Upload
vuthien
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
83
BAB IV
DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN
DESA TRANGSAN
Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar
yang ada di suatu wilayah pasti mempengaruhi kondisi sosial ekonomi di
lingkungan sekitarnya. Apalagi jika sebagian besar pelaku kegiatan industri
merupakan masyarakat yang tinggal di lokasi kegiatan industri. Sebagian
mempunyai arti yang cukup penting dalam memberi tambahan penghasilan,
secara musiman atau sepanjang tahun dalam kehidupan pertanian atau pedesaan.
Sebagian besar lagi telah berfungsi dalam memenuhi atau meningkatkan
kesejahteraan keluarga.1
Industri kerajinan rotan yang ada di Desa Trangsan pasti memiliki
pengaruh terhadap masyarakat Desa Trangsan baik sosial maupun ekonomi.
Keberadaan industri kerajinan rotan di Desa Trangsan telah membuka lapangan
kerja baru baik bagi masyarakat desa maupun bagi pekerja-pekerja yang berasal
dari luar Desa Trangsan. Industri kerajinan rotan yang berorientasi ekspor juga
berdampak pada perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri. Kegiatan
pertanian di wilayah ini mulai menjadi pekerjaan sambilan selain sebagai
pengrajin rotan. Wujud dari pengaruh yang di timbulkan dari muncul dan
1 M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian Industrialisasi, (Jakarta:UI Press, 1986), hlm. 143-144.
84
berkembangnya industri kerajinan rotan itu bagi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Desa Trangsan memiliki pengaruh positif dan negatif. Pengaruh
positif bagi masyarakat seperti adanya kemajuan fisik maupun kemajuan mental.
Kemajuan fisik antara lain semakin membaiknya sarana transportasi sedangkan
kemajuan mental antara lain semakin meningkatnya kesejahteraan keluarga,
perubahan pola pikir dan etos kerja.
A. Pengaruh Kerajinan Rotan terhadap Kehidupan Sosial Pengrajin Rotan
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nila-nilai sosial,
norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial. 2 Perubahan dalam masyarakat dapat terjadi karena adanya
penggerak-penggerak tertentu.3 Di Desa Trangsan, faktor penggerak terjadinya
perubahan sosial berasal dari keberadaan Industri pengolahan rotan yang telah
dirintis sejak 1927.
Perubahan yang terjadi di masyarakat dapat terjadi karena adanya
dorongan dari masyarakat itu sendiri. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat
Desa Trangsan berupa perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
industri, pola interaksi sosial, dan perubahan etos kerja masyarakat.
2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 301.
3 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial: Suatu PengantarSosiologi Pembangunan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 94-97.
85
1. Perubahan Sosial dari Masyarakat Agraris Menjadi Masyarakat
Industri
Desa lahir setelah cocok tanam dikenal manusia. Desa sebagai tempat
untuk menetap atau bermukim memang erat berhubungan dengan pertanian.4 Desa
Trangsan sebelum dikenalnya kerajinan rotan pada 1927 merupakan desa agraris.
Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Pertanian menjadi pekerjaan
utama masyarakat ketika itu. 5 Sistem pertanian menjadi sangat vital bagi
kehidupan masyarakat Desa Trangsan. Sistem pertanian adalah identik dengan
sistem perekonomian mereka, yakni jika ekonomi diartikan sebagai cara
pemenuhan keperluan jasmani manusia. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat
determinan terutama bagi masyarakat desa yang menganut sistem ekonomi
pertanian. 6 Oleh sebab itu, masyarakat desa cenderung memiliki sifat
kekeluargaan yang tinggi.
Penyebab terjadinya perubahan mata pencaharian pada masyarakat
Trangsan yaitu karena pendapatan yang didapat disektor pertanian sudah tidak
mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka. Banyaknya perusahaan rotan berdiri
di Desa Trangsan menunjukan, bahwa sebagian besar masyarakat Trangsan
mempunyai jiwa wiraswasta. Masyarakat Desa Trangsan tidaklah sepenuhnya
meninggalkan kehidupan agrarisnya. Kerajinan rotan pada awal ekspor tidak
semua masyarakat yang berprofesi petani/ buruh tani meninggalkan begitu saja
4 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1999), hlm. 125.
5 Wawancara dengan Marjono pada tanggal 8 Juli 2015.6 Rahardjo, op. cit., hlm. 144-145.
86
pekerjaan tersebut. Kerajinan rotan hanya sebagai profesi sampingan disela-sela
pekerjaan di sawah. Meningkatnya permintaan ekspor rotan memaksa masyarakat
Desa Trangsan untuk lebih fokus pada kerajinan rotan.7 Seiring kesibukan pada
kerajinaan rotan, banyak masyrakat di Desa Trangsan yang mengerjakan sawah
mereka di sela- sela pekerjaan sebagai pengrajin rotan.
Masyarakat petani memiliki beberapa waktu yang sedikit longgar sehingga
dimanfaatkan dengan kegiatan kemasyarakatan seperti kegiatan gotong royong.
Hubungan kemasyarakatan mereka sangat erat dan kuat. Namun setelah adanya
industri kerajinan rotan hubungan kemasyarakatan mulai mengalami penurunan.
