Upload
vankhanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
38
BAB IV
ANALISA TERHADAP KONSEP KEPEMILIKAN HARTA
DALAM SISTEM EKONOMI KAPITALIS DAN ISLAM
A. Analisis Terhadap Konsep Kepemilikan Harta Dalam Sistem Kapitalis
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang lebih mementingkan hak
individu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat umum. Pelaku
ekonomi bersifat individu dengan bebas untuk mengusahakan keberhasilan
ekonomi dengan bebagai cara yang dikehendakinya dan menanggung resiko
pribadi. Seperti semboyan kapitalis “Segala sesuatu untuk diri sendiri.”Ini
menunjukkan bahwa kapitalis mempunyai hak memiliki secara pribadi yang
tidak terbatas atas alat-alat produksi yang tenaga penggeraknya adalah laba
pribadi.
Sistem ekonomi kapitalis lebih memprioritaskan kepentingan individu
daripada kepentingan umum, masih ada kebaikan- kebaikan didalamnya.
1. Kebaikan-kebaikan sistem ekonomi kapitalis,1 yaitu :
a. Para pendukung mazhab sistem ekonomi kapitalis menyatakan bahwa
kebebasan ekonomi sangat bermanfaat bagi masyarakat. Dengan
kebebasan ekonomi disini, maka masyarakat banyak peluang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
1 M Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995, hlm. 315.
39
b. Persaingan bebas di antara individu akan mewujudkan tahap
“produksi“ dan tingkat “harga“ pada tingkat yang wajar dan akan
membantu, mempertahankan penyesuaian yang rasional di antara
kedua variabel. Persaingan akan mempertahankan keuntungan dan
upah pada tingkat yang sederhana.
c. Para ahli ekonomi kapitalis menyatakan bahwa motivasi untuk
mendapatkan keuntungan merupakan tujuan yang terbaik, sebanding
dengan tujuan untuk memaksimumkan. Semakin sedikit kesempatan
untuk memperoleh keuntungan semakin kecil semangat untuk bekerja
dan meningkatkan produksi. Sebaliknya jika kita mempertahankan
motivasi mendapatkan setiap individu untuk memperoleh/
mendapatkan pendapatan sebanyak mungkin, setiap orang akan
berupaya bekerja keras dengan tenaga yang maksimum serta berusaha
untuk melakukan produksi maksimum. Persepsi yang dikemukan oleh
para pendukung ekonomi kapitalis tersebut diatas untuk menumbuhkan
semangat dan menyadarkan kita bahwa ekonomi sudah dikuasai oleh
kaum kapitalisme yang secara tidak sadar, karena dengan upaya kerja
keras dengan tenaga maksimum untuk memperoleh pendapatan yang
layak. Kalau tidak demikian pendapatan para pekerja akan tetap kecil
dan tidak mengikat. Tetapi disamping kebaikan yang dikemukakan
diatas ada kelemahan-kelemahannya.
40
2. Kelemahan-kelemahan sistem ekonomi Kapitalis,2 yaitu :
a. Persaingan bebas yang tidak terbatas, mengakibatkan banyak
keburukan dalam masyarakat apabila ia menggangu kapasitas kerja
dan sistem ekonomi serta menculnya semangat persaingan diantara
individu. Sebagai contoh hak individu yang tidak terbatas untuk
memiliki harta mengakibatkan distribusi kekayaan yang tidak
seimbang dalam masyarakat dan pada akhirnya akan merusak sistem
perekonomian.
b. Adanya perbedaan yang radikal (jelas) antara hak-hak majikan dan
pekerja, penerima upah tidak mempunyai kesempatan yang sama
dengan saingannya, sehingga ketidakadilan ini memperdalam gap
(jurang) antara yang kaya dan miskin.
c. Sistem ekonomi kapitalis, disatu pihak memberikan seluruh manfaat
produksi dan distribusi di bawah penguasaan para ahli, yang
mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak dan
membatasi mengalirkan kekayaan di kalangan orang-orang tertentu
saja. Di pihak lain menjamin kesejahteraan semua pekerja (yang
merupakan sebagian faktor produksi) kepada beberapa orang yang
hanya mementingkan diri sendiri.
Ditinjau dari norma objektif, menurut Prof. Halim untuk menilai sistem
sosio-ekonomic ada 4 (empat) kritik terhadap kapitalisme, antara lain :
a. Distribusi kekayaan yang kurang merata.
2 Ibid, hlm. 316.
41
Hal ini sangat merugikan masyarakat sehingga muncul masalah
ekonomi seperti banyaknya pengangguran, terjadinya kepincangan sosial,
merusaknya sistem perekonomian. Untuk itu yang kaya semakin kaya dan
yang miskin semakin miskin.
b. Kapitalisme sering dianggap kurang produktif dibanding dengan sistem
kolektif yang dapat merencanakan pembangunan secara tepat.
c. Kapitalisme kurang kompetitif, motivasi laba dan perjuangan kompetitif
bersamaan dengan teknolgi modern menyebabkan kecenderungan
monopoli yang melanggar falsafat kapitalisme.
d. Kapitalisme kurang mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang
tinggi.
Kondisi di masyarakat kapitalisme dimana peran modal begitu unggul
dan keyakinan akan ampuhnya rasio sebagai penguat tenaga. Berkat rasio
manusia telah memenangkan kemenangan atas kehidupan dunia, dalam derajat
tertentu telah menjadikannya sebagai sosok makhluk yang berkedudukan
sebagai “penakluk”.3 Seolah-olah modal sangat penting kedudukannya dalam
memposisikan status manusia itu sendiri.
Dimana di dalam masyarakat kapitalis terdapat jutaan penduduk yang
menjual tenaganya dengan harga murah pada minoritas pada orang yang
memiliki modal dan harus menjalani penderitaan jika tidak ada majikan yang
membeli tenaganya atau tiba-tiba harus di PHK.
3 Eko Prasetyo, Islam Kiri: Melawan Kapitalisme Modal Dari Wacana Menuju Gerakan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002, hlm. 81-82.
42
Kekuasaan yang berwatak kapitalis masih ada yang menunjukkan
berbagai bentuk perbudakan manusia. Keinginan yang kuat untuk
mendominasi/menguasai muncul melalui berbagai aturan-aturan yang pada
dasarnya bertujuan pokok melakukan kontrol agar tidak ada perlawanan pada
modal.4
Hal ini tercermin dalam tindakan ekonomi kapitalistik Adam Smith
merupakan suatu tindakan yang mempunyai kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan keuntungan secara damai, dimana usaha kapitalistik
berdasarkan mencari keuntungan secara rasional. Dalam artian bahwa
keuntungan di sini bisa diterima secara rasio untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Menurut Karl Mark, sistem kapitalisme di Inggirs abad XIX telah
melahirkan kisah-kisah tentang kesengsaraan hidup, yaitu adanya sistem
penindasan melalui mekanisme pasar dimana kaum pekerja terpaksa
menerima upah rendah karena tidak seimbangnya antara lapangan perkerjaan
dan pencari kerja, yaitu bahwa jumlah pencari kerja jauh lebih besar dibanding
dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Dalam hal ini dijadikan kesempatan
besar bagi kaum kapitalis untuk mencari keuntungan yang luar biasa dengan
mengembangkan sistem ekonomi kapitalisme di negara-negara berkembang,
sehingga dampaknya adalah negara berkembang tidak bisa menjadi maju,
sebaliknya negara-negara maju terus menjadi semakin maju.
B. Analisa Terhadap Konsep Kepemilikan Harta Sistem Ekonomi Islam.
4 Ibid, hlm. 85.
43
Islam memperkenankan setiap orang untuk memiliki harta benda secara
pribadi, akan tetapi seiring itu pula Islam menuntut terhadap harta bendanya
itu untuk dimanfaatkan secara kolektif (bersama), sedekahnya atau
membelanjakan sebagai dari harta tersebut di jalan Allah, mengeluarkan zakat
dan infaq. Cara perolehan harta benda tersebut, haruslah dengan cara jujur dan
bermanfaat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Islam mempunyai pandangan yang jelas harta dan kegiatan ekonomi
serta bidang-bidang ilmu lainnya yang tidak luput dari kajian Islam, yang
bertujuan untuk menuntun berada di jalan lurus (Shirat al-Mustaqim).5
Pandangan Islam mengenai harta dan kegiatan ekonomi,6 menurut
Syafi’i Antonio, yaitu :
1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang berada di muka bumi,
termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan untuk manusia
hanya bersifat relatif, sebatas melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Dalam hal ini harta yang
dimiliki oleh manusia hanyalah sebagai titipan dari Allah SWT yang harus
dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama.
