42
61 BAB III PEMBAHASAN A. Efektivitas Pencantuman Kolom Agama Dalam E-KTP di Tinjau Dari Undang-undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan 1. Faktor Hukum Membicarakan tentang efektivitas pencantuman kolom agama pada E-KTP berarti membicarakan daya kerja hukum dari pelaksanaan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat dan para pelayan administrasi publik untuk taat dalam pelayanan publiknya. Hukum dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari penerapan dalam masyarakat salah satunya. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila warga masyarakat mendapatkan keadilan sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tujuan utama untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat dan menjamin terkait pelayanan publik sesuai dengan yang di

BAB III PEMBAHASAN A. Efektivitas Pencantuman Kolom …eprints.umm.ac.id/36213/4/jiptummpp-gdl-abdussyukk-47638-4-babiii.pdf · Para penganut aliran kepercayaan dan pemeluk agama

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 61

    BAB III

    PEMBAHASAN

    A. Efektivitas Pencantuman Kolom Agama Dalam E-KTP di Tinjau Dari

    Undang-undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan

    1. Faktor Hukum

    Membicarakan tentang efektivitas pencantuman kolom agama pada

    E-KTP berarti membicarakan daya kerja hukum dari pelaksanaan Pasal 64

    ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat dan para

    pelayan administrasi publik untuk taat dalam pelayanan publiknya. Hukum

    dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut

    dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.

    Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan

    yang berlaku dapat dilihat dari penerapan dalam masyarakat salah satunya.

    Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila

    warga masyarakat mendapatkan keadilan sesuai dengan yang diharapkan

    atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut

    mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan

    perundang-undangan tersebut telah dicapai. Undang-undang Nomor 24

    Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2006 tentang Administrasi Kependudukan tujuan utama untuk

    meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada

    masyarakat dan menjamin terkait pelayanan publik sesuai dengan yang di

  • 62

    jelaskan Pasal 64 ayat (5) di mana bagi masyarakat yang kolom agamanya

    di kosongkan pada E-KTP akan tetap di layani dalam pencatatan

    administrasi kependudukan.

    Undang-undang ini mengatur tentang administrasi kependudukan

    masyarakat Indonesia dan merupakan perubahan dari Undang-Undang No

    23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Beberapa hal yang

    direvisi yakni masa berlaku KTP yang dari 5 tahun menjadi seumur hidup

    dan pemberlakukan E-KTP. Pencantuman kolom agama disebut sebagai

    bagian yang harus ada dalam KTP seorang penduduk. Ada 6 agama yang

    diakui negara dan wajib dituliskan dalam KTP yakni Islam, Buddha,

    Hindu, Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Konghucu. Di luar itu maka

    kepercayaannya masih belum dinyatakan resmi dan boleh dikosongkan

    namun tetap tercatat dalam database.

    Perihal pengosongan kolom agama untuk kepercayaan di luar 6

    agama itu sudah diatur dalam Undang-undang 23 Tahun 2006 sebelum

    direvisi menjadi Undang-undang yang baru dan berlaku saat ini yakni

    Undang-undang No 24 Tahun 2013. Baik pada Undang-undang No 24

    Tahun 2013 dan Undang-undang 23 Tahun 2006 aturannya diatur dalam

    pasal 64 soal data-data yang harus ada dalam KTP seseorang.

    Perbedaannya terletak pada Undang-undang 23 Tahun 2006 aturan

    pengosongan agama ini di ayat (2) setelah pengaturan elemen yang

    dicantumkan pada KTP. Dalam Undang-undang No 24 Tahun 2013, aturan

  • 63

    pengosongan kolom ini ada di ayat (5) setelah penjelasan mengenai KTP

    elektronik.

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan mewajibkan setiap penduduk untuk mencantumkan agama

    mereka di dalam KTP. Kewajiban tersebut timbul karena Pasal 64 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 menyatakan bahwa agama

    merupakan salah satu poin yang harus tercantum dalam KTP. Ketentuan

    ini menjadi diskriminatif bagi para pemeluk kepercayaan sebab yang

    dicantumkan dalam KTP hanyalah agama, bukan kepercayaan.

    Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 ini bahkan

    secara terang benderang menggunakan istilah agama yang belum diakui.

    Para penganut aliran kepercayaan dan pemeluk agama yang belum diakui

    tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan, namun di KTP

    diberi tanda (-). Ketentuan ini menunjukkan sikap tegas negara yang tidak

    mengakui agama- agama atau aliran kepercayaan selain keenam agama

    resmi.

    2. Faktor Penegak Hukum

    Administrasi Kependudukan merupakan rangkaian kegiatan

    penataan dan penertiban dokumen dan data kependudukan melalui

    pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi

    administrasi kependudukan, dan pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan

    publik dan pembangunan sektor lain. Dengan demikian, setiap penduduk

  • 64

    mempunyai hak memperoleh dokumen kependudukan, pelayanan yang

    sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, perlindungan atas

    data pribadi, kepastian hukum atas kepemilikan dokumen, informasi

    mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya

    dan/atau keluarganya, dan ganti rugi serta pemulihan nama baik sebagai

    akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta

    penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.

    Dalam penjelasan Slamet Utomo49 selaku Kepala Bidang

    Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

    Malang, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berpedoman pada

    Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan yakni negara mengizinkan warga negaranya untuk

    mengosongkan kolom agamanya apabila masyarakat tersebut menganut

    agama atau keyakinan di luar dari enam agama yang diresmikan oleh

    negara saat ini. Masyarakat Kota Malang yang mengosongkan kolom

    Agamanya ini ialah rata-rata penganut keyakinan Pangestu, Eko Darmo

    dan lain-lain, dimana keyakinan tersebut lahir dari adat-istiadat dan

    lingkungan masyarakat itu sendiri.

    Dalam Pencatatan Kependudukan adapula penulisan agama yang

    berfungsi untuk mengetahui statistik para penganut agama. Tidak ada yang

    dapat menjamin dalam memeriksa kebenaran mengenai agama yang tertera

    di E-KTP seseorang adalah sama dengan agama aktual yang diimani oleh

    49Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB

  • 65

    si pemegang E-KTP. Selama tidak ada yang dapat menjamin keakuratan

    agama tertulis dan agama aktual, maka statistik yang dibangun berdasarkan

    data kepenganutan agama melalui E-KTP menjadi tidak valid. Apalagi

    ditambah batasan menuliskan agama yang dianut menjadi hanya sebatas

    enam agama resmi saja.

    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa fungsi

    pencantuman agama di E-KTP, yaitu : menurut 50Heri Wahyudi, Kepala

    Bidang Administrasi Kependudukan Kantor Dinas Kependudukan dan

    Catatan Sipil Kota Malang, adalah tertib adminstrasi sebagai sebuah

    organisasi besar, negara harus memiliki tertib administrasi. Salah satunya

    adalah yang berkaitan dengan identitas penduduk, termasuk agama dari

    penduduk tersebut. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia yang menganut

    berbagai macam agama, terutama agama Islam. Sebab akan berkolerasi

    penting dengan beberapa administrasi di lapangan.

    Seperti pernikahan, waris dan masalah adopsi anak. Apabila kolom

    agama dihapuskan, akan terjadi kesulitan dalam administrasi. Walau pihak

    yang menolak kolom agama dicantumkan di E-KTP melihat ini hal tak

    penting, sebab bisa diantisipasi dengan kebijakan lain. Tapi, itu sejatinya

    akan memperumit dan mempersulit tertib administrasi. Negara Kesatuan

    Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

    1945 pada hakekatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan

    pengakuan atas status hukum terkait peristiwa kependudukan maupun

    50 Wawancara Tanggal 14 November 2016, Jam 10.30 WIB.

  • 66

    peristiwa penting yang dialami oleh penduduk. Salah satu perwujudan dari

    hal tersebut adalah dengan membuat Kartu Tanda Penduduk (E-KTP)

    sebagai bukti otentik identitas seseorang sebagai bagian dari penduduk

    Indonesia. Selain itu menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

    tentang Undang-Undang Administrasi Kependudukan tujuan lain dari

    adanya E-KTP adalah untuk membuat tertib administrasi kependudukan

    dan akurasi kebenaran faktual atas dokumen kependudukan yang

    diterbitkan. E-KTP juga berperan penting sebagai salah satu bentuk

    identitas diri yang otentik, dengan adanya E-KTP seseorang dapat

    memenuhi syarat administrasi untuk mengakses berbagai layanan dasar

    dan bantuan pemerintah.

