18
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia (Sugihartono, et al. 2007). Sementara menurut Walgito (2004), persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian dan interpretasi terhadap suatu stimulus yang diterima oleh individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Sehingga dapat diartikan bahwa persespi adalah cara individu memaknai atau menginterpretasikan sensasi yang diterima berdasarkan stimulus yang ditangkap melalui alat indera. Persepsi petugas medis maupun non medis di rumah sakit sebagai salah satu komponen dalam pelaksanaan sistem INA CBG’s ini tentunya sangat beragam, sebab makna dari proses persepsi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman individu yang bersangkutan (Miswar, 2011). Adapun hal hal yang dapat mempengaruhi suatu persepsi seseorang menurut Hamidiyah (2013) diantaranya : 1. Pelaku persepsi (perceiver) Suatu penafsiran individu pada suatu target sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individual itu. 2. Objek yang dipersepsikan Karakteristik karakteristik dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan oleh individu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

  • Upload
    lenhu

  • View
    243

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk

ke dalam alat indera manusia (Sugihartono, et al. 2007). Sementara menurut Walgito

(2004), persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian dan interpretasi terhadap

suatu stimulus yang diterima oleh individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan

merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Sehingga dapat diartikan

bahwa persespi adalah cara individu memaknai atau menginterpretasikan sensasi yang

diterima berdasarkan stimulus yang ditangkap melalui alat indera.

Persepsi petugas medis maupun non medis di rumah sakit sebagai salah satu

komponen dalam pelaksanaan sistem INA CBG’s ini tentunya sangat beragam, sebab

makna dari proses persepsi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman individu

yang bersangkutan (Miswar, 2011). Adapun hal – hal yang dapat mempengaruhi suatu

persepsi seseorang menurut Hamidiyah (2013) diantaranya :

1. Pelaku persepsi (perceiver)

Suatu penafsiran individu pada suatu target sangat dipengaruhi oleh karakteristik

pribadi dari pelaku persepsi individual itu.

2. Objek yang dipersepsikan

Karakteristik – karakteristik dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi

apa yang dipersepsikan oleh individu.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

9

3. Situasi

Situasi merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi individu

dimana situasi ini mencakup waktu, keadaan lingkungan, dan juga keadaan sosial.

2.2 Pelaksanaan kebijakan

Pelaksanaan kebijakan pada prinsipnya merupakan suatu upaya agar kebijakan

tersebut dapat mencapai tujuan. Menurut Grindle (1980), implementasi merupakan

sebuah jembatan yang menghubungkan antara tujuan kebijakan publik dengan realitas

yang diinginkan. Sementara Nakamura, et al. (1980) berpendapat bahwa implementasi

adalah suatu kegiatan untuk menyempurnakan apa yang dikehendaki pembuat

kebijakan, yang artinya menghasilkan sesuatu yang diinginkan oleh pembuat

kebijakan tersebut. Pelaksanaan kebijakan menunjuk pada aktivitas menjalankan

kebijakan, baik yang dilakukan pemerintah maupun pihak – pihak yang telah

ditentukan dalam kebijakan (Bardah, 2012). Pelaksanaan kebijakan merupakan tahap

yang penting dimana tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh

pemerintah benar – benar dapat diterapkan di lapangan dan berhasil menghasilkan

output dan outcome seperti yang direncanakan (Indiahono, 2009).

