Upload
others
View
30
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kitin
Pengertian kitin
Kitin merupakan biopolymer kedua terbanyak di alam setelah selulosa dan
merupakan konstituen utama dari eksoskeleton serangga dan arthropoda lain serta
ditemukan pula pada fungi. Secara hayati, polimer polisakarida ini disintesa
sampai satu miliar ton per tahun di dunia, namun yang baru dimanfaatkan hanya
sebagian kecil saja walaupun manfaatnya didalam berbagai industri semakin
dirasakan (Angka dan Sohartono, 2002 dalam Hendarsyah, 2006).
Kitin merupakan homopolisakarida struktural yang rumus bangunnya
mengandung nitrogen.Kulit keras pada banyak insekta dan krutasea dibangun oleh
sekitar 30% polisakarida ini.Walaupun dalam bentuk kecil, kitin juga terdapat
dalam beberapa jenis lumut, jamur, dan bakteri (Sumardjo, 2008).
Struktur kimia kitin
Struktur kimia kitin adalah polimer β-N-asetil-D-glukosamina.Satuan-
satuan β-N-asetil-D-glukosamina ini dalam bentuk pinarosa. Susunan satuan β-N-
asetil-D-glukosamina dalam molekul kitin sama dengan susunan satuan β-B-
pinarosa dalam molekul selulosa. Oleh karena itu kitin disebut juga sebagai 2-N-
asetil-amino selulosa.Dua satuan β-N-asetil-D-glukosamina disebut kitobiosa
(Sumardjo, 2008).Pada gambar 1. Struktur kimia kitin, mempunyai rumus empiris
6
(C8H13O5N)n merupakan zat yang hanya larut dalam asam-asam mineral yang
pekat.
Gambar 1.Struktur Kimia Kitin (Wikipedia, 2017c).
Kitin berupa zat padat berbentuk amorf, berwarna putih, dan sangat tahan
terhadap pengaruh bakteri.Kitin larut dalam asam nitrat pekat, asam klorida pekat,
dan asam sulfat pekat.Enzim kitinase dapat mengkatalisis hidrolisis kitin.
Hidrolisis kitin secara sempurna akan menghasilkan molekul-molekul
glukosamina dan asam asetat, sedangkan hidrolisis kitin secara parsial akan
menghasilkan molekul-molekul kitobiosa (Sumardjo, 2008).
Sifat fisikokimia kitin
Kitin berbentuk padat, amorf, tidak berwarna, tidak larut dalam air, asam
encer, alkohol dan semua pelarut organik lainnya.Kitin dapat larut dalam
fluoroalkohol dan asam mineral pekat (Richards, 1951 dalam Rostinawati, 2008).
Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi dengan ikatan
hidrogen yang sangat kuat antara gugus N-H dari satu rantai dan gugus C=O dari
rantai yang berdekatan. Ikatan hidrogen menyebabkan kitin tidak dapat larut
dalam air dan membentuk formasi serabut (Cabib, 1987 dalam Rostinawati,
2008).
7
Sumber-sumber kitin
Kitin di alam dapat ditemui pada alga, nematoda, kelompok arthropoda,
crustaceae, mollusca, protozoa, dan fungi (Harmanet al, 1993).Sumber kitin
terbanyak diperoleh dari kelas crustaceae seperti udang, rajungan, dan
kepiting.Sumber kitin terdapat pula pada bagian kulit ulat hongkong (Budiutami
et al., 2012).Kandungan kitin dari beberapa spesies diantaranya pada kepiting
sebesar 60 %, udang 42-57 %, cumi-cumi 40%, dan kerang 14-35%, serta ulat
hongkong sebesar 12,8%.
Ekstraksi kitin
Ekstraksi kitin dari bahan asal seperti cangkang udang atau kepiting dapat
dilakukan dalam tiga tahap.Pertama penghilangan mineral (demineralisasi)
dengan menggunakan larutan asam klorida.Kedua, penghilangan protein
(deproteinasi) dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH).Ketiga,
penghilangan warna dapat menggunakan larutan oksidator seperti asam oksalat,
kaporit atau KMnO4 (Sahubawa dan Ustadi, 2014 dalam Astuti, 2016). Adapun
metode ekstraksinya sebagai berikut, yaitu:
1. Demineralisasi
Pada proses demineralisasi, dengan melarutkan sampel dalam
larutan asam (HCL 1 M) dengan perbandingan 1:10 (sampel:pelarut), lalu
diaduk menggunakan batang pengaduk selama 2 jam pada suhu ruang.
Hasil yang diperoleh selanjutnya disaring menggunakan penyaring
Buchner dan residu yang dihasilkan dicuci dengan menggunakan akuades
8
hingga pH netral, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24
jam dan dilanjutkan ke tahap berikut.
2. Deproteinasi
Proses deprotenisasi dilakukan dengan melarutkan sampel hasil
proses demineralisasi dalam larutan NaOH 3% dengan perbandingan 1:10
(sampel:pelarut) kemudian dipanaskan selama 2 jam pada suhu 70oC
sambil diaduk. Kemudian disaring menggunakan penyaring Buchner, dan
residunya dicuci dengan akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 80oC selama 24 jam.Bentuk akhir dari kitin bisa berbentuk
serbuk maupun serpihan (Hartatiet al, 2002).
Kitosan
Kitosan merupakan biopolymer alam, berbentuk polisakarida linier yang
tersusun atas β-(1-4-linked D-glucosamine dan N-acetyl-D glucosamine. Kitosan
diproduksi melalui proses deasetilasi senyawa kitin, yakni komponen utama pada
cangkang crustaceae seperti rajungan dan udang (Mardliyati et al., 2012).
Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama
dengan kitin terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang
tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin
terdapat gugus asetil (CH3-CO) pada atom karbon yang kedua, sedangkan pada
kitosan terdapat gugus amina (NH). Kitosan dihasilkan dari kitin dengan cara
deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan menggunakan alkali konsentrasi tinggi
dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi. Kitosan dapat dihasilkan dari
kitin dengan cara menghilangkan gugus asetil (CH3-CO) sehingga molekul dapat
9
larut dalam larutan asam. Proses ini disebut deasetilasi yaitu melepaskan gugus
asetil agar kitosan memiliki karakteristik sebagai kation. Tiga dari empat gugus
asetil dalam senyawa kitin dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan
Natrium Hidroksida yang pekat dan panas dapat menghasilkan deasetilasi yang
hampir sempurna. Waktu yang lama dan suhu yang lebih tinggi akan menaikan
persentase deasetilasi dan menurunkan ukuran molekul (Lusena, 1953 dalam
Prasetyaningrum et al., 2007).Struktur kimia kitosan terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Kitosan (Wikipedia, 2015b).
Manfaat kitosan
Kitosan memiliki sifat non toksik dialam, antibakteri, aktifitas
antioksidatif, bahan pembentuk film, biocompatibility (polimer alami tidak
memiliki efek samping, tidak beracun) dan biodegradability (mudah diuraikan
oleh mikrobia).Kitosan sangat bermanfaat sebagai antibakteri dengan ukuran
partikel tertentu yang lebih efektif yaitu ukuran nanopartikel dan mampu merusak
membran sel bakteri (Astuti, 2016).
Aplikasi kitin, kitosan dan turunannya dalam berbagai bidang kehidupan
seperti nutrisi, pangan, biomedis, perawatan kulit dan rambut, pertanian dan
lingkungan, dan lain-lain (Karmana, 2008). Berikut adalah ulasan mengenai
manfaat aplikasi kitin kitosan dalam berbagai bidang kehidupan: (1) dalam bidang
10
nutrisi, kitosan bermanfaat sebagai serat yang dapat dikonsumsi, sebagai
pengawet dan pengaya rasa, untuk perbaikan tekstur, sebagai bahan pengemulsi,
dan sebagai bahan penjernih, (2) di bidang biomedis, kitosan bermanfaat sebagai
obat luka, kontak lensa, membran dialisis darah, antitumor, antikolesterol, dan
pelangsing tubuh, (3) di bidang perawatan kulit dan rambut, kitosan bermanfaar
sebagai lotion dan krim pelembab, dan produk-produk perawatan rambut, (4) di
bidang pertanian dan lingkungan, kitosan dimanfaatkan sebagai fungisida,
pemupukan dan pengolahan limbah, dan (5) lain-lain, kitosan juga dimanfaatkan
dalam industri kertas, sebagai penyerap warna, baterai padat, aditif pakan, dan
kromatografi (Karmana, 2008).