2. Status harta yang dimiliki manusia adalah :
a. Harta sebagai amanah dari Allah SWT, manusia hanya pemegang
amanah karena memang manusia tidak mampu mengadakan benda dari
tiada.
5 Achmad Ramzy Tajoeddin, dkk, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana dan P3EI UII, 1992, hlm. 3.
6 Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 7.
44
Dari bahasa Enstein, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang
mampu dilakukan manusia adalah merubah dari satu bentuk energi ke
energi lain.
b. Harta sebagai perluasan hidup yang memungkinkan manusia bisa
menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.Naman manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan
menikmati harta (Q.S. Ali Imron : 14).
c. Harta sebagai ujian Keimanan (Q.S. al-Anfaal : 28)
Apakah manusia tersebut mau menginfaqkan/tidak harta yang
dimilikinya atau justru harta tersebut membawa manusia pada
kehinaan/lupa akan nikmat Allah SWT.
d. Harta sebagai bekal ibadah, yaitu melaksanakan perintah-Nya (Q.S. at-
Taubah : 41,60), (Q.S. Ali Imron : 133-134). Dengan harta yang kita
miliki mampu mengantarkan kita pada derajat Taqwa, apabila
digunakan di jalan Allah SWT.
3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (‘amal)/mata
pencaharian (ma’isyah) yang halal sesuai dengan aturan-Nya (Q.S. al-
Mulk : 15), (Q.S. al-Baqarah : 267), (Q.S. 41 :105), �Mencari Rizqi yang
halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain� ( H.R. Tabrani).
“Sesungguhnya Allah mencari Hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa
yang bekerja keras mencari yang halal untuk keluarganya maka sama
seperti mujahid di jalan Allah” (H.R. Ahmad)
45
4. Dilarang mencari harta, berusaha/bekerja yang dapat melupakan kematian,
(Q.S. at-Takaasur : 1-2), melupakan Dzikrullah (tidak ingat kepada allah
dengan segala ketentuan-Nya) (Q.S. al-Munaafiqin : 9), melupakan sholat
dan zakat (Q.S. an-Nuur : 37) dan memusatkan kekayaan hanya pada
sekelompok orang saja (Q.S. al-hasyr : 7).
5. Dilarang menempuh usaha yang haram seperti kegiatan riba (Q.S. al-
Baqarah : 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (Q.S. 5 : 90-
91), mencuri, merampok (Q.S. 5 : 38) curang dalam takaran timbangan
(Q.S. al-Muthaffifin 1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan
(Q.S. 2 : 188) dan melalui suap menyuap (H.R. Imam Ahmad).
Aktifitas ekonomi dalam pandangan Islam pada hakekatnya bertujuan
untuk :
1. Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana
2. Memenuhi kebutuhan keluarga
3. Memenuhi kebutuhan jangka panjang
4. Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan
5. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah7
Dalam rangka pencapaian itulah Islam memberikan panduan dan aturan
tentang bentuk kebebasan aktivitas manusia dalam memperoleh kekayaan.
Kebebasan tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan baik secara sosial
maupun dihadapan Allah SWT.
7 Muh. Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991,
hlm. 15.
46
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu bahkan
bersinggungan atau bahkan dibatasi oleh kebebasan individu orang lain.
Menyangkut masalah individu, hak individu dalam kaitannya dengan
masyarakat, para sarjana muslim bersepakat pada prinsip-prinsip berikut ini8 :
1. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari
kepentingan individu .
2. Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat,
meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan syariah.
3. Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk mehilangkan yang
lebih kecil, menfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk
manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, bahaya yang lebih kecil harus dapat
diterima/diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar,
sedangkan manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Dalam sistem ekonomi hendaknya tidak lepas dari nilai-nilai
kemanusiaan yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri, sehingga
tercipta ekonomi masyarakat yang merata, aman dan makmur. Islam
memberikan kebebasan serta hak milik9 kepada individu dan mengelola usaha
secara pribadi, akan tetapi tanpa merusak ekonomi masyarakat.
Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam tidaklah bersifat
mutlak/absolut (bebas tanpa kendali dan batas). Sebab di dalam berbagai
8 Rahman el-Junusi, “Pandangan Islam Terhadap The Theory of “Invisible Hand“ ADAM SMITH” dalam Theologia Jurnal Ilmu Ushuluddin Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 16.
9 Hasbi al-Siddiqi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, hlm. 8.
47
ketentuan tidak dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh
dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan
harta benda miliknya.10 Untuk itu dapat disebutkan prinsip dasarnya,11
menurut Suhrawardi K. Lubis, yaitu :
1. Pada hakikatnya individu hanyalah wakil dari masyarakat.
Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu/pribadi hanya
merupakan wakil masyarakat yang diserahi amanah. Amanah untuk
mengurus dan memegang harta benda. Pemilikan atas harta benda tersebut
hanya bersifat sebagai uang belanja. Sesungguhnya keseluruhan harta
benda tersebut secara umum adalah hak milik masyarakat. Masyarakat
diserahi tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut. Sedangkan yang
menjadi pemilik mutlak dari harta benda tersebut adalah Allah.
Sebagaimana firman Allah Q.S. al-Hadid : 7,
�������������� ������������������������������������� ����!��"����#���$$$�
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rosul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya “.
Untuk itu telah jelas bahwa pemilikan pribadi atas sesuatu harta
benda dalam pandangan Islam sebenarnya hanya bersifat untuk pemilikan
hak pembelanjaan dan pemanfaatan belaka. Dan menguasai di sini,
10 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, hlm.
6. 11 Ibid, hlm. 6.
48
bukanlah penguasaan yang bersifat mutlak/absolut, dalam hal ini hanyalah
sekedar menafkahkan sesuai ketentuan hak yang telah digariskan Allah.
2. Harta benda tidak boleh hanya berada di tangan pribadi (sekelompok)
anggota masyarakat.12
Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan
kestabilan dalam masyarakat. Sekiranya harta benda itu hanya berada
ditangan pribadi (monopoli kelompok) tertentu maka anugerah Allah
tersebut hanya berada di tangan segelintir orang. Dalam hal ini dilarang
penumpukan harta. Sebagaimana dalam Q.S. al-Hasyr : 7.
$$$����#����%����#&'������"�()����*��+����,��-�.�/��$$$
“…. Supaya harta itu juga hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu….”
Untuk itu diharapkan sebagian dari harta tersebut digunakan untuk
mengeluarkan zakat, dimana zakat bertujuan untuk distribusi kekayaan
bagi fakir miskin, untuk membebaskan budak-budak, membayar hutang
bagi para penghutang dan membantu problem-problem agama.13
Pendistribusian zakat (termasuk infaq, sedekah, hadiah) merupakan
suatu syarat untuk memperoleh pemilikan pribadi, walaupun pihak
penerima hak disini tidak melakukan prestasi apa-apa terhadap pemberi.
Dalam hal ini posisi mereka hanyalah sebagai orang yang membutuhkan,
12 Sayyid Qutub, 1984: 146- 152. 13 Eko Supriyadi, Sosialisme Islam: Pemikiran Ali Syari’ati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2003, hlm. 125.
49
diberikan kedudukan suci dalam Islam dan dijadikan jalan yang sah untuk
memperoleh pemilikan pribadi terhadap sesuatu benda.14
Walaupun didalam syariat Islam diakui adanya hak-hak yang bersifat
perorangan terhadap sesuatu benda, bukan berarti atas sesuatu benda yang
dimilikinya tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab
aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain.
Menurut Suhrawardi K. Lubis, adanya hak orang lain (hak masyarakat)
terhadap hak milik yang diperoleh seseorang dibuktikan dengan antara lain
adanya ketentuan.15
a. Pelarangan penimbunan barang.
Dalam ketentuan syariat Islam seseorang pemilik harta tidak
diperbolehkan untuk menimbun barang dengan maksud agar harga barang
tersebut naik secara drastis, terutama barang-barang yang merupakan
kebutuhan masyarakat, seperti bahan bangunan (semen), bahan makanan
(beras), bahan pendidikan (kertas) dan lain-lain. Sebagaimana dalam
Hadist dikatakan :
1. Hadist yang diriwayatkan Raziim dalam al-Jaminya menyebutkan :
bahwa Nabi bersabda, ”sejelek-jeleknya hamba adalah penimbun, jika
mendengar barang murah, ia murka, jika barang menjadi mahal, ia
gembira “.
