Upload
nguyennhi
View
224
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
168
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini secara berturut-turut menjelaskan secara lebih detail mengenai a)
pendekatan penelitian; b) rancangan penelitian; c) lokasi penelitian; d) kehadiran
peneliti; e) data, sumber data dan instrument penelitian; f) Teknik pengumpulan
data; g) teknik analisis data; h) pengecekan keabsahan data; i) tahap-tahap
penelitian.
A. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
merupakan kajian yang mendalam guna memperoleh data yang lengkap dan
terperinci. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mendalam
mengenai manajemen public relations yang meliputi keberadaan,
komunikasi, dan citra public relations itu sendiri di pondok pesantren
salafiyah dengan pendekatan kualitatif.1 Dari paparan mendalam tersebut
peneliti akan menarik dalam suatu model public relations yang ada di ponpes
salafiyah, sebagai sumbangan konstruksi teori baru. Pendekatan kualitatif
menurut Best, seperti yang dikutip Sukardi adalah metode penelitian yang
berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa
1 Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm. 136-195. Muhadjir mencatat ada lima tahapan
perkembangan pemikiran dalam mencari metodologi penelitian kualitatif; 1) Model Interpretif
Geertz; 2) Model Grounded Research; 3) Model Ethnographik-Ethnometodologik; 4) Model
Paradigma Naturalistik; dan 5) Model Interaksi Simbolik
169
adanya.2 Demikian juga Prasetya mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menjelaskan fakta apa adanya.3
Pendekatan kualitatif dipilih, karena pendekatan kualitatif mampu
mendeskripsikan sekaligus memahami makna yang mendasari tingkah laku
partisipan, mendiskripsikan latar dan interaksi yang kompleks, eksplorasi
untuk mengidentifikasi tipe-tipe informasi, dan mendeskripsikan fenomena.4
Hal ini didukung oleh Mantja sebagaimana yang dikutip oleh Moleong, yang
menyatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)
Merupakan tradisi Jerman yang berlandaskan idealisme, humanisme, dan
kulturalisme; 2) penelitian ini dapat menghasilkan teori, mengembangkan
pemahaman, dan menjelaskan realita yang kompleks; 3) Bersifat dengan
pendekatan induktif-deskriptif; 4) memerlukan waktu yang panjang; 5)
Datanya berupa deskripsi, dokumen, catatan lapangan, foto, dan gambar; 6)
Informannya “Maximum Variety”; 7) berorientasi pada proses; 8)
Penelitiannya berkonteks mikro.5
Berdasar paparan tersebut di atas, pendekatan penelitian kualitatif
yang sesuai adalah fenomenologic naturalistic. Karena penelitian dalam
pandangan fenomenologi bermakna memahami peristiwa dalam kaitannya
dengan orang dalam situasi tertentu. Hal ini sebagaimana pendapat Bogdan
menyatakan bahwa, “untuk dapat memahami makna peristiwa dan interaksi
2 Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), hlm. 157. 3 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian : Pengantar Teori dan Panduan Praktis
Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, (Jakarta: STAIN, 1999), hlm. 59. 4 Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3, 1990),
hlm. 22 5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999), hlm. 24.
170
orang, digunakan orientasi teoritik atau perspektif teoritik dengan pendekatan
fenomenologik (phenomenological approach)”.6
Data dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting) sebagai
sumber data langsung. Paradigma naturalistik digunakan karena
memungkinkan peneliti menemukan pemaknaan (meaning) dari setiap
fenomena sehingga diharapkan dapat menemukan local wisdom (kearifan
local), traditional wisdom (kearifan tradisi), moral value (emik, etik, dan
noetik)7 serta teori-teori dari subjek yang diteliti. Pemaknaan terhadap data
secara mendalam dan mampu mengembangkan teori hanya dapat dilakukan
apabila diperoleh fakta yang cukup detail dan dapat disinkronkan dengan teori
yang sudah ada. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan sekaligus
mendeskripsikan data secara menyeluruh dan utuh mengenai manajemen
public realation di pondok pesantren salafiyah. Manajenem public relations
di sini meliputi keberadaan public relations, mengenai implementasinya
dalam regenerasi santri, peran dan kiprah ponpes di masyarakat serta peran
ponpes salafiyah dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Selain itu
penelitian ini bertujuan mendapatkan data yang menyeluruh mengenai peran
dan strategi kiai, santri dan alumni dalam membangun image building pondok
pesantren salafiyah. Peneliti juga mengejar data yang berkaitan dengan sistem
komunikasi yang dibangun di ponpes salafiyah, yang meliputi pola jaringan
komunikasi antar kiai, santri, alumni dan masyarakat.
6 Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods, (Boston: Aliyn and Bacon, Inc., 1998), hlm. 31 7 Emik bisa diartikan sebagai moral values individual atau personal values, etik adalah
ekstrensik dan universal values, noetik adalah moral values kolektif
171
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menemukan suatu
teori secara induktif dari abstraksi-abstraksi data yang dikumpulkan tentang
manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah berdasarkan
temuan makna dalam latar yang alami. Pondok pesantren yang menjadi objek
penelitian adalah pondok pesantren salafiyah Lirboyo Kediri dan pondok
pesantren salafiyah Sidogiri Pasuruan. Kedua pondok pesantren tersebut
merupakan pondok pesantren salafiyah besar dan berusia sangat tua, namun
keberadaannya sampai dengan sekarang masih tetap eksis dengan santri yang
bertahan banyak dan hubungan dengan masyarakat terjalin bagus.
Secara aplikatif, dalam penelitian tentang manajemen public relations
di pondok pesantren salafiyah, peneliti berusaha memahami terlebih dahulu
mengenai arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap para santri orang-orang
biasa, masyarakat di sekelilingnya dalam situasi tertentu, dengan berusaha
masuk dalam dunia konseptual para subjek yang sedang diteliti sedemikian
rupa, sehingga mudah dimengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hasri sebagaimana yang dikutip oleh Hariadi
yang menyatakan bahwa dalam pendekatan kualitatif fenomenologi
mensyaratkan: pertama, data penelitian bersifat laten, artinya fakta dan data
yang tampak di permukaan termasuk pola perilaku sehari-hari anggota
organisasi sebagai aktor yang diteliti hanyalah suatu fenomena dari apa yang
tersembunyi di “kepala” si pelaku, dan masih memerlukan apa yang
tersembunyi dalam dunia kesadaran atau dunia pengetahuan pelaku. Kedua,
172
ditinjau dari kedalamannya, penelitian ini mengungkapkan perilaku kolektif
anggota organisasi di mana kegiatan penelitian dilakukan. Aktor atau subjek
penelitian ini adalah kiai, para ustadz, pengurus, santri, alumni, dan tokoh
masyarakat. Ketiga, fokus penelitian membicarakan hubungan fungsional
antar seluruh unit organisasi, sebagaimana disebutkan di atas.
Selanjutnya dalam penelitian ini, ungkapan-ungkapan yang meliputi
kata-kata, tindakan, tanda-tanda, artefak-artefak dan simbol-simbol yang
ekspresi dari subjek penelitian. Hanya melalui ekspresilah peneliti mampu
menangkap pikiran-pikiran dan nilai-nilai yang ada dalam pengembangan
public relations serta hanya dengan memikirkan serta mengalaminya kembali
dengan empati atau wawasan imaginatif, peneliti memasuki pikiran dan
budaya mereka.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan studi multi situs,
yaitu berusaha mendeskripsikan suatu latar, objek atau peristiwa tertentu
secara rinci dan mendalam. Studi kasus/situs adalah penelitian yang bertujuan
untuk mempelajari secara intensif mengenai unit sosial tertentu, yang meliputi
individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.8 Penelitian ini akan
menghasilkan informasi yang detail yang mungkin tidak bisa didapatkan pada
jenis penelitian lain
Selanjutnya peneliti menggunakan jenis penelitian studi multi situs
(multy-site studies), yang mana penggunaan metode ini karena sebuah inquiry
8 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : SIC,2001), hlm. 24.
173
secara empiris yang menginvestigasi fenomena sementara dalam konteks
kehidupan nyata (real life context), ketika batas antara fenomena dan konteks
tidak tampak secara jelas; dan sumber-sumber fakta ganda yang digunakan.
Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Bogdan dan Biklen bahwa:
“multi-case study oriented more toward developing theory and they
usually require many sites or subjects rather than two or three ”9
Karakteristik utama studi situs adalah apabila peneliti meneliti dua atau
lebih subjek, latar atau tempat penyimpanan data. Kasus yang diteliti dalam
situs penelitian ini adalah manajemen public relations di dua pondok
pesantren salafiyah yang memiliki karakter secara umum yang sama, yaitu
keduanya sama-sama mempertahankan salafiyahnya. Walaupun secara umum
memiliki kesamaan karakter, namun terdapat ciri khusus tertentu yang
membedakan kedua ponpes salafiyah tersebut sebagai ciri khasnya. Ponpes
salafiyah Lirboyo sejak awal berdiri hingga sekarang tetap mempertahankan
desain salafiyahnya, dengan memposisikan kharisma kiai sebagai figur
sekaligus icon yang mampu menggerakkan masyarakat. Demikian pula
dengan ponpes salafiyah Sidogiri Pasuruan. Namun yang membedakan
keduanya adalah ponpes Lirboyo telah mampu mengembangkan lembaga
pendidikan formal di bawah naungan Hidayatul Mubtadi’in, mulai dari tingkat
SD/MI sampai dengan Perguruan Tinggi. Bahkan sudah ada kelas
internasional SDI, SMPI dan SMAI, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
salafiyah. Semuanya tak lepas dari peran manajemen public relations.
