Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
93
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Latar Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan sosiolinguistik dengan menggunakan bahasa dalam penggunaannya di
dalam masyarakat sebagai objek dan sasaran penelitian. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini juga termasuk dalam penelitian sosiolinguistik dengan cara
menguraikan secara jelas bentuk pemakaian bahasa tersebut. Hal ini didukung
dengan penjelasan Mahsun (2005, hlm. 226-227) yang menyatakan bahwa bidang
garapan bahasa yang erat kaitannya denganpenggunaan bahasa itu didalam sebuah
masyarakat merupakan bidang kajian penelitian sosiolinguistik. Penelitian ini akan
membedah secara jelas hal empiris antara penggunaan bahasa Indonesia dan
bahasa Dayak Bidayuh di masyarakat perbatasan dengan mengaitkan antara faktor
sosial kemasyarakatan dan faktor-faktor ekstralinguistik yang terjadi dalam proses
pengumpulan data lapangan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian bukan berupa angka-angka dan bukan
merupakan pengadaan data secara statistik, melainkan data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo, dan
dokumen resmi lainnya. Adapun tujuan dari penelitian kualitatif ialah untuk
menggambarkan realita empirik dibalik fenomena yang terjadi di lapangan secara
mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mencocokkan antara realita
empirik dengan teori yang berlaku (Moleong, 2004 hlm.131). Selain itu penelitian
kualitatif juga melibatkan beberapa tahapan penelitian dengan cara
menggabungkan pengumpulan data, catatan lapangan, transkripsi wawancara,
dokumen, gambar hingga hasil sketsa sementara terhadapa data verbal dan
nonverbal yang ditemukan selama proses penelitian demi menghasilkan temuan
yang akurat dan relevan dengan antara subjek, objek, dan hasil penelitian (Dey,
94
2005, hlm. 15). Dalam hal ini penelitian kualitatif dapat juga disimpulkan sebagai
penelitian yang menggambarkan hasil temuan dilapangan yang benar-benar sesuai
antara subjek dan struktur temuan, yang detail, relevan, dan berkesinambungan
satu sama lain.
Teori yang digunakan dalam mengoperasionalkan kajian etnografi
komunikasi pada penelitian ini merujuk pada teori Hymes yang mencakup segala
komponen penting yaitu masyarakat tutur, aktivitas komunikasi, komponen
komunikasi, kompetensi komunikasi, dan varietas bahasa. Pendekatan ini
digunakan untuk memahami makna gejala komunikasi antaretnik. Suyitno (2006,
hlm. 263) menyatakan bahwa dalam komunikasi antaretnik merupakan hubungan
komunikasi antara individu yang berbeda budaya, misalnya antara suku bangsa,
etnik, ras, dan sosial. Komunikasi ini kebanyakan bersifat lisan sehingga ide yang
disampaikan lebih langsung dan nyata (lebih memiliki sense of communication).
Akibatnya, kerjasama antarpartisipan lebih nyata, interaktif secara langsung,
bersifat resiprokal, dan proses komunikasi yang terjadi menjadi lebih bervariasi,
terutama yang berkait dengan prinsip kerjasama, kesantunan, solidaritas, dan
negoisasi makna.
Teori tentang kedudukan dan fungsi bahasa dikaitkan dengan kajian
sosiolinguistik tentang ragam bahasa dan bilingualisme menurut Fishman.
Keterkaitan antara etnografi komunikasi dan sosiolinguistik terletak pada kajian
bahasa pada sebuah etnisitas yang erat kaitannya dengan penggunaan bahasa di
wilayah perbatasan Kalimantan Barat yang merujuk pada etnis yang mendiami
wilayah tersebut. Semua komponen tersebut dijadikan pisau bedah dalam proses
analisis data. Hal ini dilakukan dalam upaya menemukan solusi yang tepat untuk
mempertahankan eksistensi bahasa nasional dan daerah yang proporsional di
wilayah perbatasan Kalimantan Barat. Pendekatan tersebut akan sangat relevan
dalam upaya mendeskripsikan pemertahanan bahasa Indonesia dan bahas Dayak
Bidayuh di kawasan perbatasan Kalimantan Barat dari sudut pandang kedudukan,
fungsi, peran, dan strategi pemertahan bahasa.
95
3.2 Lokasi, Data, dan Sumber Data Penelitian
Pada penelitian kualitatif, data dan sumber data dipengaruhi juga dari
pendekatan apa yang digunakan dalam mendapatkan dan menganalisisnya. Pada
penelitian yang menggunakan pendekatan etnokomunikasi tentunya erat dengan di
mana lokasi pengambilan data yang tentunya berkaitan langsung dengan
lingkungan sosial masyarakat tertentu. Terkait dengan hal tersebut, berikut hal-hal
yang berkaitan dengan lokasi, data, dan sumber data dalam penelitian ini.
3.2.1 Lokasi atau Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat di
Kecamatan Entikong tepatnya di lima desa dengan jumlah dusun sebanyak 29
dusun. Dusun tersebut antara lain Entikong, Entikong Benuan, Entikong
Tapang, Sontas, Serangkang, Serangkang Raya, Merau,Peripin, Semanget,
Semeng, Panga, Nekan, Punti Tapau, Punti Engkaras, Punti Kayan, Punti
Meraga, Grama Jaya, Entabang, Mangkau, Pala Pasang, Suruh Engkadok, Suruh
Tembawang, Pool, Gun Jemak, Badat Lama, Sekajang, Senutul, Badat Baru,
dan Gun Tembawang. Pemilihan lima desa tersebut didasarkan pada
kemudahan akses serta merupakan wilayah jalur yang menjadi titik mobilitas
perdagangan perbatasan Kalimantan Barat yang ramai.
Selain itu, untuk kepentingan uji kelayakan bahan ajar akan dilaksanakan
penelitian di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP PGRI Pontianak. Lokasi
tempat uji kelayakan bahan ajar ini dipilih oleh peneliti dengan
beberapa pertimbangan, diantaranya adanya ketepatan penerapan hasil
penelitian dengan salah satu mata kuliah yang terdapat di IKIP PG RI
Pontianak, selain hal tersebut, masyarakat akademik di IKIP PGRI
Pontianak khususnya prodi pendidikan bahasa Indonesia masih cukup
lekat dengan penggunaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang
biasa berdampingan. Selanjutnya, dipandang dari hal subjek tifitas,
secara personal peneliti sudah cukup lama mengenal wilayah, kondisi
sosial, dan mobilitas masyarakat di kecamatan dan kampus tersebut, dengan
96
ditunjang bahwa peneliti juga merupakan bagaian akademisi dan tenaga pendidik
di kampus tersebut dan telah lama bermukim di wilayah lokasi penerapan uji
bahan ajar mendatang. Oleh sebab itu, Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai
instrumen kunci sekaligus pengumpul data.
3.2.2 Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa tuturan, angket, dan hasil wawancara yang
diambil dari hasil observasi mendalam pada masyarakat di sepuluh dusun di desa
Entikong dan Semanget. Data tersebut didapat dari narasumber dengan berbagai
latar belakang profesi. Hal ini penting untuk mendapatkan data mengenai ragam
bahasa tiap profesi dan kecenderungan pemilihan bahasa yang mereka gunakan
dalam berbagai konteks.
3.2.3 Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat di 29 dusun di lima
desa di Kecamatan Entikong. Untuk mengefektifkan penelitian dalam upaya
kecukupan data maka peneliti mengambil dari kelompok terbaik (yang dinilai
akan memberikan informasi yang cukup) untuk dipilih menjadi responden
penelitian. Diperlukan adanya pertimbangan yang cermat dalam memilih
kelompok kunci sebagai sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu yang khas.
Berdasarkan pertimbangan yang sifatnya visibel sesuai dengan yang
diuraikan Spradley (2007 hlm. 46) responden ialah siapa saja yang menjawab
daftar pertanyaan penelitian dengan memberikan informasi tentang kebudayaan
yang menjadi tolokukur peneliti untuk merumuskan hasil penelitian. Dalam hal
ini, responden menjawab penelitian sesuai dengan yang diajukan oleh peneliti.
Penelitian etnografis, di lain pihak, lebih tergantung sepenuhnya pada bahasa
informan. Pertanyaan pun muncul dari budaya informan (Roberts, Bryam, Barro,
Jordan, Street, 2001 hlm. 109). Mewawancarai informan bergantung pada
sejumlah keterampilan interpersonal. Dalam hal ini termasuk keterampilan
mengajukan pertanyaan, mendengarkan, dan mengambil sikap pasif,
97
menampakkan minat verbal terhadap orang lain, dan menunjukkan minat dengan
kontak mata serta cara nonverbal lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, responden dalam penelitian ini adalah masyarakat
wilayah perbatasan Kalimantan Barat di Desa Entikong, Semanget, Nekan, Pala
Pasang, dan Suruh Tembawang serta mahasiswa pada mata kuliah
Sosiolinguistik di IKIP PGRI Pontianak. Sampel untuk mendapatkan data dari
instrumen pada masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Desa
Entikong, Semanget, Nekan, Pala Pasang, dan Suruh Tembawang) akan
digunakan untuk mengetahui kecenderungan bahasa mana yang digunakan sesuai
konteks dan profesi. Hal ini akan dipandu dengan masalah dan tujuan penelitian
dengan menggunakan angket observasi dengan teknik wawancara. Responden
yang diambil berjumlah 10 orang perdusun yang totalnya berjumlah 300
responden dengan berbagai latar belakang profesi.
Berbeda dengan informan dan responden utama, responden yang berasal
dari kalangan mahasiswa disiapkan khusus untuk menilai kelayakan modul yang
disusun oleh peneliti. Responden dari kalangan dipilih dengan beberapa
pertimbangan dari keseluruhan mahasiswa di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
IKIP PGRI Pontianak kemudian menjadi beberaparesponden mahasiswa terpilih
untuk mendapatkan data dari instrumen pertanyaan yang disiapkan untuk
mengetahui keefektifan dan kelayakan bahan ajar modul sosiolinguistik berjudul
Penggunaan Bahasa Bilingualisme dan Pemertahanan Bahasa (Kajian
Sosiolinguistik di Kalimantan Barat) yang merupakan pengembangan dari hasil
penelitian. Responden yang dilibatkan dan terpilih sebanyak 30 orang
mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan pada mata kuliah sosiolinguistik
di IKIP PGRI Pontianak.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sequential
exploratory. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan
secara berurutan dalam pengumpulannya. Data yang diambil baik data kualitatif
98
maupun data kuantitatif akan saling menunjang satu sama lain. Dalam penelitian
ini pengumpulan datanya menggunakan:
3.3.1 Observasi
Obsevasi (pengamatan) adalah pengumpulan data yang dilakukan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Narbuko,
2005 hlm.70). Kegiatan mengobservasi harus fokus pada suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera. Dengan demikian, mengobservasi dapat
dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.
Pada sebuah penelitian, observasi yang dimaksud tentunya menggunakan tes,
kuesioner, rekaman gambar, dan rekaman suara yang tentunya juga dicermati
secara mendalam saat proses pengambilan data tersebut. Observasi dapat
dilakukan dengan dua cara yakni observasi sistematis dan observasi nonsistematis.
Obsevasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan
pedoman sebagai instrumen pengamatan. Adapun yang dimaksud observasi
nonsistematis dilakukan oleh pengamat yang tidak menggunakan instumen
pengamatan (Arikunto, 2006 hlm.157).
Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan keterlibatan peneliti sebagai
observer yang berperan aktif dalam berbagai tahapan pengumpulan data secara
langsung di lapangan. Hal ini dikarenakan penelitian kualitatif dengan melibatkan
kegiatan observasi partisipatif, penelitti memainkan peran selayaknya yang
dilakukan subjek peneliti (Somekh dan Lewin, 2005 hlm. 58). Sejalan dengan hal
tersebut, dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang bersesuaian dengan
tujuan utama etnografi dalam memahami pengalaman manusia, apa yang
dikerjakan (cultural behaviour), apa yang diketahui (cultural knowledge) dan apa
yang digunakan (cultural artifact) (Syamsuddin & Damaianti, 2009, hlm.100).
hubungan dari masing-masing keterlibatan tersebut diharapkan mampu menjawan
situasi dan konteks sosial yang terjadi di lapangan guna merumuskan hasil
penelitian yang bersesuaian dengan rumusan masalah yang telah dibuat
sebelumnya.
99
Obesrvasi dilakukan sebelum dilakukan penelitian secara menyeluruh
terhadap subjek penelitian. Observasi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kondisi dan situasi tentang lokasi dan permasalahan yang terdapat di wilayah
tempat dilakukannya penelitian. Selanjutnya, kegiatan observasi dilakukan dalam
dua tahap yakni observasi awal dan observasi dalam rangka menyamakan situasi
kondisi di lapangan dengan data temuan penelitian yang diperoleh pada saat
pengambilan data awal hingga proses verifkasi data temuan akhir. Hal ini
bertujuan agar data yang diperoleh bersifat ajeg dan tidak mengada-mengada.
Yang selanjutnya dilakukan pula tahap validasi data dengan menggunakan teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan selanjutnya diperkuat dengan teknik
validasi yang dilakukan peneliti bersama dosen pembimbing dan teman sejawat
yang berkompeten.
Pada penelitian ini, peneliti mengobservasi ke wilayah perbatasan
Kalimantan Barat (dilima dusun di Desa Entikong) dan IKIP PGRI Pontianak
dengan menggunakan observasi sistematis dan terbuka. Hal ini dilakukan
pengamanta secara langsung kebijakan masyarakat dalam pemilihan bahasa saat
berkomunikasi diperbatasan Kalimantan Barat dan mahasiswa dalam menilai dan
mengikuti mata kuliah sosiolinguistik dengan bahan ajar yang telah disusun.
