapi melalui beberapa tahapan.
Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Sensori stimulasi: penerima reseptor:
Pandangan mata
Suara telinga
Bau hidung Paparan perhatian interpretasi
Rasa lidah
Tekstur kulit
Gambar 1
Proses Terjadinya Persepsi
25
Dwiastuti, Shinta, dan Isaskar (2012) menjelaskan bagaimana proses
terjasinya persepsi. Produsen rokok akan memasang iklan untuk diterima
konsume. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemasang iklan untuk
menyampaikan stimulus kepada konsumen. Konsumen yang merasakan stimulus
yang datang ke salah satu pancainderanya disebut dengan sensasi, contohnya :
iklan, kemasan, merk, dll. Tidak semua stimulus yang dipaparkan dan diterima
konsumen akan memperoleh perhatian dan berlanjut dengan pengolahan stimulus
tersebut. Hal ini terjadi karena konsumen mempunyai keterbatasan kognitif untuk
mengolah semua informasi yang diterimanya. Karena itu konsumen menyeleksi
stimulus atau informasi mana yang akan diperhatikannya dan akan diproses lebih
lanjut. Konsumen membuat perhatian pada informasi yang membuat dia tertarik
atau yang sengaja dibuat menarik oleh produsen. Iklan yang telah diterima akan
diartikan atau dimaknai oleh penerima pesan.
Brierley (1995) mendefinisikan iklan sebagai komunikasi melalui media
masa yang berbayar, sebagai bagian dari seluruh aktivitas promosi. Kotler &
Armstrong (2012) mendefinisikan iklan sebagai setiap bentuk presentasi
nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh sponsor yang teridentifikasi
yang bersifat nonpersonal. Senada dengan pendapat di atas Assauri (2004)
menyatakan bahwa iklan merupakan bentuk-bentuk presentasi nonpersonal yang
dibayar oleh sponsor untuk mempresentasikan gagasan atau ide promosi dari
barang atau jasa tertentu.
26
Semua bentuk promosi memerlukan media. Media, dalam bahasa latin
Mediare yang berarti pengantara, alat penghubung atau alat yang digunakan
(Juniawati, 2014). Media elektronik (electronic media) merupakan suatu media
komunikasi melalui elektronik atau menggunakan tenaga elektromekanik
(elecromechanical energy). Media elektronik yang lebih dikenal dalam
masyarakat umum adalah televisi, telepon selular dan komputer (Nurwulandari,
2014).
Berdasarkan pendapat di atas, maka iklan di media elektronik adalah suatu
bentuk promosi dengan komunikasi berupa presentasi gagasan atau ide dari
barang atau jasa tertentu melalui sebuah media komunikasi elektronik atau
menggunakan tenaga elektromekanik (elecromechanical energy), seperti televisi,
telepon selular dan komputer.
Apabila menggabungkan pengertian persepsi dan iklan media elektronik,
maka dapat disimpulkan bahwa persepsi iklan rokok media elektronik adalah
interpretasi atau penyimpulkan pesan tentang iklan rokok melalui media
komunikasi elektronik atau menggunakan tenaga elektromekanik
(elecromechanical energy), seperti televisi, telepon selular dan komputer.
2. Aspek-aspek Persepsi Iklan Rokok Media Elektronik
Suharnan (2005) menyatakan bahwa aspek-aspek persepsi yang relevan
dengan kognisi manusia, yaitu :
a. Pencatatan indera (sensory register)
27
Pencatatan indera disebut juga ingatan sensori atau penyimpanan
sensori. Pencatatan indera menangkap informasi dalam bentuk masih kasar,
belum diproses sama sekali, dan masih dalam prakategorik untuk waktu yang
sangat pendek sesudah stimulus fisik dihadirkan (diterima). Pencatatan indera
merupakan sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman
(record) mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Sel-sel
reseptor merupakan sistem yang terdapat pada alat indera organ tubuh tertentu
yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit tubuh yang merespon energi pisik
dari lingkungan.