    Empat jenis kebebasan beragama yang ditetapkan Islam yang harus

    dilindungi dari tindakan agresif, yakni: (1) Kebebasan memilih agama; (2)

    Kebebasan memeluk agama (3) Kebebasan menyembunyikan agama; (4)

    Kebebasan menampakkan agama51. Pencantuman agama di KTP termasuk

    dalam hak bagi setiap orang untukmenampakkan atau menyembunyikan

    agama yang dianutnya. Pemaksaan dengan undang-undang untuk

    mencantumkan agama di dalam KTP merupakan salah satu bentuk

    pelanggaran terhadap hak ini. Selain dapat menimbulkan tindakan-

    tindakan yang diskriminatif dari pihak-pihak tertentu, pencantuman agama

    di KTP menunjukkan bahwa intervensi negara terhadap forum internum

    51Syamsul Arifin, Diskursus Hak Asasi Manusia Perspektif Kebebasan

    Beragama/Berkeyakinan, hal. 783. Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10 di Banjarmasin pada 1-4 November 2010.

  • 67

    sebagai hak absolut masih sangat kuat. Padahal di dalam Kovenan tentang

    Hak Sipil dan Politik, forum internum dikategorikan sebagai kebebasan

    negatif yang implementasinya tidak boleh diintervensi oleh negara52.

    3. Faktor Sarana dan Fasilitas

    Kebijakan negara yang hanya sekedar mencatat atau mendata para

    penganut agama yang belum diakui oleh negara, namun tidak

    memperbolehkan mereka mencantumkannya di dalam KTP, akan

    menimbulkan masalah lain yang dapat merugikan, membatasi, dan bahkan

    melanggar hak-hak asasi lain yang dimiliki warga negara.

    Sekalipun Undang-undang Administrasi Kependudukan

    memperbolehkan para penganut agama yang belum diakui untuk

    mengosongkan kolom agama di KTP, dan bukan memaksa mereka untuk

    memilih salah satu dari agama-agama resmi untuk ditulis di E-KTP, hal

    itu tetap tidak dapat menjamin terpenuhinya hak-hak para penganut agama

    yang tidak resmi untuk menampakkan kepada publik agama yang

    dianutnya. Apabila kolom agama tidak diisi, belum tentu jelas karena

    warga itu adalah penganut aliran kepercayaan. Mungkin juga ditanya

    Atheiskah dia, atau lebih seriusnya lagi dia sedang dalam kontrol Negara.

    Namun dengan keberadaan kolom agama dalam E-KTP justru

    membuat tujuan tertib administrasi dan akurasi kebenaran faktual

    52Al-Khanif, Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia, laksabang mediatam:

    Yogyakarta, 2010, Hal. 199.

  • 68

    dokumen kependudukan menjadi tidak tercapai. Pasalnya banyak orang

    yang justru lebih memilih untuk tidak memiliki E-KTP ketimbang

    mengorbankan agama atau kepercayaan yang telah terinternalisasi sejak

    lama pada dirinya. Itu artinya dengan adanya kolom agama justru akan

    memperbesar potensi adanya penduduk yang tidak memiliki E-KTP itu

    sendiri, hal ini tentu mengakibatkan tidak tercapainya tertib administrasi

    yang ingin diwujudkan karena kuantitas pendataan administrasi mengenai

    E-KTP menjadi berkurang oleh adanya kolom agama di E-KTP.

    Lebih jauh lagi dengan tidak adanya E-KTP yang dimiliki

    seseorang akan membuat tujuan negara dalam hal memajukan

    kesejahteraan umum menjadi tidak terlaksana karena banyak penduduk

    yang tidak dapat mengakses layanan dasar seperti pendidikan dan

    kesehatan disebabkan tidak memiliki E-KTP yang merupakan prasyarat

    utama untuk mengakses kedua layanan tersebut.

    Dengan adanya kolom agama dalam E-KTP juga membuat akurasi

    kebenaran faktual dokumen kependudukan menjadi tidak faktual. Jika

    diatas telah dijelaskan mengenai orang yang tetap mempertahankan agama

    atau keyakinannya, dalam paragraf ini akan dijelaskan mengenai orang

    yang terpaksa memilih agama tidak sesuai dengan apa yang sejatinya ia

    yakini karena adanya kolom agama dalam E-KTP. Hal tersebut bisa tejadi

    karena pada saat ini hanya terdapat 6 agama yang diakui secara yuridis

    oleh negara, konsekuensi logisnya adalah untuk mendapatkan E-KTP

    diharuskan pula mengisi salah satu dari 6 agama yang telah diakui tersebut

  • 69

    karena apabila tidak mengisi salah satu diantaranya akan menyebabkan

    tidak dapat dapat dibuatkannya E-KTP itu sendiri.

    4. Faktor Masyarakat

    Dalam faktanya terdapat banyak masyarakat Kota Malang yang

    memiliki keyakinan diluar dari 6 agama tersebut, sehingga harus

    mengosongkan kolom agama pada E-KTP ataupun memilih salah satu

    diantaranya. Kondisi ini tentunya membuat kebenaran E-KTP sebagai

    dokumen penduduk yang otentik menjadi tidak faktual, karena terdapat

    perbedaan antara apa yang tertulis dalam kolom agama dengan apa yang

    sebenarnya diyakini oleh orang tersebut.

    Adapun masyarakat yang Kota Malang dalam Rekapitulasi Jumlah

    Penduduk Menurut Agama Di Kota Malang Tahun 2016 ini ialah:

    N

    O

    AGAMA KECAMATAN JUMLAH

    PENDUDUK BLIMBING KLOJEN KEDUNG

    KANDANG

    SUKUN LOWOKWARU

    1 ISLAM 175.696 90.938 196.872 181.792 155.965 801.263

    2 KRISTEN 12.412 8.862 7.607 14.356 8.429 51.666

    3 KATHOLIK 7.169 8.095 3.289 8.796 7.068 34.417

    4 HINDU 436 182 304 221 339 1.482

    5 BUDHA 894 1.965 334 958 740 4.891

    6 KONGHUCU 40 71 16 27 16 170

    7 PENGHAYAT KEPERCAYAAN

    2 20 23 36 23 104

    JUMLAH

    PENDUDUK

    196.649 110.133 208.445 206.186 172.580 893.993

    *Sumber Data di Peroleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

    Malang

  • 70

    Banyak masyarakat Kota Malang mempersoalkan

    konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang

    Administrasi Kependudukan, khususnya terkait ketentuan pencantuman

    kolom agama bagi mereka. Ketentuan di dalam Undang-undang

    Administrasi Kependudukan itu dinilai tidak mampu memberikan jaminan

    perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada masyarakat Kota

    Malang selaku warga negara. Masyarakat Kota Malang mempertanyakan

    konstitusionalitas Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan

    (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan.

    Kedua pasal itu mengatur bahwa pengosongan kolom agama di

    dalam kartu keluarga (KK) dan E-KTP tidak akan mengurangi hak-hak

    warga negara yang menghayati atau menganut kepercayaan kepada Tuhan

    Yang Maha Esa.

