Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Keluarga
2.1.1 Pengertian keluarga
Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga (dalam Gusti, 2013). Sedangkan menurut Bailon
dan Maglaya (1989) keluarga adalah dua atau lebih
individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (dalam
Zaidin Ali, 2009).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah kumpulan dari beberapa orang
yang hidup dalam satu rumah tangga oleh ikatan
perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang saling
bergantung satu dengan yang lain, memiliki keterikatan
9
aturan dan emosional, saling berinteraksi melalui peran-
perannya sebagai anggota keluarga.
2.1.2 Peran keluarga
Peran keluarga adalah seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu (Effendy, 1998).
Berbagai peran yang terdapat di dalam keluarga menurut
Effendy (1998) yaitu:
1. Peran ayah sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh
dan pendidik anak-anaknya, pelindung keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Selain itu, ibu juga dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan
spiritual.
2.1.3 Fungsi keluarga
10
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga
menurut Effendy (1998) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi biologis yaitu untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan
merawat anggota keluarga.
2. Fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang dan
rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota
keluarga, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi sosialisasi yaitu membina sosialisasi pada
anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan
nilai-nilai budaya keluarga.
4. Fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga dimasa yang akan datang. Misalnya:
pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan
sebagainya.
5. Fungsi pendidikan yaitu mendidik anak sesuai dengan
tingkat-tingkat perkembangannya dan menyekolahkan
anak.
2.2 Dukungan Sosial Keluarga
11
2.2.1 Pengertian dukungan sosial keluarga
Friedman (1998) mendefinisikan dukungan sosial
keluarga sebagai sikap, tindakan, dan penerimaan
keluarga terhadap anggotanya, di mana anggota keluarga
memandang bahwa keluarga bersifat, mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(dalam Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Cohen & Sme
(1996) dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan
yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang
lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu
bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai
dan mencintainya (dalam Hernilawati, 2013).
2.2.2 Bentuk dukungan sosial keluarga
Menurut House (dalam Setiadi, 2008) ada 4 bentuk
dukungan sosial keluarga:
1. Dukungan emosional, yaitu dukungan keluarga
terhadap individu untuk memberikan keyakinan bahwa
individu dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini berupa
dukungan simpati dan empati, cinta, kepercayaan dan
penghargaan. Dengan demikian seseorang yang
menghadapi persoalan merasa dirinya tidak
menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain
12
yang memperhatikan, mau mendengar segala
keluhannya, bersimpati dan empati terhadap
persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya.
2. Dukungan informatif, yaitu keluarga berfungsi sebagai
penyebar informasi. Bantuan informasi yang
disediakan dapat digunakan oleh seseorang dalam
menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi,
meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau
informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini
dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin
menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
3. Dukungan instrumental, yaitu dukungan keluarga yang
berupa barang dan jasa yang dapat membantu
kegiatan individu. Bantuan bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan
aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang dihadapinya atau menolong secara langsung
kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan
menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi
penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan
dan lain-lain.
13
4. Dukungan penilaian, yaitu dukungan keluarga
terhadap individu sebagai bahan instropeksi diri dan
motivasi agar berbuat lebih baik dari sebelumnya.
Penilaian ini bisa bersifat positif dan negatif yang mana
pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan
dengan dukungan keluarga maka penilaian yang
sangat membantu adalah penilaian yang positif.
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa
Latin adolescere yang berarti ‘’tumbuh’’ atau tumbuh
menjadi dewasa’’ (Hurlock, 1999). Remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam
kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat
disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum dapat disebut
orang dewasa (Rifai, 1984). Menurut Mabey & Sorensen
(1995) remaja juga dapat berarti tahapan dimana seorang
anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju
kemandirian, otonomi dan kematangan. Seseorang yang
ada pada tahap ini akan bergerak dari suatu bagian
14
kelompok keluarga menjadi bagian dari suatu kelompok
teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri
sebagai seorang dewasa (dalam Geldard & Geldard,
2011).
Menurut Konopka, 1973 masa remaja terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran
sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan
diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung
pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah
penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta
adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2. Remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya
kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih
memiliki peran yang penting, namun individu sudah
lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed).
Pada masa ini remaja mulai mengembangkan
kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan
impulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal
yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin
15
dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi
penting bagi individu.
3. Remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki
peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja
berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identity.
Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan
diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang
dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini (dalam
Agustiani, 2006).
2.3.2 Ciri-ciri remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan
sesudahnya. Ciri-ciri tersebut menurut Hurlock (1999):
1. Periode yang penting
Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan
perkembangan mental, terutama pada awal masa
remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan
perlunya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru.
