21
41 BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002). Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi, yang berlanjut pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika, maupun kimia yang terjadi karena pengaruh beban sedimen yang menutupinya ( over burden), temperatur, tekanan, dan waktu. (Gambar 4.1) Gambar 4.1 Proses terbentuknya batubara (Anggayana, 2002) Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman geologi dan lokasi tempat tumbuh berkembangnya ditambah dengan lingkungan pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara ( coal field) dan lapisannya (coal seam). Pembentukan batubara dimulai sejak Periode Karbon (periode pembentukan karbon atau batubara) sehingga dikenal sebagai zaman batubara

BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

41

BAB IV

ENDAPAN BATUBARA

4.1 Pembahasan Umum

Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk

dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak

pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia yang mengakibatkan

pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002).

Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari

sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi, yang berlanjut

pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika, maupun kimia

yang terjadi karena pengaruh beban sedimen yang menutupinya (over burden),

temperatur, tekanan, dan waktu. (Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Proses terbentuknya batubara (Anggayana, 2002)

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman

geologi dan lokasi tempat tumbuh berkembangnya ditambah dengan lingkungan

pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi

serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian akan menyebabkan

terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,

karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field)

dan lapisannya (coal seam).

Pembentukan batubara dimulai sejak Periode Karbon (periode

pembentukan karbon atau batubara) sehingga dikenal sebagai zaman batubara

Page 2: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

42

pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu

dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu

pembentukan, yang disebut maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah

menjadi lignit (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat), ini adalah

batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandinngkan dengan batubara

jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam

pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus

menerus selama jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara

bertahap.

4.1.1 Pembentukan Batubara dan Lingkungan Pengendapannya

4.1.1.1 Proses Pembentukan Batubara

Ada dua proses utama dalam pembentukan endapan batubara, yaitu:

1. Proses pembentukan gambut dari tumbuhan (peatification)

2. Proses Pembentukan batubara dari gambut (coalification)

4.1.1.1.1 Proses Pembentukan Gambut (Peatification)

Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari

tumpukan, hancuran, atau bagian tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam

keadaan tertutup dari udara (di bawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari

70 % berat dan kandungan mineral lebih kecil dari 50 % dalam kondisi kering

(Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002)

Jika ada tumpukan sisa tumbuhan berada pada kondisi basah (di bawah air,

tidak seluruhnya berhubungan dengan udara) dan kandungan oksigennya sangat

rendah, sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob hidup, sisa tumbuhan

tersebut tidak akan mengalami proses pembusukkan dan penghancuran sempurna.

Pada kondisi tersebut hanya bakteri anaerob yang melakukan proses dekomposisi

membentuk gambut (peat).

Moor merupakan lapisan gambut dengan ketebalan minimum 30 cm

(Anggayana, 2002). Berdasarkan morfologi permukaannya, moor dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Lowmoor, jenis moor ini terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan

makanan. Morfologi permukannya datar dan atau cekung. Pasokan air untuk

Page 3: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

43

gambut ini berasal dari lingkungan sekitarnya (sungai dan air tanah), tidak

tergantung pada air hujan. Biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun

lebar dan tumbuhan perdu dengan pH berkisar antara 4,8 sampai 6,5

2. Highmoor, lapisan gambut ini dapat mencapai ketinggian beberapa meter dari

permukaan tanah dengan bentuk cembung. Jenis moor iini tidak tergantung

pada air tanah atau sungai, karena mempunyai sistem air tersendiri yang

tergantung pada air hujan. Jumlah penguapan yang lebih kecil dari curah hujan

menyebabkan air hujan tersimpan dalam gambut. Bahan makanan untuk

tumbuhan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lowmoor, sehingga jenis

tanaman terbatas pada lumut, rumput dengan daun yang kecil. Untuk daerah

beriklim sedang, highmoor ditumbuhi Sphagnum dan di daerah tropis

ditumbuhi hutan lokal dengan bermacam jenis tumbuhan pH pada highmoor

berkisar antara 3,3 sampai 4,6.

4.1.1.1.2 Proses Pembentukan Batubara (Coalification)

Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal

dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya terkena

proses fisika dan kimia, serta mengakibatkan pengayaan kandungan karbonnya

(Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002). Sementara itu proses pembatubaraan

merupakan perkembangan gambut melalui lignit, subbituminous, dan bituminous

menjadi antrasit serta meta antrasit (Anggayana, 2002)

Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan

sedimen, bakteri anaerob akan mati, maka lapisan gambut akan mengalami

peningkatan tekanan seiring penambahan beban dan bertambahnya ketebalan

lapisan sedimen. Tekanan yang besar mengakibatkan peningkatan temperatur.

