Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan sampel,
pengolahan sampel, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia,
pembuatan ekstrak dengan cara maserasi, setelah itu diukur volume total urin tikus,
pengujian diuretik secara oral pada tikus putih jantan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan ANAVA (analisa variansi) satu jalan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan di tiap perlakuan.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan pada bulan Juli-Agustus 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan, sarung
tangan dan tempat minum hewan uji, alat-alat gelas laboratorium, alat maserasi,
aluminium foil, blender (National), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler
Tolledo), neraca hewan (GW-1500), freeze dryer, rotary evaporator, mortar dan
stamfer, sudip, spatula, oral sonde tikus, spuit 3 ml dan 10 ml, kertas saring, wadah
penampung volume urin modifikasi.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
40
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun salam
(Syzygium polyanthum), aquadest, tablet furosemid, CMC (carboxy metal cellulose)
0,5 %. Bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis dengan produksi E.Merck,
yaitu etanol 95%, asam nitrat, natrium klorida 0,9%, asam sulfat, asam klorida, eter,
kloroform, natrium sulfat andhidrat, timbale ( II ) asetat, isopropanol, etil asetat,
serbuk seng, serbuk magnesium, besi ( III ) klorida, asam asetat andhidrat, metanol,
perak nitrat, kalium kromat.
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.3.1 Besi ( III) klorida 10% b/v
Sebanyak 10 gr besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml
(Farmakope Indonesia, 1979).
3.3.2 Asam klorida 2 N b/v
Sebanyak 72,93 gr asam klorida (p) diencerkan dengan air suling sampai 1000
ml (Farmakope Indonesia, 1979).
3.3.3 Natrium hidroksida 2 N b/v
Sebanyak 80,02 gr kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling
hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1979).
3.3.4 Timbal (II) asetat 0,4 M b/v
Timbal (II) asetat sebanyak 15,7 gr dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
(Farmakope Indonesia, 1979).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
41
3.3.5 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 gr ᵅ-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga
100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).
3.3.6 Pereaksi Mayer
Sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian
ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air. Larutan dikocok dan
ditambahkan air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).
3.3.7 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodide dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2
g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml (Materia
Medika Indonesia, 1978).
3.3.8. Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian
dicampur dengan larutan kalium iodide sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling.
Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan
diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).
3.3.9. Natrium klorida 0,9 % b/v
Sebanyak 0,9 g natrium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml
(Farmakope Indonesia, 1979).
3.3.10. Natrium klorida 0,0113 N
Natrium klorida sebanyak 665,0 mg (setelah dioven pada T 1100C selama 2
jam) dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur
1000 ml, lalu ditambahkan air suling sampai pada tanda tara (Basset et al, 1994).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
42
3.3.11. Perak nitrat 0,0141 N
Perak nitrat sebanyak 2,395 g dilarutkan dalam air suling 100 ml didalam labu
ukur 1000 ml, lalu ditambahkan air suling sampai pada tanda tara (Basset et al, 1994)
3.3.12. Kalium kromat 5%
Sebanyak 5 g kalium kromat dilarutkan dalam air suling 100 ml ( Basset et al,
1994 ).
3.4 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan sampel, dan
pengolahan sampel.
3.4.1 Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA)
Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran
1.
3.4.2 Pengumpulan Sampel
Sampel diambil dengan cara purposif artinya tanpa membandingkan dengan
daerah lain. Sampel diambil dari Kelurahan Pujidadi Kecamatan Binjai Selatan.
Gambar dapat dilihat pada lampiran 2.
3.4.3 Pembuatan simplisia
Simplisia yang telah dikumpulkan dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
setelah itu ditiriskan dan disebarkan diatas kertas perkamen sehingga airnya terserap.
Kemudian sampel ditimbang sebagai berat basah sebanyak 9 kg lalu dikeringkan pada
suhu kamar atau diangin-anginkan terhindar dari pengaruh sinar matahari secara
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
43
langsung. Simplisia disebut sudah kering jika simplisia diremas akan hancur,
kemudian ditimbang sebagai berat kering yaitu 2,9 kg, selanjutnya simplisia diserbuk
dengan blender. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari panas dan
sinar matahari.