Banyak yang dapat dilakukan melalui teknik observaasi antara lain peneliti
menyadap penggunaan bahasa dari informan baik melalui rekaman, catatan, dan
pengambilan gambar (foto). Pada saat-saat tertentu, peneliti tidak berpartisipasi
langsung tapi hanya bersifat sebagai pemerhati atau pengamat dan tidak terlibat
secara langsung dalam percakapan. Namun, dengan penuh ketekunan peneliti
menyimak dan menyadap apa yang dituturkan oleh para partisipan. Hal ini
dilakukan agar komunikasi yang mereka lakukan berjalan secara alamiah. Dalam
proses observasi tersebut, peneliti dapat melakukan pencatatan mengenai berbagai
hal yang terjadi dan proses pengambilan data secara langsung yang kemudian
baru dilakukan interpretasi terhadap hasil pengamatan tersebut.
100
3.3.2 Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan pada dua orang atau lebih dengan bertatap muka secara langsung
untuk mendapatkan informasi (Narbuko, 2005 hlm.83). Wawancara dilakukan
oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
untuk menilai keadaan seseorang. Berdasarkan bentuknya, wawancara dibedakan
menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur (Arikunto,
2006 hlm.155).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara terstruktur
dan mendalam (deep interview) oleh beberapa individu pada komunitas atau
profesi yang beragam di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (desa Entikong dan
desa Semanget). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta unik dari
percakapan yang mengalir dan dapat dilakukan secara semuka atau dalam jaringan
komunikasi telepon. Teknik ini akan memberi keuntungan bagi pihak yang
pewawancara agar dapat membimbing pembicaraan agar tidak keluar dari tema.
Namun, pada teknik ini diperlukan keluwesan dan retorika yang baik agar orang
yang diwawancarai merasa tidak canggung. Keluwesan yang dimaksud disini
adalah adanya kemungkinan untuk berimprovisasi jika diperlukan dan ditemukan
fakta unik yang menarik untuk digali. Hal ini juga dilakukan antar individu dan
kelompok dalam sebuah komunitas yang sama misalnya saat ada acara adat. Hal
ini, sejalan dengan pendapat Danzin dan Lincoln (2009) bahwa wawancara dapat
dilakukan secara berkelompok berupa pengajuan beberapa pertanyaan sistematik
kepada beberapa individu mewakili kelompok secara serempak. Pada tahap ini,
wawancara dilakukan pada masyarakat di 10 dusun di Desa Entikong dan Desa
Semanget serta mahasiswa IKIP PGRI Pontianak.
3.3.3. Angket
Angket adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti (Narbuko, 2005
hlm.76). Hal ini sejalan degan pendapat Arikunto (2006) bahwa angket atau
101
questioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Angket atau questioner dalam penelitian
bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap berbahasa untuk
mengetahui kedudukan dan fungsi serta kontribusi dalam pemertahanan
penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Dayak Bidayuh di daerah perbatasan
Kalimantan Barat. Selain itu, angket tersebut digunakan juga untuk medapatkan
data mengenai kelayakan modul yang telah dikembangkan untuk pembelajaran
mata kuliah sosiolinguistik di IKIP PGRI Pontianak.
3.3.4 Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi (documentry study) merupakan suatu tekning
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,
baik dokumen tertulis maupun dokumen tak tertulis seperti gambar dan
elektronik. (Sukamadinata, 2007 hlm.221). Dokumen-dokumen tersebut dipilih
sesuai dengan kajian penelitian.
Dalam penelitian ini, dokumen-dokumen yang digunakan berupa tuturan
dalam pada dokumen sejarah maupun referensi lain berupa video maupun
rekaman suara misalnya saat acara adat berlangsung yang tentunnya mengenai
penggunaan bahasa Dayak Bidayuh di Kalimantan Barat. Hal tersebut dapat
membantu dalam proses pengambilan data dan analisis data tentang pemertahanan
bahasa di wilayah perbatasan Kalimantan Barat.
3.3.5 Focus Group Discussion
Focus Group Discussion (FGD) merupakan metode pengumpulan data yang
lazim digunakan pada penelitian kualitatif sosial. Metode ini mengandalkan data
atau informasi dari suatu interaksi informan atau responden berdasarkan hasil
diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus pada bahasan untuk menyelesaikan
permasalahan. Data atau informasi yang diperoleh melalui teknikini selain
merupakan informasi kelompok juga merupakan suatu pendapat dan keputusan
kelompok. Keunggulan menggunakan metode FGD adalah memeberikan data
yang lebih kaya dan memberikan nilai tambah pada data yang tidak diperoleh
ketika menggunakan metode pengumpulan data lain.
102
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitin kualitatif dengan tujuan menemukan makna
sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. FGD dimaksudkan untuk
menghindari pemaknaan yang salah terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Ciri khas metode FGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitatif lainnya
(wawancara mendalam atau observasi) adalah interaksi antara peneliti dengan
informan dan informan dengan informan penelitian (Sutopo, 2006 hlm. 112).
Metode FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian
dengan hasil akhir memberikan data yang berasal dari hasilinteraksi sejumlah
partisipan suatu penelitian, seperti umumnya metode-metode pengumpulan data
lainnya. Berbeda dengan metode pengumpulan data lainnya, metode FGD
memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya, merupakan metode pengumpulan
data untuk jenis penelitian kualitatif dan data yang dihasilkan berasal dari
eksplorasi interaksi sosial yang terjadi ketika proses diskusi yang dilakukan para
imforman yang terlihat (Lehooux,Poland, & Daudelin, 2006).
Menurut Bungin (2012 hlm 131) mendefinisikan Focus Group Discussion
(FGD) adalah:
Sebuah taknik pengumpulan data yang umum dilakukan pada penelitian
kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menerut pemahaman
sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkapkan suatu kelompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD
juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah seorang peneliti
terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Jadi, FGD merupakan suatu teknik pengumpulan data dari suatu kelompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Teknik
ini digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif
yang sulit dimaknakan sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan
subjektivitas peneliti. Fokus dalam FGD adalah fenomena yang dirasakn banyak
orang, atau pemunculannya dilakukan oleh banyak orang, atau pemunculannya
dilakukan oleh banyak, dan melibatkan banyak orang serta fenomenanya
berlangsung diantara banyak orang (Bungin, 2012 hlm 132).
103
Pelaksanaan diskusi dipimpin langsung oleh peneliti sendiri yang sekaligus
mencatat pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat diskusi berlangsung dan
bertugas mengatur jalannya diskusi dengan baik, bahan diskusi dicatat dalam
transkrip yang lengkap, termasuk komentar peserta lain dan kejadian khusus saat
diskusi berlangsung.
