Upload
builiem
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profesionalisme
Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan
dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Dalam bekerja, setiap manusia dituntut
untuk bisa memiliki profesionalisme karena didalam profesionalisme tersebut
terkandung kepiawaian atau keahlian dalam mengoptimalkan ilmu pengetahuan,
skill, waktu, tenaga, sumber daya, serta sebuah strategi pencapaian yang bisa
memuaskan semua bagian atau elemen. Profesionalisme juga bisa merupakan
perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung
jawab moral. Profesional adalah seseorang yang memiliki 3 hal pokok dalam
dirinya yaitu (Maruf dkk, 2013):
1. Skill, artinya seseorang itu benar-benar ahli dibidangnya.
2. Knowledge, tidak hanya ahli di bidangnya, tapi ia juga menguasai, minimal
tahu dan berwawasan tentang ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan
bidangnya.
3. Attitude, bukan hanya pintar dan cerdas, tapi dia juga punya etika yang
diterapkan dalam bidangnya.
Sedangkan menurut Harefa (2004), seorang profesional dapat dimengerti
sebagai orang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan nafkah dengan
menunjukkan tingkat kemahiran atau keterampilan yang tinggi. Dimana tingkat
kemahiran yang tinggi itu berasal tidak hanya dari pendidikan formal tapi juga
berasal dari kemampuan untuk belajar sendiri. Tetapi betapapun setiap kemahiran
profesional, hanya dapat dicapai melalui ketekunan dalam berlatih secara
sistematis yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya.
Terkait dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa definisi mengenai
profesionalisme menurut beberapa ahli:
6
1. Menurut Kamus Webster Amerika dalam Anoraga (2006) menegaskan
bahwa profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau
rangkaian kualitas yang memadai atau melukiskan coraknya suatu
“profesi” (The conduct, aims or qualities, that characterize a profesion).
2. Profesionalisme diartikan sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam
melakukan profesi tertentu, yang menampilkan kesungguhan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan, pemakai jasa atau hasil
karyanya (Ruky, 2002).
Sementara itu menurut tata hubungan tersendiri profesionalisme juga
terkait dengan etika dan moral. Sehingga prilaku yang tidak profesional sering
disebut tidak etis. Keperdulian terhadap etika dalam berbagai profesi termasuk
profesi rekayasa, sebenarnya bukanlah hal yang baru dikenal, bahkan sama tuanya
dengan profesi itu sendiri. Karena etika sangat berperan pada semua pembahasan
dan penjelajahan ilmu yang dianut oleh profesi-profesi tersebut. Etika adalah
suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang pandangan dan persoalan
nilai-nilai moral dan kesusilaan, sehingga tersusun menjadi teori yang berkaitan
dengan apa yang pada hakekatnya baik atau pantas, hak dan kewajiban moral serta
mengenai prilaku serta akhlak yang terpuji. Selain itu harap diperhatikan bahwa
permasalahan etika selalu terkait dengan apa yang patut dipercaya dan dihargai,
bentuk formal atau kaidah normatif etika dapat berubah atau berkembang menurut
proses kemajuan zaman dan masyarakat luas, meski nilai-nilai dasarnya tetap
tidak berubah (Dipohusodo, 1996).
Sehingga dapat dikatakan bahwa profesionalisme adalah sikap dalam
melayani dan mengabdi kepada kepentingan orang-orang yang dilayani (klien,
masyarakat) yang sesuai dengan kode etik profesi dan nilai moral seseorang.
Seseorang yang dimaksud disini adalah profesional yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan tinggi yang diperolehnya dengan menginvestasikan daya, dana,
dan waktu selama bertahun-tahun, dimana pengetahuan dan keterampilannya
tersebut dapat berkembang dari tingkatan awalnya.
Selain itu profesionalisme juga mengindikasikan produktifitas sumber
daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam memberikan pelayanan
akan hasil akhir sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan atau pengguna jasa
7
dan produk yang dihasilkan. Menurut Danadjaja dalam Anoraga (2006)
produktifitas sebagai tenaga kerja sebenarnya hanya sebagian dari seluruh
produktifitas suatu usaha, namun demikian produktifitas tenaga kerja adalah
bagian yang paling menentukan.
Sedangkan arti sebenarnya dari produktifitas adalah menghasilkan lebih
banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Dengan demikian
produktifitas tenaga kerja adalah efisiensi proses menghasilkan dari sumber daya
yang dipergunakan (Anoraga, 2006). Sehingga peningkatan produktifitas tenaga
kerja lebih merupakan hasil dari perencanaan yang tepat dan efisien dari teknologi
baru, bukannya membuat tenaga kerja bekerja dengan lebih keras dan waktu kerja
yang lebih lama.
2.1.1 Ciri-Ciri Profesionalisme
Anggapan bahwa profesionalisme dapat diharapkan muncul sekedar
dengan anjuran, tidaklah benar. Berikut dikemukakan beberapa ciri
profesionalisme (Anoraga, 2006):
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect
results), sehingga kita dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya
dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tak mudah
puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh
“keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan,
sehingga terjaga efektifitas kerja yang tinggi.
