Upload
indah-keyens
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ppt
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar
buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga
sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh.
Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya
perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang
dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu
panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
Didalam tubuh terdapat 2 (dua) system yang sangat berpenaruh terhadap
semua kelangsungan hidup manusia yaitu : Sistem saraf dan sistem endokrin (sistem
hormon). Dua system tersebut yaitu, Sistem saraf dan sistem endokrin saling
berkoordinasi dan berintegrasi dalam pengaturan semua fungsi – fungsi dalam tubuh,
sehingga semua fungsi dalam tubuh berjalanDengan baik.
Sistem endokrin bekerja dengan cara mengirimkan sinyal pada jaringan
targetnya dengan jalan memproduksi hormon yang kadarnya dapat bervariasi dalam
darah. Hormone tersebut mempengaruhi semua organ targetnya secara spesifik.
Sementara Sistem saraf bekerja menghantarkan pesan oleh neurotransmitter melalui
transmisi impuls listrik pada serabut serabut saraf berakhir pada sel efektor.
Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium.
Defisiensi hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik.
Cretinism, misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal
disertai dengan retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat
pada saat perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi
1
pada daerah goiter (gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium
menyebabkan hipotiroidisme sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar. Dari
penjelasan diatas kelompok tertarik membahas mengenai Hormon Tiroid dan Anti
Tiroid.
B. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian Hormon tiroid ?
2. Bagaimana Kimia dan sintesis ?
3. Apakah Biosintesis hormone tiroid ?
4. Tranfort hormone tiroid ?
5. Apakah Biotransformasi dan ekskresi ?
6. Bagaimana Faal hormone tiroid ?
7. Apa Hubungan iodium dengan hormone tiroid ?
8. Bagaimana Indikasi ?
9. Bagaimana Sediaan ?
10. Apakah pengertian Hormone anti tiroid ?
11. Bagaimana Mekanisme kerja ?
12. Bagaimanakah Farmakokinetik ?
13. Bagaimanakah Efek samping ?
14. Bagaimanakah Indikasi ?
15. Apakah Iodida ?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui Pengertian Hormon tiroid ?
2. untuk mengetahui Bagaimana Kimia dan sintesis ?
2
3. untuk mengetahui Biosintesis hormone tiroid ?
4. untuk mengetahui Tranfort hormone tiroid ?
5. untuk mengetahui Biotransformasi dan ekskresi ?
6. untuk mengetahui Bagaimana Faal hormone tiroid ?
7. untuk mengetahui Hubungan iodium dengan hormone tiroid ?
8. untuk mengetahui Bagaimana Indikasi ?
9. untuk mengetahui Bagaimana Sediaan ?
10. untuk mengetahui pengertian Hormone anti tiroid ?
11. untuk mengetahui Bagaimana Mekanisme kerja ?
12. untuk mengetahui Bagaimanakah Farmakokinetik ?
13. untuk mengetahui Bagaimanakah Efek samping ?
14. untuk mengetahui Bagaimanakah Indikasi ?
15. untuk mengetahui Apakah pengertian Iodida ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hormon tiroid
1. Pengertian hormone tiroid
Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm dan terletak di
leher, tepat dibawah jakun. Kedua bagian tiroid dihubungkan oleh ismus, sehingga
bentuknya menyerupai huruf H atau dasi kupu-kupu.
Kelenjar tiroid memproduksi hormone tiroid, yang akan disimpan sebagai residu
asam amino dari tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein yang menempati
sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.
Pada orang dewasa,berat kelenjar teroid kira kira 25-30 g.kelenjar ini
menghasilkan hormon tiroid, terutama tiroksin dan triyodotironin ,keduanya adalah
asam amino yang mengandung yodium dalam srtuktur melekulnya.
Pada dasarnya efek derivate tiroksin berbagai kualitatif sama dan hanya berbeda
secara kuantitatif,umpamanya asam tetra lebih kuat dari pada tiroksin dalam
menurunkan kadar kolestrol darah.
2. Biosintesis hormone tiroid
Kelenjar tiroid memproduksi hormone tiroid, yang akan disimpan sebagai residu
asam amino dari tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein yang menempati
sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.
Sec ara garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan konversi hormone tiroid
terdiri dari beberapa tahap :
(a) ambilan (uptake) ion yodida (I-) oleh kelenjar
4
Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida. Pada
keadaan normal kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2-0,4 µg/dL), tetapi
kelenjar tiroid mampu menyerap yodida cukup kuat, hingga yodida dalam
kelenjar mencapai 20-50 kali, bahkan bila kelenjar terangsang mencapai 100 kali
dari kadar plasma.