Pelaksaan Focus Group Discussion (FGD) dalam penelitian ini dilakukan
pada hari jumat tanggal 5 oktober 2018. Data yang dihasilkan berasal dari
eksplorasi interaksi sosial yang terjadi ketika proses diskusi yang dilakukan para
imforman yang terlibat, dalam hal ini para imforman yang dihadirkan merupakan
pakar tokoh masyarakat Dayaktologi, Balai Bahasa Kalimantan Barat, ketua adat
dayak Bidayuh, dan kalangan akademisi ( dosen Prodi Pendidikan Bahasa
Indonesia IKIP PGRI Pontianak dan Universitas Tanjungpura) serta mahasiswa
Pendidikan Bahasa Indonesia.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, lembar
wawancara (interview), lembar angket (questioner) kelayakan bahan ajar, dan
dokumentasi. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri yang
dibantu dan didukung oleh instrumen lainnya sebagai berikut:
3.4.1 Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk menjadi media peneliti dalam mencatat
secara singkat hal-hal penting saat berada dilingkungan masyarakat perbatasan
khususnya dalam konteks kebahasaan. Selain itu, peneliti juga akan
memanfaatkan alat perekam suara dan gambar untuk menyadap tuturan saat
masyarakat sedang berkomunikasi. Berikut kisi-kisi lembar observasi yang
disiapkan dalam pengambilan data.
104
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi
Tentang Kedudukan, Fungsi, Sikap, dan Strategi Berbahasa.
Jenis Informasi Tujuan Konteks
Pemaka ian BI dan
BDB dalam situasi
kebahasaan (formal
dan nonformal).
Mengetahui
gambaran sosiolinguistik
masyarakat di perbatasan
Kalimantan Barat
1. Mengamati gejala
bilingualisme ataupun
multiliualisme
2. Mengamati pewarisan bahasa
pertama (B1) dan bahasa ke
dua (B2)
3. Mengamati wawasan
kebahasaan secara umum
(lokal dan nasional)
Pemakaian BI dan
BDB dalam berbagai
ranah untuk
mengetahui fungsi
kedua bahasa
tersebut.
Mengetahui
kedudukan dan fungsi
bahasa sesuai konteks
1. Mengamati bagaimana situasi
pemakaian BI dan BDB di
lingkungan keluarga (keluarga
inti, besar, dan tetangga).
2. Mengamati bagaimana situasi
pemakaian BI dan BDB di
lingkungan kerja (Petani, PNS,
Polisi/Polri, pedagang, pemuka
agama, dan pemuka)
3. Mengamati bagaimana
situasi pemakaian BI dan BDB
dilingkungan akademisi
(sekolah atau kampus) oleh
pelajar.
4. Mengamati bagaimana situasi
pemakaian BI dan BDB
dilingkungan pasar
(perdagangan barang, jasa, dan
penukaran mata uang).
5. Mengamati bagaimana situasi
pemakaian BI dan BDB
dilingkungan religius dan adat
(kegiatan keagamaan pesta
adat, pernikahan adat, dan
hukum adat).
Loyalitas masyarakat
terhadap BI dan BDB
untuk mengukur
sikap berbahasa
Mengetahui sikap
berbahasa dari berbagai
konteks
1. Mengamati bagaimana sikap
masyarakat memandang BI
dan BDB sebagai jati diri
bangsa dan suku ditengah-
tengah komunitas lain.
2. Mengamati bagaimana sikap
masyarakat memandang BI
dan BDB sebagai alat
komunikasi utama dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Mengamati sikap masyarakat
105
jika tidak menggunakan BI dan
BDB dalam berbagai aktivitas
sehari-hari (formal dan
nonformal).
4. Mengamati sikap masyarakat
jika anak-anak tidak
menggunakan BI dan BDB
dalam berbagai aktivitas
sehari-hari (sebaya dan orang
yang lebih tua).
5. Mengamati bagaimana sikap
masyarakat melihat generasi
muda yang cenderung
meninggalkan bahasa daerah
saat berkomunikasi sesamanya
atau antaretnis.
6. Mengamati bagaimana sikap
masyarakat saat kosakata BDB
diganti dengan kosakata BI.
7. Mengamati bagaimana reaksi
masyarakat jika ada imbauan
pemakaian BDB dalam
berbagai momen Pemda.
Strategi
pemertahanan BI dan
BDB di kawasan
perbatasan
Kalimantan Barat
Mengetahui
pendapat responden
tentang program dan
strategi pemertahanan
bahasa Indonesia dan
bahasa daerah
1. Mengamati proses
pembelajaran BI dan BD di
Sekolah Dasar (SD).
2. Mengamati upaya sekolah
dalam menyediakan literasi
bahasa (bahan ajar atau
fasilitas lainnya) mengenai
pembelajaran BI dan BD di
Sekolah Dasar (SD)
3. Mengamati upaya pemerintah
daerah dalam mempertahankan
BI dan
BDB dilingkungan desa.
4. Mengamati seberapa besar
tingkat keseriusan Pemda
menetapkan BDB sebagai mata
pelajaran muatan lokal.
5. Mengamati seberapa besar
tingkat keseriusan lembaga
adat dan agama dalam
melestarikan BDB
Penyusunan lembar observasi merujuk pada pendapat Arka (2011, hlm. 38)
bahwa permertahanan dan revitalisasi bahasa tidak terlepas dari konteks tentang
perubahan bahasa (language change), peralihan bahasa (language shift), dan
106
kepunahan bahasa (language death). Sesuai dengan kajian yang akan meneliti
apakah terdapat pergeseran ataupun keterdesakan bahasa daerah terhadap bahasa
nasional atau sebaliknya maka kajian tentang pemertahanan bahasa lebih
difokuskan. Ada empat faktor yang menjadi penyebab keterdesakan suatu bahasa,
yakni (1) faktor sosiolinguistis, (2) faktor demografis, (3) faktor psikologis, dan
(4) faktor ekonomi. Teori tersebut menjadi rujukan dalam menentukan strategi dan
pemertahanan bahasa di wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan dikembangkan
dalam intrumen penelitia ini.
3.4.2 Lembar Wawancara
Lembar wawancara digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu menemukan gambaran mengenai penggunaan bahasa
Indonesiadan bahasa Dayak Bidayu.disiapkan untuk mendapatkan gambaran
mengenai sikap berbahasa untuk mengetahui kedudukan dan fungsi serta
kontribusi dalam pemertahanan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Dayak
Bidayuh di daerah perbatasan Kalimantan Barat. Dengan menggunakan lembar
wawancara, diharapkan partisipan (masyarakat sebagai informan) bisa lebih
leluasa dan fokus dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Berikut pedoman wawancara yang telah disiapkan.
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara Terstruktur
tentang Kedudukan, Fungsi, Sikap, dan Strategi Berbahasa
No. Ikhwal
pembahasan
Pertanyaan
1 Latar belakang sosiolinguistik
Pertanyaan umum:
1. Apakah Anda menguasai lebih dari satu atau dua
bahasa (dwibahasawan/multibahasawan)?