8
2.1.2 Sikap dan Sifat Profesional
Untuk menjadi seorang pekerja yang profesional, maka seseorang harus
mempersiapkan diri serta dituntut memiliki sikap dan sifat sebagai berikut:
1. Percaya diri
Memiliki rasa percaya diri yang besar disini diartikan bahwa seseorang
mengetahui akan kemampuan tertentu yang dimilikinya, dan optimis dapat
melakukan pekerjaannya dengan kemampuan tersebut. Dalam sikap dan
sifat percaya diri disini juga terdapat keyakinan untuk dapat memperbaiki
kekurangan dan kelemahan diri sendiri.
2. Memiliki motivasi kerja
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan
kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut
menentukan besar kecilnya prestasinya (Anoraga, 2006). Motivasi kerja
seorang pekerja terlihat dari visi yaitu impian yang masuk akal tentang apa
yang harus terjadi dengan perusahaannya tempatnya bekerja dan dengan
dirinya sendiri. Dimana visi ini nantinya mempengaruhi seorang pekerja
dalam mengambil keputusan, dengan memperhitungkan pengaruh tidak
hanya pada saat pengambilan keputusan saja, melainkan juga harus dapat
memperhitungkan tentang keadaan dimasa datang, termasuk perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi akibat keputusannya tersebut.
3. Dapat diandalkan (reliabilitas)
Reliabilitas berarti tidak sering membolos kerja, tidak suka terlambat, dan
tidak terlalu banyak melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
yang sedang dilakoninya. Dapat diandalkan bisa juga berarti bekerja
dengan baik, efisien, dan efektif; mengikuti prosedur, tata tertib, dan
peraturan kerja yang sudah ditetapkan tanpa diawasi; mendatangkan hasil
kerja yang bermutu; menyelesaikan dan menyerahkan hasil kerja pada
waktunya (Hardjana, 2006). Untuk menjadi seorang pekerja yang dapat
diandalkan juga diperlukan inisiatif, inovasi, dan kemauan untuk bekerja
keras.
9
4. Bertanggung jawab (responsibilitas)
Responsibilitas meliputi sikap-sikap seperti mau melaksanakan tugas
dengan sungguh-sungguh, berminat dalam tugas yang diserahkan,
memiliki kebiasaan kerja yang baik (yaitu teliti, tekun, ulet, tabah),
mempunyai disiplin kerja, dan loyal terhadap lembaga. Orang yang
bertanggung jawab akan menyerahkan hasil kerja yang tidak asal jadi,
tetapi yang sudah sempurna. Ia tidak hanya memperhatikan pekerjaannya
sendiri, tetapi juga ikut memikirkan pekerjaan rekan-rekan kerja yang lain,
baik di dalam maupun di luar bagiannya (namun terkait dengan
bagiannya). Ia siap untuk memberi pertanggung jawaban atau akuntabilitas
hasil kerjanya. Jika terjadi kekurangan dan kegagalan dalam kerja, ia tidak
akan mencari kambing hitam dan menyalahkan pihak lain (Hardjana,
2006).
5. Memiliki kredibilitas
Pekerja yang mempunyai kredibilitas berarti mempunyai sikap dapat
dipercaya (credible) oleh orang lain. Orang lain merasa bahwa pada diri
pekerja ini ada prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pegangan dan diikuti
dengan setia. Ada kesatuan antara kata dan perbuatan. Janji dan
kesungguhannya juga dapat dipegang. Selain itu perbuatannya selalu lurus,
jujur, tidak manipulatif, dan ia tidak akan berbuat jahat kepada orang lain.
Ia dapat diajak bekerja sama tanpa dikhawatirkan akan melakukan tipu
daya. Untuk menjadi seorang yang dapat dipercaya, juga diperlukan watak
atau karakter (disiplin diri), yang merupakan hasil hidup yang didasarkan
pada prinsip-prinsip hidup yang benar dalam bekerja (Harefa, 2004).
6. Produktif
Produktif merupakan sifat dimana pekerja mampu menghasilkan yang
lebih baik dari segi kuantitas maupun kualitas dengan usaha yang sama.
Dengan demikian produktifitas pekerja adalah efisiensi proses
menghasilkan dari pekerja itu sendiri.
10
7. Dedikasi terhadap klien
Tenaga kerja yang berkualitas selalu melayani sepenuh hati. Ia lebih
banyak memikirkan apa yang dapat saya berikan, apa yang dapat saya
sumbangkan, dan bukan apa yang akan saya peroleh. Ia memberikan
perhatian sungguh-sungguh terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat
luas, termasuk kepuasan pelanggan, konsumen, atau klien yang menikmati
jasa pelayanannya (Harefa, 2004).
8. Keberanian (courage)
Seorang tenaga kerja juga perlu menunjukkan keberanian (courage) untuk
menyatakan kebenaran. Ia tidak takut menderita, ia lebih takut tidak
memberikan yang terbaik. Ia tidak takut mengalami kegagalan, ia lebih
takut tidak melakukan apa-apa. Singkatnya, ia takut kepada hal-hal yang
merusak dan menyesatkan jiwanya, dan bukan pada hal-hal yang
mengancam tubuh dan pekerjaannya (Harefa, 2004).