Mekanisme transport yodida ke kelenjar dihambat beberapa ion, missal
tiosianat dan perklorat. Sistem transport yodida ini dipicu hormon tirotropin dari
adenohipofisis (thyroid-stimulating hormone, TSH). Yang diatur oleh mekanisme
aoturegulasi. Karenanya bila simpanan yodium di kelenjar rendah ambilan yodida
akan dipicu dan sebaliknya pemberian yodida akan menekan mekanisme diatas.
Mekanisme yang sama dijumpai pula pada alat lain misalnya kelenjar ludah,
mukosa lambung, kulit, kelenjar mamae dan plasenta yang dapat
mempertahankan kadar yodida 10-50 kali lebih tinggi dari dalam darah.
(b) oksidasi yodida dan yodinasi gugus tirosil pada tiroglobulin
Oksidasi yodida menjadi bentuk aktifnya diperantarai tiroid peroksidase,
enzim yang mengandung heme, dan menggunakan H2O2 sebagai oksidan. Enzi
mini berada di membrane sel dan terkonsentrasi di permukaan paling atas dari
kelenjar. Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT) dan diyodotirosil
(DIT) dalam tiroglobulin, tepat sebelum penyimpanan ekstraselularnya di lumen
folikel kelenjar. Reaksi tersebut dirangsang TSH.
(c) penggabungan residu yodotirosin, a.l. menghasilkan yodotironin
Pembentukan tiroksin dan triyodotironin dari yodotirosin Tahap berikutnya,
pembentukan triyodotironin dari residu monoyodotirosil dan diyodotirosil. Reaksi
5
oksidasi ini juga dikatalisasi oleh enzim tiroid peroksidase. Kecepatan
pembentukan tiroksin dipengaruhi kadar TSH dan tersedianya yodida.
Telah diketahui bahwwa terdapat hubungan antara jumlah tiroksin dan
triyodotironin yang terbentuk dalam kelenjar dan tersedianya jumlah yodida atau
kedua yodotirosin ; misalnya pada yikus, bila terjadi defisiensi yodium pada
kelenjar tiroid, rasio tiroksin/triyodotironin akan menurun dari 4:1 menjadi 1:3.
Karena T3 merupakan bentuk transkripsi aktif yodotironin dan hanya
mengandung sekitar tiga per empat bagian yodium, penurunan jumlah yodium
yang tersedia hanya sedikit berpengaruh terhadap jumlah hormone tiroid yang
keluar dari kelenjar.
(d) resorpsi koloid tiroglobulin dari lumen kedalam sel
(e) proteolisis tiroglobulin dan pengeluaran atau sekresi tiroksin (T4) triyodotironin
(T3) ke aliran darah
(f) recycling yodium diantara sel-sel tiroid melalui deyodinasi dari mono- dan
diyodotirosin dan penggunaan kembali ion yodida (I-)
(g) merupakan sekresi hormon tiroid Karena T3 dan T4 disintesis dan disimpan
sebagai bagian dari tiroglobulin, maka untuk sekresinya diperlukan proses
proteolisis. Proses ini dimulai dari endositosis koloid dari lumen folikel pada
permukaan sel, dengan bantuan reseptor tiroglobulin, yakni megalin.
(h) Tiroglobulin harus dipecah dahulu menjadi beberapa asam amino, agar hormon
tiroid dapat dilepaskan, proses ini dibantu oleh TSH. Pada saat tiroglobulin
terhidrolisis, monoyodotirosin dan diyodotirosin juga dilepaskan tetapi tetap
berada dalam kelenjar .
6
sedangkan yodium yang dilepaskan sebagai yodida akan tergabung lagi
dengan protein. Molekul tiroglobulin dibentuk oleh 300 residu karbohidrat dan
5500 residu asam amino dan hanya 2-5 diantaranya adalah T4 ; dengan
demikian untuk melepaskan hormon tiroid, molekul tiroglobulin harus dipecah
menjadi gugus-gugus asam amino. Mekanisme ini dipicu oleh hormon
tirotropin.
(g) konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid.