Sedangkan ponpes Sidogiri memang belum memiliki sekolah formal yang
9 Bogdan dan Biklen, Qualitative Research…, hlm. 62
174
dikelola sendiri, namun memiliki basis ekonomi yang kuat, dan jiwa
enterpreneurship ditanamkan dalam diri santri. Rancangan studi multi situs
ini dilakukan sebagai upaya pertanggungajwaban ilmiah berkenaan dengan
kaitan logis antara fokus penelitian, pengumpulan data yang relevan, dan
analisis data hasil penelitian.
Dengan memperhatikan keberadaan masing-masing pesantren yang
menjadi subjek penelitian ini, maka penelitian ini cocok untuk menggunakan
rancangan studi multi situs. Penerapan rancangan studi multi situs dimulai dari
situs tunggal (sebagai kasus pertama) terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan
pada situs kedua (sebagai kasus kedua).
Sebagai penelitian studi multi situs, maka langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) melakukan
pengumpulan data pada situs pertama, yaitu ponpes salafiyah Lirboyo Kediri.
Penelitian ini dilakukan sampai pada tingkat kejenuhan data, dan selama itu
pula dilakukan kategorisasi dalam tema-tema untuk menemukan konsepsi
tematik mengenai peran public relations dalam ponpes salafiyah, termasuk
peran kiai, santri maupun alumninya, strategi membangun citra/image
building dan sistem komunikasi yang dijalankan di ponpes salafiyah; 2)
melakukan pengamatan pada situs kedua, yaitu ponpes salafiyah Sidogiri
Pasuruan. Tujuannya adalah untuk memperoleh temuan berupa proposisi-
proposisi mengenai manajemen public relations di pondok pesantren tersebut
yang meliputi peran kiai, santri dan alumni dalam public relations di ponpes
salafiyah, sistem komunikasi antar kiai, santri, alumni dan masyarakat luas
175
yang dijalankan oleh ponpes salafiyah, strategi membangun citra/image
building, dan proses pembentukan model public relaions di pondok pesantren.
Berdasar temuan yang berupa proposisi-proposisi dari kedua ponpes
salafiyah tersebut, selanjutnya dilakukan analisis komparasi dan
pengembangan ke arah konseptual untuk mendapatkan abstraksi tentang
manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah. Dalam hal ini
dilakukan analisis termodifikasi sebagai suatu cara menemukan teori.
Sejalan dengan jenis penelitian studi multi situs, penelitian ini
berusaha memahami makna peristiwa serta interaksi orang dalam situasi
tertentu untuk dapat memahami makna peristiwa dan interaksi orang,
digunakan orientasi teoritik atau perspektif teoritik dengan pendekatan
fenomenologis (phenomenological approach) seperti yang telah dijelaskan di
atas.
Sehubungan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis,
memahami, dan mendiskripsikan manajemen public relations di pondok
pesantren salafiyah, maka untuk memahami perbedaan yang muncul pada
masing-masing pondok pesantren digunakan pula orientasi teoritik dengan
pendekatan teori public relations, komunikasi dan image building untuk
memahami hakekat implementasinya, keterkaitan dengan pengembangan
lembaga pendidikannya dan animo masyarakat luas terhadap pondok
pesantren. Hal ini dilakukan untuk bisa mengungkap visinya mengenai dunia.
176
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah pondok pesantren
salafiyah Lirboyo Kediri dan Sidogiri Pasuruan. Lokasi ini berada di desa
Lirboyo kecamatan Mojoroto Kediri, tepatnya sebelah timur sungai Brantas,
sedangkan pondok pesantren Sidogiri terletak di desa Sidogiri, tepatnya di
wilayah Kraton Pasuruan Jawa Timur.
Kedua lokasi pondok pesantren tersebut peneliti pilih, karena sifat
penelitian ini adalah naturalistik. Penelitian naturalistik adalah penelitian yang
menghindari pengambilan sample secara acak, untuk menekan kemungkinan
munculnya kasus menyimpang, dan pengambilan acak peran sejumlah
variabel menjadi moderat, sehingga karakteristik ekstrim tidak muncul.
Paradigma naturalistik memilih pengambilan sampel secara purposive atau
teoritik, sehingga hal-hal yang dicari dapat dipilih pada kasus-kasus ekstrim
bisa tampil menonjol dan lebih mudah dicari maknanya.
Hasil yang dicapai dengan pengambilan sampel ini bukan untuk
mencari generalisasi, melainkan transferability, sebagaimana pendapat Guba,
yang menyatakan bahwa hasil penelitian pada satu kasus mungkin dapat
transferable pada kasus yang lain.10
Sedangkan pada konsep positivistik, hasil
penelitian tersebut dapat digeneralisasikan pada parent populationnya, yaitu
pada populasi yang memiliki ciri-ciri kasus itu. Konsep generalisasi pada
10
YS. Lincoln and Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hill, Caifornia: Sage
Publications, 1985), hlm. 124-125
177
metode positivistik tersebut diganti oleh Guba dengan konsep
transferability.11
Berdasar paparan di atas, peneliti mengambil lokasi di ponpes
salafiyah Lirboyo Kediri dan Sidogiri Pasuruan, karena pemilihan dan
penentuan lokasi tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan atas
dasar kekhasan, kemenarikkan, keunikan dan sesuai dengan topik dalam
penelitian ini. Adapun beberapa alasan yang cukup signifikan mengapa
penelitian ini dilaksanakan pada kedua ponpes salafiyah tersebut adalah alasan
yang berkenaan dengan lokasi penelitian dan alasan yang bersifat substantif
penelitian.
Penelitian ini berdasar pada seleksi perbandingan antar situs, dengan
jalan menseleksi pondok pesantren dengan kriteria kasus, yaitu:
1. Pondok Pesantren Salafiyah Lirboyo Kediri (selanjutnya disingkat Ponpes
Salafiyah Lirboyo Kediri), adalah pondok pesantren yang didirikan
dengan desain salaf sejak awal berdiri tahun 1910 M, menjadi rujukan
khazanah keilmuan, terutama dalam bidang nahwu sharafnya.
Perkembangan lembaga pendidikan hingga saat ini memiliki sekolah dan
madrasah sendiri sampai tingkat perguruan tinggi, bahkan kelas
internasional sampai tingkat SMAI, dengan tetap mempertahankan nilai-
11
Transferability bagi naturalistic sangat berbeda dengan generalisasi pada positivistik.
Bagi positivistik generalisasi (dinyatakan dalam batas kepercayaan prosentase) atau prediksi itu
mungkin, sedangkan transferability (keteralihan penuh) itu tidak mungkin. Naturalis hanya berani
menyajikan hipotesa kerja disertai deskripsi yang terikat pada waktu dan konteks (hipotesis kerja
pada naturalis analog dengan kesimpulan pada penelitian positivistik). Dengan demikian
transferability bagi naturalis analog dengan generalisasi pada positivis. Istilah transferability yang
ditawarkan oleh Guba, yang sama dengan hipotesis kerja tawaran dari Cronbach, sama dengan
generalisasi holographic tawaran Schwartz dan Ogivly. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi
Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm.
184
178
nilai salafiyah.12
Pondok pesantren ini mempunyai bentuk-bentuk
publikasi berupa: mading, buku, safari ramadhan13
, website dan majalah
sampai ke luar negeri, kalender, dan ikatan alumni pondok pesantren.14
Itulah berbagai bentuk publikasi yang dilakukan oleh pondok pesantren
Lirboyo yang tidak dilakukan oleh pondok pesantren yang lainnya,
sehingga pondok pesantren ini menarik untuk diteliti.
2. Pondok Pesantren Salafiyah Sidogiri Pasuruan (selanjutnya di singkat
dengan Ponpes Salafiyah Sidogiri Pasuruan) adalah pondok pesantren
12
Sejarah lahirnya pondok pesantren salafiyah Lirboyo diprakarsai oleh Kyai Sholeh pada
tahun 1910 M. Ia adalah seorang Alim dari desa Banjarmelati bersama menantunya yang bernama
KHLM. Abdul Karim, seorang yang Alim berasal dari Magelang Jawa Tengahlm. Santri pertama
adalah Umar menyusul Yusuf, Shomad Dan Sahil, mereka semua dari Magelang. Lalu datang lagi
Syamsuddin dan Maulana, keduanya berasal dari Gurah Kediri. Tahun demi tahun, akhirnya
pondok pesantren Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin banyaklah santri
yang berdatangan. 13
Madding diletakkan di depan kamar para santri dan alhamdulillah berjalan lancar, dalam
arti mading tidak pernah vakum. Buku berada di bawah Lembaga Ittihadul Mubalighin (LIM).
Buku yang diterbitkan merupakan hasil dari bahtsul masail yang kemudian dibukukan dan dijual
ke toko bagi masyarakat yang membutuhkan. Sementara safari ramadhan dilaksanakan atas
inisiatif santri daerah dengan biaya mandiri. Letak publikasinya adalah ketika safari ramadhan
semua santri yang terlibat berfungsi sebagai marketer dengan tetap membawa citra dan nama
lembaga yaitu pondok. Hasil wawancara peneliti dengan Ketua Umum ponpes Lirboyo, pada hari
Jum’at, tanggal 25 Desember 2009 14
Untuk publikasi yang sifatnya ekstern, pondok memiliki situs website internet, yaitu
http://www.pondoklirboyo.com. Website ini dikelola oleh pengurus. Sedangkan yang lain berupa
majalah MISYKAT (Media Informasi Santri dan Masyarakat) yang berdiri sejak tanggal 29
Pebruari 2004 dan memiliki agen distributor yang tersebar di seluruh Indonesia yang berjumlah
lebih dari 100 agen. Bahkan Misykat juga telah merambah ke luar negeri, yaitu ke Taiwan dan
Hongkong. Kalender merupakan ide murni bukan dari bapak kiai, melainkan itu memang publikasi
rutin sebagai tugas dari seksi penerangan yang dikeluarkan tiap tahun sekaligus untuk sarana
publikasi dan melatih para santri untuk berfungsi juga sebagai marketer. Ikatan alumni Lirboyo di
kenal dengan sebutan HIMMASAL. Semua itu karena adanya kesadaran sendiri dari alumni.
Biasanya rutinan HIMASAL (Himpunan Alumni Santri Lirboyo) ini menjalankan amalan
’jauzan’, yaitu amalan dari KHLM. Idris Marzuqi, sekaligus untuk publikasi ke masyarakat
sekitar.” Hasil wawancara peneliti dengan Ketua Umum ponpes Lirboyo, pada hari Jum’at, tanggal
25 Desember 2009.
179
yang didirikan dengan desain salaf pula dan berdiri sejak tahun 1745 M,
merupakan ponpes yang selain kuat di bidang keilmuan juga kuat dibidang
ekonominya, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai salafiyah.15
Pondok
pesantren ini melakukan publikasi dengan mengadakan berbagai kegiatan
di masyarakat, yaitu bukan dengan publikasi melainkan dengan cara
sosialisasi langsung ke masyarakat dengan cara ”khidmah”, baik dalam
bidang keilmuan seperti: guru tugas, pendelegasian da’i, kerjasama
dengan sekolah formal sebagai guru mata pelajaran agama, program
madrasah binaan, konsultasi keagamaan, dan lain-lain; bidang sosial
seperti: kesehatan gratis bagi masyarakat, khitanan masal, pembagian
sembako, dan lain-lain yang semuanya tersentral melalui Laziswa
(Lembaga Amil Zakat dan Wakaf) Sidogiri; di bidang Ekonomi seperti:
kopontren, air minum ’santri’, BMT, pengolahan air limbah, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk penguatan ekonomi ini belum dilakukan oleh pondok
pesantren lain selain pondok pesantren Sidogiri Pasuruan. Hal ini
menyebabkan pondok pesantren Sidogiri merupakan pondok pesantren
yang menarik untuk diteliti dan diamati dengan lebih mendetail.
Dengan demikian, penelitian ini dirancang dengan menggunakan
rancangan studi multi situs (multiple site studies), sebagaimana dikatakan
Bogdan dan Biklen bahwa rancangan studi multi situs merupakan salah satu
15 Pondok pesantren Sidogiri Pasuruan diprakarsai oleh Sayid Sulaiman (putra
Sunan Gunung Jati) berdiri pada tahun 1745 M atau 1158 HLM. Pondok Pesantren Sidogiri
didirikan atas dasar takwa. Pada tanggal 14 Shafar 1357 HLM. atau 15 April 1938 M.,
KHLM. Abdul Jalil, Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri saat itu, mendirikan madrasah yang
diberi nama Madrasah Miftahul Ulum. Sejak saat itu Pondok Pesantren Sidogiri mulai
memakai sistem pendidikan, yakni sistem pengajian ma’hadiyah dan sistem madrasiyah
(klasikal).
180
bentuk rancangan penelitian kualitatif yang memang dapat digunakan
terutama untuk mengembangkan teori, sehingga dapat ditransfer ke situasi
yang lebih luas dan lebih umum.16
Di samping pemilihan dengan seleksi perbandingan antar situs, maka
alasan substansifnya pada kedua pondok pesantren tersebut, menunjukkan
data-data yang unik dan menarik untuk diteliti jika dianalisis dengan
perkembangan respon masyarakat terhadap kedua pondok pesantren tersebut,
yaitu:
1. Kedua ponpes tersebut merupakan pondok pesantren salafiyah yang
sampai sekarang masih eksis di tengah-tengah perkembangan modernisasi
dan pendidikan Nasional.
2. Kedua ponpes tersebut masih menjadi pilihan masyarakat untuk tempat
pendidikan agama Islam bagi anak-anak mereka. Di samping karena
banyak alumni kedua pondok tersebut yang sudah bermasyarakat dan
tumbuh menjadi tokoh masyarakat yang berinisiatif untuk tetap
menjadikan kedua pondok pesantren tersebut sebagai tempat pendidikan
anaknya, masyarakat mampu menilai kualitas dari lulusan kedua pondok
tersebut.
3. Kedua ponpes tersebut, walaupun masih tergolong pondok pesantren yang
salafiyah, tetap menjaga dan meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan
dengan slogan al-Muhâfadhah 'ala al-Qadîm al-Shâlih wa al-Ahdzu bi al-
16
Miles dan Huberman mengingatkan pembaca bahwa dalam menggunakan “situs” untuk
menunjukkan konteks terikat di tempat orang mengkaji sesuatu. Tetapi bagi Miles dan Huberman
“situs” sama dengan kasus, dalam arti “kajian kasus”, maka yang disebut metode “lintas situs”
sebenarnya dapat digunakan dalam kajian beberapa orang, yang masing-masing dianggap sebagai
“kasus”. Lihat Bogdan dan Biklen, Qualitative Research…, hlm. 151
181
Jadîd al-Ashlâh (memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-
hal baru yang lebih baik). Hal tersebut terbukti dengan penggunaan
komputer dan software yang membantu dalam kegiatan ponpes di-upload
melalui website, seperti bahtsu al-masail, profil, bulletin, majalah, tanya
jawab keagamaan, interaksi langsung melalui sarana internet, dan lain-lain
yang diadakan di kedua pondok tersebut.
4. Kedua pondok pesantren tersebut mempunyai pemimpin yang cukup
mempunyai kharisma, sehingga masyarakat mempunyai pandangan yang
lain, dan tertarik dengan kedua pondok pesantren tersebut. Kalau dilihat
secara global, hampir setiap kiai mempunyai kharisma, namun kharisma
kiai kedua pondok pesantren ini berbeda dengan yang biasanya. Hal
tersebut juga nampaknya menjadi alasan bahwa pengembangan publikasi
kedua pondok pesantren ini juga dikarenakan pengaruh kharisma kiai.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa kharisma kiai merupakan
salah satu faktor yang termasuk di dalam manajemen public relations.
5. Untuk memajukan pondok pesantrennya, agar tidak kalah dengan sekolah-
sekolah lain, maka didirikan dan atau diperkenankan untuk sekolah umum
di lingkungan pondok pesantren tersebut (ponpes Lirboyo), sehingga
santri yang ingin mengenyam pendidikan umum tetap sambil di pondok
pesantren tersebut. Sedangkan di Sidogiri, penguatan SDM bagi santri
berpotensi dan terseleksi untuk selanjutnya dikuliahkan/dikursuskan ke
lembaga pendidikan yang telah bekerja sama dengan ponpes.
182
Demikianlah alasan yang peneliti kemukakan sehingga kedua
pondok tersebut, menurut peneliti, merupakan pondok pesantren yang unik
dan menarik untuk diteliti.
D. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti wajib hadir di lapangan, karena
peneliti merupakan instrumen penelitian utama (the instrument of choice in
naturalistic inquiry is the human)17
yang memang harus hadir sendiri di
lapangan secara langsung untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini,
peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data, karena
dalam penelitian kualitatif instrumen utama (key person-nya) adalah
manusia.18
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian maka peneliti di sini
sebagai instrumen kunci. Peneliti melakukan obsevasi, wawancara dan
pengambilan dokumen Selama pengumpulan data dari subjek penelitian di
lapangan, peneliti menempatkan diri sebagai instrumen sekaligus pengumpul
data. Sebagai seorang instrumen penelitian yang mengumpulkan data, maka
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Ciri umum, meliputi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan
kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan
mengikhtisarkan, dan memanfaatkan kesempatan mencari respon yang
tidak lazim.
2. Kualitas yang diharapkan,
17
Lincoln and Guba, Naturalistic Inquiry…, hlm. 236 18
Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Rosdakarya,
2007), hlm. 96.
183
3. Peningkatan kualitas peneliti sebagai instrumen.19
Untuk mendukung pengumpulan data dari sumber yang ada di
lapangan, peneliti juga memanfaatkan, alat perekam data, buku tulis, paper
dan juga alat tulis seperti pensil juga bolpoin sebagai alat pencatat data.
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian dapat menunjang keabsahan data
sehingga data yang didapat memenuhi orisinalitas. Maka dari itu, peneliti
selalu menyempatkan waktu untuk mengadakan observasi langsung ke
lokasi penelitian, dengan intensitas yang cukup tinggi.
Dalam memasuki lapangan peneliti bersikap hati-hati, terutama
dengan informan kunci agar tercipta suasana yang mendukung keberhasilan
dalam pengumpulan data. Peneliti harus dapat segera membangun
komunikasi yang baik terhadap komunitas yang berbeda-beda, mulai dari
kiai, ustadz, pengurus, santri, alumni maupun masyarakat pondok pesantren
tersebut.20
Hubungan yang baik antara peneliti dengan komunitas di
lapangan penelitian (pondok pesantren) dapat melahirkan kepercayaan dan
saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi membantu kelancaran
proses penelitian, sehingga data diinginkan dapat diperoleh dengan mudah
dan lengkap. Peneliti harus berusaha menghindari kesan-kesan yang
merugikan informan. Kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan harus
diketahui secara terbuka oleh subjek penelitian.
19Moleong, Metodologi Penelitian..., hlm. 169-173.
20 Sikap peneliti ini merupakan implementasi dari pendapatnya Guba dan Lincoln, yang
mengemukakan tujuh karakteristik manusia sebagai instrument penelitian dengan kualifikasi baik,
yaitu sifatnya yang responsif, adaptif, lebih holistic, kesadaran pada konteks tak terkatakan,
mampu memproses segera, mampu mengejar klarifikasi, mampu meringkaskan segera, dan
mampu menjelajahi jawaban ideosinkretik serta mampu mengejar pemahaman yang lebih
dalam.Lihat Naturalistic Inquiry…, hlm. 237
184
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti mengambil langkah-
langkah sebagai berikut: a) sebelum memasuki lapangan peneliti terlebih
dahulu meminta ijin kepada kiai yang menjadi pemimpin pondok pesantren,
K.H. M. Idris Marzuki sebagai pimpinan ponpes salafiyah Lirboyo; dan
K.H. A. Nawawi Abd. Djalil sebagai pimpinan ponpes salafiyah Sidogiri,
dengan menyiapkan segala peralatan yang diperlukan seperti tape recorder,
handycam, kamera, dan lain-lain; b) peneliti menghadap kepala
madrasah/sekolah, lurah pondok, pengasuh dan lainnya secara bergantian,
memperkenalkan diri serta menginformasikan maksud kedatangan peneliti;
c) mengadakan penelusuran terhadap alumni dan aktifitasnya yang
mendukung terhadap public relations ponpes; d) secara formal mengadakan
kontak dengan komunitas pesantren baik melalui pertemuan formal, non
formal maupun informal; e) membuat jadual kegiatan berdasarkan
kesepakatan peneliti dengan subjek penelitian; dan f) melaksanakan
kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadual yang telah disepakati.
