32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejang Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan hanya sedikit yang memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, dan cenderung menjadi status epileptikus. 1 Anak-anak yang kejang beresiko mengalami gangguan mental, perkembangan, dan fisik, sehingga meningkatkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan terkoordinasi. Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dimana kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan agar dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas. 2 2.1.1 Definisi Kejang adalah tanda dan/atau gejala yang muncul secara tiba-tiba dan tidak menetap akibat dari lepasnya aktivitas 12

BAB II.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 KejangKejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan hanya sedikit yang memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, dan cenderung menjadi status epileptikus.1Anak-anak yang kejang beresiko mengalami gangguan mental, perkembangan, dan fisik, sehingga meningkatkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan terkoordinasi. Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dimana kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan agar dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas.2

2.1.1 DefinisiKejang adalah tanda dan/atau gejala yang muncul secara tiba-tiba dan tidak menetap akibat dari lepasnya aktivitas listrik abnormal dan berlebihan dari jaringan otak. Berbagai gangguan fungsi otak atau hemostatis dapat menyebabkan kejang.3

2.1.2 KlasifikasiJenis kejang dapat ditentukan berdasarkan deskripsi yang akurat dari serangan. Penentuan jenis kejang ini sangatlah penting untuk menentukan kemungkinan diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizures (1981).4I. Kejang parsial (fokal, lokal) Kejang fokal sederlianaa Kejang parsial kompleks Kejang parsial yang menjadi umumII. Kejang umum Absence Mioklonik Klonik Tonil; Tonik-klonlk AtonlkIII. Tidak dapat diklasifikasi Kejang pada bayi baru lahir Kejang demam

2.1.3Mekanisme KejangPenelitian pada binatang maupun jaringan otak manusia dengan epilepsi, menunjukkan patofisiologi terjadinya kejang pada tingkat selular berhubungan dengan terjadinya paroxysmal depolarization shift (PDS). Paroxismal depolarization shift adalah depolarisasi potensial pascasinap yang berlangsung lama (50ms). Keadaan ini dapat menyebabkan lepas muatan listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya.3Terjadinya PDS yang menyebabkan hipereksitabilitas neuron otak diduga disebabkan oleh: 1) kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2) berkurangnya inhibisi oleh neurotransmiter asam gama amino butirat (GABA); atau 3) meningkatnya eksitasi sinaptik oleh tranmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.3Pada pasien dengan epilepsi fokal, terdapat sekelompok sel neuron (fokus epileptikus) yang bertindak sebagai pacemaker lepasnya muatan listrik. Sekelompok sel neuron ini akan merangsang sel di sekitarnya untuk melepaskan muatan listriknya. Keadaan ini merupakan transisi fokal interiktal atau gelombang paku iktal pada elektroensefalografi (EEG). Manifestasi klinis tergantung pada luasnya sel neuron yang tereksitasi. Pada pasien epilepsi umum pembentukan gelombang paku-ombak terjadi pada kedua hemisfer korteks. Terdapat penyebaran cepat dari proses eksitasi (spike) dan inhibisi (gelombang ombak) pada kedua hemisfer otak melalui jaras kortiko - retikular-korteks (thalamo-kortikal). Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.3Cedera neural dapat menimbulkan kejang, yang biasa disebut kejang terkait cedera neural. Pada penelitian dengan MRI pada pasien dengan panas yang berkepanjangan dan status epileptikus tanpa demam, hampir keselurahan pasien-pasien dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya edema akut pada hippocampus dan atropi hippocampus dengan tanda sklerosis pada pengamatan dengan MRI. Pada uji coba eksperimental, mekanisme seperti cedera akan memicu apoptosis dan nekrosis dari neuron pada daerah yang cedera. Terdapat bukti dari pembedahan jaringan yang epileptic jalur apoptosis teraktivasi pada focus epilepsy intractable. 3

2.1.4 Pendekatan diagnosis kejangSerangan paroksismal yang ada pada keadaan awal harus dipastikan apakah kejang atau bukan kejang. Diagnosis kejang pada anak umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dari orangtua. Sebenarnya akan lebih mudah bila serangan kejang tersebut terjadi di hadapan kita.1

Tabel 2.1. Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejangKeadaanKejangMenyerupai kejang

Onsettiba-tibamungkin gradual

Lama serangandetik / menitbeberapa menit

Kesadaransering terganggujarang terganggu

SianosisSeringjarang

Gerakan ekstremitasSinkronasinkron

Stereotipik seranganSelalujarang

Lidah tergigit atau luka lainSeringsangat jarang

Gerakan abnormal bola mataSelalujarang

Fleksi pasif ekstremitasgerakan tetap adagerakan hilang

Dapat diprovokasiJaranghampir selalu

Tahanan terhadap gerakan pasifJarangselalu

Pasca serangan bingunghampir selalutidak pernah

Iktal EEG abnormalSelaluhampir tidak pernah

EEG pasca iktal abnormalSelalujarang

Sumber : Mangunatmadja I. Pendekatan diagnosis kejang pada anak. Kiat praktis dalam pediatric klinis. IDAI. 2013.