2. Apakah anda bisa berbahasa Indonesia?
3. Apakah anda bangga menggunakan bahasa
Indonesia (BI)?
4. Apakah anda bisa berbahasa Daya Bidayuh?
5. Apakah anda bangga menggunakan bahasa
Dayak Bidayuh (BDB)?
6. Apakah suami/istri Anda berasal dari suku yang
sama?
107
7. Apakah pertambahan jumlah masyarakat
di Kecamatan Entikong dapat mempengaruhi
pemertahanan BDB?
8. Apakah pertambahan jumlah masyarakat
di Kecamatan Entikong dapat mempengaruhi
pemertahanan BI?
9. Apakah mobilitas penduduk yang semakin
meningkat akan mempengaruhi pemertahanan
BDB?
10. Apakah mobilitas penduduk yang semakin
meningkat akan mempengaruhi pemertahanan
BI?
11. Melalui pendidikan, anak-anak mendapatkan
pendidikan dan semakin paham dengan bahasa
kedua (BI). Apakah akan mengancam eksistensi
BDB?
2 Penggunaan BI
dan BDB diberbagai
konteks (kedudukan,
fungsi, dan
sikap berbahasa)
Pertanyaan khusus seputar penggunaan
bahasa
lingkungan keluarga:
A. Keluarga Inti
1. Bahasa apa yang sehari-hari anda gunakan
bila berkomunikasi dengan suami/istri saat
situasi?
2. Bahasa apa yang digunakan bersama keluarga
inti (suami, istri, dan anak) ketika membicarakan
masalah penting?
3. Bahasa apa yang digunakan anggota keluarga
inti ketika menyapa atau mengajak berbicara
(situasi santai)?
B. Keluarga Besar
1. Bahasa apa yang digunakan bersama keluarga
besar saat melaksanakan acara adat dan
membicarakan masalah penting?
2. Bahasa apa yang digunakan saat berbicara
dengan orang tua suami/istri?
3. Bahasa apa yang digunakan saat berbicara dengan
kerabat yang berada jauh di luar daerah?
4. Bahasa apa yang digunakan saat berbicara di
rumah bila dikunjungi oleh kerabat yang
sesuku dengan anda?
5. Bahasa apa yang digunakan bila berbicara lewat
HP atau telepon dengan kerabat yang sesuku
dengan anda?
Pertanyaan umum mengenai sikap berbahasa:
1. Apakah anda mengetahui sejarah
perkembangan bahasa Indonesia?
2. Apakah bahasa Indonesia adalah lambang
identitas kebangsaan?
3. Apakah hanya menggunakan bahasa Indonesia
108
sudah cukup untuk berkomunikasi?
4. Setujukah jika saya menggunkaan dan
mengajarkan bahasa Indonesia di rumah dengan
suami/istri/anak?
5. Apakah anda setuju kalau keluarga yang
bahagia adalah mereka yang menggunakan
bahasa Indonesia saja?
Pertanyaan khusus sikap berbahasa terkait profesi:
1. Bahasa apa yang anda gunakan dilingkungan
tempat anda bekerja?
2. Bahasa apa yang anda gunakan saat
berinteraksi dengan rekan kerja sesama suku?
3. Bahasa apa yang anda gunakan saat
berinteraksi dengan rekan kerja berbeda suku?
4. Bahasa apa yang harusnya digunakan saat
berinteraksi dengan orang asing (Malaysia)
sesama suku?
5. Bahasa apa yang harusnya digunakan saat
berinteraksi dengan orang asing (Malaysia)
berbeda suku?
Pertanyaan khusus seputar sikap berbahasa sesuai
umur:
A. Umur anak-anak/remaja (7 hingga 17 tahun)
1. Bahasa apa yang Anda gunakan di sekolah (saat
belajar di kelas)?
2. Bahasa apa yang Anda gunakan saat berinteraksi
dengan teman-teman di sekolah (interaksi luar
kelas)?
3. Bahasa apa yang Anda gunakan saat
beraktivitas di luar sekolah dengan teman sesama
suku (misalnya bermain)?
4. Bahasa apa yang Anda gunakan saat
beraktivitas di luar sekolah dengan teman
berbeda suku (misalnya bermain)?
B. Umur Dewasa (18 hingga 50 tahun)
1. Bahasa apa yang anda digunakan di tempat
layanan umum (misal nya kantor desa, camat,
puskesmas, dll)?
2. Bahasa apa yang layak anda digunakan saat acara
adat/ pagelaran budaya daerah berlangsung?
3. Bahasa apa yang anda gunakan di perbatasan
(border) di wilayah Malaysia?
4. Bahasa apa yang biasa digunakan saat
kegiatan keagamaan (ceramah dan ibadah rutin)?
5. Bahasa apa yang biasa digunakan saat
berinteraksi dengan tamu dari daerah yang
berbeda?
C. Umur Manula (50 tahun ke atas)
1. Bahasa apa yang anda digunakan di tempat
109
layanan umum (misalnya kantor desa, camat,
puskesmas, dll)?
2. Bahasa apa yang layak anda digunakan saat acara
adat/
pagelaran budaya daerah berlangsung?
3. Bahasa apa yang anda gunakan di perbatasan
(border) di wilayah Malaysia?
4. Bahasa apa yang biasa digunakan saat
kegiatan keagamaan (ceramah dan ibadah rutin)?
5. Bahasa apa yang biasa digunakan saat
berinteraksi dengan tamu dari daerah yang
berbeda?
Pertanyaan umum mengenai pemilihan bahasa
pada
ragam pergaulan:
A. Interaksi sesama suku
1. Saat suasana santai/ mencurahkan pikiran
dengan keluarga/ kerabat/ tetangga di
lingkungan masyarakat sesuku, bahasa apa yang
anda gunakan?
2. Saat sedang bertengkar/ bergurau dengan
dengan keluarga/ kerabat/ tetangga di lingkungan
masyarakat sesuku, bahasa apa yang anda
gunakan?
3. Saat sedang berinteraksi dalam situasi
penting (misalnya rapat RT, perlombaan 17
agustus, acara OSIS, dll) dengan anggota
masyarakat sesuku, bahasa apa yang anda
gunakan?
4. Saat menghadiri acara adat kerabat/tetangga
yang sesuku, bahasa apa yang anda gunakan?
B. Interaksi berbeda suku
1. Saat suasana santai/ mencurahkan pikiran dengan
keluarga/ kerabat/ tetangga di lingkungan
masyarakat yang berbeda suku, bahasa apa yang
anda gunakan?
2. Saat sedang bertengkar/ bergurau dengan dengan
keluarga/ kerabat/ tetangga di lingkungan
masyarakat yang berbeda suku, bahasa apa yang
anda gunakan?
3. Saat sedang berinteraksi dalam situasi penting
(misalnya rapat RT) dengan anggota masyarakat
yang berbeda suku, bahasa apa yang anda
gunakan?