2. Periode peralihan
16
Dalam setiap periode peralihan, status individu
tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang
akan dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain
pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga
menguntungkan karena status memberi waktu
kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda
dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang
paling sesuai dengan dirinya.
3. Periode perubahan
Tingkat perubahaan dalam sikap dan perilaku selama
masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik
terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berlangsung pesat. Ada empat perubahan yang
sama yang hampir universal. Pertama, meningginya
emosi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran.
Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku,
maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian
besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan.
4. Periode bermasalah
17
Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh anak laki-laki maupun anak
perempuan.Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu.
Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah
anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan
guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua,
karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga
mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak
orangtua dan guru-guru.
5. Periode mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri
dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-
laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan
menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,
seperti sebelumnya.
6. Periode yang menimbulkan ketakutan
Anggapan sterotip budaya bahwa remaja adalah anak-
anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung merusak dan berperilaku merusak,
menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing
dan mengawasi kehidupan remaja muda takut
18
bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik
terhadap perilaku remaja yang normal. Sterotip
popular juga mempengaruhi konsep diri dan sikap
remaja terhdap dirinya sendiri.
7. Periode masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui
kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri
dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan
bukan sebagaimana dan bukan sebagimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik
ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi
keluarganya dan teman-temannya, menyebabkan
meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal
masa remaja.
8. Periode ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang
sah, para remaja semakin gelisah untuk meninggalkan
stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan
bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu,
remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang
dihubungkan dengan status orang dewasa, yaitu
merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-
obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka
19
beranggapan bahwa perilaku ini akan memberikan
citra yang mereka inginkan.
2.3.3 Tugas perkembangan pada masa remaja
Menurut Gunarsa & Gunarsa (1983), harapan
masyarakat terhadap remaja dapat dipenuhi melalui suatu
proses bersinambungan dalam menjalankan tugas-tugas
perkembangan. Beberapa tugas perkembangan remaja
menurut Gunarsa & Gunarsa (1983) yaitu:
1. Menerima keadaan fisiknya.
2. Memperoleh kebebasan emosional.
3. Mampu bergaul.
4. Menemukan model untuk identifikasi.
5. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri.
6. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai
dan norma.
7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-
kanakan.
Menurut Pribadi (2011), tugas perkembangan yang
perlu diselesaikan remaja agar ia bahagia, berkembang
normal dan menjadi dewasa adalah:
20
1. Mengembangkan hubungan yang memuaskan dengan
kawan sebaya baik dengan sesama jenis maupun
lawan jenis.
2. Mengembangkan jati dirinya sebagai sebagai laki-laki
maupun perempuan.
3. Menerima keadaan dirinya secara utuh.
4. Membebaskan diri dari ketergantungan emosional
terhadap orang tua dengan tetap menjaga hubungan
akrab dan menghormati.
5. Memilih dan menyiapkan perkawinan atau
berkeluarga.
6. Mengembangkan kemampuan intelektual dan
ketrampilan serta mempersiapkan pekerjaan.
7. Mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab.
8. Mengembangkan nilai, etika dan kerohanian sebagai
pedoman hidup.
2.3.4 Perubahan yang terjadi pada masa remaja
21
Berikut ini merupakan perubahan-perubahan yang
dialami oleh remaja pada masa remajanya, menurut
Hurlock (1999):
Perubahan fisik selama masa remaja
1. Perubahan eksternal
Perubahan eksternal yang terjadi pada remaja adalah
perubahan tinggi badan, barat badan, proporsi tubuh
dan organ seks.
2. Perubahan internal
Perubahan internal yang terjadi pada remaja terbagi
menjadi dua bagian, yaitu : Perubahan Fisiologis dan
Perubahan Psikososial.
1. Perubahan fisiologis :
a. Sistem pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi
terlampau berbentuk pipa, usus bertambah
panjang dan bertambah besar, otot-otot di
perut dan dinding-dinding usus menjadi lebih
tebal dan lebih kuat, hati bertambah berat dan
kerongkongan bertambah panjang.
b. Sistem peredaraan darah
22
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja;
pada usia tujuh belas atau delapan belas,
beratnya dua belas kali berat pada waktu lahir.
Panjang dan tebal dinding pembuluh darah
meningkat dan mencapai tingkat kematangan
bilamana jantung sudah matang.
c. Sistem pernapasan
Kapasitas paru anak perempuan hampir
matang pada usia tujuh belas tahun; anak laki-
laki mencapai tingkat kematangan beberapa
tahun kemudian.
d. Sistem endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa
puber menyebabkan ketidakseimbangan
sementara dari seluruh sistem endokrin pada
awal masa puber. Kelenjar-kelenjar seks
berkembang pesat dan berfungsi, meskipun
belum mencapai ukuran matang sampai akhir
masa remaja atau awal masa dewasa.
e. Jaringan tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata
pada usia delapan belas. Jaringan, selain
tulang, terus berkembang sampai mencapai
23
ukuranmatang khususnya bagi perkembangan
jaringan otot.
2. Perubahan psikososial :
a. Perubahan emosi selama masa remaja
Masa remaja sering dianggap sebagai periode
“badai dan tekanan,” suatu masa di mana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar. Perubahan
emosi terjadi selain karena terjadi perubahan-
perubahan pada fisik remaja, juga karena
remaja berpindah pada suatu keadaan yang
baru. Keadaan dari kehidupan kanak-kanak
yang bergantung penuh pada orangtua,
menjadi keadaan di mana remaja harus mulai
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Remaja mengalami ketidakstabilan pada
emosinya. Emosi remaja seringkali sangat
kuat, mudah marah, mudah dirangsang, dan
emosinya cenderung meledak.
b. Perubahan sosial
Pada masa remaja seorang individu mulai
memiliki banyak lingkungan baru. Dari masa
kanak-kanak dimana lingkungan seorang anak
24
hanya rumah atau sekolah, pada masa remaja,
seseorang mulai ditutuntut untuk
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di
luar rumah dan sekolah. Karena remaja mulai
lebih banyak berada di luar rumah bersama-
sama dengan teman-teman sebaya, remaja
mulai membentuk sikap, perilaku minat,
penampilan yang ada dilingkungannya. Terjadi
perubahan dalam perilaku sosialnya.
Perubahan yang paling menonjol dari masa
sebelumnya adalah dari yang tidak menyukai
lawan jenis sebagai teman menjadi lebih
menyukai teman dari lawan jenisnya daripada
teman sejenis.
c. Perubahan moral
Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada
pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan
bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Pada masa kanak-kanak, seorang individu
lebih cenderung bersikap dan bereaksi
terhadap hal-hal yang menyenangkan dirinya
sendiri, tanpa mempedulikan lingkungan
sekitarnya. Remaja mulai mempelajari apa
25
yang apa yang diharapkan oleh lingkungan dari
dirinya dan kemudian mau memberntuk
perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial
tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu
kanak-kanak. Seorang remaja mulai
membentuk kode moralnya sendiri sesuai
dengan tingkat perkembangan yang lebih
matang dan yang telah dilengkapi dengan
hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang
dipelajarinya, dan tidak lagi begitu saja
menerima kode moraldari orang tua, guru,
bahkan teman-teman sebaya.
d. Perubahan kepribadian
Lingkungan berpengaruh besar terhadap
perubahan kepribadian yang terjadi pada diri
remaja. Pada sisi ini, remaja mulai menyadari
akan sifat-sifat yang dikagumi oleh teman-
teman sejenis maupun teman-teman lawan
jenis. Remaja menggunakan standar kelompok
sebagai dasar konsep mereka mengenai
kepribadian “ideal” terhadap mana mereka
menilai kepribadian mereka sendiri. Remaja
26
berusaha membentuk diri mereka seperti apa
yang dianggapnya sebagai sesuatu yang ideal.
Tidak banyak yang merasa dapat mencapai
gambaran ideal ini dan mereka yang tidak
berhasil ingin mengubah kepribadian mereka.
2.3.5 Kenakalan remaja
Kenakalan remaja merupakan perbuatan atau
tingkahlaku yang bersifat pelanggaran hukum yang
berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral (Gunarsa &
Gunarsa, 1980). Kenakalan remaja disebabkan adanya
perubahan-perubahan sosial di masyarakat, seperti
pergeseran fungsi keluarga karena kedua orangtua
bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi
berkurang(Waluya, 2007). Selain itu, Yusuf (2002)
mengatakan bahwa lingkungan yang tidak kondusif,
seperti krisis ekonomi, perceraian orangtua, sikap dan
perilaku orangtua yang otoriter atau kurang memberikan
kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama
dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat,
cenderung memberikan dampak yang kurang baik dan
sangat mungkin remaja mengalami kehidupan yang tidak
nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah,
banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan
27
perilaku yang kurang wajar, seperti kriminalitas, meminum
minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran
dan pergaulan bebas.
Gunarsa & Gunarsa (1980) mengelompokan
kenakalan remaja menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kenakalan yang tidak diatur dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan
pelanggaran hukum, seperti: meninggalkan sekolah
tanpa pengetahuan pihak sekolah, meninggalkan
rumah tanpa ijin orangtua, berpesta pora semalam
suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah timbul
tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab,
membaca buku-buku cabul, berpakaian tidak pantas
dan minum-minuman keras, dll.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum
dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan
hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa, seperti:
pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pengguguran
kandungan, penganiayaan yang mengakibatkan kematian
seseorang, dll.