Berdasarkan pendapat diatas, pelaksanaan kebijakan dapat diartikan sebagai

suatu cara untuk melaksanakan kebijakan yang telah dikeluarkan dalam bentuk

peraturan oleh pemerintah maupun lembaga negara lainnya demi mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Pelaksanaan kebijakan tersebut

diharapkan dapat memberikan suatu hasil yang dapat diukur dengan segera dan juga

dampak akhir dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Pelaksanaan kebijakan dapat

dibedakan kedalam dua model (Buse, 2012) yaitu diantaranyya :

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

10

1. Teori Implementasi Top-Down

Teori ini mengedepankan pembagian yang jelas antara formulasi kebijakan dan

implementasi, proses implementasi yang rasional dan linier dimana tingkat –

tingkat dibawahnya melaksanakan praktek berdasarkan apa yang diarahkan oleh

pihak yang tingkatannya lebih tinggi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Teori Implementasi Bottom-Up

Teori implementasi Bottom-Up mengakui dimana tingkatan yang lebih rendah

dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam proses implementasi, selain itu

juga memiliki keleluasaan untuk merubah kebijakan dalam sistem. Dengan

demikian tujuan kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang dikehendaki ataupun

dengan jalan yang tidak dibayangkan oleh pihak atas.

2.3 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Hak untuk hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan

keluarganya merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh segenap bangsa – bangsa

di dunia termasuk Indonesia. Untuk mewujudkan komitmen global tersebut, maka

pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan

masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perseorangan.

Sesungguhnya usaha pemerintah dalam mewujudkan universal health coverage telah

dirintis dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial bidang kesehatan

melalui PT.Askes (Persero) dan PT.Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai sipil,

penerima pension, veteran, dan pegawai swasta. Sementara untuk masyarakat yang

tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), namun terjadi

permasalahan tidak terkendalinya biaya kesehatan dan mutu pelayanan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

11

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme

asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib atau mandatory berdasarkan undang –

undang no.40 tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

dasar kesehatan masyarakat yang layak untuk diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Adapun manfaat jaminan

kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang

mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan

bahan medis habis pakai yang diperlukan.

Pada dasarnya penyelenggaraan JKN berpedoman pada prinsip kendali mutu

dan kendali biaya dimana efektifitas dan efisiensi dari suatu pelayanan sangat

diperhatikan. Untuk mencapai hal tersebut maka dalam penyelenggaraannya lebih

ditekankan agar sesuai dengan standar yang ada, seperti misalnya menyesuaikan

pelayanan dengan SPO, melakukan pengadaan obat dan alkes yang sesuai dengan

standar dan kebutuhan rumah sakit. Maka, untuk mengantisipasi tingginya harga obat

diberlakukanlah kewajiban penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

pemerintah (Kemenkes RI, 2010) dengan mengacu pada formularium nasional untuk

pengadaannya.

Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri dari BPJS

Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Kementerian Hukum dan HAM, 2011). Untuk

Jaminan Kesehatan Nasional, diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dimulai pada

tanggal 1 Januari 2014 dengan mengelola 149 juta peserta (50,1 juta masih dikelola

badan lain), dengan peserta PBI 96,4 juta dan non PBI 2,5 juta peserta (Mukti,2012) .

Meskipun Undang – Undang yang mengatur tentang JKN pada SJSN telah disahkan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

12

pada tahun 2004, namun disebabkan karena adanya berbagai hambatan dan persiapan

yang cukup panjang maka usaha untuk mencapai universal health coverage melalui

JKN ini baru dapat dilaksanakan sepuluh tahun kemudian pada awal tahun 2014.

Jaminan Kesehatan Nasional merupakan suatu reformasi pelayanan kesehatan,

dimana melalui JKN diupayakan untuk mengurangi pembiayaan kesehatan dari

kantong sendiri (fee for service) dan lebih diarahkan untuk melakukan pembiayaan

kesehatan dengan sistem pembayaran pra upaya (prospective payment system). Hal ini

bertujuan untuk menghindari pengeluaran biaya pelayanan kesehatan dalam jumlah

yang besar dan cenderung sulit diprediksi. Dengan menerapkan sistem pembayaran

pra upaya yang mewajibkan peserta untuk membayar premi dengan besaran yang

tetap, mengakibatkan pembiayaan kesehatan dapat ditanggung bersama secara gotong

royong sehingga tidak memberatkan secara perorangan.