Daging Broiler
Daging merupakan bagian otot skeletal dari karkas yang aman, layak, dan
lazim dikonsumsi oleh manusia berupa daging segar, daging segar dingin, atau
daging beku. Daging segar merupakan daging yang belum diolah dan atau tidak
ditambahkan dengan bahan apapun. Daging segar dingin merupakan daging yang
mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur
bagian dalam daging antara 0oC dan 4oC. Daging beku merupakan daging segar
yang sudah mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan
temperature internal minimum -18oC (Anonimous, 2008a).
Ayam broiler merupakan hasil rekayasa genetika yang dihasilkan dengan
cara menyilangkan sesama spesies ayam. Hasil persilangan kemudian dipilih
keturunan yang tumbuh paling cepat dan disilangkan lagi untuk beberapa generasi
11
sampai akhirnya diperoleh ayam yang paling cepat pertumbuhannya yang disebut
ayam broiler (Indro, 2004).
Daging broiler bewarna putih keabuan dan cerah.Kulit ayam broiler
berwarna putih kekuningan dan bersih.Jika disentuh daging terasa lembab tidak
lengket. Serat daging broiler halus, mudah dikunyah, mudah dicerna, berflavor
lembut, aroma tidak menyengat, dan tidak berbau amis. Daging ayam broiler
mengandung protein 21% dan lemak total 25% (Soeparno, 2009).
Ditinjau dari segi mutu, daging broiler memiliki nilai gizi yang lebih tinggi
dibandingkan hewan ternak lainnya.Daging broiler mempunyai kandungan protein
yang lebih tinggi, komposisi protein ini sangat baik karena mengandung semua
asam amino esensial yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Kandungan gizi
yang dimiliki jenis daging broiler dalam 100 gram adalah kadar protein 23,6%,
lemak 7%, kolesterol 62 mg, dan kalori 135 Kkal (Anggorodi, 1995).
Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3, daging ayam broiler segar.
Gambar 3. Daging Ayam Broiler Bagian Dada (Dokumentasi pribadi).
Kualitas daging broiler
Kualitas daging broiler untuk keperluan konsumsi adalah sebagai berikut;
(1) keempukan atau kelunakan yaitu ditentukan oleh kandungan jaringan
12
ikat.Semakin tua usia ayam, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga
daging yang dihasilkan semakin liat. (2) kandungan lemak atau marbling di dalam
otot yaitu semakin banyak kandungan lemak, daging akan semakin empuk dan
semakin enak, (3) warna putih pucat kekuningan, khas, (4) rasa dan aroma yaitu
mempunyai aroma yang sedap dan rasa yang agak gurih, (5) kelembaban; daging
yang mempunyai permukaan kering dapat menahan atau mengurangi terjadinya
kontaminasi dari luar, sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih
lama, (6) residu obat-obatan; kandungan residu obat-obatan yang terdapat dalam
daging ayam harus berada dalam batas toleransi yang dipersyaratkan (Murtidjo,
2003).
Pengawetan daging
Daging broiler memiliki kandungan gizi seperti protein dan air yang cukup
tinggi menyebabkan daging broiler mudah busuk setelah disembelih, sehingga
perlu dilakukan suatu usaha peningkatan daya simpan dan daya awet produk
meliputi proses pengawetan maupun pengolahan (Soeparno, 2009).Kandungan
lemak pada daging ayam sekitar 25%.Tingginya kandungan lemak pada daging
ini sangat mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme atau oksidasi lemak
sehingga masa simpannya menjadi rendah.
Pengawetan daging dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpannya sampai sebelum dikonsumsi.Berdasarkan metode, pengawetan daging
dapat dilakukan dengan tiga (3) metode yaitu pengawetan secara fisik, biologi,
dan kimia. Pengawetan secara fisik meliputi proses pelayuan (penirisan darah
selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses pengolahan
13
daging untuk menekan atau membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi) dan
pendinginan (penyimpanan di suhu dingin refrigator suhu 4-10oC, dan freezer
suhu <0oC, pengawetan secara biologi melibatkan proses fermentasi
menggunakan mikroba seperti pembuatan produk alami, sedangkan pengawetan
kimia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia (Soeparno, 2009).
Pengawetan secara kimia dibedakan menjadi pengawetan menggunakan
bahan kimia dari bahan aktif alamiah dan bahan kimia (sintesis). Pengawetan
menggunakan bahan aktif alamiah antara lain menggunakan rempah-rempah
(bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe), metabolit sekunder bakteri (bakteriosin),
dan lain-lain yang dilaporkan memiliki daya anti bakteri, anti mikroba, dan
bakterisidal. Pengawetan menggunakan bahan kimia seperti garam dapur, STPP,
sodium nitrit, sodium laktat, sodium asetat, sendawa (kalium nitrat), gula pasir,
dan kitosan.Penggunaan dalam jumlah yang tepat, pengawetan dengan bahan
kimia sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroba,
jamur, kapang/khamir, dan bakteri patogen.
Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia
pengawet yang termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) dalam produk
olahan daging, namun penggunaan bahan tambahan pangan ini menimbulkan
polemik di masyarakat yang takut efek negatif yang ditimbulkan bila konsumsi
daging dengan penambahan BTP.Bahan tambahan pangan adalah bahan aditif
yang mengandung senyawa kimia yang telah diijinkan penggunaannya
(Anonimous, 2014).
14
Mikroorganisme yang Berhubungan dengan Makanan
Peranan mirkoorganisme
Mikroorganisme tersebar luas di alam lingkungan, dan sebagai akibatnya
produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai
jenis mikroorganisme.Bahan pangan merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
sebagai sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme.Pertumbuhan atau
perkembangan mikroorganisme dalam makanan sangat erat hubungannya dengan
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pangan (Buckle et al., 1985).
Kerusakan bahan pangan
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat
mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi.Apabila hal ini
terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan
ini menggambarkan suatu penyia-nyiaan sumber gizi yang berharga (Buckle et al.,
1985).
Penyakit oleh mikroorganisme dalam bahan pangan
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia.Penyakit
menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, tbc, dan poliomilitis
dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan.Kelompok mikroorganisme yang
umumnya berhubungan dengan bahan pangan adalah bakteri, kapang, khamir, dan
virus (Buckle et al., 1985).
15
Bakteri
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang paling penting dan
beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia. Adanya
bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak
diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan atau
dapat melangsungkan fermentasi yang menguntungkan
Sumber bakteri
Bakteri terdapat secara luas dilingkungan alam yang berhubungan dengan
hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air, dan tanah.Pada kenyataannya sangat sedikit
sekali lingkungan yang bersih dari bakteri.Bakteri merupakan mikroorganisme
bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop
mikroorganisme tersebut nampak.Bentuk sel bakteri ada beberapa macam yaitu
bentuk bulat, bentuk batang, bentuk spiral, dan bentuk koma (Buckle et al., 1985).
Struktur sel bakteri
Menurut Buckle et al. (1985) struktur sel bakteri, pada setiap sel terdiri
atas lapisan dinding sel bagian luar yang kaku dan dibawahnya terdapat membran
sel, semipermeabel.Di dalam membran tersebut terdapat isi dari sitoplasma
termasuk didalamnya inti dan berbagai komponen serta enzim yang dibutuhkan
untuk metabolisme dan pertumbuhan.Bakteri kadang-kadang mempunyai struktur
tambahan di antaranya yang penting adalah cambuk (flagella), kapsul (capsules),
dan endospora (endospores).
16
Beberapa sel bakteri di sebelah luarnya dikelilingi oleh lapisan berlendir
yang dihasilkan oleh sel bakteri itu sendiri.Bahan ini dapat melekat pada sel atau
berdifusi ke dalam media.Lapisan luar ini disebut kapsul dan dapat terdiri atas
gugusan kompleks polisakarida atau polipeptida.Adanya kapsul ini dapat
mengakibatkan sel lebih tahan terhadap tekanan lingkunganya seperti panas dan
bahan-bahan kimia antimikroba, serta dapat membantu sel melekat pada bahan
pangan atau alat-alat pengolahan pangan.Produksi berlebihan dari bahan kapsul di
saat pertumbuhan bakteri dalam bahan pangan menimbulkan sifat berlendir dan
ropiness yaitu lendir kental berbentuk tali pada pembusukan bahan pangan
tersebut (Buckle et al., 1985).
