Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan tongkol merupakan ikan perenang cepat, hidupnya bergerombol dan
tergolong ikan karnivora yang biasanya memakan udang, teri, dan cumi. Memiliki
ciri-ciri morfologi bentuk tubuh memanjang, ukuran tubuh sedang, mempunyai dua
sirip punggung besar, jarak sirip pertama dan kedua sekitar 6-9 cm dan antara jarak
sirip kedua ke ekor terdapat tambahan sirip kecil berjumlah 8-10. Tubuh bagian
punggung dan bagian sisi badan berwarna gelap, bagian perut berwarna putih
keperakan. Ikan tongkol memiliki kandungan zat gizi diantaranya air 69,40%;
lemak 1,50%; protein 25,00%; abu 2,25%; dan karbohidrat 0,03% (Sanger, 2010).
Klasifikasi ikan tongkol dapat digolongkan sebagai berikut:
Phylum : Animalia
Sub Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Peerchomorphi
Sub Ordo : Scombrina
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
Gambar 2.1 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
(Sumber: Chodrijah, et al.,, 2013)
9
2.1.2 Habitat Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Habitat adalah tempat dimana suatu organisme tinggal dan berkembang
biak untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan tongkol hidup di lapisan permukaan
sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan
menyenangi perairan panas. Menurut Kurniawati (2014) penyebaran ikan tongkol
yaitu pada perairan pantai dan oseanik. Kondisi oseanografi yang mempengaruhi
persebaran ikan tongkol yaitu ketersediaan makanan, oksigen terlarut, kecepatan
arus, kadar garam terlarut dalam air, dan suhu. Ikan tongkol tersebar secara teratur
di perairan Samudra Hindia pada daerah tropis dan sub tropis (Adji, 2008).
2.1.3 Penyebab Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Susiwi (2009), penyebab kerusakan bahan pangan dibagi
menjadi beberapa jenis kerusakan, yaitu: kerusakan mikrobiologis, kerusakan
mekanis, kerusakan fisik, kerusakan biologis, dan kerusakan kimia. Biasanya
kualitas ikan menurun dapat terlihat dengan tanda-tanda yang muncul, seperti
tekstur tubuh ikan yang lembek, berlendir, mengeluarkan bau busuk dan tengik.
Ikan rentan sekali mengalami pembusukan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Aktifitas enzim-enzim yang terkandung dalam daging ikan
b. Kerusakan-kerusakan fisik yang disebabkan oleh kecorobohan dalam
penanganan, misalnya tergores, jatuh yang akhirnya melukai tubuh ikan.
c. Kerusakan-kerusakan biologis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, serangga,
dan hewan besar lainnya
Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
2.2.1 Definisi dan Kandungan Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Bambu petung atau betung (Dendrocalamus asper) merupakan tumbuhan
yang termasuk kedalam jenis rumputan-rumputan yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk membuat kerajianan seperti perabot rumah tangga, bahan
bangunan, mebel, dan tunasnya (rebung) dapat dijadikan sebagai lauk makanan.
Habitat tumbuh bambu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Didalam bambu
petung terkandung komponen kimia seperti: selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat
10
ekstraktif. Komposisi kimia bambu menurut Husnil (2009) dalam (Prajaka et al.,
2017) menyatakan bahwa bambu memiliki sifat kimia yang tersusun dari 50-70%
holoselulosa, 30% pentose, dan 20-25% lignin
2.2.2 Klasifikasi Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Bambu petung (Dendrocalamus asper) merupakan salah satu jenis bambu
yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena bentuknya yang besar dan kuat
untuk membuat kerajinan seperti meubel, gazebo, jembatan dan lain sebagainya.
Adapun gambar bambu petung (Dendrocalamus asper) seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bambu petung (Dendrocalamus asper)
(Sumber: Bambubos.com)
Berikut ini adalah klasifikasi taksonomi bambu petung (Kemenhut, 2012):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus asper (Schult. f.)
11
2.2.3 Morfologi Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Bambu petung atau betung merupakan jenis bambu yang memiliki
morfologi berdiameter besar, tegak, keras, kuat, lurus, panjang. Sehingga bagus
untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Tunasnya atau rebung juga biasa
dijadikan bahan makanan. Menurut Sulastiningsih et al (2005) dalam (Arsad, 2015)
mengemukakan bahwa bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai
daur yang relatif pendek yaitu 3-4 tahun sudah bisa dipanen. Adapun faktor-faktor
lingkungan yang berkaitan dengan syarat tumbuh bambu yaitu: 1) tanah dengan pH
5,6 – 6,5. 2) ketinggian tempat 0 -2000 mdpl, 3) suhu 8,8 – 26 °C, curah hujan
tahunan minimal 1.020 mm, sedangkan kelembaban 80% (Dephut, 1992) dalam
(Yani, 2012).