b. Pengenalan pola
Ingatan indera menyimpan informasi yang diterima melalui sistem
indera dalam bentuk masih kasar, dan belum diproses sama sekali. Sementara
itu, proses pengenalan (pattern recognition) merupakan tahap lanjutan setelah
pencatatan indera. Pengenalan pola merupakan proses transformasi dan
mengorganisasikan informasi yang masih kasar itu, sehingga memiliki makna
atau arti tertentu. Dengan demikian, pengenalan pola merupakan proses
mengidentifikasi stimulus indera yang tersusun secara rumit. Pengenalan pola
melibatkan proses membandingkan stimulus indera dengan informasi yang
disimpan di dalam ingatan jangka panjang.
c. Perhatian
28
Perhatian (attention) adalah proses konsentrasi pikiran atau pemusatan
aktivitas mental (attention is a concentration of mental activity). Proses
perhatian melibatkan pemusatan pikiran pada tugas tertentu, sambil berusaha
mengabaikan stimulus lain yang mengganggu, misalnya, ketika seseorang
sedang mengikuti ujian. Perhatian juga dapat menunjuk pada proses
pengamatan beberapa pesan sekaligus, kemudiana mengabaikannya kecuali
hanya satu pesan. Dengan kata lain, perhatian melibatkan proses seleksi
terhadap beberapa objek yang hadir pada saat itu, kemudian pada saat yang
bersamaan pula seseorang memilih hanya satu objek, sementara objek-objek
yang lain diabaikan.
Rossister dan Percy (dalam Sari & Budiadi, 2015) menyatakan bahwa
persepsi terhadap iklan merupakan persepsi terhadap:
a. Style (gaya)
Gaya pesan dapat disajikan dalam berbagai gaya, diantaranya adalah potongan
kehidupan (slice of life), menunjukkan penggunakaan produk dalam potongan
kehidupan yang normal), gaya hidup (life style), menekankan suatu produk
sesuai dengan gaya hidup), fantasi (fantasy), menciptakan fantasi disekitar
penggunaannya, suasana dan citra (mood or image), membangkitkan suasana
atau citra disekitar produk), (5) musik (musical), menggunakan latar belakang
musik), simbol kepribadian (personality symbol), menciptakan suatu karakter
yang menjadi personifikasi produk tersebut), dan sebagainya.
29
b. Voice (suara)
Suara pada iklan termasuk kata-kata yang terdengar dalam sebuah iklan, yang
membuat konsumen dapat mengerti apa maksud pesan iklan yang
ditayangkan.
c. Words (kata-kata)
Kata-kata yang terlihat dan tertera pada tayangan iklan sebagai pendukung
manfaat produk yang diiklankan dan menjelaskan pesan iklan agar dapat terus
diingat dan melekat pada pikiran pemirsa.
d. Picture (gambar)
Gambar-gambar yang digunakan dalam tayangan iklan yang berhubungan
dengan produk yang diiklankan.
e. Colours (warna)
Komposisi keserasian warna gambar dan pengaturan pencahayaan yang
digunakan pada tayangan iklan.
Menurut Aruan et al (2015), aspek-aspek pengukuran persepsi terhadap
iklan adalah sebagai berikut:
a. Paparan
Paparan iklan adalah penempatan posisi suatu iklan supaya dapat dilihat,
dibaca dan didengar oleh khalayak.
b. Seleksi
30
Seleksi adalah proses seseorang memilih dan menentukan marketing stimuli
karena tiap individu adalah unik dalam kebutuhan, keinginan dan pengalaman,
sikap dan karakter pribadi masing-masing orang. Dalam seleksi ada proses
yang disebut selective perception concept.
c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati diperhatikan terus menerus dengan
disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Lebih lanjut dijelaskan
minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas
tanpa ada yang menyuruh. Minat adalah kecenderungan dalam diri individu
untuk tertarik pada suatu objek atau menyenangi suatu objek.
d. Kesadaran
Kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen dalam mengenali dan
mengingat nama dari suatu produk.