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol
Pembuatan ekstrak etanol daun salam dilakukan dengan metode maserasi
dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Caranya, sebanyak 500 g serbuk simplisia
daun salam dimasukkan kedalam bejana kaca kemudian dituangi cairan penyari
sebanyak 375 mL sampai semua simplisia terendam dan di tutup dibiarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk kemudian disaring, ampas
dimaserasi dengan 125 mL etanol 70% disimpan dalam bejana tertutup di tempat
sejuk, terlindung dari cahaya matahari selama 2 hari, kemudian di enaptuangkan.
Maserat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator ± 400C
kemudian dipekatkan (Ditjen POM, 1979).
3.6 Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air,
penetapan kadar sari larut dalam etanol, pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan
mikroskopik dan pemeriksaan organoleptis.
3.6.1. Penetapan Kadar Abu Total
Zat ditimbang ±2 g dengan seksama dan dimasukkan kedalam krus porselin
bertutup yang telah dipijar dan ditara, kemudian ditarakan. Kurs dipijar perlahan-
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
44
lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh
bobot yang tetap (Ditjen POM, 2000).
3.6.2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian
residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan
ditimbang beratnya (Ditjen POM, 2000).
3.6.3 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform
(2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1000ml) dengan menggunakan labu
bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan diudara (Materia Medika Indonesia, 1978).
3.6.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95%
dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan
menghindarkan Sejumlah 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap. Hitung kadar
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
45
dalam persen sari yang larut dalam etanol, dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Materia Medika Indonesia, 1978).
3.6.5. Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik Simplisia
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun salam dengan mengamati
morfologi luar. Pemeriksaan organoleptis terhadap tumbuhan meliputi pemeriksaan
bau, warna dan rasa dari daun salam.
3.7. Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia
Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia diawali dengan pemeriksaan
organoleptis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan golongan alkaloida,
glikosida, saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida.
3.7.1. Pemeriksaan Alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit
kemudian didinginkan dan disaring. Diambil 3 tabung reaksi, kemudian masukkan 3
tetes filtrat kedalam masing-masing tabung.
Tabung I : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Mayer LP menghasilkan endapan
putih/kuning
Tabung II : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan
coklat hitam
Tabung III : ditambahkan 1-3 tetes pereaksi Dragendorff menghasilkan endapan
merah bata
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
46
Jika terdapat endapan putih dengan 2 atau 3 dari pengujian diatas, maka
simplisia tersebut dinyatakan mengandung alkaloid (Marjoni, 2016).
3.7.2. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu
ditambahkan 10 ml air suling panas kemudian didinginkan. Setelah itu kocok kuat-
kuat selama 10 detik, terbentuk buih atau busa setinggi 1-10 cm dan tidak hilang
selama tidak kurang dari 10 detik. Pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N
buih atau busa tidak hilang maka simplisia tersebut mengandung saponin (Marjoni,
2016).
3.7.3. Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia dipanaskan dengan 10 ml air panas,
dididihkan selama lebih kurang 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Diambil 5
ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml
amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alcohol (Marjoni,
2016).
3.7.4. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g simplisia diekstrak menggunakan 10 ml aquadest, kemudian
hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang diperoleh diencerkan dengan aquadest sampai
tidak berwarna. Hasil pengenceran diambil sebanyak 2 ml, kemudian ditambahkan
dengan 1-2 tetes besi (III) klorida. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, maka
simplisia tersebut dinyatakan mengandung tanin (Marjoni, 2016).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
47
3.7.5 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml N-Heksana selama 2 jam.
Kemudian disaring dan diuapkan dalam cawan penguap, sisanya ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes pekat. Jika terdapat warna ungu atau merah
kemudian berubah menjadi warna hijau biru maka simplisia tersebut dinyatakan
mengandung steroida triterpenoida (Marjoni, 2016).
3.8 Penyiapan Bahan Uji, Kontrol dan Obat Pembanding
Ekstrak etanol daun salam dibuat dalam bentuk suspensi CMC 0,5 %, dosis
EEDS 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb. Obat pembanding furosemid
dosis 3,6 mg/kg bb dibuat dalam bentuk suspensi. Kontrol yang digunakan adalah
suspensi CMC 0,5 %.
3.9 Pembuatan Suspensi CMC-Na 0,5%
Sebanyak 0,5 % CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi aquadest yang
panas sebanyak 10 ml gerus cepat hingga diperoleh masa yang transparan, kemudian
setelah kembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit air, kemudian dimasukkan
kedalam labu tentukur 100 ml, kemudian volumenya dicukupkan hingga 100 ml.