    Sejatinya, ide dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang

    termaktub dalam Sila Pertama Pancasila adalah Bangsa Indonesia secara

    keseluruhan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar hidup

    untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Nilai-nilai ketuhanan

    merupakan sesuatu yang fundamental dan alamiah terdapat dalam

    kehidupan manusia Indonesia untuk menjalankan tugas mulia

    menuntaskan visi hidupnya. Di alam Indonesia, Tuhan dianggap

  • 71

    mempunyai peran penting untuk mempromosikan sikap dan perilaku

    etis53.

    Oleh karena itu, agama sebagai sebuah sistem yang mengatur tata

    keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa

    serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan

    manusia serta lingkungannya bukanlah termasuk dalam ranah administrasi

    yang harus dicantumkan dalam kolom E-KTP. Oleh karena itu,

    pengosongan kolom agama dalam E-KTP tidak bertentangan dengan Sila

    Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan manusia Indonesia telah

    menjadikan nilai-nilai ketuhanan sebagai dasar dalam menjalankan

    kehidupannya dan memenuhi tugas mulia serta menuntaskan visi hidupnya

    tanpa harus mencantumkan agama dan kepercayaan yang dianutnya dalam

    E-KTP sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) UUD NRI

    1945.

    5. Faktor Budaya

    Penduduk kota malang berjumlah sekitar 893.993 orang,

    berdasarkan pada sensus 2016 tahun ini54. Pertumbuhan kota malang di

    dominasi oleh suku Jawa. Sedangkan beberapa suku bangsa lain yang juga

    menempati kota malang ada suku tionghoa, Madura, dan arab.

    53 Unti Ludigdo. 2014. Nilai-nilai Luhur Pancasila dalam Mencegah Terjadinya Kecurangan,

    Disampaikan pada Seminar Nasional 4 (Empat) Pilar Kebangsaan dalam Mencegah Terjadinya Fraud di Lingkungan Pemerintahan Indonesia di Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 31 Oktober 2013.

    54 Data diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang

  • 72

    Islam merupakan agama mayoritas di Kota Malang. Sedangkan

    agama Kristen protestan. Kristen katolik, Hindu, Budha, dan Kong hu chu

    mengikuti di belakangnya. Tidak menutup kemungkinan banyak pula

    masyarakat Kota Malang yang menganut agama kepercayaan, agama asli

    dari nenek moyang, agama jawa asli atau (kedjawen), ataupun agama yang

    di hasilkan dari budaya Jawa itu sendiri, dimana Kota Malang yang

    terletak di teritorial pulau Jawa.

    Awal pembentukan dan penyusunan Rancangan Undang-undang

    tentang Administrasi Kependudukan terdapat hal-hal yang dinilai

    melanggar hak asasi manusia warga negara dan penduduk, karena dalam

    sejumlah pasal sangat terlihat nilai-nilai diskriminasi, memarjinalisasi

    kelompok masyarakat minoritas, dan masyarakat di daerah terpencil yang

    memiliki budaya tradisional khusus dengan kepercayaan berbeda. Misal

    masyarakat miskin di daerah kumuh, yang tidak diakui administasi negara

    akibatnya hak mereka sebagai warga negara akan terabaikan.

    Selain itu, rancangan undang-undang ini juga akan

    mendiskriminasi para penghayat kepercayaan, yang selama ini juga telah

    dimarjinalkan oleh negara. Karena mereka tidak diakui dalam pencatatan

    administrasi negara menurut rancangan undang-undang ini. Bukan

    menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara, rancangan undang-

    undangini bahkan menjamin mereka tidak bisa mendapatkan haknya

    seperti akte kelahiran dan kematian. Dicampur adukkannya administrasi

  • 73

    kependudukan dengan catatan sipil, dalam rancangan undang-undang ini,

    menyebabkan terjadinya kerancuan.

    Akibat percampuran tersebut, tidak ada jaminan bahwa pencatatan

    kelahiran, kematian, dan kepindahan akan menjadi lebih mudah bagi

    warga negara dan penduduk untuk mengurus semua hal tersebut.Sebelum

    Undang-Undang Administrasi Kependudukan berlaku sudah banyak

    terjadinya marjinalisasi. Dua hal yang saat ini masih belum dapat

    diimplementasikan di masyarakat terkait penerapan Pasal 64 ayat (5)

    Undang-undang No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi

    Kependudukan. Tidak efektifnya Implementasi Undang-undang No 24

    Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan lebih di karenakan oleh

    faktor struktur (structure) dan budaya masyarakat (legal culture).

    Faktor struktur ini di karenakan kurang optimalnya sosialisasi yang

    dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang ke

    masyarakat. Selain itu faktor budaya masyarakat yang mengakibatkan

    tidak efektifnya Implementasi Undang-undang No. 24 Tahun 2013 itu

    lebih di karenakan budaya timur yang cenderung paternalistik, di dukung

    budaya Jawa mengenal sungkan, ewuh pakewuh, tidak enakan, takut

    menyakiti orang lain, yang menjadi sebuah dilema untuk berkata tidak.

    Perlu komitmen dari Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun

    Pemerintah Daerah Kota Malang untuk melaksanakan Undang-Undang

    dengan cara menetapkan peraturan yang mengatur secara rinci tentang

    pelaksanaan Undang-undang Tentang Administrasi Kependudukan, agar

  • 74

    undang-undang tersebut dapat berlaku secara efektif. Perlunya

    peningkatan sosialisasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang

    Administrasi Kependudukan kepada segenap lapisan masyarakat.

    Jadi dalam hal faktor-faktor yang dikaitkan dengan teori efektivitas

    dari Soerjono Soekanto yakni ada Faktor Substansi Hukum, Faktor

    Struktur Hukum, Faktor Masyarakat, Faktor Sarana dan Prasarana, serta

    Faktor Budaya, Efektivitas Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP yang

    ditinjau dari Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013

    tentang Administrasi Kependudukan ialah hanya memenuhi Faktor

    Substansi Hukum dan Faktor Struktur Hukum saja, dimana Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil melayani pencatatan Kependudukan

    sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan serta Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang

    Pelayanan Publik saja.

    Untuk Faktor Masyarakat serta Faktor Budaya, Efektivitas

    Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP ini belum sesuai, dimana

    banyak masyarakat Kota Malang yang masih belum mengerti terkait

    pelaksanaan dan penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24

    Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dan masih banyak

    masyarakat belum mengetahui betapa urgent-nya pencantuman kolom

    agama pada E-KTP ini.

    Selanjutnya dalam Faktor Sarana dan Prasarana, Efektivitas

    Pencantuman Kolom Agama ini belum terpenuhi, penyebabnya ialah

  • 75

    masih minimnya sosialisasi dari instansi Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kota Malang untuk terjun langsung memberi

    pengetahuan, himbauan dan arahan kepada Masyarakat Kota Malang

    tekait Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP.

    B. Upaya yang di lakukan Dinas Pencatatan Sipil Kota Malang dalam

    mengatasi Kendala-kendala Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP

    Terhadap Masyarakat Penghayat Kepercayaan di Kota Malang

    Dalam Pencatatan Sipil bagi masyarakat Kota Malang penganut

    kepercayaan yang kolom agama pada E-KTP di kosongkan menurut Slamet

    Utomo55 selaku Kepala Bidang Kependudukan di Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kota Malang, penerapan Pasal 64 ayat (5) Undang-undang No

    24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan terkait kebijakan hukum

    pada kolom agama yaitu Ada banyak masyarakat khususnya di Kota Malang

    yang mengosongkon kolom agama pada E-KTP-nya, itu terjadi karena pihak

    Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang memberikan

    kebebasan untuk mengosongkan kolom agama pada E-KTP terhadap

    masyarakat Kota Malang dimana hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

    64 Ayat (5) Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan.

    Masyarakat yang kolom Agamanya di kosongkan apabila ingin

    melangsungkan pernikahan, maka diharuskan kedua mempelai tersebut

    penganut agama/keyakinan yang sama. Apabila perkawinan warga masyarakat

    55Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB

  • 76

    yang berbeda agama/keyakinan, maka pihak Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kota Malang akan menolaknya untuk di catatkan dalam

    pencatatan kependudukan dan pencatatan sipil. Untuk masyarakat yang

    menganut kepercayaan diluar ke enam agama yang di resmikan oleh negara

    dan mengosongkan kolom agama pada E-KTP-nya maka pernikahan harus

    melalui persetujuan ketua adat atau pemimpin agama/kepercayaan yang dianut

    oleh kedua mempelai lalu kemudian di daftarkan ke Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil.

    Apabila ada masyarakat yang kolom agamanya dikosongkan akan

    mengurus Akta Kelahiran atau surat berharga lainnya yang menyangkut

    administrasi kependudukan dan pencatatan sipil maka pihak Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang akan menolaknya. Bisa

    dikatakan itu adalah konsekuensi bagi masyarakat yang kolom agama pada E-

    KTP-nya dikosongkan. Dikarenakan untuk pencatatan sipil khususnya Akta

    Kelahiran tidak di perbolehkan mengosongi kolom agama, kecuali dalam Kartu

    Keluarga dimana masyarakat yang menganut agama/kepercayaan di luar ke

    enam agama yang diresmikan oleh negara, maka harus memilih kolom nomor

    7 (tujuh) yang berisi perihal “Penghayat Kepercayaan” pada saat pendaftaran

    kartu keluarga.

    Ketika masyarakat mengosongkan kolom agama pada E-KTP-nya

    maka harus menerima konsekuensi yakni kesulitan dalam kepengurusan

    Administrasi Kependudukan di kemudian hari, karena ini bisa mengakibatkan

  • 77

    data yang tidak konsisten dalam pencatatan administrasi kependudukan

    lainnya.

    Dalam hal ini Slamet Utomo juga memaparkan bahwa kolom agama

    sangat di perlukan sebenarnya menyangkut setiap individu manusia yang pada

    dasarnya menganut agama dan meyakini Tuhan dimana agama tersebut sebagai

    identitas penting sebagai pedoman bagi setiap manusia dan menjadi acuan

    penting untuk pencatatan Administrasi Kependudukan sebagai masyarakat

    yang patuh terhadap Hukum dan Undang-Undang, Khususnya Undang-undang

    No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

    Selain itu, kolom agama lebih banyak fungsi kelebihan dari pada

    kelemahannya. Selama kolom data-data E-KTP ini khususnya di gunakan

    dengan baik maka tindakan diskriminasi dan sentimen terhadap

    agama/keyakinan di luar ke-enam agama yang diakui oleh negara tidak akan

    terjadi dan bahkan bisa di minimalisir.

    Selain itu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang

    hanya menerima pendaftaran perkawinan yang antara kedua mempelai

    mempunyai agama dan kepercayaan yang sama. Maka dari itu banyak

    masyarakat penganut kepercayaan yang mengosongi kolom agama pada E-

    KTP-nya kerap kali mendapat kesulitan dalam pencatatan kependudukan.

    Pasal 64 Ayat (5) Undang-undang No 24 Tahun 2013 dalam praktek di

    instansi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidaklah selaras dengan apa

    yang diharapkan. Di karenakan dalam kepengurusan pencatatan penduduk,

    kolom agama pada E-KTP sangatlah diperlukan dan bersifat penting. Karena

  • 78

    kolom agama ini akan sangat di perlukan dalam berbagai aspek dalam

    pencatatan kependudukan yang lainnya. Meskipun dalam praktek Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil tetap melayani namun di satu sisi,

    masyarakat yang mengosongkan kolom agama pada E-KTP akan

    mendapatkan kesulitan karena memang kesulitan itu sudah menjadi resiko

    bagi masyarakat yang mengsongi kolom agamanya pada E-KTP.

    Masyarakat Kota Malang penganut kepercayaan yang tidak

    mencantumkan kolom agama pada E-KTP dalam kesehariannya di lingkungan

    masyarakat mendapat kendala-kendala dalam lingkungan masyarakat di

    sekitarnya. Berikut adalah hasil pemamparan dan penjelasan oleh Wahyu

    Widayat56, selaku pimpinan Forum Komunikasi Budaya Nusantara, dimana

    Wahyu Widayat ini adalah pimpinan dari Forum Komunikasi Budaya Jawa

    wilayah Kota Malang yang memfasilitasi apresiasi masyarakat penganut

    agama kepercayaan di Kota Malang. Wahyu menjelaskan bahwa di Kota

    Malang ada banyak berbagai aliran Kepercayaan yang lahir dari budaya di

    tanah Jawa itu sendiri. Tetapi adapula yang menganut agama resmi yang di

    resmikan oleh negara, namun dalam cara beribadahnya juga di sertai ritual

    kebudayaan. Seperti contohnya Islam Kedjawen, Islam Sunan Kalijogo dan

    sebagainya.

    Dijelaskan pula bahwa masyarakat yang mengosongkan kolom agama

    ini sering menerima diskriminasi dari masyrakat serta di jauhi oleh masyarakat

    yang menganut agama dan kepercayaan mayoritas dalam suatu lingkungan.

    56 Wawancara tanggal 29 November 2016. Jam 16.15 WIB

  • 79

    Adapula masyarakat yang menganut kepercayaan Dharma Bhakti dan Sapto

    Darmo mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dari masyarakat ketika

    individu penganut kepercayaan dan mengkosongkan kolom agama di E-KTP

    itu meninggal, itu semua terjadi karena masyarakat bingung dan tidak tahu

    bagaimana cara mengurus jenazahnya. Itu adalah termasuk resiko besar

    kepada masyarakat yang menganut kepercayaan serta mengosongkan kolom

    agama pada E-KTP-nya.

    Dalam hal pernikahan, meskipun negara memfasilitasi pernikahan

    masyarakat penganut kepercayaan dengan cara mendapat surat perkawinan

    dari pemangku adat penganut kepercayaan yang kemudian di daftarkan ke

    pencatatan kependudukan, namun dalam hal konteks realita dalam masyarakat

    banyak yang menolak untuk menikahkan mempelai yang menganut agama

    kepercayaan bahkan Soemardiono dan Pakde Gigih, nama ketua penganut

    kepercayaan Dharma Bhakti dan Sapto Darmo itupun menolak untuk

    menikahkan masyarakat yang menganut kepercayaan dan kolom agama pada

    E-KTP tidak dicantumkan. Selain itu masyarakat penganut kepercayaan

    tersebut tidak mempunyai aturan yang kuat dalam hal Perkawinan.

    Konsekuensi yang harus diterima oleh masyarakat penganut

    kepercayaan yang mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya yakni

    mendapat penolakan ketika suatu saat akan mengurusi surat penting

    kependudukan seperti halnya Akta Kelahiran Anak, Kartu Keluarga, dan

    surat-surat berharga dalam kependudukan lainnya. Ini di karenakan pihak dari

    dinas pencatatan sipil hanya memberi kebebasan untuk mengosongi kolom

  • 80

    agama pada E-KTP bagi masyarakat penganut kepercayaan sesuai dengan

    pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 Administrasi

    Kependudukan.

    Namun dalam pelayanan publik lainnya bisa saja masyarakat yang

    mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya kerap mendapat kesulitan di

    kemudian hari. Seperti halnya dalam pendaftaran perkawinan, pihak Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil hanya menerima pendaftaran pernikahan

    dari masyarakat yang beragama sesuai dengan ke-enam agama yang di

    resmikan oleh negara. Selain dari ke-enam agama resmi itu harus dilaksanakan

    melalui pemangku kepercayaan di tempat masyarakat yang akan

    melangsungkan pernikahan tersebut.

    Setelah mendapat persetujuan dari pemangku agama, lalu akan

    mendapatkan surat resmi oleh pemangku agama yang akan di daftarkan ke

    Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Jika tidak ada surat resmi dari

    pemangku agama, maka masyarakat yang menganut kepercayaan itu akan di

    tolak dalam pendaftaran perkawinan di buku Pencatatan Kependudukan.