e. Pengenalan
Proses pengambilan keputusan dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang
didefinisikan sebagai perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang
diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya, yang akan membangkitkan dan
mengaktifkan proses keputusan. Proses membeli diawali dengan adanya
kebutuhan. Kebutuhan timbul karena adanya perbedaan antara keadaan yang
sesungguhnya dengan keadaan yang diinginkan. Pengenalan kebutuhan pada
31
hakikatnya tergantung pada banyaknya ketidaksesuain antara keadaan aktual
dengan keadaan yang diinginkan. Jika ketidaksesuaian melebihi tingkat atau
ambang tertentu kebutuhan pun akan dikenali. Misalnya seorang yang lapar
(keadaan aktual) dia ingin menghilangkan perasaan itu (keadaan yang
diinginkan) akan mengalami pengenalan kebutuhan jika ketidaksesuaian
diantaranya cukup besar. Hasil pengenalan kebutuhan akan mendorong
organisme berperilaku lebih jauh untuk pemecahan masalah jika kebutuhan
yang dikenali cukup penting dan pemecahan kebutuhan tersebut dalam batas
kemampuannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi iklan rokok
dapat diketahui bagaimana seseorang menilai sebuah iklan. Aspek-aspek perilaku
merokok yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendapat dari Rossister dan
Percy (dalam Sari & Budiadi, 2015) yaitu persepsi terhadap style (gaya) iklan rokok,
persepsi terhadap voice (suara) iklan rokok, persepsi terhadap words (kata-kata) iklan
rokok, persepsi terhadap picture (gambar) iklan rokok dan persepsi terhadap
colours(warna) iklan rokok.
C. Hubungan Persepsi Iklan Rokok Media Elektronik dengan Perilaku
Merokok
Iklan rokok media elektronik, merupakan salah satu bentuk promosi yang
dilakukan oleh produsen rokok. Iklan rokok media elektronik menjadi salah satu
bentuk komunikasi produsen rokok, untuk mempengaruhi perokok atau orang yang
baru dalam tahap inisiasi, agar tertarik untuk mengkonsumsi rokok. Iklan rokok di
32
media elektronik, akan dipersepsikan oleh para remaja. Terbentuknya persepsi tidak
serta merta, tetapi melalui beberapa tahapan, dimulai dari paparan sampai interpretasi.
Pemaparan (exposure) merupakan pemaparan stimulus, yang menyebabkan seseorang
menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya. Perhatian (attention)
merupakan kapasitas pengolahan yang dialokasikan stimulus terhadap stimulus yang
masuk (Dwiastuti, Shinta, dan Isaskar, 2012). Adapun Solomon et al, 2006
menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada makna bahwa orang-orang menetapkan
terhadap rangsangan sensorik. Sama seperti orang-orang berbeda dalam hal
rangsangan yang mereka rasakan, makna yang ditetapkan terhadap rangsangan ini
bervariasi juga. Dua orang dapat melihat atau mendengar acara yang sama, tetapi
interpretasi mereka itu mungkin benar-benar berbeda.
Ramadhani (dalam Thabrany, 2009) menyatakan bahwa Iklan rokok di
televisi mempunyai daya tarik yang luar biasa. Televisi memiliki unsur visual berupa
gambar hidup dengan warna yang menarik sehingga mampu menimbulkan kesan
yang mendalam pada penonton. Disamping itu televisi juga memiliki unsur
pengulangan adegan, musik, dan sound effect. Iklan rokok menunjukkan adegan-
adegan yang menantang, sekaligus menggambarkan tokoh sebagai seseorang yang
perkasa dan bebas. Ada pula iklan rokok yang menggambarkan seseorang yang
sukses sehingga terlihat lebih keren dan hebat dibandingkan teman-temannya.
Walaupun iklan rokok tidak digambarkan orang merokok, adegan dalam iklan
tersebut dapat mempengaruhi anak dan remaja yang menontonnya untuk
mengkonsumsi rokok.
33
Citra terhadap rokok dibangun melalui slogan-slogan yang dibuat,
maupun melalui gaya pesan dalam iklan rokok media elektronik. Berbagai slogan
dibuat menarik dan menyiratkan suatu hal yang baik dan ideal dan didambakan
segmen pasar yang dituju. Slogan-slogan tersebut diantaranya adalah: “Ga ada Loe ga
rame”, “Asyiknya Rame-rame”, yang melalui alur cerita pada iklan menyiratkan
kebersamaan dan solidaritas dengan teman. Slogan “Ini Baru Cowo U MILD”,
“Cowo U MILD Lebih Tau”, seolah menggambarkan sosol pria muda yang ideal.
