19
31 Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clustering Analisis clustering menggunakan jaringan kompetitif Kohonen (Self Organizing Map) menggunakan 2 vektor masukan x 1 dan x 2 . Vektor x 1 diisi dengan nilai bobot yang didapat dari korelasi sunspot perwilayah, sementara x 2 adalah nilai grid point posisi geografis stasiun. Vektor masukan tersebut di training menggunakan 500 iterasi agar mendapatkan nilai euclidis optimum (terdekat ) dengan neuron sekitar. Gambar IV.1 Posisi neuron sebelum pelatihan Gambar IV.2 Posisi neuron setelah pelatihan (epoch = 500)

Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

31

Bab IV Analisis dan Pembahasan

IV.1 Analisis Clustering

Analisis clustering menggunakan jaringan kompetitif Kohonen (Self

Organizing Map) menggunakan 2 vektor masukan x1 dan x2. Vektor x1 diisi

dengan nilai bobot yang didapat dari korelasi sunspot perwilayah, sementara x2

adalah nilai grid point posisi geografis stasiun. Vektor masukan tersebut di

training menggunakan 500 iterasi agar mendapatkan nilai euclidis optimum

(terdekat ) dengan neuron sekitar.

Gambar IV.1 Posisi neuron sebelum pelatihan

Gambar IV.2 Posisi neuron setelah pelatihan (epoch = 500)

Page 2: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

32

Dengan jaringan Kohonen, dapat ditentukan jumlah neuron target. Disini

didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat yang kemudian

disebut sebagai Zona Prediksi meskipun secara fisis batasan antar zona bukanlah

batasan tegas karena didasarkan pada euclidis (jarak terdekat) antara neuron.

Tabel IV.1 Zona Prediksi

ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5

Kuala Kayan Paloh Putusibau Tanjung Selor Kotabaru

Banjarmasin Sintang Nangapinoh Tanjung Redeb Banjarbaru

Syamsudin Noor Pontianak Ketapang Samarinda Tarakan

Tanjung Singkawang Pangkalanbun Balikpapan Longiram

Sampit Muarawahau

Palangkaraya Sangkulirang

Muaratewe

Zona Prediksi 1 meliputi sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian

Kalimantan Selatan yang berbatasan dengan Laut Jawa, Zona Prediksi 2

meliputi sebagian besar Kalimantan Barat dimana sebelah baratnya berbatasan

dengan Laut Cina dan Selat Karimata, Zona Prediksi 3 meliputi sebagian

daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, sementara itu Zona Prediksi 4

meliputi sebagian Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Selat Makasar,

Zona Prediksi 5 meliputi sebagian daerah Kalimantan Timur bagian Barat dan

sebagian Kalimantan Selatan yang berbatasan dengan Selat Makasar dan Laut

Jawa.

IV.2 Analisis Spektral

Pelacakan sinyal sunspot yang hadir pada data curah hujan masing-

masing zona prediksi dilakukan dengan analis spektral menggunakan Fast

Fourier Transform (FFT) untuk menemukan komponen frekuensi. Selanjutnya

perhitungan densitas power spektral menghasilkan variasi energi frekuensi

(magnitudo). Hasil akhir spektral berupa plotting power versus frekuensi

berupa periodogram yang menunjukkan proses siklik dari data sampel.

Page 3: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

33

Secara garis besar analisis spektral periodogram menunjukkan adanya

sinyal sunspot pada setiap deret waktu data curah hujan masing-masing zona

prediksi. Pada Zona Prediksi 1, memperlihatkan adanya periode yang mendekati

periode siklus sunspot dengan magnitude 1.3 x 108. Pada Zona Prediksi 2,

deret waktu data curah hujan memperlihatkan periode 11 tahunan siklus sunspot

dengan magnitudo yang cukup besar yaitu 8.3 x 108. Sementara itu, pada Zona

Prediksi 3, deret waktu data curah hujan memperlihatkan adanya sinyal sunspot

yang hadir dengan magnitude yang tidak terlalu besar yaitu 2.2 x 108.

Gambar IV.3 Spektrum data sunspot

Gambar IV.4 Spektrum data curah hujan pada Zona Predisksi 2

Page 4: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

34

Pada Zona Prediksi 4 dan 5, sinyal sunspot yang lemah ditunggangi oleh

adanya gangguan lain meskipun tidak terlalu besar dengan periode 5-6 tahun

yang diidentifikasi sebagai ENSO. Gangguan ini sedikit meredam sinyal sunspot

yang lemah pada deret waktu data curah hujan. Gambaran lengkap periodogram

setiap zona prediksi diperlihatkan pada lampiran L III.4.

Dalam konteks sebenarnya, fenomena sunspot mempengaruhi kondisi

cuaca dan iklim dalam cakupan daerah yang luas dan bersifat global. Peranan

aktivitas matahari pada pembentukan awan dipercayai berkaitan dengan

variabilitas fluks sinar kosmik primer. Partikel-partikel sinar kosmik yang

masuk ke atmosfer bumi dengan kecepatan mendekati 3.108 m/s memiliki energi

lebih dari 10 MeV (1.6 x 10-7 erg). Dengan kecepatan dan energi sedemikian

sangat mungkin terjadi tumbukan antara partikel ketika kosmik memasuki

wilayah atmosfer bumi. Diluar eksosfer terdapat suatu daerah dengan sifat

magnetik bumi yang berinteraksi dengan arus radiasi korpuskuler yang disebut

angin matahari (solar wind). Partikel-partikel bermuatan dari angin matahari

didefleksikan oleh medan magnet bumi dengan sebuah gaya yang tegak lurus

pada medan magnet dan trajektori partikel :

F qv x B=uv v uv

... (IV.1)

Dengan, Fuv

adalah gaya yang bekerja pada partikel bermuatan, q merupakan

muatan partikel, vv

adalah kecepatan partikel bermuatan dan Buv

adalah induksi

magnetik. Buv

memberikan efek defleksi partikel-partikel menjauhi bumi. Efek

partikel kosmik bervariasi pada lintang di bumi sebagai akibat garis medan

magnet bumi.

Partikel-partikel akan ditolak oleh medan magnet bumi, tapi tumbukan

tetap akan terjadi dan mengganggu lintasannya meskipun ada juga yang

terperangkap. Jika hal ini terjadi maka partikel akan bergerak spiral (berpilin)

sebagaimana gambar IV.5. Putaran pilin (spiral) lebih renggang ketika berada

sekitar ekuator dan menjadi lebih rapat ketika mencapai medan magnet yang

lebih kuat ke arah kutub.

Page 5: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

35

Helical motion ofElectrons and ionsAround field lines

Iondrift

Ring current

electrondrift

+ -

Gambar IV.5 Gerakan helikal ion dan elektron sepanjang garis gaya magnet

(Sandstorm, 1965).

Partikel-partikel akan bergerak mengikuti lintasan magnet bumi.

Intensitas tumbukan yang kuat terjadi pada densitas yang lebih tinggi di daerah

kutub. Tumbukan partikel kosmik dengan kecepatan dan energi yang besar

mampu memecah komposisi molekul yang berada di atmosfer terutama yang

mengandung ion H+ dalam kaitannya dengan pembentukan inti kondensasi

sehingga dapat dikatakan bahwa partikel-partikel sinar kosmik berhubungan

dengan tingkat tutupan awan dan bervariasi terhadap lintang ataupun bujur

(lihat gambar IV.6 dan IV.7).

Gambar IV.6 Koefisien korelasi antara sinar kosmik primer dan tutupan awan

(Svensmark dan Friis, 1997).

Page 6: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

36

Sebaliknya di ekuator karena densitas yang rendah dari medan magnet

bumi menyebabkan intensitas tumbukan menjadi kecil ditambah lagi lintasan

medan yang lebih panjang dibandingkan kutub. Fluks sinar kosmik maksimum

di ekuator berkaitan dengan rendahnya radiasi yang diterima karena terhalang

oleh tutupan awan tinggi yang terbentuk sehingga terjadi pendinginan

permukaan dan berdampak pada lemahnya updraft (udara naik).

180 150 120 90 60 30 30 60 90 120 150 180

%

10

5

-5

-10

W E180 150 120 90 60 30 30 60 90 120 150 180

%

10

5

-5

-10

180 150 120 90 60 30 30 60 90 120 150 180

%

10

5

-5

-10

W E

Gambar IV.7 Intensitas sinar kosmik sebagai fungsi garis bujur

(Sandstorm, 1965)

Intensitas sinar kosmik memperlihatkan suatu hubungan terbalik dengan

siklus sunspot. Kurva gambar IV.8 memperlihatkan bahwa pada saat puncak

siklus sunspot 10-12 tahun terjadi minimum di sinar kosmik atau bisa juga

disebutkan bahwa sinar kosmik mengalami keterlambatan fasa terhadap

aktivitas matahari. Hal ini disebabkan oleh medium antara planet membelokkan

sinar kosmik selama aktivitas matahari tinggi. Akibatnya sinar kosmik terlihat

seperti termodulasi oleh aktivitas matahari.

Page 7: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

37

Gambar IV.8 Kurva hubungan sinar kosmik dengan siklus sunspot

Hubungan antara sinar kosmik dan curah hujan dapat diinterpretasikan

bahwa ketika sinar kosmik maksimum di ekuator mengakibatkan terhalangnya

radiasi langsung matahari ke bumi oleh awan-awan tinggi yang terbentuk

sehingga terjadi pendinginan permukaan. Akibatnya konvektivitas menjadi kecil

karena tidak ada gaya angkat ke atas (bouyancy) sehingga jumlah curah hujan

menjadi minimum. Sebaliknya ketika sinar kosmik minimum maka

konvektivitas di ekuator menjadi kuat karena radiasi matahari dapat langsung

diterima oleh permukaan ditandai dengan curah hujan yang maksimum.

Gambar IV.9 memperlihatkan kuatnya hubungan antara sunspot-kosmik

adalah -0.86 yang menunjukkan korelasi terbalik karena beda fasa antara

kosmik dan bilangan sunspot artinya ketika aktivitas matahari maksimum maka

kosmik akan minimum. Sementara itu hubungan radiasi-kosmik juga

memberikan korelasi -0.76 sesuai dengan analisis awal bahwa peningkatan

kosmik akan mengakibatkan minimnya radiasi sehingga konvektivitas menjadi

kecil. Hubungan radiasi-sunspot memberikan korelasi 0.83 artinya ketika terjadi

penguatan medan magnet matahari sebagai indikasi aktif diikuti dengan

penguatan radiasi yang diterima oleh bumi.

Intensitas kosmik yang cenderung kecil di ekuator dibandingkan daerah

kutub memberikan gambaran bahwa di ekuator menerima radiasi yang lebih

Page 8: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

38

besar dibandingkan daerah manapun di bumi sehingga berdampak pada kuatnya

konveksi sepanjang tahun.

Gambar IV.9 Kurva hubungan siklus sunspot-radiasi-sinar kosmik,

Radiasi-sunspot =0.83, radiasi-kosmik =-0.76,

sunspot-kosmik=-0.86

Dengan menambahkan data radiasi rata-rata Pontianak pada peta radiasi

matahari LIPI, 2005 (lampiran L III.8) terlihat bahwa intensitas radiasi terbesar

berada pada sebagian besar Zona Prediksi 2. Asumsi fisis ini diperkuat dengan

tingginya jumlah hujan (mm) yang terdistribusi pada Zona Prediksi 2 (gambar

Gambar IV.11).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 2400

20

40

60

80

100

120

260

284

308

332

356

380

404

Gambar IV.10 Kontur radiasi bulanan rata-rata untuk Indonesia

Dengan distribusi radiasi rata-rata 431.1 cal.cm-2.month-1 sangat

memungkinkan jika terjadi konveksi updraft yang sangat kuat di Zona Prediksi 2.

Page 9: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

39

1120 BT 1160 BT

40 LU

00

40 LS 145

165

185

205

225

245

265

Gambar IV.11 Isohyet curah hujan bulanan rata-rata

Ketika kedudukan matahari berada pada lintang 23.50 BBU yang

disebut sebagai soltis musim panas maupun ketika terjadi soltis musim dingin

dengan kedudukan matahari pada lintang 23.50 BBS ekuator tetap menerima

radiasi yang optimum, apalagi ketika posisi matahari pada ekinoks. Dengan

melihat pola kontur radiasi matahari bulanan (gambar IV.10) yang terdapat pada

wilayah bagian barat Kalimantan (zona prediksi 2) cukup memperjelas tentang

tingginya konvektivitas pada wilayah tersebut.