Selain itu, temperature juga dapat meningkat dengan pertambahan kedalaman,

kehadiran intrusi magma, proses vulkanisme, dan proses tektonisme.

Kenaikan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut akan mengubahnya

menjadi batubara, seiring terjadinya proses pengurangan kandungan lengas

(moisture), pelepasan gas (CO2, H2O, CO, CH4) peningkatan kepadatan dan

kekerasan serta peningkatan kadar kalori. Reaksi pembentukan batubara dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Page 4: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

44

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO

cellulose lignit gas metan

Keterangan:

Cellulose (zat organic) yang merupakan zat pembentuk batubara

Semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka kadar karbon (C)

akan meningkat sedangkan oksigen dan hidrogen akan berkurang

Semakin banyak CH4, lignit semakin baik kualitasnya

Berdasarkan asal tumbuhan pembentuk gambut, terdapat dua macam batubara

(Sudarsono, 2000), yaitu:

1. Batubara Autochtone, lapisan gambut terbentuk dari tumbuhan yang tumbang

di tempat tumbuhnya. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati,

belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan

mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini

mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar

abunya relatif kecil.

2. Batubara Allochtone, lapisan gambut yang terbentuk berasal dari bagian

tumbuhan yang terbawa aliran sungai, serta terendapkan di daerah hilir sungai.

Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan

berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami

proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini

mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat,

kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang

terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke

tempat sedimentasi.

4.1.1.2 Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara terbentuk pada lingkungan pengendapan tertentu, dan sangat

berpengaruh pada penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, serta kualitasnya.

Analisa lingkungan pengendapan menggunakan pendekatan yang dikemukakan

Page 5: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

45

oleh Horne (1978). Horne (1978) memberikan criteria cara untuk mengenali

lingkungan pengendapan antara lain barrier, back-barrier, lower delta plain,

transitional lower delta plain, dan upper delta plain – fluvial (Gambar 4.2).

Berdasarkan karakteristik endapan batubara, ada empat lingkungan

pengendapan utama batubara di daerah coastal menurut Horne (1978), yaitu:

1. Lingkungan back barrier : lapisan batubaranya tipis, pola sebarannya

memanjang sistem penghalang atau sejajar jurus lapisan, bentuk lapisan

melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau

bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur tinggi, sehingga

tidak dapat ditambang. Urutan stratigrafi pada lingkungan back barrier

dicirikan oleh batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya

akan material organic, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang

tidak menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin kea rah laut

akan ditemukan batupasir kuarsitik sedangkan kea rah daratan terdapat

batupasir greywacke dari lingkungan fluvial – deltaic.

2. Lingkungan lower delta plain : lapisan batubaranya tipis, kandungan sulfur

bervariasi, pola sebarannya umumnya sepanjang channel atau jurus

pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan

crevasse splay, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan

tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel bentuk lapisan

batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan butrian mengkasar

ke atas yang tebal. Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan struktur

sedimen ripple mark.

3. Lingkungan transitional lower delta plain : lapisan batubaranya tebal,

kandungan sulfur rendah. Ditandai oleh perkembangan rawa yang ekstensif.

Lapisan batubara tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang

sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga berkembang akibat channel

kontemporer dan washout oleh aktivitas channel subsekuen. Batuan sedimen

berbutir halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis daripada di bagian

lower delta plain. Pada zona ini terdapat fauna air payau sampai laut dan

banyak ditemui burrowing.

Page 6: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

46

4. Lingkungan upper delta plain – fluvial : lapisan batubaranya tebal,

kandungan sulfur rendah, lapisan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh pod-

shaped pada bagian bawah dari dataran limpahan banjir yang berbatasan

dengan channel sungai bermeander. Sebarannya meluas cenderung

memanjang sejajar kemiringan pengendapan, tetapi kemenerusan secara

lateral sering terpotong channel atau sedikit yang menerus, bentuk batubara

ditandai dengan hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan wash out

oleh channel subsekuen. Urutan stratigrafinya didominasi oleh tubuh batupasir

yang menerus dan untuk lingkungan backswamp, terdiri dari urutan batubara,

batulempung dengan banyak fosil tumbuhan dan sedikit moluska air tawar,

batulanau, batulempung, serta batubara.

