35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual. Didalam tubuh terdapat 2 (dua) system yang sangat berpenaruh terhadap semua kelangsungan hidup manusia yaitu : Sistem saraf dan sistem endokrin (sistem hormon). Dua system tersebut yaitu, Sistem saraf dan sistem endokrin saling berkoordinasi dan berintegrasi dalam pengaturan semua fungsi – fungsi dalam tubuh, sehingga semua fungsi dalam tubuh berjalanDengan baik. 1

BAB IKK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppt

Citation preview

Page 1: BAB IKK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar

buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga

sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh.

Apabila sampai pada suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya

perubahan. Pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang

dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan waktu

panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.

Didalam tubuh terdapat 2 (dua) system yang sangat berpenaruh terhadap

semua kelangsungan hidup manusia yaitu : Sistem saraf dan sistem endokrin (sistem

hormon). Dua system tersebut yaitu, Sistem saraf dan sistem endokrin saling

berkoordinasi dan berintegrasi dalam pengaturan semua fungsi – fungsi dalam tubuh,

sehingga semua fungsi dalam tubuh berjalanDengan baik.

Sistem endokrin bekerja dengan cara mengirimkan sinyal pada jaringan

targetnya dengan jalan memproduksi hormon yang kadarnya dapat bervariasi dalam

darah. Hormone tersebut mempengaruhi semua organ targetnya secara spesifik.

Sementara Sistem saraf bekerja menghantarkan pesan oleh neurotransmitter melalui

transmisi impuls listrik pada serabut serabut saraf berakhir pada sel efektor.

Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium.

Defisiensi hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik.

Cretinism, misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal

disertai dengan retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat

pada saat perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi

1

Page 2: BAB IKK

pada daerah goiter (gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium

menyebabkan hipotiroidisme sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar. Dari

penjelasan diatas kelompok tertarik membahas mengenai Hormon Tiroid dan Anti

Tiroid.

B. Rumusan masalah

1. Apakah Pengertian Hormon tiroid ?

2. Bagaimana Kimia dan sintesis ?

3. Apakah Biosintesis hormone tiroid ?

4. Tranfort hormone tiroid ?

5. Apakah Biotransformasi dan ekskresi ?

6. Bagaimana Faal hormone tiroid ?

7. Apa Hubungan iodium dengan hormone tiroid ?

8. Bagaimana Indikasi ?

9. Bagaimana Sediaan ?

10. Apakah pengertian Hormone anti tiroid ?

11. Bagaimana Mekanisme kerja ?

12. Bagaimanakah Farmakokinetik ?

13. Bagaimanakah Efek samping ?

14. Bagaimanakah Indikasi ?

15. Apakah Iodida ?

C. Tujuan

1. untuk mengetahui Pengertian Hormon tiroid ?

2. untuk mengetahui Bagaimana Kimia dan sintesis ?

2

Page 3: BAB IKK

3. untuk mengetahui Biosintesis hormone tiroid ?

4. untuk mengetahui Tranfort hormone tiroid ?

5. untuk mengetahui Biotransformasi dan ekskresi ?

6. untuk mengetahui Bagaimana Faal hormone tiroid ?

7. untuk mengetahui Hubungan iodium dengan hormone tiroid ?

8. untuk mengetahui Bagaimana Indikasi ?

9. untuk mengetahui Bagaimana Sediaan ?

10. untuk mengetahui pengertian Hormone anti tiroid ?

11. untuk mengetahui Bagaimana Mekanisme kerja ?

12. untuk mengetahui Bagaimanakah Farmakokinetik ?

13. untuk mengetahui Bagaimanakah Efek samping ?

14. untuk mengetahui Bagaimanakah Indikasi ?

15. untuk mengetahui Apakah pengertian Iodida ?

3

Page 4: BAB IKK

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hormon tiroid

1. Pengertian hormone tiroid

Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm dan terletak di

leher, tepat dibawah jakun. Kedua bagian tiroid dihubungkan oleh ismus, sehingga

bentuknya menyerupai huruf H atau dasi kupu-kupu.

Kelenjar tiroid memproduksi hormone tiroid, yang akan disimpan sebagai residu

asam amino dari tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein yang menempati

sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.

Pada orang dewasa,berat kelenjar teroid kira kira 25-30 g.kelenjar ini

menghasilkan hormon tiroid, terutama tiroksin dan triyodotironin ,keduanya adalah

asam amino yang mengandung yodium dalam srtuktur melekulnya.

Pada dasarnya efek derivate tiroksin berbagai kualitatif sama dan hanya berbeda

secara kuantitatif,umpamanya asam tetra lebih kuat dari pada tiroksin dalam

menurunkan kadar kolestrol darah.