Penelitian kualitatif mengharuskan peneliti sebagai instrumen kunci,
konsekuensi psikologis bagi peneliti untuk memasuki latar yang memiliki
norma, nilai, aturan dan budaya yang harus dipahami dan dipelajari oleh
peneleti. Interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian, memiliki peluang
timbulnya interest dan konflik minat yang tidak diharapkan sebelumnya,
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, maka peneliti
memperhatikan etika penelitian.21
21
Ethical principle penelitian adalah: 1) memperhatikan, menghargai, dan menjunjung hak-
hak dan kepentingan informan; 2) mengkomunikasikan maksud penelitian kepada informan; 3)
185
Dalam penelitian ini peneliti datang langsung ke lokasi penelitian yaitu
pondok pesantren salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan. Peneliti datang ke
lokasi untuk melakukan penelitian di lapangan. Peneliti melihat dan mengikuti
kegiatan secara langsung dengan tetap berdasar pada ethical principle seorang
peneliti. Untuk itu, kehadiran peneliti sangat diperlukan untuk mendapatkan
data yang komprehensif dan utuh.
E. Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian
1. Data
Data dalam penelitian ini berarti informasi atau fakta yang
diperoleh melalui pengamatan atau penelitian di lapangan yang bisa
dianalisis dalam rangka memahami sebuah fenomena atau untuk men-
support sebuah teori.22
Dalam penelitian kualitatif data disajikan berupa
uraian yang berbentuk deskripsi. Adapun yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian.
Pengambilan data dalam penelitian ini dengan cara snowball
sampling yaitu informan kunci menunjuk orang-orang yang mengetahui
masalah yang akan diteliti untuk melengkapi keterangannya dan orang-
tidak melanggar kebebasan dan tetap menjaga privasi informan; 4) tidak mengeksploitasi
informan; 5) mengkomunikasikan hasil laporan penelitian kepada informan dan pihak-pihak
terkait secara langsung dalam penelitian, jika diperlukan; 6) memperhatikan dan menghargai
pandangan informan; 7) nama lokasi penelitian dan nama informan tidak disamarkan karena
melihat sisi positifnya, dengan seijin informan waktu diwawancarai dengan dipertimbangkan
secara hati-hati segi positif dan negatif informan oleh peneliti; dan 8) penelitian dilakukan secara
cermat sehingga tidak mengganggu aktifitas subjek sehari-hariLihat James P. Spradley, The
Ethnographyc Interview, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979), hlm. 34-35 22
Jack. C. Richards, Longman Dictionary of Language Teaching and Appied Linguistics,
(Malaysia : Longman Group, 1999), hlm. 96.
186
orang yang ditunjuk dan menunjuk orang lain bila keterangan kurang
memadai begitu seterusnya.23
Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dalam bentuk kata-
kata atau ucapan lisan (verbal) dan perilaku dari subjek (informan)
berkaitan dengan manajemen public relations di pondok pesantren
salafiyah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen,
foto-foto, dan benda-benda yang dapat digunakan sebagai pelengkap data
primer. Karakteristik data sekunder yaitu berupa tulisan-tulisan, rekaman-
rekaman, gambar atau foto yang berhubungan dengan proses ataupun
aktifitas yang berkenaan dengan public relations di pondok pesantren
salafiyah.
a. Data primer yang berkaitan dengan manajemen public relations di
ponpes salafiyah didapatkan melalui observasi dan interview antara
lain: bentuk-bentuk public relations, strategi public relations, bentuk
komunikasi dengan alumni, perencanaan manajemen public relations,
image masyarakat terhadap pondok pesantren, sistem komunikasi
yang dibangun dalam rangka melakukan public relations, peran kiai
dalam public relations, dan sebagainya.
b. Data sekunder yang dijaring melalui dokumen adalah data yang
diperkirakan ada kaitannya dengan fokus penelitian antara lain
tentang: lokasi kedua pondok pesantren tersebut, jumlah santri, jumlah
23
W. Mantja, Etnografi Desain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan,(Malang:
Winaka Media, 2003), hlm. 7.
187
alumni, bentuk komunikasi dengan orang tua santri, bentuk
komunikasi dengan alumni, dan sebagainya.
2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data tersebut peneliti perlu menentukan
sumber data dengan baik, karena data tidak akan diperoleh tanpa adanya
sumber data. Pemilihan dan penentuan jumlah sumber data tidak hanya
didasarkan pada banyaknya informan, tetapi lebih dipentingkan pada
pemenuhan kebutuhan data, sehingga sumber data di lapangan bisa
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.
Sumber data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu manusia (human) dan bukan manusia. Sumber data manusia
berfungsi sebagai subjek atau informan kunci (key informant) dan data
yang diperoleh melalui informan berupa soft data (data lunak). Sedangkan
sumber data bukan manusia berupa dokumen yang relevan dengan
fokus penelitian, seperti peristiwa atau aktifitas yang ada kaitannya
dengan fokus penelitian. Data yang diperoleh melalui dokumen bersifat
hard data (data keras).24
Kelompok sumber data dalam penelitian kualitatif dikelompokkan
sebagai berikut:
24
Soft data senantiasa dapat diperhalus, diperinci dan diperdalam, karena masih selalu
dapat megalami perubahan. Sedangkan hard data adalah data yang tidak mengalami perubahan
lagi. Lihat S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), hlm.
55
188
1. Narasumber (informan)
Dalam penelitian kualitatif, posisi narasumber sangat penting
sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan narasumber
memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan sekedar memberikan
tanggapan yang diminta peneliti, tetapi bisa memilih arah dan selera dalam
menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini, sumber data yang
berupa manusia lebih tepat disebut sebagai informan.25
Penentuan informan dalam penelitian ini bukan asal informan,
namun didasarkan pada kriteria: 1) subjek cukup lama dan intensif
menyatu dengan medan aktifitas yang menjadi sasaran penelitian; 2)
subjek yang masih aktif terlibat di lingkungan aktifitas yang menjadi
sasaran penelitian; 3) subjek yang masih mempunyai waktu untuk dimintai
informasi oleh penelti; 4) subjek yang tidak mengemas informasi, tetapi
relative memberikan informasi yang sebenarnya; dan 5) subjek yang
tergolong asing bagi peneliti.
Sehubungan dengan kriteria tersebut di atas, dalam penelitian ini
pemilihan informan dilakukan, pertama, dengan teknik sampling
purposive. Teknik ini digunakan untuk menseleksi dan memilih informan
yang benar-benar menguasai informasi dan permaslahan secara mendalam
serta dapat dipercaya menjadi sumber data yang mantap. Penggunaan
teknik purposive ini, peneliti dapat menentukan sampling sesuai dengan
tujuan penelitian. Sampling yang dimaksud di sini bukanlah sampling
25
HLM. B Sutopo, Pengumpulan dan Pengolahan Data dalam Penelitian Kualitatif dalam
(Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis), (Malang: Lembaga Penelitian
Universitas Islam Malang, tt), hlm. 111.
189
yang mewakili populasi, melainkan didasarkan pada relevansi dan
kedalaman informasi, namun demikian tidak hanya berdasar subjektif
peneliti, melainkan berdasarkan tema yang muncul di lapangan.
Dengan menggunakan teknik purposive terhadap informan, maka
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) pimpinan
atau pengasuh ponpes salafiyah; 2) kepala madrasah; 3) lurah ponpes; 4)
ketua organisasi santri atau santri senior; 5) alumni santri. Dari informan
kunci tersebut selanjutnya dikembangkan untuk mencari informasi lainnya
dengan teknik bola salju (snowball sampling).
Kedua, snowball sampling, adalah teknik bola salju yang
digunakan untuk mencari informasi secara terus menerus dari informan
satu ke informan yang lainnya, sehingga data yang diperoleh semakin
banyak, lengkap dan mendalam. Penggunaan teknik bola salju ini
dihentikan apabila data yang diperoleh dianggap telah jenuh (saturation
data) atau jika data tentang manajemen public relations di ponpes
salafiyah sudah tidak berkembang lagi sehingga sama dengan data yang
telah diperoleh sebelumnya (point of theoretical saturation).
Ketiga, internal sampling, yaitu pemilihan sampling secara
internal dengan mengambil keputusan berdasarkan gagasan umum
mengenai apa yang diteliti, dengan siapa berbicara, kapan melakukan
pengamatan, dan berapa banyak dokumen yang di-review. Intinya internal
sampling digunakan untuk mempersempit atau mempertajam fokus.26
26
Bogdan and Biklen, Qualitative Research
190
Teknik ini tidak digunakan untuk mempertajam studi melainkan untuk
memperoleh kedalam studi dan fokus penelitian secara integratif.
Keempat, teknik sampling waktu (time sampling), yaitu
penyesuaian waktu etika menemui informan untuk memperoleh data yang
diinginkan. Kecuali terhadap peristiwa atau kejadian yang bersifat
kebetulan, peneliti memperkirakan waktu yang baik untuk observasi dan
wawancara. Penggunaan sampling waktu ini penting sebab sangat
mempengaruhi makna dan penafsiran berdasarkan konteks terhadap
subjek atau peristiwa di lapangan.