2.1.3 Faktor-Faktor Profesionalisme
Faktor-faktor profesionalisme seorang supervisor proyek dalam
menjalankan pekerjaan sesuai dengan jabatannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain (Suputra, 2007):
1. Faktor Perencanaan
Faktor perencanaan adalah salah satu faktor profesionalisme yang paling
dasar bagi seorang supervisor proyek untuk dikatakan sebagai seorang
profesional, karena dengan perencanaan terhadap langkah-langkah atau
metode secara tepat dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, akan
mempercepat proses pekerjaan guna mencapai tujuan akan suatu hasil
yang diinginkan. Penentuan langkah-langkah atau metode didasarkan atas
fakta-fakta yang ada di lapangan dan membandingkannya dengan hasil
yang ingin dicapai.
2. Faktor Pengaturan
Dalam faktor pengaturan, kemampuan seorang supervisor proyek untuk
dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain sangat
dibutuhkan. Karena dalam faktor pengaturan seorang supervisor harus
11
dapat meneruskan langkah, metode, atau ide yang telah ditetapkan dalam
perencanaan secara baik kepada pihak-pihak terkait, yang sifatnya sebagai
pedoman yang membatasi, serta mengatur semua tindakan yang harus
dilakukan oleh semua pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan di
lapangan, yang terkait dengan tugas dari supervisor itu sendiri.
3. Faktor Pengontrolan
Faktor pengontrolan dilakukan untuk mengetahui perkembangan atau
realisasi dari metode, atau ide yang telah ditetapkan dalam perencanaan,
apakah sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada penyimpangan
dalam implementasinya di lapangan. Sehingga supervisor proyek akan
dapat menentukan langkah selanjutnya apabila dalam pelaksanaannya ada
beberapa metode, atau ide tadi yang perlu untuk diperbaharui.
4. Faktor Pengkoordinasian
Koordinasi dari supervisor proyek tidak sebatas pada pekerja saja, tetapi
juga ada hubungannya dengan pihak-pihak yang terkait lainnya seperti dari
pihak sub-kontraktor yang ada di proyek. Hal ini dilakukan agar segala
proses pelaksanaan di lapangan tetap berada pada jalur yang tepat untuk
mencapai keberhasilan proyek, karena dalam beberapa proyek konstruksi,
terutama proyek berskala besar dapat ditemui beberapa sub-kontraktor.
2.2 Supervisor Proyek
Supervisor adalah orang yang berhubungan langsung dengan manajer.
Namun dalam konteks tanggung jawab, supervisor mempunyai tugas yang tidak
kalah berat. Dalam banyak kasus, supervisor memiliki tugas yang strategis karena
langsung terjun di lapangan melaksanakan semua rencana dari manajer. Hal ini
menyebabkan supervisor mempunyai kedudukan istimewa didalam perusahaan.
Bersama dengan para staf, supervisor menentukan selesai tidaknya pekerjaan
(proyek) yang menjadi rencana strategis perusahaan. Supervisor mengetahui betul
seluk beluk pekerjaan yang harus selesai sesuai jadwal beserta dinamika yang ada
di lapangan (Agung, 2013). Dalam hal ini supervisor harus menangani dua hal
langsung yaitu tugas-tugas dari manajernya sekaligus mengelola bawahannya
supaya tetap dalam kondisi prima bekerja dan menjaga keutuhan tim. Dengan
12
posisi di antara manajer dan staf, seorang supervisor harus mampu berperan
optimal. Ibarat jembatan, supervisor harus mampu menjembatani kepentingan
manajemen dan kepentingan staf sebagai pelaksana tugas di lapangan. Seorang
supervisor juga dituntut untuk memiliki tiga keterampilan yaitu:
1. Keterampilan teknis
Kemampuan untuk memahami dan mengerjakan aktifitas-aktiftas tertentu
dengan baik, terutama memerlukan penguasaan mengenai cara, metode,
proses, prosedur dan teknik tertentu.
2. Keterampilan manusiawi
Kemampuan untuk bekerja dengan orang lain secara efektif sebagai
anggota kelompok dan dapat membina kerjasama yang baik dalam
kelompok yang dipimpinnya.
3. Keterampilan konseptual
Kemampuan untuk melihat perusahaan secara keseluruhan, meliputi
kemampuan melihat keterkaitan antar bagian, dan kemampuan
membayangkan hubungan antar perusahaan dengan industri dimana
perusahaan terletak, serta hubungan perusahaan dengan masyarakat,
keadaan politik, sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
2.2.1 Tanggung Jawab Supervisor Proyek
Tanggung jawab seorang supervisor secara umum memang sangat sulit,
seorang supervisor harus memenuhi berbagai tanggung jawab kepada karyawan,
kelompok kerja dan organisasi. Supervisor harus bertanggung jawab dalam
memastikan semua pekerjaan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada
keamanan, keselamatan atau kesehatan yang terancam. Supervisor memiliki
empat tanggung jawab yaitu (Rohmanah, 2013):
1. Planning, merencanakan kegiatan yang menjadi tugasnya.
Menentukan tujuan/sasaran yang hendak dicapai (kuantitas, kualitas
dan waktu).