14 Suhrawardi K. Lubis, op.cit, hlm. 12. 15 Ibid, hlm. 12-14.
50
2. Hadist yang diriwayatkan Abu Daud, At Tarmidzi dan Muslim dari
Muammar bahwa Nabi bersabda, “Siapa yang melakukan penimbunan,
ia dianggap bersalah” {Sayyid Sabiq (12), 1988:99}
b. Larangan memanfaatkan harta-harta untuk hal-hal yang membahayakan
masyarakat.
Dalam hal ini, walaupun harta tersebut merupakan milik individu,
akan tetapi dalam penggunaan harta tersebut tidak diperbolehkan untuk
hal-hal yang mengakibatkan timbulnya bahaya atau kerusakan bagi
masyarakat banyak.
c. Pembekuan Harta.
Dalam rangka menghormati hak-hak masyarakat dalam sesuatu
benda yang dimiliki oleh seseorang, maka perbuatan pembekuan harta
oleh seseorang pemilik barang oleh syariat Islam sangat dicela.
Dalam hal ini Abdullah Syah (Guru besar IAIN Sumut)
mengemukakan, ”Islam mewajibkan zakat dari harta simpanan yang tidak
digunakan untuk proyek-proyek yang bermanfaat, sebagaimana halnya
zakat diwajibkan dari harta yang digunakan untuk produksi. Tujuannya
agar pemilik-pemilik modal mau mengembalikan harta mereka”.
(Abdullah Syah,1992 : 16)
Dari sini terlihat jelas bahwa baik atas harta/benda yang tidak
produktif maupun atas harta/benda yang produktif, sama-sama dikenai
kewajiban untuk membayar zakat. Dengan demikian pemilik harta
didorong untuk mengembangkan hartanya untuk hal-hal yang produktif.
51
d. Pengembangan Harta
Dalam hal pengembangan harta menurut pandangan Islam harus
diperhatikan hak-hak masyarakat. Prinsip pokok dalam hal pengembangan
harta dalam pandangan Islam ialah kegiatan ekonomi harus tetap sejalan
atau tidak bertentangan dengan aqidah.
C. Implementasi dan Relevansi Konsep Kepemilikan Harta Dalam Sistem
Ekonomi Kapitalis Dan Sistem Ekonomi Islam.
Dalam istilah kapitalisme, ada tiga segi yang perlu diperhatikan menurut
Syed Nawwab Naider Naqvi,16 yaitu :
1. Cara produksi kapitalistis
2. Kerangka sosio- ekonomi kapitalistis
3. Mentalitas kapitalistis
Dari ketiga segi diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan produksi
kapitalistis merujuk pada suatu peningkatan intensitas modal dari sektor
penghasil komoditi dan hal ini merupakan ciri khas setiap ekonomi yang
berkembang, sehingga tidak menutup kemungkinan segi diata dapat dimiliki
oleh sistem ekonomi non kapitalis.
Akan tetapi dalam peningkatan intensitas modal sangat tidak layak
ketika ditekankan dengan memaksakan perbudakan ekonomi/politik atas
orang proletar. Menurut Peter Berger dalam bukunya yang berjudul
Kapitalisme Sebagai Suatu Fenomena, dia memahami kapitalisme
16 Syed Nawab Naider Naqvi, Etika Dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sintesis Islami, Bandung:
Mizan, hlm. 113.
52
sebagai suatu fenomena historis. Dia mengatakan bahwa mekanisme pasar di
dalam masyarakat yang digolongkan kapitalis banyak ditentukan oleh
perusahaan-perusahaan yang cenderung monopolistis dan serikat-serikat buruh
dan datangnya ‘negara pajak’ telah memasukkan alokasi politik sebagai suatu
faktor yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat kapitalis.
Sehingga menurut Berger bahwa Amerika Serikat lebih kapitalis dari pada uni
Soviet.17
Dengan melihat bahwa kapitalis tumbuh dan berkembang dengan adanya
istilah “kapital“, untuk itu kapitalis memandang pemilikan harta adalah hak
milik mutlak berada di tangan individu, dimana peran utama dalam menguasai
harta adalah individu.
