Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
70
BAB III
SETTING PENELITIAN
3.1 Desa Karanggandu
3.1.1 Sejarah Desa Karanggandu
Desa Karanggandu pada mulanya merupakan pedukuhan yang
terletak di lereng Gunung Kedaton. Pada saat itu Gunung Kedaton
merupakan tempat persembahan yang sangat angker dan ditakuti
masyarakat. Gunung Kedaton merupakan tempat yang terletak di daerah
paling utara Desa Karanggandu. Sekitar tahun 1900 Desa Karanggandu
sebagian besar masih berupa hutan yang sangat angker dan berbahaya.
Saat itu sistem pemerintahan desa masih sangat sederhana dan dipilih
berdasarkan kesepakatan warga. Pemerintahan desa dibawah kekuasaan
pemerintahan Belanda.
Gambar 3.1 Pintu Masuk Desa Karanggandu
Sumber : Dokumentasi peneliti
71
Perkembangan masyarakat desa Karanggandu cukup pesat
dengan mata pencaharian sebagai petani dan berkebun. Sebagian
masyarakat yang lain juga berprofesi sebagai nelayan. Karena dekat
dengan pantai dan juga dikelilingi dengan perbukitan, masyarakat
memanfaatkan kondisi lingkungan sebagai sumber penghidupan untuk
mereka.
Desa Karanggandu merupakan salah satu dari 12 desa yang
masuk dalam wilayah Kecamatan Watulimo. Desa ini merupakan desa
yang terletak paling selatan dari semua desa yang ada di Kecamatan
Watulimo. Sejak berdirinya sampai sekarang, Desa Karanggandu dibagi
menjadi 4 dusun, yaitu:
1. Dusun Tirto
2. Dusun Gading
3. Dusun Gandu
4. Dusun Karangsono
3.1.2 Visi dan Misi Desa Karanggandu
a. Visi Desa Karanggandu
Penyusunan visi desa dilakukan dengan memperhatikan kondisi
internal dan eksternal masyarakat desa karanggandu, seperti satuan kerja
wilayah pembangunan di kecamatan. Maka berdasarkan pertimbangan
diatas, visi desa karanggandu yaitu : “terwujudnya masyarakat desa
karanggandu yang adil makmur, sejahtera berbasis iman dan taqwa,
hutan lestari, ilmu pengetahuan dan teknologi.”
72
b. Misi Desa Karanggandu
Misi yang harus dilaksanakan oleh desa agar tercapainya visi desa
yaitu :
1. mengembangkan dan meningkatkan perekonomian masyarakat
2. meningkatkan kualitas pelayanan kebutuhan dasar masyarakat
3. meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana desa secara
adil dan merata
4. mengembangkan sektor pertanian, meningkatkan pengelolaan
hutan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
5. mewujudkan pemerintahan desa yang baik, jujur dan bersih
melalui pelaksanaan otonomi desa
6. menjaga meningkatkan iman dan taqwa
3.1.3 Kondisi Geografis Desa Karanggandu
Desa Karanggandu merupakan salah satu dari 152 desa yang ada
di wilayah Kabupaten Trenggalek. Desa Karanggandu memiliki kondisi
wilayah berupa pegununggan daerah dataran tinggi dataran rendah dan
pesisir pantai. Adapun Desa Karanggandu berada pada ketinggian 10
sampai dengan 300 M diatas permukaan air laut.
Desa Karanggandu merupakan dataran tinggi dan sering terjadi
bencana alam. Bencana yang paling sering dialami yaitu tanah longsor,
sehingga sangat perlu adanya kekompakan masyarakat di bidang
swadaya, gotong royong dalam menghadapi permasalahan yang terjadi
73
di Desa Karanggandu. Kondisi tropis sehingga sangat memungkinkan
untuk pengembangan di sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.
Berikut merupakan kondisi geografis Desa Karanggandu :
- Ketinggian : 200 mdpl
- Curah hujan : 2.600 / 4.500 mm / tahun
- Topografi : dataran rendah, dataran tinggi dan pesisir
- Suhu udara rata – rata : 20 derajat celcius – 45 derajat celcius
Desa Karanggandu memiliki batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Desa Margomulyo
- Sebelah Timur : Desa Prigi
- Sebelah Selatan : Samudera Hindia
- Sebelah Barat : Kecamatan Munjungan
Gambar 3.2 Suasana Desa Karanggandu dikelilingi Bukit
Sumber : Dokumentasi peneliti
74
Desa Karanggandu memiliki luas sekitar 5.855 Ha, yang terbagi
dalam berbagai fungsi yaitu tanah kering, tanah fasilitas umum dan
tanah hutan, lahan sawah, pekarangan/pemukiman dan lain-lain.
Ditinjau secara klimatologis, Desa Karanggandu merupakan daerah
dengan iklim tropis yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi.
Berdasarkan data statistik, luas wilayah yang ada di Desa Karanggandu
dimanfaatkan sebagai :
- Pertanian : 95 Ha
- Hutan Negara : 4.776,6 Ha
- Pekarangan / Permukiman : 196 Ha
- Lain – lain : 518 Ha
3.1.4 Kondisi Demografis Desa Karanggandu
Desa Karanggandu memiliki luas wilayah desa sekitar 259 Ha.
Penduduk Desa Karanggandu terdiri dari :
a. Jumlah Penduduk : 6.693 jiwa
- laki – laki : 3.328 jiwa
- perempuan : 3.365 jiwa
b. Jumlah kepala keluarga : 2.713 KK
c. Mutasi penduduk :
- lahir : 84 orang
- mati : 72 orang
- pindah : 47 orang
- datang : 32 orang
75
3.1.5 Kondisi Ekonomi Desa Karanggandu
Kondisi perekonomian Desa Karanggandu setiap tahunnya
mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan. Pemerintah
desa mengharapkan adanya perkembangan perekonomian pada
masyarakat dan dukungan dari Pemerintah Daerah Tingkat II, Daerah
Tingkat I dan Pusat yang terealisasi dengan berbagai bentuk bantuan
serta program.