Slogan “Pria Punya Selera”, melalui iklan yang ditampilkan ingin menimbulkan
kesan pria yang jantan dan petualang.
Sesuai dengan penjelasan pembentukan persepsi Dwiastuti et al (2012)
iklan yang ditampilkan akan diterima calon konsumen melalui panca indera. Warna,
gaya, suara, gambar dan kata-kata pada iklan yang dibuat menarik akan akan diterima
dan diperhatikan. Iklan yang telah diterima akan diartikan atau dimaknai oleh
penerima pesan. Ketika pemaknaan tersebut menimbulkan persepsi positif maka akan
membuat sikap seseorang positif. Jika persepsi terhadap iklan negatif, sikap
seseorang akan terhadap produk iklan menjadi negatif. Fishbein (dalam Kardes et al,
2011) menjelaskan bagaimana sikap mempengaruhi perilaku. Sikap positif terhadap
iklan rokok pedia elektronik maka penilaian terhadap rokok menjadi positif. Semakin
tinggi paparan iklan rokok yang diterima maka intensi merokok semakin tinggi.
Norma subjektif juga ikut mempengaruhi meningkatnya intensi untuk merokok.
Sikap yang positif terhadap rokok dan norma subjektif yang mendukung perilaku
34
merokok akan membuat intensi merokok semakin tinggi. Intensi untuk merokok yang
semakin tinggi akan membuat perilaku merokok muncul.
Hal di atas sesuai dengan Teori tindakan beralasan menyatakan bahwa
sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti
dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak
hanya ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu.
Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma
subjektif (subjectic norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain
inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-
norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu (Azwar,
2007).
Apabila melihat teori di atas, maka iklan rokok di media elektronik yang
sebagian besar menampilkan pesan bahwa perilaku merokok lambang kejantanan atau
glamour, akan dipersepsi secara positif, dan membentuk keyakinan dan sikap yang
medukung terhadap perilaku merokok. Sikap yang mendukung perilaku merokok,
didukung dengan norma subjektif yaitu keyakinan bahwa orang lain
menginginkannya akan menimbulkan intensi merokok. Sikap positif dan keyakinan
yang dimiliki akan memunculkan niat untuk berperilaku merokok, yang pada
akhirnya akan menjadi perilaku merokok yang menetap.
Iklan rokok, memang dibuat oleh produsen rokok untuk mempengaruhi
persepsi penerimanya termasuk remaja. Andoyo (dalam Thabrany, 2009) menyatakan
bahwa beberapa studi menyimpulkan bahwa iklan tembakau meningkatkan konsumsi
35
melalui beberapa cara: menciptakan lingkungan dimana penggunaan tembakau dilihat
sebagai sesuatu yang positif dan biasa, mengurangi motivasi perokok untuk berhenti
merokok, mendorong anak-anak untuk mencoba merokok, dan tidak mendorong
terjadinya diskusi terbuka tentang bahaya penggunaan tembakau karena adanya
kepentingan pemasukan dari iklan. Industri rokok cukup cerdas dalam menafsirkan
hasil studi ini, sehingga berbagai iklan media iklan dimanfaatkan secara efektif untuk
menarik perokok-perokok baru sampai mengalami ketergantungan.
Penelitian yang dilakukan Mufrikhah (2010) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara iklan rokok di media televisi terhadap remaja awal. pengaruh
iklan rokok di media televisi walaupun berada dalam level sangat rendah namun
memiliki kontribusi terhadap perilaku merokok pada remaja awal. Adanya hubungan
antara persepsi iklan rokok dengan perilaku merokok juga didapat dari hasil
penelitian yang dilakukan Beach et al (dalam Nurhayati, 2011). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa paparan iklan rokok yang ditayangkan dalam film akan
meningkatkan ekspektasi positif terhadap rokok. Penelitian yang dilakukan Afiah
(2014) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi iklan
rokok terhadap perilaku merokok pada remaja.
D. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dideskripsikan di atas, dapat ditentukan
hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara persepsi iklan rokok
media elektronik dengan perilaku merokok remaja. Jika persepsi terhadap media