Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Peraturan Mahkamah Agung dalam Tataran Perundang-
undangan
Pada dasarnya Mahkamah Agung bukan merupakan badan atau cabang
kekuasaan negara yang diberi kekuasaan dan kewenangan membuat peraturan
perundang-undangan, karena kekuasaan dan kewenangannya sebagai kekuasaan
kehakiman (judicial power) menurut Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (to enforce the law and justice).17
Kedudukan PERMA sebagai produk hukum Mahkamah Agung pada
dasarnya mengikat internal lembaga pengadilan dibawahnya, sedangkan dalam
sebuah sistem peradilan pidana pihak yang terlibat sebagai subsistem
dibawahnya adalah kepolisian, kejaksaan, pengdilan, dan lembaga
pemasyarakatan, dengan demikian maka keberadaan suatu PERMA hanya
berlaku dan bersifat mengikat bagi lembaga pengadilan. Secara langsung tidak
ada wewenang Mahkamah Agung terhadap penyidik dan penuntut umum
sehingga Peraturan Mahkamah Agung yang diterbitkannya tidak mempunyai
sifat mengikat terhadap penyidik dan penuntut umum, akan tetapi dengan
himbauan dari Mahkamah Agung kepada kepada seluruh pengadilan agar
mensosialisasikan penyesuaian sesuai isi Peraturan Mahkamah Agung tersebut
kepada kejaksaan, maka akan mempunyai pengaruh terhadap proses penuntutan
bahkan penyidikan. Adanya keterkaitan yang erat antar fungsi dan wewenang
aparat penegak hukum (penyidik, penuntut umum, pengadilan) sebagaimana
17 M. Yahya Harahap. 2008. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Perdata. Jakarta Sinar Grafika. Hal. 165.
16
dimaksud dalam sistem peradilan pidana terpadu, maka dapat dijadikan dasar
diberlakukannya ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2012 oleh penyidik dan penuntut umum.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah menentukan letak Peraturan
Mahkamah Agung dalam hierarki perundang-undangan kita. Sulit secara teori
untuk menentukan kedudukan PERMA dalam hierarki peraturan perundang-
undangan. Kesulitan tersebut disebabkan karena tidak ada aturan baku yang
dapat diacu. Sebelum membahas kedudukan PERMA dalam hierarki peraturan
perundang-undangan ada baiknya kita memahami dulu kedudukanya dalam
pranata Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung adalah lembaga tertinggi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama
dengan Mahkamah Konstitusi.18 Mahkamah Agung membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan Hukum yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985) dan Mahkamah
Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi Hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.19
18 Anistia Ratenia Putri Siregar. 2013. Eksistensi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp
Pada Peradilan Pidana. Medan. Jurnal Ilmiah. Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara.
Hal. 14. 19 Ibid. Hal. 15.
17
Bentuk pengaturan itu dikenal dalam 3 bentuk pranata pengaturan, yaitu :20
a. Surat edaran Mahkamah Agung (SEMA), yaitu surat bentuk edaran dari
pimpinan Mahkamah Aung keseluruhu jajaran peradilan yang isinya
merupakan petunjuk dalam penyelenggaraan peradilan yang lebih bersifat
administrasi.
b. Peraturan mahkamah agung (Perma) yaitu suatu bentuk peraturan dari
pimpinan mahkamah agung keseluruh jajaran peradilan tertentu yang isinya
merupakan ketentuan bersifat Hukum acara.
c. Beberapa Skep ketua Mahkamah Agung yag merupakan petunjuk bersifat
pembinaan administratif dan SDM.
Secara yuridis, Pasal 7 Ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan menyebutkan apa saja yang
termasuk sebagai peraturan perundang-undangan, jenis dan hirarkinya sebagai
berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan MA atau PERMA pada dasarnya adalah bentuk peraturan yang
berisi ketentuan bersifat Hukum acara. Sedangkan, Surat Edaran MA atau
SEMA bentuk edaran pimpinan MA ke seluruh jajaran peradilan yang berisi
bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administrasi.21
B. Tinjauan Umum Hukum Acara Pemeriksaan Cepat Dalam Tindak Pidana
Ringan
Pemeriksaan acara pemeriksaan cepat diatur dalam KUHAP bagian keenam
Bab XVI terdiri dari:
- Paragraf I: Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
20 Henry Pandapotan Panggabean. 2005. Fungsi Mahkamah Agung Bersifat Pengaturan.
Yogyakarta. Penerbit Liberty. Hal. 2 21 Henry P. Panggabean. 2001. Fungsi mahkamah agung dalam praktek sehari-hari. Jakarta.
Sinar Harapan. Hal. 144.
18
- Paragraf II: Acara Pemeriksaan Perkara Pelangaran Lalu Lintas Jalan
Ancaman pidana yang menjadi ukuran dalam pemeriksaan tindak pidana
ringan, diatur dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP. Ancaman pidananya 3 bulan
penjara atau kurungan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,00 dan yang
dirumuskan dalam Pasal 315 KUHAP.22
Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan pelimpahan dan
pemeriksaan tidak melalui jaksa /penuntut umum tapi perkara tindak pidana
ringan langsung dilimpahkan penyidik ke Pengadilan hal yang demikian diatur
dalam Pasal 205 ayat (2) KUHAP.
Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang di terima
harus segera disidangkan hari itu juga. Pemeriksaan perkara tanpa berita acara
pemeriksaan sidang dan dakwaan cukup dicatat dalam buku register yang
sekaligus dianggap dan dijadilkan berita acara pemeriksaan sidang. Dalam pasal
205 ayat (3) KUHAP yang berbunyi :
“Dalam Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10),
pengadilan mengadili dengan Hakim tunggal pada tingkat pertama dan
terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekan
terdakwa dapat minta banding.”
Dapat ditarik suatu kesimpulan dari bunyi pasal 205 ayat (3) KUHAP,
maka:
a. Sidang perkara dengan acara pemeriksaan ringan dengan Hakim tunggal.
b. Putusan Hakim terdiri dari 2 macam:
1) Putusan berupa pidana denda dan atas keputusan tersebut terhukum tidak
dapat naik banding.
2) Putusan yang berupa perampasan kemerdekaan, terhukum diberi hak
untuk naik banding ke pengadilan tinggi.
22 M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Sinar
Grafika. Hal. 423.
19
C. Tinjauan Umum Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan Dalam Proses
Peradilan.
Menurut Bellefroid, Pengertian Asas Hukum adalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal
dari aturan-aturan yang lebih umum tersebut. Asas hukum umum itu lebih
kepada pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.23 Peraturan konkret
seperti undang-undang tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian
pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum.
Penjelasan tentang asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan terdapat
pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2),
yang bunyi perumusannya : Yang dimaksud ”sederhana” adalah pemeriksaan
dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif, yaitu
dengan menggunakan waktu yang singkat dapat diusahakan tercapainya
penyelesaian perkara dengan tuntas. Yang dimaksud dengan ”biaya ringan/biaya
murah” adalah biaya perkara dapat terpikul oleh rakyat.24
Dalam penjelasan Undang-undang tersebut tidak dirumuskan tentang
pengertian ”cepat”. Namun menurut Kamus Bahasa Indonesia, ”cepat” diartikan
kencang, segera, keras, dapat menempuh darak dalam waktu singkat, cekatan,
tangkas. Dari pengertian menurut Kamus Bahasa Indonesia tersebut, maka kata
”peradilan cepat” dapat diartikan dengan peradilan yang dilakukan dengan
segera.25
D. Tindak Pidana Ringan
Semula konsep mengenal pembagian kejahatan dan pelanggaran sebagai
suatu kualifikasi delik, namun dalam pola kerja konsep masih diadakan
pengklasifikasian terhadap bobot delik, salah satunya delik yang dipandang
sangat ringan, yaitu delik yang hanya diancam dengan pidana denda ringan
23 Utsman ali. Pengertian, Fungsi dan Macam Macam Asas Hukum. http://www.pengertianpakar.com,
diakses tanggal 7 Juni 2017 24 Ratna Dewi Anita. 2010. Implementasi Pasal 203 Kuhap Mengenai Wewenang Hakim Dalam
Pemeriksaan Acara Singkat (The Short Session Of The Court) Dan Implikasinya Bagi
Terwujudnya Asas Pemeriksaan Perkara Yang Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan. Jurnal
Ilmiah. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hal. 35. 25 Ibid.
20
(kategori I dan kategori II) secara tunggal. Selain itu dilihat dari segi akibat yang
ditimbulkan tidak menimbulkan kerugian yang cukup berat.26
Pasal 205 ayat (1) KUHAP secara tegas disebutkan perihal acara
pemeriksaan tindak pidana ringan sebagai berikut :
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah
perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini”
Dengan demikian, kategori tindak pidana ringan sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal ini merupakan perkara dengan ancaman pidana paling
lama tiga bulan dan atau denda paling banyak tujuh ribu lima ratus rupiah.
Sehingga berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Pasal 1
maka perkara tindak pidana ringan yang disidangkan dengan acara pemeriksaan
cepat sebagaimana Pasal 205 ayat (1) KUHAP adalah Pasal 364 KUHP
(pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), 384
(penipuan ringan oleh penjual), 407 ayat (1) (perusakan ringan), dan Pasal 482
(penadahan ringan).
E. Tindak Pidana Pencurian
1. Definisi Pencurian
Pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik
orang lain dengan melawan hukum.27 Sasaran pencurian ditujukan bukan
pada unsur manusia, melainkan yang menjadi sasaran adalah unsur
kebendaan yang selalu dihubungkan dengan nilai uang. Pencurian adalah
26 Nawawi arief. 2011. Perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia. Semrang. Penerbit
Pustaka Magíster. Hal. 88. 27 R. Soesilo. 1967. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor. Politiea. Hal. 215.
21
suatu perbuatan yang tercela dan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh
masyarakat.
Dalam pasal 362 KUHP disebutkan, “Barang siapa mengambil barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan Hukum, diancam karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah”.
Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP terdiri dari unsur subjektif yaitu, dengan maksud untuk
menguasai benda tersebut secara melawan hukum dan unsur objektif yakni,
barang siapa mengambil sesuatu benda dan sebagian atau seluruhnya
kepunyaan orang lain.28
"Mengambil" artinya dengan sengaja menaruh sesuatu kedalam
kekuasaannya. Menurut pendapat beberapa sarjana Hukum diantaranya prof.
Simon, maka penebang pohon belum dapat diartikan "mangambil", tetapi
baru merupakan "percobaan", mengambil baru selesai dilakukan apabila
pencuri melakukan tindakan yang mengakibatkan barang itu pindah tempat.
Sebelum di tebang pohon merupakan barang yang tidak bergerak (onroerend
goed), sehabis ditebang barulah menjadi barang yang bergerak (roereng
goed). Sebelum diambil barang itu belum berada didalam kekuasaan si
pengambil, apabila pada waktu memilikinya barang itu sudah ada
ditangannya, maka perbuatannya ini bukan pencurian , akan tetapi masuk
dalam penggelapan (Pasal 372 KUHP). 29
Sedangkan menurut Mr. Tresna, bahwa mengambil berarti membawa
barang - barang itu dari ternpat - tempat asalnya ke tempat - tempat lainnya,
jadi barang - barang itu yang sifatnya harus diangkat atau dipindalikan dari
suatu tempat ketempat lain, maka barang yang tetap atau tidak bergerak
seperti tanah, rumah, dan sebagainya tidak dapat dicuri.30
Menurut KUHP pencurian itu dapat dikategorikan kedalam lima macam,
yaitu sebagai berikut :
1) Tindak Pidana Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHPidana);
2) Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHPidana);
3) Tindak Pidana Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHPidana);
28 Lamintang dan Theo Lamintang. 2002. Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan Edisi Kedua. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 2 29 Wiend Sakti Myharto. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencurian. https://www.Hukumpedia.com/2016.
diakses tanggal 23 Maret 2017. 30 Ibid.
22
4) Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana);
5) Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHPidana).
2. Unsur-unsur tindak pidana pencurian
Yang dinamakan pencurian menurut Pasal 362 KUHP adalah sebagai
berikut :
"Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan Hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah".
Kalau kita telaah Pasal 362 KUHP, terdapat unsur - unsur sebagai berikut :
1) Barang siapa;
2) Yang diambil adalah suatu "barang";
3) Barang itu harus "seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain";
4) Mengambil itu harus dilakukan "dengan maksud hendak memiliki
barang itu dengan melawan Hukum".
Maksud memiliki melawan Hukum atau maksud memiliki itu ditujukan
pada melawan Hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan
mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang
lain itu adalah bertentangan dengan Hukum. Berhubung dengan alasan
inilah, maka unsur melawan Hukum dalam pencurian digolongkan ke dalam
unsur melawan Hukum subyektif. Pada dasarnya melawan Hukum adalh sifat
tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu.31
3. Pencurian Ringan
Pencurian ringan adalah yang diatur dalarn Pasal 364 KUHP, yang
berbunyi sebagai berikut :
"Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke 4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke 5 apabila tidak
dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada
rumahnya, jika barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah,
dikenai karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan
atau denda paling banyak enam puluh rupiah".
31 Adami Chazawi. 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang. Bayu Media. Hal. 16.
23
Dengan melihat rumusan Pasal 364 KUHP, maka dinamakan dengan
pencurian ringan adalah pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362 KUHP,
akan tetapi banyak yang diambil tidak melebihi harga yang sejak tahun 1960
berubah yang semula dua puluh lima rupiah menjadi tiga ratus tujuh puluh
lima rupiah, atau pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih (pasal
363 sub 4) namun harga barang yang dicuri tidak lebih dari tiga ratus tujuh
puluh lima rupiah dan dapat pula dikatakan pencurian ringan apabila
pencurian itu masuk ke tempat di mana barang itu bisa juga dengan cara
memanjat di mana pencurian itu tidak dilakukan di dalam suatu rumah atau
pekarangan halaman, pekarangan tertutup yang ada rumahnya ( Pasal 363
sub 5 ) serta barang yang dicuri tidak lebih dari harganya tiga ratus lima puluh
rupiah.
Kalau lebih diperhatikan lagi dari rumusan Pasal 364 KUHP, maka yang
tidak masuk dalam pencurian ringan yaitu :
1) Pencurian ternak (Pasal 363 sub 1 KUHP ).
2) Pencurian pada waktu kebakaran. Gempa bumi dan macam – macam
malapetaka yang lainnya ( Pasal 363 sub).
F. Tindak Pidana Penadahan
1. Definisi Penadahan
Dari segi tata bahasa, penadahan adalah suatu kata kajian atau sifat yang
berasal dari kata tadah, yang mendapat awalan pedan akhiran–an. Kata
penadahan sendiri adalah suatu kata kerja tadah yang menunjukan kejahatan
itu atau subjek pelaku.32
32 Lawfirm. Tindak Pidana Penadahan. http://www.suduthukum.com. Diakses tanggal 2 April
2017
24
Tindak pidana penadahan merupakan tindak pidana yang erat kaitannya
dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana
penadahan atau tindak pidana pemudahan ini diatur didalam titel XXX, Buku
II dalam Pasal 480 KUHP “Diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah,
1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima
hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan,
menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau
menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. Harus
diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.