Satu sifat yang penting dari bakteri dalam hubungannya dengan
mikrobiologis pangan adalah kemampuan beberapa jenis bakteri untuk
memproduksi struktur internal yaitu endospora.Endospora ini umumnya terbentuk
secara tunggal dalam sel guna menanggulangi keadaan lingkungan yang kurang
baik.Spora yang sudah masak dilepas oleh sel ke alam sekitarnya. Spora-spora ini
dapat dilihat dibawah mikroskop fase kontras dan nampak sebagai bagian yang
bercahaya terang baik di dalam maupun di luar sel. Spora-spora ini tahan
terhadap keadaan fisik atau kimiawi yang ekstrim seperti suhu, kekeringan, dan
bahan-bahan kimia pembasmi kuman dan dapat bertahan dalam keadaan tidur
untuk beberapa tahun. Pada saat kondisi pertumbuhan memungkinkan, spora-
spora tersebut tumbuh menjadi sel-sel vegetatif yang normal (Buckle et al., 1985).
17
Perkembangbiakan sel bakteri
Menurut Buckle et al. (1985) bakteri berkembang biak secara aseksual
yaitu dengan proses pembelahan diri menjadi dua (binary fission). Secara
sederhana proses pembelahan sebagai berikut: sel-sel akan memanjang dan
apabila sudah mencapai dua kali ukuran normal akan membelah di bagian tengah
menjadi dua sel yang selanjutnya juga akan mengalami pembelahan. Walaupun
sel secara individu tidak nampak oleh mata, tetapi kumpulan dari berjuta-juta sel
tuggal, sebagai hasil pembelahan sel yang berulang-ulang pada substrat padat,
membentuk suatu unit yang terlihat oleh mata yang disebut koloni.
Kelompok-kelompok bakteri yang penting
Berdasarkan atas sifat-sifat tertentu yang dimiliki, bakteri dapat
diklasifikasi menjadi jenis (species), golongan (genus), suku (trible), keluarga
(family), dan kelas (order). Hampir semua keperluan dalam mikrobiologi pangan,
golongan (genus) dan jenis (species)merupakan tingkat klasifikasi yang umum
digunakan. Menurut Buchanan dan Gibbon (1974) dalam Buckle et al. (1985), ada
beberapa sifat dasar dari kelompok dan jenis bakteri yang penting dalam
mikrobiologi pangan yaitu:
a) Pesudomonodaceae
Genus utama dari family bakteri ini yang berhubungan dengan
bahan pangan adalah Pseudomonas.Mikroorganisme ini adalah bakteri
gram negatif berbentuk batang kecil, dapat bergerak, umumnya ber-
flagella polar tunggal dan mempunyai tipe metabolisme yang bersifat
oksidatif.Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan
18
pangan yang sebagaian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini
dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak
maupun protein dari bahan pangan. Banyak organisme Pseudomonas yang
dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu refrigrasi dan sering
mengakibatkan terbentuknya lendir dan pigmen pada permukaan daging
yang diinginkan. Pseudomonas fluorescens menghasilkan pigmen
berwarna kehijauan dan beberapa spesies seperti Pseudomonas nigrificans
membentuk pigmen hitam pada makanan yang mengandung protein.
b) Bacillaceae
Dalam family ini ada dua genus penting yang berhubungan dengan
bahan pangan yaitu Bacillus dan Clostridium.Mikroorganisme ini penting
dalam mikrobiologi pangan terutama karena kemampuannya dalam
membentuk endospora.Sel-selnya berbentuk batang dan umumnyacukup
besar, merupakan gram positif dan sering bergerak dengan flagella
peritrichous.Kedua jenis ini dibedakan oleh metabolisme oksigen,
Clostridium bersifat sangat anaerobic (katalase negatif) dan Bacillus
bersifat aerobic dan fakultatif anaerobic (katalase positif).Kedua genus
mikroorganisme ini tersebar luas dalam air dan tanah serta mencemari
banyak jenis bahan pangan.
Kegiatan perusakan kedua jenis bakteri ini terutama berhubungan
dengan bahan pangan yang diolah dengan pemanasan dimana
endosporanya tahan terhadap pemanasan.Anggota genus ini menghasilkan
berbagai jenis enzim perusak karbohidrat, lemak, dan protein.Bacillus
19
subtilis, Bacillus coagulans dan Bacillus stearothermophilus dikenal
sebagai penyebab keasaman dari makanan kaleng karena fermentasi gula
yang dikandung bahan pangan tersebut.Clostridium putrefaciens dan
Clostridium sporogenes dikenal karena sifatnya yang proteolitik anaerobic
(pembusukan) pada daging dan sayuran, terutama produk dalam
kaleng.Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Clostridium
botulinum adalah penyebab keracunan makanan pada manusia.
c) Enterobacterriaceae
Golongan bakteri ini merupakan sekelompok besar dari bakteri
gram negatif, tidak berspora, berbentuk batang kecil.Beberapa bakteri dari
kelompok ini tidak dapat bergerak sedang lainnya dapat bergerak baik
dengan flagella polar.Kelompok ini mempunyai sifat khas yaitu mampu
tumbuh secara aerobic maupun anaerobic (anaerobic fakultatif) pada
beraneka macam karbohidrat.Anggota dari genus Enterobacter, Serratia,
Proteus, dan Erwinia umumnya dapat diisolasi dari tanah dan air,
karenanya sering mencemari bahan pangan segar. Spesies Erwinia
menyebabkan busuk lunak dan nekrosis dari sayuran dan buah-buahan
karena produksi enzim pemecah polisakarida.Spesies Serratia membentuk
pigmen kemerah-merahan di permukaan beberapa bahan pangan.Spesies
Proteus (Proteus vulgaris) telah diidentifikasi dalam kerusakan telur dan
daging, juga sering menyebabkan pembusukan protein bahan pangan.
d) Lactobacillaceae dan Streptococcaceae
20
Spesies dari bakteri ini umumnya memfermentasi gula heksosa
menghasilkan asam laktat.Seringkali bakteri ini berperan dalam produksi
bahan pangan terfermentasi.Anggota dari genus Lactobacillus tidak dapat
bergerak, gram positif berbentuk batang yang dapat dijumpai secara
tunggal, berpasangan atau berbentuk rantai. Spesies dari kedua kelompok
ini memilih keadaan dengan kadar oksigen yang rendah untuk
pertumbuhannya (katalase negatif) dan sangat tahan terhadap asam
dibandingkan dengan spesies bakteri lain. Laktobacillus maupun
Streptococcus berperan sangat nyata dalam produksi susu dan sayur-
sayuran terfermentasi seperti keju, yogurt, dan asinan, dan beberapa
spesies Laktobacillus dapat mengakibatkan kerusakan asam dari minuman
beralkohol seperti bir dan anggur. Bakteri ini yang penting antara lain
Lactobacillus bulgaricus, L. acidophilis, Streptococcus lactis, dan S.
cremoris.
e) Micrococcaceae
Spesies dari family ini adalah gram positif, tidak berspora, bersifat
katalase positif yang dapat tersusun secara tunggal, berpasangan.Dua
genus yang penting dalam bahan pangan Micrococcus dan
Staphylococcus.Micrococci ini tersebar luas di alam bergabung dengan
tanah, permukaan air, tanaman, dan hewan. Walaupun bakteri ini
merupakan pencemar bahan pangan segar, tetapi jarang merupakan
penyebab kerusakan, sebagian besar disebabkan karena ketidakmampuan
bersaing dengan jenis bakteri yang lebih cepat tumbuh seperti kelompok
21
Pseudomonaceae, Enterobacteriaceae dan Bacillaceae. Tetapi jenis
bakteri ini sedikit lebih tahan terhadap tekanan lingkungan seperti suhu,
garam dan kekeringan, jika dibandingkan dengan jenis bakteri lain dan
oleh karena itu masih dapat hidup setelah pengolahan dan berperan nyata
dalam kerusakan beberapa makanan olahan seperti susuyang telah
dipasteurisasi, daging dan sayuran asin. Spesies yang sering dijumpai
adalah Mikrococcus varians, Mikrococcus flavus, dan Mikrococcus roseus,
dan dari kelompok Staphylococci, yang terpenting dalam makanan adalah
Staphylococcus aureus.Pada waktu pertumbuhan, organisme ini mampu
memproduksi suatu enterotoksin yang cukup berbahaya yang
menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan.