Gambar IV.12 Distribusi radiasi Zona Prediksi 2, rata-rata 431.1 cal.cm-2.month-1

1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006123456789

101112

370

400

430

460

490

520

550

Bulan

Tahun

Page 10: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

40

Aktivitas matahari yang ditandai dengan siklus sunspot seharusnya

memberikan pengaruh global pada setiap zona prediksi di Kalimantan. Hanya

saja gangguan ini akan dieliminir oleh adanya dinamika atmosfer yang

berbeda-beda pada masing-masing zona. Jika dilihat dengan pola angin (gambar

IV.13), wilayah barat kalimantan (Zona Prediksi 2) cenderung statik sehingga

inti kondensasi yang bersinergi dengan aktivitas matahari tidak terdisipasi ke

wilayah lain, berbeda dengan daerah selain zona 2 yang cenderung terdisipasi.

a) b)

Gambar IV.13 Pola angin 1000 mb bulan (a) Januari, dan (b) bulan Juli

(sumber : http://www.bom.gov.au/)

2.00

2.40

2.80

3.20

3.60

4.00

4.40

4.80

5.20

5.60

6.00

1120 BT 1160 BT

40 LU

00

40 LS

Gambar IV.14 Kontur Kecepatan Angin Tahunan Rata-rata

Observasi Permukaan

Gambar IV.14 memberikan bukti kuantitatif tentang kondisi atmosfer di Zona

Prediksi 2 yang cenderung statik dibandingkan pada zona lainnya. Lebih engkap

gambaran pola dan kecepatan angin bulanan dapat dilihat pada lampiran L III.

Page 11: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

41

Daerah konvergensi (Inter Tropical Conve Zone, ITCZ) dan efek

Coriolis juga berpengaruh dalam mengumpulkan inti kondensasi disekitar

Kalimantan bagian barat yang sebanding dengan jumlah rata-rata curah

hujannya. Kondisi geografis yang sedikit dipengaruhi oleh faktor orografi juga

menjawab mengapa zona prediksi selain Zona Prediksi 2 kurang memberikan

respon langsung pada sinyal sunspot. Gambaran lengkap hubungan aktivitas

matahari-curah hujan dapat dilihat pada lampiran L III.

Gambar IV.15 Korelasi curah hujan – sunspot pada Zona Prediksi 2

IV.3 Prediksi Curah Hujan

Prediksi dilakukan dengan menempatkan curah hujan sebagai prediktor

(1 Prediktor) dan menggunakan sinar kosmik dan sunspot sebagai prediktor (2

Prediktor) pada masing-masing Zona Prediksi dimana curah hujan sebagai

prediktan. Pengujian dilakukan dengan metode ANFIS dan Jaringan Neural

untuk membuat prediksi curah hujan satu tahun (12 bulan) ke depan serta

melakukan variasi panjang data input. Disamping itu juga dilakukan prediksi 14

tahun ke depan (14 titik) untuk masing-masing Zona Prediksi.

Prediksi curah hujan bulanan dengan Metode ANFIS maupun Jaringan

Neural dilakukan dengan panjang data bervariasi yaitu 45 tahun, 30 tahun, dan

15 tahun. Pembelajaran (training) dilakukan dengan menggunakan data input

Page 12: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

42

tersebut. Setelah mendapatkan nilai optimum pembelajaran (error mendekati 0)

selanjutnya dilakukan prediksi 12 bulan kedepan.

Gambar IV.16 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode ANFIS

1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun.

Gambar IV.17 Hasil prediksi (2006) dengan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk

Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun.

Page 13: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

43

Gambar IV.18 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Jaringan Neural

1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun.

Gambar IV.19 Hasil prediksi (2006) dengan Jaringan Neural 1 Prediktor untuk

Zona 1 menggunakan panjang data 45 tahun.

Secara keseluruhan hasil keluaran Metode ANFIS 1 Prediktor

menunjukkan korelasi positif berkisar 0.46 sampai dengan 0.81 dengan rata-rata

nilai korelasi 0.81 pada panjang data 45 tahun. Nilai RMSE (Root Mean Square

Error) berkisar 15.54 sampai 59.19 dengan rata-rata RMSE 15.54 pada panjang

data 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum hasil prediksi cukup

Page 14: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

44

baik diterapkan pada seluruh Zona Prediksi. Sementara itu hasil keluaran Model

Jaringan Neural menunjukkan kisaran korelasi negatif (pada Zona Prediksi 5

dengan panjang input 30 th) dan positif dengan rata-rata korelasi keseluruhan

antara 0.48 sampai dengan 0.79 atau rata-rata nilai korelasi 0.82. Nilai RMSE

(root mean square error) berkisar 72.98 sampai 84.88 atau dengan rata-rata

74.42. pada panjang data 30 tahun

Korelasi negatif menunjukkan bahwa peningkatan nilai hasil prediksi

berbanding terbalik dengan data observasi. Hasil prediksi model keluaran

Jaringan Neural 1 Prediktor tidak lebih baik dari keluaran Metode ANFIS 1

Prediktor meskipun secara keseluruhan cukup baik diterapkan pada seluruh

Zona Prediksi.

Berikut ini disampaikan nilai RMSE dan korelasi hasil prediksi curah

hujan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor maupun Metode Jaringan

Neural 1 Prediktor dengan variasi jumlah data masukan pada masing-masing

Zona Prediksi :

Tabel IV.2 Nilai Error Prediksi, RMSE dan Koefisien Korelasi tiap Zona

Prediksi Dengan Metode ANFIS 1 Prediktor

15 Tahun 30 Tahun 45 Tahun

E P(%) RMSE (mm) Korelasi EP (%) RMSE

(mm) Korelasi EP (%) RMSE (mm) Korelasi

ZONA 1 19.49 46.25 0.69 19.52 48.96 0.79 3.92 10.71 0.80

ZONA 2 24.66 63.86 0.25 18.70 42.07 0.85 4.27 12.47 0.75

ZONA 3 21.71 40.21 0.65 25.32 43.76 0.76 7.37 17.81 0.95

ZONA 4 576.39 77.86 0.67 604.97 89.16 0.46 20.58 20.82 0.92

ZONA 5 23.40 67.75 0.03 19.61 56.08 0.36 6.23 15.88 0.64

Rata-rata 133.13 59.19 0.46 137.62 56.01 0.64 8.47 15.54 0.81

Tabel IV.3 Nilai Error Prediksi, RMSE dan Koefisien Korelasi tiap Zona

Prediksi Dengan Metode Jaringan Neural 1 Prediktor

15 Tahun 30 Tahun 45 Tahun

EP (%)

RMSE (mm)

Korelasi

EP (%)

RMSE (mm)

Korelasi

EP (%)

RMSE (mm)

Korelasi

ZONA 1 37.85 85.38 0.06 30.44 71.50 0.44 36.49 81.79 0.86

ZONA 2 49.45 100.49 0.68 26.73 70.19 0.67 34.59 85.09 0.71

ZONA 3 50.42 104.63 0.42 39.54 82.07 0.82 33.43 70.04 0.73

ZONA 4 227.69 76.57 0.61 66.29 68.28 0.78 96.52 63.22 0.85

ZONA 5 23.46 57.35 0.61 31.42 80.06 -0.16 23.57 64.78 0.82

Page 15: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

45

Rata-rata 77.77 84.88 0.48 38.88 74.42 0.51 44.92 72.98 0.79

Sementara itu juga dicoba melakukan prediksi menggunakan sinar

kosmik dan sunspot sebagai prediktor (2 Prediktor) untuk panjang data 45 tahun,

namun memperlihatkan hasil yang kurang baik jika dibandingkan dengan

prediksi menggunakan curah hujan sebagai prediktor (1 Prediktor). Hal ini

dimungkinkan karena aktivitas matahari lebih terasa pengaruhnya pada periode

yang panjang (tahunan). Berikut ini disampaikan tabel deskripsi akurasi prediksi

menggunakan 2 input pada panjang data 45 tahun.

Tabel IV.4 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS dan Jaringan

Neural 2 Prediktor pada panjang data 45 tahun.