Pengawet Makanan
Pengawet (Preservative) merupakan bahan tambahan yang berfungsi
menghambat atau mencegah penguraian, pengasaman, fermentasi, dan perusakan
lainnya pada bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013).
Pengawetan bahan pangan sangat penting dilakukan untuk keberlangsungan
kebutuhan persediaan pangan dimasa yang akan datang. Bahan pengawet makanan
memiliki syarat sebagai berikut: dapat memperpanjang umur simpan makanan,
mempunyai sifat sebagai antimikroba, aman dalam dosis yang ditentukan,
ekonomis, tidak menurukan kualitas secara organoleptik, tidak bersifat toksik,
mudah dilakukan pengujian secara kimia, mudah dilarutkan, tidak mengganggu
aktivitas pencernaan (Afrianti, 2010).
Pemakaian bahan pengawet makanan diatur dalam peraturan Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang
bahan tambahan makanan yang dilarang penggunaannya pada makanan, seperti:
1) Formalin, 2) Kalium1Bromat, 3) Nitrofurazon, 4) Minyak1Nabati1yang1di1bro
minasi, 5) Dietilpirokarbonat, 6) Asam1Salsilat1dan garamnya, 7) Asam Borat dan
senyawanya, 8) Dulsin, 9) Kalium Klorat, 10) Kloramfenikol. Sedangkan, bahan
pengawet yang diizinkan digunakan untuk pangan terdapat dalam Permenkes
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, yaitu 1) Natrium
12
benzoate, 2) Kalium sulfit, 3) Kalium nitrat, 4) Kalium benzoate, 5) Kalium sorbat,
6) Kaliun nitrit, 7) Kalsium sorbat, 8) Kalsium propionate, 9) Kalsium benzoate,
10) Kalium bisulfit, 11) Kalium propionate, 12) Asam benzoate, 13) Asam sorbat,
14) Asam propionate, 15) Kalium Metabisulfit, 16) Metil p-Hidroksi benzoate, 17)
Belerang oksida, 18) Natrium nitrit, 19) Natrium sulfit, 20) Natrium bisulfit, 21)
Natrium propionate, 22) Natrium nitrat, 23) Etip p-Hidroksida benzoate, 24) Propil
p-hidroksi benzoate, 25) Natrium metabisulfit, 26) Nisin.
Asap Cair
2.4.1 Definisi Asap Cair
Asap cair merupakan hasil pembakaran secara langsung maupun tidak
langsung (pirolisis) yang kemudian dikondensasikan, dari bahan yang mengandung
senyawa lignin, hemiselulosa, selulosa dan senyawa karbon lainnya (Ridolf et al.,
2018). Jenis bahan dan karakteristik kandungan kimia bahan yang digunakan
mempengaruhi variasi kandungan komponen kimia asap cair (Wibowo, 2012).
Asap cair bisa dihasilkan dari berbagai limbah pertanian, seperti: tempurung kelapa,
cangkang pala, kawul kayu, termasuk sisa-sisa potongan bambu petung dan lain
sebagainya. Proses pembuatan asap cair menggunakan bahan bambu petung yang
merupakan sisa potongan pembuatan kerajinan anyaman, furniture bangunan yang
ditemukan. Didalam asap cair bambu petung terdapat kandungan seperti fenol yang
berperan dapat mengawetkan mengawetkan makanan secara alami.
Menurut Ridolf et al (2018) komponen-komponen penyusun asap cair,
meliputi:
a. Senyawa-senyawa fenol. Senyawa Fenol merupakan senyawa antioksidan
yang terdapat pada asap cair sehingga dapat memperpanjang masa simpan
produk asapan. fenol juga dapat memberikan cita rasa dan warna yang khas
pada produk yang dihasilkan. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu
antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam
produk asapan adalah guaiakol, dan siringol;
b. Senyawa-senyawa Karbonil. Senyawa-senyawa Karbonil dalam asap cair
memiliki peranan pada pewarnaan dan cita rasa produk asapan; dan
13
c. Senyawa-senyawa asam. Nilai pH merupakan salah satu sifat kimia yang
menentukan kualitas asap cair yang dihasilkan. Nilai pH rendah berarti asap
yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam hal penggunaannya sebagai
bahan pengawet makanan. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan
berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat
organoleptiknya. Selain bebas dari senyawa berbahaya, asap cair yang
digunakan sebagai pengawet bahan pangan harus memiliki flavor yang dapat
di terima konsumen.