4. Saat menghadiri acara adat kerabat/tetangga yang
berbeda suku, bahasa apa yang anda gunakan?
3 Pemertahanan Bahasa
Pertanyaan umum seputar pemertahanan BI:
1. Tahukan anda asal usul lahirnya BI?
2. Menurut pandangan anda, apakah ada keinginan
untuk mengajarkan BI pada keluarga anda?
110
3. Menurut pandangan anda, apakah ada BI hanya
layak digunakan saat situasi formal saja
(sekolah/kampus)?
4. Menurut sepengetahuan anda, adakah sosialisasi
dari pemerintah mengenai penggunaan bahasa
nasional (BI) di kawasan perbatasan Kalimantan
Barat?
5. Menurut Anda apakah efektif untuk
mengadakan sosialisasi, perlombaan, dan
perayaan hari nasional di lingkungan tempat
tinggal anda terkait pengembangan dan
pembinaan bahasa Indonesia?
Pertanyaan umum seputar pemertahanan BDB:
1. Tahukan anda asal usul lahirnya BDB?
2. Apakah anda merasa bahwa BDB memiliki
kekhasan dan perbedaan dengan BI dan bahasa
daerah lainnya?
3. Apakah anda merasa masih ingin
menggunakan dengan BDB?
4. Menurut anda, apakah BDB wajib diwariskan
hingga generasi berikutnya?
5. Menurut sepengetahuan anda, adakah sosialisasi
dari pemerintah mengenai penggunaan bahasa
daerah (BDB) di kawasan perbatasan Kalimantan
Barat?
Pengembangan instrumen tersebut juga didasari oleh kajian etnologi
komunikasi ala Hymes. Kajian etnografi komunikasi yang dijabarkan oleh Hymes
mencakup segala komponen penting yaitu masyarakat tutur, aktivitas komunikasi,
komponen komunikasi, kompetensi komunikasi, dan varietas bahasa (Kuswarno,
2008, hlm.39). Hal ini menunjukan bahwa segala aktivitas berbahasa baik itu
dilingkungan keluarga maupun lingkungan umum dari sesama suku maupun beda
suku dikaji secara mendalam sesuai lima komponen tersebut.
Selain pedoman wawancara tersebut, hasil dalam penelitian ini diperkuat
kembali dengan menambahkan lima narasumber dengan menggunakan teknik
wawancara mendalam. Kelima narasumber terpilih tersebut merupakan para
peneliti bahasa dari lembaga pemerintahan (peneliti bahasa di Balai Bahasa
Kalimantan Barat), peneliti bahasa dari lembaga swasta (Istitut Dayakologi
Kalimantan Barat), pemerhati budaya (tokoh adat Dayak), kalangan pedagang
lintas negara (masyarakat Entikong), dan pemuda intelektual (mahasiswa
berprestasi asal Entikong). Hal ini penting untuk mengetahui pendapat
111
para narasumber secara mendalam terkait solusi dalam usaha pemertahanan
bahasa nasional dan daerah diperbatasan Kalimantan Barat khususnya mengenai
Bahasa Dayak Bidayuh dan Bahasa Indonesia. Lembar wawancara mendalam
tersebut disajikan sebagai berikut.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Mendalam tentang Solusi
Pemertahanan BDB dan BI
No. Ikhwal pembahasan Pertanyaan Dasar
1. Pandangan tentang
perkembangan BDB di
perbatasan Kalimantan
Barat
1. Apakah Anda memiliki kepedulian terhadap
perkembangan BDB?
2. Apakah BDB masih eksis di wilayah
perbatasan ataupun dikomunitas penuturnya (ragam
nonformal)?
2. Pandangan tentang
perkembangan BI di
perbatasan Kalimantan
Barat
1. Apakah Anda memiliki kepedulian terhadap
perkembangan BI?
2. Apakah BI masih eksis di wilayah perbatasan
ataupun dikomunitas penuturnya (ragam
formal)?
3. Pandangan tentang
perkembangan bahasa lain
(bahasa daerah lain ataupun
bahasa asing) di perbatasan
Kalimantan Barat
1. Bagaimana perkembangan bahasa lain
(bahasa daerah ataupun bahasa asing) di daerah
perbatasan?
2. Apakah mengancam eksistensi BDB dan BI?
3. Apa pandangan Anda mengenai berkembangnya pula
bahasa lain karena faktor transmigrasi ataupun
karena faktor kebutuhan komunikasi internasional?
4. Strategi mempertahankan
dan melestarikan BDB
1. Usaha apa yang dapat dilakukan?
2. Adakah ada upaya terhadap pelestarian
bahasa daerah?
5. Strategi mempertahankan
dan melestarikan BI
1. Usaha apa yang dapat dilakukan?
2. Adakah ada upaya terhadap pelestarian
bahasa nasional?
3.4.3 Lembar Angket atau Questioner
Lembar angket atau questioner digunakan untuk mengukur tingkat
kelayakan bahan ajar modul sosiolinguistik pada mahasiswa IKIP PGRI
Pontianak. Pada penelitian ini, peneliti menyebarkan angket kepada tiga
responden yaitu dosen ahli bahan ajar, praktisi pendidikan (tenaga pendidik), dan
mahasiswa di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Angket
tersebut akan diberikan kepada tiga orang dosen ahli bahan ajar UPI, dua orang
tenaga pendidik (dosen), dan 62 orang mahasiswa di Prodi Bahasa dan Sastra
112
Indonesia IKIP PGRI Pontianak. Angket tersebut dikembangkan berdasarkan kisi-
kisi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Intrumen Kelayakan Bahan Ajar (Pusdikur)
No
Komponen
Kelayakan
Indikator
No. Butir
Instrumen
1.
Isi atau materi
Kesesuaian dengan kompetensi dasar 1
Kesesuaian dengan perkembangan
Mahasiswa
2
Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar 3
Kebenaran substansi materi pembelajaran 4
Manfaat untuk penambahan wawasan 5
Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-
nilai sosial
6
2.
Kebahasaan
Keterbacaan 7
Kejelasan informasi 8
Kesesuaian dengan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar
9
Pemanfaatan bahasa secara efektif dan
efisien (jelas dan singkat)
10
3. Sajian Isi Kejelasan indikator yang ingin dicapai 11
Urutan sajian 12
Pemberian motivasi, daya tarik 13
Interaksi (pemberian stimulus dan
respond)
14
Kelengkapan informasi 15
4.
Desain Grafis
Penggunaan font ( jenis dan ukuran) 16
Lay out atau tata letak 17
Ilustrasi dan gambar 18 dan 19
Desain tampilan 20
113
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Tanggapan Pembelajar
terhadap Bahan Ajar
No
Dimensi
Indikator
No. Butir
Instrumen
1.
Keterpakaian
Fungsi, Penyajian, dan Isi bahan ajar 1 dan 2
Konten pendekatan saintifik dalam bahan ajar
3 dan 4
Ilustrasi dan gambar 5
2. Keterbacaan Penggunaan font ( jenis dan ukuran) 6
Layout atau tata letak 7
Peenyajian kalimat dan diksi 8 dan 9
3.