2. Peristiwa atau aktivitas
Peristiwa digunakan peneliti untuk mengetahui proses bagaimana
sesuatu secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung.
Contohnya jalannya perkuliahan, program-program yang dijalankan, dan
lain-lain. Di sini peneliti melihat secara langsung peristiwa yang terjadi
terkait dengan manajemen public relations untuk dijadikan data berupa
catatan peristiwa yang terjadi di kedua pondok pesantren tersebut.
3. Tempat atau lokasi
Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau
permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang
bisa dimanfaatkan dan digali oleh peneliti. Dalam penelitian ini lokasinya
adalah di Kediri, tepatnya di Ponpes Salafiyah Lirboyo yang terletak di
desa Lirboyo kecamatan Mojoroto Kediri, tepatnya sebelah timur sungai
Brantas, dan pondok pesantren Sidogiri Pasuruan yang terletak di desa
191
Sidogiri kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan, tepatnya ±20 km dari
mata air Umbulan Pasuruan.
4. Dokumen atau arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berhubungan
dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen dalam penelitian
ini bisa berupa catatan tertulis, rekaman, gambar atau benda yang
berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan model
pengembangan public relations di kedua pondok pesantren salafiyah
Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan.
Selanjutnya, semua hasil temuan penelitian dari sumber data pada
kedua ponpes salafiyah tersebut tersebut dibandingkan dan dipadukan
dalam suatu analisis lintas kasus (cross-case analysis) untuk menyusun
sebuah kerangka konseptual yang dikembangkan dalam abstraksi temuan
di lapangan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang telah dijelaskan dalam uraian di atas, bahwa sumber data
berupa orang, peristiwa, lokasi, dokumen dan arsip. Untuk memperoleh data
secara holistic dan integrative, maka pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan tiga teknik yang ditawarkan oleh Bogdan dan Biklen, yaitu: 1)
wawancara mendalam (indepth interview); 2) observasi partisipan (partisipant
observation); dan 3) studi dokumentasi (study document).27
John W. Creswell
27
Bogdan dan Biklen, Qualitative Research…, hlm. 119-143
192
menambah, yaitu: Audiovisual materials28
, sedangkan Robert K. Yin
menyarankan enam teknik, yaitu: 1) dokumen (documentation); 2) rekaman
arsip (archival record); 3) wawancara (interview); 4) observasi langsung
(direct observation); 5) observasi partisipan (participant observation); 6)
perangkat fisik (physical artifact).29
Dalam hal ini peneliti memilih tiga teknik
yang ditawarkan oleh Bogdan dan Biklen, karena menurut peneliti apa yang
ditawarkan John W. Creswell dan oleh Robert K. Yin bersifat tumpang tindih
(overlapping). Adapun pembahasan rinci mengenai ketiga teknik tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah yang berupa manusia yang dalam posisi sebagai nara sumber atau
informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan
teknik wawancara.30
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data yang berupa
konstruksi tentang orang, kejadian, aktifitas organisasi, perasaan motivasi,
dan pengakuan.31
Wawancara mendalam adalah percakapan antara dua
orang dengan maksud tertentu dalam hal ini antara peneliti dengan
informan, dimana percakapan yang dimaksud tidak sekedar menjawab
pertanyaan dan mengetes hipotesis yang menilai sebagai istilah
28
John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative, (London: Sage
Publications, 1994), hlm. 148-150 29
Robert K. Yin, Case Study Research: Design and Methods, (Beverly Hills: Sage
Publications, 1987), hlm. 79 30
Ibid., p.117. 31
Mantja, Etnografi Desain…, hlm. 7
193
percakapan dalam pengertian sehari-hari, melainkan suatu percakapan
yang mendalam untuk mendalami pengalaman dan makna dari
pengalaman tersebut.
Teknik yang digunakan dalam wawancara adalah wawancara tidak
terstruktur (unstandarized interview) yang dilakukan tanpa menyusun
suatu daftar pertanyaan yang ketat. Selanjutnya wawancara unstandarized
ini dikembangkan menjadi tiga teknik, yaitu: 1) wawancara tidak
terstruktur (unstructured interview atau passive interview), dengan
wawancara ini bisa diperoleh data “emic”32
; 2) wawancara agak
terstruktur (some what structured interview or active interview), dengan
wawancara ini dapat diperoleh data “etic”33
; 3) wawancara sambil lalu
(casual interview).
Kelebihan wawancara tidak terstruktur ini dapat dilakukan secara
lebih personal yang memungkinkan diperoleh informasi sebanyak-
banyaknya. Selain itu wawancara tidak terstruktur memungkinkan dicatat
respon afektif yang tampak selama wawancara berlangsung, dipilah-pilah
pengaruh pribadi yang mungkin mempengaruhi hasil wawancara, serta
memungkinkan pewawancara belajar dari informan tentang peran, strategi,
kebiasaan, tradisi, cara-cara komunikasi, publikasi dan lain-lain yang
mendukung public relations di ponpes salafiyah. Secara psikologis
32
Data emic adalah data yang berupa informasi dari informan yang menggambarkan
pandangan dunia dari perspektifnya, menurut pikiran dan perasaannya. Lihat Nasution, Metode
Penelitian …, hlm. 71 33
Data etic adalah data yang berupa informasi dari informan yang diinginkan oleh peneliti,
walau sebenarnya data etic tidak bisa dipisahkan dari data emic. Data emic yang disampaikan oleh
informan diterima oleh peneliti. Peneliti kemudian mengolahnya, mentafsirkannya,
menganalisisnya, menurut metode, teori, teknik, dan pandangannya sendiri. Lihat Ibid., hlm. 71-72
194
wawancara ini lebih bebas dan dapat bersifat obrolan sehingga tidak
melelahkan dan menjemukan informan.
Pada waktu melakukan wawancara tidak terstruktur, pertanyaan-
pertanyaan dilakukan secara bebas (free interview) pada pertanyaan-
pertanyaan umum tentang eksistensi dan sejarah kedua pondok pesantren
salafiyah tempat penelitian, administrasinya, persepsi masyarakat tentang
pondok pesantren tersebut, kondisi internal dan sebagainya. Selanjutnya
dilakukan wawancara terfokus (focused interview) yang pertanyaannya
tidak memiliki struktur tertentu, akan tetapi selalu berpusat pada satu
pokok ke pokok yang lainnya. Dalam hal ini fokus diarahkan pada
manajemen public relations di ponpes salafiyah, dengan mengajukan
pertanyaan misalnya: apa rencana yang dilakukan pondok pesantren ini
untuk menjaga image di masyarakat? Apa yang dilakukan pondok
pesantren ini agar selalu dapat berkomunikasi dengan alumni pondok
pesantren ini? Dengan kata lain, wawancara pada tahap kedua ini tidak
menggunakan instrument terstruktur namun peneliti telah membuat garis-
garis yang disusun berdasarkan fokus penelitian. Kedua metode ini
dilakukan secara terbuka (open interview) sesuai dengan sifat penelitian
kualitatif yang open ended, dan ditujukan kepada informan-informan
tertentu yang dianggap sebagai informan kunci (key informant) serta
informan biasa.
Wawancara yang ketiga yang bersifat sambil lalu (casual
interview) dilakukan apabila secara kebetulan peneliti bertemu informan
195
yang tidak direncanakan atau diseleksi terlebih dahulu, seperti tokoh
masyarakat dan masyarakat sekitar ponpes, para alumni yang sedang
silaturrahmi ke ponpes, dan lain-lain yang tidak diperhitungkan
sebelumnya. Wawancara ini dilakukan sangat tidak terstruktur (very
instructured) dan digunakan sebagai pendukung dari metode wawancara
pertama dan kedua.
Dalam memilih informan pertama, yang dipilih adalah informan
yang memiliki pengetahuan khusus, informatif dan dekat dengan situasi
yang menjadi fokus penelitian, di samping memiliki status tertentu. Lurah
ponpes dan pengurus diasumsikan memiliki banyak informasi tentang
ponpes, kepala madrasah diasumsikan memiliki banyak informasi tentang
bidang akademis yang berada di bawah wilayahnya, bidang kehumasan
diasumsikan memiliki banyak informasi tentang prosedur operasional
tentang public relations, sedangkan kiai sebagai informan kunci,
diasumsikan memiliki banyak informasi tentang pondok pesantren yang
dipimpinnya, termasuk situasi, sejarah dan prosedur pelaksanaan public
relations di pesantrennya. Karena itu, lurah dan kepala madrasah dipilih
sebagai informan pertama untuk diwawancarai.
Setelah wawancara dengan kiai dianggap cukup, peneliti meminta
untuk ditunjukkan informan berikutnya yang dianggap memiliki informasi
yang dibutuhkan, relevan dan memadai. Dari informan yang ditunjuk
tersebut, dilakukan wwancara secukupnya serta pada akhir wawancara
diminta pula untuk menunjuk informan lain. Demikian seterusnya
196
sehingga informasi yang diperoleh semakin besar seperti bola salju
(snowball sampling technique) dan sesuai tujuan (purposive) yang
terdapat dalam fokus penelitian.
Untuk melakukan wawancara yang lebih terstruktur terlebih
dahulu dipersiapkan bahan-bahan yang diangkat dari isu-isu yang
dieksplorasi sebelumnya. Dalam hal ini bisa dilakukan pendalaman atau
dapat pula menjaga kemungkinan terjadinya bias. Dalam kondisi tertentu
jika pendalaman yang dilakukan kurang menunjukkan hasil, maka dapat
dilakukan pendalaman dengan saling mempertentangkan. Namun
demikian hal ini harus dilakukan secara persuasive, sopan dan santai.