Konversi tiroksin menjadi triyodotironin di jaringan perifer Pada
keadaan normal produksi tiroksin (T4) sehari antara 70-90 µg, sedangkan
triyodotironin (T3) 15-30 µg. Meski T3 diproduksi kelenjar tiroid, sekitar 80%
T3 di sirkulasi adalah hasil metabolisme T4 yang terjadi melalui sekuensial
monodeyodinasi di jaringan perifer. Sebagian besar konversi T4 menjadi T3
diluar kelenjar, yakni terjadi di hati. Karenanya bila tiroksin diberikan pada
pasien hipotiroid dengan dosis yang dapat menormalkan tiroksin plasma,
kadar T3 plasma juga akan mencapai normal.
Hampir semua jaringan perifer menggunakan T3 yang berasal dari
hormon tiroid di sirkulasi, kecuali otak dan adenohipofisis. Pada keadaan
normal sekitar 41% T4 akan dikonversi menjadi T3, kira-kira 38% menjadi
rT3 (reverse T3) yang tidak aktif, dan 21% dimetabolisme melalui jalur lain,
a.l.melalui konjugasi di hati dan diekskresi melaui empedu. Kadar T4 plasma
yang normal berkisar antara 4,5 sampai 11 µg/dL, sedangkan T3 hanya sekitar
seperseratusnya (60-180 µg/dL).
Konversi diatas dikatalisasi oleh enzim yodotironin 5’-deyodinase,
dengan 3 tipe isozim, Isozim tipe I 5’-deiodinase (D1) ditemukan dihati,
ginjal, dan di kelenjar, berperan pada pembentukan T3 yang berada di
7
sirkulasi, dan digunakan oleh hampir semua jaringan. Isozim D1 ini dapat
dihambat oleh banyak hal, a.l. Keadaan malnutrisi, glukokortiroid,
penghambat reseptor-β (missal: propranolol dosis tinggi), obat antitiroid
propiltiourasil, asam lemak dan amiodaron.
3. Tranfort hormone tiroid
Transport :dalam darah hormon teroid diikat oleh protein,tetapi t3 praktis tidak
terlihat oleh protein karena ikatannya dengan protein terlalu lemah sehingga mudah
terurai kembali.
Pada keadaan normal, yodium disirkulasi terdapat dalam berbagai bentuk,
sekitar 95% sebagai yodium organik dan hampir 5% sebagai yodida. Sebagian besar
(90%-95%) yodium organik berada dalam bentuk tiroksin, dan hanya sebagian kecil
(5%) berada di triyodotironin.
Dalam darah hormone tiroid terikat kuat pada berbagai protein plasma, dalam
bentuk ikatan non kovalen. Sebagian besar hormon ini terikat pada thyroxine-binding
globulin (TBG), T3 ikatannya sangat lemah dan mudah terlepas kembali, karenanya T3
mula kerjanya lebih cepat dari T4, serta masa kerjanya lebih singkat dari T4. Tiroksin
juga terikat transtiretin (thyroxine-binding prealbumin), suatu retinol-binding protein,
yang kadarnya lebih tinggi dari TBG dan terutama mengikat tiroksin. Adanya ikatan
hormon tiroid dengan protein plasma, menyebabkan tidak mudahnya hormon ini di
metabolisme dan di ekskresi, sehingga masa paruhnya cukup panjang.
Hanya sedikit tiroksin yang terikat albumin dan hampir tidak mempunyai peran
fisiologik, kecuali pada famial dysalbuminemic hyperthyroxinemia. Sindroma ini
merupakan kelainan autosomal yang dominan, ditandai dengan meningkatnya afinitas
albumin terhadap tiroksin akibat terjadinya mutasi gen albumin.
8
Besarnya aktivitas biologik hormon tiroid ditentukan oleh jumlah hormon tiroid
bebas dalam plasma. Jumlah ini a.l.tergantung dari jumlah TBG plasma. Selama
jumlah hormon tiroid bebas diplasma dalam batas normal, tidak akan timbul gejala
hipofungsi atau hiperfungsi tiroid.
Ikatan hormon tiroid dengan protein plasma dapat memproteksi hormon ini dari
proses metabolisme dan ekskresi, sehingga masa-paruhnya dalam sirkulasi panjang.
Hanya sekitar 0,03% tiroksin dan 0,3% triyodotironin dari total hormon tersebut
berada dalam keadaan bebas.
Aktivitas metabolik hormon tiroid hanya dapat dilakukan oleh hormon yang
bebas. Karena afinitas pengikatannya dengan protein plasma tinggi, maka adanya
perubahan kadar protein plasma atau afinitas ikatannya, akan mempengaruhi kadar
total hormon dalam serum. Beberapa obat dan berbagai kondisi patologik dan
fisiologik, misalnya peningkatan kadar estrogen plasma pada kehamilan atau terapi
dengan estrogen atau penggunaan kontrasepsi hormonal oral, dapat meningkatkan
pengikatan tiroid dengan protein plasma dan kadar proteinnya.