2. Biosintesis hormone tiroid

Kelenjar tiroid memproduksi hormone tiroid, yang akan disimpan sebagai residu

asam amino dari tiroglobulin. Tiroglobulin merupakan glikoprotein yang menempati

sebagian besar folikel koloid kelenjar tiroid.

Sec ara garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan konversi hormone tiroid

terdiri dari beberapa tahap :

(a) ambilan (uptake) ion yodida (I-) oleh kelenjar

4

Page 5: BAB IKK

Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida. Pada

keadaan normal kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2-0,4 µg/dL), tetapi

kelenjar tiroid mampu menyerap yodida cukup kuat, hingga yodida dalam

kelenjar mencapai 20-50 kali, bahkan bila kelenjar terangsang mencapai 100 kali

dari kadar plasma.

Mekanisme transport yodida ke kelenjar dihambat beberapa ion, missal

tiosianat dan perklorat. Sistem transport yodida ini dipicu hormon tirotropin dari

adenohipofisis (thyroid-stimulating hormone, TSH). Yang diatur oleh mekanisme

aoturegulasi. Karenanya bila simpanan yodium di kelenjar rendah ambilan yodida

akan dipicu dan sebaliknya pemberian yodida akan menekan mekanisme diatas.

Mekanisme yang sama dijumpai pula pada alat lain misalnya kelenjar ludah,

mukosa lambung, kulit, kelenjar mamae dan plasenta yang dapat

mempertahankan kadar yodida 10-50 kali lebih tinggi dari dalam darah.

(b) oksidasi yodida dan yodinasi gugus tirosil pada tiroglobulin

Oksidasi yodida menjadi bentuk aktifnya diperantarai tiroid peroksidase,

enzim yang mengandung heme, dan menggunakan H2O2 sebagai oksidan. Enzi

mini berada di membrane sel dan terkonsentrasi di permukaan paling atas dari

kelenjar. Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT) dan diyodotirosil

(DIT) dalam tiroglobulin, tepat sebelum penyimpanan ekstraselularnya di lumen

folikel kelenjar. Reaksi tersebut dirangsang TSH.

(c) penggabungan residu yodotirosin, a.l. menghasilkan yodotironin

Pembentukan tiroksin dan triyodotironin dari yodotirosin Tahap berikutnya,

pembentukan triyodotironin dari residu monoyodotirosil dan diyodotirosil. Reaksi

5

Page 6: BAB IKK

oksidasi ini juga dikatalisasi oleh enzim tiroid peroksidase. Kecepatan

pembentukan tiroksin dipengaruhi kadar TSH dan tersedianya yodida.

Telah diketahui bahwwa terdapat hubungan antara jumlah tiroksin dan

triyodotironin yang terbentuk dalam kelenjar  dan tersedianya jumlah yodida atau

kedua yodotirosin ; misalnya pada yikus, bila terjadi defisiensi yodium pada

kelenjar tiroid, rasio tiroksin/triyodotironin akan menurun dari 4:1 menjadi 1:3.

Karena T3 merupakan bentuk transkripsi aktif yodotironin dan hanya

mengandung sekitar tiga per empat bagian yodium, penurunan jumlah yodium

yang tersedia hanya sedikit berpengaruh terhadap jumlah hormone tiroid yang

keluar dari kelenjar.

(d) resorpsi koloid tiroglobulin dari lumen kedalam sel

(e) proteolisis tiroglobulin dan pengeluaran atau sekresi tiroksin (T4) triyodotironin

(T3) ke aliran darah

(f) recycling yodium diantara sel-sel tiroid melalui deyodinasi dari mono- dan

diyodotirosin dan penggunaan kembali ion yodida (I-)

(g) merupakan sekresi hormon tiroid Karena T3 dan T4 disintesis dan disimpan

sebagai bagian dari tiroglobulin, maka untuk sekresinya diperlukan proses

proteolisis. Proses ini dimulai dari endositosis koloid dari lumen folikel pada

permukaan sel, dengan bantuan reseptor tiroglobulin, yakni megalin.

(h) Tiroglobulin harus dipecah dahulu menjadi beberapa asam amino, agar hormon

tiroid dapat dilepaskan, proses ini dibantu oleh TSH. Pada saat tiroglobulin

terhidrolisis, monoyodotirosin dan diyodotirosin juga dilepaskan tetapi tetap

berada dalam kelenjar .