Mengembangkan beberapa alternatif/pilihan kegiatan serta
menentukan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran.
13
Memilih alternatif kegiatan yang terbaik ditinjau dari sasaran yang
ingin dicapai dan kebutuhan sumber dayanya.
Menentukan/mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dan
pemecahan bila terjadi gangguan pada pelaksanaan rencana.
2. Coordinating, mengkoordinasikan kegiatan dan tugas agar berjalan lancar.
Mengkoordinasikan tentang kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Mengkoordinir kelompok kerja agar tetap berada pada jalur yang tepat.
3. Directing, mengarahkan dan mengatur bagaimana agar tugas dan
pekerjaan tersebut dapat berjalan lancar.
Mengatur penggunaan alat, mesin serta fasilitas dan sumber daya yang
lain.
Mengatur pelaksanaan tugas diantara anggota-anggota kelompok kerja
(pembagian tugas).
4. Controlling, melakukan kontrol terhadap kegiatan dalam kelompok serta
pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Mengumpulkan informasi/data tentang kemajuan/hasil.
Membandingkan pelaksanaan/hasil dengan sasaran yang telah
ditentukan dalam rencana serta melihat apakah terjadi penyimpangan.
Menganalisa penyimpangan yang terjadi serta mencari sebab-
sebabnya.
Mengambil tindakan yang perlu untuk memperbaiki kesalahan,
mencegah semakin meluasnya penyimpangan ataupun meningkatkan
hasil palaksanaan tugas.
2.2.2 Tugas Supervisor Proyek Konstruksi
Supervisor diberi kepercayaan untuk memberikan instruksi kerja,
pengawasan, dan monitoring serta melakukan pekerjaan dalam suatu kelompok.
Berikut ini adalah beberapa tugas dari seorang supervisor didalam sebuah
pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi:
14
Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman dalam
melaksanakan pekerjaan di lapangan.
Bersama dengan bagian enginering menyusun kembali metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai
dengan persyaratan waktu, mutu dan biaya yang telah ditetapkan.
Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan
harian kepada pelaksana pekerjaan.
Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan pekerjaan di
lapangan.
Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila terjadi
keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan.
Bersama dengan bagian teknik melakukan pemeriksaan dan memproses
berita acara kemajuan pekerjaan di lapangan.
Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja mingguan, metode
kerja, gambar kerja dan spesifikasi teknik.
Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan mengatur
pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek.
Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat
di lapangan.
Membuat laporan harian tentang pelaksanaan dan pengukuran hasil
pekerjaan di lapangan.
Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan.
Membuat laporan harian tentang pelaksanaan pekerjaan, agar selalu sesuai
dengan metode konstruksi dan instruksi kerja yang telah ditetapkan.
Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan.
Supervisor dituntut memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin yang siap
berkorban serta menjalankan tugas yang diemban agar visi dan misi perusahaan
dapat tercapai. Tugas dan tanggung jawab supervisor memang sangat luas, pada
intinya adalah bagaimana ia memastikan bahwa semua pekerjaan dapat dilakukan
dengan baik. Supervisor juga dituntut dapat memberikan motivasi kepada
15
karyawan atau bawahannya agar kembali semangat kerja serta di jalur yang benar
dalam melakukan pekerjaan.
2.3 Proyek Konstruksi
Ada beberapa pengertian mengenai proyek konstruksi yang dikemukakan
oleh beberapa pihak yaitu sebagai berikut:
1. Soeharto (1995) memberikan pengertian kegiatan proyek merupakan suatu
aktivitas sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas,
yang sasaran atau tujuannya yang telah digariskan dengan jelas.
2. Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya
pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup
pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur.
Meskipun tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain seperti teknik industri,
mesin, elektro, geoteknik dan sebagainya (Listiawati, 2004).
3. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan
tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi
suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam
rangkaian kegiatan itu tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan
hubungan kerja (Ervianto, 2003).
2.3.1 Karakteristik Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik, adapun ketiga
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Ervianto, 2003):
1. Bersifat unik
Keunikan dari proyek konstruksi adalah tidak pernah terjadi rangkaian
kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada adalah
16
proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu terlibat grup pekerja
yang berbeda-beda.
2. Dibutuhkan sumber daya (resources)
Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya, yaitu pekerja dan
“sesuatu” (uang, mesin, metode, material). Pengorganisasian semua
sumber daya dilakukan oleh manajer proyek.
3. Organisasi
Setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya
terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan
ketertarikan, kepribadian yang bervariasi, dan ketidak pastian. Langkah
awal yang harus dilakukan oleh manajer proyek adalah menyatukan visi
menjadi satu tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Sehingga suatu proyek konstruksi yang merupakan rangkaian kegiatan
yang nantinya akan mewujudkan suatu hasil berupa bangunan, memiliki ciri-ciri
pokok antara lain (Soeharto, 1995):
1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai
tujuan.
3. Bersifat sementara, dalam artian umumnya dibatasi oleh selesainya tugas.
Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
4. Nonrutin, tidak berulang, jenis dan identitas kegiatan berubah sepanjang
proyek langsung.