Kepesertaan BPJS Kesehatan terdiri dari penerima bantuan iuran (PBI) JKN

dan bukan PBI JKN. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan

berdasarkan persentase dari upah bagi pekerja penerima upah atau sesuai nominal

tertentu bagi bukan penerima upah dan peserta PBI. Sementara untuk sistem

pembayaran iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh pemerintah. Jumlah penerima

bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2016 yang telah ditetapkan yaitu

sebanyak 94.400.000 peserta di seluruh daerah di Indonesia (Kemensos RI, 2015).

BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program JKN bekerjasama

dengan pemberi pelayanan kesehatan yang kemudian dibedakan menjadi dua yaitu

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat

Lanjutan (FKRTL). Untuk FKTP, BPJS Kesehatan akan membayar pelayanan yang

diberikan kepada peserta dengan sistem kapitasi, sementara untuk FKRTL klaim

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

13

pelayanan kesehatan yang diberikan akan dibayarkan dengan sistem paket INA

CBG’s. Dalam pelaksanaan program JKN, tentunya tidak lepas dari berbagai

permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan – tindakan

fraud.

2.3.1 Fraud pada JKN

Adanya fraud dalam pelaksanaan sistem jaminan kesehatan tentunya

memberikan dampak yang tidak baik. Kerugian yang dapat ditimbulkan dari terjadinya

fraud pada sistem kesehatan ini cukuplah besar. Seperti yang terjadi di USA pada

tahun 2006 diketahui kerugian yang terjadi akibat adanya fraud mencapai 20% dari

volume industri kesehatan USA yang bernilai US $ 2 triliun per tahun (Hendrartini,

2013).

Fraud dalam sektor kesehatan biasanya mengambil salah satu ataupun

gabungan dari tipe fraud berikut ini (Busch, 2012) :

1. Pernyataan atau klaim palsu (false statements or claims)

2. Pengelabuan yang direncanakan (elaborate schemes)

3. Menyembunyikan fakta atau kebenaran (cover-up strategies)

4. Kekeliruan atas suatu nilai (misrepresentations of value)

5. Kekeliruan dalam memberikan pelayanan (misrepresentations of service)

Fraud dalam pelaksanaan JKN merupakan suatu perbuatan curang yang

dilakukan secara sengaja dan menyalahi aturan yang ada dengan tujuan untuk

mendapatkan keuntungan dari pelaksanaan JKN dalam Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN). Dalam peraturan menteri kesehatan no.36 tahun 2015 disebutkan

bahwa tindak kecurangan (fraud) JKN dapat dilakukan oleh peserta, petugas BPJS

Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, dan atau penyedia obat dan alat kesehatan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

14

Beberapa contoh fraud yang dilakukan oleh peserta BPJS yaitu memalsukan

status kepesertaan untuk memperoleh pelayanan kesehatan, memanfaatkan haknya

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak perlu dengan memalsukan kondisi

kesehatan, atau memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu

besar. Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan diantaranya

yaitu melakukan kerjasama dengan peserta atau fasilitas kesehatan untuk mengajukan

klaim palsu, membayarkan dana kapitasi yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan

memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat dijamin.

Adapun tindakan fraud yang dilakukan oleh penyedia obat dan alat kesehatan

dapat berupa melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mengubah obat atau alat

kesehatan yang tercantum dalam e-catalogue dengan harga yang tidak sesuai dengan

e-catalogue ataupun tidak mengikuti ketentuan peraturan perundang – undangan

dalam memenuhi kebutuhan obat atau alat kesehatan. Sementara fraud yang dilakukan

oleh pemberi pelayanan kesehatan dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat

pertama (FKTP) atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).

Fraud yang dilakukan pada FKTP meliputi tindakan pemanfaatan dana

kapitasi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan,

memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi, ataupun

menerima komisi atas rujukan ke FKRTL. Sementara, fraud yang dapat dilakukan

pada FKRTL cukuplah banyak.

