Upload
lethu
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap,
dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi dengan penyerapanya.
Proses perlekatan dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan, atau cairan lain
[16].
Peristiwa adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya
penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fase.
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisis (physical adsorption) dan
adsorpsi kimia (chemical adsoption). Secara umum adsorpsi fisis mempunyai
gaya intermolekular yang relatif lemah, sedangkan pada adsorpsi kimia terjadi
pembentukan ikatan kimia antara molekul adsorbat dengan molekul yang terikat
pada permukaan adsorben [17].
2.1.1 Mekanisme Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika padatan atau molekul gas atau cair
dikontakkan dengan molekul-molekul adsorbat maka didalamnya terdapat gaya
kohesif atau gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang bekerja diantara
molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak seimbang menyebabkan
perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid / fluida. Molekul
fluida yang diserap tetapi tidak terakumulasi/melekat ke permukaan adsorben
disebut adsorptif sedangkan yang terakumulasi/ melekat disebut adsorbat [18].
Universitas Sumatera Utara
6
Gambar 2.1 Adsorpsi dan desorpsi [18]
2.1.2 Gaya Van Der Waals
Gaya van der waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah
akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen).
Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran ikatan dalam molekulnya,
sedangkan kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekulnya terinduksi oleh
partikel lain yang bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara
spontan. Akibat adanya gaya- gaya yang bekerja antara adsorbat dan adsorben
menyebabkan proses adsorpsi dapat terjadi. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat
dan bersifat reversible. Adsorbat yang terikat secara lemah pada permukaan
adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lain [19].
2.1.3 Gaya Elekrostatik
Gaya elekrostatik merupakan gaya yang diperankan oleh ion antara adsorbat
dan permukaan adsorben. Ion akan terkonsentrasi dipermukaan adsorben sebagai
hasil tarikan elektrostatik ke tempat ion yang bermuatan berlawanan [20].
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi dan Mengendalikan Adsorpsi
Adsorpsi berjalan spontan jika energi bebasnya, ∆Gads berharga negatif
∆Gads=∆Gnon electro+∆Gelectro …. (1)
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi :
1. Tekanan (P), Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan
tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah zat yang diadsorpsi
2. Sifat Bahan Larutan dan Temperatur , Dalam hal ini faktor yang
mempengaruhi adalah kebasaan (pH) dan senyawa ionik dimana pH menentukan
kontak permukaan dengan adsorbent dan senyawa ionik menentukan dissosiasi
antara senyawa elektrolit sedangkan temperatur yang dimaksud adalah temperatur
adsorbat. Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang
teradsorpsi demikian juga peristiwa sebaliknya.
3. Interaksi Potensial (E), Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding
adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.
4. Karateristik adsorben dan karakteristik bahan yang akan dijerap. Sifat dari
adsorben yang biasanya cenderung mempengaruhi proses adsorpsi adalah bentuk
pori, permukaan kimia dan isi dari bahan yang akan dijerap. Proses penjerapan
bergantung pada kemampuannya menerima (accesbility) molekul organik yang
masuk kedalam permukaan adsorben yang bergantung kepada ukuran mereka.
Karakter yang diperhatikan dari bahan yang akan diserap meliputi ukuran
molekul, kelarutan, sifat koligatif (pKa ), dan komposisi penyusunnya jika bahan
tersebut adalah senyawa aromatik. Ukuran molekul mengendalikan penjerapan,
kelarutan berpengaruh kepada interaksi hydrophobic. Sifat koligatif (pKa)
mempengaruhi dissosiasi jika larutannya elektrolit. Sedangkan komposisi
penyusunnya berupa cincin aromatik akan bereaksi dengan adsorben [21].