2.3.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi
Proyek-proyek konstruksi yang umumnya dikerjakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu (Ervianto, 2003):
1. Bangunan gedung
Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan gedung
adalah rumah, kantor, pabrik, dan lain-lain. Adapun ciri-ciri dari kelompok
bangunan ini adalah:
17
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi umumnya sudah diketahui.
c. Dibutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan sipil
Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan sipil adalah
jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Adapun ciri-ciri
dari kelompok bangunan ini adalah:
a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar
berguna bagi kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi
pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.4 Mutu Hasil Produksi
Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang penilaiannya selalu berubah
dari waktu ke waktu. Dimana mutu hasil produksi yang baik merupakan syarat
mutlak, sehingga proses produksi harus diarahkan pada upaya untuk memenuhi
persyaratan dan segenap kebutuhan pemberi tugas akan standar mutu tadi. Proses
produksi tersebut dinyatakan dalam bentuk perencanaan yang menjadi acuan
dalam seluruh proses pelaksanaan. Penetapan mutu hasil produksi sendiri
dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengukuran, dan pengujian
laboratorium. Pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada hakekatnya
penentuan langkah demi langkah terhadap proses pelaksanaan suatu pekerjaan
yang mencakup penilaian terhadap metode kerja, keterampilan kerja, pengadaan
material, pengadaan peralatan, pengadaan tenaga kerja, keamanan dan
keselamatan kerja demi hasil yang sesuai dengan yang direncanakan (Listiawati,
2004).
18
Adapun hal-hal yang ditinjau sesuai dengan kriteria mutu yang
diisyaratkan seperti (Listiawati, 2004):
1. Kinerja dan kehandalan mengenai prosentase ketepatan dalam prediksi
analisis telah sesuai dengan rencana.
2. Upaya penambahan karakteristik pelengkap untuk menambah estetika dan
kehandalan bangunan seperti pembangunan pagar, taman, tempat parkir,
dan lainnya.
3. Upaya pengukuran penyimpangan terhadap standar yang telah disepakati.
4. Pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan telah sesuai dengan spesifikasi
teknis dan dokumen kontrak.
5. Penetapan jenis material dan metode konstruksi yang dipakai telah
memenuhi syarat peraturan bangunan.
6. Tenaga kerja yang terampil dan mempunyai komitmen yang taat dan
bertanggung jawab akan memberikan kualitas yang lebih baik.
7. Pengkajian kualitas dan kuantitas personil serta peralatan akan
memberikan hasil yang lebih baik.
8. Pengendalian kemajuan pelaksanaan proyek secara keseluruhan agar
sesuai dengan rencana dalam pelaksanaannya di lapangan.
9. Penyusunan jadwal rencana telah memperhitungkan estimasi kebutuhan
sumber daya dan penggunaannya.
10. Pengendalian distribusi material dan peralatan.
2.5 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan
potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan
pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko atau kriteria penggunaan
teknologi atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan).
Kualifikasi Kecil (K1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Kecil (K1) dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma atau
Kopereasi dan Perseroan Terbatas (PT). 1 orang bersertifikat (SKTK) tingkat 3.
19
Kualifikasi Kecil (K2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1,75 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Kecil (K2) dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma atau
Kopereasi dan Perseroan Terbatas (PT). 1 orang bersertifikat tenaga terampil
(SKTK) tingkat 3.
Kualifikasi Kecil (K3) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Kecil (K3) dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma atau
Koperasi dan Perseroan Komanditer (CV). 1 orang bersertifikat tenaga terampil
(SKTK) tingkat 1.
Kualifikasi Menengah (M1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Menengah (M1) harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau
Koperasi. Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli muda.
Kualifikasi Menengah (M2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan
nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Menengah (M2) harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT) atau
Koperasi. Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya.
Kualifikasi Besar (B1) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 250 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi Besar (B1) harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT). Minimal 2 orang
bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya.
Kualifikasi Besar (B2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) 0 sampai dengan tidak terbatas. Badan usaha untuk
kualifikasi Besar (B2) permohonan baru hanya untuk badan usaha PT-PMA.
Minimal 2 orang bersertifikat keahlian (SKA) ahli madya.
20
Tabei 2.1 Kualifikasi pekerjaan kontraktor
Kualifikasi Nilai Proyek Tenaga Kerja Badan Usaha Kecil K1 0 s.d Rp. 1 milyar 1 orang
bersertifikat tenaga terampil (SKTK) tingkat
3
Badan usaha dapat berbentuk PT, CV,
Firma atau Koperasi
K2 0 s.d Rp. 1,75 milyar
1 orang bersertifikat
tenaga terampil (SKTK) tingkat
3
Badan usaha dapat berbentuk PT, CV,
Firma atau Koperasi
K3 0 s.d Rp. 2,5 milyar 1 orang bersertifikat
tenaga terampil (SKTK) tingkat
1
Badan usaha dapat berbentuk PT, CV,
Firma atau Koperasi
Menengah M1 0 s.d Rp. 10 milyar Minimal 2 orang bersertifikat
keahlian (SKA) ahli muda
Badan usaha harus berbentuk PT atau
Koperasi
M2 0 s.d Rp. 50 milyar Minimal 2 orang bersertifikat
keahlian (SKA) ahli madya
Badan usaha harus berbentuk PT atau
Koperasi
Besar
B1 0 s.d Rp. 250 milyar
Minimal 2 orang bersertifikat
keahlian (SKA) ahli madya
Badan usaha harus berbentuk PT
B2 0 s.d tidak terbatas Minimal 2 orang bersertifikat
keahlian (SKA) ahli madya
Permohonan baru hanya untuk badan
usaha PT-PMA
Sumber : LPJK No. 10 (2013)
2.6 Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang
perlu diketahui. Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang
diteliti (populasi atau sampel) (Sugiyono, 2012 dalam Susanta, 2013).