Pendekatan diagnosis kejang pada anak dapat dilihat pada gambar 2.1. Pendekatan kejang pada anak dimulai dengan membedakan apakah kejang disertai demam atau tanpa demam. Kejang disertai demam dapat disebabkan: 1) kejang demam; 2) infeksi sususnan saraf pusat; 3) epilepsy disertai infeksi ekstrakranial. Sedangkan kejang tanpa demam dapat disebabkan: 1) epilepsy; 2) tumor; 3) kelainan metabolik.1

Gambar 2.1 Pendekatan diagnosis kejang pada anak(Sumber : Mangunatmaja I. Pendekatan Diagnosis Kejang pada Anak. Kiat Praktis dalam pediatric Klinis. IDAI. 2013. P:62-75)

2.1.4.1 Kejang DemamKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lainnya yang terjadi pada usia 6 bulan samapai 60 bulan. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.5,6

2.1.4.1.1 KlasifikasiKejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.6

2.1.4.1.2 EpidemiologiDi Amerika Serikat, kejang demam terjadi pada 2-5% anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Diantaranya, sekitar 70-75% hanya mengalami kejang demam sederhana, yang lainnya sekitar 20-25% mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% mengalami kejang demam simtomatik. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Kejang demam tergantung pada usia, dan jarang terjadi sebelum usia 9 bulan dan setelah usia 5 tahun. Puncak terjadinya kejang demam yaitu pada usia 14 sampai 18 bulan, dan angka kejadian mencapai 3 sampai 4 persen anak usia dini. Di Indonesia sendiri, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.6,7Peningkatan resiko terjadinya kejang demam berulang terdapat pada anak dengan kejang demam sederhana sebelumnya, hal ini terjadi pada sepertiga kasus. Kejang demam sederhana yang terjadi pada anak dengan usia kurang dari 12 bulan, 50 persennya memiliki kemungkinan kejang yang kedua. Setelah usia 12 bulan turun menjadi 30 persen. Anak dengan kejang sederhana meningkatkan resiko terhadap epilepsi. Angka kejadian epilepsi pada usia 25 tahun mencapai 2,4 persen, dimana hal ini meningkatkan resiko menjadi dua kali lipat dibanding populasi umum.6Tidak terdapat literatur yang mendukung hipotesis bahwa kejang demam sederhana dapat menyebabkan penurunan intelegensi (contohnya, disebabkan oleh ketidak mampuan belajar) atau dihubungkan dengan peningkatan angka kematian.6

2.1.4.1.3 Faktor Resiko Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.52.1.4.1.4 EtiologiSemua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.6

2.1.4.1.5 PatofisiologiPada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.1Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.

2.1.4.1.6 Manifestasi Klinis Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% pasien.7Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh.7

2.1.4.1.7 Diagnosis a. Anamnesis8 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll) Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga, Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia) b.Pemeriksaan fisik8 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, Suhu tubuh: apakah terdapat demam Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque Pemeriksaan nervus cranial Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol, papil edema Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis.

c. Pemeriksaan penunjang7,8a) Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.b) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada : Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan pada kejang demam pertama kali. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya : kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada indikasi, misalnya : Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas) Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil).

2.1.4.1.8 Diagnosis banding7Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.

2.1.4.1.9 Tata laksanaa. Medikamentosa7,8Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang akut. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa :1. AntipiretikParasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. 2. Anti kejang Profilaksis intermitten Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari atau 0,5 mg/kgBB/hari secara iv, dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam (suhu >38,5oC). Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (sebanyak 25-29%) Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di kemudian hari.3. Pengobatan jangka panjang/rumatanPengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): Kejang lama > 15 menit Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus. Kejang fokal Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika : Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan Kejang demam > 4 kali per tahun.b. Indikasi rawat 8 Kejang demam kompleks Hiperpireksia Usia dibawah 6 bulan Kejang demam pertama kali Terdapat kelainan neurologis.c. Kemungkinan berulangnya kejang demam8Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah : Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia kurang dari 12 bulan Temperatur yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demamJika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

d. Faktor risiko terjadinya epilepsi6 Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. Kejang demam kompleks Riwayat epielpsi pada orang tua atau saudara kandungMasing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

2.2 Infeksi Dengue2.2.1 EpidemiologiWorld Health Organization (WHO) melaporkan bahwa dalam tiga dekade terakhir, infeksi virus dengue di dunia meningkat secara drastis dan sekitar 2,5 miliar orang berisiko terkena infeksi dengue tersebut. Diperkirakan 50-100 juta infeksi dan 25.000 kematian terjadi di dunia setiap tahunnya.9Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur