Upload
vuongdat
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
Penilaian atas persediaan akan memberikan akibat langsung terhadap
penentuan income dan penyajian arus kas. Persediaan merupakan salah satu aktiva
yang sangat penting dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu
perusahaan, khususnya perusahaan manufaktur.
2.1.1 Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan aktiva lancar yang memiliki jumlah cukup besar
dalam perusahaan dan merupakan faktor penting dalam menentukan kelancaran
operasi perusahaan.
Menurut Agus Sartono dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan
Teori dan Aplikasi (2001:443) menjelaskan bahwa “ditinjau dari degi neraca
persediaan adalah barang-barang atau bahan yang masih tersisa pada tanggal
neraca, atau barang-barang yang akan segera dijual, digunakan atau diproses
dalam periode normal perusahaan”. Sedangkan menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan pada PSAK No.14 Tahun 2009 Halaman 14.2 dijelaskan
bahwa persediaan adalah aset : (a). tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha biasa. (b). dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau (c). dalam
bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa.
14
2.1.2 Jenis-jenis Persediaan
Persediaan merupakan elemen yang sangat penting bagi perusahaan. Jumlah
persediaan yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan mempengaruhi
produktivitas perusahaan. Jumlah persediaan yang terlalu tinggi misalnya, akan
mempengaruhi harga pokok produk begitu juga sebaliknya terhadap angka
persediaan yang terlalu rendah. Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang
diperoleh dalam keadaan harus dikembangkan yang akan menjadi bagian utama
dari barang jadi atau barang-barang berwujud yang diperoleh untuk penggunaan
langsung dalam proses produksi sedang persediaan barang dalam proses meliputi
produk-produk yang telah mulai dimasukkan dalam proses produksi. Persediaan
bahan baku ini kemudian diolah kembali menjadi produk-produk olahan yang siap
untuk dijual kepada konsumen.
Jenis persediaan di setiap perusahaan akan selalu berbeda tergantung
bergerak di bidang apa perusahaan yang terkait. Menurut Handono Mardiyanto
dalam bukunya yang berjudul Intisari Manajemen Keuangan (2009:142)
persediaan terdiri atas tiga jenis, yakni bahan baku (raw material), barang
setengah jadi (work-in-process), dan barang jadi (finish goods) :
a. Bahan baku, semua item yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk
diolah lebih lanjut.
b. Barang setengah jadi/barang dalam proses, barang yang masih dalam proses
penyelesaian.
c. Barang jadi, hasil akhir dari proses produksi, tetapi belum dijual.
15
Secara garis besar dalam perusahaan yang bergerak di dalam industri
pabrik (manufaktur), persediaan diklasifikasikan berdasarkan tahapan dalam
proses produksi. Karena itu jenis-jenis persediaan menurut Freddy Rangkuti
(2007:8) terdiri dari :
1. Persediaan Bahan Baku (raw material stock)
2. Persediaan Komponen-Komponen Rakitan (purchased parts/components)
3. Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong (supplies stock)
4. Persediaan Barang Setengah Jadi (work in process stock)
5. Persediaan Barang Jadi (finished good stock)
Adapun uraian dari jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut :
1. Persediaan bahan baku (raw material stock), yaitu persediaan barang-
barang berwujud, seperti besi, kayu serta komponen-komponen lainnya
yang digunakan dalam proses produksi.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components),
yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock), yaitu
persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi (work in process stock), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
16
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih
perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished good stock), yaitu persediaan barang-
barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk
dijual atau dikirim pada langganan.
Definisi lain dipaparkan oleh Agus (2001:443) mengatakan bahwa jenis
persediaan perusahaan menurut jenis perusahaannya meliputi:
a. Perusahaan Jasa
Persediaan bahan pembantu atau persediaan habis pakai
b. Perusahaan Manufaktur
Meliputi persediaan bahan baku, persediaan barang jadi, persediaan barang
dalam proses dan persediaan pembantu.
Dari ketiga pendapat mengenai jenis-jenis persediaan dalam perusahaan,
disimpulkan bahwa terdapat tiga elemen penting persediaan, yaitu persediaan
bahan baku, persediaan barang jadi, dan persediaan barang dalam proses. Ketiga
jenis persediaan itu digunakan baik dalam perusahaan manufaktur.
2.1.3 Tujuan Pengelolaan Persediaan
Pengelolaan persediaan sangat penting dalam kegiatan operasi perusahaan.
Kelebihan atau kekurangan persediaan akan menghambat kontinuitas kegiatan
perusahaan. Menurut Agus Ristono dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Persediaan (2009:4) tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut:
17
a. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat (memuaskan konsumen)
b. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses
produksi, hal ini dikarenakan alasan:
1. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka
sehingga sulit untuk diperoleh.
2. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
c. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan
laba perusahaan.
d. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat
mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.
e. Menjaga supaya penyimpanan dan emplacement tidak besar-besaran,
karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.
Dari beberapa tujuan pengendalian yang telah disebutkan, tujuan
dilakukannya pengendalian persediaan adalah untuk menjamin tersedianya
bahan baku atau bahan penolong sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Agar perusahaan dapat menentukan kebijakannya dalam mengelola
persediaan, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
persediaan. Agus Ristono dalam bukunya yang berjudul Manajemen Persediaan
18
(2009:6) memaparkan bahwa besar kecilnya persediaan bahan baku dan bahan
penolong dipengaruhi oleh faktor:
a. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk
menjaga kelangsungan (kontinuitas) proses produksi. Semakin banyak
jumlah bahan baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat
persediaan bahan baku. Volume produksi yang direncanakan, hal ini
ditentukan oleh penjualan terdahulu dan ramalan penjualan. Semakin
tinggi volume produksi yang direncanakan berarti membutuhkan bahan
baku yang lebih banyak yang berakibat pada tingginya tingkat persediaan
bahan baku.
b. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan
baku yang tinggi dan sebaliknya.
c. Sifat bahan baku/penolong, apakah cepat rusak (durable good) atau tahan
lama (undurable good). Barang yang tidak tahan lama tidak dapat
disimpan lama, oleh karena itu bila bahan baku yang diperlukan tergolong
bahan baku yang tidak tahan lama maka tidak perlu disimpan dalam
jumlah yang banyak. Sedangkan untuk bahan baku yang memiliki sifat
tahan lama, maka tidak ada salahnya perusahaan menyimpannya dalam
jumlah besar.
Jadi besar kecilnya persediaaan yang ada pada perusahaan sangat bergantung
dari beberapa faktor antara lain ramalan kebutuhan persediaan berdasarkan data
historis, proses produksi yang terus menerus atau tidak dan sifat dari persediaan
apakah cepat rusak atau tahan lama.
19
2.2 Konsep Biaya
2.2.1 Pengertian Biaya
Di dalam pengendalian persediaan tentunya tidak terlepas dari biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengelola persediaannya. Biaya-biaya
inilah yang nantinya akan dijadikan patokan sebagai dasar penentuan harga pokok
produksi, harga jual barang, dan pengendalian persediaan dalam upaya mencapai
laba yang optimal. Konsep biaya telah berkembang dari masa ke masa sesuai
dengan kebutuhan.
Menurut Mursyidi (2008:13) biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber
ekonomi baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang tidak dapat diukur
dalam satuan uang, yang telah terjadi atau akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Carter dan Usry (2006:29), biaya didefinisikan
senagai nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan, untuk memperoleh manfaaat.
Pengertian lain mengenai biaya yang dipaparkan oleh Hansen dan Mowen
(2001:38) “adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang
dan jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa datang
organisasi”.
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela dalam bukunya yang berjudul
Akuntansi Biaya (2006:4) “Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi
untuk mencapai tujuan tertentu.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi baik yang berwujud seperti kas ataupun tidak berwujud yang
20
mempunyai nilai ekuivalen dengan kas yang telah terjadi atau mungkin akan
terjadi dan diharapkan akan membawa keuntungan ataupun manfaat masa ini dan
masa datang untuk organisasi.
2.2.2 Biaya Persediaan
Dalam Standar Akuntansi Keuangan pada PSAK No.14 Tahun 2009
Halaman 14.2 dijelaskan bahwa :
“ Biaya Persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan
biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat
ini.”
Persediaan yang ada tidak luput dari biaya-biaya yang melekat padanya.