Desa Karanggandu memiliki banyak potensi khususnya di bidang
pertanian dan perkebunan yang didukung dengan program dan bantuan
pemerintah. Hal tersebut menjadi potensi mata pencaharian masyarakat
untuk perbaikan taraf hidup. Adapaun Desa Karanggandu memiliki
potensi perkebunan sebegai berikut.
1. Padi : 608 ton/tahun
2. Cengkeh : 76 ton/tahun
3. Kelapa : 138 ton/tahun
4. Durian : 72 ton/tahun
5. Pisang : 211 ton/tahun
3.1.6 Lembaga Masyarakat di Desa Karanggandu
Masyarakat Desa Karanggandu merupakan masyarakat desa yang
sangat mendukung adanya kelompok-kelompok masyarakat atau
lembaga-lembaga kemasyarakatan (paguyuban) yang mampu
meningkatkan keguyubrukunan antar warga desa. Hal ini diperlihatkan
76
dari adanya beberapa kelompok masyarakat yang sangat aktif dalam
kegiatannya.
Tabel 3.1 Daftar Lembaga Masyarakat di Desa Karanggandu
No Nama Kelompok Nama Ketua Alamat
Kantor/Rumah
Status
1. Karang Taruna
Karanggandu
Sugeng
Santoso
Rt. 23 Rw.08 Aktif
2. Lembaga
Masyarakat Desa
Hutan (LMDH)
Agro Lestari
H. Lamidi Rt. 16 Rw. 04 Aktif
3. Lembaga
Pemberdayaan
Masyarakat
Sudarno, S.Pd Rt. 13 Rw.04 Aktif
4. LINMAS
(Perlindungan
Masyarakat)
Suraji Rt. 27 Rw. 08 Aktif
5. PKK (Pembinaan
Kesejahteraan
Keluarga)
Maikem S.Pd Rt. 22 Rw. 08 Aktif
6. Karang Werdha Siti Fatimah Rt. 16 Rw. 05 Aktif
7. Kelompok
Masyarakat
Imam Saifudin Rt. 01 Rw.01 Aktif
77
Pengawas
(Pokmaswas)
Kejung Samudra
Sumber : Dokumen Desa
3.2 Hutan Mangrove Pantai Cengkrong
3.2.1 Lokasi Hutan Mangrove Pantai Cengkrong
Hutan mangrove Pantai Cengkrong merupakan salah satu hutan
mangrove yang ada di Kabupaten Trenggalek. Hutan mangrove ini
terletak di Desa Karanggandu Kecamatan Watulimo. Lebih tepatnya,
lokasi masuk hutan mangrove pantai cengkrong berada di Rt 01 Rw 01.
Hutan mangrove ini bersebelahan dengan jembatan jalur lintas selatan
(JLS) yang baru selesai dibangun pada tahun 2012. Hal tersebut membuat
daerah Pantai Cengkrong, khususnya hutan mangrove ramai dikunjungi
wisatawan, baik wisatawan lokal dari daerah Trenggalek, maupun dari
dari luar Trenggalek.
Gambar 3.3 Hutan Mangrove yang Berbatasan dengan Jalur
Lintas Selatan (JLS)
Sumber : Dokumentasi peneliti
78
Kawasan hutan mangrove Pantai Cengkrong Desa Karanggandu
Kecamatan Watulimo memilki luas sebesar 42, 557 Ha, dengan kondisi
baik sebesar 32,5 Ha dan dalam kondisi rusak sebesar 10,057 Ha (Data
Dinas Perikanan Kab. Trenggalek, 2016). Data tersebut dari tahun ke
tahun mengalami perubahan. Sejak ditebang secara besar-besaran dan
pada tahun 2010 muncul masyarakat yang peduli untuk melakukan
konservasi tanaman mangrove, akhirnya hutan mangrove mulai tumbuh
kembali dan mengalami peningkatan luas mangrove dengan kondisi baik.
Gambar 3.4 Pintu Masuk Ekowisata Hutan Mangrove Pantai
Cengkrong
Sumber : Dokumentasi peneliti
Adapun lokasi kawasan hutan mangrove terbagi atas 3 lokasi,
yaitu mangrove perbukitan, mangrove pantai dan mangrove sungai. Tiga
macam lokasi tersebut dibagi berdasarkan lokasi keberadaan mangrove
dengan area sungai, bukit dan pantai.
79
Gambar 3.5 Mangrove Perbukitan
Sumber : Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra
Gambar 3.6 Mangrove Sungai
Sumber : Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra
Gambar 3.7 Mangrove Pantai
Sumber : Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra
80
3.2.2 Sejarah Hutan Mangrove
Hutan mangrove pada awalnya merupakan hutan yang dipenuhi
oleh beberapa jenis tanaman mangrove. Hutan mangrove tumbuh sangat
lebat memenuhi area lahan pesisir pantai aliran sungai. Tanaman
mangrove tumbuh tinggi dan juga besar. Masyarakat sekitar mempercaya
mitos bahwasannya hutan mangrove telah dikeramatkan dan bagi sapa
saja yang berani merusak biota dalam hutan mangrove akan
mendapatkan bala atau musibah. Dengan adanya mitos yang menyebar
dan dipercaya oleh banyak masyarakat, sehingga tanaman mangrove dan
biota-biota di dalamnya tumbuh subur dan lestari.
Pada tahun 1999 an masyarakat daerah kawasan Prigi mulai risau
dikarenakan mulai jarang ada ikan yang bisa ditangkap oleh nelayan.