Hal ini mulai terjadi terutama pada 1986 ketika Industri pengolahan rotan di Desa
Trangsan mulai berkembang yang ditandai dengan mulai adanya ekspor kerajinan
rotan. Para pengrajin rotan sangat disibukkan dengan pekerjaannya sebagai
pengrajin rotan. Apalagi setelah kerajinan rotan menjadi komoditi ekspor, seorang
pengrajin harus dapat mengejar tenggat waktu yang diberikan oleh pemesan. Jika
pesanan banyak, maka pengerjaannya memakan waktu melebihi jam kerja normal,
yakni delapan jam sehari.8 Selain itu, kerajinan rotan menjadi usaha keluarga,
sehingga setiap anggota keluarga disibukkan dengan pekerjaannya sebagai
pengrajin. Oleh sebab itu, pengrajin rotan hanya memiliki sedikit waktu luang.
Pekerjaan sebagai petani menjadi pekerjaan sampingan bagi sebagian
masyarakat Desa Trangsan terutama pada periode 1990 ketika kerajinan rotan
7 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Maret 2015.8 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 10 April 2015.
87
mencapai masa kejayaannya.9 Hal ini disebabkan pekerjaan menjadi pengrajin
atau pengusaha rotan menjadi pekerjaan yang lebih menjanjikan kesejahteraan
bagi sebagian masyarakat Desa Trangsan. Industri pengolahan rotan yang telah
berkembang di Desa Trangsan memang dapat menekan tingkat pengangguran dan
menghambat laju urbanisasi masyarakat Desa Trangsan khususnya bagi para
pemuda yang biasa mencari pekerjaan di kota, seperti Surakarta.
Interaksi sosial masyarakat pengrajin Desa Trangsan memang mengalami
pelemahan, tetapidalam kehidupan sehari-hari masih tetap melaksanakan atau
mengikuti adat istiadat atau kebiasaan lama seperti kegiatan gotong royong atau
sifat tolong menolong. Sifat kerja sama seperti tolong menolong, gotong royong,
senasib sepenanggungan. Dalam gerak pelaksanaanya atau tindakannya orang
Jawa memiliki ungkapan simbolis “saiyeg saekoproyo” yang artinya bergerak
bersama untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut diwujudkan dalam kegiatan
seperti bersih desa, memperbaiki jalan dan saluran air, membangun balai desa,
masjid, makam desa lainnya yang diperlukan untuk kegiatan sosial.10 Pengrajin
dan pengusaha kerajinan rotan di Desa Trangsan juga membentuk sebuah
kelompok atau paguyuban untuk meningkatkan kerja sama dan rasa kekeluargaan.
Hubungan antar masyarakat seperti yang telah dijelaskan di atas dalam
teori sosiologi disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan salah
satu faktor utama dalam kehidupan sosial desa, karena interaksi sosial merupakan
9 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 31 Maret 2015.10 Nur Thoriq Aziz, “Perkembangan Industri Rotan dan Pengaruhnya
terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Trangsan KecamatanGatak Kabupaten Sukoharjo”, Skripsi, FKIP UNS Surakarta, 2011, hlm. 73-74.
88
syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Menurut Soerjono Soekanto
interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa
interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial
adalah dasar proses-proses sosial, sebuah pengertian yang menunjuk pada
hubungan-hubungan sosial yang dinamis.11
2. Pengaruh Industri Pengolahan Rotan terhadap Stratifikasi Sosial
Masyarakat
Stratifikasi sosial merupakan hasil kebiasaan hubungan antar manusia
secara teratur dan tersusun, sehingga setiap orang, setiap saat mempunyai situasi
yang menentukan hubungannya dengan orang lain secara vertikal maupun
mendatar dalam masyarakat. 12 Pitrim A. Sorokin menyatakan bahwa sistem
berlapis-lapis merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang
hidup teratur. Stratifikasi sosial terjadi dengan sendirinya dalam proses
pertumbuhan masyarakat, akan tetapi ada juga yang dengan sengaja disusun untuk
mengejar suatu tujuan tertentu. 13 Stratifikasi sosial dapat ditemui pada setiap
masyarakat, termasuk dalam masyarakat di Desa Trangsan yang dipengaruhi
Industri pengolahan rotan.
Industri pengolahan rotan berkomoditas ekspor di Desa Trangsan
melahirkan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial yang terbentuk karena adanya
11 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 54.12 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (t.t:
Binacipta, 1983), hlm. 65.13 Soleman B. Taneko, op.cit., hlm. 94-97.
89
Industri pengolahan rotan merupakan sebuah perubahan sosial karena masyarakat
Desa Trangsan sebelum adanya Industri pengolahan rotan adalah masyarakat
agraris.
Stratifikasi sosial di Desa Trangsan terdiri dari pengusaha rotan dan
pengrajin rotan. Pengusaha rotan memiliki perusahaan, sedangkan pengrajin
hanya menjadi pekerja di perusahaan kerajinan rotan.
Di tingkat pengusaha terdapat stratifikasi berdasarkan jenis perusahaannya
yang ditinjau dari jumlah pekerjanya. Dilihat dari jumlah pekerja, pengusaha rotan
dibagi menjadi pengusaha rotan berskala besar, menengah, kecil, dan rumah
tangga. Pengusaha berskala besar merupakan pengusaha rotan yang memiliki
jumlah pekerja lebih dari 50 orang. Pengusaha berskala menengah memiliki
jumlah pekerja antara 20-49 orang. Pengusaha berskala kecil memiliki jumlah
pekerja sebesar 5-19 orang. Pengusaha berskala rumah tangga memiliki jumlah
pekerja antara 1-4 orang.14 Pengusaha berskala rumah tangga biasanya adalah
usaha keluarga, sehingga tenaga kerjanya adalah anggota keluarga. Stratifikasi
pengusaha juga dapat dilihat dari tujuan pemasarannya, yakni ekspor, sub ekspor,
dan lokal.