Keterpahaman
Kemampuan Pemecahan Masalah dan kebahasaan
10 dan 11
Manfaat bahan ajar 12 dan 13
Penyajian lembar kerja dan evaluasi
14 dan 15
Pengolahan data merujuk pada skala pengukuran yang dibuat oleh Likert.
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009 hlm. 93). Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dan dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun butir-
butir instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
3.5 Pengujian Keabsahan Data
Setelah data dianalisis perlu diuji terlebih dahulu keabsahannya, hal ini
dimaksudkan agar peneliti mendapat hasil yang objektif. Untuk mendapatkan
keabsahan data, ada tiga cara yang digunakan peneliti seperti berikut:
3.5.1 Ketekunan Pengamatan
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati dan mengobservasi secara
teliti, dan rinci terhadap berbagai fenomena kebahasaan yang berhubungan
dengan masalah penelitian. Hal yang diamati dalam penelitian ini adalahtuturan
yang dicatat ataupun didokumentasikan dalam rekaman suara ataupun video
114
sesuai pedoman dalam lembar observasi dan wawancara oleh narasumber. Peneliti
dituntut untuk dapat mencatat serta memahami berabgai fenomena kebahsaan
terkait kedudukan, sikap, dan pemertahanan bahasa sesuai masalah yang diangkat.
3.5.2 Kecukupan Referensi
Kecukupan referensi dilakukan dengan cara menelaah sumber data yang
telah diperoleh serta kaitannya dengan teori yang diangkat dalam berbagai
pustaka. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh ketepatan
data yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Peneliti akan memanfaatkan
berbagai sumber informasi termasuk berbagai buku, jurnal penelitian, prosiding,
atau sumber bacaan lain di perpustakaan ataupun media online serta informan
yang terpercaya. Hal ini penting sebagai sumber referensi maupun penguat teori
yang diangkat tersebut.
3.5.3 Triangulasi
Pada peneitian ini menggunakan triangulasi tiknik. Triangulasi jenis ini
berupa pengecekan keabsahan data dengan membandingkan data yang diambil
dari teknik yang berbeda. Proses tersebut berupa pengecekan data yang bersumber
dari data wawancara tersetruktur dengan data yang diperoleh dari observasi
penggunaan bahasa di lapangan dan wawancara mendalam dengan narasumber
kunci. Hal ini akan memperkaya data serta memperkuat validitas data yang
diperoleh agar hasil analisisnya semakin mendalam.
Pada proses ini, triangulasi dilakukan dengan diadakannya FGD (Forum
Group Discussion) di IKIP PGRI Pontianak. Kegiatan tersebut mengundang ahli
pembelaaran (dosen IKIP PGRI Pontianak, Untan Pontianak, dan UPI Bandung),
ahli bahasa (Balai Bahasa Kalimantan Barat), dan praktisi budaya (tokoh adat
Dayak).
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah cara yang dilakukan dalam mengolah dan
menganalisis data penelitian. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas
hingga datanya cukup. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada analisis isi (content analysis) di mana data bukan hanya sekadar
115
menjadikan isi pesan sebagai objeknya melainkan lebih dari itu terkait dengan
konsepsi yang baru terkait gejala simbolik dalam dunia komunikasi (Krippendolf,
2013 hlm. 40).
Aktivitas dalam meganalisis data esuai analisis isi menurut Huberman dan
Miles (2014, hlm.20) meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan
simpulan atau verifikasi data. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:
3.6.1 Proses Reduksi Data
Hal utama yang akan dilakukan peneliti dalam proses reduksi data antara lain. 1) Mencari 300 orang narasumber dengan teknik wawancara terstruktur yang
mewakili keseluruhan masyarakat di Kecamatan Entikong. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan data terkait kedudukan, fungsi, dan sikap berbahasa
masyarakat di Kecamatan Entikong. Secara rinci dipilihlah 10 orang perdusun
dari 29 dusun di Desa Entikong, Semanget, Nekan, Pala Pasang, dan Suruh
Tembawang yang bersedia untuk dimintai keterangan dan diobservasi.
2) Mencari 5 orang narasumber dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam untuk mendapatkan data terkait strategi pemertahanan bahasa.
Kelima narasumber tersebut adalah seorang peneliti bahasa dari lembaga
pemerintahan (peneliti bahasa di Balai Bahasa Kalimantan Barat), peneliti
bahasa dari lembaga swasta (Istitut Dayakologi Kalimantan Barat), pemerhati
budaya (tokoh adat Dayak), kalangan pedagang lintas negara (masyarakat
Entikong), dan pemuda intelektual (mahasiswa berprestasi asal Entikong).
3) Menyimak dan menelaah informasi berupa tuturan dari 10 orang perdusun
sesuai profesi (petani/buruh, PNS, pedagang, dan tokoh agama atau adat)
sesuai lembar pedoman observasi dan wawancara. Tuturan tersebut kemudian
direkam dengan alat perekam suara (recorder sound) atau video dan
dicatat beberapa hal penting saat penutur menyampakan informasi.
4) Menyimak dan menelaah informasi berupa tuturan dari 5 orang yaitu
peneliti bahasa dari lembaga pemerintahan (peneliti bahasa di Balai
Bahasa Kalimantan Barat), peneliti bahasa dari lembaga swasta (Istitut
Dayakologi Kalimantan Barat), pemerhati budaya (tokoh adat Dayak),
116
kalangan pedagang lintas negara (masyarakat Entikong), dan pemuda
intelektual (mahasiswa berprestasi asal Entikong).
5) Menemukan dan mengumpulkan data dari hasil observasi dan wawancara
tersebut yaitu berupa tuturan secara keseluruhan dengan cermat dan teliti.
3.6.2 Proses Penyajian Data
Dalam proses penyajian data peneliti melakukan beberapa langkah yang
dimulai dari tahapan analisis berdasarkan pemerolehan data di lapangan hingga
pada tahapan analisis sikap berbahasa masyarakat Dayak Bidayuh yang
disesuaikan dengan dalam berkegiatan sehari-hari. Tahapan analisis data ini
dilakukan dengan tahapan penyajian secara informal. Berikut diuraikan secara
lebih lanjut.