21
2.7 Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sedangkan pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011). Teknik sampling sangatlah diperlukan dalam sebuah penelitian
karena hal ini digunakan untuk menentukan siapa saja anggota dari populasi yang
hendak dijadikan sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah secara jelas
tergambarkan dalam rencana penelitian sehingga jelas dan tidak membingungkan
ketika terjun dilapangan.
Menurut Sugiyono (2011) teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Berikut pemaparan
masing-masing teknik sampling tersebut:
1. Probability Sampling
Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel (Sugiyono, 2011). Probability Sampling terdiri dari 4 macam
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu (Sugiyono, 2011).
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak
homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2011).
Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi
berstrata tetapi kurang proporsional (Sugiyono, 2011).
Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek
yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2011). Teknik
22
sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pertama tahap penentuan sampel
daerah, dan kedua tahap penentuan orang-orang yang ada di daerah itu.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Nonprobability
Sampling terdiri dari 6 macam yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:
Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan
dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Sugiyono, 2011).
Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan
(Sugiyono, 2011).
Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011).
Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2011). Teknik ini paling cocok digunakan untuk
penelitian kualitatif yang tidak melakukan generalisasi.
Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Hal ini sering
digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30 orang, atau
untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat
kesalahan yang sedikit atau kecil.
Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar (Sugiyono, 2011).
23
2.8 Tabulasi dan Pengolahan Data
Tabulasi data dilakukan untuk mendapatkan hasil berupa data yang siap
digunakan pada tahap analisis berikutnya. Dalam tahap tabulasi dilakukan
pengelompokan data kedalam parameter-parameter dalam tahap analisis, dari data
awal yang masih berupa kumpulan kuesioner hasil pengisian di lapangan,
dokumentasi dari laporan-laporan pekerjaan. Tabulasi data dapat dikatagorikan
menjadi dua yaitu data profesionalisme supervisor proyek, dan data mutu hasil
produksi proyek konstruksi. Data dari pengisian kuesioner mengenai
profesionalisme supervisor proyek, berupa lima pilihan jawaban yang telah
ditetapkan (a, b, c, d, e) kemudian diberi nilai atau bobot menggunakan Skala
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2006).
1. Jawaban sangat baik (a) diberi nilai/bobot = 5
2. Jawaban baik (b) diberi nilai/bobot = 4
3. Jawaban cukup baik (c) diberi nilai/bobot = 3
4. Jawaban kurang baik (d) diberi nilai/bobot = 2
5. Jawaban sangat kurang baik (e) diberi nilai/bobot = 1
Sedangkan untuk data dari pengisian kuesioner mengenai mutu hasil
produksi berupa lima pilihan jawaban yaitu SB, B, C, K dan SK. Data yang
diperoleh dari kuesioner dengan lima pilihan jawaban yang telah ditetapkan
tersebut kemudian diberi bobot dengan kriteria sebagai berikut:
1. Jawaban sangat baik (SB) diberi nilai/bobot = 5
2. Jawaban baik (B) diberi nilai/bobot = 4
3. Jawaban cukup baik (C) diberi nilai/bobot = 3
4. Jawaban kurang baik (K) diberi nilai/bobot = 2
5. Jawaban sangat kurang baik (SK) diberi nilai/bobot = 1
2.9 Pengujian Kuesioner
Instrumen penelitian memegang peranan penting dalam penelitian, karena
kualitas data yang diperoleh dalam banyak hal ditentukan oleh kualitas instrumen
yang digunakan. Jika instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat
dipertanggungjawabkan, maka data yang diperoleh nantinya juga dapat
24
dipertanggungjawabkan. Artinya data yang bersangkutan dapat mewakili atau
mencerminkan keadaan sesuatu yang diukur pada diri subjek penelitian atau
sipemilik data (Nurgiyantoro et al., 2004). Sehingga instrumen-instrumen
penelitian tadi harus memiliki kualifikasi secara ilmiah, yang mana persyaratan
kualifikasi tersebut berupa aspek reliabilitas dan validitas.