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.5 Adsorpsi Isoterm
Beberapa model adsorpsi isotherm :
1. Model Isoterm Freundlich
Model Isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa adsorpsi terjadi
secara fisika. Model Isoterm Freundlich merupakan persamaan empirik, yang
dinyatakan dengan persamaan :
…
(2)
dengan kF dan n merupakan konstanta Freundlich kF dan n merupakan fungsi suhu
dengan persamaan :
…(3)
… (4)
dengan , , dan kf0 adalah konstanta
2. Model Isoterm Langmuir
Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu
kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan
desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir adalah :
a. Adsorpsi terjadi secara kimia.
b. Adsorben merupakan sistem dengan tingkat energi homogen sehingga afinitas
molekul terjerap sama untuk tiap lokasi.
c. Adsorbat yang terjerap membentuk lapisan tunggal ( monolayer ).
d. Tidak ada interaksi antar molekul yang terjerap.
e. Molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah- pindah.
Isoterm Langmuir dinyatakan dengan persamaan :
…(5)
Parameter qmaks menunjukan kapasitas maksimum adsorben, dan parameter b yang
disebut konstanta afinitas menunjukan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada
permukaan adsorben. Parameter b merupakan fungsi suhu dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
9
…(6)
dengan b∞ dan b0 adalah konstanta.
[22].
2.2 Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika adalah suatu perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan
untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan kimia atau
mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga mengalami perubahan sifat
secara fisika yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap
daya adsorpsi. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas
diameter pori dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru [14].
Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air (H2O),
gas karbondioksida (CO2), oksigen (O2), dan nitrogen (N2). Gas-gas tersebut
berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada adsorben
sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah
menguap dan membuang produksi pengotor pada adsorben. Dasar metode aktivasi
terdiri dari perawatan dengan gas pengoksidasi pada temperatur tinggi. Proses
aktivasi menghasilkan CO2 yang tersebar dalam permukaan adsorben karena
adanya reaksi antara adsorben dengan zat adsorben [15].
2.3 Aktivasi Kimia
Metode ini dilakukan dengan merendam bahan baku pada bahan kimia seperti
H3PO4, ZnCl2, HCl, H2SO4, CaCl2, K2S, NaCl, dan lain-lain [29]. Unsur-unsur
mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan tersebut akan meresap ke
dalam arang dan membuka permukaan yang semula tertutup oleh komponen
kimia sehingga volume dan diameter pori bertambah besar. Masing-masing jenis
aktifator akan memberikan efek/pengaruh yang berbeda beda terhadap luas
permukaan maupun volume pori-pori karbon aktif yang dihasilkan [27].
Universitas Sumatera Utara
10
2.4 Proses Kalsinasi Adsorben Cangkang Kerang
2.4.1Proses Kalsinasi
Proses kalsinasi untuk mengubah kalsium menjadi adsorben biasanya
dilakukan dengan suhu tinggi. Reaksi kimia untuk cangkang kerang digambarkan
sebagai berikut
CaCO3 CaO+CO2, ∆ H= 178 kJ/mol …(9)
CaO+CO2 CaCO3, ∆ H= -178 kJ/mol …(10)
Kalsinasi digambarkan dengan 5 tahapan proses yang terlibat yaitu :
1. Perpindahan panas dari daerah sekitar ke permukaan luar partikel,
2. Perpindahaan panas dari daerah luar sampel kedalam permukaan sampel
3. Perpindahaan panas adsorpsi dan penguraian secara thermal
4. Difusi yang dibentuk dari gas CO2 dari dalam pori dari calcium oxide (CaO)
5. Difusi CO2 menuju sekitar [5].
2.4.2 Residence Time
Residence Time menentukan keefektifan proses kalsinasi yang berlangsung.
Diinginkan terjadi keseimbangan antara temperatur dan residence time. Sering
sekali kalsinasi dilakukan pada suhu yang tinggi dan residence time yang singkat
ataupun dengan residence time yang singkat dan suhu yang rendah. Residence
time yang singkat memungkinkan untuk tidak mengubah CaCO3 seluruhnya,
residence time yang lama menyebabkan pengurangan (shrinkage) volume sampel
yang menyebabkan penutupan pori dan tidak masuknya gas CO2 [5].