Topik wawancara selalu diarahkan pada pertanyaan-pertanyaan
yang terkait dengan fokus penelitian. Hal ini dilakukan untuk menghindari
wawancara yang melantur dan menghasilkan informasi yang kosong
selama wawancara. Wawancara bisa dilakukan dengan perjanjian terlebih
dahulu, atau dapat pula dilakukan secara spontan sesuai dengan
kesempatan yang diberikan oleh informan. Untuk merekam hasil
wawancara dengan seizin informan, peneliti menggunakan alat bantu
berupa buku catatan dan MP4 maupun kamera.
Langkah-langkah wawancara dalam penelitian ini adalah: 1)
menetapkan kepada siapa wawancara dilakukan; 2) menyiapkan bahan
pokok masalah yang menjadi bahan pembicaraan; 3) mengawali atau
membuka alur wawancara; 4) melangsungkan alur wawancara; 5)
mengkonfirmasikan hasil wawancara; 6) menulis hasil wawancara ke
197
dalam catatan lapangan; 7) mengidentifikasi tindak lanjut hasil
wawancara.34
Dalam wawancara harus meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
1) pertanyaan tentang tingkah laku atau pengalaman. Pertanyaan ini untuk
memperoleh pengalaman, tingkah laku, tindakan, dan kegiatan; 2)
pertanyaan tentang opini atau nilai. Pertanyaan ini digunakan untuk
pemahaman kognitif dan proses penafsiran orang; 3) pertanyaan tentang
perasaan. Pertanyaan ini digunakan untuk pemahaman tanggapan
emosional orang terhadap pengalaman dan pikiran; 4) pertanyaan tentang
pengetahuan, digunakan untuk menemukan informasi faktual apa yang
dimiliki responden; 5) pertanyaan tentang indera, pertanyaan untuk
memperoleh tentang apa yang dilihat, didengar, diraba dan dibau; 6)
pertanyaan tentang latar belakang atau demografis, digunakan untuk
identifikasi responden.35
Dalam wawancara ini peneliti terlebih dahulu menyiapkan siapa
yang diwawancarai dan menyiapkan materi yang terkait dengan Public
Relations. Oleh karena itu sebelum dilakukan wawancara, garis besar
pertanyaan harus sesuai dengan penggalian data dan kepada siapa
wawancara itu dilaksanakan. Di sela percakapan itu diselipkan pertanyaan
pancingan dengan tujuan untuk menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal
yang diperlukan.
34
Faisal, Penelitian Kualitatif…, hlm. 63 35
Michael Quinn Patton, How To Use Qualitative Methods in Evaluation, terj. Budi Puspo
Priyadi., Metode Evaluasi Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 199-203
198
Melakukan wawancara, disediakan perekam suara bila diizinkan
oleh informan, tetapi jika tidak diizinkan peneliti mencatat kemudian
menyimpulkannya. Sering dialami bahwa ketika dipadukan dengan
informasi yang diperoleh dari informan lain, sering bertentangan satu
dengan yang lain. Sehingga data yang menunjukkan ketidaksesuaian itu
hendaknya dilacak kembali kepada subyek terdahulu untuk mendapatkan
kebenaran atau keabsahan data. Dengan demikian wawancara tidak cukup
dilakukan hanya sekali.
Dalam teknik wawancara, ada juga yang dinamakan grand tour
dan mini tour. Grand tour tak hanya digunakan untuk mencari data secara
umum, biasanya pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam grand tour
hanya bersifat umum. Wawancara grand tour ini juga lazim disebut
wawancara deskriptif. Melalui wawancara grand tour, peneliti telah
mendapatkan gambaran umum dan global tentang situasi dan kondisi
pondok pesantren yang peneliti jadikan objek penelitian. Setelah proses ini
tentu peneliti melanjutkan apa yang disebut dengan mini tour, pertanyaan-
pertanyaan dalam wawancara mini tour, tentu lebih terfokus dan tajam
serta mengarah pada data yang didapatkan sesuai dengan fokus penelitian
dan jabarannya.
Wawancara mini tour ini dilakukan terhadap kiai, pengasuh
pondok pesantren, lurah, santri dan alumni pondok pesantren. Isi yang
ingin digali dari wawancara antara lain: 1) pandangan tentang image
masyarakat terhadap pondok pesantren tersebut; 2) fungsi manajemen
199
public relations dalam melakukan perannya; 3) komunikasi yang dijalin
antara pondok pesantren dengan masyarakat; 4) bentuk-bentuk komunikasi
yang dijalin; 5) bentuk partisipasi masyarakat dalam pendidikan di pondok
pesantren; dan sebagainya.
2. Observasi Partisipan
Observasi dilakukan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa peristiwa, tempat, benda, serta rekaman dan gambar.36
Dalam
penelitian ini dilaksanakan dengan teknik (participant observation), yaitu
dilakukan dengan cara peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada
kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian dalam lingkungannya,
selain itu juga mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan
lapangan.37
Teknik inilah yang disebut teknik observasi partisipan.
Dalam observasi partsipasi, peneliti menggunakan buku catatan
kecil dan alat perekam. Buku catatan kecil diperlukan untuk mencatat hal-
hal penting yang ditemui selama pengamatan. Sedangkan alat perekam
(tape recorder) digunakan untuk mengabadikan beberapa momen yang
relevan dnegan fokus penelitian. Ada tiga tahap observasi yang dilakukan
dalam penelitian, yaitu observasi deskriptif (untuk mengetahui gambaran
umum), observasi terfokus (untuk menemukan kategori-kategori), dan
observasi selektif (mencari perbedaan di antara kategori-kategori).38
36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offser, 1989), hlm. 91. 37
Ibid., hlm. 69. 38
Lihat James P. Spradley, Participant Observation, (New York: Holt, Rinehard and
Winston, 1980)
200
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi partisipan tahap
pertama, yaitu dimulai dari observasi deskriptif (descriptive observation)
secara luas dengan melukiskan secara umum situasi sosial yang terjadi
pada ponpes salafiyah Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan. Tahap berikutnya
dilakukan observasi terfokus (focused observations) untuk menemukan
kategori-kategori, seperti bentuk manajemen public relations, bentuk
komunikasi pondok pesantren dengan masyarakat, strategi image building,
peran kiai dalam image building dan public relations, dan sebagainya.
Tahap akhir setelah dilakukan analisis dan observasi yang berulang-ulang,
diadakan penyempitan lagi dengan melakukan observasi selektif (selective
observation) dengan mencari perbedaan di antara kategori-kategori,
seperti karakteristik mengenai bentuk komunikasi dengan alumni dan
bentuk komunikasi dengan masyarakat umum, serta fungsi public
relations sebagai problem solving, karakteristik masing-masing fungsi
manajemen public relations, dan sebagainya. Semua hasil pengamatan
selanjutnya dicatat dan direkam sebagai pegamanatan lapangan (field
note), yang selanjutnya dilakukan refleksi.
Hal ini peneliti lakukan, sebagaimana menurut Faisal, yang
menyatakan bahwa observasi difokuskan pada situasi sosial, yaitu:
a. Gambaran keadaan tempat dan ruang tempat suatu situasi sosial
berlangsung;
201
b. Para pelaku pada suatu situasi sosial, termasuk karakteristik yang
melekat pada mereka (seperti status, jenis kelamin, usia, dan
sebagainya);
c. Kegiatan atau aktivitas yang berlangsung pada situasi sosial;
d. Tingkah laku para pelaku dalam proses berlangsungnya aktifitas atau
kegiatan di suatu situasi sosial (tindakan-tindakan);
e. Peristiwa yang berlangsung di suatu situasi sosial (perangkat aktifitas
atau kegiatan yang saling berhubungan);
f. Waktu berlangsungnya peristiwa, kegiatan, dan tindakan di suatu
situasi sosial;
g. Ekspresi perasaan yang tampak pada para pelaku di suatu situasi
sosial.39
Hal-hal tersebut harus diamati secara mendalam untuk dapat
mengungkap fakta dan menjadikannya sebuah teori. Hal-hal yang diamati
dalam penelitian ini, agar mudah dipahami, disajikan dan dirinci pada
tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Ragam Situasi yang Diobservasi
No Ragam situasi yang
diamati
Keterangan
1. Pengelolaan fungsi Public
relations a. Penyusuran keberadaan public
relations di pondok pesantren salafiyah:
gambaran tentang struktur organisasi
public relations, siapa yang
menjalankan public relations, siapa saja
yang menjadi sasarannya.
39
Faisal, Penelitian Kualitatif…, hlm. 78. lihat pula Nasution, Metode Penelitian …, hlm.
64
202
b. Penyusuran pada manajemen pondok
pesantren salafiyah dalam melakukan
regenerasi santri, peningkatan kualitas
mutu, dan promosi ke masyarakat 2. Sistem komunikasi yang
dibangun melalui public
relations di pondok
pesantren salafiyah
Pengamatan mengenai:
a. Pola komunikasi yang dibangun antara
santri dengan santri dan kiai
b. Pola komunikasi yang dibangun pondok
pesantren antara santri dan alumni
c. Pola komunikasi yang dibangun pondok
pesantren dengan masyarakat luas
d. Pola jaringan komunikasi yang dibangun
untuk mempertahankan eksistensi
pondok pesantren salafiyah. 3. Pembangunan
citra/image di pondok
pesantren salafiyah
melalui manajemen
public relations
Observasi mengenai proses membangun
image, mempertahankan dan
menyebarluaskan image/citra pondok
pesantren salafiyah.
4. Proses public relations
di pondok pesantren
salafiyah.
a. Kajian perspektif kultural (pengamatan
budaya sekitar ponpes)
b. Kajian sosiologis maupun stakeholders
(pengamatan peran dan pengaruh
stakeholders)
Demikian beberapa peristiwa yang harus diobservasi di pesantren
yang menjadi lokasi penelitian. Tanpa melakukan observasi tersebut, maka
mustahil penelitian ini bisa berjalan dan berhasil dengan baik dan
memuaskan.
3. Studi dokumentasi
Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber
manusia melalui observasi dan wawancara, namun data dari sumber non
manusia, seperti dokumen, foto, dan bahan statistik perlu mendapat
perhatian selayaknya. Dokumen terdiri dari tulisan pribadi seperti surat-
surat, buku harian, dan dokumen resmi. Dokumen, surat-surat, foto dan
203
lain-lain dapat dipandang sebagai ”nara sumber" yang dapat diminta
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.40
Studi dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data-data yang mendukung untuk memahami dan
menganalisis manajemen public relations di pesantren. Data tersebut
meliputi personal document (dokumen pribadi) dan official document
(dokumen resmi). Dokumen pribadi terdiri dari intimate diaries Buku
harian), personal letters (surat pribadi), autobiographies (autobiografi).
Sedangkan dokumen resmi terdiri dari internal documents, external
communications, student record and personnel files.41
Semua dokumen
yang dipaparkan tersebut di atas berkaitan dengan kedua pesantren yang
menjadi lokasi penelitian.
Penggunaan studi dokumentasi ini didasarkan pada lima alasan
yaitu: (1) sumber-sumber ini tersedia dan murah (terutama dari segi
waktu); (2) dokumen dan rekaman merupakan sumber informasi yang
stabil, aklurat dan dapat dianalisis kembali; (3) dokumen dan rekaman
merupakan sumber informasi yang kaya secara kontekstual relevan dan
mendasar dalam konteksnya; (4) sumber ini merupakan pernyataan legal
yang dapat memenuhi akuntabilitas; dan (5) sumber ini bersifat nonreaktif,
sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi. Sebagai alat
pengumpul data adalah tape recorder, handycam, kamera, dan lembar
catatan lapangan.
40
Ibid.(Metode Penelitian Naturalistik), hlm. 89 41
Bogdan dan Biklen, Qualitative Researchlm. .., hlm. 97-102
204
G. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara
sistematis tanskrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang
telah dihimpun oleh peneliti. Kegiatan analisis dilanjutkan dengan menelaah
data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola
mensintesis, mencari pola, menemukan apa yang bermakna dan apa yang
diteliti dan dilaporkan secara sistematik. Data tersebut terdiri dari deskripsi-
deskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa orang, interaksi, dan perilaku.
Dengan kata lain, data merupakan deskripsi dari pernyataan-pernyataan
seseorang tentang perspektif, pengalaman, atau sesuatu hal sikap, keyakinan
dan pikirannya serta petikan-petikan isi dokumen yang berkaitan dengan suatu
program.42
Analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis data situs tunggal
Analisis situs tunggal dimulai dengan menelaah seluruh data yang
telah terkumpul dari berbagai teknik yang telah dilaksanakan, yaitu
wawancara, observasi dan studi dokumen yang telah dicatat peneliti dalam
catatan lapangan. Skema analisis data tunggal dapat digambarkan seperti
skema berikut:
42
Ibid., hlm. 145
205
Gambar 3.1
Langkah-langkah analisis data situs tunggal
diadaptasi dari Bogdan & Biklen (1982)
Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
deskriptif dengan menempuh tiga langkah yang terjadi secara bersamaan
menurut Miles dan Huberman yaitu: l) reduksi data (data reduction), yaitu
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisir data; 2) penyajian data (data displays), yaitu: menemukan
pola-pola hubungan yang bermakna serta memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan; dan 3) penarikan kesimpulan/verifikasi
(conclusion drawing/veriffication). Komponen alur tersebut di atas
diperjelas dengan bagan sebagaimana berikut dibawah ini:
Menganalisis secara
induktif konseptual
Menganalisis secara
induktif konseptual
Situs Tunggal 1 Situs Tunggal 2
Manajemen public
relation di Ponpes
Lirboyo
Manajemen public
relation di Ponpes
Sidogiri
Menyusun Temuan teori substantive
Situs 1
Membandingkan dan
Memadukan Situs Tunggal
1 dan 2
Membandingkan
dan Memadukan
Menyusun Proposisi
sebagai Temuan
Membandingkan dan
Memadukan antar
Proposisi
Membandingkan dan
Memadukan temuan
teori
Membandingkan dan
Memadukan semua
aspek secara lintas situs
Analisis dan
Pembahasan
Lintas Situs Menyusun Temuan
teori substantive
Situs 2
Menyusun Proposisi
sebagai Temuan
206
Gambar: 3.2 Teknik Analisis Data43
a. Pengumpulan data/Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga diperoleh
kesimpulan akhir dan diverifikasi. Reduksi data diartikan juga sebagai
proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan
pengabstrakkan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus
selama penelitian berlangsung bahkan sebelum data benar-benar
terkumpul sudah mengantisipasi adanya reduksi data sudah tampak
sewaktu memutuskan kerangka konseptual, wilayah penelitian,
permasalahan penelitian, dan penentuan metode pengumpulan data.
Selama pengumpulan data berlangsung sudah terjadi tahapan reduksi,
selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema,
membuat gugus-gugus, menulis memo). Proses ini berlanjut sampai
43
Miles and Huberman, Qualitative Reseanrch…, hlm. 22
Penyajian
Data
Pengumpulan
Data
Kesimpulan: Penggambaran/
Verifikasi
Reduksi
Data
207
pasca pengumpulan data di lapangan, bahkan pada akhir pembuatan
laporan sehingga tersusun lengkap.
Dalam reduksi data, peneliti melakukan grand tour ke ponpes
Lirboyo dan Sidogiri untuk memperoleh gambaran umum situasi
sosial yang ada di kedua tempat tersebut yang meliputi place, actors
dan activity. Langkah ini bertujuan selain untuk memperoleh
gambaran umum situasi sosial juga untuk menemukan berbagai
domain dan kategori yang berhubungan dengan public relations,
kemudian peneliti menulis hasil observasi tersebut, berikut wawancara
yang dilakukan dengan kiai maupun pengelola ponpes.44
Langkah selanjutnya, dari data yang terkumpul tadi dimasukkan
dalam sistem pengkodean. Semua data yang telah dituangkan dalam
catatan lapangan (transkrip) dibuat ringkasan kontak berdasarkan
fokus penelitian. Setiap topik liputan dibuat kode yang
menggambarkan topik tersebut. Kode-kode tersebut dipakai untuk
mengorganisasi satuan-satuan data yaitu: potongan-potongan kalimat
yang diarnbil dari transkrip sesuai dengan urutan paragraf
menggunakan komputer.
44
Langkah ini menurut Spreadly termasuk dalam analisis domain, yang meliputi melakukan
grand tour/minitour, memilih situasi sosial tempat penelitian, mencatat hasil observasi dan
wawancara dan menemukan berbagai domain dan kategori di lapangan. Lihat Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2000), hlm. 103. Lihat pula Sugiyono,
Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Research and Development,
cet. 12, ((Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 346
208
b. Penyajian data
Sebagaimana ditegaskan oleh Miles dan Huberman,45
bahwa
penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang
bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam
penelitian ini juga dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari
data-data yang telah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis,
dari bentuk informasi yang kompleks menjadi sederhana namun
selektif.
Penyajian data dalam penelitian ini meliputi peran public
relations, sistem komunikasi yang dijalankan di ponpes salafiyah, cara
membangun citra dan model public relations di ponpes ponpes
salafiyah. Dalam masing-masing domain tersebut, peneliti
menjabarkan secara lebih rinci berdasar pemaknaan data yang ada di
lapangan sekaligus untuk mengetahui struktur internalnya.46
Selanjutnya, peneliti mencari ciri spesifik pada setiap unsur
internalnya tersebut dengan cara mengkontraskan masing-masing
elemen yang ada di kedua ponpes salafiyah dengan cara melakukan
observasi dan wawancara terseleksi dengan tujuan untuk
45
Miles and Huberman, Qualitative, hlm. 21-22 46
Analisis data Model Spradley dalam Sugiyono, Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Research and Development, cet. 12, ((Bandung: Alfabeta,
2011), hlm. 356-358
209
mengkontraskannya. Analisis penyajian data ini dalam Spreadly
dikategorikan dalam analisis taksonomi dan komponensial.47
c. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Kegiatan analisis pada tahap ketiga adalah menarik kesimpulan
dan verifikasi. Analisis yang dilakukan selama pengumpulan data dan
sesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik kesimpulan,
sehingga dapat rnenemukan pola tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Sejak pengumpulan data peneliti berusaha mencari makna atau
arti dari simbol-simbol, mencatat, keteraturan pola, penjelasan-
penjelasan, dan alur sebab akibat yang terjadi. Dari kegiatan ini dibuat
simpulan-simpulan yang sifatnya masih terbuka, umum, kemudian
menuju ke yang spesifik/rinci.48
Kesimpulan final diharapkan dapat
diperoleh setelah pengumpulan data selesai.
2. Analisis Lintas Situs
Analisis data lintas situs bertujuan untuk membandingkan dan
memadukan temuan yang diperoleh dari masing-masing situs penelitian.