Pada waktu itu merupakan musim paceklik ikan bagi masyarakat
nelayan. Musim paceklik bisa disebabkan karena beberapa faktor
(perubahan suhu, kondisi menurunnya ekosistem laut, perubahan tempat
bertelur ikan, dll). Musim paceklik ikan, pada waktu itu bersamaan
dengan adanya krisis moneter. Masyarakat kawasan Prigi yang
berprofesi sebagai nelayan tradisional semakin terhimpit perekonomian
keluarganya. Masyarakat nelayan yang sudah tidak bisa mengandalkan
tangkapan ikan, mulai beralih menebang kayu mangrove. Pada awalnya
hanya satu, dua orang yang menebang hutan mangrove untuk dijual.
Namun lama kelamaan masyarakat setempat juga ikut melakukan
penebangan. Mereka mulai memasuki kawasan hutan mangrove dan
mengambil sedikit demi sedikit kayu-kayu mangrove untuk dijadikan
81
kayu bakar dan bahan untuk membuat pagar rumah. Ada juga yang
menjualnya dan dihargai sekitar Rp 100 per batang. Menurut Imam
Syaifuddin selaku warga asli Desa Karanggandu menyatakan,
Berdasarakan pernyataan tersebut, masyarakat setempat
melakukan pencurian kayu mangrove dikarenakan krisis ekonomi.
Masyarakat melakukan penebangan secara bersama-sama. Sebagian
besar masyarakat yang melakukan penebangan merupakan masyarakat
yang awalnya berprofesi sebagai nelayan. Imam saepudin menyatakan,
“Awalnya hutan mangrove itu sudah bagus, asri. Terus
kemudian mulai tahun 99 an, daerah prigi ndak muncul
ikan, sehingga ada krisis moneter. Sehingga karena
kebutuhan keluarga mepet, dan tuntutan keluarga,
masyarakat menebang hutan secara rame rame, bareng
bareng dulunya itu. Kayunya kemudian dijual, kayu yang
kecil kecil itu, yang segini-gini, dulu setiap batang kayu
dihargai 100 rupiah. Jadi waktu itu masyarakat beramai
ramai menebang pohong mangrove itu kemudian dijual
untuk menyambung hidup.” (wawancara pada tanggal
Rabu, 22 Juni 2017).
“Mulai menebang itu sekitar 2001, 2002, jadi 2003 2004
itu sudah gundul. Jadi sebenernya kan, penebangan
awalnya itu dilakukan sedikit demi sedikit mulai tahun 99
nan, tapi yang paling paling parah itu di tahun 2002, 2003
karena dilakukan secara ramai ramai. Ya sebelumnya tetep
ada yang namanya penjarahan, tapi tidak semarak yang
tahun 2002. Dulunya itu cuma sedikit, jadi masih bagus,
tidak begitu kelihatan. Dan tahun 2003, 2004 itu yang
paling habis, dibantai habi.” (wawancara pada tanggal
Rabu, 22 Juni 2017).
82
3.2.3 Kondisi Hutan Mangrove Saat Ini
Hutan mangrove Pantai Cengkrong dari tahun ke tahun baik dari
segi kuantitas maupun kualitas, mengalami peningkatan. Hal tersebut
bisa dilihat kasat mata dari yang awal mulanya setelah terjadi penjarahan
liar dan secara besar-besaran, hutan mangrove menjadi gundul, hanya
sedikit yang tersisa, saat ini sudah terbilang sukses untuk mengembalikan
citra mangrove yang dulu gundul.
Gambar 3.8 Kondisi Hutan Mangrove Saat Ini
Sumber : Dokumentasi peneliti
Hutan mangrove saat ini mencapai luas 32,5 Ha dalam kondisi
baik. Hutan mangrove Pantai Cengkrong juga merupakan hutan
mangrove yang memiliki jenis mangrove terbanyak di Jawa Timur. Ada
sekitar 20 jenis mangrove yang bisa ditemukan di hutan mangrove Pantai
83
Cengkrong. Hutan mangrove pantai cengkrong memiliki banyak
kelebihan kelebihan didalamnya. Seperti pernyataan Imam Syaifuddin,
Biota biota yang terdapat di hutan mangrove pantai cengkrong
merupakan biota yang alami, seperti kerang bakau, kepiting bakau, ikan,
dan biota biota lain yang antik dan jarang ditemukan di luar kawasan
hutan bakau. Hutan mangrove Pantai Cengkrong termasuk hutan alami
yang belum terkena limbah industri sehingga biota-biota yang dapat
dikonsumsi di dalamnya memiliki rasa yang khas dan lebih nikmat dari
biota hutan mangrove lainnya yang tercemar oleh limbah industri.
Adapun menurut DKP Kabupaten Trenggalek jenis-jenis
mangrove yang ada di Hutan Mangrove Pantai Cengkrong meliputi :
1. Sonneratia alba
2. Rhizophora apiculata
3. Ceriops tagal
4. Avicennia alba
5. Excoecaria agallocha
6. Aegiceras corniculatum
7. Bruguiera gymnorrhiza
“Spesiesnya paling banyak se jawa timur, selain itu di
hutan mangrove sini itu kan masih alami, dalam artian kan
disini belum kena limbah kayak di surabaya, bondowoso,
disana kan banyak limbah pabriknya. Semakin alami hutan
mangrove kan, semakin banyak biota laut yang ada di
dalamnya. Kepitingnya aja sudah beda. Jadi disini itu rasa
kepitingnya lebih enak dari tempat lain.” (wawancara pada
tanggal Rabu, 22 Juni 2017)
84
8. Bruguiera cylindrica
9. Bruguiera sexangula
10. Xylocarpus moluccensis
11. Dll.
Selain jenis tanaman mangrove yang beraneka ragam, juga
terdapat biota-biota lain didalamnya. Adapun biota-biota di Hutan
Mangrove pantai cengkrong yaitu :
1. Kepiting Bakau
2. Kerang Bakau
3. Ikan
4. Udang Bakau
5. Cacing
6. Burung
7. Biawak
8. Dll.
Semakin banyak biota yang dapat ditemukan di hutan mangrove,
berarti semakin sumbur dan berkembang tanaman mangrove tersebut.
3.3 Kelompok Masyarakat Pengawas “Kejung Samodra” Desa Karanggandu
3.3.1 Profil Pokmaswas Kejung Samudra
Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kejung
Samudra, merupakan kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang
memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan hutan mangrove.
85
Kelompok tersebut mempunyai usaha untuk melestarikan hutan
mangrove yang krisis dengan upaya konservasi dan rehabilitasi
mangrove. Selain itu, pokmaswas juga turut melestarikan dan menjaga
lingkungan pesisir di daerah mereka.
Gambar 3.9 Papan Lembaga (Pokmaswas Kejung Samudra)
Sumber : Dokumentasi peneliti
Pembentukan Pokmaswas disertai pula dengan melaksanakan
berbagai bentuk kerjasama dengan beberapa instansi. Keberhasilan usaha
pelestarian ekosistem mangrove melalui Pokmaswas Kejung Samudra
ini, berawal dari perhatian besar dari masyarakatnya sendiri akan fungsi
dan manfaat hutan mangrove bagi pesisir Trenggalek. Mereka meyakini
sepenuhnya bahwa hutan mangrove adalah pendukung utama bagi
keberadaan ikan di pesisir mereka.
Selama ini, di dalam pengelolaannya, Pokmaswas Kejung
Samodra memiliki tujuan untuk perluasan ekosistem hutan mangrove
melalui pembibitan, penanaman, perawatan dan pengolahan hasil
86
mangrove. Yang sebelumnya luas kawasan mangrove hanya sekitar 85
Ha menjadi lebih luas lagi. Program pelestarian hutan mangrove yang
dijalankan oleh pokmaswas kejung samudra ini juga memiliki tujuan
untuk mengenalkan spesies pohon mangrove kepada masyarakat umum
sehingga akan muncul kecintaan untuk melestarikan dan ikut
berpartisipasi dalam melakukan konservasi.
3.3.2 Tugas dan Kegiatan Pokmaswas Kejung Samudra
Beberapa tugas yang diemban oleh Pokmaswas Kejung Samudra
yaitu (Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra) :
a. Membuat rencana kerja kegiatan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat pantai
b. Membuat rencana untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya
perikanan pantai secara lestari
c. Meningkatkan kemampuan dan keikutsertaan masyarakat pantai
dalam pembangunan khususnya pembangunan masyarakat pantai
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pokmaswas
Kejung Samudra meliputi (Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra) :
a. Mengadakan rembug/diskusi hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan sumberdaya perikanan pantai
b. Menghimpun dan mengkoordinir masukan dari kalangan
masyarakat pantai yang berhubungan dengan rencana dan
pelaksanaan serta perubahan-perubahan terhadap rencana
87
pembangunan perikanan baik yang menyangkut hukum atau
peraturan yang berkaitan dengan alat tangkap, terumbu karang,
hutan bakau dan lain sebagainya
c. Menghimpun dan mengkoordinir masukan dari masyarakat pantai
tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesepakatan aturan
setempat/adat/desa pengawasan dan penegakan hukum serta
penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pantai.
d. Membantu pelaksanaan rencana pembangunan perikanan pantai,
pencatatan data dasar sumberdaya perikanan serta kegiatan-kegiatan
yang terkait dengan informasi, pendidikan dan pelatihan perikanan
pantai
e. Mewakili nelayan dalam lembaga kenelayanan yaitu kelompok
PSBK, Prigi Lestari, maupun KP3K Trenggalek
3.3.3 Susunan Pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas
Pokmaswas merupakan kelompok yang bersifat sukarela, tidak
digaji dan juga biaya yang dikeluarkan merupakan biaya yang diperoleh
dari swadaya masyarakat. Adapun susunan pengurus Pokmaswas itu
sendiri juga bukan dari paksaan, malainkan dari kesadaran pribadi
masing – masing anggota Pokmaswas.
88
Gambar 3.10 Struktur Pengurus Pokmaswas Kejung Samudra
Sumber : Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra
Tabel 3.2 Daftar Tabel Struktur Kepengurusan Pokmaswas
Kejung Samudra
Jabatan Nama
Ketua Imam Saifudin
Wakil Ketua Asrori
Sekertaris Sugit Hariyanto
Bendahara Imam Saepudin
Korlap Jarkasi
89
Humas Jasmanto
Penggerak Sarana Ekowisata 1. Mardian
2. Ivanainul Human
3. Suyanto
4. Slamet
Seksi Hukum Asmadi, S.H
Seksi Keamanan 1. Bejan
2. Damin
3. Nahrowi
4. Suradi
Seksi Media & Publikasi 1. Sugianto
2. Agus Salim
Seksi Penangkapan 1. Sukri
2. Tukiyat
Seksi Persemaian 1. Suharni
2. Suraji
Seksi Pengolahan 1. Sudarti
2. Sulasmi
Anggota 1. Sukemi
2. Agus M
3. Idip
4. Sugianto
Relawan 1. Somat Sunan Galau
2. Yasin
90
3. Andriyono
4. Afiastriyani
5. Ria Istrianti
6. Banun
Sumber : Dokumen Pokmaswas Kejung Samudra
3.4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek
3.4.1 Profil DKP Trenggalek
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek adalah
perangkat daerah sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang
kelautan dan perikanan, yang diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Trenggalek Nomor 22 Tahun 2011. Dengan adanya perubahan
kelembagaan daerah yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2007 menyebabkan perubahan tugas dan fungsi organisasi
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek dan sesuai Daerah
Nomor 22 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Trenggalek dan Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 124
Tahun 2011 Tanggal 27 Desember 2011 tentang Penjabaran Tugas dan
Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek serta
Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 93 Tahun 2012 Tanggal 5
November 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja TPI sebagai Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 17
tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah serta
91
Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 35 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Daerah
maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek berubah
menjadi Dinas Perikanan Kabupaten Trenggalek.