Berdasarkan kendali lingkungan pengendapannya, maka lingkungan back-

barrier dan lower delta plain cenderung tipis batubaranya. Sebaliknya pada

lingkungan transitional lower delta plain dan upper delta plain – fluvial, lpaisan

batubaranya relatif tebal.

4.1.2 Analisis Kualitas dan Klasifikasi Batubara

4.1.2.1 Analisis Kualitas Batubara

Terdapat dua jenis analisis kualitas batubara yang utama, yaitu analisis

proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat umumnya dilakukan oleh

perusahaan pertambangan dan pembeli batubara. Analisis proksimat digunakan

untuk menentukan kelas (rank) batubara. Analisis proksimat terdiri atas empat

parameter utama, yaitu kadar lengas (moisture), kadar abu (ash), zat terbang

(volatile matter), dan karbon tertambat (fixed carbon).

Lengas yang terdapat pada batubara dapat menempel di permukaan

partikel batubara. Ada tiga jenis kadar lengas, yaitu bebas (free moisture), kadar

lengas inheren (inheren moisture) dan kadar lengas total (total moisture).

Kehilangan berat yang terjadi setelah sampel batubara digerus sampai

ukuran 3 mm, lalu dipanaskan dalam tungku dengan suhu 105 o – 110

oC disebut

kadar lengas total. Lengas bebas akan terlepas ke udara apabila batubara dibiarkan

di dalam ruangan pada suhu kamar. Kehilangan berat selama sampel berada dalam

ruangan disebut kadar lengas bebas. Kadar lengas inheren diperoleh dari

Page 7: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

47

kehilangan berat yang terjadi setelah sampel batubara tanpa lengas bebas

dipanaskan dalam tungku pada suhu 105 o – 110

oC.

Kadar abu didefiniskan sebagai residu anorganik yang terjadi setelah

batubara dibakar pada suhu 815 oC dan dialirkannya udara secara lambat ke dalam

tungku. Makin banyak mineral, makin tinggi kadar abunya. Zat terbang adalah

bagian dari batubara yang menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa udara

(dalam tungku tertutup) pada suhu 900 o

C. Karbon tertambat (fixed carbon)

diperoleh dari 100 % dikurangi dengan jumlah kadar lengas, kadar abu, dan zat

terbang.

Analisis ultimat merupakan cara sederhana untuk menunjukkan unsure

pembentuk batubara dengan mengabaikan senyawa kompleks yang ada dan hanya

dengan menentukan unsure kimia pembentuk yang penting. Ada lima unsur utama

yang membentuk batubara yaitu karbon, hydrogen, sulfur, nitrogen, oksigen, dan

fosfor.

Kandungan sulfur sangat umum dijumpai dalam endapan batubara, yaitu:

1. Pirit (FeS2), terjadi dalam bentuk makrodeposit (lensa, vein, joint).

2. Sulfur Organik, jumlahnya 20 % - 80 % dari sulfur total. Secara kimia terikat

dalam batubara.

3. Sulfur Sulfat, umumnya berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah

yang kecil.

4.1.2.2 Klasifikasi Batubara

Rank (peringkat) digunakan untuk menyatakan tahapan yang telah dicapai

oleh batubara dalam urutan proses pembatubaraan. Hamper setiap Negara

penghasil batubara dengan jumlah besar mempunyai istilah sendiri untuk

menyatakan rank.

Sebagai contoh, rank batubara di amerika menggunakan standarisasi dari

ASTM (American Society for Testing Material) dan di Jerman menggunakan

standarisasi dari DIN. Berdasarkan rank yang dicapai, batubara dapat

diklasifikasikan. Di Indonesia, umumnya digunakan klasifikasi ASTM.

Page 8: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

48

Tabel 4.1 Klasifikasi Rank Batubara (ASTM, 1981 op. cit. Wood et al., 1983)

4.2 Endapan Batubara Daerah Penelitian

4.2.1 Keberadaan dan Penyebaran Batubara

Berdasarkan hasil pemetaan geologi yang telah dilakukan pada daerah

penelitian, endapan batubara berada pada Satuan Batupasir atau dengan nama lain,

Satuan Batupasir ini merupakan satuan pembawa batubara (coal bearing) yang

merupakan bagian dari Formasi Muara Enim. Batubara ditemukan sebagai sisipan,

berwarna coklat – coklat kehitaman, kilap dull – dull banded, kekerasan hard –

moderate, gores coklat – hitam kecoklatan, belahan subconchoidal – irregular,

dengan pengotor berupa resin dan pirit.