Pengklasifikasian tersebut juga sejalan dengan realitas industri kerajinan
rotan di Desa Trangsan. Menurut Mujiman, Ketua Forum Rembuk Klaster
Industri Rotan Trangsan, klasifikasi tersebut juga digunakan di Desa Trangsan.
14 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 19/M/SK/1/1986tentang Sistim Klasifikasi Industri serta Pemberian Nomor Kodenya yang Beradadi Bawah Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal dalam LingkunganDepartemen Perindustrian.
90
Berdasarkan wawancara dengan Mujiman, yang juga seorang Kepala Desa
Trangsan tahun 2006-2012 mengatakan bahwa pada tahun 2006 terdapat sembilan.
perusahaan skala ekspor, di antaranya PT. Wisanka, PT. Kharisma Mandiri, PT.
Suwastama, PT. Yale Santosa, PT Wahyu Isna, PT. Tunas Jaya, PT. Rose Tree,
CV Surya Abadi, UD. Agung Rezeki. Perusahaan skala ekspor terdiri dari
perusahaan asing dan perusahaan besar yang membuka cabangnya di Desa
Trangsan dan dikelola oleh pengrajin asli Desa Trangsan yang telah dipercaya
memegang jabatan utama di perusaah tersebut.
Untuk perusahaan skala sub ekspor berjumlah delapan pengusaha di
antaranya adalah Kartika Sarana, Solo Rotan, Santana Rotan, Widya Mandiri,
Primus, Margi Rotan, Sumber Rejeki, dan Aan Widiyantoro. Sementara itu
perusahaan skala lokal berjumlah 167 pengusaha. Pengusaha lokal ini terkadang
juga menerima pesanan dari perusahaan sub ekspor dan ekspor dalam jumlah
tertentu ketika mereka tidak mampu memenuhi semua pesanan dari luar negeri.15
Oleh sebab itu, tidak heran jika disebutkan bahwa 85% sampai 90% kerajinan
rotan Trangsan berskala ekspor.
Stratifikasi pengusaha juga dapat dilihat dari jumlah produksi
perusahaannya. Perusahaan besar memiliki jumlah produksi sebesar empat sampai
enam kontainer. Perusahaan sedang memiliki jumlah produksi satu sampai tiga
kontainer dan perusahaan kecil hanya 50-200 pcs. Berikut merupakan jenis
perusahaan berdasarkan jumlah produksinya:
15 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 26 Januari 2016.
91
Tabel 9.
Penggolongan Perusahaan Berdasarkan Jumlah Produksinya dalam Satu
Bulan Tahun 2009
Sumber: Diolah dari Monografi Desa Trangsan Kecamatan Gatak KabupatenSukoharjo Tahun 2009.
Di tingkat pekerja pengrajin juga terdapat stratifikasi yang terbentuk
dipengaruhi lingkungan kerjanya. Tingkatan pekerja, untuk pekerja pemula
biasanya bekerja sebagai pengamplas kerajinan rotan yang sudah jadi sebelum
rotan masuk tahap finising. Tingkatan pekerja selanjutnya yaitu bekerja sebagai
penganyam. Tingkatan Tenaga kerja pengrajin selanjutnya yaitu finising.
Tingkatan pekerja paling tinggi yaitu pekerja rangka. 16 Dengan demikian,
16 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.
JenisPerusahaan
Modal ProdukTujuan
PemasaranJumlah Produksi
Besar 1-5 Milyar
Kursi rotan,meja, bolatakraw, almari,kursi malas
Ekspor 4-6 Kontainer
Sedang500 juta-1
milyar
Almari rotanKursirotan, mejakursirotan, kursimalas
Sub Ekspor 1-3 Kontainer
Kecil 100-500 juta
Parsel,bandulanbayi, bolatakraw,tempattisu, hiasandinding
Lokal 50-200 pcs
92
stratifikasi sosial yang terbentuk di Desa Trangsan sangat dipengaruhi dengan
adanya Industri pengolahan rotan lingkungan pekerjaan mereka.
3. Perubahan terhadap Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos yang artinya moral atau hal
yang menunjukkan karakter moral. Bahasa Yunani kuno dan modern, etos
mempunyai arti sebagai keberadaan diri, jiwa dan pikiran yang membentuk
seseorang. Pemahaman tentang etos kerja dapat digambarkan sebagai sebuah cara
hidup yang tersirat dari masalah-masalah yang dilukiskan berupa pandangan dunia.
Pengertian etos kerja menurut Cliffort Geertz, yaitu sikap yang mendasar terhadap
diri dan dunia yang dipancarkan oleh hidup dan direfleksikan dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari sebagai watak yang khas, sedangkan kerja secara etimologis
diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu. Jadi etos kerja mempunyai
arti sebagai sumber semangat atau sumber motifasi seseorang melakukan kegiatan
yang bersifat fisik maupun kegiatan yang bersifat kerohanian.17
Koentjaraningrat mengatakan bahwa orang desa pada umumnya jarang
berspekulasi tentang hakekat karya mereka, tentang pekerjaan dan arti dari hasil
upaya mereka, kecuali percaya bahwa mereka harus selalu berikhiar dan bekerja
keras.18 Tinggi rendahnya etos kerja masyarakat pedesaan sangat ditentukan oleh
sejumlah faktor tertentu seperti pola pemilikan tanah, dan faktor produksi lainnya,
serta tersedia atau tidaknya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Perilaku ini
17 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi,(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 3.