Gambar 3.11 Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP),
sekarang Dinas Perikanan
Sumber : Dokumentasi peneliti
Lokasi Dinas Perikanan Kabupaten Trenggalek berada di Jalan R
Ng Ronggowarsito Nomor 14 Kabupaten Trenggalek. Bangunan Kantor
Dinas Perikanan terdiri dua tingkat dengan luas total sekitar 344 m2.
Kantor Dinas Perikanan Kabupaten Trenggalek berhadapan dengan balai
perikanan sehingga memudahkan akses mengenai informasi perikanan di
daerah Trenggalek.
3.4.2 Tugas dan Fungsi DKP Trenggalek
Dinas Perikanan Kabupaten Trenggalek sebagaimana dijabarkan
dalam Peraturan Bupati Trenggalek melaksanakan fungsi:
92
a. Penyusunan kebijakan teknis Urusan Pemerintahan bidang
perikanan.
b. Penyusunan perencanaan program dan anggaran Urusan
Pemerintahan bidang perikanan.
c. Pelaksanaan kegiatan Urusan Pemerintahan bidang perikanan.
d. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas pelaksanaan kegiatan
Urusan Pemerintahan bidang perikanan.
e. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan Urusan
Pemerintahan bidang perikanan.
f. Pembinaan penyelenggaraan kegiatan Urusan Pemerintahan bidang
perikanan.
g. Pembinaan UPTD.
h. Pelaksanaan administrasi Urusan Pemerintahan bidang perikanan.
i. Penyusunan perjanjian kinerja.
j. Penetapan dan pelaksanaan standar pelayanan dan standar
operasional prosedur.
k. Pelaksanaan survei kepuasaan masyarakat secara periodik.
l. Pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah
tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan.
m. Pemberdayaan dan pembinaan jabatan fungsional.
n. Pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas dan fungsi.
93
3.4.3 Bidang DKP Trenggalek
DKP Trenggalek dalam menjalankan tugas nya memiliki
beberapa bidang untuk memudahkan pembagian kerja. Adapun beberapa
bidang yang dimilki meliputi :
a. Sekertariat
- Sub Bagian Keuangan, Perencanaan dan Pelaporan
- Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Bidang Perikanan Tangkap
- Seksi Eksploitasi dan Teknologi Penangkapan Ikan
- Seksi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
c. Bidang Pengelolaan Hasil Perikanan
- Seksi Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan dan Pemasaran
- Seksi Bina Mutu dan Diversifikasi Produk
d. Bidang Perikanan Budidaya
- Seksi Produksi Perikanan Budidaya
- Seksi Perbenihan, Kesehatan Ikan dan Lingkungan
3.5 Perum Perhutani (KPH Kediri - RPH Karanggandu)
3.5.1 Profil Perhutani
Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara pengelola
hutan di pulau Jawa dan Madura yang memiliki peran strategis
mendukung sistem kelestarian lingkungan, sosial budaya dan
94
perekonomian masyarakat perhutanan nasional. Perhutani berdasarkan
instruksi pemerintah melakukan penyelenggaraan kegiatan pengelolaan
sumberdaya hutan yang dapat bersaing ditingkat internasional pada masa
mendatang. Melalui transformasi perusahaan, manajemen Perhutani
melakukan upaya perbaikan dan pengembangan bisnis secara terus
menerus guna pelayanan bagi kemanfaatan umum sekaligus memupuk
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Gambar 3.12 Peta Lokasi Wilayah Kerja Perum Perhutani Jawa
Timur
Sumber : perhutani.co.id
Devisi regional Jawa Timur memiliki luas wilayah pemangkuan
hutan sebesar 1.134.052,0 Ha. Divisi ini memiliki 23 Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Forest Management Unit (FMU) sebanyak
95
23 lokasi, dan 5 Seksi Perencanaan Hutan (SPH), Forestry Planning
Section (FPS).
Dalam kaitannya dengan hutan mangrove Pantai Cengkrong,
Perum Perhutani yang membawahi tanah tersebut adalah Perum
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH Kediri), Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) Bandung dan Resirt Pemangkuan Hutan
(RPH) Prigi. Adapun lokasi KPH Kediri yaitu di Jl. Hasanudin No.10,
Dandangan, Kecamatan Kota Kediri, Kota Kediri, Jawa Timur. Kantor
Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bandung berlokasi di Jl.
Raya Bandung-Prigi Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung.
Sedangkan RPH Prigi berlokasi di Desa Karanggandu Kecamatan
Watulimo Kabupaten Trenggalek.
Gambar 3.13 Kantor Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan
Hutan Kediri
Sumber : asetperhutani.com
96
Gambar 3.14 Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH) Bandung
Sumber : Dokumentasi peneliti
Gambar 3.15 Perum Perhutani Resirt Pemangkuan Hutan
(RPH) Prigi
Sumber : Dokumentasi peneliti
3.5.2 Landasan Hukum Perum Perhutani
Perhutani didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 15
Tahun 1972, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 2
Tahun 1978, Peraturan Pemerintah Nomor: 36 Tahun 1986, Peraturan
97
Pemerintah Nomor: 30 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor:
72 Tahun 2010. Sejak 2 Oktober 2014 Perhutani menjadi induk Holding
BUMN Kehutanan dengan bergabungnya 5 (lima) perusahaan kehutanan
yaitu PT Inhutani I, PT Inhutani II, PT Inhutani III, PT Inhutani IV dan
PT Inhutani V sebagai anak perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor: 73 Tahun 2014.
