Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
66
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
Manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya pada Bursa Efek Indonesia
selama periode 2014-2019 dengan jumlah 16 perusahaan (Lampiran 1).
Sedangkan sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Berdasarkan
kriteria yang telah pada BAB III diperoleh jumlah sampel sebanyak 14
perusahaan. “Perusahaan manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya
merupakan salah satu sektor yang tergolong membutuhkan dana yang tidak
sedikit dikarenakan pada umumnya industri jenis ini membutuhkan alat –
alat dan mesin berteknologi canggih yang memerlukan biaya yang cukup
tinggi untuk memiliki aset tersebut serta perawatannya dimasa mendatang.
Meski membutuhkan dana dan biaya yang tinggi industri dasar dan kimia ini
merupakan industri yang berperan penting dalam mendorong perekonomian
Indonesia karena kontribusi serta produk yang dihasilkan merupakan bagian
dari kebutuhan masyarakat”.
Perusahaan manufaktur merupakan suatu perusahaan yang
aktivitasnya mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dijual ke
konsumen. Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur karena industri
manufaktur termasuk memiliki kinerja atau performa yang baik dan
memiliki perkembangan pesat di Indonesia. Sejarah membuktikan
67
perkembangan pesatnya industri manufaktur di akhir tahun 2016 menjadi
pendukung perekonomian Indonesia yang memberikan kontribusi cukup
signifikan pada pertumbuhan ekonomi (http://news.detik.com 2016).
4.1.2 Objek Penelitian
Penelitian dilakukan pada periode tahun 2014 hingga tahun 2019
pada perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya. Sampel
diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu suatu
metode pengambilan sampel dengan cara menetapkan kriteria-kriteria
tertentu.
Tabel 4.1
Proses Seleksi Sampel
No Keterangan Jumlah
1. Perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya yang
terdaftar di BEI
16
2. Jumlah perusahaan manufaktur sub sektor logam dan
sejenisnya yang tidak terdaftar secara berturut-turut di BEI
selama periode penelitian 2014-2019
(1)
3. Perusahaan logam dan sejenisnya yang tidak menyajikan
laporan keuangan yang telah diaudit secara berturut-turut
periode tutup buku pada tanggal 31 Desember pada tahun
2014-2019
(1)
4. Jumlah perusahaan logam dan sejenisnya yang sesuai dengan
kriteria
14
5. Jumlah data penelitian (6 tahun) 84
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sub
sektor logam dan sejenisnya yang terdaftar di BEI berjumlah 16 perusahaan.
Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel 2 perusahaan. Sedangkan,
68
perusahaan yang memenuhi kriteria sampel 14 perusahaan. Data yang
diambil dari setiap anggota sampel meliputi data laporan keuangan yang
sudah diaudit secara berturut-turut dengan periode tutup buku pada tanggal
31 Desember selama periode 2014-2019, sehingga jumlah data yang diolah
sebanyak 84. Adapun data sampel penelitian disajikan pada tabel 4.2 berikut
ini:
Tabel 4.2
Daftar Sampel Penelitian
No Nama Perusahaan Kode Saham
1 Alakasa Industrindo Tbk ALKA
2 Alumindo Light Metal Industry Tbk ALMI
3 SaranaCentral Bajatama Tbk BAJA
4 Betonjaya Manunggal Tbk BTON
5 Citra Tubindo Tbk CTBN
6 Gunawan Dianjaya Steel Tbk GDST
7 Indal Aluminium Industry Tbk INAI
8 PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk ISSP
9 Krakatau Steel (Persero) Tbk KRAS
10 Lion Metal Works Tbk LION
11 Lionmesh Prima Tbk LMSH
12 Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL
13 Pelangi Indah Canindo Tbk PICO
14 Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS
Sumber : www.idx.co.id (data diolah 2021)
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang
diperoleh dari website resmi BEI (www.idx.co.id) berupa laporan keuangan
69
perusahaan manufaktur sub sektor logam sejenisnya yang telah diaudit
periode 2014-2019. Sebelum membahas terhadap pembuktian hipotesis,
secara deskriptif, akan dijelaskan mengenai kondisi masing-masing variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain modal kerja, pendapatan usaha, beban
operasional, arus kas operasi dan laba bersih.