    Kendala selanjutnya ialah dalam keturunannya, kepada anak-anak

    keturunan penganut agama kepercayaan itu sendiri akan mendapatkan kendala

    dalam hal pendidikan. Seperti halnya dalam pelajaran di sekolah, jika anak-

    anak yang menganut agama resmi oleh pemerintah akan mendapatkan mata

    pelajaran yang sesuai dengan agamanya masing-masing. Beda hal-nya dengan

    anak-anak yang dari keturunan masyarakat penganut kepercayaan akan

    mendapatkan kesulitan dalam mata pelajaran agama, atau memilih ikut mata

  • 81

    pelajaran agama lain, atau bahkan tidak mengikuti mata pelajaran agama itu

    sendiri. Ini menjadi polemik juga bagi pendidikan untuk masyarakat penganut

    kepercayaan, khususnya dalam hal mata pelajaran agama.

    Setelah itu dalam pembagian waris juga hanya bisa di laksanakan

    menggunakan hukum waris yang berasal dari hukum positif negara ataupun

    pembagian waris secara adat. Tidak bisa pembagian waris menurut

    kepercayaan yang dianut oleh masyarakat itu sendiri sebab dalam pembagian

    waris ajaran kepercayaannya tidak ada yang mengatur hal tersebut.

    Diskriminasi akan di dapatkan oleh masyarakat penganut kepercayaan

    dan yang mengkosongkan kolom agama pada E-KTP-nya banyak di tolak oleh

    kantor, perusahaan, hingga instansi negara. Karena dalam hal rekruitmen

    pekerja, akan di periksa agama di E-KTP bagi masyarakat yang melamar

    pekerjaan. Banyak beranggapan bahwa pimpinan dalam suatu kantor, ataupun

    instansi melihat agama adalah sebagai tolok ukur kepribadian calon pekerja

    baru yang akan masuk dalam kantor ataupun instansi itu sendiri.

    Data nama-nama aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kota

    Malang yang mengosongkan kolom agama pada E-KTP yakni sebagai berikut:

    Tabel Data Penganut Aliran Kepercayaan di Kota Malang

    No. Nama Kepercayaan Anggota Alamat No. Telepon

    1 Kepribaden Pengurus:

    Edi Sutrisno, SH

    Anggota:

    1. Priyo Budoyo

    2. R. Sunardi SW

    3. Mujiam (Sekertaris 1)

    Jl. IP Sutowo

    Kalianyar RT. 03

    081333320658

    -

    085334620073

    08173890474

  • 82

    4. Narti

    (Sekertaris 2)

    5. Muji Rahayu

    (Bendahara)

    6. Syaful

    (Urusan Umum)

    RW.06 Sidodadi

    Malang

    -

    -

    0341-752549

    2. Sasmita Aji 1. Sarmudya Prijambada

    (Ketua)

    2. Nopemya Lim (Sekertaris

    1)

    3. Tupam (Sekertaris 2)

    4. Luluk Sri Rahayu

    (Bendahara 1)

    5. Subagyo HS (Bendahara

    2)

    6. Vico Mander (Urusan

    Umum)

    Gadang 10B No. 29

    RT.07 RW.05

    085755741017

    3. Perwathin 1. Dharman (Ketua)

    2. NY. Gatot S (Sekertaris)

    3. Umi Masito (Bendahara)

    4. Bambang (Urusan

    Umum)

    Jl. KH, Hasyim

    Ashari IV/B 63

    081931875657

    4. Budi Lestari

    Adjining Djiwo

    1. Fadilah Hedi (Pengurus)

    2. Syaifi Cholid (Sekertaris)

    3. Agus Prayitno

    (Bendahara)

    Jl. Pisang Candi

    Barat No. 82

    Malang

    0341-588104

  • 83

    5. Wilujeng 1. Sugeng Trimanto (Ketua)

    2. Heru Susilo (Sekertaris

    1)

    3. Sunyoto (Sekertaris 2)

    4. Sri Suhayani (Bendahara

    1)

    5. Priambodo (Bndahara 2)

    6. Burhan (Urusan Umum)

    7. Ninuk

    8. Nicholas Saputra

    9. Mulyaningsih

    10. Dewi Kristina

    Jl. Kedawung VIII-

    B No.5 Malang

    Bandulan Gg. IV

    B2/20

    0341-471942

    6. Jendro Hayuning

    Widodo Tunggal

    1. Sudarsono (Ketua)

    2. Indi Wawan (Sekertaris)

    3. Lik Suswati (Bendahara)

    4. Sumarto

    (Urusan Umum)

    Gribik IV RT.03

    RW.05 Kel.

    Madyopuro

    081216704879

    7. Paguyuban Darma

    Bakti

    1. Hadi Suyono (Pengurus)

    2. Ngatemi (Ketua)

    3. Nur Arifin (Sekertaris 1)

    4. Gunawan (Sekertaris 2)

    5. Sutiono

    (Bendahara 1)

    6. Sumarto (Bendahara 2)

    7. Suparman

    (Urusan Umum)

    Jl. Breng Raya IIN

    No. 564 RT.11

    RW.08 Malang

    Jl. Srigading

    Tembalangan Kota

    Malang

    085233458953

    081216704879

  • 84

    8. Pasinaon Kawruh

    Jiwo

    1. A. Prijono (Ketua)

    2. Herman Kusnadi

    (Sekertaris 1)

    3. Harianto (Sekertaris 2)

    4. Hartono (Bendahara)

    Candi Mendut

    Selatan 27 Malang

    0341-495030

    9. Naluri Budaya

    Luhur

    1. Muji Suko Slamet

    (Ketua)

    2. Samin (Sekertaris 1)

    3. Said Punul Sasmito

    4. Rifai

    (Sekertaris 2)

    5. Indah Trianingsih

    (Bendahara 1)

    6. Suwono (Bendahara 2)

    7. Zaenal Arifin (Urusan

    Umum)

    8. Prijo Budojo (Urusan

    Umum)

    Jl. Kolonel Sugiono

    1 No. 2

    0341-369731

    10. Kawruh Batin Tulis

    Tanpa Papan

    Kasunyata

    1. Drs. Soemardjono, SH

    (Ket. HPK Kota Malang

    Jl. Cumi-cumi No. 4

    Tanjung Sekar

    Malang

    081252330075

    11. Sujud Nembah

    Bekti

    1. Kasnari (Sekertaris HPK

    Kota Malang)

    2. Kamid

    Jl. Polowijen Gg.II

    No. 386 A Malang

    Jl. Teluk Pelabuhan

    Ratu No. 322

    Malang

    081555851112

    12. Perjalanan 1.Yarmanu Klayatan Gg. 14

    Kmantrean RW.13

  • 85

    Bandung Rejosari

    Malang

    13. Persatuan Warga

    Theosofi Indonesia

    (Perwati)

    1. Drs. Widyatmoko, MM Dusun Parelegi

    RT.02 RW.09

    Purwodadi

    14 Sastro Jondro

    Cokro Ningrat

    1. Karni Jl. Pisang Candi No.

    32 Malang

    087859588877

    15. Forum Komunikasi

    Budaya Nusantara

    1. Drs. Wahyu Hidayat, SH Perum. Taman Janti

    G-1 RT.12 RW.07

    Malang

    081334999234

    16. Pirukunan Purwa

    Ayu Mardi Utama

    1. Sugianto, M.Pd Jl. Hamid Rusdi

    Gg.1 No. 46B

    Malang

    081233332824

    17. Perkumpulan

    Persaudaraan

    Kejiwaan Susila

    Budhi Dharma

    1. Gatut Hermanu Perum. Permata

    Jingga C.26/2

    Malang

    0341-492065

    18. Sapto Dharmo 1. M. Djayusman Jl. Brigjen Slamet

    Riadi I/834 Malang

    0341-344580

    19. Hardo Pusoro 1. Pitajanto Jl. Kol. Sugiono

    No. Sugiono No.

