Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia
1. Pengertian lansia
Lansia adalah tahapan dimana individu ada pada usia tertentu, yang
dikategorikan sebagai berikut: lansia awal (young old) antara 65 sampai
74 tahun, lansia pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84 tahun dan
lansia akhir ( oldold) 85 tahun atau lebih (Miller, 2012).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho
(2006), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
3. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati,sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
10
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi
undangan
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tidak acuh
4. Kemunduran Fisik Yang Sering Ditemukan Pada Lansia
Menurut Padila (2013), menjadi tua ditandai oleh kemunduran
biologis yang terlihat sebagai gejala – gejala kemunduran fisik, antara
lain :
a. Kulit mengendur dan wajah mulai keriput serta garis –garis yang
menetap
b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
c. Gigi mulai lepas ( ompong )
d. Pendengaran atau penglihatan mulai berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh
f. Mudah terserang penyakit
g. Nafsu makan menurun
h. Penciuman mulai berkurang
i. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
j. Pola tidur berubah
11
5. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya meliputi perubahan
dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, neurologi, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin,
dan integumen (Padila, 2013).
a. Perubahan pada sistem muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot, ukuran
oto mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi pada
ekstremitas bawah, sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat
dan lemak, kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot
menurun dengan bertambahnya usia, kekuatan otot ekstremitas
bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 – 80 tahun (Padila,
2013).
Perubahan sistem muskuloskeletal menurut Pudjiastuti &
Utomo, 2003:
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,
tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami
perubahan bentangan cross linking yang tidak
teratur.Bentangan yang tidak teratur dan hubungan penurunan
hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan
salah satu alas an penuruna mobilitas pada jaringan
tubuh.Setelah kolagen mencapai puncak fungsi dan daya
mekaniknya karena penuaan, tensile streght dan kekakuan dari
kolagen menurun menyebabkan fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
12
berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
2) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi sehingga permukaan sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi cenderung kearah progresif. Fungsi kartilago
menjadi tidak efektif dan rentan terhadap gesekan. Perubahan
tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.
Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan,
kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya
aktivitas sehari-hari.
3) Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang menyebabkan jumlah
tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis.
Perubahan lain terjadi penurunan estrogen sehingga produksi
osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan calsium
sehingga tulang menjadi keropos. Berkurangnya jaringan dan
ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan
kekakuan tulang menurun. Dampak berkurangnya kepadatan
tulang mengakibatkan osteoporosis, dan timbul nyeri,
deformitas, dan fraktur.
4) Otot
Perubahan morfologis otot terjadi penurunan jumlah
serabut otot, atrofi beberapa serabut otot dan fibril menjadi
tidak teratur, dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang
lain, berkurangnya 30% masa otot, peningkatan jaringan
lemak dan penghubung, degenerasi myofibril. Dampak
perubahan morfologis tersebut penurunan kekuatan otot,
13
penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, dan
penurunan kemampuan fungsional otot.
Kekuatan, ketahanan dan koordinasi otot akan
mengalami penurunan. Kekuatan otot akan menurun secara
bertahap, dan pada usia 80 tahun penurunan kekuatan otot
sekitar 30%-50%, terutama terjadi pada ekstremitas bawah
(Miller, 2012).
5) Sendi
Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan
fasia mengalami penurunan elastisitas dan daya lentur. Terjadi
degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul
sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi
penurunan luas gerak sendi. Kelainan akibat perubahan sendi,
antara lain; osteoarthritis, arthritis rheumatoid, Gout, dan
pseudogout. Kelainan tersebut menimbulkan gangguan berupa
bengkak, nyeri, kekauan sendi, keterbatasan ruang gerak sendi,
gangguan jalan, dan keterbatasan aktivitas.
b. Perubahan pada system neurologi
Perubahan yang terjadi pada sistem neurology meliputi berat
otak menurun, hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalam
respond an waktu berfikir, berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa lebih sensitive
terhadap peubahan suhu dengan redahnya ketahanan terhadap
dingin, kurang sensitive terhadap sentuhan (Padila, 2013).
1) Otak
Proses penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%)
antara usia 30-70 tahun. Tonjolan dendrite dineuron hilang
disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara
14
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Berbagai
perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari
60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan
integritas, input sensorik menurun menyebabkan gangguan
kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).
Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan
melambat (Stanley, 2006).
2) Saraf Otonom
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus.