Menurut Freddy Rangkuti (2007:16), biaya-biaya yang melekat dalam persediaan
yaitu:
1. Biaya Penyimpanan (holding/carrying costs)
Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan,
apabila persediaan banyak maka biaya penyimpanan tinggi. Biaya-biaya yang
termasuk sebagai biaya penyimpanan antara lain biaya fasilitas-fasilitas
penyimpanan (seperti penerangan, pendingin ruangan dan lain-lain), biaya
modal (opportunity cost of capital), biaya asuransi persediaan, biaya
kerusakan dan lain-lain.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering/procurement costs)
Biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali
21
pesan. Biaya-biaya ini memiliki biaya telepon, biaya pemrosesan pesanan,
biaya ekspedisi, upah, biaya inspeksi dan lain-lain.
3. Biaya penyiapan (manufacturing/set-up costs)
Biaya ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri,
biaya-biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin menganggur, biaya
penjadwalan, biaya persiapan tenaga kerja langsung dan lain-lain.
4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)
Biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan
bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan antara lain
kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus,
terganggunya operasi, selisih harga dan lain-lain.
Adapun pendapat lain, yang dipaparkan oleh Agus Ristono (2009:22) dalam
bukunya Manajemen Persediaan, biaya persediaan dapat dibedakan menjadi :
1. Ongkos Pembelian (Purchase Cost)
Biaya yang berasal dari biaya produksi per unit apabila perusahaan
memproduksi sendiri atau harga beli per unit apabila perusahaan membeli
dari pihak luar.
2. Ongkos Pemesanan atau Biaya Persiapan (Order Cost/Set-up Cost)
Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pemesanan barang ke Supplier
meliputi biaya persiapan pesanan (misalnya biaya telepon, biaya surat
menyurat), biaya penerimaan barang (misalnya biaya pembongkaran barang,
biaya pemeriksaan barang), biaya-biaya proses pembayaran (misalnya biaya
pembuatan cek, biaya transfer)
22
3. Ongkos Simpan (Carrying/Holding/Storage Cost)
Semua biaya yang timbul akibat penyimpanan barang di gudang, misalnya
fasilitas penyimpanan, sewa gudang, asuransi, pajak dan lain-lain. Besar
kecilnya biaya penyimpanan tergantung dari jumlah rata-rata barang yang
disimpan.
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya yang timbul akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil dari jumlah
yang diminta atau yang diperlukan, misalnya kehilangan pendapatan,
terganggunya operasi dan lain-lain.
Menurut Mursyidi (2008:171) dalam bukunya Akuntansi Biaya menyebutkan
ada lima kategori biaya yang menjadi alasan pentingnya mengelola persediaan
barang yaitu:
1. Biaya Pembelian (Purchasing Costs)
Biaya yang berasal dari harga barang ditambah dengan biaya angkut
pembelian.
2. Biaya order pembelian (ordering costs)
Biaya yang terkait dengan proses pembelian ditambah biaya proses
penerimaan dan inspeksi spesifikasi barang yang diterima apakah sesuai
dengan order pembeliannya.
3. Biaya penyimpanan (Carrying Costs)
23
Biaya yang brthubungan dengan persediaan yang diterima dan biaya yang
berhubungan dengan penyimpanan misalnya sewa gudang, biaya
pemeliharaan, biaya asuransi dan lain-lain.
4. Biaya pengeluaran barang (Stockout Costs)
Biaya yang berhubungan dengan pengiriman barang kepada konsumen dan
kerugian-kerugian akibat kerusakan barang dalam perjalanan dan akibat tidak
tercapainya margin yang diharapkan.
5. Biaya kualitas (Quality Costs)
Biaya yang dikeluarkan akibat untuk memenuhi standar konsumen yang
terdiri dari prevention costs, appraisal costs, internal failure cost dan external
failure cost.
Jadi, biaya persediaan terdiri dari biaya order pembelian, biaya pembelian,
biaya persiapan jika persediaan diproduksi sendiri, biaya konversi pembelian,
biaya penyimpanan, biaya kualitas, biaya pengeluaran persediaan dan biaya
kekurangan persediaan.