6

Page 7: BAB IKK

sedangkan yodium yang dilepaskan sebagai yodida akan tergabung lagi

dengan protein. Molekul tiroglobulin dibentuk oleh 300 residu karbohidrat dan

5500 residu asam amino dan hanya 2-5 diantaranya adalah T4 ; dengan

demikian untuk melepaskan hormon tiroid, molekul tiroglobulin harus dipecah

menjadi gugus-gugus asam amino. Mekanisme ini dipicu oleh hormon

tirotropin.

(g) konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid.

Konversi tiroksin menjadi triyodotironin di jaringan perifer Pada

keadaan normal produksi tiroksin (T4) sehari antara 70-90 µg, sedangkan

triyodotironin (T3) 15-30 µg. Meski T3 diproduksi kelenjar tiroid, sekitar 80%

T3 di sirkulasi adalah hasil metabolisme T4 yang terjadi melalui sekuensial

monodeyodinasi di jaringan perifer. Sebagian besar konversi T4 menjadi T3

diluar kelenjar, yakni terjadi di hati. Karenanya bila tiroksin diberikan pada

pasien hipotiroid dengan dosis yang dapat menormalkan tiroksin plasma,

kadar T3 plasma juga akan mencapai normal.

Hampir semua jaringan perifer menggunakan T3 yang berasal dari

hormon tiroid di sirkulasi, kecuali otak dan adenohipofisis. Pada keadaan

normal sekitar 41% T4 akan dikonversi menjadi T3, kira-kira 38% menjadi

rT3 (reverse T3) yang tidak aktif, dan 21% dimetabolisme melalui jalur lain,

a.l.melalui konjugasi di hati dan diekskresi melaui empedu. Kadar T4 plasma

yang normal berkisar antara 4,5 sampai 11 µg/dL, sedangkan T3 hanya sekitar

seperseratusnya (60-180 µg/dL).

Konversi diatas dikatalisasi oleh enzim yodotironin 5’-deyodinase,

dengan 3 tipe isozim, Isozim tipe I 5’-deiodinase (D1) ditemukan dihati,

ginjal, dan di kelenjar, berperan pada pembentukan T3 yang berada di

7

Page 8: BAB IKK

sirkulasi, dan digunakan oleh hampir semua jaringan. Isozim D1 ini dapat

dihambat oleh banyak hal, a.l. Keadaan malnutrisi, glukokortiroid,

penghambat reseptor-β (missal: propranolol dosis tinggi), obat antitiroid

propiltiourasil, asam lemak dan amiodaron.

3. Tranfort hormone tiroid

Transport :dalam darah hormon teroid diikat oleh protein,tetapi t3 praktis tidak

terlihat oleh protein karena ikatannya dengan protein terlalu lemah sehingga mudah

terurai kembali.

Pada keadaan normal, yodium disirkulasi terdapat dalam berbagai bentuk,

sekitar 95% sebagai yodium organik dan hampir 5% sebagai yodida. Sebagian besar

(90%-95%) yodium organik berada dalam bentuk tiroksin, dan hanya sebagian kecil

(5%) berada di triyodotironin.

Dalam darah hormone tiroid terikat kuat pada berbagai protein plasma, dalam

bentuk ikatan non kovalen. Sebagian besar hormon ini terikat pada thyroxine-binding

globulin (TBG), T3 ikatannya sangat lemah dan mudah terlepas kembali, karenanya T3

mula kerjanya lebih cepat dari T4, serta masa kerjanya lebih singkat dari T4. Tiroksin

juga terikat transtiretin (thyroxine-binding prealbumin), suatu retinol-binding protein,

yang kadarnya lebih tinggi dari TBG dan terutama mengikat tiroksin. Adanya ikatan

hormon tiroid dengan protein plasma, menyebabkan tidak mudahnya hormon ini di

metabolisme dan di ekskresi, sehingga masa paruhnya cukup panjang.

Hanya sedikit tiroksin yang terikat albumin dan hampir tidak mempunyai peran

fisiologik, kecuali pada famial dysalbuminemic hyperthyroxinemia. Sindroma ini

merupakan kelainan autosomal yang dominan, ditandai dengan meningkatnya afinitas

albumin terhadap tiroksin akibat terjadinya mutasi gen albumin.

8

Page 9: BAB IKK

Besarnya aktivitas biologik hormon tiroid ditentukan oleh jumlah hormon tiroid

bebas dalam plasma. Jumlah ini a.l.tergantung dari jumlah TBG plasma. Selama

jumlah hormon tiroid bebas diplasma dalam batas normal, tidak akan timbul gejala

hipofungsi atau hiperfungsi tiroid.

Ikatan hormon tiroid dengan protein plasma dapat memproteksi hormon ini dari

proses metabolisme dan ekskresi, sehingga masa-paruhnya dalam sirkulasi panjang.

Hanya sekitar 0,03% tiroksin dan 0,3% triyodotironin dari total hormon tersebut

berada dalam keadaan bebas.

Aktivitas metabolik hormon tiroid hanya dapat dilakukan oleh hormon yang

bebas. Karena afinitas pengikatannya dengan protein plasma tinggi, maka adanya

perubahan kadar protein plasma atau afinitas ikatannya, akan mempengaruhi kadar

total hormon dalam serum. Beberapa obat dan berbagai kondisi patologik dan

fisiologik, misalnya peningkatan kadar estrogen plasma pada kehamilan atau terapi

dengan estrogen atau penggunaan kontrasepsi hormonal oral, dapat meningkatkan

pengikatan tiroid dengan protein plasma dan kadar proteinnya.

Karena adenohipofisis hanya dipengaruhi dan meregulasi hormon tiroid yang

bebas, maka keadaan diatas hanya sedikit mempengaruhi perubahan kadar hormon

bebas dalam sirkulasi. Karenanya tes laboratorium yang hanya mengukur kadar

hormon total secara keseluruhan dapat menyesatkan diagnosis. Tabel 27-1,

memperlihatkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengikatan hormon tiroid

9

Page 10: BAB IKK

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengikatan hormon tiroid dengan TBG

Meningkatkan Ikatan Menurunkan Ikatan

Jenis obat

Estrogen

Metadon

Klofibrat

5-fluorourasil

Heroin

Tarnoksifen

Selective estrogen

Receptor modulators

Faktor sistemik

Penyakit hati

Porfiria

Infeksi HIV

Penyakit congenital

Glukokortikoid

Androgen

L-Asparaginase

Salisilat

Asam mefenamat

Antiepilepsi (fenitoin,

karbamazepin)

Furosemid

Penyakit congenital

Penyakit akut dan kronik

4. Biotransformasi dan ekskresi

Tiroksin lambat sekali dieliminasi dari tubuh, dengan masa paruh 6-8 hari. Pada

hipertiroidisme masa paruhnya memendek 3-4 hari. Dan pada hipotiroidisme

memanjang 9-10 hari. Perubahan ini dapat menggambarkan adanya perubahan dalam

kecepatan metabolismenya. Bila pengikatannya denga TBG meningkat, misalnya

pada kehamilan, klirensnya akan terganggu. Peningkatan TBG ini terjadi karena

estrogen dapat menginduksi peningkatan asam sialat dalam TBG yang terbentuk, dan

10

Page 11: BAB IKK

menyebabkan klirensnya menurun. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila ikatannya

dengan protein menurun atau bila terjadi hambatan pengikatan oleh beberapa obat

seperti tertera pada table 27-1. T3 yang ikatannya dengan protein tidak terlalu kuat,

masa paruhnya hanya sekitar 1 jam.

Degradasi non-deyodinasi hormon tiroid sebagian besar terjadi di hati ; T4 dan

T3 akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sulfat, dan akan di ekskresi melalui

empedu. Sebagian dari hormon yang telah terkonjugasi  ini akan dihidrolisis di usus

halus, dan tiroid yang bebas ini akan di reabsorpsi. Bentuk terkonjugasi yang lain

akan sampai di kolon, yang kemudian akan dihidrolisis dan di eliminasi melalui feses

dalam bentuk bebas.

Seperti diuraikan di atas, sebagian besar T4 mengalami deyodinasi menjadi T3

atau rT3. Triyodotironin dan rT3 mengalami deyodinasi menjadi 3 diyodotironin yang

berbeda, yang akan mengalami deyodinasi lebih lanjut menjadi 2 monoyodotironin,

yang merupakan metabolit inaktif dan pada keadaan normal berada pada plasma.

5. Faal hormone tiroid

Mekanisme kerja tiroksin belum seluruhnya diketahui.yang telah diketahui ialah

hormon tiroid .secara langsung masuk kedalam nukleus tanpa berikatan dengan

reseptor dalam sitoplasma.tiroksin berperan penting pada pembentukan kalori, pada

metabolism karbohidrat,protein dan kolesterol dan pada proses pertumbuhan

badan.tiroksin juga berhubungan erat dengan fungsi katekolamin dalam badan.

a.     pembentukan kalori

b.     metabolisme karbohidrat

c.    metabolisme protein

d.   metabolisme lemak dan kolestrol

11

Page 12: BAB IKK

e.    pertumbuhan

f.     sistem sara

g.    hubungn tiroksin dengan epinefrin

6. Hubungan iodium dengan hormone tiroid

Untuk pembentukan hormone tiroid yang normal, tubuh membutuhkan jumlah

yodium yang cukup. Bila yodium kurang hormone ini tidak dapat diproduksi dalam

jumlah cukup, sedangkan TSH terus disekresikan sehingga kelenjar tiroid mengalami

hyperplasia dan hipertrofi. Kelenjar yang membesar dan terus terangsang ini dapat

mengekstraksi residu yodida yang masih berada di sirkulasi. Pada defisiensi yodium

yang ringan sampai sedang, umumnya kelenjar tiroid dapat memproduksi hormone

dalam jumlah cukup, terutama T3. Tetapi bila defisiensi tersebut tergolng berat , akan

terjadi hipotiroidisme (pada orang dewasa) dan mungkin akan timbul kretinisme.

Pada beberapa daerah di dunia, simple goiter atau goiter nontosik banyak di

jumpai akibat defisiensi yodium. Yodium yang dibutuhkan orang orang dewasa

sekitar 1-2 µg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat kebutuhan harian yodium untuk anak-

anak adalah 40-120 µg, dewasa 150 µg, untuk wanita hamil 220 µg dan wanita

menyusui 270 µg. makanan yang banyak mengandung yodium adalah makanan yang

berasal dari laut, sedangkan sayuran dan daging sedikit mengandung yodium.

Cara paling praktis untuk memenuhi kebutuhan yodium, terutama untuk mereka

yang bertempat tinggal di pegunungan yang jauh dari laut, adalah dengan

menambahkan yodida pada garam dapur, yang sehari-harinya digunakan di meja

makan.

7. Indikasi

12

Page 13: BAB IKK

Indikasi umum

Indikasi utama preparat hormon tiroid adalah sebagai terapi

pengganti/replacement pada miksudema,struma atau goiter simple

kretinisme.Hampir semua gangguan fungsi tiroid terjadi karena gangguan sintesis

hormon tiroid.

Ada empat golongan penghambat sintesis hormon tiroid

1.    Antitiroid,yang mengganggu sintesis hormon secara langsung

2.    Penghambat ion yang menghalangi mekanisme transport yodida

3.    Yodida,yang pada konsentrasi tinggi memiliki efek supresi terhadap kelenjar

tiroid

4.    Yodium radio aktif,yang merusak kelenjar dengan radiasi ion

Tiroksin (Na-levotiroksin; L-T4) merupakan obat pilihan utama untuk

replacement therapy pada hipotiroidisme atau kretinisme, karena potensinya

konsisten dan lama kerjanya panjang. Absorpsinya di usus halus bervariasi dan

tidak lengkap. Beberapa obat dapat menghambat absorpsi levotiroksin, a.l.

sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, Al (OH)3.

Ekskresi bilier dapat meningkat bila diberikan bersama obat yang

menginduksi sitokrom (CYP), seperti fenitoin, karbamazepin, dan rifampin. Pada

keadaan ini perlu dipikirkan penambahan dosis levotiroksin oral. Triyodotironin

(Na-liotironin) dapat digunakan bila diperlukan obat dengan mula kerja lebih

cepat, missal pada koma miksedema (meski jarang) atau untuk persiapan terapi

yodium radioaktif (131I) pada kanker tiroid. Liotironin jarang digunakan pada

replacement therapy jangka panjang karena pemberiannya harus lebih sering,

13

Page 14: BAB IKK

dibutuhkan dana besar, dan akan terjadi peningkatan T3 meski berlangsung

sebentar.

Dosis levotiroksin untuk replacement therapy 112 µg sebagai dosis tunggal,

untuk liotironin 50-75 µg dibagi dalam beberapa kali pemberian. Karena masa

paruh tiroksin panjang (7 hari), keadaan kadar mantap tercapai setelah sekitar 5

minggu, karenanya reevaluasi terapi dengan mengukur kadar TSH plasma

sebaiknya dilakukan pada minggu-minggu ke 6-8 pengobatan. Tujuan terapi ini

untuk mencapai kisaran kadar TSH normal (0,5-5,0 µIU/mL), bila terapi

berlebihan akan terjadi supresi TSH sampai subnormal, dan dapat menyebabkan

osteoporosis dan disfungsi jantung. Pada pasien muda yang kurang patuh minum

obat, levotiroksin diberikan 1 kali seminggu, dosis harus yang cukup aman dan

efektif. Pasien usia lanjut diberikan dosis harus yang cukup aman dan efektif.

Pasien usia lanjut diberikan dosis 25-50 µg sehari untuk mencegah eksaserbasi

penyakit jantung yang tidak terdiagnosis.

Hipotiroidisme subklinis

Merupakan suati hipotiroidisme dengan sedikit gejala klinis yang disertai

peningkatan TSH plasma. Insidensnya 15%, pada usia lanjut 25%. Terapi

dilakukan dengan levotiroksin untuk menormalkan TSH, dan hasilnya sangat

bervariasi. Mungkin preparat ini bermanfaat untuk hipotiroidisme subklinis yang

disertai goiter, penyakit autoimun disfungsi kognitif atau kehamilan.