ANFIS 2 Prediktor Jaringan NEURAL 2 Prediktor

EP (%) RMSE Korelasi EP (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA 1 31.19 61.83 0.53 37.80 98.53 -0.38 ZONA 2 26.84 66.05 0.30 79.19 166.46 -0.75 ZONA 3 27.95 55.60 0.04 47.56 89.59 -0.75 ZONA 4 907.37 104.89 0.48 535.27 87.40 -0.12 ZONA 5 20.46 60.83 0.66 39.21 104.97 -0.22

Rata-rata 202.76 69.84 0.40 147.81 109.39 -0.44

Secara umum panjang data input 45 tahun cukup ideal untuk

mengeliminir efek global yang dibangkitkan oleh sistem atmosfer – bumi –

lautan. Gambaran hasil training dan prediksi secara keseluruhan untuk panjang

input berbeda ditampilkan dalam lampiran L I.1. Sedangkan tabel nilai RMSE

tiap metode ditampilkan pada lampiran L IV.

Sementara itu prediksi curah hujan tahunan dilakukan menggunakan

Metode ANFIS dengan panjang data 46 tahun (1961-2006) untuk mendapatkan

14 tahun output (2007-2020) terdiri dari ANFIS 1 Prediktor (curah hujan) dan 2

Prediktor (sinar kosmik + sunspot).

Page 16: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

46

Gambar IV.20 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode

ANFIS 1 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data

46 tahun.

Gambar IV.21 Hasil Prediksi Tahunan Metode ANFIS 1 Prediktor untuk

Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun.

Page 17: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

47

Gambar IV.22 Hasil Training (atas) dan Error (bawah) dengan Metode

ANFIS 2 Prediktor untuk Zona 1 menggunakan panjang data

46 tahun.

Gambar IV.23 Hasil prediksi Tahunan Metode ANFIS 2 Prediktor untuk

Zona 1 menggunakan panjang data 46 tahun.

Berikut ini disampaikan nilai RMSE dan korelasi hasil prediksi curah

hujan tahunan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor maupun maupun

ANFIS 2 Prediktor dengan panjang data input 46 tahun pada masing-masing

Zona Prediksi.

Page 18: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

48

Tabel IV.5 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS 1 Prediktor

pada panjang data 46 tahun.

Error Training (%) Error Prediksi (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA 1 15.10 16.31 29.86 0.03 ZONA 2 10.21 11.32 30.09 -0.01 ZONA 3 11.61 12.60 29.93 0.23 ZONA 4 11.13 12.08 23.08 -0.02 ZONA 5 16.94 18.22 41.58 0.09

Rata-rata 13.00 14.11 30.91 0.06

Tabel IV.6 Akurasi tiap Zona Prediksi dengan Metode ANFIS 2 Prediktor

pada panjang data 46 tahun.

Error Training (%) Error Prediksi (%) RMSE (mm) Korelasi ZONA 1 8.29 10.65 20.39 0.34 ZONA 2 7.58 9.28 24.54 -0.12 ZONA 3 7.55 11.37 26.31 0.05 ZONA 4 2.76 10.46 20.23 0.02 ZONA 5 5.31 15.10 36.96 0.12

Rata-rata 6.30 11.37 25.69 0.08

Hasil prediksi curah hujan tahunan memperlihatkan bahwa secara

keseluruhan Metode ANFIS 2 Prediktor memperlihatkan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan Metode ANFIS 1 Prediktor. Hal ini

menunjukkan bahwa fenomena sunspot dan sinar kosmik dapat diperhitungkan

dalam melakukan prediksi jangka panjang karena memberikan akurasi yang

lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan ANFIS 1 Prediktor.

Hasil keluaran ANFIS 2 Prediktor pada Zona Prediksi 2 memperlihatkan

nilai RMSE yang kecil yaitu 24.54, hal ini cukup menunjang analisis awal

bahwa pola hujan Zona Prediksi 2 memberikan respon langsung terhadap

aktivitas matahari sehingga akan memudahkan validasi dalam melakukan

prediksi jangka panjang.

Page 19: Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Clusteringdigilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-deniseptia-31005-5... · didapat lima kelompok output berdasarkan neuron terdekat

49

Gambar IV.24 Hasil prediksi Metode ANFIS untuk siklus sunspot

Gambar IV.25 Hasil prediksi Tahunan Metode ANFIS 2 Prediktor untuk

Zona 2 menggunakan panjang data 46 tahun.

Lebih lengkap hasil training ANFIS maupun Jaringan Neural untuk prediksi

bulanan maupun tahunan dapat dilihat pada lampiran.