Secara umum proses analisis data lintas situs mencakup kegiatan sebagai
berikut: a) merumuskan proposisi berdasarkan temuan situs pertama dan
47
Ibid., hlm. 358-362 48
Penarikan kesimpulan/verifikasi ini adalah usaha penencarian makna dari simbol-simbol,
mencatat, keteraturan pola, penjelasan-penjelasan, dan alur sebab akibat yang terjadi, lalu ditarik
kesimpulan yang sifatnya masih terbuka, umum, kemudian menuju ke yang spesifik. Hal ini
sesungguhnya merupakan upaya mencari ”benang merah” yang mengintegrasikan lintas domain
yang ada, yang meliputi hasil dari analisis domain, analisis taksonomi dan komponensial, yang
selanjutnya akan tersusun dalam ”konstruksi bangunan” situasi sosial objek penelitian yang
sebelumnya masih gelap atau remang-remang, dan setelah dilakukan penelitian menjadi lebih
jelas. Hal inilah yang menurut Spradley dinamakan dengan analisis tema budaya atau discovering
cultural themes. Kesimpulan penelitian kualitatif yang menekankan pada proses pemaknaan,
selanjutnya mampu ditransferabilikan pada ragam situasi yang lain. Lihat Sugiyono, Metode...,
hlm. 360
210
kemudian dilanjutkan situs kedua; b) membandingkan dan memadukan
temuan teoritik sementara dari kedua situs penelitian; c) merumuskan
simpulan teoritik berdasarkan analisis lintas situs sebagai temuan akhir
dari kedua situs penelitian. Kegiatan analisis data lintas situs dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Gambar. 3.3 Kegiatan analisis data lintas data
H. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data (trustworthiness) adalah bagian yang sangat
penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif, Menurut Lincoln dan
Guba bahwa pelaksanaan pengecekan keabsahan data didasarkan pada empat
kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibitity), keteralihan (transferabitity),
kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).49
l. Kredibilitas
49
Lincoln and Guba, Naturalistic Inquiry…, hlm. 289-331
Situs 1 Manajemen public
relation di Ponpes
Lirboyo
Situs 2
Manajemen public
relation di Ponpes
Sidogiri
Menyusun Proposisi
Lintas Situs
Analisis Lintas
Situs
TEMUAN
AKHIR
Temuan
Situs 1
Temuan
Situs 2
Temuan
Penelitian
Prooposisi
Situs 1
Prooposisi
Situs 2
211
Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan data perlu
dilakukan untuk membuktikan apakah yang diamati oleh peneliti benar-
benar telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di
lapangan. Derajat kepercayaan data (kesahihan data) dalam penelitian
kualitatif digunakan untuk memenuhi kriteria (nilai) kebenaran yang
bersifat emik, baik bagi pembaca maupun bagi subjek yang diteliti.
Sedangkan menurut Lincoln dan Guba bahwa untuk memperoleh
data yang valid dapat ditempuh teknik pengecekan data melalui: (l)
observasi yang dilakukan secara terus-menerus (persistent observation);
(2) trianggulasi (triangulation) sumber data, metode dan peneliti lain; (3)
pengecekan anggota (member check), diskusi teman sejawat (peer
reviewing); dan (4) pengecekan mengenai kecukupan referensi
(referencial adequacy check) transferibilitas atau keteralihan dalam
penelitian kualitatif dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”.50
Senada dengan apa yang ditawarkan keabsahan data oleh Lincoln
dan Guba John W. Creswell dalam bukunya Reserch Design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches merekomendasikan delapan
langkah sebagai berikut: Triangulation member-checking, thick
description, clarify, present negative or discrepant information, spend
prolonged time, peer debriefing and external auditor.51
Pengujian terhadap kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan
dengan trianggulasi sumber data dan pemanfaatan metode, serta member
50
Ibid. 51
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches, (California: Sage Publications, 2002), hlm. 196-197
212
check. Dengan demikian dalam pengecekan keabsahan data mutlak
diperlukan dalam penelitian kualitatif agar supaya data yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan melakukan verifikasi
terhadap data. Verifikasi terhadap data tentang kepemimpinan kiai dalam
mempertahankan budaya organisasi pada pondok pesantren dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengoreksi metode yang digunakan untuk memperoleh data. Dalam
hal ini peneliti telah melakukan cek ulang terhadap metode yang
digunakan untuk menjaring data. Metode yang dimaksud adalah
participant observation, indepth interview, dan dokumentasi
b. Mengecek kembali hasil laporan penelitian yang berupa uraian data
dan hasil interpretasi peneliti. Peneliti telah mengulang-ulang hasil
laporan yang merupakan produk dari analisis data diteruskan dengan
cross check terhadap subyek penelitian.
c. Triangulasi untuk menjamin obyektifitas dalam memahami dan
menerima informasi, sehingga hasil penelitian lebih objektif dengan
didukung cross check dengan demikian hasil dari penelitian ini benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat tiga macam triangulasi
yang dipergunakan untuk mendukung dan memperoleh keabsahan
data, yaitu52
:
1) Triangulasi sumber
52
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2010), hlm. 273
213
Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan mengecek data yang diperoleh melalui
beberapa sumber. Dalam penelitian ini, peneliti menguji
kredibiltas data mengenai manajemen public relations ke kiai,
ustadz, pengelola, santri dan alumni.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas
data yang dilakukan dengan mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini data wawancara
yang telah didapat oleh peneliti di cross cek dengan observasi dan
dokumentasi. Jika dengan ketiga tersebut menghasilkan data yang
berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada
sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan
data mana yang dianggap benar, atau mungkin semuanya benar,
karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3) Triangulasi Waktu.
Triangulasi waktu dilakukan oleh peneliti untuk menguji
kredibilitas data, karena waktu dapat mempengaruhi kredibiltas
data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi
hari pada saat narasumber masih segar, memberikan data yang
lebih valid sehingga kredibel. Demikian pula dengan observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
214
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
dilakukan triangulasi sumber, teknik dan waktu dengan cara
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh dari informan yang satu dengan informan
lainnya, dari teknik wawancara, observasi maupun dokumentasi dengan
waktu yang berbeda.
2. Transferabilitas
Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif dapat
dicapai dengan cara "uraian rinci". Transferabilitas adalah pemberlakuan
hasil penelitian pada wilayah yang memiliki kesamaan atau kemiripan
objek penelitian.53
Untuk kepentingan ini peneliti berusaha melaporkan
hasil penelitiannya secara rinci. Uraian laporan diusahakan dapat
mengungkap secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca
agar dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh. Penemuan itu
sendiri bukan bagian dari uraian rinci melainkan penafsirannya yang
diuraikan secara rinci dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kejadian-kejadian nyata.
3. Dependabilitas
Dependebilitas atau kebergantungan dilakukan untuk menanggulangi
kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi rencana penelitian,
pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil penelitian.
Untuk itu diperlukan dependent auditor atau para ahli di bidang pokok
53
Sugiyono, Memahami Penelitian..., hlm. 130
215
persoalan penelitian ini. Sebagai dependent auditor dalam penelitian ini
adalah para promotor (Prof. Dr H. Baharudin, M.Pd.I dan Prof, Dr. H.
Mujamil, M.Ag)
4. Konfirmabilitas.
Konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui apakah
data yang diperoleh obyektif atau tidak. Hal ini tergantung pada
persetujuan beberapa orang terhadap pandangan pendapat dan temuan
seseorang. Jika telah disepakati oleh beberapa atau banyak orang dapat
dikatakan obyektif, namun penekanannya tetap pada datanya. Untuk
menentukan kepastian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengkonfirmasikan data dengan para informan atau para ahli. Kegiatan
ini dilakukan bersama-sama dengan pengauditan dependabilitas.
Perbedaannya jika pengauditan dependabilitas ditujukan pada penilaian
proses yang dilalui selama penelitian, sedangkan pengauditan
konfirmabilitas adalah untuk menjamin keterkaitan antara data, informasi,
dan interpretasi yang dituangkan dalam laporan serta didukung oleh
bahan-bahan yang tersedia.
I. Tahapan Penelitian
Salah satu karakteristik penetitian kualitatif adalah desainnya disusun
secara sirkuler.54
Oleh karena itu penelitian ini ditempuh melalui tiga tahap,
yaitu: a) studi persiapan orientasi; b) studi eksplorasi umum; c) studi
eksplorasi terfokus. Pertama, tahapan studi persiapan atau studi orientasi
54
Penelitian dapat berlangsung terus untuk memperoleh pemahaman yang senantiasa lebih
mendalam, namun pada suatu saat penelitian dihentikan karena pertimbangan waktu, biaya, dan
tenaga, sehingga tidak dipastikan kapan berakhir. Lihat Nasution, Metode Penelitian …, hlm. 40
216
dengan menyusun prapoposal dan proposal penelitian tentatif dan menggalang
sumber pendukung yang diperlukan. Penentuan objek dan fokus penelitian ini
didasarkan atas: 1) isu-isu umum yaitu pondok pesantren salafiyah; 2)
mengkaji literatur-literatur yang relevan; 3) orientasi ke beberapa pondok
pesantren dan menetapkan objek penelitian, yaitu: pondok pesantren salafiyah
Lirboyo dan Sidogiri Pasuruan; dan 4) diskusi dengan teman sejawat.
Kedua, tahapan studi eksplorasi umum, adalah: l) konsultasi, wawancara
dan perizinan pada instansi yang berwenang, 2) penjajagan umum pada
beberapa objek yang ditunjukkan untuk melakukan observasi dan wawancara
secara global (disebut dengan grand tour dan mini tour),55
guna menentukan
pemilihan objek lebih lanjut; 3) studi literature dan menentukan kembali fokus
penelitian; 4) seminar kecil dengan promotor dan diskusi dengan teman
sejawat untuk memperoleh masukan; serta 5) konsultasi secara kontinyu
dengan promotor untuk rnemperolehle legitimasi guna melanjutkan penelitian.
Ketiga, tahap eksplorasi terfokus yang diikuti dengan pengecekan hasil
temuan penelitian dan penulisan laporan hasil penelitian. Tahap eksplorasi
terfokus ini mencakup tahap: (1) pengumpulan data yang dilakukan secara
rinci dan mendalam guna menemukan kerangka konseptual tema-tema di
lapangan; (2) pengumpulan dan analisis data secara bersama-sama; (3)
pengecekan hasil dan temuan penelitian oleh promotor; dan (4) penulisan
laporan hasil penelitian untuk diajukan pada tahap ujian disertasi.
55
James P. Spradley, Participant Observation, (New York: Holt, Rinehart and Winston,
1980), hlm. 79
217
Grand tour, datang ke sekret ponpes,
menemui penguruslurah
pondoknyampaikan
maksud&tujuanobservasi situasi
sosialnemui kiai kiai
mendelegasikan wawancara
informanngejar informasi &
informan yg ditunjuk
snowballkross checkdata jenuh