Bahan Pengawet
Formalin (HCHO)
Formalin merupakan nama dagang dari Formaldehida (HCHO). SK
Menkes RI No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yang
dimaksud pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan
oleh mikroorganisme. Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau
formalin), merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuk gas,
atau cair yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal sebagai
paraformaldehyde atau trioxane.Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan
Rusia Aleksander Butlerov tahun 1859, namun diidentifikasi oleh Hoffman tahun
1867.Selengkapnnya mengenai rumus kimia formalin terdapat pada gambar 4.
22
Gambar 4.Struktur Kimia Formalin (Wikipedia, 2017b).
Formalin kerap digunakan sebagai pengawet produk-produk pangan
maupun nonpangan karena sifatnya yang mampu membunuh kuman, namun jika
penggunaannya melewati ambang batas, formalin dapat membahayakan kesehatan
tubuh. Banyak cara yang dilakukan para produsen makanan serta produk
nonpangan untuk mengawetkan hasil produksi mereka. Salah satunya
menggunakan senyawa formalin atau formaldehida.Sebenarnya penggunaan
formalin sebagai bahan pengawet telah lama diterapkan, namun karena hal itu
berdampak buruk pada kesehatan, pemerintah melalui Peraturan Menteri
Kesehatan No 1168/1999, memasukkan formalin ke 10 bahan tambahan yang
dilarang (Anonimous, 2012a).
Proses mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk
produksi alkohol polifungsional seperti pentaeritritol yang dipakai untuk
membuat cat, dan bahanpeledak. Turunan formaldehida yang lain adalah metilena
difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan busa poliuretana, serta
heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida untuk
membuat Royal Demolition Explosive (RDX) atau bahan peledak.Formalin
23
merupakan larutan senyawa kimia yang sering digunakan sebagai insektisida serta
bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak (Anonimous, 2012a).
Besarnya manfaat formalin dibidang industry, ternyata disalahgunakan
untuk keperluan pengawetan industri makanan.Kasus seperti ini sering ditemukan
dalam industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh
DepKes dan Balai POM setempat.Bahan makanan yang diawetkan dengan
formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin, daging ayam, dan
beberapa makanan lainnya.Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan
baunya sangat menyengat.Formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid
dalam air, sebagai bahan pengawet biasanya ditambahkan metanol hingga 15
persen.Bila tidak diberi bahan pengawet makanan seperti daging ayam, tahu, atau
mi basah seringkali tidak bisa tahan lama lebih dari 12 jam (Anonimous, 2012a).
Formalin memiliki beberapa kegunaan atau fungsi diantaranya sebagai
pengawet mayat, pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya, bahan
pembuatan sutrasintetis, zat pewarna, cermin, kaca, pengeras lapisan gelatin dan
kertas dalam dunia fotografi, bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan
untuk pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras
kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, dan dalam konsentrasi yang sangat
kecil (kurang dari 1%) formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring,
pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, pasta gigi, dan pembersih
karpet. Ironisnya, formalin disalah-manfaatkan sebagai pengawet daging ayam
broiler untuk mempertahankan daya simpan daging sehingga akan menghasilkan
24
daging ayam broiler yang berwarna putih, awet, dan tidak mudah busuk
(Anonimous, 2012a).
Sodium Tripoliphosphate (STPP)
Sodium Tripoliphosphate (STPP) merupakan bahan tambahan makanan
yang diperkenankan, tidak bersifat toksik, terdegradasi secara kimia dan ensimatik
pada jaringan. Salah satu keunggulan sodium tripoliphosphate adalah mempunyai
efektifitas tinggi untuk mengawetkan daging, namun demikian Departemen
Kesehatan RI membatasi penggunaan bahan ini yakni tiga (3) gram per kilogram
berat adonan.
Sodium tripoliphosphate berperan meningkatkan tekstur daging yang
disebabkan oleh kenaikan derajat keasaman daging, kekuatan ion, dan disosiasi
kompleks aktomiosin.Pemberian sodium tripoliphosphate pada daging dapat
menghambat turunnya kadar protein dan asam amino akibat reaksi hidrolisis,
meningkatkan daya cerna protein, serta mencegah oksidasi lemak daging (Yuanita
et al., 1997). Semakin tinggi kadarsodium tripolophosphate yang digunakan
dalam perendaman daging ayam semakin rendah bilangan Thio Barbituric Acid
(TBA) atau oksidasi asam lemak. Sodium tripoliphosphate mampu mengurangi
ransiditas oksidatif sebagai antioksidan (Pratiwi, 2016).Berikut adalah rumus
kimia dari Sodium Tripoliphosphate, terdapat pada Gambar 5.
25
Gambar 5.Struktur Kimia Sodium Tripoliposphate (Wikipedia, 2016).
Sodium tripoliphosphate dapat digunakan sebagai antibakteri pada daging
ayam. Penambahan sodium tripoliphosphate yang paling baik untuk menahan
pertumbuhan bakteri adalah 70 gram/liter dengan lama perendaman 20 menit,
dengan masa simpan maksimum 6 jam, dimana nilai TPC yang diperoleh sebesar
0,9 x 103 CFU/g (Yuanita et al., 2009). Menurut Pratiwi (2016), kadar
penggunaan sodium tripoliphosphate dalam perendaman daging ayam broiler
adalah pada kadar 4 gram/liter dan lama perendaman 3 jam dengan nilai TPC
yang diperoleh sebesar 0,53 x 106 CFU/g, dan masa simpan dapat bertahan sampai
12 jam.
Sodium tripoliphosphate merupakan bahan tambahan makanan yang
diperkenankan dan mempunyai efektifitas tinggi sebagai pengawet daging, namun
demikian penggunaannya sebagai pengawet terbatas karena dapat menurunkan
kualitas daging yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Dewanti, 2009).
Menurut Food and Drug Administration (FDA) penggunaan sodium
tripoliphosphate maksimal teresidu 0,5% pada produk, apabila melebihi produk
tersebut tidak layak konsumsi. Inilah kendala utama penggunaan sodium
tripoliphosphate sebagai pengawet daging ayam yaitu penggunaan harus pada
26
batas yang tepat dan aman residu P2O5> 0,5% sehingga perlu dilakukan uji P2O5.
Hal ini berarti bahwa penggunaan tripoliphosphate sebagai pengawet kurang
efektif.
Rempah-rempah
Rempah-rempah sejak dahulu telah dimanfaatkan sebagai bahan pengawet
makanan termasuk untuk daging.Aktivitas rempah sebagai pengawet disebabkan
fungsinya sebagai antioksidan dan anti mikroba. Beberapa jenis rempah-rempah
yang digunakan sebagai pengawet daging antara lain lengkuas, kunyit dan bawang
putih, picung atau kluwak, dan cengkeh, serta minyak atsiri (Widaningrum dan
Winarti, 2007).
Lengkuas memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi yaitu dengan
menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan perusak pada pangan khususnya
terhadap Baccillus cereus. Pemberian bubuk lengkuas 2,5% yang dikombinasikan
dengan garam 5% terhadap ikan kembung terbukti dapat memperpanjang masa
simpan ikan kembung pada suhu 40oC dari 5 hari menjadi 7 hari. selain itu
lengkuas juga memiliki daya antioksidan dengan level optimum 10% pemberian
pada daging giling segar dan olahan mempunyai efektifitas sebanding dengan α-
tokoferol 0,1% dan BHT 0,02% (Cheah dan Hasim, 2000).
Kunyit diketahui merupakan sumber antioksidan yang penting dan sudah
banyak dipelajari manfaatnya dalam bidang kesehatan maupun pangan.Selain
sebagai pewarna alami dan penyedap masakan atau bumbu, kunyit juga
mempunyai sifat antimikroba sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan
pengawet.Senyawa antibakterial atau antimikroorganisme pada kunyit terdiri dari
27
kurkumin, desmetoksikumin, dan bisdesmetoksikurkumin (Widaningrum dan
Winarti, 2007), sementara bawang putih mempunyai senyawa alisin yang ampuh
untuk membunuh mikroba.Ikan bandeng presto yang diolesi ekstrak kunyit dan
bawang putih dengan konsentrasi optimal 3% dapat meningkatkan daya simpan
ikan bandeng presto hingga hari keenam dengan jumlah mikroba pada tubuh ikan
masih dibawah ambang batas layak konsumsi (Widaningrum dan Winarti,
2007).Berikut contoh jenis rempah-rempah yang terdapat pada gambar 6.
Gambar 6. Beberapa Jenis Rempah-rempah: (a) Kunyit (Wikipedia,
2017d), (b) Lengkuas (Wikipedia, 2017a), (c) Bawang Putih
(Wikipedia, 2015a).
Minyak cengkeh berpotensi sebagai pengawet produk pangan diantaranya
karena sifatnya dikenal sebagai Generally Recognized of Safe (GRAS) sebagai
bahan yang ditambahkan langsung pada makanan.Minyak cengkeh mempunyai
sifat antimikroba, diantaranya terhadap bakteri Salmonella hypemerium, Listeria
mono-cytogenes, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Echericia coli dan
Staphylococcus aureus (Widaningrum dan Winarti, 2007). Pengujian aplikasi
minyak cengkeh pada produk olahan daging menunjukan bahwa pada konsentrasi
1 ml/l mengurangi populasi bakteri secara nyata sebanyak 0,88-0,99 log CFU/g,
28
dan jauh lebih efektif menurunkan konsentrasi mikroba pada hotdog (Singh et al.,
2003 dalam Widaningrum dan Winarti, 2007).
Minyak atsiri merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang telah
diseleksi untuk digunakan dalam menghambat pertumbuhan empat jenis bakteri
gram negatif (Echerichia coli, Klebsiella pneumonieae, Pseudomonas
aeruginosa,dan Proteus vulgaris) serta dua bakteri gram positif (Bacillus subtilis
dan Staphylococcus aureus) pada beberapa konsentrasi yang berbeda. Minyak
atsiri yang digunakan ada 21 jenis yaitu: minyak kayu manis, Calamus oil,
Camphor oil, Geranium oil, Eucalyphtus oil, Lavender oil, Lemon oil,
Lemongrass oil, Orange oil, Palmarosa oil, Peppermint oil, Rosemary oil, Vitiver
oil, Wintergreen oil, minyak jeruk nipis, minyak adas manis, minyak serai,
minyak kayu cedar, minyak cengkeh, minyak kemangi, dan minyak pala
(Widaningrum dan Winarti, 2007).
Rempah-rempah memiliki keefektifan yang tinggi sebagai bahan pengawet
alami, tanpa efek samping dan aman untuk dikonsumsi namun demikian
penggunaaan rempah-rempah sebagai pengawet kurang efektif dan praktis.Perlu
pengkajian ilmiah yang mendalam untuk mencari takaran penggunaan yang tepat
dan kombinasi dua atau lebih jenis rempah untuk mendapatkan keefektifan yang
maksimal (Widaningrum dan Winarti, 2007).
Kitosan
Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial
kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Holipah et
al., 2010).Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
29
polielektrolitik.Adanya gugus reaktif amino dan gugus hidroksil pada kitosan
sangat berperan dalam aplikasinya sebagai pengawet dan penstabil warna
(Karmana, 2008).Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat
yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak,
juga melapisi produk yang diawetkan, sehingga terjadi interaksi yang minimal
antara produk dan lingkungan.
Kitosan memiliki sifat antimikroba, karena dapat menghambat bakteri
patogen dan mikroorganisme pembusuk, termasuk jamur, bakteri gram-positif,
bakteri gram negatif (Hafdanidan Sadeghinia.,2011). Kitosan digunakan sebagai
pelapis (film) pada berbagai bahan pangan, tujuannya adalah menghalangi
oksigen masuk dengan baik, sehingga dapat digunakan sebagai kemasan berbagai
bahan pangan dan juga dapat dimakan langsung, karena kitosan tidak berbahaya
terhadap kesehatan (Henriette et al., 2010). Senyawa kitosan mempunyai sifat
mengganggu aktivitas membran luar bakteri gram negatif (Helanderet al.,
2001).Pemakaian kitosan sebagai bahan pengawet juga tidak menimbulkan
perubahan warna dan aroma.Pada manusia kitosan tidak dapat dicerna sehingga
tidak mempunyai nilai kalori dan langsung dikeluarkan oleh tubuh bersama feses
yang didegradasi oleh enzim pencernaan.Kitosan memiliki sifat penghalang
metabolisme sel membran bakteri bagian luar (Helanderet al., 2001).
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang
misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan
sebagainya.Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki struktur
yang mirip dengan serat selulosa yangterdapat pada buah dan sayuran.
30
Keunggulan lain yang sangat penting adalah kemampuannya dalam menghambat
dan membunuh mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya kitosan
menghambat pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang
resisten terhadap antibiotik yang ada (Yadaf dan Bhise, 2004 dalam Hardjito,
2006). Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai
mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat afinitas yang dimiliki
oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan
dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein.Sistem
kerja kitosan sebagai antibakteri atau antimikroba yang menghambat sintesis
protein sel mikroba yaitu bahwa sebagai berikut: sel mikroba memerlukan sintesis
berbagai protein untuk keberlangsungan hidupnya. Sintesis protein berlangsung di
ribososom dengan bantuan mRNA dan tRNA.Ribosom bakteri terdiri dari atas
dua subunit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom
30S dan 50S. Supaya dapat berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini
akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan
sintesis protein dapat terjadi dengan berbagai cara oleh kitosan dan mekanismenya
sama seperti mekanisme pada obat antimikroba seperti golongan aminoglikosida,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Contohnya pada
Streptomisin yang berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan
kode pada mRNA salah baca oleh tRNA pada waktu sintesa protein. Hal ini akan
menyebabkan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel
mikroba, sehingga metabolisme menjadi terganggu dan akhirnya bakteri akan
mati (Giguere et al., 2013).
31
Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau
mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi.Berat
molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas
antimikroba yang lebih besar.Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2)
yang bermuatan positif yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan
dinding sel bakteri yang bermuatan negatif.Ikatan ini terjadi pada situs
elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri.Selain itu, karena -NH2 juga
memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral Ca2+
yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen
koordinasi.Bakteri gram negatif dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya
memiliki kutub negatif yang sangat sensitif terhadap kitosan.Dengan demikian
kitosan dapat digunakan sebagai bahan anti bakteri/pengawet pada berbagai
produk pangan karena aman, dan tidak berbahaya.
Asam
Asam adalah bahan yang larut dalam air dan menghasilkan ion
hidrogen.Ada berbagai macam asam yang telah digunakan dalam dunia pangan
yang digolongkan dalam dua (2) tipe yakni asam anorganik dan asam organik
(Gaman dan Sherrington, 1992).
Asam-asam anorganik seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4),
asam nitrat (HNO3), dan asam-asam organik seperti asam asetat asetat yang
terdapat pada vinegar, asam askorbat yang terdapat pada buah-buahan dan
sayuran, asam bensoat dan asam sitrat dijumpai pada buah jeruk, asalm laktat
pada susu dan yogurt, asam malat yang terdapat pada buah apel, asam oksalat
32
yang terdapat pada bayam dan tanaman jenis kelembak, dan asam tartrat yang
digunakan dalam bubuk pengembang roti (Gaman dan Sherrington, 1992).
Sifat-sifat asam
Sifat-sifat asam baik organik maupun anorganik adalah sebagai berikut:
(a) pH asam terentang antara 0-7, asam mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru, (b) asam memiliki rasa masam, misalnya asam sitrat adalah yang
memberikan rasa masam pada cairan jeruk lemon, (c) larutan pekat dari asam kuat
bersifat korosif, mampu merusakkan pakaian dan kulit, (d) asam bereaksi dengan
karbonat atau bikarbonat dan menghasilkan karbon dioksida (Gaman dan
Sherrington, 1992).