    3/24 Malang

    081334294915

    20. Arya Naga

    Sylendra

    1. Kresna Soesamto

    2. Vano Zinconera Valiant

    Jl. Urip Sumoharjo

    G-16 Malang

    Jl. Papa Ungu No.

    36 Malang

    087859735443

    21. Padepokan

    Suroloyo

    1. Deni Luqman

    Puri Kartika Asri H-

    7 Arjowinangun

    Malang

  • 86

    2. Taufani Chandra Sukma

    T

    3. Nur Wachidin Fuad

    Chariri

    4. Prama Pratyaksa

    Puri Kartika Asri H-

    7 Arjowinangun

    Malang

    Jl. Candi Telaga

    Wangi No.19

    Mojolangu Malang

    Jl. Sigura-gura

    *Sumber Data di Peroleh Dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah

    Kota Malang Tahun 2016

    Tabel diatas menunjukkan bahwa di Kota Malang terdapat masyarakat

    yang menganut kepercayaan. Dalam jumlahnya, penganut kepercayaan di

    Kota Malang Tidak terlalu banyak sebenarnya. Hanya saja apabila

    Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Malang tidak memperhatikan dan

    memperdulikan masyarakat penganut kepercayaan ini sebagaimana

    Pemerintah Kota Malang memperlakukan masyarakat yang beragama

    mayoritas, maka bisa saja akan menimbulkan Diskriminasi. Diskriminasi ini

    akan berdampak di kucilkannya Masyarakat Penganut Kepercayaan sebagai

    kelompok minoritas di Kota Malang oleh masyarakat penganut agama

    nayoritas lainnya bahkan diskriminasi dalam penerapan hukum dalam

    masyarakat.

  • 87

    *Foto E-KTP salah satu masyarakat penganut/penghayat kepercayaan di Kota Malang

    Hasil Wawancara dengan 57Romo Yudho, nama panggilan dari

    sesepuh penghayat kepercayaan Wawerah Agesang yang tidak

    mencantumkan kolom agama pada E-KTP ialah, bahwa sebenarnya negara

    tidak berhak dan tidak ada relevansi dengan urusan Agama penduduknya,

    Romo Yudho juga menjelaskan bahwa hanya dua negara di dunia ini yang

    mempunya Kementrian Agama yakni Indonesia dan Saudi Arabia, jika di

    Saudi Arabia sangat wajar jika terdapat Menteri Agama dikarenakan dalam

    negara tersebut hampir keseluruhan penduduk menganut agama Islam,

    sedangkan Indonesia yang terdiri dari beberapa agama dan kepercayaan juga

    57 Wawancara Tanggal 13 Januari Jam 19.15 WIB

  • 88

    terdapat Menteri Agama, jika di lihat dari sila pertama Pancasila sudah

    dijelaskan bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bukan Agama. Berarti

    negara ini seharusnya memaklumi segala bentuk kepercayaan dan agama

    yang menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, apapun itu nama

    kepercayaan dan agamanya. Seharusnya pemerintah lebih fokus tehadap

    Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

    “(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

    memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

    kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

    meninggalkannya, serta berhak kembali.

    (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan

    pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”

    Pasal tersebut merupakan dasar dari kebebasan beragama dan

    menganut kepercayaan di negara ini. Perlu diketahui, agama dan keyakinan

    itu berbeda pada dasarnya yakni Agama merupakan suatu sistem ibadah yang

    terorganisasi atau teratur. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual, dan

    praktik yang biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan dan

    keselamatan/penyelamatan (salvation). Agama mempunyai aturan-aturan

    tertentu yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan

    kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan keagamaan individu

    merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan, dan ritual tertentu.

    Sedangkan Keyakinan adalah Mempunyai kepercayaan atau keyakinan

    berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau

  • 89

    seseorang. Secara umum keyakinan merupakan tempat seseorang melihat

    dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara menyeluruh.

    Selanjutnya Romo Yudho mengatakan terdapat pada Peraturan

    Pemerintah No. 37 Tahun 2007 Pasal 1 Angka (18) dan (19) menjadi salah

    satu dasar kedua dari kebebasan beragama dan kebebasan penghayat

    kepercayaan, dimana pasal tersebut berbunyi:

    “18. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah

    pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha

    Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan

    dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi

    luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.

    19. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

    selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang

    mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap

    Tuhan Yang Maha Esa.”

    Alasan Romo Yudho mengosongkan kolom agama pada E-KTP yakni

    semenjak di sahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang

    Administrasi Kependudukan yang berlaku mulai sejak Januari 2007 pada saat

    itulah Romo Yudho mendaftarkan identitas pada E-KTP dan Kartu Keluarga

    untuk tidak mencantumkan nama agama atau di kosongi dengan memberi

    tanda (-) pada KK dan E-KTP. Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik,

    Romo Yudho harus patuh dan melaksanakan Undang-Undang yang berlaku

    dimana negara memberi fasilitas pada Penghayat Kepercayaan untuk tidak

  • 90

    mencantumkan kolom agamanya pada E-KTP maka dengan hal itu Romo

    Yudho sebagai penganut/penghayat kepercayaan harus mematuhi Undang-

    Undang No. 23 Tahun 2006 yang sekarang berganti Undang-Undang No. 24

    Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan tidak

    mencantumkan kolom agama pada E-KTP.

    Terkait kepengurusan Pernikahan terhadap para penghayat

    kepercayaan sudah diatur pada Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007

    yang terdapat pada Bab 10 Pasal 81-83 yang berbunyi:

    “Pasal 81

    (1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan Pemuka

    Penghayat Kepercayaan.

    (2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk

    mengisi dan menandatangani surat perkawinan Penghayat Kepercayaan.

    (3) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina

    organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

    Pasal 82

    Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) wajib

    dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling

    lambat 60 (enam puluh) hari dengan menyerahkan:

    a. surat perkawinan Penghayat Kepercayaan;

    b. fotokopi KTP;

    c. pas foto suami dan istri;

    d. akta kelahiran; dan

    e. paspor suami dan/atau istri bagi orang asing.

  • 91

    Pasal 83

    (1) Pejabat Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana mencatat

    perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dengan tata cara:

    a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan

    suami istri;

    b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum

    dalam formulir pencatatan perkawinan; dan

    c. mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan

    akta perkawinan Penghayat Kepercayaan.

    (2) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C

    diberikan kepada masing-masing suami dan istri.”

    Selanjutnya peraturan terkait perkawinan Penghayat Kepercayaan

    diatur pula dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

    Perkawinan yang berbunyi:

    “Pasal 2

    (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

    masing agamanya dan kepercayaannya itu.

    (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

    yang berlaku.”

    Adapun kendala dan kesulitan yang pernah dialami oleh Romo Yudho

    sebagai penghayat kepercayaan yangtidak mencantumkan kolom agama pada

    E-KTP yakni:

    1. Jika tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP, maka dianggap

    sebagai Atheis atau bahkan dianggap Komunis.

    2. Diskriminasi sering di dapat dalam Pekerjaan, pendaftaran masuk Sekolah,

    lamaran pekerjaan dan lainnya.

  • 92

    3. Hampir dalam semua bagian dalam masyarakat akan mendeskriminasi

    penganut kepercayaan, apalagi sampai tidak mencantumkan kolom agama

    pada E-KTP.

    4. Banyak pejabat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tidak

    memahami Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang

    Administrasi Kependudukan, bahwasanya pasal tersebut memperbolehkan

    pengosongan kolom agama pada E-KTP bagi penganut kepercayaan. Akan

    tetapi dengan tidak mengertinya pejabat Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil terkait Pasal tersebut, maka banyak penghayat

    kepercayaan yang dipaksa untuk memilih salah satu dari enam agama

    resmi untuk dicantumkan pada E-KTP maupun Kartu Keluarga. Itu adalah

    bentuk pelanggaran HAM dari Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.