2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang
diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”
Penadahan dalam bahasa Belanda disebut Helingmerupakan tindak pidana
yang berantai, suatu tindak pidana yang harus didahulukan dengan kejahatan,
sebab setelah seseorang melakukan kejahatan maka barang-barang hasil
kejahatan tersebut ada yang dipergunakan sendiri dan ada pula yang dipakai
untuk dihadiahkan serta sering pula dipakai untuk menarik keuntungan.
Tetapi kasus yang paling sering muncul dalam tindak pidana penadahan
adalah menjual untuk mendapatkan keuntungan barang dari hasil kejahatan
tindak pidana pencurian.33
2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penadahan
Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-
undang telah diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP terdiri atas :
1. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari dari :
a) Yang ia ketahui
b) Yang secara patut harus dapat ia duga
2. Unsur-unsur objektif, yang terdiri dari :
a) Membeli
b) Menyewa
c) Menukar
d) Menggadai
e) Menerima sebagai hadiah atau sebagai pemberian
f) Didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan
33 Ibid.
25
g) Menjual
h) Menyewakan
i) Menggadaikan
j) Mengangkut
k) Menyimpang
l) Menyembunyikan
Dari penjabaran ke dalam unsur-unsur mengenai tindak pidana penadahan
seperti yang diatur dalam Pasal 480 angka 1 KUHP tersebut dapat diketahui
bahwa untuk subjektif pertama dari tindak pidana penadahan ialah unsur yang
ia ketahui.
Karena tindak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480 angka 1
KUHP mempunyai dua macam unsur subjektif, masing-masing yakni unsur
kesengajaan atau unsur dolus dan unsur ketidaksengajaan atau unsur culpa
dengan kata lain karena tidak pidana penadahan yang diatur dalam Pasal 480
angka 1 KUHP mempunyai unsur subjektif yang pro parte dolus dan pro
parte culpa, maka di dalam surat dakwaannya penuntut umum dapat
mendakwakan kedua unsur subjektif tersebut secara bersama-samaterhadap
seorang terdakwa yang didakwa telah melakukan tindak pidana penadahan
seperti yang dimaksud dalam Pasal 480 angka 1 KUHP.34
Disamping itu pula unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480
angka 2 KUHP terdiri dari :
1. Unsur-unsur subjektif, yang terdiri dari :
a) Yang ia ketahui
b) Yang secara patut harus dapat diduga
2. Unsur-unsur objektif, terdiri dari :
a) Barangsiapa
b) Mengambil keuntungan dari hasil suatu benda
c) Yang diperoleh karena kejahatan
34 Theo Lamintang. 2009. Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta.
Sinar Grafika. Hal. 369
26
3. Tindak Pidana Penadahan ringan
Tindak Pidana Penadahan ringan, yang diatur dalam Pasal 482 KUHP,
yaitu:
“Perbuatan diterangkan dalam Pasal 480 KUHP, diancam karena
penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda
paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan darimana diperoleh adalah
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 364, 373 dan 379”.
Ada dua macam perbuatan si penadah:
a. Yang menerima dalam tangannya, yaitu menerima gadai, menerima
hadiah, membeli, menyewa, atau menukar.
b. Yang melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menukar,
menyewakan, menggadaikan, memberi hadiah, menyimpan,
menyembunyikan, mengangkut.35
G. Tinjauan Umum Aspek Kepastian Hukum
Hukum dilahirkan untuk manusia bukan untuk Hukum itu sendiri. Karena
itu, Hukum haruslah bisa merepresentaiskan keadilan masyarakat. Hukum harus
memberikan nilai kemanfaatan sosial bagi masyarakat.36 Di dalam ilmu Hukum
disebutkan bahwa tujuan Hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dan
keadilan dalam masyarakat.