Beberapa diantaranya yaitu melakukan upcoding (penulisan kode diagnosis

yang berlebihan), melakukan klaim palsu (phantom billing), penjiplakan klaim dari

pasien lain (cloning), penggelembungan tagihan obat dan alkes, memanipulasi kelas

perawatan, memperpanjang lama perawatan, tidak melakukan tindakan yang sesuai

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

15

dengan prosedur, dan lain sebagainya. Beberapa dari tindakan fraud yang dapat

dilakukan oleh pihak FKRTL ini sangat erat kaitannya dengan SPO atau clinical

pathway. Adapun yang dimaksud dengan clinical pathway adalah alur yang

menunjukkan secara rinci mengenai tahap – tahap penting dari pelayanan kesehatan

termasuk hasil yang diharapkan (Pahriyani, 2014), sehingga untuk menghindari

timbulnya fraud ini hendaknya pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan clinical

pathway yang telah dibuat.

Fenomena fraud menjadi sesuatu hal yang lumrah di rumah sakit, hal ini

disebabkan karena belum memadainya instrumen organisasi untuk menciptakan

pengelolaan yang baik dan belum terbangunnya komitmen yang tinggi dari para

pengelola rumah sakit (Purwitasari, 2013).

Rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam

pelaksanaan JKN menerapkan sistem INA CBG’s sebagai metode pembayaran klaim.

Tidak sedikit rumah sakit yang beranggapan bahwa besaran tarif INA CBG’s belum

cukup memuaskan dan masih perlu ditingkatkan, sehingga potensi untuk terjadinya

fraud pada pelaksanaan JKN diakui memang cukup besar dalam penerapan sistem INA

CBG’s (BPJS Kesehatan, 2015). Sejak pertama kali diberlakukan,tercatat hanya 81

rumah sakit swasta di Jakarta yang bergabung dengan BPJS Kesehatan, alasan

penolakan kerjasama dari rumah sakit tersebut karena keberatan degan premi yang

ditawarkan pemerintah, menurut pihak rumah sakit biaya yang diatur dalam sistem

INA CBG’s terlalu rendah (Gabby, 2015). Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ambarriani (2014), ia menyebutkan bahwa jika dilihat

dari perbandingan tarif, pada setiap kelas dan tingkat keparahan kasus, besaran tarif

klaim berdasarkan INA CBG’s lebih tinggi jika dibandingkan dengan tarif rumah sakit.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

16

Begitu pula yang terjadi pada kasus rawat jalan maupun rawat inap, besaran tarif klaim

berdasarkan INA CBG’s juga lebih tinggi daripada tarif rumah sakit. Akan tetapi, ia

juga menambahkan bahwa pihak rumah sakit perlu melakukan pemeriksaan lebih

lanjut apakah sistem JKN benar-benar bermanfaat bagi kinerja keuangan rumah sakit.

Berdasarkan hal tersebut, maka masih perlu dilakukan penyesuaian tarif INA

CBG’s agar dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah

pihak antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit sehingga misi untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat bisa tercapai.

2.4 Indonesian Case Base Groups (INA CBG’s)

Dalam implementasi JKN, telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas

kesehatan rujukan tingkat lanjutan dengan menggunakan sistem INA CBG’s.

Indonesian Case Base Groups (INA CBG’s) adalah sistem pengelompokan penyakit

pasien berdasarkan ciri klinis dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan

sama atau homogen. Pengelompokan ini bertujuan sebagai pembiayaan kesehatan

dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional sebagai pola pembayaran

prospektif (Kemenkes RI, 2014).