Menurut Sundari (2014) asam-asam organik yang terdiri dari asam butirat,
fumarat dan asam laktat, asam sitrat dan asam asetat tidak ada perbedaan nyata
pada tinggi vili ileum tetapi dapat meningkatkan panjang dan berat usus sehingga
dapat mengoptimalkan kecernaan nutrien di dalam usus. Lebih lanjut dikatakan
bahwa dari beberapa asam organik yang digunakan sebagai pelarut kitosan, yang
memberi nilai manfaat lebih bagi manusia adalah asam sitrat karena penggunaan
asam sitrat sebagai pelarut kitosan dengan pH 4 signifikan (P<0,05) terhadap
kecernaan bahan kering sehingga semakin tinggi penyerapan nutrien. Diduga
asam sitrat lebih mudah larut dalam air sehingga lebih mudah berinteraksi dengan
sel usus.
Kadar Air
33
Kadar air merupakan kandungan penting banyak makanan. Air dapat
berupa komponen intrasel atau ekstrasel dalam sayuran dan produk hewani,
sebagai medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk, sebagai fase
terdispersi dalam beberapa produk yang diemulsi seperti mentega dan margarin,
dan sebagai komponnen tambahan dalam makanan lain. Adanya air
mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi
(DeMan, 1997). Pengaruh aktivitas air terhadap kualitas dan pembusukan pangan
makin disadari merupakan faktor yang penting (Rokland dan Nishi, 1980).
Analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada
selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan, sehingga sebelum
dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang akan
dipergunakan untuk mengeringkan sampel. Penimbangan dilakukan sampai berat
cawan konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-
105oC selama 1 jam hingga mencapai bobot konstan (Sudarmadji et al., 2005).
Perbedaan antar berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air.
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya.Air berperan
dalam reaksi metabolisme dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi
atau bahan limbah ke dalam dan ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air
dalam bentuk cair, dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk
es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut
tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme (Buckle et al., 1985).
Menurut Buckle et al. (1985) dikatakan bahwa jumlah air yang terdapat
dalam bahan pangan atau larutan dikenal sebagai aktivitas air (water activity =
34
aw). Air murni mempunyai nilai aw = 1,0. Jenis mikroorganisme yang berbeda
membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri
umumnya tumbuh dan berkembang baik hanya dalam media dengan nilai awtinggi
(0,91), khamir membutuhkan nilai aw lebih rendah (0,87-0,91), dan kapang lebih
rendah lagi (0,80 – 0,87).
Larutan gula dan garam yang pekat dapat mengakibatkan tekanan osmotik
pada sel mikroorganisme dengan menyerap ke luar air dari dalam sel dan
menyebabkan sel kekurangan air dan mati.Beberapa jenis mikroorganisme dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut diatas yaitu adanya tekanan osmotik
eksternal yang tinggi dan dalam beberapa hal tertentu keadaan semacam itu yang
diinginkan.Beberapa jenis bakteri, khamir dan kapang dapat tahan dan tumbuh
pada larutan gula yang sangat pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme
osmofilik. Keadaan yang sama pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan
dalam lingkungan berkadar garam tinggi yang disebut halofil atau organisme
halofilik. Jenis-jenis organisme yang tahan tekanan osmotik ini dapat berperan
secara nyata dalam pembusukan bahan pangan (Buckle et al., 1985).
Menurut Vergiyana et al. (2014) penambahan kitosan dan angkak pada
sosis ayam yang telah dikukus selama 30 menit dapat menurunkan kadar air. Hal
ini dapat disebabkan karena kemampuan protein daging menahan air pada sosis
kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan sosis perlakuan. Swatland (2000)
menyatakan bahwa kapasitas menahan air (water-holding capasity) adalah
kemampuan daging untuk mempertahankan air, sedangkan kapasitas mengikat air
(water-binding capacity) adalah kemampuan daging mengikat air yang
35
ditambahkan ke dalam produk. Air yang ditambahkan ke dalam sosis saat proses
pembuatan jumlahnya sama, tetapi air yang ditambahkan pada sosis perlakuan
berbentuk gel. Kemampuan protein daging mengikat air dalam bentuk larutan atau
gel berbeda, sehingga meningkatnya penambahan kitosan kandungan kadar airnya
lebih sedikit (Swatland, 2000).
Kadar air daging ayam broiler yang normal berkisar antara 70% sampai
75% (Alberle et al., 2001 dalam Dewi, 2013). Menurut Muchtadi et al. (2013)
kadar protein daging ayam broiler segar sebesar 73,70%, dan menurut Triyantini
et al. (1997) sebesar 75.18%. Rata-rata kadar air daging ayam broiler adalah 65-
80% (Soeparno, 1994).
Kadar Protein
Semua sistem kehidupan mengandung sejumlah besar protein yang
berbeda.Perbedaannya mungkin terdapat pada susunan asam amino, urutan asam
amino, kandungan non-asam amino, bobot molekul, dan pada faktor yang
menentukan konformasi protein. Untuk menentukan struktur protein tertentu
harus memisahkan protein itu dari bahan nonprotein dan dari protein yang
lain.Protein merupakan suatu zat makanan yang paling kompleks dan sangat
penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh
serta sebagai zat pembangun dan pengatur.Protein adalah polimer dari asam
amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida.Molekul protein mengandung
unsur-unsur C, H, O, N, S, P, dan biasanya mengandung unsur logam seperti besi
dan tembaga (Winarmo, 2004).
36
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam
amino.Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas.
Di dalam sel, protein terdapat baik pada membran plasma maupun membran
internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma,
nukleus dan badan golgi denganfungsi yang berbeda-beda tergantung pada
tempatnya. Protein-proteinyang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar
berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada
kompartemen dari organel sel.Protein merupakan kelompok biomakromolekul
yang sangat heterogen.Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein
sangat tidak stabil.Protein merupakan komponen utama bagi semua benda hidup
termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.Protein merupakanrantaian
gabungan 22 jenis asam amino.Protein ini memainkanberbagai peranan dalam
benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri benda hidup
(Anonimous. 2008b).
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N
(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%),
disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P,
Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka
salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein
secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan
makanan atau bahan lain (Sudarmaji et al., 1989).
Protein didestruksi oksidatif oleh H2SO4 pekat dan katalisator didalam labu
Kjeldahl membentuk (NH4)2SO4, CO2, H2O, dan SO2.Destilat yang diperoleh dari
37
destilasi dalam NaOH ditampung dalam larutan HCl. HCl sisa diukur melalui
titrasi dengan larutan NaOH standar (Muchtadi, 1989).
Menurut Vergiyana et al. (2014) pemberian kitosan 2% pada sosis daging
ayam akan meningkatkan keefektifan peran kitosan mempertahankan kadar
protein atau menghalangi terjadinya pembusukan yang merupakan akibat kerja
mikroorganisme mendegradasi protein daging hingga membentuk senyawa yang
mudah menguap seperti NH3, (gas).
Kadar protein pada daging ayam broiler segar sebesar 21, 86% (Triyantini
et al., 1997), atau sebesar 21% (Soeparno, 2009). Menurut Muchtadi et al. (2013)
kadar protein pada daging ayam broiler sebesar 23,40%.
Bilangan Thio Barbituric Acid (TBA)
Penentuan bilangan Thio Barbituric Acid (TBA) adalah suatu tes kimia
untuk uji ketengikan yang dapat digunakan pada bermacam- macam bahan dan
merupakan uji yang paling sering digunakan untuk mengukur ketengikan.Uji TBA
merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh dan
dapat digunakan pada produk makanan sehari- hari yang proporsi asam lemak
tidak jenuhnya rendah.Penentuan bilangan TBA dengan mengukur warna merah
muda yang dihasilkan oleh pereaksi TBA dengan malonaldehid.Warna merah
muda ini diketahui merupakan bentuk kondensasi produk antara dua molekul
TBA dengan satu molekul malinic dialdehid (MDA).Malonaldehid merupakan
produk oksidasi lanjut yang berasal dari aldehid tidak jenuh yang merupakan hasil
pemecahan hidroperoksida.