Dari pandangan kapitalisme dalam hal ini, maka telah jelas bahwa
kapitalisme ada sedikit perbedaan dengan Islam,18 yaitu :
1. Kapitalisme tidak meletakkan aspek ruhani dalam melakukan kegiatan
ekonomi sehingga yang muncul adalah penghambaan pada aspek materi
saja. Padahal jika tidak ada keseimbangan antara aspek ruhani dan aspek
materi berakibat dapat menjadikan individu tersebut hanya memperoleh
kesenangan sesaat dan mengalami kekeringan sumber kebahagian.
2. Kapitalisme kurang seimbang dalam pengembangan harta.
17 Amir Effendi Siregar, Ed., Arus Pemikiran Ekonomi Politik, Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1991, hlm. 1. 18 Ibid, hlm. 114.
53
Dimana kapitalisme membolehkan kekayaan terpusat pada
segelintuir orang, dengan alasan bahwa hanya kaum kayalah yang berhak
menabung dan melakukan investasi.
Hal ini telah memberi kesempatan untuk menumpuk materi demi
memperkuat kepentingan pribadi, sehingga tidak adanya keseimbangan
sosial antara si kaya dan si miskin. Sebagaimana dalam firman Allah
SWT, QS 59: 7
$$$��%����#&'������"�()����*��+����,��-�.�/���#���$$$
“….supaya kekayaan itu jangan hanya beredar diantara orang- orang kaya saja diantara kamu. “
3. Kapitalisme sangat mendukung kebebasan manusia.
Dimana manusia menjadi subyek atas pemilikan harta, sehingga
mengaburkan adanya hak mutlak dari Allah SWT.
Sebagaimana dalam Islam bahwa semua harta adalah milik Allah
SWT dan manusia menguasainya sebagai amanah dari Allah SWT,
menunjuk pada pemilikan kekayaan secara kolektif, sedang kebebasan
tanpa batas atas kekayaan pribadi menyebabkan kaum miskin menjadi
sangat miskin dan kaum kaya menjadi sangat kaya.
4. Kapitalisme tidak menitik beratkan pada tanggung jawab kolektif. Hal ini
terlihat adanya kebijakan- kebijakan bagi setiap individu untuk membayar
pajak pendapatan progresif dan death duties (pemajakan atas harta orang
mati sebelunm dibagi kepada para ahli warisnya), namun kebanyakkan
individu tidak peka dan peduli bahkan melakukan penghindaran dan
54
pengelakkan pajak. Dan ini sangat tidak bertanggung jawab terhadap
kolektif. Dan disini tidak adanya campur tangan negara dalam pengelolaan
pajak.
Dalam Islam sendiri, telah jelas mengenai sistem ekonomi, dimana
keaslian Islam dalam memandang ekonomi adalah dengan menitik beratkan
moral dan ruhani sebagai landasan berekonomi. Kewajiban moral dengan
gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras dengan
ketentuan filsafat moral Islam.
Islam tidak memiliki otoritas dalam proses ekonomi, sedang campur
tangan negara ditujukan untuk mengokohkan pertentangan sosial yang
mungkin terjadi antara perilaku moral dan ekonomi manusia yang telah
mengarahkan masyarakat pada jalan perbudakkan. Sedang sebenarnya
manusia diciptakan oleh Allah itu sama-sama untuk beribadah kepadaNya.
Untuk itu Islam sangat menghormati hak milik orang lain/individu.
Pengakuan hak milik perseorangan adalah berdasarkan kepada tenaga dan
pekerjaan, baik sebagai hasil pekerjaan sendiri ataupun yang diterimanya
sebagai harta warisan dari keluarganya yang meninggal.19
A. Wahab Khalaf menegaskan dalam bukunya asy-Syiyasatus asy-
Syari’ah, bahwa dasar dari pemindahan hak milik dari seseorang kepada yang
19 H. Zaenal Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986,
hlm. 135.
55
lain ialah “’an taradhin” 0 �12��3 (karena atas suka dan ridho). Dia
mengemukakan tiga ketentuan bagi pengakuan hak milik dalam Islam.20
1. Larangan memiliki barang-barang orang lain melalui jalan yang tidak sah.
2. Menghukum orang-orang yang mencuri, merampas atau mengambil
barang yang bukan miliknya baik secara main-main, apalagi kalau benar-
benar mengambilnya.
3. Larangan menipu dalam jual beli dan membolehkan khiyar (berfikir
meneruskan atau membatalkan jual beli) dalam masa tiga hari.
Dari ketiga ketentuan di atas, dimaksudkan agar harta yang kita miliki
benar-benar bersih dan diridhoi oleh Allah SWT. Selain itu juga untuk
memberikan pelajaran bagi orang-orang yang berani untuk mencuri dan serta
mengajarkan bagaimana jujur dalam jual beli. Semua ini tidak lain untuk
kemaslahatan bersama sehingga terhindar dari kekacauan dimasyarakat.
Adapun batas-batas yang ditetapkan oleh agama Islam dalam
mengimplementasikan hak milik adalah :21
1. Melarang pengambilan harta orang lain, kecuali dengan jalan yang sah.
Sebagaimana dalam Firman Allah dalam QS. 2 : 188.
�����(�/4� �����5�6��7���8��9���:�"�����;�2���<�=��>���"�����#��"����������������/��2��-��
���+������2��� ������?@��"��A��#����B�����������(�,�1�� “Dan janganlah kamu memakan harta orang lain diantara kamu, dan kamu pergunakan tangan kakimu untuk dapat mengambil sebagian harta orang lain dengan jalan yang tidak sah sedang kamu mengetahui”
20 Ibid, hlm. 135. 21 Ibid, hlm. 136.
56
Dan didalam QS. An-Nisa’ : 29,ditegaskan bahwa dilarang mengambil
harta orang lain kecuali dengan keridhoan
2. Mengharamkan riba dan perjudian. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.
2 : 275 dan 276. dan QS.3:130, Allah menetapkan diharamkanya riba dan
QS.2:219, Allah mengharamkan perjudian..
3. Melindungi harta anak yatim dan safieh (orang yang tidak sanggup
menjaga hartanya.) Sebagainana dalam QS.Al-Isra:24 dan QS4:9 Allah
melarang memakan harta anak yatim yang didalam penjagaanya dengan
jalan yang tidak sah QS.4:55 Allah menetapkan perlindungan atas harta
orang-orang yang safieh.
4. Mencegah peradaran harta dan kekayaan orang-orang kaya saja.
Sebagaimana dalan QS. Al-Hasyr : 7 Allah berfirman bahwa janganlah
diberi kesempatan harta benda hanya beredar dikalangan orang-orang kaya
belaka. Susunan ekonomi harus diatur begitu rupa sehingga seluruh
manusia dapat mempunyai hak milik.
5. Menyerahkan jaminan bagi orang-orang yang terlantar. Sebagaimana
dalam QS. al-Isra : 26, diperintahkan sokongan atas kerabat, orang-orang
terlantar dalam perjalanan. Di dalam zaman modern ini, lebih peraktis
jaminan itu kalau diserahkan kepada organisasi-organisasi sosial yang
menjurus masalah di atas.
Meskipun sangat terlihat jelas implementasi hak milik dalam kedua
sistem ekonomi di atas (sistem kapitalisme dan Islam) saling bertentangan,
57
tetapi masih ada yang beranggapan bahwa antara Islam dan kapitalis ada
sedikit relevansinya yaitu dalam menghargai kebebasan individu.22
Jika dalam kapitalisme beranggapan bahwa adanya pengaturan terhadap
hak individu secara mutlak dan Islam pun mengakui hak milik individu,
namun dalam hal ini kapitalisme lebih pada penguasaan harta mutlak milik
individu, sehingga individu bebas untuk mengkonsumsi, memproduksi atau
mendistribusikan.
Adapun ciri-ciri kapitalisme adalah :23
1. Tidak ada perencanaan, ini mengandung arti bahwa adanya kekuasaan
para konsumen dalam ekonomi kapitalis.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme tidak ada rencana ekonomi sentral,
tindakan ekonomi yang tidak terkoordinasi dan bersifat individual bebas.
Sehingga mencul persaingan bebas yang merupakan kekuatan pasar.
2. Kebebasan memilih pekerjaan, menurut Karl Marx, bahwa pekerjaan
dalam sistem ekonomi kapitalis adalah bebas dalam arti ganda. Pertama,
sebagai manusia bebas dalam artian ia tidak dapat memberikan tenaga
kerjanya sebagai komoditinya sendiri. Kedua, ia tidak dapat mempunyai
komoditi lain untuk dijual.Ini menunjukkan bahwa kekuasaan penuh ada
pada diri individu.