3.5.3 Visi, Misi dan Tata Nilai Perum Perhutani
a. Visi
Menjadi Perusahaan Unggul dalam Pengelola Hutan Lestari
b. Misi
- Mengelola Sumberdaya Hutan Secara Lestari (Planet)
- Meningkatkan Manfaat Pengelolaan Sumberdaya Hutan bagi
Seluruh Pemangku Kepentingan (People)
- Menyelenggarakan Bisnis Kehutanan dengan Prinsip Good
Corporate Governance (Profit)
c. Tata Nilai
- Berkelanjutan
- Ekselen
- Responsibilitas
- Matang
- Akuntabilitas
- Kerja sama tim
- Nilai Tambah
98
- Agilitas
3.5.4 Perum Perhutani Prigi Sebagai Pengawas Hutan Mangrove
Hutan mangrove Pantai Cengkrong termasuk di bawah pengawasan
Perum Perhutani Resirt Pemangkuan Hutan (RPH) Prigi. RPH Prigi
merupakan RPH yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan
pengelolaan hutan di wilayah Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten
Trenggalek termasuk hutan mangrove yang ada di Pantai Cengkrong
Desa Karanggandu.
Tabel 3.3 Luas Kawasan Hutan RPH Prigi
No. Jumlah Anak
Petak
Klas Hutan Luas
Hutan
Keterangan
1 3 HL 4.317,8 HL : 4.317,8 Ha
2 3 Kpkh 0,3 HP : 1.202,2 Ha
3 9 KPS 61,0
4 4 KTn 4,4
5 12 Ldti 87,7
6 2 Tjkl 50,2
7 45 TKL 998,7
78 5.520,1
Sumber : Dokumen Perhutani RPH Prigi
Berdasarkan data di atas, jumlah keseluruhan hutan yang diawasi
dan dikelola oleh perhutani di kawasan Prigi sejumlah 5.520,1 Ha. Dari
jumlah tersebut, bagian hutan lindung (HL) seluas 4.317,8 Ha dan hutan
99
produksi seluas 1.202,2 Ha. Adapun petak yang digunakan untuk
pengelolaan hutan yaitu terbagi sejumlah 78 petak.
Dalam melaksanakan tugasnya, perhutani RPH Prigi terbagi atas 8
anggota yang memiliki tugas berbeda. Namun secara keseluruhan, perhutani
RPH Prigi saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Tabel 3.4 Anggota dan Jabatan Perum Perhutani RPH Prigi
No. Nama Jenis Kelamin Jabatan
1 Suprianto Laki-laki Kepala RPH Prigi
2 Sudaryanto Laki-laki Polisi Hutan
3 Suhanto Laki-laki Polisi Hutan
4 Supriyo Laki-laki Mandor Non Kayu Lain
5 Sujanto Laki-laki Mandor Non Kayu Lain
6 Rijo Laki-laki Mandor Non Kayu Lain
7 Aji Saroso Laki-laki Mandor Non Kayu Lain
8 Gunawan Laki-laki Mandor Persemaian
Sumber : Dokumen Perhutani RPH Prigi
Perhutani RPH Prigi merupakan perhutani yang juga bertugas
melakukan pengawasan dan juga pengelolaan atas hutan mangrove Pantai
Cengkrong. Dalam tugasnya tersebut, perhutani melakukan kerjasama
dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Agro Lestari. LMDH
tersebut merupakan lembaga yang beranggotakan dari masyarakat setempat
(desa Karanggandu). LMDH Agro Lestari merupakan anak binaan perum
100
perhutani KPH Kediri yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan juga
pengelolaan di hutan Prigi termasuk hutan mangrove Pantai Cengkrong.
Perhutani RPH Prigi bersama dengan LMDH Agro Lestari bersama-
sama melakukan kewajiban sebagai
3.6 Sejarah Pengelolaan Hutan Mangrove Pantai Cengkrong
Hutan mangrove merupakan hutan yang memiliki beragam manfaat dan
fungsi bagi kehidupan. Namun, sebagian besar masyarakat tidak mengetahui
akan pentingnya hutan mangrove. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan
mangrove secara kasarnya, seperti untuk kayu bakar dan dijual. Seperti halnya
dengan masyarakat Desa Karanggandu yang berdekatan dengan kawasan hutan
mangrove. Karena alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang
pada waktu itu terjadi krisis moneter, masyarakat yang perekonomiannya
rendah, banyak yang menebang pohon mangrove. Pada tahun 1999 an, kayu
mangrove di Desa Karanggandu dihargai Rp 100 per batangnya.
Sesuai dengan pernyataan Imam Saepudin selaku masyarakat asli Desa
Karanggandu,
“Awalnya hutan mangrove itu sudah bagus, asri. Terus kemudian
mulai tahun 99 an, daerah prigi ndak muncul ikan, sehingga ada
krisis moneter. Sehingga karena kebutuhan keluarga mepet, dan
tuntutan keluarga, masyarakat menebang hutan secara rame rame,
bareng bareng dulunya itu. Kayunya kemudian dijual, kayu yang
kecil kecil itu, yang segini-gini. dulu setiap batang kayu dihargai
100 rupiah. Jadi waktu itu masyarakat beramai ramai menebang
pohong mangrove itu kemudian dijual untuk menyambung hidup.”
(Hasil Wawancara pada tanggal Rabu, 22 Juli 2017).
101
Akibat kurangnya pendidikan dan rendahnya perekonomian,
masyarakat desa setempat akhirnya menjadikan hutan mangrove yang tidak
diketahui siapa pemiliknya sebagai tempat untuk menambah penghasilan baru.
Masyarakat menebang pohon secara bersama – sama. Dan hal tersebut seperti
menjadi hal yang wajar bagi masyarakat desa setempat. Karena penebangan
masal yang dilakukan oleh masyarakat, menjadikan hutan mangrove yang
awalnya asri dan lebat, menjadi gundul. Hanya batang batang kayu kecil yang
tersisa.
Penebangan hutan mangrove tersebut sangat dirasakan dampaknya bagi
kalangan nelayan. Beberapa masyarakat Desa Karanggandu acuh dengan
keadaaan hutan mangrove. Mereka tidak terlalu merasakan dampak dari
perubahan kuantitas hutan mangrove. Namun beberapa orang khususnya
nelayan kepiting merasakan dampak dari penebangan hutan mangrove tersebut.
Ada kesadaran dalam diri bahwa dampak yang dirasakan, disebabkan oleh ulah
dan perbuatan masyarakat setempat yang menebang pohon dan tidak
memikirkan efek yang akan terjadi kedepannya.
Salah satu dari nelayan yang memiliki kesadaran akan pentingnya hutan
mangrove adalah Imam Syaifuddin. Imam Syaifuddin merupakan masyarakat
asli Desa Karanggandu yang berprofesi sebagai nelayan. Dari kesadaran tinggi
yang dimiliki oleh Imam Syaifuddin inilah akhirnya munculah inisiatif untuk
membentuk kelompok yang berisi oleh orang orang yang peduli akan hutan
mangrove. Imam Syaifuddin yang mempelopori terbentuknya kelompok
tersebut, diapresiasi oleh beberapa teman dari berbagai macam profesi.
102
Kelompok peduli mangrove tersebut akhirnya bisa berjalan pada tahun 2010
dengan anggota 25 orang.Imam Saepudin mengatakan:
Kesadaran masyarakat lokal sangat diperlukan demi kepentingan
bersama baik dalam segi lingkungan, politik maupun sosial budaya.
Terbentuknya kesadaran dan inisiatif masyarakat lokal harus dimunculkan dari
dalam diri masyarakat untuk peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Seperti halnya Pak Imam Syaifuddin, apabila tidak ada kesadaran dan inisiatif
untuk peduli dan membentuk kelompok peduli mangrove, dampak negatif
yang lebih besar akan sangat dimungkinkan terjadi.
Kesadaran individu dan inisiatif lokal dari beberapa orang yang
terbentuk dalam kelompok peduli mangrove dibarengi dengan penuh aksi.
Mereka melakukan upaya perawatan kembali pohon-pohon mangrove yang
rusak. Mereka juga melakukan pembibitan supaya ada penambahan jumlah
mangrove. Mereka berupaya supaya bisa mengembalikan hutan mangrove
seperti dulu. Berbagai macam kendala yang dihadapi, mulai dari masalah biaya
dan keluarnya anggota karena tuntutan perekonomian keluarga mereka lalui.
Ada anggota kelompok yang bertahan dan ada juga yang tidak. Kelompok
peduli mangrove berupaya untuk melakukan konservasi mangrove selama
“Mulai tahun 2009 ada muncul inisiatif, kemudian tahun 2010
itu kami mulai membentuk. Dalam arti sadar, berawal dari pak
imam syaifudin yang ketua saya itu, kan awalnya adalah
seorang nelayan kepiting. Dengan berjalannya waktu, pada
waktu itu, biota mangrove, dan yang utama kayak kepiting,
dan juga kerang bakau pun juga berkurang, dan yang namanya
pak imam syaifudin itu terus berfikir dan punya gagasan oh
mungkin karena karena pohon mangrove nya ditebang
masyarakat, jadi biota biota mangrove nya juga ikut
berkurang.” (Wawancara pada tanggal Rabu, 22 Juni 2017)
103
kurang lebih sekitar satu tahun secara sukarela dan tanpa gaji. Mereka bersama
– sama melakukan upaya konservasi mangrove secara sadar dan ikhlas. Hingga
akhirnya kerja keras kelompok peduli mangrove dilirik oleh Dinas Perikanan
dan Kelautan Trenggalek. Imam syaifuddin menyatakan:
Dinas yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan terhadap
daerah pesisir laut termasuk di dalamnya hutan mangrove melihat usaha yang
dilakukan oleh kelompok peduli mangrove tersebut sebagai sebuah potensi
yang bisa diberdayakan. Akhirnya melalui surat keputusan presiden, nama
kelompok peduli mangrove berganti menjadi Kelompok Masyarakat Pengawas
(Pokmaswas) Kejung Samudra dengan nomor register
2.5.15.406.256.01.0104.0804. Karena Pokmaswas merupakan anak binaan
DKP, oleh sebab itu DKP Trenggalek aktif melakukan pembinaan kepada
Pokmaswas Kejung Samudra setelah terlegalisasinya Pokmaswas.
DKP aktif melakukan sosialisasi tentang bagaimana perawatan
mangrove yang baik dan benar, sosialisasi tentang pentingnya hutan mangrove,
manfaat dan pemanfaatan hutan mangrove yang sesuai dan bagaimana
pengelolaan hutan mangrove. DKP juga aktif dalam mengajak Pokmaswas
Kejung Samudra untuk melakukan study banding dengan beberapa hutan
mangrove di Pulau Jawa. Serta melakukan silaturahim dengan Menteri
Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti.
“Kurang lebih setahun jarak kita kerja dengan datangnya DKP,
jadi kita kerja dulu. Jadi kita langsung terbentuk pokmaswas itu
enggak, jadi kita bener bener dari dalam diri punya keinginan
untuk merawat mangrove, dan kita bisa membuktikan ini lho
hasilnya.”(wawancara pada tanggal 22 Juni 2017)
104
Setelah melihat kerja Pokmaswas yang sungguh sungguh dalam
melestarikan hutan mangrove, pada tahun 2011 DKP Trenggalek memberikan
fasilitas jembatan kayu sepanjang kurang lebih 400 meter dan lebar kurang
lebih 1,5 meter terbuat dari kayu balau. Di pinggiran jembatan tersebut
terdapat gasebo sebanyak 5 buah setiap ujung jembatan yang bertujuan untuk
memudahkan kegiatan rehabilitasi dan akses monitoring. Pihak DKP telah
melakukan perizinan ke Pemerintah Daerah untuk melakukan pembangunan
jembatan. Dan pada tahun 2014 pembengunan tersebut selesai dilaksanakan.
3.7 Hukum dan Kerjasama Pengelolaan Hutan Mangrove
3.7.1 Latar Belakang Kerjasama Pengelolaan Hutan Mangrove
Sesuai amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil,
Pemerintah Kabupaten Trenggalek bermaksud untuk melaksanakan
Pemantauan Kawasan Konservasi Mangrove di Pantai Cengkrong Desa
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.
Hal yang melatarbelakangi konservasi Hutan Mangrove
berdasarkan Rencana Kerjasama Konservasi Hutan Mangrove oleh DKP
bersama dengan Perum Perhutani KPH Kediri yaitu :
a. Menjalankan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil, Pemerintah Kabupaten Trenggalek
105
b. Keberadaan Hutan Mangrove yang berada di Pantai Cengkrong
merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di
wilayah pesisir dan kelautan.
c. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai penyedia nutrient
bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground)
berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin topan
dan sunami, penyerap limbah, pencegah interupsi air laut.
d. Hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi
sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan
ikan.
3.7.2 Dasar Hukum Kerjasama Pengelolaan Hutan Mangrove
Adapun dasar hukum yang melatarbelakangi kerjasama pengelolaan
Hutan Mangrove berdasarkan Rencana Kerjasama Konservasi Hutan
Mangrove oleh DKP bersama dengan Perum Perhutani KPH Kediri yaitu
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2004.
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
106
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pegawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan
Umum Kehutanan Negara.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah.
11. Peraturan Meneteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
12. Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.6/VII-
PKH/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penggunaan Kawasan
Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
melalui mekanisme kerjasama dengan pengelola hutan.
107
3.7.3 Bentuk Kerjasama Pengelolaan Hutan
Adapun bentuk-bentuk kerjasama yang dijalin oleh DKP
Kabupaten Trenggalek dengan Perum Perhutani KPH Kediri berdasarkan
Rencana Kerjasama Konservasi Hutan Mangrove yaitu :
1. Pelaksanaan Kerjasama tersebut dalam rangka pengelolaan
sumberdaya yang ada di wilayah pesisir di Pantai Cengkrong Desa
Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek.
2. Konservasi mangrove bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan
mangrove karena hutan mangrove merupakan mitigasi bencana alam
laut dan perubahan iklim laut di wilayah pesisir serta tempat
memijah bagi ikan dan tempat mengasuh anak-anak ikan.
3. Rencana Kerjasama Konservasi Hutan Mangrove beserta sarana dan
prasarananya untuk mendapatkan aspek legal pemanfaatan/
penggunaan kawasan hutan dengan tujuan untuk melindungi
ekosistem pesisir pantai dan laut sekitar wilayah Trenggalek serta
melindungi ekosistem pesisir pantai dan laut sekitar wilayah
Trenggalek serta melindungi biota laut yang hampir punah serta hal
tersebut sejalan dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan oleh
Perum Perhutani.
4. Pengembangan Konservasi Hutan Mangrove memberikan dampak
terbentuknya ekowisata wisata alam hutan mangrove serta
memberikan daya tarik bagi pengunjung dalam menikmati
keindahan Hutan Mangrove yang memeberikan kontribusi kepada
Perum Perhutani dan masyarakat sekitar kedepannya.
108
5. Dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan
konservasi hutan mangrove disamping bekerjasama dengan Perum
Perhutani KPH Kediri juga dengan memeberdayakan Kelompok
Masyarakat Pengawas yang merupakan kelompok yang difasilitasi
dan dibina oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Trenggalek yang dalam pelaksanaannya disinkronkan dengan
LMDH Agro Lestari Desa Karanggandu Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek.
3.7.4 Kawasan dan Kondisi Hutan Mangrove yang Diajukan Kerjasama
1. Letak Lokasi dan Luas Kawasan Hutan
Konservasi Hutan Mangrove berada pada Kawasan Hutan
Produksi petak113c Klas Hutan TKTBKP (Tanah Kosong Tak
Baik Untuk Kelas Perusahaan) seluas kurang lebih 32.26 Hektar
RPH Prigi BKPH Bandung KPH Kediri wilayah administrasi
pemerintahan Desa Karanggandu Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek.
2. Kondisi Fisik
a. Kondisi fisik lapangan terdapat tanaman Mangrove tahun
2002 sampai sekarang hasil kegiatan Rehabilitasi yang
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Trenggalek dengan Jenis Tanaman Mangrove sebanyak 4 jenis
yaitu Burguera, Gymnorrhiza, Rhizophora, Ceriops
Decandra, Xyro Carpus.Sp.
109
b. Kondisi tahun 2012, 2013 dan 2014 memfasislitasi program
pembangunan ekowisata mangrove berupa kegiatan
penanaman bibit mangrove dan pembangunan jembatan kayu.
c. Pada kawasan hutan yang dimohon telah dibangun sarana dan
prasarana berupa jembatan kayu sepanjang kurang lebih 400
meter dan lebar kurang lebih 1,5 meter terbuat dari Kayu Balau
dan terdapat Gasebo sebanyak 5 buah setiap ujung jembatan
yang bertujuan untuk memudahkan kegiatan rehabilitasi dan
akses monitoring oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Trenggalek.