Pada tahapan penyajian data ini digunakan pendekatan sosiolinguistik
dengan memadukan pendekatan etnografi komunikasi dalam proses penyajian
data. Proses penyajian data sebenarnya telah dimulai sejak proses pengambilan
data oleh peneliti sebagai instrumen utama. Secara deskriptif tahapan proses
penyajian data dalam penelitian ini dibagi menjadi empat proses penyajian data
secara umum sebelum sampai pada tahapan konfirmatif kepada dosen
pembimbing. Tahapan pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam bagian ini
adalah, mencocokkan data lapangan dengan rumusan masalah, analisis sederhana
dengan menggunakan teori-teori pendukung pada bab kajian teoretik, selanjutnya
data lisan yang diperoleh pada tahapan perekaman setelah ditranskipsi dibuatkan
kode khusus berdasarkan kategori konteks bahasa daerah tersebut. Konteks yang
dimaksud dalam hal ini adalah kedudukan, fungsi, dan sikap berbahasa
masyarakat di daerah perbatasan yang menggunakan bahasa Dayak Bidayuh dan
bahasa Indonesia. Setalah melalui proses tahapan penyajian data secara
menyeluruh, peneliti kemudian membuat luaran yang berupa modul dalam yang
disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen pada mata kuliah
Sosiolinguistik dengan menarik simpulan awal berdasarkan hasil temuan
lapangan.
117
1) Menganalisis data berupa tuturan dari 300 orang responden dan 5
responden ahli di kecamatan Entikong sebagai langkah awal dalam usaha
mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahan yang diangkat.
2) Menganalisis kedudukan dan fungsi BI dan BDB diperbatasan Kalimantan
Barat berdasarkan pada tuturan 300 orang responden dan 5 responden ahli
dengan teori sosiolinguistik.
3) Menganalisis sikap berbahasa masyarakat perbatasan Kalimantan Barat
dalam memilih bahasa BI dan BDB berdasarkan pada tuturan 300 orang
responden dan 5 responden ahli dengan menggunakan teori sosiolinguistik.
4) Menganalisis pendapat responden tentang cara mempertahankan BI dan BDB
diperbatasan Kalimantan Barat berdasarkan pada tuturan 300 orang responden
dan 5 responden ahli dengan teori sosiolinguistik.
5) Mendiskusikan hipotesis peneliti terhadap data dan masalah yang diangkat
dengan dosen pembimbing.
3.6.3 Proses Verifikasi Data
Setelah melalui tahapan pengumpulan data, penyajian data, penarikan
simpulan, maka proses penelitian ini telah sampai pada tahapan akhir yakni
tahap verifikasi data. Berikut ini merupakan uraian dalam proses verifikasi
data.
1) Menyajikan dan mendeskripsikan hasil temuan dan hasil analisis secara
mendalam yang didukung dengan teori-teori yang telah diuraikan pada bab
kajian teoretik dengan menyesuaikan dan menemukan perbedaan dan
perbandingan dengan penelitian-penelitian relevan sebelumnya.
2) Menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi dengan hasil
yang maksimal tentang kedudukan, fungsi, sikap, dan strategi
pemertahanan BI dan BDB diperbatasan Kalimantan Barat sesuai data
yang telah diambil dan diolah secara mendalam sesuai teori dan
pendekatan yang diangkat.
Setelah hasil penelitian disajikan secara lengkap, peneliti akan
melakukan pengembangan bahan ajar berdasarkan hasil temuan tersebut. Hal
ini dilakukan demi kepentingan dunia pendidikan sebagai pengaplikasian
118
kajian pemertahanan bahasa daerah terhadap kebermanfatannya dalam
pembelajaran sosiolinguistik. Hal ini akan memperkaya khasanah literasi yang
berhubungan dengan bilingualisme dan pemertahanan bahasa.
Penyusunan dan pengembangan modul harus melalui tahapan yang
kompleks dan berstandar. Banyak hal yang harus dilalui dari tahapan telaah
kurikulum, pemilihan materi, teks, tampilan, dan evaluasi hingga pada
penilaian kelayakan modul tersebut untuk digunakan. Langkah penyusunan dan
pengembangan modul yang peneliti buat merujuk dan mengadopsi sesuai
standar Pusdikur, sebagai berikut:
1) Analisis kurikulum
Berdasarkan telaah kurikulum, kajian linguistik khususnya pemertahanan
bahasa dapat diaplikasikan pada mata kuliah sosiolinguistik. Bahkan kajian
tersebut dapat memberikan sumbangsih terbarukan atau inovasi berupa tawaran
studi kasus pemertahan bahasa di wilayah perbatasan Indonesia. Kurikulum
yang disusun harus sesuai dengan bahan ajar tentang pemertahanan bahasa
yang merupakan satu di antara materi yang ada dalam mata kuliah
sosiolinguistik.
2) Pemilihan materi ajar, teks, dan tampilan
Modul yang peneliti kembangkan diberi judul Bilingualisme dan
Pemertahanan Bahasa (Kajian Sosiolingustik Di Perbatasan Kalimantan
Barat). Modul ini dilengkapi dengan analisis kurikulum yang
mencantumkan silabus singkat dan materi apa saja yang akan dipelajari
dalam modul. Berdasarkan silabus singkat tersebut disusunlah secara
runtun materi apa saja yang akan disajikan. Selain materi ajar sebagai inti
dari pembelajaran, teks dan tampilan modul yang disajikanpun harus
menarik dan kekinian.
3) Evaluasi
Setelah selesai menulis bahan ajar, tahap selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah evaluasi terhadap bahan ajar tersebut. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah bahan ajar telah baik ataukah masih
ada hal yang perlu diperbaiki. Teknik evaluasi bisa dilakukan dengan beberapa
cara, misalnya evaluasi teman sejawat ataupun uji coba kepada mahasiswa
119
secara terbatas. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengetahui kelayakan bahan
ajar jika digunakan dalam proses pembelajaran.
Komponen evaluasi mencakup kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan
kegrafikan. Keempat komponen tersebut dikembangkan sesuai kisi-kisi angket
dan disebarkan pada tiga responden yaitu desen ahli bahan ajar, praktisis,
pendidikan, dan mahasiswa dilingkungan IKIP PGRI Pontianak. Berikut
ringkasan tahapan dalam mendapatkan data dan simpulan tentang kelayakan
modul Bilingualisme dan Pemertahanan Bahasa (Kajian Sosiolingustik Di
Perbatasan Kalimantan Barat).
Tabel 3.6 Tahapan Penyusunan dan Pengambilan Data Ikhwal Kelayakan Modul
No. Tahap
Penelitian
Instrumen
Sumber
Data Tujuan
1. Tahap
pengembangan
Validasi
kelayakan bahan ajar
Ahli bahan ajar Menilai kesesuaian
dan kelayakan bahan
ajar
2. Tahap
Implementasi
Tanggapan
dosen dan
mahasiswa
Dosen dan
mahasiswa
Mengetahui
tanggapan Dosen dan
mahasiswa terhadap
bahan ajar
Melalui tahapan yang panjang tersebut dapat dikembangkan dan
menghasilkan luaran berupa modul yang berjudul Bilingualisme dan
Pemertahanan Bahasa (Kajian Sosiolingustik di Perbatasan Kalimantan
Barat) yang memiliki standar kelayakan yang tinggi. Hal ini penting
sebagai aplikasi pembelajaran dan kebermaknaan dari hasil kajian
pemertahanan bahasa Indonesia dan bahasa Dayak Bidayuh di kawasan
perbatasan Kalimantan Barat.