2.9.1 Uji Reliabilitas
Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah
sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari
waktu ke waktu (Nurgiyantoro et al., 2004). Salah satu metode pengujian
reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang
digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian
umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf
signifikan 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-
Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton, 2006). Menurut
Santoso dalam Triton (2006) apabila Alpha hitung bernilai positif, maka suatu
instrumen penelitian dapat disebut reliabel. Adapun rumus yang digunakan dalam
metode ini adalah sebagai berikut:
σi2 = ∑��� −(∑��)�
�
N (2.1)
Keterangan:
σi2 : varians butir pertanyaan ke-n (misal ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya)
∑�� : jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n
r = �
��� (1-
∑���
��) (2.2)
Keterangan:
r : koefisien reliabilitas
k : jumlah butir pertanyaan (soal)
σi2 : varians butir pertanyaan (soal)
σ2 : varians skor test
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala
Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam lima kelas
25
dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan Alpha dapat diinterpretasi
seperti tabel berikut (Triton, 2006):
Tabel 2.2 Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d.0,20 Kurang reliabel
>0,20 s.d.0,40 Agak reliabel
>0,40 s.d.0,60 Cukup reliabel
>0,60 s.d.0,80 Reliabel
>0,80 s.d.1,00 Sangat reliabel
Sumber: Triton (2006)
2.9.2 Uji Validitas
Validitas berkaitan dengan “apakah instrumen yang dimaksud untuk
mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan
diukur tersebut”. Validitas sendiri terdiri dari dua jenis kategori validitas yakni
(Nurgiyantoro et al., 2004):
1. Validitas berdasarkan analisa rasional
Validitas berdasarkan analisa rasional terdiri dari:
a. Validitas konstruk (construct validity) merupakan validitas yang
mempertanyakan, apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen
tersebut telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan.
Sehingga menyusun butir-butir pertanyaan didasarkan pada teori-teori
yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.
b. Validitas isi (content validity) adalah validitas yang mempertanyakan
bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi
bahan yang diajarkan atau deskripsi masalah yang akan diteliti. Untuk
mengetahui kesesuaian kedua hal tersebut, penyusunan instrumen
haruslah mendasarkan diri pada kisi-kisi yang sengaja disiapkan. Kisi-
kisi tersebut memuat deskripsi bahan, indikator-indikator terhadap
masalah yang diangkat tersebut.
26
2. Validitas yang bersifat empirik
Validitas yang bersifat empirik memerlukan data-data di lapangan dari
hasil penyebaran instrumen penelitian yang berupa data kuantitatif, jadi
untuk keperluan analisa validitas ini memerlukan jasa statistik. Adapun
bagian-bagian dari analisa validitas yang bersifat empirik adalah sebagai
berikut:
a. Validitas sejalan (concuren validity) mempertanyakan apakah
kemampuan atau karakteristik subjek penelitian dalam suatu bidang
sesuai dengan kemampuan atau karakteristik lain yang dalam bidang
yang sama. Analisa pengujian ini menggunakan teknik korelasi
Product Moment :
r = �∑���(∑�)(∑�)
�(�∑���(∑�)�)(�∑���(∑�)�) (2.3)
keterangan:
r = koefisien korelasi
N = jumlah sampel
Nilai r selalu terletak antara -1 dan +1 (-1 < r < +1)
r = +1, berarti adanya korelasi positif sempurna
r = -1, berarti adanya korelasi negatif sempurna
r = 0, berarti tidak ada korelasi antara variabel
Kriteria yang digunakan untuk menentukan derajat pengaruh antara
dua variabel adalah sebagai berikut (Usman et al., 1995):
0,00 tidak ada korelasi
0,01-0,20 korelasi yang sangat rendah
0,21-0,40 korelasi yang rendah
0,41-0,60 korelasi yang agak rendah
0,61-0,80 korelasi yang cukup
0,81-0,99 korelasi yang tinggi
1,00 korelasi yang sangat tinggi
b. Validitas ramalan (predictive validity) mempertanyakan apakah
penampilan atau unjuk kerja subjek penelitian yang sekarang dapat
digunakan untuk meramalkan penampilan atau unjuk kerja di waktu
datang.
27
2.10 Teknik Analisis Data
Pada penulisan tugas akhir ini menggunakan teknik analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan apabila variabel prediktor
lebih dari satu, banyaknya variabel prediktor ini tergantung pada banyaknya
variabel prediktor yang dimiliki dalam penelitian.
Adapun langkah-langkah dalam teknik analisis regresi linier berganda
dengan variabel prediktor lebih dari satu adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi
Hubungan antara variabel prediktor dengan variabel kriterium biasanya
dilukiskan dalam sebuah garis, yaitu yang disebut sebagai garis regresi.