2.3 Metode Pengendalian Persediaan
Persediaan yang ada pada perusahaan tentulah tergantung dengan keadaan
perusahaan, sehingga metode pengendalian persediaan pun terbagi menjadi
beberapa macam. Fredy Rangkuti (2007:14) menyebutkan bahwa sistem
pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan dan pengendalian
24
yang menentukan tingkat persediaan tertentu dengan tujuan meminimalkan biaya
dan menjaga ketersediaan persediaan pada perusahaan.
Dalam buku Manajemen Keuangan karangan Agus Sardono terdapat
beberapa macam sistem pengendalian persediaan, yaitu:
a. Economic Order Quantity (EOQ)
Terdiri dari Biaya Pesan (Ordering Cost) dan Biaya Simpan (Carrying Costs).
Dalam metode ini diasumsikan bahwa permintaan akan bahan dimasa yang akan
datang dapat diketahui dengan relatif pasti dan konstan dari waktu ke waktu.
Selain itu lead time dapat diketahui secara pasti.
b. Sistem Komputerisasi
Dalam sistem komputerisasi ini dimungkinkan pencatatan persediaan,
pengurangan dan pengolahan data persediaan yang dilakukan dengan cepat. Selain
itu komputer juga dapat menyediakan data kapan harus dilakukan pesanan
kembali. Sebagai contoh alat scanner yang digunakan untuk men-scan barcode
yang tertera disetiap produk yang dijual, proses tersebut memungkinkan untuk
melakukan pencatatan transaksi dengan cepat. Data yang disajikan mencakup
pengurangan persediaan, penentuan harga pokok penjualan sampai dengan
penyediaan margin atas produk yang dijual.
c. Sistem Just-In-Time
Metode yang dikembangkan di Jepang ini mensinkronkan kecepatan bagian
produksi dengan bagian pengiriman. Metode yang dikembangkan pertama kali
oleh perusahaan Toyota ini, menekankan persediaan yang harus dipertahankan
25
dengan cara menyesuaikan kecepatan proses perakitan dengan pengiriman bahan
dari suppliernya. Hal ini menjadikan bahwa perusahaan tidak harus menyimpan
persediaan yang besar, tetapi dibutuhkan koordinasi yang baik antara bagian
perakitan dengan supplier baik menyangkut kuantitas, kualitas, dan ketepatan
spesifikasi lainnya.
d. Sistem Pengendalian A-B-C
Berbeda dengan metode EOQ, yang mengasumsikan bahwa pemakaian
persediaan relatif konstan, walaupun dalam kenyataannya tidak jarang tingkat
pemakaian dan frekuensi pemakaian berubah setiap waktu. Oleh karena itu,
metode ABC merupakan metode yang tepat untuk digunakan dalam penggunaan
persediaan yang berubah-ubah. Pada prinsipnya metode ini memperhatikan faktor:
harga atau nilai persediaan, frekuensi pemakaian, risiko kehabisan barang, dan
lead time.
e. Material Requirement Planning (MRP)
Metode Material Requirement Planning digunakan dalam kasus apabila
persediaan dan produksi atas suatu material ditentukan oleh produksi meterial
yang lain (dependent demand). Pada hakikatnya MRP merupakan sistem
informasi yang berbasis komputer untuk penjadwalan produksi dan pembelian
item produksi yang bersifat dependen.
Definisi mengenai jenis-jenis metode pengendalian bahan baku juga
dipaparkan oleh Carter dan Usry dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya
yaitu:
26
a. Metode siklus pesanan (Order Cycling Method) atau metode peninjauan
siklus
Dalam metode ini dilakukan pemeriksaan secara periodik status jumlah bahan
baku yang tersedia untuk setiap item atau kelas. Pada setiap periode, peninjauan
dalam sistem siklus pesanan dimana pesanan dilakukan agar jumlah persediaan
mencapai tingkat yang diinginkan, yang dinyatakan sebagai besarnya pasokan
untuk sekian hari atau minggu.
b. Metode minimum-maksimum
Metode ini didasarkan pada pernyataan bahwa jumlah dari sebagian besar
item persediaan berada pada kisaran batas tertentu. Jumlah maksimum untuk
setiap item telah ditetapkan. Observasi secara fisik untuk pencapaian titik
pemesanan diilustrasikan dalam metode dua tempat. Dalam metode tersebut
setiap item persediaan disimpan dalam dua tempat, tumpukan, atau kumpulan.