Beberapa hal terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut
adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine,
noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion
otonom berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang
disebabkan penurunan enzim utama kolin-asetilase. Terdapat
perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan
jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi
postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau
dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak
sehingga mudah terjatuh (Stanley, 2006).
3) Sistem Saraf Perifer
a) Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen,
sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik
dari organ luar yang terkena ransangan.
b) Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal
tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf
eferen pada sistem saraf perifer.
15
4) Medulla spinalis
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi,
sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana
lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya
secara maksimal.
B. Keseimbangan Tubuh Lansia
1. Definisi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat
gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak.
Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamova
& Hlavacka, 2008). Keseimbangan dapat diartikan juga sebagai
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi (center of gravity)
atas dasar dukungan bidang tumpu (base of support) (Mauk, 2010).
2. Mekanisme Keseimbangan Postural
Mekanisme keseimbangan postural yaitu visual, vestibular,
proprioceptive. Pada lansia mengalami perubahan struktur mata yaitu
atropi dan hialinisasi pada muskulus siliaris yang dapat meningkatkan
amplitudo akomodasi. Hal ini dapat meningkatkan ambang batas visual
sehingga dapat mematahkan impuls afferen yang kemudian dapat
menurunkan visual manula, dan pada akhirnya akan mempengaruhi
keseimbangan postural. Terjadi perubahan lapang pandang, penurunan
tajam penglihatan, sensitivitas penglihatan kontras akibat berkurangnya
persepsi kontur dan jarak. Penurunan tajam penglihatan terjadi akibat
katarak, degenerasi makuler, dan penglihatan perifer menghilang
(Gunarto, 2005). Reseptor visual ini memberikan informasi tentang
orientasi mata dan posisi tubuh atau kepala terhadap kondisi lingkungan
di sekitarnya. Gangguan keseimbangan akan tampak lebih jelas lagi jika
impuls afferen untuk visual ditiadakan, misalnya pada saat mata
tertutup, maka kehilangan ayunan tubuh (sway) menjadi berlebihan
(Suhartono, 2005).
16
Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian
dalam. Proses degeneratif di dalam otolit sistem vestibuler dapat
menyebabkan vertigo posisisonal dan ketidakseimbangan waktu
berjalan (Gunarto, 2005). Organ vestibular memberikan informasi ke
CNS tentang posisi dan gerakan kepala serta pandangan mata melalui
reseptor makula dan krista ampularis yang terdapat di telinga dalam
(Suhartono, 2005). Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan
vertigo atau gangguan keseimbangan.
Susunan proprioseptif ini memberikan informasi ke CNS tentang
posisi tubuh terhadap kondisi di sekitarnya (eksternal) dan posisi antara
segmen badan badan itu sendiri (internal) melalui reseptor-reseptor
yang ada dalam sendi, tendon, otot, ligamentum dan kulit seluruh tubuh
terutama yang ada pada kolumna vertebralis dan tungkai. Informasi itu
dapat berupa tekanan, posisi sendi, tegangan, panjang, dan kontraksi
otot (Suhartono, 2005). Manula mengalami penurunan proprioseptif
(Pudjiastuti, 2003). Hal ini dapat meningkatkan ambang batas rangsang
muscle spindle, sehingga dapat mematahkan umpan balik afferen dan
secara berurutan dapat mengubah kewaspadaan tentang posisi tubuh
keadaan ini dapat menimbulkan gangguan keseimbangan postural
(Suhartono, 2005).
3. Pengelompokan Keseimbangan
Keseimbangan dikelompokkan dalam dua tipe yaitu keseimbangan
statis yang berperan mempertahankan posisi tubuh pada saat tidak
bergerak atau berubah. Contohnya pada saat berdiri dengan bertumpu
pada satu kaki, berdiri di atas papan keseimbangan dan keseimbangan
dinamis yang menggambarkan kemampuan mempertahankan
keseimbangan dimana tubuh selalu bergererak atau berubah, contohnya
keseimbangan pada saat berjalan. Keseimbangan dinamis melibatkan
kemampuan kontrol tubuh karena tubuh bergerak dalam ruang ( Howe
et al., 2008).
17
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan
Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor dibawah ini adalah
faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu :
a. Kekuatan otot (Muscle Strenght)
adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan
tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun secara statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot
yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat
berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka
keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik
seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Taylor,
2004).
b. Penyakit Tulang
Kondisi kesehatan tulang sangat mempengaruhi tingkat
keseimbangan lansia, lansia yang mempunyai penyakit osteoporosis,
rematoid artitis dan inflamasi tulang sulit untuk menjaga
keseimbangan postural (Perry & Potter, 2004).
c. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada
semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi
terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of
gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata,
pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh
dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh
maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan
gangguan keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu
berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat
jika center of gravity terletak di dalam dan tepat ditengah maka
tubuh akan seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi
keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak
18
terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2 (Bishop & Hay,
2009).
d. Garis Gravitasi (Line of Gravity – LOG)
Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang
berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh
ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi
dengan base of support (bidang tumpu).
e. Bidang Tumpu (Base of Support)
Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi
tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang.
Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu.
Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Semakin
dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh
makin tinggi (Wen Chang Yi et al, 2009).
5. Penyebab Gangguan Keseimbangan
Penyebab gangguan keseimbangan adalah disebabkan oleh infeksi
virus, bakteri, kegemukan, trauma kepala (Head Injury), gangguan
sirkulasi darah yang mempengaruhi telinga bagian dalam atau otak,
faktor usia, dan gangguan vestibular pada bagian tepi yaitu gangguan
pada labyrinth, gangguan vestibular pada bagian tengah yaitu sebuah
problem pada otak dan saraf yang menghubungkannya.
6. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia disebabkan oleh
adanya perubahan perubahan sistem neurologis atau saraf pusat, sistem
sensoris terutama sistem visual, propioseptif dan perubahan pada sistem
vestibuler serta sistem musculoskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan
lansia dapat dipengaruhi oleh faktor internal (usia, jenis kelamin,
pekerjaan, riwayat jatuh, aktivitas fisik, status nutrisi, hipotensi
19
ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal (lingkungan dan
penggunaan alas kaki) (Achmanagara, 2012).
7. Pengukuran Keseimbangan Tubuh
Alat ukur tes keseimbangan postural sebagai berikut :
a. TUGT (Time Up and Go Test)
Mengukur kecepatan terhadap aktivitas yang mungkin menyebabkan
gangguan keseimbangan.
Alat yang dibutuhkan : Kursi dengan sandaran dan penyangga
lengan, stopwatch, dinding.
Waktu tes: 10 detik – 3 menit.
Prosedur tes :
Posisi awal pasien duduk bersandar pada kursi dengan lengan
berada pada penyangga lengan kursi. Pasien mengenakan alas kaki
yang biasa dipakai. Pada saat fisioterapis memberi aba-aba “mulai”
pasien berdiri dari kursi, boleh menggunakan tangan untuk
mendorong berdiri jika pasien menghendaki. Pasien terus berjalan
sesuai dengan kemampuannya menempuh jarak 3 meter menuju ke
dinding, kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan berjalan
kembali menuju kursi. Sesampainya di depan kursi pasien berbalik
dan duduk kembali bersandar. Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai”
hingga pasien duduk bersandar kembali.
Pasien tidak diperbolehkan mencoba atau berlatih lebih dulu,
stopwatch mulai menghitung setelah pemberian aba-aba mulai dan
berhenti menghitung saat subyek kembali pada posisi awal atau
duduk. Bila kurang dari 10 detik, maka subjek dikatakan normal.
Bila kurang dari 20 detik, maka dapat dikatakan baik. Subjek dapat
berjalan sendiri tanpa membutuhkan bantuan. Namun bila lebih dari
30 detik, maka subjek dikatakan memiliki problem dalam berjalan
dan membutuhkan bantuan saat berjalan. Sedangkan pada subjek
yang lebih lama dari 40 detik harus mendapat pengawasan yang
20
optimal karena sangat beresiko untuk jatuh (Shumway, 2000).
Keterbatasan tidak sensitive terhadap gangguan keseimbangan
ringan-sedang.
b. The stand on one leg test
Manula dipersilahkan berdiri dengan menggunakan 1 kaki
dengan mata tertutup atau terbuka selama <1 menit. Tangan tidak
berpegangan. Jika <10 detik, berarti terjadi defisit keseimbangan.
Jika 10-30 detik harus diperhatikan / diwaspadai. Jika > 30 detik
maka dikatakan aman. Keterbatasan hanya dilakukan pada saat
keseimbangan statis.
c. The sharpened Romberg
Manula dipersilahkan untuk melakukan 6 macam tugas,
dimana tingkat kesulitannya semakin meningkat dari tugas 1 ke
tugas 6. Pertama, berdiri dengan kedua kaki dengan mata terbuka
selama 10 detik. Kedua, berdiri dengan kedua kaki dengan mata
tertutup selama 10 detik. Ketiga, berdiri dengan posisi kaki semi-
tandem dengan mata terbuka selama 10 detik. Keempat, berdiri
dengan posisi kaki semi-tandem dengan mata tertutup selama 10
detik. Kelima, berdiri dengan posisi kaki full-tandem dengan mata
terbuka selama 10 detik. Keenam, berdiri dengan dengan posisi kaki
full-tandem dengan mata tertutup selama 10 detik.
d. Berg Balance scale (BBS)
1). Pengertian Tindakan Berg Balance Scale
Tes klinis yang banyak digunakan untuk mengukur
kemampuan keseimbangan statis dan dinamis seseorang yang
terdiri dari 14 perintah yang dinilai dengan menggunakan skala
ordinal (Langley & Mackintosh, 2007).
21
2). Tujuan
Untuk mengukur keseimbangan baik secara statis maupun
dinamis pada lansia dan menentukan risiko jatuh pada lansia
(rendah, sedang, atau tinggi)
3). Interpretasi hasil
Rentang nilai 0-4, dimana 0 berarti lansia tidak mampu
melakukan dan 4 berarti lansia mampu melakukan tanpa
bantuan. Skor maksimum adalah 56. Dengan hasil untuk nilai
0-20 resiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat bantu
jalan berupa kursi roda, nilai 21-40 resiko jatuh sedang dan
perlu menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat kruk dan
walker dan nilai 41-56 resiko jatuh rendah dan tidak
memerlukan alat bantu.
4). Alat dan bahan yang digunakan
a). Stopwatch atau jam tangan
b). Penggaris atau penanda dengan penanda 5 cm, 12,5 cm, dan
25 cm
c). Kursi dengan penyangga lengan dan kursi tanpa penyangga
lengan.
d). Objek untuk diambil dari lantai
e). Blok injakan kaki (step tool)
f). Form penilaian Berg balance scale waktu tes dilakukan 15
– 20 menit.
5). Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ini
a). Hitung tanda-tanda vital untuk mengetahui tekanan darah.
Apabila tekanan darah tinggi tidak boleh dilakukan
penilaian Berg Balance Scale
b). Tanyakan apakah lansia merasa pusing. Apabila lansia
merasa pusing, penilaian ini tidak bisa dilakukan.
22
c). Tes dilakukan pada lingkungan yang aman. Klien harus
sadar dan mampu mengerti perintah yang diberikan. Tes
bisa dihentikan jika lansia merasa pusing atau tidak kuat
d). Prinsip tindakan ini dimulai dari gerakan yang paling
mudah.
e). Dokumentasikan nama, tanggal, waktu, jam dan respon
lansia
Para peneliti menyatakan bahwa Berg balance scale adalah alat yang
terbaik untuk memprediksi resiko jatuh pada lansia (Vincent, 2007).
Indikator Berg Balance Scale berdasar Canadian centre for activity
and aging tahun 2007 adalah sebagai berikut :
1) Duduk ke berdiri
Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk tidak menggunakan
tangan sebagai sokongan
4: mampu berdiri tanpa menggunakan tangan
3 : mampu untuk berdiri namun menggunakan bantuan tangan
2 : mampu berdiri menggunakan tangan setelah beberapa kali
mencoba
1 : membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri
0 : membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
23
2) Berdiri tanpa bantuan
Instruksi: berdirilah selama dua menit tanpa berpegangan
4 : mampu berdiri selama dua menit
3 : mampu berdiri selama dua menit dengan pengawasan
2 : mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
1 : membutuhkan beberapa kali untuk mencoba berdiri selama
30 detik tanpa bantuan
0 : tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
24
3) Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan di
lantai
Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda selama dua
menit
4 : mampu duduk dengan aman selama dua menit
3 : mampu duduk selama dua menit di bawah pengawasan
2 : mampu duduk selama 30 detik
1 : mampu duduk selama 10 detik
0 : tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik
25
4) Berdiri ke duduk
Instruksi: silahkan duduk
4 : duduk dengan aman dengan pengguanaan minimal tangan
3 : duduk menggunakan bantuan tangan
2 : menggunakan bantuan bagian belakan kaki untuk turun
1 : duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari
berdiri ke duduk
0 : membutuhkan bantuan untuk duduk
26
5) Berpindah
Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk
berpindah ke kursi yang memiliki penyangga tangan kemudian
ke arah kursi yang tidak memiliki penyangga tangan
4 : mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan
3 : mampu berpindah dengan bantuan tangan
2 : mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan
1 : membutuhkan seseorang untuk membantu
0 : membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi
27
6) Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10 detik
4 : mampu berdiri selama 10 detik dengan aman
3 : mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
2 : mampu berdiri selama 3 detik
1 : tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap
berdiri dengan aman
0 : membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
28
7) Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat
Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan
4 : mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit
3 : mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan
pengawasan
2 : mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama
30 detik
1 : membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang
diperintahkan tetapi mampu berdiri selama 15 detik
29
0 : membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat
bertahan selama 15detik
8) Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri
Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda dan
raihlah semampu Anda (penguji meletakkan penggaris untuk
mengukur jarak antara jari dengan tubuh)
4 : mencapai 25 cm (10 inchi)
3 : mencapai 12 cm (5 inchi)
2 : mencapai 5 cm (2 inchi)
1 : dapat meraih tapi memerlukan pengawasan
30
0 : kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan
bantuan
9) Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri
Instruksi: Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda
4 : mampu mengambil dengan mudah dan aman
3 : mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan
2 : tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari benda dan
dapat menjaga keseimbangan
1 : tidak mampu mengambil dan memerlukan pengawasan
ketika mencoba
31
0 : tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk mencegah
hilangnya keseimbangan atau terjatuh
10) Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri
Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan
kembali ke arah kanan
4 : melihat ke belakang dari kedua sisi
3 : melihat ke belakang hanya dari satu sisi
2 : hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga
keseimbangan
1 : membutuhkan pengawasan ketika menengok
32
0 : membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan
atau terjatuh
11) Berputar 360 derajat
Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh, kemudian ulangi
lagi dengan arah yang berlawanan
4 : mampu berputar 360 derajat dengan aman selama 4 detik
atau kurang
3 : mampu berputar 360 derajat hanya dari satu sisi selama
empat detik atau kurang
33
2 : mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan yang
lambat
1 : membutuhkan pengawasan atau isyarat verbal
0 : membutuhkan bantuan untuk berputar
12) Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan ketika
berdiri tanpa bantuan
Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki pada sebuah
pijakan. Lanjutkan sampai setiap kaki menyentuh pijakan
selama 4 kali.
4 : mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20
detik
34
3 : mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan > 20
detik
2 : mampu melakukan 4 pijakan tanpa bantuan
1 : mampu melakukan >2 pijakan dengan bantuan minimal
0 : membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh/tidak mampu
melakukan
13) Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya
Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan kaki lainnya.
Jika merasa tidak bisa, cobalah melangkah sejauh yang Anda
bisa
4 : mampu menempatkan kedua kaki (tandem) dan menahan
selama 30 detik
3 : mampu memajukan kaki dan menahan selama 30 detik
35
2 : mampu membuat langkah kecil dan menahan selama 30 detik
1 : membutuhkan bantuan untuk melangkah dan mampu
menahan selama 15 detik
0 : kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri
14) Berdiri dengan satu kaki
Instruksi: berdirilah dengan satu kaki semampu Anda tanpa
berpegangan
4 : mampu mengangkat kaki dan menahan >10 detik
3 : mampu mengangkat kaki dan menahan 5-10 detik
2 : mampu mengangkat kaki dan menahan >3 detik
36
1 : mencoba untuk mengangkat kaki, tidak dapat bertahan
selama 3 detik tetapi dapat berdiri mandiri
0 : tidak mampu mencoba
Rentang nilai BBS
0 – 20 Resiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat bantu
jalan berupa kursi roda.
21 – 40 Resiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat bantu
jalan seperti tongkat, kruk, dan walker.
41 – 56 Resiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu.
37
C. Jatuh Pada Lansia
1. Definisi Jatuh
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja yang
merupakan masalah fisik yang sering dialami lansia akibat proses
penuaan dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan
kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut berasal dari penyebab
yang spesifik berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami
jatuh (Stanley, 2006 ; Pudjiastuti, 2003).
2. Faktor Resiko Jatuh
Faktor risiko jatuh pada lansia terdiri dari faktor intrinsik (host dan
aktivitas) dan faktor ekstrinsik (lingkungan dan obat-obatan) :
a. Faktor instrinsik
Adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang
dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang
sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut
antara lain adalah gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan
gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah,
kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-
tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan
gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan
pusing (Lumbantobing, 2004).
b. Faktor ekstrinsik
Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang
tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai
yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau
tergeletak dibawah, tempat tidur atau wc yang rendah atau jongkok,
obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Darmojo,
2004).
38
3. Pencegahan
Pencegahan jatuh pada lansia di rumah sakit dan panti (Miller, 2012)
a. Identifikasi lansia yang berisiko jatuh
Selama pengkajian awal, identifikasi resiko jatuh (seperti;
obat-obatan, riwayat jatuh, kerusakan kognitif, penurunan fungsi
penglihatan, gangguan mobilisasi, lansia yang berumur 75 tahun atau
lebih). Kaji dan dokumentasikan faktor risiko jatuh. Kaji kembali
resiko jatuh secara regular untuk mengantisipasi (misalnya tiap
shift, setiap hari, saat terjadi perubahan fungsi dan status kesehatan
lansia). Gunakan kode warna (misalnya menggunakan stiker
berwarna terang, menggunakan pita atau gelang berwarna pada
lengan lansia yang berisiko jatuh, atau meletakkan tanda tersebut di
tempat tidur atau di pintu kamar) yang mengindikasikan lansia
berisiko jatuh dan sedang mengikuti program pencegahan jatuh.
b. Beri pendidikan kesehatan pada petugas, lansia, dan keluarga.
Instruksikan pada lansia dan keluarga tentang program
pencegahan jatuh menggunakan brosur yang berisi informasi tentang
cara pencegahan jatuh dan cara memperoleh bantuan jika terjadi
jatuh pada lansia. Berikan pelatihan dan pendidikan kesehatan
tentang program pencegahan jatuh, faktor risiko jatuh pada lansia,
terutama faktor- faktor tersebut berpengaruh terhadap petugas
(misalnya pemasangan restraints, penggunaan sepatu).
c. Intervensi pada semua lansia yang berisiko jatuh
Orientasikan lansia terhadap lingkungan. Memberitahukan
lansia untuk memencet bel atau memanggil perawat jika
membutuhkan pertolongan. Pastikan posisi tempat tidur lansia
rendah. Dokumentasikan intervensi pencegahan jatuh pada status
lansia. Proses implementasi dengan memberikan perhatian khusus
pada lansia yang berisiko jatuh dan melakukan program pencegahan
jatuh.
39
D. Kerangka Teori
Skema 2.1
Sumber referensi:
Pudjiastuti (2003), Miller (2004), Stanley (2006), Langley & Mackintoch (2007),
Padila (2013)
Lansia mengalami
proses degenerative
Gangguan Keseimbangan
(Miller, 2004)
Perubahan akibat penuaan yang
mempengaruhi keseimbangan tubuh (
Miller, 2004) :
1. Perubahan sistem saraf pusat
/Neurologi
2. Perubahan sistem
muskuloskeletal
3. Perubahan sistem sensori
Perubahan fisiologi pada seluruh
organ tubuh lansia yaitu : sistem
kardiovaskuler, muskuloskeletal,
neurologi, respiratori,
gastrointestinal, endokrin,
integument, genetourinari, dan
sistem sensori (Padila, 2013).
Pengukuran keseimbangan
tubuh Berg Balance Scale
(Langley & Mackintoch, 2007)
Resiko jatuh
(Stanley, 2006 & Pudjiastuti, 2003)
40
E. Kerangka Konsep
Prosedur tindakan dalam form Berg Balance Scale :
Tabel 2.1
Sumber : Canadian centre for activity and aging (2007)
Tabel 2.1
Sumber : Langley & Mackintoch (2007)
F. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam penelitian ini
adalah keseimbangan tubuh pada lansia.
Keseimbangan tubuh lansia :
1. Duduk ke berdiri
2. Berdiri tanpa bantuan
3. Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai
tumpuan di lantai
4. Berdiri ke duduk
5. Berpindah
6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
7. Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat
8. Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika
berdiri
9. Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri
10. Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika
11. Berdiri Berputar 360 derajat
12. Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah
pijakan ketika beridiri tanpa bantuan
13. Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya
14. Berdiri dengan satu kaki