18 Koentjaraningrat , Kebudayaan Jawa, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994),hlm. 437.
93
sangat umum terjadi di masyarakat agraris. Oleh karena masyarakat Desa
Trangsan sebelum dikenalnya kerajinan rotan adalah masyarakat agraris, maka
etos kerja mereka juga dipengaruhi budaya agraris. Mereka umumnya bekerja
keras agar dapat makan setiap hari.
Sejak munculnya Industri pengolahan rotan pada 1927, pola pikir
masyarakat Desa Trangsan mulai mengalami perubahan sedikit demi sedikit.
Apalagi sejak dimulainya ekspor rotan pada 1986. Pola pikir masyarakat Desa
Trangsan terutama pada etos kerjanya. Semangat ekonomi masyarakat pengrajin
dalam memperoleh kehidupan yang layak telah menunjukan bahwa etos kerja
masyarakat Desa Trangsan sangat mempengaruhi perkembangan Industri
pengolahan rotan di desa mereka. Etos kerja merupakan hal yang abstrak pada diri
manusia atau dapat dikatakan watak kehidupan oleh masyarakat.19
Masyarakat Desa Trangsan berusaha dengan giat untuk mengembangkan
usahanya di bidang Industri pengolahan rotan. Virus mental juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama dalam menumbuhkan etos kerja.
Tidak dapat dimungkiri bahwa seiring dengan perkembangan teknologi dan
industrialisasi yang menuntut orang untuk bekerja keras, maka etos kerja
merupakan prasyarat utama sebuah komunitas, daerah atau negara yang ingin
masuk wilayah persaingan global. Sebab globalisasi mengisyaratkan adanya
kompetisi antar penduduk dunia yang menuntut norma-norma untuk bisa bersaing
dengan yang lain. Kerja keras, ketekunan, tanggung jawab dan disiplin merupakan
19 Taufik Abdullah, Agama Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi,(Jakarta: LP3S, 1982), hlm. 2.
94
salah satu norma tuntutan dunia global.20 Di sinilah peran agama menjadi penting
dalam menjaga dan menumbuhkan etos kerja seseorang agar dapat bertahan dari
persaingan global yang disebabkan industrialisasi. Oleh sebab itu, mayoritas
pengrajin rotan Desa Trangsan yang beragama Islam menjadikan agama sebagai
pegangan hidup mereka dalam bekerja.
Etos kerja membuat masyarakat pengrajin Desa Trangsan mulai lebih
disiplin terhadap waktu, bekerja secara sistematis, dan efisien. Apalagi pemesan
terbiasa memberikan tenggat waktu kepada produsen yang dalam hal ini adalah
pengusaha rotan di Desa Trangsan. Hal ini membuat efisensi waktu kerja menjadi
sangat penting. Selain itu, agama Islam sebagai agama mayoritas pengrajin Desa
Trangsan menjadi faktor penting dalam membetuk watak dan karakter dalam
bekerja. Dengan kata lain, Industri pengolahan rotan telah menumbuhkan sikap
profesionalisme di lingkungan mereka bekerja, sedangkan agama telah
menumbuhkan etos kerja yang tinggi.
Maryanto, seorang pengrajin Desa Trangsan mengatakan bahwa
keberadaan industri rotan di Trangsan telah menumbuhkan disiplin industri.
Seorang pengrajin dituntut untuk profesional, menghargai waktu, bekerja untuk
memenuhi target.21 Hal yang hampir dikatakan oleh Yoto, salah seorang pekerja
di salah satu perusahaan rotan di Trangsan. Menurut Yoto, industri rotan telah
membuatnya bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia
20 Acep Mulyadi, “Islam dan Etos Kerja: Relasi Antara KualitasKeagamaan dengan Etos Produktivitas Kerja di Daerah Kawasan IndustriKabupaten Bekasi”, Jurnal, Turats, Vol. 4, No. 1, Juni 2008, hlm. 2.
21 Wawancara dengan Maryanto pada tanggal 21 Januari 2016.
95
mengatakan bahwa jika pekerjaannya melebihi jam kerja atau lebih dari delapan
jam maka akan mendapat uang lembur.22 Budaya kerja seperti ini yang tumbuh di
lingkungan Desa Trangsan.
Seorang pengusaha atau pengrajin rotan juga dituntut untuk selalu
memberikan inovasi agar dapat bertahan. Terutama dalam hal pemasaran. Pada
periode 1990-an, pengusaha berskala ekspor mulai memanfaatkan internet sebagai
media promosi mereka. Sebelumnya para pengusaha bersifat cenderung pasif
menunggu order yang datang melalui makelar, tour guide, dan pameran yang
diadakan pemerintah.
Pada 2005, ketika ekspor mulai sepi, perusahaan seperti UD. Agung
Rezeki bukan hanya mengekspor kerajinan rotan saja, tetapi juga kerajinan lain
seperti gerabah dan perunggu yang didatangkan dari Kasongan, Yogyakarta.23
Beberapa pengusaha lain seperti Marjono tidak lagi menjadi sub ekspor dan hanya
fokus pada pengembangan pasar lokal setelah terjadinya krisis bahan baku pada
2005. 24 Hal ini dilakukan Marjono untuk mengurangi kerugian sekaligus
mengembangkan pemasarannya di tingkat lokal yang belum tergarap dengan baik.
Pengusaha rotan juga dituntut memiliki mental yang kuat. Hal ini
disebabkan mereka harus bersaing dengan pengusaha lainnya baik yang ada di
Desa Trangsan maupun dengan pengusaha kerajinan rotan dari daerah lain.
Mental yang kuat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti
22 Wawancara dengan Yoto pada tanggal 21 Januari 201623 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.24 Wawancara dengan Marjono pada tanggal 8 Juli 2015.
96
modal terbatas, kesulitan bahan baku, kerugian saat pengiriman barang, dan
keterlambatan pengiriman pesanan yang berakibat pada kerugian yang cukup
besar bagi perusahaan berorientasi ekspor.
Etos kerja pengrajin rotan diuji saat mengalami keterpurukan mulai tahun
2005. Mereka yang tidak dapat bertahan mengalami kebangkrutan usaha. Banyak
juga pengrajin yang beralih profesi menjadi pekerja bangunan. Banyak juga
pengrajin yang fokus dalam mengembangkan pasar lokal. Mereka yang dapat
bertahan adalah orang-orang yang memiliki etos kerja yang tinggi dan kreativitas
dalam hal produksi dan pemasaran.
B. Pengaruh Kerajinan Rotan terhadap Kehidupan Ekonomi Pengrajin
Rotan
Berkembangnya ekspor kerajinan rotan akibat pelatihan yang dilakukan
oleh pemerintah pada tahun 1986 di Desa Trangsan selain telah membawa
perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat, juga membawa perubahan dalam
kehidupan ekonomi masyarakat Trangsan dan sekitarnya. Mayoritas masyarakat
Trangsan merasakan adanya peningkatan pendapatan mereka saat mereka bekerja
menjadi pengrajin rotan. Pendapatan yang diperoleh mereka tersebut bisa
menjadikan kebutuhan hidup mereka yang bersifat pokok, seperti sandang, pangan,
dan perumahan bisa terpenuhi.
Berkembangnya ekspor kerajinan rotan di Trangsan juga memberikan
angin segar warga masyarakat untuk meningkatkan penghasilan yang selama ini
hanya didapat dari sektor pertanian. Banyak di antara warga masyarakat Trangsan
97
yang kemudian meninggalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian pokok
dan beralih ke sektor industri. Hal ini disebabkan penghasilan kerajinan rotan
lebih tetap dan tidak bergantung musim, terlebih lagi dalam pertanian terdapat
resiko yang lebih besar, yaitu resiko gagal panen yang menyebabkan pendapatan
dari sektor pertanian tidak menentu.25
Perkembangan ekspor rotan yang semakin berkembang, berdampak pada
kehidupan para pengusaha/ eksportir, terutama dalam hal keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh tiap pengusaha/ eksportir tentu berbeda, tergantung
jumlah produksi/ ekspor tiap pengusaha. Semakin besar jumlah produksi/ ekspor
yang dilakukan, maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.
Tahun 1986-2005 merupakan puncak ekspor kerajinan rotan Desa
Trangsan. Pada saat puncak ekspor rotan pendapatan masyarakat Desa Trangsan
juga mengalami masa kejayaan. Pekerja/ pengrajin rotan, pengusaha/ pemilik
modal dan eksportir pada masa itu kebanjiran orderan. Banyaknya pesanan
membuat kondisi perekonomian masyarakat semakin meningkat.
Taraf hidup pemilik modal maupun eksportir pada umumnya hidup
berkecukupan dan mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
Seorang pengrajin minimal dapat menyekolahkan anak mereka hingga taraf
SMA. 26 Kebutuhan sekunder pun terpenuhi karena setiap anak mereka sudah
difasilitasi dengan motor sebagi alat trasportasi sehari hari. Beberapa diantara
mereka sudah memiliki mobil pribadi sebagai alat trasportasi bersama keluarga
25 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Maret 2015.26 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 3 November 2015.
98
mereka. Keadaan perekonomian keluarga pengusaha yang lebih baik menunjukan
bahwa industri tekstil membawa dampak yang besar terhadap peningkatan
kesejahteraan hidup pengusaha.
Perkembangan kerajinan rotan di Desa Trangsan telah membawa
perubahan terhadap masyarakat. Selain membawa perubahan terhadap para
pengusaha, pemilik modal industri rotan/ eksportir juga membawa perubahan
pada para buruh (pekerja). Selain itu, kerajinan rotan juga memberikan peluang
bagi pencari kerja baik dari Desa Trangsan maupun dari daerah daerah lain seperti
dari Kab Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Grobokan. Berdirinya dan
berkembangnya ekspor kerajinan rotan di Desa Trangsan selain membuka
lapangan pekerjaan baru.
Besarnya upah yang diterima oleh pengrajin rotan Desa Trangsan dari
tahun 1986- 2009 adalah sebagai berikut.
Tabel 11.
Daftar Upah Pengrajin Rotan Desa Trangsan Tahun 1986-2009
No TahunUpah (Rp)
Rangka Finishing Amplas Anyam
1 1986 18.000 16.000 13.500 11.000
2 1996 20.000 17.500 15.000 12.500
3 2006 22.000 19.000 17.000 14.000
4 2009 25.000 21.000 19.000 15.500
Sumber: Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.
99
Dari tabel diatas diketahui besarnya upah upah yang diterima setiap
pengrajin berbeda-beda. Perbedaan pendapatan yang diterima setiap pengrajin
tergantung pada tingkatan pengrajin serta kecepatan dalam bekerja. Upah tersebut
didapat setelah menyelesaikan sebuah kursi/ pesanan yang lainya, khusus untuk
tukang amplas hitungan upah didasarkan pada harian. Tenaga amplas diberikan
upah harian dikarenakan pekerjaan ini dapat dikerjakan oleh siapapun dan tidak
memerlukan keahlian khusus. Dalam sehari pengrajin rata-rata dapat
menyelesaikan dua buah kursi, dan apabila menginginkan upah yang lebih
banyak/ pesanan sedang menumpuk pengrajin bekerja lembur hingga tengah
malam, sedangkan untuk hitungan lembur tenaga pengamplas apabila lembur dua
jam maka upah yang didapatkan separuh, dan apabila lembur sampai empat jam
maka upah yang di terima sama dengan upah harian mereka.27
Pada tahun 1986 upah yang diterima oleh pengrajin rotan yang bekerja
sebagai penganyam dalam satu minggu rata-rata mendapatkan upah Rp132.000,00.
Pengrajin yang bekerja sebagai finishing mendapatkan upah rata-rata sebesar
Rp192.000,00 dan tukang rangka dalam seminggu rata-rata mendapatkan upah
sebesar Rp216.00,00, sedangkan tukang amplas dalam seminggu mendapatkan
upah rata-rata Rp81.000,00. Rataan pendapatan pengrajin ini belum dihitung dari
hasil lemburan, dan dalam satu minggu kebanyakan pengrajin bekerja enam hari.
Hari Sabtu sore pekerja mendapatkan upah dari hasil kerja mereka, pengrajin
rotan pada hari Minggu memilih untuk libur dan kembali ke daerah asal.
27 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.
100
Pada tahun 1990 terjadi kenaikan upah karyawan. Tukang amplas terjadi
kenaikan upah harian dari Rp13.500 menjadi Rp15.000,00 setiap harinya.
Pengrajin borongan juga mengalami kenaikan upah. Tukang anyam yang
sebelumnya mendapat upah Rp11.000,00/ kursi, mendapat kenaikan upah sebesar
Rp1.500,00 per kursi, kenaikan ini sama dengan tukang finising yang
mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp1.500,00, sedangkan untuk tukang rangka
mendapatkan kenaikan Rp2.000,00 per kursi.
Tahun 2000 upah pengrajin kembali mengalami kenaikan. Tukang amplas
upah harianya bertambah Rp2.000,00 menjadi Rp17.000,00 per hari. Kenaikan
upah juga dialami oleh pekerja lainya, Tukang anyam dan tukang finishing
mendapat kenaikan yang sama, yaitu sebesar Rp1.500,00. Kenaikan upah yang
paling banyak yaitu tukang rangka, tukang rangka mendapat kenaikan upah
sebesar Rp2.000,00/ kursi.
Tren kenaikan upah masih berlanjut hingga tahun 2009, walaupun jumlah
pesanan berkurang dan banyak perusahaan yang gulung tikar, namun untuk upah
pengrajin justru naik. Tukang anyam harianya naik sebesar Rp1.500,00, tukang
finishing dan tukang amplas mendapat kenaikan upah sebesar Rp2.000,00 per
kursi. Tukang amplas mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp3.000,00,
sebelumnya tukang rangka hanya mendapatkan upah Rp22.000,00 kini naik
menjadi Rp25.000,00.
Upah yang diterima oeleh pengrajin kerajinan rotan di Desa Trangsan dari
pemilik usaha kerajinan rotan berbeda-beda. Sistem pengupahan yang ada di Desa
101
Trangsan kebanyakan memakai sistem borongan. Upah buruh harian diberlakukan
untuk buruh baru/ awal-awal bekerja di kerajinan rotan, sedangkan untuk yang
sudah mahir mereka bekerja secara borongan. 28 Pengupahan pekerja dengan
sistem borongan ini juga terdapat beberapa tingkatan. Tingkatan/ perbedaan
tersebut disesuaikan oleh tingkat kemudahan dan kerumitan jenis pekerjaan.
Setiap pekerja memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing.
Selain itu, mereka diberikan upah yang berbeda sesuai pekerjaan yang mereka
kerjakan. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawab para pekerja ini memiliki
tingkat kesukaran yang berbeda-beda sehingga upah yang dibayarkan pun
memiliki perbedaan. Semakin tinggi tingkatan kerumitan dan semakin banyak
jumlah yang diselesaikan maka semakin besar pula upah yang didapatkan.
Melemahnya perekonomian global pada tahun 2008 terutama menyerang
negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan tujuan
ekspor rotan terbesar berdampak pada merosostnya pesanan rotan, bahkan rotan
yang sudah dipesan banyak yang dibatalkan oleh pihak pemesan. Dengan
berkurangnya jumlah pesanan, menyebabkan perusahaan-perusahaan rotan yang
bangkrut. Pasar rotan dalam negeri tidak mampu menampung hasil kerajinan rotan,
ditambah dengan kesulitan ekonomi. Pekerja-pekerja banyak yang dirumahkan.
Pengrajin rotan banyak yang mencari pekerjaan ke kota sebagai kuli bangunan
atau ke luar Jawa untuk bekerja di perkebunan.29
28 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 9 April 2015.29 Wawancara dengan Sugimin pada tanggal 7 Mei 2015.
102
C. Peran Industri Kerajinan Rotan Komoditi Ekspor terhadap
Pembangunan Masyarakat Desa Trangsan
Pembangunan adalah proses perubahan yang disengaja dan direncanakan
dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang
dikehendaki. Pembangunan identik dengan modernisasi jika mengingat artinya
sebagai proses penerapan kehidupan masyarakat. Pembangunan disebut sebagai
usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan perubahan sosial melalui
modernisasi. 30 Menurut Moelyarto pembangunan adalah proses perubahan sosial
menuju ke tataran kehidupan yang lebih baik.31Pembangunan masyarakat Desa
Trangsan dapat dimaknai sebagai usaha untuk memodernisasi produksi kerajinan
rotan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas, efisien, dan efektif.