22 Syeh Nawab Haider Naqvi, Op. cit, hlm. 112. 23 Rahman el-Junus, op.cit, hlm. 13.
58
3. Kebebasan berusaha, dalam sistem kapitalisme, kebebasan diartikan
sebagai kemerdekaan untuk memperoleh hak milik, karena hak milik
diperlukan untuk pemeliharaan kemerdekaan pribadi.
4. Kebebasan untuk menabung dan menginvestasi, dalam kapitalisme,
kebebasan menabung didukung dan ditingkatkan oleh hak untuk
mewariskan kekayaan.
Dalam menghargai kepentingan umum, kapitalisme mewajibkan
pembayaran pajak, namun dititkberatkan pada tanggungjawab individu yang
kaya, tanpa campur tangan pemerintah. Padahal, jika melihat basis individu
dalam masyarakat kebanyakan melakukan penyerobotan dari pada
pemberian.24 Bahkan sampai penghindaran dan pengelakan pajak, hal ini
disebabkan karena tidak ada pengawasan dari negara. Sedang negara hanya
sebagai pengelola dengan memberi kebebasan kepada individu. Ini
menunjukkan bahwa kapitalisme tidak menitikberatkan pada tanggungjawab
kolektif, sebagaimana yang telah dilakukan Islam.
Dalam Islam sendiri juga terdapat pajak zakat sebagai alat kebijaksanaan
Islami. Di mana hasil pungutan zakat digunakan untuk membasmi
kemiskinan. Untuk itu, setiap orang kaya harus mengeluarkan sebagian
hartanya yang dapat diinvestasikan. Dalam hal ini pemerintah harus memaksa
si kaya untuk mengeluarkan zakat yang sama halnya bahwa pemerintah telah
24 Syed Nawab Haider Naqvi, op. cit, hlm. 116.
59
membangun pilar penting dalam proyek penyejahteraan rakyat dan sekaligus
telah membangun pilar keadilan sosial.25
Adapun perlunya pengawasan pemerintah terhadap harta zakat adalah
dimulai dari tahapan penarikan atau dalam pengoperasian. Menurut M. Faruq
an Nabahan, sistem pengawasan pemerintah secara garis besar dapat
dikategorikan pada dua hal berikut ini :26
1. Mengawasi sistem penarikan zakat.
Pemerintah bisa menugaskan aparat perpajakan dalam mengecek
harta apa saja yang harus dizakati. Pemerintah juga harus memiliki dewan
kehormatan zakat yang manjamin bahwa zakat dioperasikan sesuai
program agung syariah.
2. Pengoperasian harta hasil zakat.
Harta zakat sangat berperan penting dalam mewujudkan keadilan
sosial yang lebih merata. Di mana zakat sebagai solusi yang sangat
realistis dalam penyelamatan problem sosial diera modern.
Dalam mengalokasikan harta zakat, bisa memulai dengan
mengategorikan para mustahiq (yang berhak atas zakat) ke dalam berbagai
kelas, dalam artian sesuai dengan kebutuhan mereka. Untuk yang telah lemah
bekerja, maka diberikan kebutuhan rutin perbulan, kemudian untuk yang
berpenghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan, maka diberi tambahan yang
dapat mencukupi kebutuhannya.
25 M. Faruq an-Nabahan, op.cit, hlm. 111. 26 Ibid, hlm. 113.
60
Pemberian zakat tidak harus berupa uang, tetapi bisa berupa peralatan
yang dapat menunjang penghasilan mereka, bahkan bisa berupa asuransi untuk
menjamin mereka yang tidak bekerja.
Selain zakat, Islam memerintahkan manusia untuk memberikan sedekah
atau shodaqoh,27 yaitu pengeluaran wajib untuk membantu fakir miskin, atau
usaha-usaha sosial lainnya yang harus dibantu, misalnya akibat bencana alam,
kelaparan dan sebagainya. Dan juga memberikan amal kebajikan berupa
bantuan secara umum untuk semua yang membutuhkan.
27 Zainal Abidin Ahmad, , op.cit, hlm. 271.