Karena adenohipofisis hanya dipengaruhi dan meregulasi hormon tiroid yang
bebas, maka keadaan diatas hanya sedikit mempengaruhi perubahan kadar hormon
bebas dalam sirkulasi. Karenanya tes laboratorium yang hanya mengukur kadar
hormon total secara keseluruhan dapat menyesatkan diagnosis. Tabel 27-1,
memperlihatkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengikatan hormon tiroid
9
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengikatan hormon tiroid dengan TBG
Meningkatkan Ikatan Menurunkan Ikatan
Jenis obat
Estrogen
Metadon
Klofibrat
5-fluorourasil
Heroin
Tarnoksifen
Selective estrogen
Receptor modulators
Faktor sistemik
Penyakit hati
Porfiria
Infeksi HIV
Penyakit congenital
Glukokortikoid
Androgen
L-Asparaginase
Salisilat
Asam mefenamat
Antiepilepsi (fenitoin,
karbamazepin)
Furosemid
Penyakit congenital
Penyakit akut dan kronik
4. Biotransformasi dan ekskresi
Tiroksin lambat sekali dieliminasi dari tubuh, dengan masa paruh 6-8 hari. Pada
hipertiroidisme masa paruhnya memendek 3-4 hari. Dan pada hipotiroidisme
memanjang 9-10 hari. Perubahan ini dapat menggambarkan adanya perubahan dalam
kecepatan metabolismenya. Bila pengikatannya denga TBG meningkat, misalnya
pada kehamilan, klirensnya akan terganggu. Peningkatan TBG ini terjadi karena
estrogen dapat menginduksi peningkatan asam sialat dalam TBG yang terbentuk, dan
10
menyebabkan klirensnya menurun. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila ikatannya
dengan protein menurun atau bila terjadi hambatan pengikatan oleh beberapa obat
seperti tertera pada table 27-1. T3 yang ikatannya dengan protein tidak terlalu kuat,
masa paruhnya hanya sekitar 1 jam.
Degradasi non-deyodinasi hormon tiroid sebagian besar terjadi di hati ; T4 dan
T3 akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sulfat, dan akan di ekskresi melalui
empedu. Sebagian dari hormon yang telah terkonjugasi ini akan dihidrolisis di usus
halus, dan tiroid yang bebas ini akan di reabsorpsi. Bentuk terkonjugasi yang lain
akan sampai di kolon, yang kemudian akan dihidrolisis dan di eliminasi melalui feses
dalam bentuk bebas.
Seperti diuraikan di atas, sebagian besar T4 mengalami deyodinasi menjadi T3
atau rT3. Triyodotironin dan rT3 mengalami deyodinasi menjadi 3 diyodotironin yang
berbeda, yang akan mengalami deyodinasi lebih lanjut menjadi 2 monoyodotironin,
yang merupakan metabolit inaktif dan pada keadaan normal berada pada plasma.
5. Faal hormone tiroid
Mekanisme kerja tiroksin belum seluruhnya diketahui.yang telah diketahui ialah
hormon tiroid .secara langsung masuk kedalam nukleus tanpa berikatan dengan
reseptor dalam sitoplasma.tiroksin berperan penting pada pembentukan kalori, pada
metabolism karbohidrat,protein dan kolesterol dan pada proses pertumbuhan
badan.tiroksin juga berhubungan erat dengan fungsi katekolamin dalam badan.
a. pembentukan kalori
b. metabolisme karbohidrat
c. metabolisme protein
d. metabolisme lemak dan kolestrol
11
e. pertumbuhan
f. sistem sara
g. hubungn tiroksin dengan epinefrin
6. Hubungan iodium dengan hormone tiroid
Untuk pembentukan hormone tiroid yang normal, tubuh membutuhkan jumlah
yodium yang cukup. Bila yodium kurang hormone ini tidak dapat diproduksi dalam
jumlah cukup, sedangkan TSH terus disekresikan sehingga kelenjar tiroid mengalami
hyperplasia dan hipertrofi. Kelenjar yang membesar dan terus terangsang ini dapat
mengekstraksi residu yodida yang masih berada di sirkulasi. Pada defisiensi yodium
yang ringan sampai sedang, umumnya kelenjar tiroid dapat memproduksi hormone
dalam jumlah cukup, terutama T3. Tetapi bila defisiensi tersebut tergolng berat , akan
terjadi hipotiroidisme (pada orang dewasa) dan mungkin akan timbul kretinisme.