2.5 Adsorben
2.5.1 Pengertian adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu
dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan – bahan yang sangat
berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding – dinding pori atau pada
letak – letak tertentu didalam partikel [37].
Universitas Sumatera Utara
11
2.5.2 Jenis-jenis adsorben berdasarkan luas permukaan
Beberapa jenis adsorben berdasarkan luas permukaan, antara lain:
1. Activated Carbon merupakan bahan microcrystalline yang dibuat dengan
cara penguraian termal dari kayu, tumbuhan, cangkang, batubara, dsb.
Mempunyai luas area 300-1200 m2/g dengan diameter pori rata-rata 10
sampai 60 A.
2. Silica Gel dibuat dari sodium silicate dengan luas permukaan 600-800 m2/g
dengan diameter pori rata-rata 20-50 A
3. Activated Alumina mempunyai luas permukaan 200-500 m2/g dengan pori
rata-rata 20-140 A.
4. Molecular Sieve Zeolite digunakan untuk memisahkan hidrokarbon dan
campurannya. Memiliki ukuran pori 3-10 A.
5. Synthetic Polymers or resins digunakan untuk menjerap senyawa organik
non polar.
[23].
2.5.3 Standard kualitas arang aktif SNI 06-3730-1995
Berikut adalah tabel standard kualitas arang aktif
Tabel 2.1 Standard Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-1995 [48]
Uraian Syarat Kualitas
Kadar Air (%) Maks. 15
Kadar Abu (%) Maks. 10
Daya Serap Iodin (mg/g) Min. 750
Daya Serap Terhadap Metilen Biru (mg/g) Min 120
2.5.4 Syarat-syarat adsorbent yang baik,
Adapun syarat – syarat adsorben yang baik antara lain:
1. Mempunyai daya serap yang tinggi
2. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar
3. Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi
Universitas Sumatera Utara
12
4. Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan
dimurnikan
6. Tidak beracun
7. Tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau
8. Mudah didapat dan harganya murah [24]
2.6 Kerang (Bivalvia)
Bivalvia adalah kelas kedua dalam filum mollusca. Bivalvia memiliki ciri
khas yaitu cangkangnya selalu tertutup. Cangkangnya dibagi dalam dua bagian
yaitu engsel pada bagian punggung yang elastic dan chitin eksternal maupun
internal. Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-
kerangan, memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang).
Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam
kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping,
tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.
Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau
sungai banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini digunakan untuk membuat
cangkoknya. Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve = kutub) yang
dihubungkan oleh semacam engsel, sehingga disebut Bivalvia. Kelas ini
mempunyai dua cangkok yang dapat membuka dan menutup dengan
menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya. Cangkok ini berfungsi untuk
melindungi tubuh. Cangkok di bagian dorsal tebal dan di bagian ventral tipis.
Kepalanya tidak nampak dan kakinya berotot. Fungsi kaki untuk merayap dan
menggali lumpur atau pasir.
Cangkok ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a. Periostrakum adalah lapisan terluar dari zat kitin yang berfungsi sebagai
pelindung.
b. Lapisan prismatik tersusun dari kristal – kristal kapur berbentuk prisma.
c. Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari
lapisan kalsit ( Karbonat ) yang tipis dan paralel [25].
Moluska merupakan komoditas perikanan yang potensial sebagai kandidat
sumber senyawa bioaktif untuk berbagai keperluan [26].