38
Persenyawaan MDA secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan
diperoksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan rantai
molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari
penguraian monohidroperoksida (Ketaren, 2008). Senyawa MDA ini sangat
menentukan kerusakan minyak, semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak,
maka semakin tinggi nilai TBA. Jika nilai TBA tinggi, maka kualitas minyak
semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya.Kelebihan penentuan
bilangan TBA adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji
lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya.Kelemahan
penentuan bilangan TBA yaitu TBA tidak stabil dan terurai dalam kondisi yang
panas dan tinggi asam, terutama bila ada peroksida. Produk uraian ini dapat
menyerap pada gelombang yang sama dengan TBA (Ketaren, 1986).
Prinsip penetapan bilangan TBA dengan metode Tarladgis (1960) dalam
DeMan (1997) yaitu 2-Thiobarbituric acidbereaksi dengan melanoldehid
membentuk warna merah, intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur
pada spektrofotometer.Melanoldehid merupakan hasil oksidasi lipid.Oksidasi
asam lemak bahan diukur melalui penetapan bilangan TBA.Sampel didestilasi
dalam larutan HCl, dan hasil destilasi berupa destilat direaksikan dengan reagen
TBA dan dipanaskan dalam penangas air selama 35 menit kemudian didinginkan
dalam air dingin selama 10 menit.Absorbansi diukur pada λ 528 nm (Muchtadi,
1989).
Ketengikan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan
39
pada proses ketengikan yaitu oksidasi dan hidrolisis (Gaman dan Sherrington,
1992). Ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi yaitu terjadi akibat hasil
reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen
bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat membentuk berbagai
senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap.Reaksi ini dipercepat
oleh panas, cahaya, dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya
tembaga (Gaman dan Sherrington, 1992).Ketengikan yang diakibatkan oleh reaksi
hidrolisis yaitu enzim menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan
asam lemak.
Lemak + Air Lipase Gliserol + Asam Lemak (Gaman dan Sherrington, 1992)
Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi
enzim itu dapat diinaktivasi dengan pemanasan.Enzim ini dapat pula dihasilkan
oleh mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan berlemak.Asam lemak
bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan rasa dan bau tidak sedap
seperti pada mentega yang tengik sebagian disebabkan oleh asam lemak yaitu
asam butirat (Gaman dan Sherrington, 1992).
Ketengikan hidrolitik mungkin juga terjadi jika lemak atau minyak
dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan
yang lembab.Ketengikan dapat dikurangi dengan penyimpanan lemak dan minyak
dalam tempat yang dingin dan gelap dengan wadah bukan logam dan dijaga agar
lemak selalu terbungkus.Dunia perdagangan, antioksidan seperti BHT (butylated
40
hydroxytoluene), ditambahkan dalam berbagai macam lemak dan makanan
berlemak untuk mengurangi ketengikan oksidatif (Gaman dan Sherrington, 1992).
Adanya lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi jenis-jenis
mikrobia lipolitik untuk tumbuh secara dominan.Keadaan ini mengakibatkan
kerusakan lemak oleh mikroorganisme dan menghasilkan zat-zat yang disebut
asam-asam lemak bebas dan keton yang mempunyai bau dan rasa yang khas dan
sering disebut tengik atau rancid(Buckle et al., 1985).
Menurut Sari et al. (2013) larutan kitosan telah memiliki aktivitas
antioksidan, mekanisme yang terbentuk yaitu adanya pengikatan radikal bebas
oleh kitosan, gugus radikal OH- dari proses oksidasi lipida dapat bereaksi dengan
ion hidrogen dari gugus ion ammonium (NH3+) pada kitosan sehingga
menghasilkan suatu molekul yang lebih stabil dan menghasilkan senyawa
antioksidan. Selain itu, antioksidan menjadi lebih baik terbentuk dikarenakan
adanya reaksi Maillard pada setiap penambahan serbuk monosakarida.
Reaksi Maillard mendonorkan hidrogen (scavenger) terhadap radikal
bebas sehingga menjadi lebih stabil atau bertindak sebagai antioksidan.Hasil
tersebut berbanding lurus dengan warna yang dihasilkan.Reaksi
Maillardmempunyai aktivitas antioksidan karena pada proses ini merupakan salah
satu antioksidan yang dihasilkan dalam pengolahan. Reaksi Maillarddapat
mencegah oksidasi lipid.Adanya senyawa 3-deoksiglukoson yaitu reaksi
pembentuk warna cokelat merupakan senyawa redukton yang berpotensi sebagai
antioksidan (Sari et al., 2013).
41
Menurut Ketaren (2008), bahan pangan telah mengalami ketengikan
apabila telah mencapai nilai melanoldehid >3 mg melanoldehid/kg bahan,
sehingga apabila suatu bahan pangan memiliki nilai TBA > 3 mg melanoldehid/kg
bahan maka bahan pangan tersebut sudah tidak layak konsumsi.Menurut Sari et
al. (2013) antioksidan terbaik adalah perlakuan A2 (Kompleks kitosan galaktosa),
dimana intensitas warna kecoklatan berkisar 0,031-0,224 sedangkan aktivitas
antioksidasidengan metode DPPH adalah 92-131 ppm dan daya reduksi adalah
1,059-1,274.
Total Plate Count (TPC)
Mikroorganisme tersebar luar di alam lingkungan, dan sebagai akibatnya
produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai
jenis mikroorganisme.Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia,
juga sebagai sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme.Pertumbuhan
atau perkembangan mikroorganisme dalam makanan sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia seperti kerusakan bahan pangan, maupun sebagai agen
perantara pembawa penyakit bagi manusia (Buckle et al., 1985).
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat
mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan,
sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi.Apabila hal ini
terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan
ini menggambarkan suatu penyia-nyiaan sumber gizi yang berharga (Buckle et al.,
1985).
42
Menurut Buckle et al. (1985) bahan pangan dapat bertindak sebagai
perantara untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap
manusia.Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri,
tbc, dan poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan.Adanya
mikroorganisme patogenik yang termakan bersama bahan pangan yang tercemar
menyebabkan gangguan saluran pencernaaan atau gastrointestinal.
Persyaratan bahan makanan yang baik dan layak dikonsumsi ditinjau dari
kandungan mikroorganisme apabila total mikroorganisme sekitar 105koloni/gram
sampai 106koloni/gram sedangkan bahan makanan yang tidak baik dan tidak layak
dikonsumsi apabila total bakterinya 108 koloni/gram. Mikroorganisme terutama
bakteri mempunyaiperanan yang sangat penting dalam bahan makanan, terutama
terjadinya kerusakan bahan makanan oleh tumbuhnya racun pada bahan makanan
dapat membahayakan manusia serta dapat menimbulkan proses fermentasi pada
bahan makanan karena daging selain merupakan zatmakanan yang baik bagi
manusia juga merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri
(Soeparno, 2009).
Mutu mikrobiologis pada suatu bahan pangan ditentukan oleh jumlah
bakteri yang terdapat dalam bahan pangan tersebut.Pertumbuhan mikroorganisme
yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal
dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran
bakteri yang ada pada bahan. Jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dihitung
dengan berbagai macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya.
Metode penghitungan sel mikroorganisme di bagi menjadi 2 yaitu :(a) Secara
43
tidak langsung yaitu jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan baik yang mati
atau yang hidup atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja
dengan menggunakan Total Plate Count. (b) Secara langsung yaitu jumlah
mikroba dihitung secara keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup dengan alat
Haemocytometer(Dwidjoseputro, 2005).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa
menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara paling sensitif untuk
menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan: (a) Hanya sel mikroba yang hidup
yang dapat dihitung. (b) Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus. (c) Dapat
digunakan untuk isolasi, dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk
mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampang spesifik
(Dwidjoseputro, 2005).
Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan sebagai berikut: (a)
Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni. (b) Medium dan
kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang berbeda pula.
(c) Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar. (d) Memerlukan
persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan koloni dapat
dihitung (Dwidjoseputro, 2005).
44
Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang
(pour plate), dan metode permukaan (surface / spread plate). Pada metode tuang ,
sejumlah sampel (1ml atau 0,1ml) dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan kecawan petri, kemudian ditambah agar-agar cair steril yang
didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya
menyebar. Pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat
agar cawan kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar-agar tersebur, kemudian diratakan dengan batang gelas
melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai
berikut: Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x (1 : faktor pengenceran).