Penyebaran batubara pada daerah penelitian ini sangat terbatas, cenderung

tidak menerus, dan relatif tidak terlalu tebal dengan kemiringan lapisan yang

Page 9: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

49

tergolong landai. Pada daerah penelitian ditemukan 11 titik singkapan batubara

dengan ketebalan berkisar antara 50 – 350 cm dan pola jurus lapisan relatif

berarah Timurlaut – Baratdaya dengan kisaran kemiringan lapisan antara 120 –

210. Singkapan batubara terdapat pada sungai-sungai yang berada di bagian

tengah daerah penelitian dan bagian lainnya ditemukan di dalam hutan-hutan

(Lampiran H-1). PT. Geoservices (Ltd.) pada tahun 2008 pernah melakukan

pemboran pada daerah penelitian sebanyak 23 titik bor dengan kedalaman 25 m –

42 m. Pemboran tersebut bertujuan untuk mengetahui penyebaran batubara lebih

rinci sehingga dapat memastikan jumlah sumberdaya batubara secara akurat.

No. Seam Lokasi Pengamatan Kedudukan Lapisan Ketebalan (m)

1 1 PRGN011 N 222 E / 20 1,05 m

2 1 PRGN037 N 260 E / 21 1,30 m

3 1 PRGN041 N 173 E / 14 0,72 m

4 1 PRGN012 N 217 E / 15 0,35 m

5 2 PRGN013 N 210 E / 19 4,20 m

6 2 PRGN014 N 200 E / 18 3,00 m

7 2 PRGN038 N 210 E / 14 2,30 m

8 2 PRGN053 N 217 E / 19 1,80 m

9 2 PRGN052 N 203 E / 14 1,70 m

10 2 PRGN053a N 218 E / 18 3,50 m

11 4 PRGN051 N 197 E / 13 1,20 m

12 5 PRGN036 N 185 E / 14 0,50 m

Tabel 4.2 Data singkapan batubara daerah penelitian

Page 10: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

50

No. Bor Elevasi (m) Kedalaman (m) Ketebalan (m) Seam

M-01 66,41 25 0,50 5

M-02 51,29 25 6,95 2

0,02

M-02A 48,56 25 3,70 4

M-02B 46,06 25 0,40

0,75 5

M-02C 50,48 25 7,00 2

1,95 1

M-02D 45,90 30 1,45 3

6,70 2

M-02G 45,90 25 - -

M-03 51,30 40 1,24 1

M-03A 41,38 23,5 3,55 4

M-03A-1 42,46 10 3,95 4

M-03B 40,64 25

0,55

0,45 -

0,70 5

M-03C 43,08 25 0,68 1

M-03D 54,67 30 6,98 2

0,05 -

M-04 33,40 20

0,05 -

0,10 -

0,10 -

M-04A 35,45 25 0,20

M-05 34,55 30 - -

M-06 30,46 20

M-13 51,59 16 1,10 4

M-13 RD 51,40 25 3,20 4

M-13B 61,93 15 5,90 2

M-13C 52,62 10 4,60 2

0,05

M-14 59,42 25 1,50 1

M-14A 47,44 42

0,10

0,32

1,80 4

0,55 3

Tabel 4.3 Data pemboran batubara daerah penelitian (PT. Geoservices (Ltd.))

Page 11: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

51

Berdasarkan pola penyebaran singkapan batubara dan karakter lapisan

batubara yang diamati di lapangan dan pemboran, disimpulkan bahwa di daerah

penelitian ditemukan lima lapisan (seam) batubara (Lampiran H-5) dengan variasi

ketebalan antara 50 cm – 700 cm dengan urutan tua ke muda yaitu Seam 1, Seam

2, Seam 3, Seam 4, dan Seam 5. Semua seam batubara menjanjikan untuk dihitung

jumlah sumberdayanya ditinjau dari segi ketebalan lapisannya (lebih dari 50 cm).

4.2.1.1 Seam Batubara 1

Batubara pada seam ini ditemukan pada empat singkapan yaitu lokasi

pengamatan PRGN011, PRGN037, PRGN041, dan PRGN012 serta pada empat

titik bor yaitu M-02C, M-03, M-03C, dan M-14. Pola penyebaran pada seam ini

agak sulit dikorelasikan karena jarak yang berjauhan antar singkapan.