Apalagi, kerajinan rotan Trangsan merupakan kerajinan komoditi ekspor yang
membutuhkan efisiensi waktu pengerjaan dan kualitas produk yang baik.
Kerajinan rotan Desa Trangsan merupakan komoditi ekspor yang
memberikan keuntungan. Perkembangan industri kerajinan rotan berdampak pada
pembangunan yang ada di Desa Trangsan. Pembangunan juga dilakukan untuk
mendukung industri pengolahan rotan yang ada di desa ini. Pembangunan juga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena terpenuhinya sarana dan
prasarana yang menukung aktivitas ekonomi masyarakat. Pembangunan juga
dapat mendukung perkembangan industri pengolahan rotan di Desa Trangsan.
30 Rahardjo, op. cit., hlm. 192.31 Moelyarto T., Politik Pembangunan, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1993), hlm. xi.
103
Dengan pembangunan, mobilitas masyarakat dan industri pengolahan rotan dapat
semakin meningkat. Oleh sebab itu, pembangunan desa dapat menjadi investasi
bagi perkembangan perekonomian masyarakat.
Pembangunan tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Keberadaan
industri pengolahan rotan sangat mendukung pembangunan baik yang bersifat
fisik maupun pembangunan masyarakat di Desa Trangsan. Pembangunan yang
diakibatkan oleh keberadaan industri pengolahan rotan di antaranya pembangunan
sarana dan prasarana desa, penciptaan lapangan kerja, dan promosi wisata.
1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa
Industri pengolahan rotan yang berkembang di Desa Trangsan telah
mempengaruhi pembangunan sarana dan prasarana desa. Pembangunan tersebut
dilakukan untuk mendukung kebutuhan industri pengolahan rotan di desa ini.
Pembangunan sarana dan prasarana dapat dilakukan karena pajak dari tempat
usaha industri pengolahan rotan juga mengalir ke kas desa. Selain itu, ada juga
bantuan yang mengalir dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk mendukung
perkembangan industri pengolahan rotan di desa ini.
Pembangunan sarana dan prasarana desa yang paling nampak adalah akses
jalan. Jalan-jalan desa selalu mendapat anggaran setiap tahun untuk melakukan
pengaspalan. Hal ini sangat diperlukan karena setiap bulan, jalan-jalan desa dilalui
oleh truk-truk kontainer yang mengangkut komoditi kerajinan rotan Desa
Trangsan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo juga memberikan
104
kemudahan izin agar truk-truk fuso/ kontainer dapat masuk ke jalan-jalan di Desa
Trangsan sejak tahun 1990-an.
Pembangunan sarana dan prasarana lainnya adalah penyediaan jamban
atau WC. Bantuan pembangunan pergudangan juga diberikan oleh pemerintah
bagi pengusaha asli Desa Trangsan. Untuk menunjang kesehatan para pengrajin,
Desa Trangsan juga menyediakan klinik dan Puskesmas dengan bekerja sama
dengan Departemen Kesehatan.32
2. Penciptaan Lapangan Pekerjaan
Perkembangan industri kerajinan rotan telah menggeser sistem
pencaharian masyarakat Desa Trangsan yang semula agraris menjadi masyarakat
industri. Pertumbuhan penduduk yang cepat tentu tidak seiring dengan
pertumbuhan lahan pertanian yang stagnan. Pertumbuhan penduduk yang cepat
dan minimnya lahan pertanian menumbuhkan pengangguran. Keberadaan industri
kerajinan rotan di Desa Trangsan menjadi jawaban atas permasalahan minimnya
lahan pertanian dan pesatnya pertumbuhan penduduk. Selain itu, di tingkat
Sekolah Dasar juga diajarkan keterampilan menganyam rotan. Hal ini sangat
penting untuk menjaga regenerasi pengrajin rotan di Desa Trangsan.
Industri kerajinan rotan telah menumbuhkan pengusaha-pengusaha yang
pada awalnya hanya merupakan pengrajin rotan. Namun, seorang pengrajin dapat
menjadi pengusaha tentu saja dipengaruhi oleh modal. Bagi mereka yang
32 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.
105
memiliki sedikit modal hanya dapat membuka usaha dalam skala rumah tangga.
Bagi mereka yang tidak memiliki modal menjadi buruh pengrajin.
Pertumbuhan pengusaha kerajinan rotan beriringan dengan kebutuhan atas
tenaga kerja. Industri rotan banyak menyerap tenaga pengrajin baik yang berasal
dari Desa Trangsan maupun dari luar desa. Semakin besar pesanan dari luar negri,
semakin besar pula kebutuhan atas tenaga kerja. Oleh sebab itu, banyak tenaga
kerja yang didatangkan dari luar Provinsi Jawa Tengah.33
Tabel 5 menunjukkan bahwa industri kerajinan rotan Desa Trangsan
menyerap banyak tenaga kerja. Pada tahun 1987, jumlah tenaga kerja yang
terserap berjumlah 379. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan pada
tahun 1988 karena hanya menyerap 25 orang saja. Tetapi setahun berikutnya
jumlah tenaga kerja yang terserap berjumlah 425 orang yang bertahan hingga
tahun 1992. Pada tahun 1993, jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 1.025
orang yang menunjukkan bahwa industri kerajinan rotan Trangsan mengalami
peningkatan.
Ketika kerajinan rotan mengalami penurunan akibat krisis bahan baku
pada 2005 dan krisis global pada 2008 banyak pengusaha yang merumahkan para
pekerjanya, meskipun hanya untuk sementara. Namun demikian, keberadaan
industri kerajinan rotan memang telah banyak menyerap banyak tenaga kerja
sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran.
33 Ibid.
106
3. Pembangunan Potensi Pariwisata di Desa Trangsan
Pariwisata terdiri dua kata, yakni pari dan wisata. Pari berarti banyak,
berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, berpergian.
Pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-
putar, dari suatu tempat ke tempat lain.34 Menurut Hemann V. Schulalard, seorang
ahli ekonomi Austria mengatakan bahwa kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan,
terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara langsung
berhubungan dengan masuknya, adanya pendiaman, dan bergeraknya orang-orang
asing keluar masuk suatu kota, daerah, atau negara.
E. Guyer Freuler mengatakan bahwa pariwisata merupaan fenomena dari
zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian
suasana, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam
dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa
dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembnagan perniagaan,
industri, perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan.35 Pariwisata
menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan
daya tarik wisata serta usaha–usaha yang terkait di bidang tersebut. Objek dan
daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.36 Suatu
tempat untuk menjadi objek wisata harus mempunyai potensi agar dapat
34 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, (Bandung: PenerbitAngkasa, 1983), hlm. 103
35 Ibid., hlm. 105-106.36 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
107
mendaptangkan pengunjung. Desa Trangsan sebagai sentra industri rotan
memiliki potensi untuk menjadi objek wisata di Kabupaten Sukoharjo.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo mewacanakan agar desa-desa kerajinan
menjadi objek wisata.37 Salah satunya adalah desa kerajinan rotan, yakni Desa
Trangsan. Perlu diketahui bahwa Desa Trangsan merupakan satu-satunya sentra
industri pengolahan rotan di Jawa Tengah. Keberadaannya sebagai sentra industri
pengolahan rotan sejak 1927 membuat desa ini memiliki nilai historis. Nilai
historis inilah yang memberi nilai tambah Desa Trangsan sebagai obyek wisata.
Desa Trangsan sebagai sentra industri pengolahan rotan komoditi ekspor
dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. Pada 1990-an banyak orang asing
yang datang ke Desa Trangsan untuk melihat-lihat kerajinan rotan di Desa
Trangsan dengan didampingi tour guide.38 Pada awalnya mereka datang sebagai
wisatawan. Namun karena kebanyakan berlatarbelakang sebagai pebisnis, maka
dalam kunjungannya tersebut juga membicarakan kemungkinan bekerja sama
dengan para pengrajin rotan. 39 Tour guide yang membawa mereka ke Desa
Trangsan berfungsi juga sebagai makelar. Tour guide menawarkan kepada orang
asing tersebut untuk bekerja sama dengan salah satu perusahaan yang ada di Desa
Trangsan. Setelah terjalin kerja sama, beberapa kali orang asing yang sama datang
sendiri ke Desa Trangsan untuk melanjutkan dan memperkokoh kerja samanya.40
Dengan demikian, Desa Trangsan sebenarnya memiliki potensi yang besar dari
37 Solopos, 11 Oktober 1997.38 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 10 April 2015.39 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.40 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 6 Oktober 2015.
108
sektor pariwisata, terutama bagi wisatawan asing yang berlatarbelakang pebisnis
atau importir.
Industri pengolahan rotan dan pariwisata dapat menjadi hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan. Industri pengolahan rotan membutuhkan
pariwisata sebagai salah satu cara pemasarannya. Pariwisata membutuhkan
industri pengolahan rotan sebagai daya tarik wisata bagi wisatawan. Kedua-
duanya memberikan sumbangan bagi penerimaan daerah dari sektor wisata dan
industri. Jika semua digarap dengan baik, maka penerimaan daerah dari kedua
sektor yang ada di Desa Trangsan dapat semakin bertambah.
Hal yang patut disayangkan adalah desa ini masih belum berstatus sebagai
desa wisata. Padahal pencanangan desa ini sebagai desa wisata dapat semakin
menumbuhkan perekonomian masyarakat sekaligus melestarikan kerajinan rotan
Desa Trangsan. Wisata di Trangsan dapat menjadi wisata edukasi, wisata budaya,
dan wisata industri sendiri. Dengan demikian, perlu peran pemerintah khususnya
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk membantu para pengrajin rotan Desa
Trangsan.
Bantuan dari pemerintah dapat berupa mempermudah pengurusan
perizinan usaha, pemberian pinjaman dengan bunga rendah, dan pemasaran.
Bantuan juga dibutuhkan dengan meningkatkan pembangunan sarana dan
prasarana desa yang menunjang kegiatan industri dan perekonomian masyarakat.
Pembangunan juga dapat dilakukan dengan mencanangkan desa ini sebagai Desa
Wisata, sehingga dapat meningkatkan promosi wisata Desa Trangsan sebagai
109
sentra industri pengolahan rotan ke luar negri. Untuk menuju pencanagan Desa
Trangsan sebagai desa wisata, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat membantu
pembangunan kios-kios souvernir, lahan interaksi keterampilan menganyam rotan,
sehingga pengunjung dapat belajar membuat kerajinan rotan, dan pembangunan
gapura desa wisata.41
Keseriusan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam memberikan bantuan
terhadap pengembangan industri pengolahan rotan tentu dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa Trangsan sendiri. Hal ini tentu dapat membantu
program pemerintah dalam menyejahterakan masyarakatnya, khususnya
masyarakat Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.
41 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.