Universitas Sumatera Utara
13
2.6.1 Jenis- Jenis Kerang
Beberapa jenis kerang sebagai berikut :
2.6.1.1 Kerang Hijau (Mythilus Viridis)
Gambar 2.2 Cangkang Bagian Luar dan Dalam Kerang Hijau[28]
Kerang hijau (Perna viridis) termasuk binatang lunak (Moluska) yang hidup
di laut terutama pada daerah litoral, memiliki sepasang cangkang (bivalvia),
berwama hijau agak kebiruan. Insangnya berlapis-lapis (Lamelii branchia) dan
berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah
"suspension feeder", dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki
dan benang "byssus", hidup dengan baik pada perairan dengan kisaran kedalaman
1 m sampai 7 m. Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai "green
mussels" adalah jenis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tersebar luas di
perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada perairan pesisir, daerah
mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada
bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol
dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada benda-benda
keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras. Bentuk cangkang
kerang hijau agak meruncing pada bagian belakang, berbentuk pipih pada bagian
tepi serta dilapisi periostrakum pada bagian tengah cangkang. Pada fase juvenil,
cangkang berwarna hijau cerah dan pada fase dewasa warna mulai memudar dan
menjadi coklat dengan tepi cangkang berwarna hijau. Sedangkan pada bagian
dalam cangkang berwarna hijau kebiruan. Memiliki garis ventral cangkang yang
agak cekung dan keras serta memiliki ligamen yang menghubungkan kedua
cangkang kanan dan kiri [28].
Universitas Sumatera Utara
14
2.6.1.2 Kerang Bulu (Anadara antiquata)
Gambar 2.3 Cangkang Kerang Bulu [30]
Kerang bulu merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam filum
Moluska dan kelas Bivalvia. Ciri khas dari kerang bulu ini adalah mulutnya yang
terdiri atas palpus-palpus dan melimpah pada substrat berlumpur. Kerang bulu
mempunyai 2 keping cangkang yang tebal. Cangkang sebelah kiri saling menutup
dengan cangkang sebelah kanan. Setiap cangkang mempunyai 20-21 lingkaran
kehidupan dan setiap lingkaran kehidupan dimulai pada bagian ventral sampai
bagian dorsal serta mempunyai duri-duri kecil dan pendek.
Kerang dari famili Arcidae mempunyai cangkang yang berbentuk hampir
bulat. Lapisan periostrakum yang menutupi bagian luar cangkang berwarna coklat
kehitaman [30].
2.6.1.3 Kerang Darah (Anadara Granosa)
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang
berpotensi dan bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber
protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di
bawah permukaan lumpur, ciri-ciri dari kerang darah adalah mempunyai dua
keping cangkang yang tebal, ellips, dan kedua sisi sama. Cangkang berwarna
putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat
kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm [31]
Universitas Sumatera Utara
15
2.6.1.4 Komposisi Kimia Cangkang Kerang
Berikut adalah tabel komposisi kimia cangkang kerang
Tabel 2.2 komposisi kimia cangkang kerang [5]
Komponen Komposisi %
Ca+C 98,77
Mg 0,0476
Na 0,9192
P 0,0183
K 0,0398
Lain-lain 0,1981
2.6.1.5 Konsumsi Kerang
Kerang / siput merupakan salah satu jenis ikan yang tercantum dalam daftar
Survei Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS). Melalui data SUSENAS, dapat
dilakukan penghitungan konsumsi pangan, termasuk diantaranya kelompok
pangan dari ikan. Jumlah ikan yang tercakup dalam data SUSENAS berjumlah 32
jenis. Data SUSENAS mampu menggambarkan konsumsi pangan secara riil yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan pendekatan pengeluaran pangan.
Hasil perhitungan SUSENAS 2009 menunjukkan bahwa penyerapan pasar
untuk komoditas kerang / siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton
dengan konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita. Selama periode tahun 2006 – 2009,
tingkat konsumsi tahun 2009 merupakan tingkat konsumsi yang terendah.
Sedangkan tahun 2007 merupakan tingkat konsumsi kerang/siput tertinggi yaitu
mencapai 0,25 kg/kapita. Dari perkembangan tingkat konsumsi tersebut, rata-rata
pertumbuhan untuk konsumsi kerang/ siput adalah 16,06%. Perkembangan
konsumsi kerang/siput tahun 2006 – 2009 tersaji dalam Gambar 2.4 dibawah.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.4 Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006 – 2009
Gambar 2.4 Data Perkembangan Konsumsi Kerang Siput Tahun 2006-2009 [47]
Gambaran tingkat konsumsi dan besarnya serapan pasar kerang / siput menurut
provinsi berdasarkan data SUSENAS 2008 tersaji dalam Gambar 2.5 dibawah.