3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid
Furosemid sebanyak 40 mg yang telah digerus halus dimasukkan ke dalam
lumpang kemudian ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil
terus digerus, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, volumenya
dicukupkan 10 ml. hingga didapatkan konsentrasi 0,4% suspensi furosemid.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
48
3.11. Pembuatan Suspensi Ekstrak
Ekstrak etanol daun salam 1 g ditambahkan suspensi CMC-Na 0,5% sedikit
demi sedikit sambil terus digerus lalu masukkan kedalam labu tentukur 50 ml,
kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 ml.
3.12 Hewan Percobaan
Hewan pecobaan yang digunakan didalam percobaan ini adalah tikus putih
jantan yang sehat dengan berat badan antara 200-250 g sebanyak 25 ekor, dibagi
dalam 5 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
3.13 Persiapan Hewan Percobaan
Hewan pecobaan yang digunakan di dalam percobaan ini adalah tikus putih
jantan yang sehat dan di aklimatisasi selama 2 minggu.
Tikus diletakkan di dalam kandang yang terbuat dari silinder plastik yang
dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung dibawahnya untuk
menampung urin yang dikeluarkan. Volume urin yang dieksresikan dicatat selama 6
jam.
Tikus yang memenuhi kriteria seleksi ialah tikus dengan
×100%
Lamanya percobaan adalah 6 jam (Ditjen POM Depkes RI,1993)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
49
3.14 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi
Tikus dipuasakan tidak diberi makan selama ±18 jam dengan tetap diberi
minum,kemudian bobot tikus ditimbang. Masing-masing tikus diberi perlakuan yang
di bagi menjadi 5 kelompok yaitu :
Kelompok I : diberi suspensi CMC-Na 0,5% (kontrol negatif),
Kelompok II : diberi suspensi furosemid 3,6 mg/kg bb (kontrol positif)
Kelompok III : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 100 mg/kg bb
Kelompok IV : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 200 mg/kg bb
Kelompok V : diberi suspensi bahan uji coba EEDS dosis 300 mg/kg bb
Tikus diletakkan di dalam kandang metabolik yang dimodifikasi terbuat dari
silinder plastik yang dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung
dibawahnya untuk menampung urin. Volume urin yang dieksresikan dicatat selama 6
jam sebagai urin total (Ditjen POM, 1993).
3.15 Analisis Data
Data-data hasil pengamatan efek ekstrak etanol daun alpukat sebagai diuretik
pada tikus putih dianalisis dengan metode ANAVA (analisis variansi) satu jalan
dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan di
tiap perlakuan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tanaman
Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA) Universitas
Sumatera Utara. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah
daun salam (Syzygium polyanthum). Hasil identifikasi tanaman
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik
Hasil pemeriksaan organoleptis simplisia daun salam menggunakan panca
indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa. Daun salam berbentuk
lonjong sampai bulat telur pada helaian daun, pagkal dang ujung daun meruncing,
tepi daun rata, pertulangan menyirip dan permukaan atas daun licin. Warna daun
hijau tua segar pada permukaan atas dan berwarna hijau muda pada permukaan
bawah serta berwarna kecoklatan pada daun yang sudah kering. Bau aromatik lemah
serta rasa nya khelat.
4.2.2 Hasil pemeriksaan Mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun salam berupafragmen
epidermis bawah, hablur kalsium oksalat, fragmen epidermis atas, rambut penutup,
pembuluh kayu dengan penebalan bentuk spiral dan tangga dan mesofil. Pemeriksaan
mikroskopik dilakukan untuk mengetahui jaringan penyusun dari simplisia tanaman
dengan mengamati ciri-ciri mikroskopik di bawah mikroskop, sehingga dapat
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
51
digunakan untuk memastikan kebenaran dari simplisia yang digunakan dalam
penelitian.
Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun salam
4.2.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Hasil karakterisasi serbuk simplisia Daun salam (Syzygium polyanthum) dapat
dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
52
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun salam
NO Parameter Hasil % Panduan(FHI)
1 Kadar sari larut air 25,3% >24,6%
2 Kadar sari larut dalam etanol 26,3% >24,3%
3 Kadar abu total 1,6% 24,3% yang berarti memenuhi
syarat. Kadar abu total simplisia adalah 1,6% yang berarti memenuhi persyaratan
umum yaitu
53
tanin, uji flavonoid, uji saponin hasil pengamatan positif dengan warna biru untuk uji
tanin, jingga untuk uji flavonoid dan busa stabil pada uji saponin. Untuk uji steroid
hasil negatif berupa filtrat berwarna kuning.