Konsep INA CBG’s pada mulanya bernama INA DRG (Indonesia Diagnosis

Related Groups), dan konsep ini telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2006 dengan

menggunakan sistem casemix. Kemudian pengelompokan diagnosis INA DRG

diperbarui dengan INA CBG’s pada tahun 2010 dengan melakukan perubahan

penggunaan software grouper dari 3M grouper ke grouper dari United Nation

University (UNU Casemix Grouper). Sejak diimplementasikannya sistem casemix di

Indonesia, telah terjadi tiga kali perubahan besaran tarif yaitu tarif INA DRG tahun

2008, tarif INA CBG tahun 2013 dan tarif INA CBG’s tahun 2014. Untuk tarif INA

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

17

CBG’s dikelompokkan ke dalam tujuh kluster rumah sakit yang terdiri dari tarif RS

kelas A, kelas B, kelas B Pendidikan, kelas C, kelas D, RS Khusus Rujukan Nasional,

dan RS Umum Rujukan Nasional (Kemenkes RI, 2014). Adapun penghitungan tarif

INA CBG’s untuk penyusunan tarif JKN berdasarkan pada data costing 137 rumah

sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data koding (kasus) di rumah sakit.

Dalam sistem INA CBG’s komponen biaya yang ditanggung oleh pihak

asuransi kesehatan terdiri atas biaya perawatan, penginapan, tindakan, obat – obatan,

penggunaan alat kesehatan, dan jasa yang dihitung terpadu dalam paket. Adanya tarif

paket INA CBG’s diharapkan mampu menekan tingginya biaya kesehatan, dimana

salah satu pelayanan kesehatan yang memerlukan biaya yang tinggi di rumah sakit

adalah tindakan operasi atau bedah (Munawaroh, 2014). Namun menurut Septianis et

al. (2010), pelayanan tindakan medis operatif pada pasien jaminan kesehatan

masyarakat ada kecenderungan merugi bagi rumah sakit karena besar biaya tindakan

tidak sesuai dengan tarif INA CBG’s. Dengan adanya perbaharuan tarif INA CBG’s

pada era JKN ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan

oleh rumah sakit dan tentunya memperbaiki opini ‘merugi’ bagi pihak rumah sakit,

agar nantinya BPJS mampu menjalin kerjasama dengan lebih luas lagi demi

mewujudkan tercapainya universal health coverage.

INA CBG’s memiliki 1.077 kelompok tarif yang terdiri dari 789 kode grup

rawat inap dan 288 kode grup rawat jalan. Dasar pengelompokan dalam INA CBG’s

menggunakan acuan ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems) untuk diagnosis dan ICD-9-CM (International

Classification of Diseases Revision Clinical Modification) untuk tindakan atau

prosedur (Kemenkes RI, 2014). Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

18

prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke rumah sakit,

dimana setiap kelompok kode INA CBG’s dilambangkan dengan kode kombinasi

alphabet dan numerik. Kode INA CBG’s dan deskripsinya tidak selalu

menggambarkan diagnosis tunggal tetapi bisa merupakan hasil satu diagnosis ataupun

kumpulan diagnosis dan prosedur. Dalam penerapan sistem INA CBG’s ini sangat

diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dengan koder agar mendapatkan hasil

grouper yang benar (Kemenkes RI, 2014). Kegiatan grouping tarif berdasarkan data

yang berasal dari resume medis dilakukan dengan menggunakan software INA CBG’s

yang sudah terinstal di rumah sakit yang melayani peserta JKN. Rumah sakit sudah

harus memiliki kode regristrasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya

Kesehatan, lalu kemudian akan dilakukan aktifasi software INA CBG’s setiap rumah

sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri data pasien

ke dalam aplikasi INA CBG’s dilakukan oleh petugas koder setelah pasien selesai

mendapat pelayanan di rumah sakit dengan menggunakan data dari resume medis yang

berisi informasi klinis (kode ICD-10 dan ICD-9CM), harus dilengkapi pula data sosial

pasien sebelum kemudian dilakukan grouping oleh software INA CBG’s. Selanjutnya

akan muncul kode INA CBG’s yang kemudian akan digunakan untuk melakukan

klaim tarif atas pelayanan yang telah diberikan.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Mahayanti (2015), disebutkan

bahwa terdapat sepuluh poin yang sebaiknya dilakukan rumah sakit agar

pemberlakuan sistem INA CBG’s dapat berjalan dengan baik. Penelitian yang

dilakukan di RSUD Badung ini secara umum melihat upaya – upaya penerapan sistem

INA CBG’s berdasarkan pada lima aspek yaitu diantaranya membangun tim rumah

sakit, meningkatkan efisiensi, memperbaiki mutu rekam medis, memperbaiki

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

19

kecepatan dan mutu klaim, serta melakukan standarisasi dari segi input maupun

proses.

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.27 tahun 2014, dalam

penerapan INA CBG’s harus diikuti dengan adanya perubahan pada level manajemen

rumah sakit maupun profesi khususnya dokter. Adapun upaya yang sebaiknya

dilakukan oleh pihak rumah sakit dalam mengoptimalkan penerapan sistem INA

CBG’s yaitu :

1. Membangun tim rumah sakit

Manajemen dan profesi serta seluruh komponen rumah sakit harus memiliki

persepsi dan komitmen yang sama serta mampu bekerjasama untuk menghasilkan

produk pelayanan rumah sakit yang bermutu dan cost effective. Disinilah

pentingnya fungsi dari sebuah tim rumah sakit agar pelayanan rumah sakit tetap

mengedepankan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

2. Meningkatkan efisiensi

Efisiensi tidak hanya dilakukan pada sisi proses seperti penggunaan sumber daya

farmasi, alat medik habis pakai, lama rawat, pemeriksaan penunjang yang

umumnya menjadi area profesi tetapi juga pada sisi input seperti perencanaan dan

pengadaan barang dan jasa yang umumnya menjadi tanggung jawab menejemen.

Sisi proses umumnya lebih menekankan pada aspek efektifitas sedangkan sisi

input umumnya lebih menekankan aspek efisiensi. Dalam hal melakukan efisiensi

juga harus mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan pelayanan yang

berlebihan dan tidak diperlukan (over treatment dan over utility).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

20

3. Memperbaiki mutu rekam medis

Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis akan sangat berpengaruh pada

koding, grouping dan tarif INA CBG’s yang nantinya akan menentukan tarif INA

CBG’s. Maka dari itu mutu rekam medis rumah sakit harus terus ditingkatkan

setiap waktunya.

4. Memperbaiki kecepatan dan mutu klaim

Kecepatan dan mutu klaim akan mempengaruhi cash flow rumah sakit. Kecepatan

klaim sangat dipengaruhi oleh kecepatan penyelesaian berkas rekam medis.

Sehingga rumah sakit harus menata sistem pelayanan rekam medis yang baik agar

kecepatan dan mutu rekam medis bisa memperbaiki dan meningkatkan cash flow

rumah sakit.

5. Melakukan standarisasi

Standar input dan proses di tingkat rumah sakit harus terus dibangun. Penetapan

standar proses akan sangat berpengaruh pada pembuatan keputusan standar input.

Adapun yang dimaksud dengan standar input misalnya farmasi, alat medik habis

pakai, maka perlu dibuatkan formularium rumah sakit, standar pengadaan obat

rumah sakit. Sementara standar proses misalnya PPK (Panduan Praktek Klinik)

atau SPO (clinical pathway).

6. Membentuk tim casemix / tim INA CBG’s rumah sakit

Tim Casemix/Tim INA-CBG’s rumah sakit akan menjadi penggerak membantu

melakukan sosialisasi, monitoring dan evaluasi implementasi INA CBG’s di

rumah sakit.

7. Memanfaatkan data klaim

Data INA CBG’s rumah sakit tidak hanya dapat digunakan sebagai klaim tetapi

juga dapat dimanfaatkan untuk menilai performance rumah sakit dan performance

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

21

SDM khususnya profesi dokter. Data INA CBG’s juga bisa digabungkan dengan

data HIMS (Health Information Management System) bahkan bisa dibandingkan

dengan rumah sakit lain yang sekelas. Jadi data INA CBG’s dan data klaim dapat

digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan ataupun kebijakan tingkat

rumah sakit.