Gambar 2.5 Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006 – 2009[47]
Sehingga dari tabel diatas penggunaan cangkang kerang sebagai bahan
dasar adsorben sangat berpotensi.
2.7 Pencemaran Lingkungan
Indonesia pada saat ini memiliki masalah mengenai pencemaran lingkungan
terutama pencemaran lingkungan perairan antara lain oleh air limbah, baik limbah
industri, pertanian maupun limbah rumah tangga. Dari semua sumber pencemar
lingkungan, pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga menempati
Universitas Sumatera Utara
17
urutan pertama (40%) diikuti kemudian oleh limbah industri (30%) dan sisanya
limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya [32].
Pencemar organik dari limbah industri mengancam kesehatan manusia dan
lingkungan secara serius dan telah diakui sebagai isu penting yang berkembang
dalam beberapa tahun terakhir. Pencemaran fenol adalah masalah serius di banyak
negara. Sumber utama limbah fenol adalah minyak bumi kilang, petrokimia,
pabrik baja, pabrik kokas oven, gas batubara, resin, farmasi, cat, kayu lapis dan
tambang. Limbah fenol menyebabkan bau karbol untuk air sungai dan juga racun
bagi ikan dan manusia. Konsentrasi senyawa fenol dalam air limbah dari pabrik
resin biasanya berkisar 12-300 mg/L. Air limbah dengan konsentrasi tertinggi
fenol (>1000 mg/L) biasanya dihasilkan dari pengolahan kokas. Pembuangan
limbah fenol ke saluran air mempengaruhi kesehatan manusia serta flora dan
fauna. Mengkonsumsi sejumlah kecil fenol ( 5 ppm ) oleh manusia dapat
menyebabkan mual, muntah, kelumpuhan, koma, kehijauan atau berasap urine
berwarna dan bahkan kematian akibat kegagalan pernapasan atau serangan
jantung [2].
Fenol merupakan asam karbolat yang sering digunakan sebagai desinfektan.
Banyak senyawa fenol dan turunannya yang digunakan sebagai desinfektan,
seperti kresol, fenilfenol dan hesaklorofen. Jika kandungan fenol dalam limbah
cair konsentrasinya tinggi dapat menyebabkan gangguan pada badan air dan
menjadi toksik bagi mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah. Fenol
bersifat karsinogen dan korosif pada tubuh manusia. Untuk menentukan
keefektifan sistem pengolahan limbah cair sebelum dibuang dari bak pengolahan,
konsentrasi standar maksimum fenol berdasarkan keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1991 bagi kegiatan yang sudah
beroperasi yaitu sebesar 0,01 sampai 2,00 mg/L [33].
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada, harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup. Jadi, jika unsur-unsur pencemar dalam suatu lingkungan sudah
melewati batas baku mutu yang ditetapkan menurut undang-undang, maka
lingkungan tersebut dikatakan telah mengalami pencemaran. Undang-Undang No.
Universitas Sumatera Utara
18
23 tahun 1997 menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya [34].
Senyawa baku mutu limbah cair ditampilkan pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair [34]
Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi yang
sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi secara garis besar
air limbah terdiri dari air dan padatan, dimana padatan terdiri dari zat organik
yang berupa karbohidrat, lemak, dan protein serta zat anorganik yang berupa
garam-garam, logam-logam dan butiran seperti diperlihatkan pada gambar 2.6
Gambar 2.6 Skema Pengelompokan Bahan Yang Terkandung Dalam Air Buangan
Secara Umum[35]
Oleh karena itu, pengolahan limbah fenol menjadi semakin penting karena
merupakan unsur pencemaran yang sangat potensial bagi lingkungan air. Unsur
Universitas Sumatera Utara
19
tersebut dapat membahayakan baik terhadap manusia maupun kehidupan biota
air [35].