Secara umum, ketebalan batubara pada seam ini mencapai 1,80 m dengan

ciri kilap dull, berwarna hitam kecoklatan, gores hitam kecoklatan, berat light –

moderate, kekerasan moderate – hard, struktur massive – blocky banded, belahan

subconchoidal – irregular, dan mempunyai pengotor berupa resin dan sulfur.

Seam ini mempunyai kontak atas dan bawah lapisan berupa batulempung

karbonan (Lampiran E).

Foto 4.1 Singkapan batubara pada lokasi PRGN037

Page 12: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

52

4.2.1.2 Seam Batubara 2

Batubara pada seam ini ditemukan pada lima singkapan yaitu lokasi

pengamatan PRGN013, PRGN038, PRGN053, PRGN052, dan PRGN053a serta

pada enam titik bor yaitu M-02, M-02C, M-02D, M-03D, M-13B, M-13C.

Lapisan batubara ini merupakan lapisan yang tebal baik pada singkapan maupun

pada pemboran. Ketebalan batubara pada seam ini mencapai 7 m (Lampiran E)

dengan kontak atas dan bawah lapisan berupa batulempung karbonan.

Secara umum, batubara pada seam ini mempunyai ciri kilap dull – dull

banded, berwarna hitam kecoklatan, gores coklat – coklat kehitaman, berat

moderate, kekerasan moderate – hard, struktur massive – blocky banded, belahan

subconchoidal – uneven – irregular, dan mempunyai pengotor berupa resin, pirit,

mineral lempung, dan sulfur.

Foto 4.2 Singkapan batubara pada lokasi PRGN038

4.2.1.3 Seam Batubara 3

Batubara pada seam ini ditemukan pada dua titik bor yaitu M-02D dan M-

014A. Pola penyebaran pada seam ini agak sulit dikorelasikan karena jarak yang

berjauhan serta tidak ditemukannya singkapan pada seam ini, sehingga korelasi

lapisn dilakukan hanya pada data bor.

Page 13: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

53

Ketebalan batubara pada seam ini mencapai 1,45 m (Lampiran E) dengan

ciri kilap dull, berwarna hitam kecoklatan, gores coklat, berat moderate,

kekerasan moderate – hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidal –

uneven, dan mempunyai pengotor berupa pirit dan resin. Seam ini mempunyai

kontak atas berupa batulempung dan bagian bawah lapisan berupa batupasir.

4.2.1.4 Seam Batubara 4

Batubara pada seam ini ditemukan pada satu singkapan yaitu lokasi

pengamatan PRGN051 dan pada enam titik bor yaitu M-02A, M-03A, M-03A-1,

M-14A, M-13, M-13RD. Lapisan batubara ini merupakan lapisan yang relatif

tebal pada singkapan maupun pada pemboran. Ketebalan batubara pada seam ini

mencapai 3,80 m (Lampiran E) dengan kontak atas dan bawah lapisan berupa

batulempung karbonan.

Secara umum, batubara pada seam ini mempunyai ciri kilap dull banded,

berwarna hitam kecoklatan, gores coklat, berat moderate, kekerasan moderate –

hard, struktur massive – blocky banded, belahan subconchoidal – uneven.

Foto 4.3 Singkapan batubara pada lokasi PRGN051

Page 14: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

54

4.2.1.5 Seam Batubara 5

Batubara pada seam ini ditemukan pada satu singkapan yaitu PRGN036

dan tiga titik bor yaitu M-01, M-02B dan M-03B. Pola penyebaran pada seam ini

agak sulit dikorelasikan karena jarak antar titik bor yang berjauhan serta hanya

ditemukan satu singkapan.

Secara umum, lapisan batubara pada seam ini relatif tipis dengan ketebalan

mencapai 0,75 m (Lampiran E) dengan ciri kilap dull banded, berwarna hitam

kecoklatan, gores coklat, berat moderate, kekerasan moderate – hard, struktur

blocky banded, belahan subconchoidal – uneven. Seam ini mempunyai kontak atas

lapisan berupa batulempung dan bagian bawah lapisan berupa batupasir.

Foto 4.4 Singkapan batubara pada lokasi PRGN036

Secara ringkas, posisi relatif seam batubara pada Satuan Batupasir di

daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 yang menunjukkan urut-urutan

relatif posisi lapisan batubara.