Pada beberapa daerah di dunia, simple goiter atau goiter nontosik banyak di
jumpai akibat defisiensi yodium. Yodium yang dibutuhkan orang orang dewasa
sekitar 1-2 µg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat kebutuhan harian yodium untuk anak-
anak adalah 40-120 µg, dewasa 150 µg, untuk wanita hamil 220 µg dan wanita
menyusui 270 µg. makanan yang banyak mengandung yodium adalah makanan yang
berasal dari laut, sedangkan sayuran dan daging sedikit mengandung yodium.
Cara paling praktis untuk memenuhi kebutuhan yodium, terutama untuk mereka
yang bertempat tinggal di pegunungan yang jauh dari laut, adalah dengan
menambahkan yodida pada garam dapur, yang sehari-harinya digunakan di meja
makan.
7. Indikasi
12
Indikasi umum
Indikasi utama preparat hormon tiroid adalah sebagai terapi
pengganti/replacement pada miksudema,struma atau goiter simple
kretinisme.Hampir semua gangguan fungsi tiroid terjadi karena gangguan sintesis
hormon tiroid.
Ada empat golongan penghambat sintesis hormon tiroid
1. Antitiroid,yang mengganggu sintesis hormon secara langsung
2. Penghambat ion yang menghalangi mekanisme transport yodida
3. Yodida,yang pada konsentrasi tinggi memiliki efek supresi terhadap kelenjar
tiroid
4. Yodium radio aktif,yang merusak kelenjar dengan radiasi ion
Tiroksin (Na-levotiroksin; L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk
replacement therapy pada hipotiroidisme atau kretinisme, karena potensinya
konsisten dan lama kerjanya panjang. Absorpsinya di usus halus bervariasi dan
tidak lengkap. Beberapa obat dapat menghambat absorpsi levotiroksin, a.l.
sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, Al (OH)3.
Ekskresi bilier dapat meningkat bila diberikan bersama obat yang
menginduksi sitokrom (CYP), seperti fenitoin, karbamazepin, dan rifampin. Pada
keadaan ini perlu dipikirkan penambahan dosis levotiroksin oral. Triyodotironin
(Na-liotironin) dapat digunakan bila diperlukan obat dengan mula kerja lebih
cepat, missal pada koma miksedema (meski jarang) atau untuk persiapan terapi
yodium radioaktif (131I) pada kanker tiroid. Liotironin jarang digunakan pada
replacement therapy jangka panjang karena pemberiannya harus lebih sering,
13
dibutuhkan dana besar, dan akan terjadi peningkatan T3 meski berlangsung
sebentar.
Dosis levotiroksin untuk replacement therapy 112 µg sebagai dosis tunggal,
untuk liotironin 50-75 µg dibagi dalam beberapa kali pemberian. Karena masa
paruh tiroksin panjang (7 hari), keadaan kadar mantap tercapai setelah sekitar 5
minggu, karenanya reevaluasi terapi dengan mengukur kadar TSH plasma
sebaiknya dilakukan pada minggu-minggu ke 6-8 pengobatan. Tujuan terapi ini
untuk mencapai kisaran kadar TSH normal (0,5-5,0 µIU/mL), bila terapi
berlebihan akan terjadi supresi TSH sampai subnormal, dan dapat menyebabkan
osteoporosis dan disfungsi jantung. Pada pasien muda yang kurang patuh minum
obat, levotiroksin diberikan 1 kali seminggu, dosis harus yang cukup aman dan
efektif. Pasien usia lanjut diberikan dosis harus yang cukup aman dan efektif.
Pasien usia lanjut diberikan dosis 25-50 µg sehari untuk mencegah eksaserbasi
penyakit jantung yang tidak terdiagnosis.
Hipotiroidisme subklinis
Merupakan suati hipotiroidisme dengan sedikit gejala klinis yang disertai
peningkatan TSH plasma. Insidensnya 15%, pada usia lanjut 25%. Terapi
dilakukan dengan levotiroksin untuk menormalkan TSH, dan hasilnya sangat
bervariasi. Mungkin preparat ini bermanfaat untuk hipotiroidisme subklinis yang
disertai goiter, penyakit autoimun disfungsi kognitif atau kehamilan.
Pada pasien hipotiroidisme dengan kehamilan, dosis levotiroksin sering harus
dinaikkan karena kadar TBG yang meningkat akibat estrogen yang meningkat dan
sebagian obat dapat berpindah melalui plasenta ke janin. Kehamilan dapat
menyebabkan tidak terdiagnosisnya hipotiroidisme autoimun yang baru akan
timbul, atau pada pasien yang tinggal di daerah endemis (kekurangan yodium).
14
Hipotiroidisme pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan mental dan
fisik fetus. Karenanya sangat dianjurkan untuk pemeriksaan TSH pada kehamilan
dini (trimester I), terutama pada para ibu yang tinggal di daerah endemik.
Koma miksedema
Sindroma ini jarang terjadi, dan disebabkan oleh hipotioridisme yang hebat
dan berlangsung lama. Keadaan ini termasuk gawat darurat, yang meskipun segera
diobati, mortalitasnya 60%. Di Negara Barat, sering terjadi pada usia lanjut di
musim dingin.
Faktor predisposisi a.l. infeksi paru, penyakit serebrovaskuler, dan gagal
jantung kongestif. Kecuali terapi suportif yang umum diberikan pada pasien gawat
darurat, perlu diberikan juga tiroksin parenteral mengingat keadaan pasien,
absorpsi per oral akan terganggu.
Pemberian IV 200-300 µg levotiroksin, sesudah 24 jam diberikan lagi 100 µg.
Pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun tanpa penyakit jantung dapat
diberikan bolus tiroksin 500 µg oral atau melalui nasogastric tube. Dosis tiroksin
harus disesuaikan dengan keadaan stabilitas hemodinamik, adanya gangguan
jantung, dan keadaan keseimbangan elektrolit pasien. Terapi yang berlebihan
justru dapat bersifat fatal.
Nodul dan kanker tiroid
Nodul tiroid lebih sering terjadi pada wanita. Persentase kejadian sekitar 0,1%
per tahun, dan akan meningkat 20 kali lebih banyak pada pasien yang mengalami
radiasi ionisasi. Dari jumlah pasien dengan nodul tersebut, diperkirakan 8-10%
mempunyai kanker tiroid. Tindakan utama untuk kanker tiroid adalah operasi
diikuti terapi dengan levotiroksin.
15
Pemberian levotiroksin pada nodul soliter dapat mensupresi TSH serum,
diharapkan nodul tidak akan membesar lagi atau ukurannya berkurang.
Keberhasilan ini dapat dilihat dengan pemeriksaan kadar TSH serum dan
radioisotope scanning. Bila TSH telah menurun, dilakukan scanning ulangan
(suppression scan), dan bila ternyata ukuran nodul tidak berubah, levotiroksin
harus dihentikan. Suppression scan harus dihindari pada pasien usia lanjut dan
pasien penyakit jantung koroner.
Pada nodul yang dapat mengecil dengan terapi levotiroksin, terapi dapat
dilanjutkan. Bila setelah 6-12 bulan terapi ukuran nodul menetap, obat harus
dihentikan, dan diobservasi apakah bertambah besar lagi. Bila nodul terus
bertambah besar, harus dilakukan biopsy, bila perlu dioperasi.
Kretinisme
Keberhasilan terapi kretinisme, sangat tergantung pada saat dimulainya terapi;
jika terapi dimulai sejak bayi baru lahir umumnya gangguan perkembangan fisik
dan mental dapat dicega. Karena umumnya diagnosis sukar ditegakkan,
pasien baru berobat saat gejalanya sudah nyata, saat tersebut justru sudah
terlambat untuk mencegah gangguan perkembangan mental. Jika kelainannya
terletak pada pembentukan tiroid, timbulnya gangguan mental sukar sekali
dicegah, meskipun terapi diberikan sedini mungkin. Saat yang kritis adalah saat
mielinisasi SSP yang terjadi pada saat bayi baru lahir.
Dianjurkan pemberian 10-15 µg/kg sehari pada hipotiroidisme congenital.
Setelah 1-22 minggu akan meningkatkan kadar total serum tiroksin pada sebagian
bayi baru lahir. Selama 6 bulan pertama terapi dosis untuk setiap pasien
disesuaikan dengan interval waktu 4 sampai 6 minggu, kemudian dengan interval
2 bulan pada bulan-bulan ke 6 sampai ke 18 bulan pengobatan, dan setelah itu
16
dengan interval 3-6 bulan untuk dapat mempertahankan kadar tiroksin serum
antara 10-16 µg/dL dan TSH serum yang normal.
Kadar tiroksin bebas harus dipertahankan pada nilai diatas normal. Hormone-
replacement ini harus disertai monitoring pertumbuhan, perkembangan motorik,
maturasi tulang, dan kemajuan perkembangan si bayi.
8. Sediaan
Na-levotiroksin (T4) terdapat dalam bentuk tablet dan sediaan suntikan (IV).
Tablet mengandung zat aktif 0.025 mg, 0,05 mg, 0,1 mg, 0,15 mg, 0,2 mg, dan 0,3
mg, sedangkan sediaan suntikan 10 mL mengandung 0,1 dan 0,5 mg/mL.
Na-liotironin (T3) terdapat dalam bentuk tablet 5 µg, 25 µg, dan 50 µg.
Liotriks (Rasio T4:T3 = 4:10) terdapat dalam bentuk tablet 12.5 ; 25 ; 30 ; 50 µg.
B. Hormone anti tiroid
1. Mekanisme kerja
Antitiroid menghambat sintesis hormon teroid dengan jalan menghambat proses
pengikatan /inkorporasi yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin.selain itu jg
menghambat proses penggabungan dari gugus yodotirosil untuk membentuk
yodotironin.
cara kerjanya dapat dijelaskan dengan adanya hambatan terhadap enzim
peroksidase sehingga oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu.selain
menghambat sintesis hormon.propiltiourasil ternyata juga menghambat deyodinasi
tiroksin mnjadi triyodotironin di jaringan perifer,sedangkan metilmazol tidak
memiliki efek ini.
17
2. Farmakokinetik
Data farmakokinetik antitiroid sulit dipelajarin karena metoda kimia untuk
menentukan kadar obat ini dalam cairan tubuh belum ditemukan. Tiourasil tiourea
didistribusi ke seluruh jaringan badan dan diekskresi melalui urin dan air susu
ibu,tetapi tidak melalui tinja.
3. Efek samping
Reaksi yang paling sering timbul adalah demam obat yang terutama terjadi
dalam pengobatan.
Propiltiourasil dan metimasol jarang sekali menimbulkan efek samping dan bila
timbul biasanya mempunyai gambaran yang sama frekuensinya kira kira 3% untuk
propiltiourasil dan 7% untuk metimazol.Agranulositosis hanya timbul dengan
frekuensi 0,5% dan 0,12%. Yang paling sering timbul adalah purpura dan popular
rash yang kadang kadang hilang sendiri.gejala lain yang jarang sekali timbul adalah
nyeri dan kaku sendi,terutama pada tangan dan pergelangan;nyeri itu dapat pindah ke
sendi lain.Reaksi demam hepatitis dan nefritis jarang sekali terjadi pada penggunaan
propiltiourasil dan metimazol.
4. Indikasi
Antitiroid digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme,baik untuk mengatasi
gejala klinik sambil remisi spontan,maupun sebagai persiapan operasi.Selain itu,obat
ini juga dapat dipakai dalam kombinasi dengan yodium radioaktif,dengan tujuan
mempercepat timbulnya perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi yodium
radioaktif.
18
Antitiroid bermanfaat pada hipertiroidisme yang disertai dengan pembesaran
kelenjar tiroid bentuk difus maupun noduler.
Propiltiourasil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. Biasanya diberikan dengan
dosis 100 mg setiap 8 jam,bila perlu dosis dapat ditinggikan sampai 600 mg
sehari.
Kegagalan pengobatan dengan dosis 300 mg sehari biasanya disebabkan oleh
interval dosis yang kurang tepat.Kelambatan timbulnya efek dapat dijumpai
pada penderita dengan goiter yang sangat besar dan pada penderita yang
sebelumnya sudah mendapat sediaan yodium.
Metimazol (1-metil-2-merkaptoimidazol) tersedia dalam bentuk tablet 5 mg
dan 10 mg ; dosis dianjurkan 5 mg sampai 10 mg ; dosisnya sama dengan
metimazol.
Metiltiourasil terdapat sebagai tablet 25 mg dan 50 mg,dosisnya sehari 200 mg
terbagi dalam 2 atau 4 dosis.Bila telah diperoleh efek terapi,dosis obat
diturunkan untuk menghidari timbulnya hipotiroidisme.
penghambat ion yodidaIalah obat yang dapat menghambat transport aktif ion
yodida ke dalam kelenjar tiroid. Pada umumnya obat tersebut berupa anion
monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai ukuran hamper sebesar hidrat
ion yodida.
Contoh obat golongan ini antara lain ialah tiosianat (SCN), perklorat (CIO4),
nitrat (NO3),fluoborat (BF4),fluosulfonat (SO3F),difluofosfaT (PO2F2).Obat
golongan ini dapat menghambat fungsi tiroid dan menimbulkan goiter.
19
C. IODIDA
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme
sebelum ditemukan berbagai macam antitiroid.Meskipun yodida diperlukan dalam
jumlah yang kecil untuk biosintesis hormon teroid,dalam jumlah yang berlebihan yodida
dapat menyebabkan goiter dan hipotiroidisme pada orang sehat.Pemberian yodida pada
penderitaan hipertiroid menghasilkan efek terapi yang nyata,jadi dalam hal ini yodida
menekan fungsi tiroid.Goiter yang terjadi karena pemberian antitiroid,dapat diperbaiki
dengan pemberian sediaan tiroid dan yodida,jadi dalam hal ini yodida justru
memperbaiki fungsi tiroid.Mekanisme kerja atau peran yang tepat dari yodida masih
belum jelas.
Hal hal yang tersebut di bawah ini kiranya dapat memberikan sedikit gambaran
mengenai peran yodida dalam tiroid :
1. yodium diperlukan untuk biosintesis hormon tiroid.
2. yodida menghambat proses transport aktifnya sendiri ke dalam tiroid.
3. bila yodium di dalam teroid terdapat dalam jumlah cukup banyak terjadi
hambatan sintesis yodotironin dan yodotirosin.
Yodida terutama digunakan utk persiapan operasi tiroid pd hipertiroidisme.
Biasanya yodida tdk diberikan tersendiri, tetapi diberikan setelah gejala hipertiroidisme
diatasi dg antitiroid, yi biasanya diberikan selama 10 hari sebelum operasi dilakukan. Dg
cara dmk diperoleh keadaan yg optimal utk tindakan operasi.
Pemberian yodida bersama antitiroid dr permulaan, efeknya sering bervariasi, shg
diperlukan antitiroid lebih banyak dlm jangka waktu lebih lama utk mendptkan keadaan
tiroid yg optimal utk operasi.
20
Yodida digunakan utk terapi pencegahan di daerah goiter endemik. Natrium yodida
dan kalium yodida tersedia dlm btk kapsul, tablet atau larutan jenuh dlm air. Dosis sehari
cukup dg 3 kali 0,3 ml.
EFEK SAMPING
• Kadang-kadang dpt terjadi reaksi hipersensitivitas yodium.
• Intoksikasi kronik yodida atau yodisme ditandai dg rasa logam, terbakar dlm
mulut, tenggorok serta perangsangan selaput lendir.
• Dpt terjadi peradangan faring, faring dan tonsil serta kelainan kulit ringan sampai
akneform berat atau kadang-kadang erupsi yg fatal disebut ioderma.
• Gejala saluran cerna berupa iritasi disertai dg perdarahan.
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hormon tiroid (bahasa Inggris: thyroid hormone, TH) adalah klasifikasi hormon
yang mengacu pada turunan senyawa asam amino tirosina yang disintesis oleh kelenjar
tiroid dengan menggunakan yodium. Terdapat dua jenis hormon dari klasifikasi ini yaitu
tetra-iodotironina dan tri-iodotironina. Kedua jenis hormon ini mempunyai peran yang
sangat vital di dalam metabolisme tubuh.Fungsi utama hormon tiroid adalah
meningkatkan aktivitas metabolik seluler, sebagai hormon pertumbuhan, dan
mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik seperti sistem kardiovaskuler dan
regulasi hormon lain. Diagnosis hipertiroidisme mengacu pada hasil pemeriksaan TSH,
FT4, FT3, TSI, dan indeks Wayne dan indeks New Castle berdasarkan gejala klinis yang
timbul.
Efek samping pembedahan yang mungkin timbul bisa saja terjadi akibat letak
kedua kelenjar yang berdekatan dan fungsinya yang antagonis. Penatalaksanaan
hipertiroidisme meliputi tindakan bedah dan pemberian bahan penghambat sintesis tiroid,
seperti antitiroid, penghambat ion iodida, yodium konsentrasi tinggi, dan yodium
radioaktif.
22
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Anonim, 2000, Informatorium Obat NasionalIndonesia (IONI), Direktorat Pengawasan Obat
dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2007, Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 42-2007, PT. Ikrar Mandiri,
Jakarta.
23