Perhitungan jumlah bakteri secara keseluruhan yaitu (a) Menghitung
langsung secara mikroskopik, yaitu dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang
sangat kecil untuk itu digunakan kaca objek khusus yang bergaris. (b) Menghitung
dengan cara kekeruhan. Cara ini menggunakan spektropometer atau nefelometer.
Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorpsi sebanding dengan
banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu (Lay, 1994).
Perhitungan jumlah bakteri hidup adalah sebagai berikut: (a) Perhitungan
jumlah mikroorganisme dengan caraviable count atau disebut juga sebagai standar
plate count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam
suspensi akan tumbuh menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan
dengan lingkungan yang sesuai. (b) Perhitungan jumlah mikroorganisme hidup
(viable count) adalah jumlah minimum mikroorganisme. Hal ini disebabkan
koloni yang tumbuh pada lempengan agar merupakan gambaran mikroorganisme
45
yang dapat tumbuh dan berbiak dalam media dan suhu inkubasi tertentu.Dalam
perhitungan mikroorganisme sering kali diperlukan pengenceran.Menurut Lay
(1994) proses pengenceran di laboratorium dilakukan dengan menggunakan botol
pengenceran seperti lazimnya dilakukan pada standar plate count, namun dapat
pula menggunakan tabung.
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3924:2009 merekomendasikan
batas maksimal cemaran bakteri pada daging segar yaitu 1 x 106Colony Forming
Unit per gram (CFU/g). Menurut Irianto (2006) keefektifan kerja antimikroba dari
kitosan berhubungan secara eksponensial dengan konsentrasi, dimana aktivitas
antiakteri semakin menurun seiring peningkatan konsentrasi kitosan. Hal serupa
juga disampaikan Yudiantoro et al. (2007) bahwa semakin tinggi kadar kitosan
akan menyebabkan menurunnya aktivitas antibakteri. Menurut Rahayu et al.
(2009) penggunaan kitosan sebagai larutan perendaman pada daging ayam broiler
selama 5 menit dan dilanjutkan dengan penyimpanan 8 jam pada suhu ruang
efektif dalam menghambat pertumbuhan total bakteri dengan daya hambat
tertinggi pada konsentrasi 2% kadar kitosan. Hal seupa juga disampaikan
Mahatmanti et al. (2010) bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pada ikan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba secara efektif.
Masa Simpan
Menurut Afrianto dan Liviawati (1989) masa simpan merupakan kurun
waktu ketika suatu produk bahan makanan akan tetap aman dengan
mempertahankan sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi tertentu sehingga dapat
dikonsumsi oleh manusia (konsumen). Penggunaan kitosan sebagai pengawet
46
akan menyebabkan pH produk menjadi asam. Hal ini terjadi karena kitosan
bersifat asam (Volk dan Wheeler, 1990).
Mikroorganisme dapat tumbuh pada pH tertentu, pada bakteri dapat
tumbuh pada pH 4,0-8,0, kapang 1,5-12, dan khamir pada pH 1,5-8,5.
Berdasarkan daerah pH bagi kehidupannya, mikroba dibedakan menjadi 3
golongan yaitu: (a) mikroba asidofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH
antara 2,0-5,0, (b) mikroba mesofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH
antara 5,5-5,8, dan (c) mikroba alkalifil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada
pH antara 8,5-9,5 (Waluyo, 2005). Menurut Buckle et al. (1985) dikatakan bahwa
kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0-8,0 dan nilai pH
diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
Masa simpan suatu produk dalam jangka wakru tertentu, akan mengalami
perubahan fisik dan kimiawi dari produk tersebut akibat kerja mikroorganisme.
Bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme menurut Buckle et
al. (1985) adalah sebagai berikut:
a) Berjamur
Kapang bersifat aerobic, paling banyak atau terutama tumbuh pada bagian
luar permukaan bahan pangan yang tercemar.Bahan pangan menjadi lekat,
berbulu sebagai hasil produksi miselium dan spora kapang dan berwarna.
b) Pembusukan (rots)
Pada umumnya diartikan sebagai pembusukan dari produk-produk dengan
tekstur yang cukup baik seperti buah-buahan dan sayuran di mana
47
pertumbuhan mikroorganisme merusak bagian-bagian struktur bahan pangan
menjadi produk yang sangat lunak dan berair.
c) Berlendir
Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti sayuran, daging, dan
ikan dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan
bahan pangan dengan pembentukan lendir.
d) Perubahan Warna
Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni yang berwarna atau
mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada bahan pangan yang
tercemar (Serratia marcescens memberi warna merah, Rhodotorulla memberi
warna merah, Pseudomonas fluorescens memberi warna hijau, Pseudomonas
fluorescence dan Aspergillus niger memberi warna hitam, serta Penicillium
memberi warna hijau).
e) Berlendir Kental Seperti Tali (ropiness)
Suatu lendir kental (rope) yang berbentuk tali dalam bahan pangan disebabkan
oleh berbagai spesies mikroorganisme seperti Leuconostoc mesenteroides,
Leuconostoc dextranicum, Bacillus subtilis dan Lactobacillus plantarum.Pada
beberapa bahan pangan pembentukan lendir dikaitkan dengan pembentukan
bahan kapsul oleh mikroorganisme, sedang pada beberapa bahan pangan
lainnya dapat disebabkan oleh hidrolisa dari zat pati dan protein untuk
menghasilkan bahan bersifat lekat yang tidak berbentuk kapsul. Lendir tali ini
dapat mencemari bahan-bahan pangan seperti minuman ringan, anggur, cuka,
susu, dan roti.
48
f) Kerusakan Fermentatif
Beberapa tipe organisme terutama khamir, spesies Bacillus dan Clostridium
dan bakteri asam laktat dapat memfermentasi karbohidrat.Khamir mengubah
gula menjadi alkohol dan karbondioksida.Bakteri dapat mengubah gula
menjadi asam laktat atau campuran asam-asam laktat, asetat, propionat, dan
butirat, bersama-sama dengan hidrogen dan karbondioksida. Perubahan flavor
dan pembentukan gas akhirnya terjadi dalam bahan pangan.
g) Pembusukan Bahan-bahan berprotein (putrefraction)
Dekomposisi anaerobic dari protein menjadi peptida atau asam-asam amino,
mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuknya hidrogen
sulfida, ammonia, methyl sulfida, amin, dan senyawa-senyawa bau
lainnya.Bahan pangan yang tercemar secara demikian adalah yang diolah
kurang sempurna dan dikemas sehingga terbentuk kondisi anaerobic seperti
pngalengan daging dan sayuran yang diolah secara kurang sempurna.
Masa simpan suatu produk berkaitan erat dengan lama proses perendaman
dalam larutan kitosan. Menurut Wardaniati dan Setyaningsih (2010) semakin lama
waktu perendaman bakso dalam kitosan, bakso semakin awet dan konsenrasi
kitosan yang optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet bakso adalah
1,5% dengan masa simpan selama 3 hari. Menurut Silvia et al. (2014) Perlakuan
terbaik dari pengawetan ikan dengan cara perendaman yaitu penambahan kitosan
1,5%, sedangkan perlakuan terbaik dari pengwetan ikan dengan cara
penyemprotan yaitu penambahan kitosan 2,5%, dimana dapat memperpanjang
umur simpan ikan selama ± 5 jam.
49
Faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan kitosan sebagai pengawet
makanan adalah banyaknya gugus amina yang terkandung dalam senyawa
kitosan.Banyaknya gugus amin tergantung pada gugus asetil yang
terambil.Semakin banyak gugus asetil yang terambil maka kemampuan kitosan
sebagai bahan pengawet makanan semakin bagus (Harjanti, 2014).Daging ayam
broiler segar akan mengalami pembusukan 11 jam setelah pemotongan bila tidak
diberi perlakuan khusus terutama penambahan zat pengawet.
Hipotesis
Pemberian kitosan pada daging ayam broiler mampu mempertahankan
kualitas daging dan semakin tinggi kadar kitosan yang diberikan pada proses
perendaman, semakin efektif kerja kitosan mempertahankan kualitas daging ayam
broiler tersebut.