2.8 ANALISIS EKONOMI
Sumber bahan baku (cangkang kerang) tersedia cukup banyak. Hal ini
terlihat dari hasil perhitungan SUSENAS 2009 menunjukkan bahwa penyerapan
pasar untuk komoditas kerang/ siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton
dengan konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita. Dari perkembangan tingkat konsumsi
tersebut, rata-rata pertumbuhan untuk konsumsi kerang/ siput adalah 16,06% [47].
Kerang bulu merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam filum
Moluska dan kelas Bivalvia. Ciri khas dari kerang bulu ini adalah mulutnya yang
terdiri atas palpus-palpus dan melimpah pada substrat berlumpur [30]. Dimana
cangkang kerang mengandung senyawa kalsium karbonat (CaCO3) 95,99 %, silica
dioksida (SiO2) 0,69%, magnesium oksida (MgO) 0,64%, natrium oksida (Na2O)
0,98% dan sulfit (SO3) 0,72% [11]. CaCO3 yang mengalami proses kalsinasi akan
menghasilkan kalsit (CaO). Kalsit inilah yang berfungsi sebagai adsorben pada
penjerapan fenol [12]. Dari penelitian ini diharapkan limbah cangkang kerang
bulu dapat dimanfaatkan sebagai adsorben alternatif dalam pengolahan limbah
fenol.
Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi adsorben dari limbah
cangkang kerang bulu. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi
ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui
harga bahan baku yang digunakan dalam produksi, biaya kebutuhan listrik dan
harga jual adsorben. Perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.4 dan
2.5 dibawah ini:
Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Bahan Baku
No. Biaya bahan baku Harga (Rp) Satuan Biaya (Rp)
1. Cangkang Kerang
Bulu
4000 1 kg 4000
Total Rp. 4.000
Tabel 2.6 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik
No. Alat Harga/ kWh Kebutuhan
(kW)
Waktu
(jam) Biaya (Rp)
1. Ball mill Rp.1.112 0,18 3 600,48
2. Furnace Rp.1.112 0,8 4 3.558,40
Total Rp. 4.158,88
Universitas Sumatera Utara
20
- Total biaya produksi =Biaya pembelian bahan baku +
kebutuhan listrik
= Rp. 4.000 + Rp. 4.158,88
= Rp 8.158,88/ kg
- Harga jual adsorben dari cangkang kerang bulu
= Rp 8.158,88/kg
Sehingga dapat diestimasi harga jual adsorben cangkang kerang seharga Rp.
8.158,88/ kg.
Sedangkan harga jual adsorben dipasaran sebagai berikut.
Berikut merupakan harga masing-masing jenis adsorben di pasaran [51] :
1. Karbon Aktif Lokal = Rp 15.000/kg
2. Karbon Aktif Haycarb = Rp 40.000/kg
3. Manganese = Rp 11.000/kg
4. Silika (Pasir Kuarsa) = Rp 3.000/kg
5. Zeolit = Rp 7.000/kg
6. Pasir Aktif = Rp 11.000/kg
Berdasarkan penelitian Deni [6], proses adsorpsi fenol oleh zeolite dimana 1
liter larutan fenol 100 ppm dibutuhkan 1 gram adsorben. Jadi, pada skala industri
dengan 1000 liter larutan fenol 100 ppm dibutuhkan 1 kg adsorben.
Sebagai perbandingan, maka diambil contoh perhitungan estimasi biaya
bahan baku adsorben zeolit sebagai berikut :
Zeolit = 1 kg x Rp 7.000,00 = Rp 7.000,00
Jika dibandingkan harga jual zeolit di pasaran, harga jual adsorben dari
proses ini lebih mahal dengan selisih biaya sebesar Rp 1.158,00. Namun
pembuatan adsorben dari cangkang kerang bulu layak dipertimbangkan,
mengingat dengan proses ini dapat mengurangi limbah cangkang kerang bulu dan
dapat menghasilkan adsorben alternatif sebagai penjerap fenol.
Universitas Sumatera Utara