2.4.2 Macam-macam Asap Cair dan Manfaatnya
Asap cair dalam pengaplikasiaannya dibedakan menjadi 3 grade
berdasarkan kualitasnya, yaitu:
a. Asap cair grade 3 kualitasnya paling rendah dan sangat tidak disarankan untuk
pengawet makanan, karena masih memiliki kandungan asap berbahaya seperti
tar yang memiliki sifat karsinogenik, biasa dimanfaatkan sebagai pestisida
tanaman, pengawet kayu, anti rayap dan penghilang bau pada pengolahan
karet. Warna asap cair ini hitam pekat dan berbau menyengat asap.
b. Asap cair grade 2 berwarna cokelat bening dan sudah bisa diterapkan pada
makanan biasa dipakai sebagai pengawet olahan asap (ikan asap, daging asap)
sebagai pengganti formalin untuk tahan terhadap mikroba.
c. Asap cair grade 1 yang merupakan asap cair dengan kualitas paling baik, biasa
diterapkan pada makanan olahan mie, tahu, bakso. Asap cair ini sudah
mengalami proses pemisahan zat-zat berbahaya sehingga aman sebagai bahan
pengawet makanan melalui alat destilasi dengan Zeolit Aktif.
2.4.3 Kandungan Asap Cair Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Asap cair bambu petung merupakan hasil pembakaran menggunakan alat
pirolisis yang kemudian dikondensasikan dan menghasilkan larutan asap cair yang
digunakan untuk bahan pengawet makanan, pestisida, antirayap dan lain
sebagainya. Jenis bahan dan karakteristik kandungan kimia bahan yang digunakan
mempengaruhi variasi kandungan komponen kimia asap cair (Wibowo, 2012).
Komposisi kimia bambu menurut Husnil (2009) dalam (Prajaka et al., 2017)
14
menyatakan bahwa bambu memiliki sifat kimia yang tersusun dari 50-70%
holoselulosa, 30% pentose, dan 20-25% lignin. Dan berikut komposisi kimia asap
cair bambu petung perbandingan dengan komposisi kimia asap cair bambu hitam
dan bambu tutul berdasarkan hasil penelitian Komarayati & Wibowo (2015) dapat
dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan kandungan senyawa asap cair bambu
Senyawa komponen Jenis bahan
Bambu petung Bambu hitam Bambu tutul
Fenol (%) 30,62% 29,87% 30,36%
Keasaman (%) 56,39% 31,17% 23,13%
Berdasarkan Tabel 2.1 dihasilkan persentase senyawa komponen asap
cair bambu petung berdasarkan penelitian Komarayati & Wibowo (2015)
perbandingan senyawa komponen asap cair bambu petung, bambu hitam, dan
bambu tutul yang dianalisis dengan menggunakan GCMS pyrolysis, ternyata
perbandingan persentase kandungan asam dan fenol tertinggi ada pada asap cair
bambu petung. Senyawa fenol merupakan senyawa yang paling berperan karena
mempunyai sifat antimikrobial dan mampu menghambat oksidasi lemak dan itu
dimiliki juga oleh asap cair bambu petung. Dan asap cair bambu petung juga
memiliki nilai pH (3,36) yang tergolong pH rendah atau asam. Menurut Dewi et al.,
(2018) nilai pH rendah (asam) menunjukan kualitas asap cair yang dihasilkan
memiliki kualitas yang tinggi, karena berpengaruh terhadap nilai awet daya simpan
produk atau sifat organoleptiknya. Karena pada pH yang rendah mikroba atau
bakteri merugikan tidak dapat hidup dan berkembang biak dengan baik.