Pada pasien hipotiroidisme dengan kehamilan, dosis levotiroksin sering harus

dinaikkan karena kadar TBG yang meningkat akibat estrogen yang meningkat dan

sebagian obat dapat berpindah melalui plasenta ke janin. Kehamilan dapat

menyebabkan tidak terdiagnosisnya hipotiroidisme autoimun yang baru akan

timbul, atau pada pasien yang tinggal di daerah endemis (kekurangan yodium).

14

Page 15: BAB IKK

Hipotiroidisme pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan mental dan

fisik fetus. Karenanya sangat dianjurkan untuk pemeriksaan TSH pada kehamilan

dini (trimester I), terutama pada para ibu yang tinggal di daerah endemik.

Koma miksedema

Sindroma ini jarang terjadi, dan disebabkan oleh hipotioridisme yang hebat

dan berlangsung lama. Keadaan ini termasuk gawat darurat, yang meskipun segera

diobati, mortalitasnya 60%. Di Negara Barat, sering terjadi pada usia lanjut di

musim dingin.

Faktor predisposisi a.l. infeksi paru, penyakit serebrovaskuler, dan gagal

jantung kongestif. Kecuali terapi suportif yang umum diberikan pada pasien gawat

darurat, perlu diberikan juga tiroksin parenteral mengingat keadaan pasien,

absorpsi per oral akan terganggu.

Pemberian IV 200-300 µg levotiroksin, sesudah 24 jam diberikan lagi 100 µg.

Pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun tanpa penyakit jantung dapat

diberikan bolus tiroksin 500 µg oral atau melalui nasogastric tube. Dosis tiroksin

harus disesuaikan dengan keadaan stabilitas hemodinamik, adanya gangguan

jantung, dan keadaan keseimbangan elektrolit pasien. Terapi yang berlebihan

justru dapat bersifat fatal.

Nodul dan kanker tiroid

Nodul tiroid lebih sering terjadi pada wanita. Persentase kejadian sekitar 0,1%

per tahun, dan akan meningkat 20 kali lebih banyak pada pasien yang mengalami

radiasi ionisasi. Dari jumlah pasien dengan nodul tersebut, diperkirakan 8-10%

mempunyai kanker tiroid. Tindakan utama untuk kanker tiroid adalah operasi

diikuti terapi dengan levotiroksin.

15

Page 16: BAB IKK

Pemberian levotiroksin pada nodul soliter dapat mensupresi TSH serum,

diharapkan nodul tidak akan membesar lagi atau ukurannya berkurang.

Keberhasilan ini dapat dilihat dengan pemeriksaan kadar TSH serum dan

radioisotope scanning. Bila TSH telah menurun, dilakukan scanning ulangan

(suppression scan), dan bila ternyata ukuran nodul tidak berubah, levotiroksin

harus dihentikan. Suppression scan harus dihindari pada pasien usia lanjut dan

pasien penyakit jantung koroner.

Pada nodul yang dapat mengecil dengan terapi levotiroksin, terapi dapat

dilanjutkan. Bila setelah 6-12 bulan terapi ukuran nodul menetap, obat harus

dihentikan, dan diobservasi apakah bertambah besar lagi. Bila nodul terus

bertambah besar, harus dilakukan biopsy, bila perlu dioperasi.

Kretinisme

Keberhasilan terapi kretinisme, sangat tergantung pada saat dimulainya terapi;

jika terapi dimulai sejak bayi baru lahir umumnya gangguan perkembangan fisik

dan mental dapat dicega. Karena umumnya diagnosis sukar ditegakkan,

pasien baru berobat saat gejalanya sudah nyata, saat tersebut justru sudah

terlambat untuk mencegah gangguan perkembangan mental. Jika kelainannya

terletak pada pembentukan tiroid, timbulnya gangguan mental sukar sekali

dicegah, meskipun terapi diberikan sedini mungkin. Saat yang kritis adalah saat

mielinisasi SSP yang terjadi pada saat bayi baru lahir.

Dianjurkan pemberian 10-15 µg/kg sehari pada hipotiroidisme congenital.

Setelah 1-22 minggu akan meningkatkan kadar total serum tiroksin pada sebagian

bayi baru lahir. Selama 6 bulan pertama terapi dosis untuk setiap pasien

disesuaikan dengan interval waktu 4 sampai 6 minggu, kemudian dengan interval

2 bulan pada bulan-bulan ke 6 sampai ke 18 bulan pengobatan, dan setelah itu

16

Page 17: BAB IKK

dengan interval 3-6 bulan untuk dapat mempertahankan kadar tiroksin serum

antara 10-16 µg/dL dan TSH serum yang normal.