Page 15: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

55

Gambar 4.2 Posisi seam batubara di daerah penelitian pada Satuan Batupasir

(warna kuning)

Dari pola penyebaran seam batubara dengan ketebalan bervariasi pada

beberapa singkapan dan ketebalan umum relatif tebal yaitu 0,75 – 7 m,

lingkungan pengendapan dari endapan batubara daerah penelitian

diinterpretasikan berada di lingkungan transitional lower delta plain – lower delta

plain.

Page 16: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

56

Gambar 4.3 Model lingkungan batubara (Horne, 1978)

4.2.2 Analisis Kualitas Batubara

Analisis proksimat untuk menentukan kualitas batubara dilakukan pada

seluruh sampel dari masing-masing seam batubara di daerah penelitian. Hasil

analisis yang dilakukan pada laboratorium berada dalam basis pelaporan air dried

basis (adb). Untuk klasifikasi rank ASTM digunakan basis pelaporan dry mineral

matter free (dmmf). Pada basis adb, sampel batubara ditempatkan di udara

terbuka, kadar lengasnya secara perlahan akan mencapai kesetimbangan dengan

kelembaban udara. Analisis basis dmmf dapat memberikan gambaran mengenai

komposisi organik murni.

Rumus untuk mengubah basis adb menjadi basis dmmf yaitu:

FC (dmmf) = { 𝐹𝐶−0,15 x 𝑆 100}

[100− 𝑀+1,08 x 𝐴+0,55 x 𝑆 ]

VM (dmmf) = 100 - FC (dmmf)

CV (dmmf) = { 𝐵𝑇𝑈−50 x 𝑆 100}

[100− 1,08 x 𝐴+0,55 x 𝑆 ]

Page 17: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

57

Keterangan:

FC = Fixed Carbon (Karbon tertambat) % (adb)

VM = Volatile Matter (Zat Terbang) % (adb)

M = Moisture (Kadar Lengas) % (adb)

A = Ash (Abu) % (adb)

S = Sulphur (Sulfur) % (adb)

BTU = British Thermal Unit ; per pound = 1,8185 CV (adb)

Hasil analisis proksimat tercantum dalam Lampiran F, dapat disimpulkan bahwa

rank batubara daerah penelitian menurut klasifikasi ASTM termasuk dalam Lignit

– Sub Bituminous B.

4.3 Sumberdaya Batubara Daerah Penelitian

Sumberdaya merupakan kekayaan alam yang diharapkan dapat

dimanfaatkan dan dengan menggunakan parameter geologi tertentu dapat berubah

menjadi cadangan apabila memenuhi kriteria layak tambang. Cadangan batubara

merupakan sumberdaya yang telah diakui bentuk ukuran, penyebarannya,

kuantitas, kualitas, dan ekonomis untuk ditambang.

Dalam menghitung sumberdaya batuabara ada empat metode yang umum

digunakan, yaitu:

1. Metode Penampang

2. Metode Circular USGS

3. Metode Blok

4. Metode Poligon

Pemakaian metode di atas disesuaikan dengan kualitas data, jenis data

yang diperoleh dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut

penambangan). Karena minimnya data yang diperoleh pada daerah penelitian,

yakni data yang digunakan dalam perhitungan hanya berupa data singkapan, dan

kemudahan perhitungan maka metode yang digunakan untuk perhitungan

sumberdaya penelitian adalah metode circular USGS. Selain itu digunakan faktor

koreksi 30% sebagai faktor pengontrol hasil perhitungan sumberdaya batubara

sehingga hasil perhitungan menjadi lebih realistis.

Page 18: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

58

Secara umum, langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung

sumberdaya batubara dengan menggunakan metode circular USGS (Wood et. al.,

1983) adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan Peta Sebaran Batubara

2. Pembuatan lingkaran di setiap titik singkapan batubara (Gambar 4.4)

dimana:

a. Daerah yang berada pada jarak datar radius 0 – 400 m merupakan

sumberdaya terukur (measured resources)

b. Daerah yang berada pada jarak datar radius 400 - 1200 m

merupakan sumberdaya tertunjuk (indicated resources)

c. Daerah yang berada pada jarak datar radius 1200 - 4800 m

merupakan sumberdaya terkira (inferred resources)

3. Berdasarkan radius lingkaran yang telah dibuat berdasarkan metode

circular USGS (Wood et al., 1983) sebelumnya, maka akan didapat titik

perpotongan pada tiap lingkaran, dimana hasil dari titik perpotongan

tersebut akan menghasilkan luas daerah yang akan dihitung jumlah

sumberdayanya.