Uji TPC (Total Plate Count)
Total Plate Count (TPC) merupakan metode untuk mengetahui koloni
bakteri yang tumbuh pada sampel. Sampel yang sudah kontam dengan bakteri
diambil dan diencerkan lalu disebar kedalam media agar, sehingga bakteri akan
tumbuh dan berkembang biak adalah metode tuang atau total plate count (Waluyo,
2007). Menurut Waluyo (2010) banyaknya koloni bakteri dapat dihitung dengan
rumus:
15
Koloni (per ml/g) = Jumlah koloni per cawan x 1
Faktor pengenceran
Uji Sifat Organoleptik
Uji sifat organoleptik merupakan uji yang dilakukan sekolompok orang
sebagai alat atau instrumen dengan melibatkan organ inderanya untuk menilai
kualitas suatu produk. Menurut Irmayanti (2017) proses penginderaan ini meliputi
penglihatan (mata), pendengaran (pendengaran), perabaan (kulit, ujung jari),
pencicipan (lidah), dan penciuman (hidung). Orang yang bertindak menjadi anggota
penilai kualitas suatu produk makanan berdasarkan kesan subyektif dengan
prosedur sensorik tertentu disebut panelis.
Menurut Kusuma et al., (2017) beberapa syarat saat melakukan penilaian
mutu organoleptik, yaitu: lingkungan yang tenang, bersih, bebas dari pencemaran
termasuk kebisingan, dan nyaman. Ruangan laboratorium penilaian mutu
organoleptik yang representative haruslah memilki bagian persiapan (dapur), bilik
pencicip, dan ruang tunggu atau ruang diskusi. Secara keseluruhan ruang
laboratorium harus mempunyai exhaust yang cukup, suhu ruangan yang nyaman,
bebas bau (suhu 20-25 °C, kelembaban 65%), warna dinding dan sarana netral
(memantulkan sinar 45-50%), tempat uji organolpetik memenuhi persyaratan
sanitasi, penerangan 30-50 Fc, dan meja kedap air.
Setelah mencicipi sampel, agar dapat mencicipi sampel berikutnya.
Bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai penetral dari makanan berlemak yaitu
air pada suhu kamar, teh hangat, sari jeruk, sepotong apel/pear; penetral rasa seperti
unsalted crackers, roti tawar, tahu tawar. Selain itu perlu mengontrol waktu istirahat
pencicipan sampel. Menurut Kusuma et al., (2017) Hal yang harus dipersiapkan
adalah form penilaian. Form penilaian adalah lembaran yang nantinya diisi oleh
panelis terkait penilaian yang mereka berikan terhadap sampel yang dinilai. Form
penilaian ini berisikan tentang:
(1) Informasi: nama produk, nama panelis, tanggal/jam pengujian
(2) Instruksi: petunjuk/tanda-tanda instruksi pengisian kolom kode sampel
(3) Response: tanggapan panelis pada lembar deskripsi
16
Sumber Belajar Biologi
Menurut Nooryono (2009) sumber belajar pada hakekatnya adalah semua
sumber yang terdiri dari pesan, manusia, material (media software), peralatan
(hardware), teknik (metode) dan lingkungan yang digunakan secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama (kombinasi) untuk memfasilitasi terjadinya kegiatan
pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, maka
dibutuhkan pemilihan sumber belajar yang bagus. Menurut (Abdullah, 2012)
langkah – langkah dalam memilih sumber belajar sebagai berikut:
(1) Memiliki tujuan pembelajaran:
(2) Memilih isi yang dibutuhkan agar mencapai tujuan;
(3) Memilih bahan isi pembelajaran yang sesuai;
(4) Menetapkan jika memakai sumber belajar milik orang lain;
(5) Menetapkan jika membutuhkan alat pendukung ketika penyampaian isi;
(6) Menentukan alat yang digunakan sesuai kebutuhan;
(7) Menentukan teknik penyajian pesan dan memilih tempat berlangsungnya
kegiatan;
(8) Memilih semua sumber belajar yang bersifat efektif dan efisien;
(9) Mengadakan penilaian.
Adapun kriterian sumber belajar yang harus dipenuhi supaya sesuai dan tepat
dengan tujuan pembelajaran agar menciptakan suasana kelas yang efektif dan
efisien. Menurut Rachmawati (2017) kriteria dalam memilih sumber belajar antara
lain:
1) Kriteria umum
Berikut merupakan kriteria umum, terdapat empat kriteria yaitu: (1) Segi
kemudahan memperoleh, (2) Segi praktis, (3) Segi ekonomis, dan (4) Bersifat
fleksibel.