Tempat pertama berisi persediaan yang akan mencukupi penggunaan item selama
periode waktu antara penerimaan suatu pesanan dengan penempatan pesanan
berikutnya. Sedangkan tempat kedua berisi jumlah normal yang digunakan dari
tanggal pemesanan hingga tanggal pengantaran ditambah persediaan pengaman.
c. Pengendalian selektif
Pengendalian ini sering juga disebut dengan rencana ABC (tidak ada
hubungannya dengan metode ABC). Persediaan dibagi menjadi tiga kategori
dimana persediaan yang nilainya kritis merupakan item A yang berada dalam
pengendalian yang paling ketat, persediaan yang nilainya menengah disebut item
27
B dan berada dalam pengendalian yang moderat. Terakhir persediaan dengan
nilai rendah disebut sebagai item C.
2.4 Economic Order Quantity (EOQ)
2.4.1 Pengertian EOQ
Untuk dapat menentukan tingkat pemesanan persediaan yang optimal
dapat digunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) atau Analisis Kuantitas
Pesanan Ekonomis. Menurut Agus (2001:446), “terdapat tiga jenis biaya yang
berkaitan dengan persediaan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
persediaan yang optimal. Ketiga jenis biaya itu adalah: Biaya Pesan (Ordering
Costs), Biaya Simpan (Carrying Costs), dan biaya Kehabisan Bahan (Stockout
Costs).
Dari ketiga biaya tersebut menurut buku Manajemen Keuangan
(2001:447) terdapat berbagai cara untuk menentukan persediaan yang optimal,
salah satunya adalah penggunaan metode EOQ. Metode EOQ termasuk metode
klasik yang sering digunakan oleh perusahaan. Dalam metode EOQ ini
diasumsikan bahwa permintaan bahan baku di masa mendatang relatif konstan
dan pasti dalam setiap periode berjalan.
Menurut William K. Carter (2009:314) yang diterjemahkan oleh Krista
menyatakan bahwa “Jumlah pesanan optimal adalah jumlah persediaan yang
dipesan pada suatu waktu yang meminimalkan biaya persediaan tahunan dari
biaya penyimpanan dan biaya pemesanan.”
28
Adapun definisi lain menurut Mursyidi (2008 : 172) bahwa Economic
Order Quantity (EOQ) adalah “Jumlah persediaan sama dengan jumlah
pemakaian (usage) ditambah pemakaian sisa (idle). Persediaan sisi ini yang
nantinya menjadi cadangan bagi setiap kenaikan permintaan secara tiba-tiba”.
Dari definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa Economic Order Quantity (EOQ) merupakan suatu metode
klasik yang digunakan untuk menghitung jumlah pembelian yang optimal dengan
biaya yang paling minimal dengan asumsi bahwa permintaan bahan baku selalu
konstan dan pasti dari waktu ke waktu.
2.4.2 Syarat Penerapan Economic Order Quantity (EOQ)
Penerapan EOQ pada perusahaan akan lebih akurat apabila terlebih dahulu
perusahaan mengetahui apakah metode EOQ adalah metode yang cocok
diterapkan di perusahaan atau tidak. Menurut Mursyidi (2008:172), model EOQ
dapat diterapkan dengan beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Ada kuantitas yang tetap sama pada setiap pemesanan kembali
(reorder point).
2. Permintaan, biaya pemesanan, carrying costs dan purchases-lead time
(jangka waktu pemesanan sampai bahan diterima) dapat diketahui atau
diprediksi dengan baik dan tepat.
3. Biaya pembelian per unit tidak terpengaruh/terhubung oleh jumlah
yang dipesan.
29
2.4.3 Biaya Yang Terkait Dalam Perhitungan EOQ
Tidak semua biaya-biaya persediaan dilibatkan dalam perhitungan metode
Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Agus (2001:447), dalam model klasik
seperti EOQ hanya memperhitungkan 2 (dua) biaya, yaitu:
1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs)
Biaya pemesanan adalah semua biaya yang berkaitan dengan adanya
pemesanan, meliputi gaji petugas terkait dan biaya-biaya sejak dilakukan
pemesanan hingga pesanan tersebut sampai di gudang. (Agus,2001:446)
Adapun untuk perhitungan total biaya pemesanan per tahun dapat
menggunakan rumus menurut Agus Ristono (2009:35) sebagai berikut :
Dimana , A = biaya pesan/setiap kali pesan
D = jumlah permintaan
Q = kuantitas pemesanan
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Costs)
Biaya Penyimpanan (Carrying Costs) adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk menyimpan persediaan selama periode tertentu (Agus,
2001:446). Biaya penyimpanan ini meliputi gaji yang terkait, biaya penyusutan
gudang, biaya pemeliharaan dan lain-lain.