    5. Banyak masyarakat yang belum mengerti terkait Pasal 61 dan Pasal 64

    Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan,

    sehingga menimbulkan banyak diskriminasi di lingkungan masyarakat

    kepada penghayat kepercayaan.

    6. Kesulitan selanjutnya ini ialah terkait Pemakaman Jenazah Penganut

    Kepercayaan ini ketika meninggal. Pasalnya masyarakat banyak menolak

    untuk menerima pemakaman jenazah penghayat kepercayaan di Tempat

    Pemakaman Umum di suatu desa, kampung, atau kota.

    Pasal 61 ayat (4) terkait Kartu Keluarga juga adalah salah satu

    dokumen yang mengharuskan data pada E-KTP haruslah sesuai dengan data

  • 93

    pada Kartu Keluarga tersebut. Apabila menginginkan kolom agama pada E-

    KTP di kosongkan, maka pada kolom agama di Kartu Keluarga haruslah

    dikosongkan juga kolom agamanya.

    Terkait prosedur pengosongan kolom agama pada E-KTP ini, Romo

    Yudho menjelaskan bahwa Perpindahan Agama dari Agama Mayoritas ke

    Penghayat Kepercayaan yang selanjutnya tidak mencantumkan Kolom

    Agama pada E-KTP, cukup dengan surat Pernyataan yang di tanda tangani

    Ketua Paguyuban Penghayat Kepercayaan tersebut lalu kemudian langsung

    di daftarkan ke Kecamatan setempat ataupun bisa Langsung ke Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.

    Maka dari itu, Pemerintah Kota Malang dan Instansi terkait yang

    bergerak di bidang pemerhati masyarakat Penganut Kepercayaan ini seperti

    halnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Malang harus

    memberi ruang untuk masyarakat penganut kepercayaan ini agar tidak

    mendapatkan Diskriminasi dari kelompok masyarakat penganut agama

    mayoritas. Dalam Pencatatan Sipil dan Administrasi Kependudukan, pihak

    Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil harus lebih gencar memberi

    pengetahuan secara langsung terhadap masyarakat Kota Malang terkait

    penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang

    Administrasi Kependudukan agar masyarakat mengetahui pentingnya kolom

    agama pada E-KTP bahkan agar masyarakat Penganut Kepercayaan ini tidak

    secara terpaksa mencantumkan Kolom Agama dengan memilih salah satu

  • 94

    agama yang diakui oleh Pemerintah, padahal masyarakat tersebut adalah

    penganut kepercayaan dan terhindar dari segala bentuk Diskriminasi.

    Disitulah dapat terpenuhi salah satu faktor Efektivitas Hukum dari

    penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang

    Administrasi Kependudukan. Apabila Pemerintah, khususnya Pemerintah

    Kota Malang secara sigap dan tanggap memberikan Pengetahuan dan

    menangani permasalahan Pencantuman Kolom Agama pada E-KTP, maka

    sudah jelas Faktor Masyarakat serta Faktor Sarana dan Prasarana dari

    Efektivitas Hukum Penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24

    Tahun2013 tentang Administrasi Kependudukan dapat dikatakan efektif dan

    dapat berjalan dengan baik.

    Dari banyak Nama Masyarakat Penganut Kepercayaan dalam tabel

    diatas, Penulis hanya mendapatkan sampel wawancara dari salah satu nama

    tersebut, yakni Bapak Wahyu Widayat, beliau sebagai ketua pemerhati dari

    Forum Komunikasi Budaya Nusantara yang menaungi forum masyarakat

    penganut kepercayan di wilayah Kota Malang. Tidak semua nama di tabel

    tersebut bersedia untuk di wawancara dengan alasan, karena Kepercayaan

    yang mereka anut adalah bentuk privasi dari masyarakat itu sendiri, dan

    adapula di karenakan komunikasi yang begitu sulit untuk melakukan

    wawancara dengan masyarakat Penganut Kepercayaan itu sendiri.

    Selanjutnya untuk urusan pencantuman agama pada E-KTP ini adalah

    sangat penting dikarenakan agama adalah fundamental yang paling dasar bagi

    setiap pribadi masyarakat di Indonesia. Dimana negara harus menyesuaikan

  • 95

    antara undang-undang dan praktek langsung di masyarakat. Jikapun

    pemerintah memberikan ruang bebas bagi masyarakat untuk menganut

    kepercayaan, maka pemerintah harus memfasilitasi dalam aspek apapun. Baik

    itu dalam hal pekerjaan, pendidikan, pernikahan, hingga dalam hal untuk

    menghindari diskriminasi terhadap masyarakat penganut kepercayaan itu

    sendiri.

    Jadi jika dikaitkan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2013 Tentang

    Administrasi Kependudukan dijelaskan dalam pasal 64 ayat (5) yang berbunyi

    “Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan

    ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayatkepercayaan

    tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”,

    memberikan kebebasan untuk tidak mencantumkan kolom agama atau

    memberi tanda (-) pada kolom agama bagi masyarakat penganut agama

    kepercayaan diluar dari ke-enam agama yang di resmikan saat ini oleh

    Pemerintah. Dalam praktek pencatatan kependudukan Pasal 64 ayat (5)

    undang-undang Administrasi Kependudukan tersebut dalam penerapannya

    terlaksana dengan baik.

    Kebebasan Beragama yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-

    undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi “Negara menjamin

    kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing

    dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” menjadi

    fundamental dasar hukum kebebasan beragama di Indonesia, dimana negara

  • 96

    memberikan kebebesan bagi masyarakat penganut kepercayaan untuk tidak

    mencantumkan nama agama/kepercayaannya pada E-KTP (sesuai dengan

    Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

    Kependudukan) jika agama/kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut

    diluar dari ke-enam agama yang di resmikan oleh pemerintah.

    Menurut Slamet Utomo58, Kepala Bidang Kependudukan Dinas

    Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang, Kedua Pasal itu yang

    menjadi acuan dalam penanganan Pencatatan Administrasi Kependudukan

    oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang, bahwasanya

    pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai instansi pelayanan

    publik dalam hal pencatatan kependudukan memberikan kebebasan bagi

    masyarakat Kota Malang itu sendiri dalam mencantumkan ataupun tidak

    mencantumkan kolom agama pada E-KTP-nya, apabila masyarakat tersebut

    penganut agama kepercayaan yang dimana agama/kepercayaan tersebut bukan

    agama resmi dari pemerintah.

    Tidak ada paksaan dalam pencantuman agama pada kolom agama,

    biasanya dalam pencatatan sipil dan pendaftaran kependudukan, masyarakat

    penganut agama kepercayaan mengisi pada kolom “Lain-lain” pada bagian

    agama. Pembuatan KTP untuk Masyarakat Miskin dan Terpencil, Bagi

    penduduk miskin, beberapa organisasi masyarakat, Komnas HAM dan

    Komnas Perempuan juga menggaris bawahi pentingnya memberikan perhatian

    pada kelompok masyarakat adat yang kerap jauh dari jangkauan pemerintah.

    58Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB

  • 97

    Dalam pembuatan KTP, perhatian khusus perlu diberikan pada kelompok

    penganut agama dan kepercayaan yang tidak disebut dan diakui oleh aturan

    hukum negara. Penganut kepercayaan akan menjadi kelompok rentan

    diskriminasi mengingat aturan hukum terkait KTP tidak mengijinkan mereka

    menuliskan aliran kepercayaan yang mereka anut di dalam KTP

    Selanjutnya Pencatatan perkawinan bagi penduduk yang beragama

    Islam dilakukan oleh Kantor Urusan Agama sesuai ketentuan peraturan yang

    berlaku, sedangkan untuk perkawinan bagi penduduk yang bukan beragama

    Islam dan Penganut Kepercayaan dilakukan oleh pemuka agama menurut

    agama dan kepercayaannya dan dicatat pada Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di tempat domisili penduduk..