4. Rumus perhitungan jumlah sumberdaya batubara daerah penelitian

mengacu pada metode circular USGS (Wood et al., 1983) dimana aturan

perhitungan di atas berlaku untuk kemiringan lapisn batubara lebih kecil

atau sama dengan 300, sedangkan untuk batubara dengan kemiringan

lapisan lebih dari 300 aturannya adalah harga proyeksi radius lingkaran

tersebut ke permukaan (Gambar 4.5)

5. Adapun rumus perhitungan adalah:

a. Untuk dip (α) < 300

Sumberdaya = Luas area (m2) x Tebal (m) x Berat Jenis (Ton/m

3)

b. Untuk dip (α) > 300

Sumberdaya = Luas area (m2) x Tebal (m) x cos α x Berat Jenis

(Ton/m3)

Page 19: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

59

Gambar 4.4 Pembagian daerah sumberdaya dengan metode circular USGS

(Wood et. al, 1983)

Gambar 4.5 Pengaruh kemiringan lapisan batubara pada perhitungan sumberdaya

(Wood et. al, 1983)

Page 20: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

60

Dengan menggunakan metode circular USGS tersebut, perhitungan

sumberdaya dari daerah penelitian hanya dilakukan hingga perhitungan

sumberdaya tertunjuk dikarenakan struktur geologi daerah penelitian yang

meliputi sesar normal dan luas daerah penelitian yang tidak terlalu luas, sehingga

jika dilakukan perhitungan sumberdaya terkira akan menghasilkan jumlah yang

tidak valid. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap lima seam yang terdapat di

daerah penelitian (Lampiran G), diperoleh sumberdaya batubara terukur sebesar

10.694.508,49 ton dan sumberdaya batubara tertunjuk sebesar 28.641.787,84 ton.

4.4 Prospek dan Pengembangan Batubara

Dari hasil penyelidikan pada daerah penelitian, ditemukan 11 singkapan

batubara dan dilakukan pemboran pada 23 titik. Dari data tersebut, lapisan

batubara daerah penelitian dibagi dalam 5 lapisan, yaitu Seam 1, Seam 2, Seam 3,

Seam 4, Seam 5 dengan ketebalan berkisar 50 – 700 cm. Batubara tersebut hadir

sebagai sisipan pada Satuan Batupasir Formasi Muara Enim. Prospek

pengembangan batubara daerah penelitian masih harus dipertimbangkan,

mengingat ketebalannya relatif tidak terlalu tebal dan sebarannya yang cukup

terbatas.

Selain itu, berdasarkan pertimbangan parameter untuk dapat ditambang

suatu cadangan batubara yang dikenal dengan Stripping Ratio, yaitu perbandingan

antara volume insitu endapan batubara (dalam Ton) dan volume insitu overburden

(dalam m3), nilai Stripping Ratio (SR) daerah penelitian relatif besar.

Stripping Ratio (SR) = Vo lume Batubara x BJ (Ton /m3)

Volume 𝑂𝑣𝑒𝑟𝑏𝑢𝑟𝑑𝑒𝑛 (m3)

Hal ini didukung dengan penyebaran batubara yang mempunyai

kemiringan lapisan landai walaupun kenampakan morfologi daerah penelitian

yang berbukit-bukit. Namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap

besarnya volume overburden yang relatif kecil jika dilakukan penambangan.

Dari segi infrastruktur, pada daerah penelitian telah dirintis jalan logging,

yang sudah menjangkau dan dekat dengan beberapa singkapan batubara. Hal ini

dapat dijadikan pertimbangan bila selanjutnya dilakukan penambangan yang

memudahkan dan menurunkan biaya produksi. Nilai kalori daerah penelitian yang

Page 21: BAB IV ENDAPAN BATUBARA batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya

61

berkisar pada 5000 – 6000 Cal/gr (adb) yang relatif tidak terlalu tinggi dijadikan

pertimbangan lain karena nilai kalori tersebut tidak memenuhi standar batubara

kualitas ekspor, namun dapat memenuhi kebutuhan batubara domestik. Hal-hal

tersebut dapat dijadikan pertimbangan apabila selanjutnya akan dilakukan

penambangan.