4.4 Hasil Pengujian Efek Diuretik
Pengujian efek diuretik ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum) dan
parameter volume urin terhadap tikus putih jantan.Jumlah urin yang diukur
bermanfaat menentukan adanya gangguan kelainan dalam keseimbangan cairan
tubuh. Volume urin berkaitan pada penggunaan diuretik karna dapat menyebabkan
terjadinya diuresis. Diuretik adalah obat yang dapat menambah volume urin
(Soekardjo, 1995).
Tabel 4.3 Data rata-rata volume urin kumulatif tiap jam pengamatan.
Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
1 2 3 4 5 6
CMC-Na 0,5% 0,14 0,15 0,25 0,32 0,33 0,32
S Furosemide 3,6 mg/kg bb 2,30 1,89 1,24 3,20 2,75 3,89
EEDS 100 mg/kg bb 0,88 1,20 1,35 0,79 1,32 1,27
EEDS 200 mg/kg bb 1,20 1,38 1,42 1,02 1,53 1,32
EEDS 300 mg/kg bb 2,28 1,70 1,19 2,90 2,41 3,28
Data volume urin kumulatif pada tabel 3.3 dapat dilihat pada volume urin secara
keseluruhan selama waktu pengamatan 6 jam. Berdasarkan data kumulatif diatas,
kelompok perlakuan
sebagai kontrol negatif sebanyak 0,32 ml, kelompok
perlakuan S.Furosemid sebagai kontrol positif diperoleh sebanyak 3,89 ml, sedangkan
kelompok EEDS 100 mg/kg bb sebanyak 1,27 ml, kelompok EEDS 200mg/kg bb
sebanyak 1,32 ml dan kelompok EEDS 300 mg/kg bb sebanyak 3,28 ml.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
54
Data hasil volume urin kumulatif pada tabel 3.3 menunjukkan kelompok
perlakuan CMC-Na 0,5% menunjukkan data paling rendah yaitu 0,32 ml. Hal ini
terjadi karna CMC-Na 0,5% tidak dapat meningkatkan jumlah ekskresi urin.
Kelompok perlakuan S.Furosemid 3,6 mg/kg bb menunjukkan rata-rata volume urin
kumulatif yang lebih tinggi yaitu 3,89 ml dibandingkan dengan kelompok EEDS 100
mg/kg bb dengan rata-rata volume urin yaitu 1,27 ml, EEDS 200 mg/kg bb dengan
rata-rata volume urin yaitu 1,32 ml dan EEDS 300 mg/kg bb dengan rata-rata volume
urin yaitu 3,28 ml. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan EEDS 300
mg/kg bb memiliki efek diuretik yang hampir sama dengan S.Furosemid dosis 3,6
mg/kg bb yang diamati dari jam ke 1-6 terdapat penambahan volume urin ± 1,5 ml
tiap jam.
Volume urin rata-rata setiap jam selama waktu 6 jam, dapat dilihat pada
gambar 3.2.
Gambar 3.2 Volume urin rata-rata
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
1 2 3 4 5 6
Volume urin tiap jam (ml)
CMC-Na 0,5%
S Furosemid 3,6 mg/kgbb
EEDS 100 mg/kg bb
EEDS 200 mg/kg bb
EEDS 300 mg/kg bb
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
55
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa pada jam ke-6, semua sediaan uji dan
kelompok S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb sudah menunjukkan efek diuretik. EEDS
dosis 300 mg/kg bb sangat bagus dibandingkan dengan EEDS 200 mg/kg bb dan
EEDS dosis 100 mg/kg bb. Hal tersebut sudah terlihat pada jam ke-1 volume urin
EEDS dosis 300 mg/kg bb 2,28 ml mempunyai aktivitas diuretik yang hampir sama
dengan S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb 2,30 ml. Hal tersebut menunjukkan onset of
action dari EEDS dosis 300 mg/kg bb dan S.Furosemid dosis 3,6 mg/kg bb memiliki
efek yang sama. S.Furosemid mempunyai onset 2,0 sampai 1 jam setelah pemberian
secara oral dengan durasi 2-6 jam.