Total biaya penyimpanan per tahun ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus menurut Agus Ristono (2009:35) sebagai berikut :
Total Biaya Pemesanan = A. [ ]
30
Adapun perhitungan total biaya persediaan dapat menggunakan rumus menurut
Handono (2009:143) sebagai berikut:
Biaya Total Persediaan = Total Biaya Pemesanan + Total Biaya Penyimpanan
Biaya Total Persediaan = OC + CC
Dimana, OC = Ordering Cost (Biaya Pemesanan)
CC = Carrying Cost (Biaya Penyimpanan)
2.4.4 Penentuan Kuantitas Pesanan yang Ekonomis
Banyaknya faktor yang mempengaruhi persediaan akan menimbulkan
pemikiran untuk menentukan suatu pembelian persediaan yang optimal, dari
pemikiran tersebut, lahirlah suatu perhitungan.
Penentuan Kuantitas Pesanan yang Ekonomis dengan rumus menurut Agus
Ristono (2009:43) sebagai berikut:
Dimana,
EOQ = Kuantitas pesanan yang ekonomis
A = Ongkos pesan/setiap kali pesan
D = Jumlah permintaan
h = Ongkos simpan per unit/satuan waktu
Total Biaya Penyimpanan = h. [ ]
EOQ =
31
2.5 Frekuensi Pemesanan
Setelah diperoleh kuantitas pesanan yang ekonomis atau hasil dari EOQ,
maka dapat diketahui frekuensi pemesanan. Menurut Agus (2009:43), frekuensi
dapat dicari dengan menggunakan rumus f = 𝐷𝑄
. Dimana, D = Jumlah permintaan
setahun dan Q = kuantitas pemesanan setelah diterapkan metode EOQ.
2.6 Reorder Point
Setelah jumlah persediaan bahan baku yang akan dibeli secara optimal
telah ditentukan, selanjutnya perlu diketahui kapan perusahaan harus memesan
kembali persediaaan. Pengkajian secara cermat akan faktor-faktor yang
menentukan dalam pengelolaan persediaan bahan baku itu sendiri perlu dilakukan.
Titik pada saat perusahaan harus memesan kembali agar kedatangan bahan baku
yang dipesan tepat pada saat persediaan bahan diatas safety stock atau sama
dengan nol disebut dengan Re-order Point (Sutrisno,2007:88). Pemesanan
kembali harus dapat diperhitungkan untuk menjaga kelancaran proses operasi
perusahaan.
Terdapat tiga faktor yang sangat mempengaruhi pemesanan kembali,
yaitu:
a. Lead Time, yaitu waktu yang diperlukan saat bahan baku tersebut dipesan
hingga bahan baku tersebut diterima. Selama lead time harus
diperhitungkan berapa bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan
32
agar tidak terjadi kekurangan bahan baku pada saat melakukan proses
produksi.
b. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata per satuan waktu tertentu.
c. Persediaan pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan bahan baku
minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk menjaga
kemungkinan terlambatnya kedatangan bahan baku yang telah dipesan.
Untuk perhitungan titik pesan ulang (Re-Order Point) menggunakan pendekatan
matematis menurut Agus (2009:44), dengan rumus sebagai berikut:
1. Tanpa Kebijakan Safety Stock
2. Dengan Kebijakan Safety Stock
Keterangan : EOQ = Kuantitas pemesanan yang ekonomis
Lama Perputaran Produksi = Hari efektif kerja perusahaan dalam satu tahun
Lead Time = Tenggang waktu antara pemesanan dan
penerimaan barang
Safety Stock = Persediaan pengaman (menurut kebijakan
perusahaan)
ROP = [ X Lead Time ] + Safety Stock
ROP = X Lead Time