1. Modal kerja bersih (X1) atau (net working capital) merupakan selisih
antara aktiva lancar dan hutang lancar. Adapun hasil perhitungan data
variabel modal kerja perusahaan sampel dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Data modal kerja perusahaan sampel periode 2014-2019
(disajikan dalam ribuan rupiah)
Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
ALKA 42.535.281 1.043.644 -5.148.169 63.641.823 86.730.730 88.084.608 46.147.986
ALMI 58.162.172 -149.889.526 -242.537.963 -46.485.697 -28.656.206 -413.136.821 -137.090.673
BTON 100.726.141 105.217.826 98.278.369 112.925.859 145.654.575 147.397.214 118.366.664
CTBN 976.428.052 734.237.413 622.568.494 667.588.633 591.815.793 660.070.942 708.784.888
GDST 187.672.134 73.679.129 90.624.607 59.386.311 -85.020.322 -161.407.054 27.489.134
INAI 49.042.343 3.335.713 2.860.351 -6.502.029 23.997.650 64.222.016 22.826.007
KRAS -4.412.119.680 -7.789.305.365 -3.052.350.172 -4.609.137.984 -11.903.222.709 -25.061.014.721 -9.471.191.772
LION 356.113.565 374.651.675 390.280.288 349.349.514 369.286.594 371.338.794 368.503.405
LMSH 83.881.363 78.107.835 62.797.946 68.651.570 74.284.959 58.386.829 71.018.417
PICO 181.793.570 94.891.887 100.394.811 163.689.006 97.524.143 -185.490.114 75.467.217
NIKL 118.475.052 92.789.833 171.480.658 197.240.279 148.382.970 198.079.311 154.408.017
BAJA -127.691.454 -110.726.239 -25.984.645 -32.916.739 -119.196.285 -111.887.216 -88.067.096
ISSP 943.551.000 665.177.000 450.778.000 1.151.989.000 1.061.337.000 1.004.388.000 879.536.667
TBMS -398.788.358 -168.654.138 -16.213.047 69.339.382 5.226.265 115.031.414 -65.676.414
Rata-Rata -131.444.201 -428.245.951 -96.583.605 -127.945.791 -680.846.775 -1.658.995.486 -520.676.968
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
70
Sesuai pada tabel 4.3 menunjukkan data observasi modal kerja
dari sampel 14 perusahaan, secara rata-rata pencapaian modal kerja
keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya
selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2016 sebesar Rp-96.583.605.034,14
sedangkan terendah sebesar pada tahun 2019 Rp-1.658.995.485.507,00.
Adapun secara rata-rata pencapaian modal kerja perbandingan antar
perperusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar Rp879.536.666.666,67
pada perusahaan Pelat Steel Industry Of Indonesia Tbk, sedangkan
terendah sebesar Rp-9.471.191.771.833,33 pada perusahaan Krakatau
Steel (Persero) Tbk.