Kadar tiroksin bebas harus dipertahankan pada nilai diatas normal. Hormone-

replacement ini harus disertai monitoring pertumbuhan, perkembangan motorik,

maturasi tulang, dan kemajuan perkembangan si bayi.

8. Sediaan

Na-levotiroksin (T4) terdapat dalam bentuk tablet dan sediaan suntikan (IV).

Tablet mengandung zat aktif 0.025 mg, 0,05 mg, 0,1 mg, 0,15 mg, 0,2 mg, dan 0,3

mg, sedangkan sediaan suntikan 10 mL mengandung 0,1 dan 0,5 mg/mL.

Na-liotironin (T3) terdapat dalam bentuk tablet 5 µg, 25 µg, dan 50 µg.

Liotriks (Rasio T4:T3 = 4:10) terdapat dalam bentuk tablet 12.5 ; 25 ; 30 ; 50 µg.

B. Hormone anti tiroid

1. Mekanisme kerja

Antitiroid menghambat sintesis hormon teroid dengan jalan menghambat proses

pengikatan /inkorporasi yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin.selain itu jg

menghambat proses penggabungan dari gugus yodotirosil untuk membentuk

yodotironin.

cara kerjanya dapat dijelaskan dengan adanya hambatan terhadap enzim

peroksidase sehingga oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu.selain

menghambat sintesis hormon.propiltiourasil ternyata juga menghambat deyodinasi

tiroksin mnjadi triyodotironin di jaringan perifer,sedangkan metilmazol tidak

memiliki efek ini.

17

Page 18: BAB IKK

2. Farmakokinetik

Data farmakokinetik antitiroid sulit dipelajarin karena metoda kimia untuk

menentukan kadar obat ini dalam cairan tubuh belum ditemukan. Tiourasil tiourea

didistribusi ke seluruh jaringan badan dan diekskresi melalui urin dan air susu

ibu,tetapi tidak melalui tinja.

3. Efek samping

Reaksi yang paling sering timbul adalah demam obat yang terutama terjadi

dalam pengobatan.

Propiltiourasil dan metimasol jarang sekali menimbulkan efek samping dan bila

timbul biasanya mempunyai gambaran yang sama frekuensinya kira kira 3% untuk

propiltiourasil dan 7% untuk metimazol.Agranulositosis hanya timbul dengan

frekuensi 0,5% dan 0,12%. Yang paling sering timbul adalah purpura dan popular 

rash yang kadang kadang hilang sendiri.gejala lain yang jarang sekali timbul adalah

nyeri dan kaku sendi,terutama pada tangan dan pergelangan;nyeri itu dapat pindah ke

sendi lain.Reaksi demam hepatitis dan nefritis jarang sekali terjadi pada penggunaan

propiltiourasil dan metimazol.

4. Indikasi

Antitiroid digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme,baik untuk mengatasi

gejala klinik sambil remisi spontan,maupun sebagai persiapan operasi.Selain itu,obat

ini juga dapat dipakai dalam kombinasi dengan yodium radioaktif,dengan tujuan

mempercepat timbulnya perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi yodium

radioaktif.

18

Page 19: BAB IKK

Antitiroid bermanfaat pada hipertiroidisme yang disertai dengan pembesaran

kelenjar tiroid bentuk difus maupun noduler.

Propiltiourasil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. Biasanya diberikan dengan

dosis 100 mg setiap 8 jam,bila perlu dosis dapat ditinggikan sampai 600 mg

sehari.

Kegagalan pengobatan dengan dosis 300 mg sehari biasanya disebabkan oleh

interval dosis yang kurang tepat.Kelambatan timbulnya efek dapat dijumpai

pada penderita dengan goiter yang sangat besar dan pada penderita yang

sebelumnya sudah mendapat sediaan yodium.

Metimazol (1-metil-2-merkaptoimidazol) tersedia dalam bentuk tablet 5 mg

dan 10 mg ; dosis dianjurkan 5 mg sampai 10 mg ; dosisnya sama dengan

metimazol.

Metiltiourasil terdapat sebagai tablet 25 mg dan 50 mg,dosisnya sehari 200 mg

terbagi dalam 2 atau 4 dosis.Bila telah diperoleh efek terapi,dosis obat

diturunkan untuk menghidari timbulnya hipotiroidisme.

penghambat ion yodidaIalah obat yang dapat menghambat transport aktif ion

yodida ke dalam kelenjar tiroid. Pada umumnya obat tersebut berupa anion

monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai ukuran hamper sebesar hidrat

ion yodida.