Kepastian Hukum sebagai salah satu tujuan Hukum dapat dikatakan sebagai
bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian Hukum
adalah pelaksanaan atau penegakan Hukum terhadap suatu tindakan tanpa
memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian Hukum setiap
orang dapat memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan
Hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan
dihadapan Hukum tanpa diskriminasi.37
35 Fachrizal Afandi. Penadahan (Heling). http://fachrizal.lecture.ub.ac.id diakses tanggal 2
April 2017 36Peter Mahmud Marzuki. 2007.Penelitian Hukum. Jakarta. Penerbit Kencana Prenada Media
Group. Hal. 57. 37 Moh. Mahfud MD, Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Bahan pada
Acara Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai
HANURA. Mahkamah Konstitusi Jakarta, 8 Januari 2009
27
Kata ”kepastian” berkaitan erat dengan asas kebenaran, yaitu sesuatu yang
secara ketat dapat disilogismekan secara legal-formal. Melalui logika deduktif,
aturan-aturan Hukum positif ditempatkan sebagai premis mayor, sedangkan
peristiwa konkret menjadi premis minor. Melalui sistem logika tertutup akan
serta merta dapat diperoleh konklusinya. Konklusi itu harus sesuatu yang dapat
diprediksi, sehingga semua orang wajib berpegang kepadanya. Dengan
pegangan inilah masyarakat menjadi tertib. Oleh sebab itu, kepastian akan
mengarahkan masyarakat kepada ketertiban.38
Kepastian Hukum merupakan sesuai yang bersifat normatif baik ketentuan
maupun keputusan hakim. Kepastian Hukum merujuk pada pelaksanaan tata
kehidupan yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur, konsisten, dan konsekuen
serta tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif
dalam kehidupan masyarakat.
Kepastian Hukum yang dituangkan dalam putusan hakim merupakan hasil
yang didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis serta
dipertimbangkan dengan hati nurani. Hakim selalu dituntut untuk selalu dapat
menafsirkan makna undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dijadikan
dasar untuk diterapkan. Penerapan Hukum harus sesuai dengan kasus yang
terjadi, sehingga hakim dapat mengkonstruksi kasus yang diadili secara utuh,
bijaksana dan objektif.39
Putusan hakim yang mengandung unsur kepastian Hukum akan
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
Hukum. Hal ini disebabkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan
Hukum tetap, bukan lagi pendapat dari hakim itu sendiri yang memutuskan
perkara, tetapi sudah merupakan pendapat dari institusi pengadilan dan menjadi
acuan masyarakat dalam pergaulan sehari-hari.40
Dari uraian-uraian mengenai kepastian Hukum di atas, maka kepastian
dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan
multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum
harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga
siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan Hukum. Hukum yang
38 Sidharta, Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Bunga Rampai Komisi
Yudisial, Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan,Komisi
Yudisial Republik Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 3. 39 Fence M. Wantu, Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan Dan Kemanfaatan Dalam
Putusan Hakim Di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012. 40 Ibid.
28
satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak menjadi sumber
keraguan.41
Kepastian Hukum menjadi perangkat Hukum suatu negara yang
mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan
kontradiktif, serta dapat dilaksanakan, yang mampu menjamin hak dan
kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya masyarakat yang ada.
41 Soetandyo Wignjosoebroto, Terwujudnya Peradilan Yang IndependenDengan Hakim
Profesional Yang Tidak Memihak, Sebuah risalah ringkas,dimaksudkan untruk rujukan ceramah
dan diskusitentang“Kriteria dan Pengertian Hakim Dalam Perspektif Filosofis, Sosiologis dan
Yuridis”yang diselenggarakan dalam rangka Seminar Nasional bertema “Problem Pengawasan
Penegakan Hukum di Indonesia”diselenggarakan oleh Komisi Yudisial dan PBNU-LPBHNUdi
Jakarta 8 September 2006