Senyawa metabolit sekunder yang berperan pada aktivitas diuretik EEDS ini
adalah flavonoid, tanin dan saponin. Mekanisme kerja flavonoid sebagai diuretik
yaitu mengeluarkan simpanan natrium dari dalam tubuh dan mengubah keseimbangan
Na, dengan demikian terjadilah peningkatan volume urin. Tanin merupakan sebagai
diuretik yaitu dengan menghambat rearbsorpsi Na⁺ dan K⁺ sehingga terjadi
peningkatan elektrolit ditubulus sehingga terjadi diuresis, saponin merupakan
senyawa untuk merangsang ginjal untuk meningkatkan absorbsi diuretik. Dengan
demikian kandungan flavonoid, tanin dan saponin yang terkandung dalam EEDS
dapaat menimbulkan efek diuretik.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
56
Pengukuran volume urin pada jam ke-1 sampai pada jam ke-6 pada setiap
kelompok uji dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil pengukuran volume urin jam ke-1 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC-Na 0,5% 0,25 0,28 0,31 0,27 0,41
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 1,25 1,72 2,75 3,43 2,81
3 EEDS 100 mg/kg bb 1,12 1,22 1,13 2,19 1,31
4 EEDS 200 mg/kg bb 1,21 1,37 1,16 2,21 2,13
5 EEDS 300 mg/kg bb 1,24 1,56 2,24 2,31 2,28
Keterangan T.I-T.III = Tikus 1-Tikus 3
Gambar 4.3 Volume urin jam ke-1 pada tikus putih jantan.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
T.I T.II T.III T.IV T.V
Volume urin tiap jam (ml)
1 CMC-Na 0,5%
2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb
3 EEDS 100 mg/kg bb
4 EEDS 200 mg/kg bb
5 EEDS 300 mg/kg bb
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
57
Tabel 4.5 Hasil pengukuran volume urin jam ke-2 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC-Na 0,5 % 0,23 0,31 0,42 0,27 0,30
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 1,20 2,40 2,90 3,24 3,60
3 EEDS 100 mg/kg bb 0,90 1,14 1,25 2,41 2,32
4 EEDS 200 mg/kg bb 1,12 1,22 1,30 2,62 2,21
5 EEDS 300 mg/kg bb 1,15 2,20 2,36 3,19 2,98
Keterangan T.I-T.III = Tikus 1-Tikus 3
Gambar 4.4 Volume urin jam ke-2 pada tikus putih jantan.
Tabel 4.6 Hasil pengukuran volume urin jam ke-3 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0,3 0 0
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,45 1,92 3,10 3,42 3,00
3 EEDS 100 mg/kg bb 1,08 1,60 1,78 2,04 1,68
4 EEDS 200 mg/kg bb 1,64 1,68 1,20 2,52 2,18
5 EEDS 300 mg/kg bb 2,04 1,88 2,86 3,08 2,80
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
T.I T.II T.III T.IV T.V T.VI
Volume urin tiap jam (ml)
1 CMC-Na 0,5 %
2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb
3 EEDS 100 mg/kg bb
4 EEDS 200 mg/kg bb
5 EEDS 300 mg/kg bb
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
58
Gambar 4.5Volume urin jam ke-3 pada tikus putih jantan.
Tabel 4.7 Hasil pengukuran volume urin jam ke-4 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC N-a 0,5 % 0,3 0,2 0,5 0,7 0
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,86 2,48 2,52 2,76 2,82
3 EEDS 100 mg/kg bb 2,04 1,42 1,60 1,96 1,68
4 EEDS 200 mg/kg bb 2,16 1,92 1,82 2,24 2,02
5 EEDS 300 mg/kg bb 2,26 1,98 2,14 2,32 2,48
Gambar 4.6 Volume urin jam ke-4 pada tikus putih jantan.
00.5
11.5
22.5
33.5
T.I T.II T.III T.IV T.V
Volume urin tiap jam (ml)
1 CMC-Na 0,5 %
2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb
3 EEDS 100 mg/kg bb
4 EEDS 200 mg/kg bb
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
T.I T.II T.III T.IV T.V
Volume urin tiap jam (ml)
1 CMC N-a 0,5 %
2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb
3 EEDS 100 mg/kg bb
4 EEDS 200 mg/kg bb
5 EEDS 300 mg/kg bb
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
59
Tabel 4.8 Hasil pengukuran volume urin jam ke-5 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0 0,2 0
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,50 2,80 3,10 2,20 2,42
3 EEDS 100 mg/kg bb 1,64 1,72 1,80 1,74 1,68
4 EEDS 200 mg/kg bb 2,10 2,00 2,15 2,05 2,00
5 EEDS 300 mg/kg bb 2,30 2,40 2,78 2,14 2,10
Gambar 3.7Volume urin jam ke-5 pada tikus putih jantan.