8. Melakukan review post-claim

Review post-claim yang dilakukan secara berkala sangat penting dalam

menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan mutu dalam

pelayanan yang akan diberikan. Idealnya kegiatan review ini melibatkan seluruh

unit yang ada di rumah sakit baik manajemen, tenaga profesional, serta unit

penunjang maupun pendukung dan dilakukan dengan data yang telah dianalisis

oleh tim casemix rumah sakit.

9. Pembayaran jasa medis

Perubahan metode pembayaran rumah sakit dengan metode paket INA-CBG’s

sebaiknya diikuti dengan perubahan pada cara pembayaran jasa medis.

Pembayaran jasa medis sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan sistem

remunerasi berbasis kinerja.

10. Pengiriman data koding dan costing

Seluruh rumah sakit provider JKN sebaiknya bisa berkontribusi untuk

mengirimkan data koding dan data costing sehingga dapat dihasilkan tarif yang

mencerminkan actual cost pelayanan di rumah sakit.

2.5 Rumah Sakit Sebagai FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat

Lanjutan)

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

22

dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan

kesehatan yang baik. Sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, rumah sakit menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kemenkumham, 2009).

Rumah sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah

daerah, atau swasta. Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah merupakan unit

pelaksana teknis dari instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang

kesehatan ataupun instansi pemerintah lainnya. Rumah sakit yang didirikan oleh

pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan keuangan badan layanan

umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Sementara

rumah sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan

usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan (Kemenkes RI, 2014).

Untuk mendukung penyelenggaraan program JKN, rumah sakit yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai FKRTL memberikan pelayanan

kesehatan untuk peserta dengan menggunakan tarif INA CBG’s. Adapun jumlah

rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yaitu sebanyak 1752

rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta (BPJS Kesehatan, 2016).

Pada era JKN saat ini, rumah sakit harus terus berupaya dalam meningkatkan

kualitasnya agar terus dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya dalam memberikan

mutu pelayanan yang terbaik, hal ini sangat penting dilakukan mengingat tarif INA

CBG’s yang diberlakukan antara rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta

adalah sama. Dalam penerapan sistem INA CBG’s pihak rumah sakit harus

menciptakan komunikasi yang baik untuk menentukan pilihan pelayanan yang paling

cost effective dengan mengedepankan kendali mutu dan kendali biaya. Untuk dapat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

23

memberikan pelayanan medik yang bermutu, dokter dan petugas medis lainnya harus

berpedoman pada clinical pathway atau standar pelayanan operasional (SPO), dimana

SPO yang diterapkan di rumah sakit berdasar pada pedoman nasional pelayanan

kedokteran yang dibuat oleh organisasi profesi serta disahkan oleh menteri (Kemenkes

RI, 2010).

Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang,

efektif, dan efisien dengan menerapkan prinsip kedali mutu dan kendali biaya. Dimana

peserta BPJS Kesehatan harus mengutamakan pengobatan di fasilitas kesehatan

tingkat pertama terlebih dahulu seperti dokter keluarga atau puskesmas, apabila pasien

tidak dapat ditangani di FKTP barulah pasien tersebut dirujuk untuk melakukan

pengobatan di FKRTL dengan membawa surat rujukan terkecuali dalam keadaan

darurat pasien boleh langsung mendapatkan pelayanan kesehatan di FKRTL

(Kemenkes RI, 2014).

Rumah sakit sebagai provider BPJS Kesehatan setelah menangani pasien

peserta BPJS Kesehatan dan melakukan grouping pada sistem INA CBG’s dapat

mengajukan klaim ke pihak BPJS Kesehatan. Pengesahan tagihan dilakukan oleh

direktur atau kepala fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan dan petugas verifikator

BPJS Kesehatan. Klaim diajukan secara kolektif dan akan dibayarkan oleh BPJS

Kesehatan selambat – lambatnya 15 hari setelah pengajuan klaim (Kemenkes RI,

2014). Agar dapat mengajukan klaim dengan akurat, maka mutu rekam medis harus

sangat diperhatikan sebab rekam medis merupakan berkas atau dokumen penting yang

berisi segala informasi mengenai pasien dimulai dari identitas pasien, pemeriksaan,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

(Kemenkes RI, 2008). Kelengkapan dan keakuratan dari rekam medis pasien akan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

24

sangat mempengaruhi hasil grouping yang akan digunakan untuk mengklaim tarif INA

CBG’s.

Adapun alur serta proses klaim BPJS dimulai dari verifikasi internal pada

bagian pendaftaran sampai verifikasi eksternal yang dilakukan oleh pihak BPJS,

dimana alur serta proses pelaksanaan klaim BPJS terkait sistem casemix INA CBG’s

di RSJ Grhasia DIY dinilai sudah sesuai dengan manual pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan (Nurkonita, 2014). Dalam penelitian tersebut

juga diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi rumah sakit

dalam pelaksanaan INA CBG’s yaitu terkait dengan sumber daya manusia yang

meliputi pihak yang mengajukan klaim, tenaga medis, dan petugas perekam medis;

material yang meliputi surat rujukan, cetakan SEP; dan mesin yang meliputi server

BPJS yang terkadang off, mesin pencetak SEP yang bermasalah, dan permasalahan

terkait aliran listrik RSJ Grhasia. Berbagai permasalahan diatas menimbulkan dampak

secara langsung terhadap rumah sakit seperti diantaranya resume medis yang tidak

lengkap dan ketidaksesuaian persyaratan dengan ketentuan mengakibatkan klaim

BPJS tidak dapat diklaim atau proses klaimnya terhambat, sedangkan kendala teknis

yang dihadapi mengakibatkan terjadinya penumpukan pekerjaan dan kesalahan dalam

entry data.

Disamping itu, permasalahan terkait kodifikasi juga terjadi di RS Panti Rapih

Yogyakarta. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryati (2014), hasil

analisis keakuratan kode diagnosis menunjukkan adanya 44.56% kode yang sudah

sesuai dengan ICD-10 dan terdapat 377 atau 57.12% kode tindakan yang sudah sesuai

dengan ICD-9-CM. Keakuratan kode diagnosis dan tindakan tersebut dinilai belum

tercapai secara maksimal, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya Sumber

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id 2.pdf · pelayanan dengan SPO, ... permasalahan yang muncul seperti salah satunya yaitu terjadinya tindakan ... penolakan kerjasama dari

25

Daya Manusia (SDM), kendala dalam update database ICD-10 dan ICD-9-CM, dan

belum dilakukannya evaluasi atau audit tentang kode diagnosis dan tindakan.

Setelah dua tahun dilaksanakannya program JKN dengan menerapkan sistem

INA CBG’s pada FKRTL, maka perlu untuk dilihat gambaran pelaksanaan sistem INA

CBG’s berdasarkan persepsi yang dimiliki oleh masing – masing petugas di rumah

sakit yang memiliki peranan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan logic model yang dikembangkan oleh kellogg, dimana logic

model ini pada dasarnya merupakan gambaran yang digunakan untuk mengetahui

pelaksanaan program, dan menyajikan pemahaman tentang hubungan antara sumber

daya yang dimiliki untuk mengoperasikan program, kegiatan yang direncanakan, dan

perubahan atau hasil yang ingin dicapai (Kellogg, 2004). Adapun aspek – aspek yang

dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan dan peranan input yang menunjang

penerapan sistem INA CBG’s dapat dilihat dari konsep 6M yang terdiri dari man,

money, method, materials, market, dan machine (Muninjaya, 2004).