Adapun rumus umum persamaan garis regresi adalah sebagai berikut:
Ŷ = a + b1.X1 + b2.X2 + …… + bn.Xn (2.4)
Rumus persamaan regresi tersebut dapat disederhanakan kedalam metode
skor deviasi, yaitu y (y = Y-Y ), x1 (x1 = X1- X 1), x2 (x2 = X2- X 2),…….,
xn (xn = Xn- Xn) Sehingga rumus (2.4) dapat ditulis sebagai berikut
(Nurgiyantoro et al., 2004):
y = b1.x1 + b2.x2 + ………. + bn.xn (2.5)
keterangan :
Ŷ = Y yang diprediksikan
Y = variabel kriterium
X = variabel prediktor
b = koefisien prediktor
a = bilangan konstan
X = rata-rata data variabel prediktor
Y = rata-rata data variabel kriterium
Untuk menghitung nilai a, b1, b2,…., bn terlebih dahulu dilakukan
perhitungan skor-skor deviasi dari data-data sampel yang diperoleh,
berdasarkan rumus berikut (Nurgiyantoro et al., 2004):
∑X12 = ∑X1
2 – (∑��)�
� (2.6)
∑Xn2 = ∑Xn
2 – (∑��)�
� (2.7)
28
∑Y2 = ∑Y2 – (∑�)�
� (2.8)
∑X1Xn = ∑ X1Xn – (∑��)(∑��)
� (2.9)
∑X1Y = ∑ X1Y – (∑��)(∑�)
� (2.10)
∑XnY = ∑ XnY – (∑��)(∑�)
� (2.11)
Keterangan:
N = jumlah sampel
Setelah perhitungan skor-skor deviasi di atas dilakukan perhitungan a, b1,
b2,……, bn dengan menggunakan rumus-rumus berdasarkan skor deviasi
sebagai berikut, (Nurgiyantoro et al., 2004):
∑x1y = b1∑x12 + b2∑x1.x2 +……+ bn∑x1.xn (2.12)
∑x2y = b1∑x2.x1 + b2∑x22 +……+ bn∑x2.xn
∑xny = b1∑xn.x1 + b2∑xn.x2 +……+ bn∑xn2
2. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg)
Dalam analisis regresi berganda, salah satu cara untuk memperoleh nilai F
regresi (Freg) adalah melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda
(R). Langkah-langkah dalam mencari nilai F regresi (Freg) melalui
perhitungan dari koefisien korelasi berganda adalah sebagai berikut
(Nurgiyantoro et al., 2004):
a. Perhitungan Koefisien Korelasi Berganda (R)
Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau
lebih variabel prediktor (X1, X2,…Xn) terhadap variabel kriterium (Y)
secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar hubungan
yang terjadi antara variabel prediktor (X1, X2,……Xn) secara serentak
terhadap variabel kriterium (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1,
nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat,
sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi
semakin lemah. Perhitungan koefisien korelasi berganda (R),
menggunakan rumus sebagai berikut:
29
Ry-1n = ���∑��.����∑��.��⋯���∑��.�
∑�� (2.13)
b. Analisis Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel prediktor (X1,
X2,……Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Koefisien
ini menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel prediktor
yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel
kriterium. R2 = 0, maka tidak ada sedikitpun prosentase sumbangan
pengaruh yang diberikan variabel prediktor terhadap variabel
kriterium, atau variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model
tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel kriterium. Sebaliknya
R2 = 1, maka prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel
prediktor terhadap variabel kriterium adalah sempurna, atau variasi
variabel prediktor yang digunakan dalam model menjelaskan 100%
variasi variabel kriterium. Perhitungan determinasi (R2) menggunakan
rumus:
R2 = R x R x 100% (2.14)
c. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Regresi (JKreg)
Perhitungan jumlah kuadrat total regresi (JKreg), menggunakan rumus
sebagai berikut:
JKreg = R2.(∑y2) (2.15)
d. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Residu (JKres)
Perhitungan jumlah kuadrat total residu (JKres), menggunakan rumus
sebagai berikut:
JKres = (1-R2).(∑y2) (2.16)
e. Perhitungan Rata-Rata Hitung Kuadrat (RK)
Perhitungan rata-rata hitung kuadrat (RK), menggunakan rumus
sebagai berikut:
RKreg = �����
����� (2.17)
RKres = �����
����� (2.18)
30
Derajat kebebasan (db) untuk:
RKreg = jumlah variabel prediktor
RKres = jumlah sampel – jumlah variabel prediktor – 1
f. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg)
Perhitungan nilai F regresi (Freg), menggunakan rumus sebagai berikut:
Freg = �����
����� (2.19)
g. Konsultasi Tabel Nilai F
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel prediktor
(X1,X2….Xn) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel kriterium (Y). Atau untuk mengetahui apakah model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel kriterium atau
tidak. Konsultasi tabel nilai-nilai F, dilakukan dengan membandingkan
nilai F yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan tabel nilai-nilai
kritis F pada taraf signifikan 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel pada
taraf signifikan 5% maka variabel prediktor berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel kriterium.
3. Perhitungan Sumbangan Relatif
Setelah didapatkan persamaan regresi dan nilai F regresi, analisis data
dapat dilanjutkan dengan perhitungan besarnya sumbangan relatif dari
masing-masing prediktor terhadap proses prediksi. Adapun analisis
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sumbangan Relatif (SR%X)
Sumbangan relatif dihitung dalam bilangan persentase, yang
menunjukkan besarnya sumbangan (secara relatif) tiap prediktor untuk
keperluan prediksi dengan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro et al.,
2004):
SR%X = �∑��
����� x 100% (2.20)
31
2.11 Tingkat Signifikan
Tingkat signifikan merupakan suatu nilai kemungkinan tertentu yang
dilambangkan dengan α. Nilai α ini berkaitan dengan kemunculan harga tertentu
dari tes statistik sama dengan atau lebih kecil dari α. Tingkat yang dipilih dalam
penentuan nilai α ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang pentingnya atau
makna praktis yang mungkin terkandung dalam temuan. Dalam tugas akhir ini
tingkat signifikan atau alpha (α) yang digunakan adalah 5%.