2) Kriteria khusus
Berikut merupakan kriteria khusus, terdapat tiga kriteria khusus, yaitu: (1)
Sumber belajar dapat memotivasi siswa, (2) Sumber belajar untuk tujuan
pengajaran, dan (3) Sumber belajar untuk penelitian.
17
Jenis sumber belajar menurut Lilawati (2017) secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Menyampaikan informasi berupa bentuk, ide, dan fakta
2. Manusia berperan dalam menyimpan ataupun mengolah pesan yang sudah
diproses oleh pikiran
3. Media dapat berupa media software yang dapat dipaparkan melalui penggunaan
alat yang nanti hasilnya visual
4. Alat dapat berupa hardware atau perangkat keras yang mewadahi penggunaan
software sehingga pesan dapat tersalurkan
5. Dalam penggunaan alat dan bahan, lingkungan atau suasana, dan instruktur
terdapat standar operasional yang baku berupa teknik yang sudah ditetapkan
sebelumnya
6. Latar merupakan lingkungan tempat dimana peserta didik dapat melakukan
proses pembelajaran
Segi perancangan menurut (Dewi, 2001) sumber belajar terbagi atas dua
jenis yaitu:
a. Sumber belajar yang dikembangkan sebagai sistem intruksional untuk
memberikan fasilitas sehingga proses pembelajaran dapat menjadi efisien dan
efektif;
b. Sumber belajar yang tidak di desain khusus untuk kepentingan pembelajaran
dan keberadaannya tergolong skunder, diterapkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan pembelajaran.
Adapun pemanfaatan hasil penelitian eksperiment agar dijadikan sumber
belajar harus melalui beberapa tahapan yaitu, tentang kajian proses dan identifikasi
hasil penelitian. Penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dengan melalui
beberapa syarat menurut Any (2011) diantaranya :
1. Sumber belajar harus dapat memberikan kekuatan dalam proses pembelajaran
sehingga tujuan instruksional dapat tercapai secara maksimal
2. Sumber belajar harus mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif
3. Sumber belajar haruslah mudah ditemukan, siswa dapat memacu diri sendiri,
dan dapat melatih siswa dalam belajar mandiri
18
Kerangka Konseptual
Berikut ini kerangka konseptual penelitian tentang pengawet alami ikan
tongkol Euthynnus affinis dari asap cair bambu petung Dendrocalamus asper dapat
dilihat pada Gambar 2.3:
Melimpahnya ikan tongkol
Kandungan protein dan kadar air tinggi
Ikan tongkol cepat membusuk
Berdasarkan data BPS (2018) sebesar 198,131
ton pada tahun 2017
Pengasapan tradisional
1. Polusi asap yang tebal
2. Terdapatnya senyawa
karsinogen terbentuk
yang menyebabkan
kanker
Bahan kimia berbahaya, seperti;
1. Boraks
2. formalin
ASAP CAIR
(Bambu Petung)
Memiliki Senyawa kimia, seperti:
Alkohol, fenol dan asam asetat
yang dapat menghambat
metabolisme bakteri (Wibowo,
2012).
Dibutuhkan
1. Antimikrobial alami
2. Aman dari zat
karsinogenik
3. Tidak menimbulkan
polusi
Pertumbuhan bakteri pada ikan
tongkol asap dapat terhambat
sehingga ikan dapat bertahan lebih
lama dan lebih aman di konsumsi
- Uji TPC (0, 3, dan 6 hari)
- Uji Sifat Organoleptik : warna,
rasa, dan bau
Mengandung
Mengakibatkan
Sumber Belajar Biologi
Penanganan konvensional
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Keterangan :
Pengaruh =
Sebab akibat =
19
Hipotesis
2.9.1 Terdapat pengaruh berbagai lama perendaman dalam asap cair bambu
petung (Dendrocalamus asper) terhadap kualitas ikan tongkol asap?
2.9.2 Terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas ikan tongkol asap?
2.9.3 Terdapat interaksi antara berbagai lama perendaman dalam asap cair bambu
petung (Dendrocalamus asper) dan lama penyimapanan terhadap kualitas
ikan tongkol asap?
2.9.4 Hasil penelitian pengaruh berbagai lama perendaman dalam asap cair
bambu petung (Dendrocalamus asper) dan lama penyimpanan terhadap
kualitas ikan tongkol asap dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi?