Upload
hatuong
View
222
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
28
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENANGGULANGAN, TINDAK
PIDANA, KORUPSI, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN DANA DESA
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Penanggulangan
Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi.1
Penanggulangan berarti adaya suatu proses yag terdiri dari dua cara yaitu
pemberantasan dan pencegahan atau melalui sarana penal dan non-penal terhadap
suatu perbuatan yang meresahkan masyarakat, yang sedang marak terjadi atau
merugikan bangsa dan negara.
Penanggulangan dapat di atur dalam peraturan perundang-
undangan di Indonesia dan diaplikasikan ke dalam masarakat berupa suatu upaya
penanggulangan, baik melalui peradilan maupun non-peradilan.
2.2 Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana
2.2.1 Pengertian Tindak Pidana
Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,
1 http://kamus.cektkp.com/penanggulangan/ , Akes: 19 januari 2016, pukul: 07.44 Wita
29
sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang
mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana.2
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana.
Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan
istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak
kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang
pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang
harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan
pidana. Jadi, larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang
harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-
undang maupun peraturan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun
daerah.3
Tindak Pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam
Undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia
mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.4
2 Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana Dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan, Cet. Ke-1, Rangkang Education
Yogyakarta & PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, h. 18 3 P. A. F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 7 4 Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta, h. 7
30
Tidak ditemukan istilah resmi untuk “tindak pidana”, dalam bahasa
Belanda bisa diistilahkan dengan Strafbaar feit, yang sebenarnya
merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, yang berlaku sekarang di Indonesia. Ada istilah dalam
bahasa asing, yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Pelaku ini dapat dikatakan
merupakan “subjek” tindak pidana.5
Simons mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan
(handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,
bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan
(schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Rumusan
pengertian tindak pidana oleh Simons dipandang sebagai rumusan yang
lengkap karena akan meliputi :6
1. Diancam dengan pidana oleh hukum
2. Bertentangan dengan hukum
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4. Seseorang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.
Van Hammel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari
Simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai
5 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia., Refika Aditama,
Bandung, h. 160 6 Roni Wiyanto, 2012, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. CV Mandar Maju , Bandung,
h. 160
31
sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hammel
meliputi lima unsur, sebagai berikut :7
1. Diancam dengan pidana oleh hukum
2. Bertentangan dengan hukum
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4. Seseorang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya
5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum
2.2.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana
Dalam menjabarkan suatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya,
maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu
tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu
tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang
terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada
umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur
subjektif dan unsur objektif.
Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke
dalamnya yaitu, segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Sedangkan unsur Objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan, yaitu, di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.8
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah :
7 Ibid.
8 P. A. F. Lamintang, op.cit, h. 193
32
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat
misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,
pemerasan, pemalsuan dan lainnya;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti
yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340
KUHP;
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak
pidana Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana antara lain :
1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang
pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415
KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu
Perseroan Terbatas dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai
penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.
2.3 Tinjauan Umum Mengenai Korupsi
Korupsi terjadi karena adanya penyalahgunaan wewenang yang
melawan hukum. Moegni Djohodihardjo, mengartikan perbuatan melawan
33
hukum sebagai suatu perbuatan atau kealpaan, yang bertentangan dengan hak
orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau
bertentangan baik dengan kesusilaan baik, maupun dengan keharusan yang
harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.9
Dalam tinjauan terhadap penerapan fungsi positif dari ajaran
perbuatan melawan hukum materiil tidak jarang mengalami kekeliruan
essensial dan mendasar sifatnya. Seringkali badan yudikatif telah
mencampuradukkan, bahkan menganggap sama antara unsur
“menyalahgunakan wewenang” dan “melawan hukum”, bahkan, tanpa
disadari badan peradilan menerapkan asas perbuatan melawan hukum materiil
dengan fungsi positif tanpa memberikan kriteria yang jelas untuk dapat
menerapkan asas tersebut, yaitu melakukan pemidanaan berdasarkan asas
kepatutan dengan menyatakan para pelaku telah melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik, tanpa bisa membedakannya dengan persoalan
“beleid” yang tunduk pada Hukum Administrasi Negara.10
Makna unsur “menyalahgunakan wewenang” tidaklah sama dengan
unsur “melawan hukum” khususnya terhadap pemahaman kajian dalam
tindak pidana korupsi. Implisitas makna tersebut bahwa menyalahgunakan
wewenang adalah tersirat sebagai melawan hukum (meskipun menimbulkan
perdebatan yang meluas, apakah melawan hukum ini diartikan secara formal
atau termasuk pula materiil). Namun demikian tidaklah berarti memenuhi
9 M. A Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, h.
26 10
Indriyanto Seno Adji, 2004, “Prospek Hukum Pidana Indonesia pada Masyarakat
Yang Mengalami Perubahan”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dala Ilmu Hukum Pidana
pada Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, h. 27
34
unsur “melawan hukum” berarti pula memenuhi unsur “menyalahgunakan
wewenang”. Kedua unsur ini jelas berbeda, baik dari sisi “material feit”
maupun “strafbarefeit”, karena itu penempatan kedua ketentuan ini
merupakan pasal-pasal terpisah dalam undang-undang tindak pidana korupsi
di Indonesia.11
2.3.1 Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang secara tidak wajar
dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.12
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku
tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang
ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di sektor swasta maupun pejabat
publik, menyimpang dari aturan yang berlaku.13
Hakekat korupsi
berdasarkan hasil penelitian World Bank adalah ”An Abuse Of Public
11
Indriyanto Seno Adji, 2005, “Overheidsbeleid & Asas Materiale Wederrechteleijkheid
Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Penataran
Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi Ke XI di Hotel Hyatt Surabaya 13-16 Maret, h. 31 12
http://id.m.wikipedia.org/wiki/korupsi, Akses: Tanggal 12 November 2015, pukul:
17.57 Wita 13
Vito Tanzi, 1994, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working
Paper
35
Power For Private Gains”14
, penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan
untuk kepentingan pribadi.
Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah
dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya
terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, tetapi meliputi juga perbuatan-
perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau
orang perseorangan.
2.3.2 Tindak Pidana Korupsi
Tidak ada definisi baku dari tindak pidana korupsi (tipikor). Akan
tetapi secara umum, pengertian Tipikor adalah suatu perbuatan curang
yang merugikan keuangan negara. Atau penyelewengan atau penggelapan
uang negara untuk kepentingan pribadi dan orang lain.15
UU no. 31 Tahun
1999 memberikan definisi di kedua pasal ini,
Pasal 2 Ayat (1)
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan palig lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar
rupiah).”
14
World Bank, 1997, World Development Report – The State in Changing World, World
Bank, Washington DC 15
Aziz Syamsuddin, 2014, Tindak Pidana Khusus, Cetakan Keempat, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 15
36
Pasal 3
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oran
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000
(satu milyar rupiah)”
Berdasarkan kedua rumusan Pasal tersebut, bahwa terdapat unsur-
unsur tindak pidana korupsi sebagai berikut16
:
a. Setiap orang
b. melawan hukum
c. memperkaya/ menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
d. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana
e. merugikan keuangan atau perekonomian negara
2.3.3 Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi
Umumnya tindak pidana korupsi (tipikor) dilakukan secara rahasia,
melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan secara timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidak selalu berupa uang.
Mereka yang terlibat Tipikor biasanya menginginkan keputusan
yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
Mereka yang terlibat Tipikor biasanya juga berusaha menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
16
Komisi Pemberantasan korupsi Republik Indonesia, 2006, Memahami Untuk
Membasmi “Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi”, KPK, Jakarta, h. 9-11
37
Singkatnya, ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut :17
- seringkali dilakukan lebih dari satu orang;
- merahasiakan motif berupa motif adanya keuntungan yang ingin di raih;
- Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
- Berlindung di balik pembenaran hukum;
- Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
- Mengkhianati kepercayaan.
2.3.4 Peluang dan Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi
Modus operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok
penjahat dalam menjalankan rencana jahatnya.18
Berikut adalah beberapa
modus operandi yang biasa dilakukan dalam tindak pidana korupsi :19
a. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Darah)(Legislatif)
- Memperbanyak atau memperbesar mata anggaran untuk tunjangan dan
fasilitas bagi pimpinan dan anggota dewan
- Menyalurkan APBD bagi keperluan anggota dewan melalui yayasan
fiktif
- Memanipulasi bukti perjalanan dinas
b. Pemerintah (Eksekutif) :
- Penggunaan sisa dana tanpa dipertanggungjawabkan dan tanpa prosedur
- Penyimpangan prosedur pengajuan dan pencairan dana kas daerah
- Memanipulasi sisa APBD
17
I ketut Rai Setiabudhi, 2015, Materi Seminar “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Dalam Kontek Dana Desa”, Denpasar 18
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Modus_operandi, Akses: 28 Oktober 2015, pukul : 22.15
Wita 19
Aziz Syamsuddin, op.cit . h. 16
38
- Menipulasi dalam proses pengadaan barang dan jasa
- Penyalahgunaan wewenang dalam pelayanan publik.
Modus Operandi lainnya, seperti :20
Kepala daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang
pribadinya dengan menggunakan anggaran daerah;
Kepala daerah menerima uang/ barang yang berhubungan dengan
proses perizinan yang dikeluarkannya;
Kepala daerah menerbitkan Peraturan Daerah sebagai dasar pemberian
upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lagi;
Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban
anggaran dengan alasan kepengurusan (Dana Alokasi Umum) DAU/
(Dana Alokasi Khusus) DAK;
Kepala daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses
penyusunan (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
RAPBD.
2.3.5 Faktor Pemicu Tindak Pidana Korupsi
Secara umum, penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di bagi
menjadi tiga bagian21
:
a. Corruption by Need (Terpaksa karena kebutuhan)
b. Corruption by Greed (memaksa karena keserakahan)
20
Leden Marpaung, 2009, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan,
Djambatan, Jakarta, h. 78-79 21
Roni Dwi Susanto, 2015, Pencegahan Korupsi Pada Pengelolaan Keuangan Desa,
Jakarta, Materi dalam bentuk Power Point
39
c. Corruption by Design (karena produk peraturan perundang-undangan,
kebijakan, ijin-ijin pemerintah yang dibisniskan)
Ketiga penyebab di atas dijabarakan menjadi beebrapa faktor
sebagai berikut :
a. Lemahnya pendidikan agama, moral dan etika;
b. Faktor ekonomi (di beberapa negara, rendahnya gaji pejabat publik
seringkali menyebabkan korupsi menjadi “budaya”);
c. Manajemen yang kurang baik dan tidak adanya pengawasan yang
efektif dan efisien;
d. Modernisasi yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai kehidupan yang
berkembang dalam masyarakat.
e. Penegakan hukum tidak konsisten;
f. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang;
g. Langka lingkungan yang anti korupsi;
h. Serakah, tidak pernah puas, menggunakan segala cara dan kesempatan;
i. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah; dan lainnya.
2.3.6 Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi
Secara umum tindak pidana korupsi dikelompokkan menjadi 7
(tujuh) kelompok dan terdiri dari 30 (tiga puluh) Jenis berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ke tujuh kelompok tersebut, yaitu :
40
- Kerugian keuangan negara ;
- Suap menyuap;
- Penggelapan dalam jabatan;
- Pemerasan;
- Perbuatan curang;
- Kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa;
- Gratifikasi.
Dari ketujuh kelompok tersebut, dijabarkan menjadi (30) tiga puluh
jenis tindak pidana korupsi, yaitu :
- Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan
keuangan negara (Pasal 2);
- Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan
dapat merugikan keuangan negara (Pasal 3);
- Menyuap pegawai negeri (Pasal 5 Ayat (1) huruf a);
- Menyuap pegawai negeri (Pasal 5 Ayat (1) huruf b);
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya (Pasal 13);
- Pegawai negeri menerima suap (Pasal 5 Ayat (2));
- Pegawai negeri menerima hadiah atau janji ( Pasal 12 huruf a);
- Pegawai negeri menerima suap patut diduga sebagai akibat karena telah
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatan (Pasal 12 huruf
b);
- Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
(Pasal 11);\
41
- Menyuap hakim (Pasal 6 Ayat (1) huruf a);
- Menyuap advokat (Pasal 6 Ayat (1) huruf b);
- Hakim dan advokad menerima suap (Pasal 6 Ayat (2);
- Hakim menerima suap untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diadili (Pasal 12 huruf c);
- Advokat menerima suap (Pasal 12 hurf d);
- Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
(Pasal 8);
- Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
(Pasal 9);
- Pegawai negeri merusak bukti (Pasal 10 hurf a);
- Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti (Pasal 10 huruf
b);
- Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti (Pasal 10 huruf
c;
- Pegawai negeri memeras (Pasal 12 huruf e);
- Pegawai negeri memeras (Pasal 12 huruf g);
- Pegawai negeri memeras pegawai yang lain (Pasal 12 huruf f);
- Pemborong berbuat curang (pasal 7 Ayat (1) huruf a);
- Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang (Pasal 7 Ayat (1) huruf
b);
- Rekanan TNI/POLRI berbuat curang (Pasal 7 Ayat (1) hruuf c);
42
- Pengawas rekanan TNI/POLRI membiarkan perbuatan curang (Pasal 7
Ayat (1) huruf d);
- Penerima barang TNI/POLRI membiarkan perbuatan curang (Pasal 7
Ayat 2);
- Pegawai negeri menyerobot tanah Negara sehingga merugikan orang
lain (Pasal 12 hruf h);
- Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya (Pasal 12
huruf I);
- Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C);
2.3.7 Pendapat-Pendapat Para Pakar Tentang Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi seolah-olah jalan di tempat, tidak sesuai
dengn harapan masyarakat sehingga para pakar memikirkan agar korupsi
dapat diberantas. Pendapat para pakar tersebut, antara lain sebagai
berikut:22
a. Teten Masduki, Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption
Watch, berpendapat bahwa korupsi hanya dapat diberantas kalau
sebagian besar masyarakat dilibatkan. Artinya, masyarakat mempunyai
akses untuk mendapatkan informasi dan mengadukan pejabat negara
yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Negra melindungi
masyarakat yang melaporkan.
22
Leden Marpaung, op.cit, h. 6-8
43
Dalam pemberantasan korupsi, kita dapat belajar darri petani
Kerawang. Lumbung padi di Jawa Barat itu pernah diserang hama tikus,
sehingga produksi beras menurun. Berbagai obat racun telah
dipergunakan tetapi hama tikus tetap saja. Akhirnya semua petani turun
ke sawah memburu tikus sampai lobang-lobangnya hama tikuspun
berakhir.
b. Selo Sumarjan, berpendapat bahwa korupsi itu ibarat pelacuran.
Bagaimana dapat diberanas kalau mereka ikut menikmati.
c. Daniel Lev, ahli politik dari Amerika Serikat, berpendapat bahwa
pemberantasan korupsi yang sudah berakar sejak demokrasi terpimpin,
tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya reformasi institusional lebih
dahulu. penggantian pemerintahan tidak akan banyak bermanfaat jika
konstitusi pemerinah yang ada masih seperti yang lama.
d. Workshop “Creating Public Private Partnership Against Corruption”
yang diadakan di Manila oleh Management System International (MSI)
dengan United State Agency for International Development (USAID),
yang diikuti Indonesia, Filipina dan Thailand (Oktober 1999),
berkesimpulan anatra lain:
- Paling tidak ada 3 pilar dalam masyarakat yang harus dilibatkan
dalam gerakan anti korupsi yakni:
Civil society;
Kalangan bisnis;
Media massa.
44
Anti korupsi tidak akan berhasil jika tidak didukung masyarakat.
Kalangan bisnis harus sadar bahwa korupsi dalam jangka panjang akan
merugikan perkembangan bisnis karena akan menimbulkan bisnis biaya
tinggi yang tidak kompetitif. Media massa sangat penting dalam
meggelembungkan gerakan anti korupsi.
- Dalam workshop tersebut, Michail Johnson, ahli ekonomi dan politik
di Colgate University, mengutarakan pendapat agar seluruh rakyat
Indonesia bangkit memerangi korupsi. Korupsi di Indonesia telah
melingkupi hampir seluruh kehidupan rakyat, dan mereka cenderung
mendiamkannya.
- Korupsi di Indonesia kait-mengait. Aparat mengaku terpaksa korupsi
karena gajinya tidak mencukupi. Pengusaha melakukan karena
urusannya tidak bertele-tele. Negara tidak dapat memberi gaji/ upah
pegawainya karena keuangan acap kali bocor.
- Korupsi akan menimbulkan kesengsaraan baggi rakyat
- Korupsi tidak bisa diselesaikan dengan kenaikan gaji. Hal tersebut
diutarakan Revrison Baswir MBA, Direktur IDEA Yogyakarta.
bahwa, pendapat yang berkembang di masyarakat cenderung
menjadi dua. Pertama, karena faktor mental, kedua, disebabkan
peran sistem. Beliau berpendapat, dilakukan upaya pembenahan atau
reformasi sistem, dengan agenda utama adalah :
Kepemimpinan yang anti-korupsi;
Pembagian dan pembatasan kekuasaan yang jelas;
45
Prosedur kerja yang konsisten;
Para pekerja yang professional;
Sistem pencatatan dan pelaporan yang transparan.
e. Terhadap maraknya korupsi di berbagai lini kehidupan, maka menurut
Jeremy Pope upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
integritas nasional.23
Memperkenalkan sistem integritas nasional di
semua lapisan masyarakat sangat penting bagi proses reformasi dan
hendaknya dilakukan secara berkesinambungan. Pendekatan ini penting
artinya agar tujuan pembangunan dapat dicapai. Lebih lanjut, Jeremy
Pope berpendapat bahwa dalam mengejar tujuan itu, hendaknya
memperhatikan antara lain :
1. Pelayanan publik yang efisien dan efektif, serta menyumbang pada
pembangunan berkelanjutan;
2. Pemerintahan yang berjalan berdasarkan hukum, yang melindungi
warga masyarakat dari kekuasaan sewenang-wenang (termasuk dari
pelanggaran hak asasi manusia); dan
3. Strategi pembangunan yang menghasilkan manfaat bagi negara
secara keseluruhan, termasuk rakyatnya yang paling miskin dan
tidak berdaya, bukan hanya bagi para elit.
23
Jeremy Pope, 2003, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas
Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 61
46
2.4 Tinjauan Umum Mengenai Pengelolaan Keuangan
2.4.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan
Menurut kamus besar Indonesia, pengelolaan artinya penggunaan
sumber daya secara efektif dan efisien. Pengelolaan keuangan
dimaksudkan sebagai suatu pengelolaan terhadap fungsi-fungsi keuangan.
Menurut Syarifudin definisi pengelolaan keuangan adalah
“Pengelolaan Keuangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang
pemimpin dalam menggerakkan para pejabat yang bertugas dalam bidang
keuangan untuk menggunakan fungsi-fungsi manajemen, meliputi
perencanaan atau penganggaran, pencatatan, pengeluaran serta
pertanggungjawaban”.
a. Perencanaan adalah kegiatan unuk menetapkan apa yang ingin dicapai,
bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan
berapa banyak biaya, sehingga perencanaan ini dibuat sebelum suatu
tindakan dilaksanakan;
b. Penggunaan meliputi kegiatan berupa pemasukan dan pengeluaran, baik
anggaran rutin maupun pembangunan;
c. Pencatatan atau pembukuan adalah pencatatan berbagai transaksi yang
terjadi sebagai implementasi dari penganggaran;
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban berfungsi untuk memeriksa
terutama yang ditujukan pada berbagai masalah keuangan meliputi
berbagai transaksi-transaksi yang telah dilakukan, apakah transaksi
tersebut sesuai dengan pencatatan dan perencanaan anggaran.
Pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan
pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan
47
kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pertanggungjawaban.24
2.4.2 Asas-asas pengelolaan keuangan negara
Pengelolaan keuangan negara dapat berlangsung dengan baik,
sesuai dengan asas-asas. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara
yang dimaksud adalah:25
a. Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja
negara disajikan dalam satu dokumen anggaran;
b. Asas universalitas, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran;
c. Asas tahunan membatasi masa berlakunya angaran untuk suatu tahun
tertentu;dan
d. Asas spesialitas, yaitu mewajiban agar kredit anggaran yang disediakan
terinci secara jelas peruntukannya.
Perkembangan selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (UUKN) terdapat
penambahan asas baru dalam pengelolaan keuangan negara. Adapun asas-
asas pengelolaan keuangan negara menurut UUKN yaitu:26
24
Muhammad Djafar Saidi, 2011, Hukum keuangan Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h. 21
25http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/20088-azas-azas-good-governance-dalam-pengelolaan-keuangan-negara, Akses:
22 November 2015, pukul: 22.15 Wita
26
Muhammad Djafar Saidi, op.cit, h. 22-23
48
a. Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan
keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi nagara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban pengelolaan keuangan negara;
c. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian
berasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
d. Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara;
e. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri adalah aas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa
keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan nagara dengan tidak
boleh dipangaruhi oleh siapapun.
Asas-asas pengelolaan keuangan negara apabila dilakukan fusi
sebelum dan setelah diberlakukannya UUKN dapat dijadikan pedoman
bagi pengelola keuangan negara sehingga mampu menjalankan tugas dan
kewajibannya yang baik. Perlu dicermati bahwa asas pengelolaan
49
keuangan negara bukanlah merupakan aturan hukum sehingga tidak
mempunyai kekuatan mengikat melainkan secara moral dapat dijadikan
pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian,
janganlah diartikan bahwa pengelolaan keuangan negara dapat serta merta
menyimpangi asas-asas pengelolaan keuangan negara tersebut sehingga
tercipta pengelolaan keuangan negara yang baik dan menghindari kerugian
negara.
2.4.3 Beberapa Masalah Dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam sebuah tulisan Awan Setiawan yang dapat diakses di web
bappenas.go.id berjudul “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah:
Sebuah Tinjauan”, ada beberapa masalah yang secara realita masih
dihadapi dalam pengelolaan keuangan negara saat ini, yaitu :27
Pertama, rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan
pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara.
Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah
dalam mengelola keuangan publik. Karenanya, muncul tuntutan yang
meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.
Kedua, kurang adanya skala prioritas yang terumuskan secara tegas
dalam proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan
pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya
untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada keterpaduan antara
rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus
dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and benefit analysis) sehingga
27
www.bppk.kemenkeu.go.id, loc.cit
50
kegiatan yang dijalankan tidak saja sesuai dengan skala prioritas tetapi
juga mendatangkan tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi publik.
Ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen
keuangan pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan
penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktek Kolusi Korupsi
dan Nepotisme.
Keempat dan terakhir adalah rendahnya profesionalisme aparat
pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Inilah merupakan sindrom
klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh
superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan
keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara profesional sebagaimana
dijumpai dalam manajemen sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer
yang profesional dalam sektor publik.
2.5 Tinjauan Umum Mengenai Dana Desa
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari APBN, Pasal 1 Ayat (2) “Dana Desa adalah
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/ Kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya
dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer melalui
51
APBD Kabupaten/ Kota untuk selanjtnya ditransfer ke (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa) APB Desa.
Dana desa dialokasikan ke Kabupaten berdasarkan jumlah desa,
dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan,
dan tingkat kesulitan geografis. Setelah di anggarkan di APBD Kabupaten/
Kota, pemerintah daerah mentransfer dana tersebut ke desa dan
dianggarkan dalam APBDesa dimana desa digunakan prioritas untuk
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan (Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Desa) RPJMDesa, (Rancangan Kegiatan
Pemerintahan Desa) RKPDesa, dan APBdes. Dana desa 90% (Sembilan
puluh persen) dibagi rata ke seluruh desa dan 10% (sepuluh persen) nya
memperhatikan variabel seperti yang disebutkan di atas.
Mekanisme pelaporan dana desa, dimana pemerintah desa
diberikan blangko atau formulir, jika dana telah ditransfer dan sudah ada di
rekening desa, maka pemerintah desa mengisi blangko dan menyerahkan
ke Kabupaten.
Dana desa yang digunakan dibuatkan laporan pertanggungjawaban
tersendiri yang nantinya disampaikan ke Kabupaten/ Kota melalui camat
dan disampaikan ke pemerintah pusat. Namun, karena dana desa juga
masuk ke dalam APBDes, maka laporan pertanggungjawaban dana desa
juga dibuat untuk dicantumkan dalam rancangan anggaran realisasi
pelaksanaan APBDes. Hal ini dibuat dua kali karena
pertanggungjawabannya kepada dua lembaga.