Contoh obat golongan ini antara lain ialah tiosianat (SCN), perklorat (CIO4),

nitrat (NO3),fluoborat (BF4),fluosulfonat (SO3F),difluofosfaT (PO2F2).Obat

golongan ini dapat menghambat fungsi tiroid dan menimbulkan goiter.

19

Page 20: BAB IKK

C. IODIDA

Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme

sebelum ditemukan berbagai macam antitiroid.Meskipun yodida diperlukan dalam

jumlah yang kecil untuk biosintesis hormon teroid,dalam jumlah yang berlebihan yodida 

dapat menyebabkan goiter dan hipotiroidisme pada orang sehat.Pemberian yodida pada

penderitaan hipertiroid menghasilkan efek terapi yang nyata,jadi dalam hal ini yodida

menekan fungsi tiroid.Goiter yang terjadi karena pemberian antitiroid,dapat diperbaiki

dengan pemberian sediaan tiroid dan yodida,jadi dalam hal ini yodida justru

memperbaiki fungsi tiroid.Mekanisme kerja atau peran yang tepat dari yodida masih

belum jelas.

Hal hal yang tersebut di bawah ini kiranya dapat memberikan sedikit gambaran

mengenai peran yodida dalam tiroid :

1. yodium diperlukan untuk biosintesis hormon tiroid.

2. yodida menghambat proses transport aktifnya sendiri ke dalam tiroid.

3. bila yodium di dalam teroid terdapat dalam jumlah cukup banyak   terjadi

hambatan sintesis yodotironin dan yodotirosin.

Yodida terutama digunakan utk persiapan operasi tiroid pd hipertiroidisme.

Biasanya yodida tdk diberikan tersendiri, tetapi diberikan setelah gejala hipertiroidisme

diatasi dg antitiroid, yi biasanya diberikan selama 10 hari sebelum operasi dilakukan. Dg

cara dmk diperoleh keadaan yg optimal utk tindakan operasi.

Pemberian yodida bersama antitiroid dr permulaan, efeknya sering bervariasi, shg

diperlukan antitiroid lebih banyak dlm jangka waktu lebih lama utk mendptkan keadaan

tiroid yg optimal utk operasi.

20

Page 21: BAB IKK

Yodida digunakan utk terapi pencegahan di daerah goiter endemik. Natrium yodida

dan kalium yodida tersedia dlm btk kapsul, tablet atau larutan jenuh dlm air. Dosis sehari

cukup dg 3 kali 0,3 ml.

EFEK SAMPING

• Kadang-kadang dpt terjadi reaksi hipersensitivitas yodium.

• Intoksikasi kronik yodida atau yodisme ditandai dg rasa logam, terbakar dlm

mulut, tenggorok serta perangsangan selaput lendir.

• Dpt terjadi peradangan faring, faring dan tonsil serta kelainan kulit ringan sampai

akneform berat atau kadang-kadang erupsi yg fatal disebut ioderma.

• Gejala saluran cerna berupa iritasi disertai dg perdarahan.

21

Page 22: BAB IKK

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hormon tiroid (bahasa Inggris: thyroid hormone, TH) adalah klasifikasi hormon

yang mengacu pada turunan senyawa asam amino tirosina yang disintesis oleh kelenjar

tiroid dengan menggunakan yodium. Terdapat dua jenis hormon dari klasifikasi ini yaitu

tetra-iodotironina dan tri-iodotironina. Kedua jenis hormon ini mempunyai peran yang

sangat vital di dalam metabolisme tubuh.Fungsi utama hormon tiroid adalah

meningkatkan aktivitas metabolik seluler, sebagai hormon pertumbuhan, dan

mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik seperti sistem kardiovaskuler dan

regulasi hormon lain. Diagnosis hipertiroidisme mengacu pada hasil pemeriksaan TSH,

FT4, FT3, TSI, dan indeks Wayne dan indeks New Castle berdasarkan gejala klinis yang

timbul.

Efek samping pembedahan yang mungkin timbul bisa saja terjadi akibat letak

kedua kelenjar yang berdekatan dan fungsinya yang antagonis. Penatalaksanaan

hipertiroidisme meliputi tindakan bedah dan pemberian bahan penghambat sintesis tiroid,

seperti antitiroid, penghambat ion iodida, yodium konsentrasi tinggi, dan yodium

radioaktif.

22

Page 23: BAB IKK

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Anonim, 2000, Informatorium Obat NasionalIndonesia (IONI), Direktorat Pengawasan Obat

dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2007, Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 42-2007, PT. Ikrar Mandiri,

Jakarta.

23