Tabel 4.9 Hasil pengukuran volume urin jam ke-6 pada tikus kelompok uji.
NO Kelompok Pengujian Volume urin tiap jam (ml)
T.I T.II T.III T.IV T.V
1 CMC-Na 0,5 % 0 0 0 0 0
2 S.Furosemid 3,6 mg/kg bb 2,12 2,24 2,16 2,32 2,48
3 EEDS 100 mg/kg bb 1,52 1,28 1,48 1,30 1,55
4 EEDS 200 mg/kg bb 1,74 1,64 1,88 1,64 1,80
5 EEDS 300 mg/kg bb 1,80 1,96 1,98 1,86 2,05
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
T.I T.II T.III T.IV T.V
Volume urin tiap jam (ml)
1 CMC-Na 0,5 %
2 S.Furosemid 3,6 mg/kgbb
3 EEDS 100 mg/kg bb
4 EEDS 200 mg/kg bb
5 EEDS 300 mg/kg bb
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA
60
Kelompok
perlakuan
tikus Volume urin tiap jam (ml)
1 2 3 4 5 6
CMC Na 0,5 % 1 0,25 0,23 0 0,3 0 0
2 0,28 0,31 0 0,2 0 0
3 0,31 0,42 0,3 0,5 0 0
4 0,27 0,27 0 0,7 0,2 0
5 0,41 0,30 0 0 0,1 0
S.Furosemid 3,6
mg/kg BB
1 1,25 1,20 2,45 2,86 2,50 2,12
2 1,72 2,40 1,92 2,48 2,80 2,24
3 2,75 2,90 2,10 2,52 3,10 2,16
4 3,43 3,24 3,42 2,76 2,20 2,32
5 2,81 3,60 3,00 2,82 2,42 2,48
EEDS 100 mg/kg
BB
1 1,12 0,90 1,08 2,04 1,64 1,52
2 1,22 2,14 1,60 1,42 1,72 2,28
3 1,13 1,25 1,78 1,60 1,80 1,48
4 2,19 2,41 2,04 1,96 1,74 1,30
5 1,31 2,32 1,68 1,68 1,68 1,55
EEDS 200mg/kg
BB
1 1,21 1,12 1,64 2,16 2,10 1,74
2 1,37 1,22 1,68 1,92 2,05 1,64
3 1,16 1,30 1,20 1,82 2,15 1,88
4 2,2,1 2,62 2,52 2,24 1,05 1,64
5 2,13 2,21 2,18 2,02 2,00 1,80
1 1,24 2,15 2,04 2,26 2,30 1,80
EEDS 300 mg/kg
bb
2 1,5 2,50 1,88 1,98 2,40 1,96
3 2,24 2,36 2,86 2,94 2,78 1,98
4 2,31 3,19 3,08 2,32 2,14 1,86
5 2,28 2,98 2,80 2,48 2,00 2,05
Hasil yang diperoleh dari pengamatan diuji secara statistik EEDS dengan
dosis 300 mg/kg BB mempunyai efek diuretik yang paling baik terhadap volume urin
yang signifikansi 0,00 (p
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Esktrak etanol daun salam berkhasiat sebagai diuretik pada tikus putih jantan.
2. Berdasarkan dosis Esktrak etanol daun salam yang dapat menimbulkan
efektivitas diuretik pada tikus putih jantan wistar berturut-turut adalah dosis
100mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dan dosis paling efektif
menunjukkan aktifitas diuretik adalah dosis paling besar yaitu 300 mg/kh BB.
5.2 Saran
1. Untuk mendapat hasil yang lebih baik, sebaiknya dalam uji diuretik volume
air minum yang dikomsumsi hewan uji dikontrol selama 24 jam.
2. Perlu dilakukan uji kandungan senyawa yang bertanggung jawab terhadap
efek diuretik pada daun salam (Syzygium polyanthum).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA-INDONESIA