    Dalam hal Pencatatan perceraian dan pendataan hasil pencatatan

    perceraian bagi penduduk yang perkawinannya berdasarkan agama Islam

    dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sedangkan bagi penduduk yang bukan beragama Islam dan Penganut

    Kepercayaan dilakukan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

    Kebijakan negara terhadap kelompok agama di Indonesia merupakan

    fenomena yang sangat unik. Ada banyak etnis, agama dan aliran kepercayaan

    di Indonesia. Para pemimpin bangsa menyepakati Pancasila, yang berarti lima

    dasar, serta UUD 1945 sebagai fundamen berbangsa dan bernegara. Prinsip

    pertama dalam Pancasila menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dasar

    itu dengan eksplisit menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki dasar moral

  • 98

    sebagai prinsip berbangsa (relijius), tetapi prinsip itu sama sekali tidak

    diderivasi dari salah satu keyakinan keagamaan (sekuler).

    Dalam perkembangannya, dasar negara yang bukan agama maupun

    sekuler itu menemui banyak hambatan. Salah satu penyebabnya ialah peran

    negara yang masuk dalam urusan-urusan keagamaan. Posisi ini rawan

    memunculkan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Salah satu

    pelanggaran yang muncul adalah terabaikannya hak-hak sipil dari penganut

    aliran kepercayaan. Alasan yang menjadi sebab dari hal tersebut adalah karena

    apa yang dimaksud agama tidak terumuskan dengan baik.

    Akibatnya, negara hanya memberikan jaminan dan bantuan kepada

    agama-agama tertentu. Secara formal, eksistensi aliran kepercayaan di

    Indonesia, diatur dalam beberapa regulasi, meliputi:

    1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa “Negara

    menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan

    beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.” Kata “kepercayaan”

    dalam pasal ini, diusulkan oleh Mr. Wongsonegoro dalam sidang BPUKPI

    agar merujuk pada Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

    2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menegaskan

    bahwa Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan merupakan

    agama.

    3. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijakan

    Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan. Dalam instruksi ini, Departemen

    Agama tidak lagi mengurusi masalah aliran kepercayaan karena merujuk

  • 99

    pada Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN yang

    menyebutkan bahwa Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan

    merupakan agama, sehingga pembinaannya dibawah naungan Departemen

    Kebudayaan dan Pariwisata.

    4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi dan

    Kependudukan memberi kebebasan untuk tidak mencantumkan agama

    pada kolom E-KTP untuk masyarakat penganut aliran kepercayaan dan

    agama yang tidak termasuk dalam ke-enam agama yang diresmikan oleh

    negara.

    Aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu

    lembaga peribadatan atau karya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam

    menghayati dan mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, demi

    kesempurnaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan lahir dan batin manusia di

    dunia dan akhirat. Proses kesatuan (penunggalan) ini dapat dilakukan menurut

    tingkat ilmu, akal dan imannya masing-masing, yaitu dengan suatu dimensi

    karya kebaktian menurut kesusilaan (kebatinan), budi luhur (kejiwaan), dan

    karya kebaktian yang bersifat kesemestaan (kerohanian atau kesukmaan).

    Di dalam perkembangannya, agama asli ini disebut sebagai aliran

    kepercayaan atau aliran kebatinan. Di Indonesia, kehadiran sebuah agama

    memang bisa dilacak ketika sebuah masyarakat eksis. Agama eksis bertepatan

    saat ada sebuah komunitas yang eksis pula. Masyarakat yang dikatakan primitif

    sekalipun, harus diakui bahwa mereka bukanlah kumpulan individu yang hidup

    tanpa sebuah kepercayaan. Pertanyaannya kemudian, kapankah muncul aliran

  • 100

    kepercayaan/kebatinan? Golongan kepercayaan ataupun kebatinan

    mengatakan bahwa kepercayaan/kebatinan sudah lahir sejak waktu yang lama,

    yakni mulai dari jaman nenek moyang berupa animisme/dinamisme, Hindu/

    Buddha, sampai dengan zaman Islam.

    Bahkan, penganut kepercayaan mengatakan bahwa pada dasarnya

    sejak peradaban kuno sebelum Hindu masuk ke bumi Republik Indonesia,

    bangsa Indonesia sudah menganut satu kepercayaan terhadap Tuhan Yang

    Maha Esa, yang berarti menganut paham monotheisme bukan polytheisme.

    Dalam wilayah Kota Malang jumlah masyarakat penganut

    kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP bisa

    dikatakan tidak banyak. Dari hasil Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut

    Agama Di Kota Malang yang di keluarkan oleh Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil hingga bulan Oktober lalu jumlah masyarakat penganut

    kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP-nya

    berjumlah 104 Orang yang terbagi dalam 5 Kecamatan.

    Sedangkan menurut data yang di terbitkan oleh Dinas Kebudayaan

    dan Pariwisata Pemerintah Kota Malang, untuk kepercayaan yang terdapat di

    Kota Malang berjumlah 21 kepercayaan. Meskipun dalam prakteknya dalam

    pencatatan kependudukan tetap diperbolehkan dan tetap dilayani oleh instansi

    terkait, namun dalam praktek keseharian dalam lingkungan masyarakat

    biasanya penganut kepercayaan yang di kosongkan kolom agama pada E-KTP-

    nya ini kerap mendapatkan kesulitan dalam berbagai urusan seperti halnya

  • 101

    dalam kepengurusan jenazah, pembagian harta waris, pernikahan, dan lain-

    lain.

    Seperti halnya pada masyarakat penganut kepercayaan yang

    dikosongkan kolom agama pada E-KTP-nya ketika meninggal dunia akan

    mendapatkan kesulitan dalam proses pengurusan jenazahnya. Masyarakat

    beragama mayoritas kerap mendapatkan kesulitan dalam kepengurusan

    jenazah penganut kepercayaan yang di kosongkan kolom agamanya pada E-

    KTP. Karena tidak ada penjelasan dalam ajaran kepercayaan terkait

    kepengurusan jenazah penganut kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom

    agama pada E-KTP maka masyarakat di sekitarnya harus mencari tau silsilah

    keluarga jenazah tersebut untuk mengetahui agama orang tuanya ataupun

    keluarganya yang lain.

    Analisa terkait Upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan

    Pencatatan Sipil Kota Malang, meskipun dalam Undang-undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Pasal 29 ayat (2) dan Undang-undang No 24 Tahun 2013

    pasal 64 tentang Administrasi Kependudukan secara gamblang memberikan

    kebebasan untuk memilih keyakinan dan memperbolehkan tidak

    mencantumkan agama pada E-KTP jika agama/kepercayaan yang dianut tidak

    termasuk dalam ke-6 agama resmi, adapun kendala yang bersifat pribadi dalam

    lingkungan masyarakat kerap kali harus di terima oleh penganut kepercayaan

    yang mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya sebagai konsekuensinya.

    Sesungguhnya negara telah memberikan pengakuan hukum khusus

    untuk penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai

  • 102

    piranti hukum. Diantaranya Undang-Undang No, 24 Tahun 2013 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

    Kependudukan, dan didukung peraturan bersama Menteri Kebudayaan dan

    Pariwisata dan Menteri Dalam Negeri No. 43 dan No. 41 Tahun 2009 Tentang

    Pedoman pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang

    Maha Esa. Persoalan-persoalan tersebut akan mengemuka di Sarasehan kali ini

    yang bertujuan untuk menyusun langkah-langkah kongkrit dalam upaya untuk

    meningkatkan peran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

    dalam kerangka nilai-nilai luhur, pembangunan karakter dan penguatan jati diri

    bangsa.