2. Pendapatan usaha (X2) merupakan pendapatan yang dihasilkan dari
pendapatan operasional dan pendapatan non operasional. Adapun hasil
perhitungan data variabel pendapatan usaha perusahaan sampel dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 4.4 berikut ini:
71
Tabel 4.4
Data pendapatan usaha perusahaan sampel periode 2014-2019
(disajikan dalam ribuan rupiah)
Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
ALKA 1.235.113.937 754.259.982 1.151.629.905 1.936.685.193 3.593.004.001 2.218.723.570 1.814.902.765
ALMI 3.353.705.514 3.368.582.713 2.472.111.669 3.497.625.007 4.433.611.661 2.241.231.047 3.227.811.268
BTON 100.676.900 81.572.135 64.527.124 90.688.076 130.249.112 127.314.405 99.171.292
CTBN 2.642.235.499 1.917.564.029 1.356.478.231 676.462.343 1.246.005.510 2.003.673.348 1.640.403.160
GDST 1.226.700.609 931.593.936 767.154.082 1.232.825.390 1.563.807.676 1.882.428.245 1.267.418.323
INAI 937.269.401 1.420.627.638 1.300.944.457 989.984.190 1.147.873.658 1.263.515.486 1.176.702.472
KRAS 23.968.620.720 19.325.925.915 1.925.755.008 20.160.155.592 25.415.501.733 22.483.088.172 18.879.841.190
LION 392.241.046 409.559.651 387.316.744 358.389.980 445.670.427 378.076.617 395.209.078
LMSH 253.690.837 178.180.013 159.721.845 225.928.074 242.309.983 1.772.705.006 472.089.293
PICO 610.754.522 605.337.775 711.570.366 757.503.233 787.237.514 775.177.418 707.930.138
NIKL 2.039.089.986 1.907.012.854 1.798.262.242 2.073.192.075 2.376.173.562 2.302.060.148 2.082.631.811
BAJA 1.237.759.933 1.262.769.238 1.000.234.003 1.230.087.114 1.286.063.532 1.096.884.529 1.185.633.058
ISSP 3.560.188.000 3.661.689.000 3.350.845.000 3.749.963.000 4.580.306.000 5.009.317.000 3.985.384.667
TBMS 7.597.099.615 7.131.906.240 6.279.580.378 8.411.871.885 10.678.783.028 8.172.782.680 8.045.337.304
Rata-Rata 3.511.081.894 3.068.327.223 1.623.295.075 3.242.240.082 4.137.614.100 3.694.784.119 3.212.890.416
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan data observasi pendapatan
usaha dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian
pendapatan usaha keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam
dan sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2018 sebesar
Rp4.137.614.099.830,14 sedangkan terendah pada tahun 2016 sebesar
Rp1.623.295.075.341,50. Adapun secara rata-rata pencapaian
pendapatan usaha perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun
tertinggi sebesar Rp18.879.841.190.000,00 pada perusahaan Krakatau
Steel (Persero) Tbk sedangkan terendah sebesar Rp99.171.291.699,50
pada perusahaan Betonjaya Manunggal Tbk.
72
3. Beban operasional (X3) operating expense merupakan biaya yang
terkait dengan operasional perusahaan yang meliputi biaya penjualan
dan administrasi, biaya iklan, biaya penyusutan serta perbaikan dan
pemeliharaan (Warner Murhadi, 2013). Dalam penelitian ini beban
operasional jumlah keseluruhan biaya yang berhubungan dengan
kegiatan operasional perusahaan diluar kegiatan produksi. Adapun hasil
perhitungan data variabel beban operasional perusahaan sampel dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4.5
Data beban operasional perusahaan sampel periode 2014-2019
(disajikan dalam ribuan rupiah)
Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
ALKA 22.092.951 23.284.172 29.755.345 31.853.842 37.279.631 42.061.262 31.054.534
ALMI 180.182.843 157.438.480 135.930.382 141.633.783 198.352.097 203.537.911 169.512.583
BTON 6.512.676 7.087.716 8.036.523 7.939.576 8.592.909 17.909.150 9.346.425
CTBN 361.110.932 321.470.100 280.521.470 241.147.843 298.934.643 324.682.210 304.644.533
GDST 91.398.384 100.828.822 73.986.821 109.325.350 134.614.504 145.405.561 109.259.907
INAI 99.635.063 146.414.201 125.709.521 138.618.279 133.019.801 138.791.389 130.364.709
KRAS 2.634.418.800 3.555.992.330 4.187.611.556 3.948.293.640 5.343.141.456 9.035.330.277 4.784.131.343
LION 98.361.394 104.130.916 108.473.054 111.950.034 143.489.738 135.082.787 116.914.654
LMSH 10.494.640 10.154.212 10.902.387 12.023.087 12.875.369 12.782.662 11.538.726
PICO 67.958.224 73.416.290 70.358.373 82.546.781 85.623.736 89.625.236 78.254.773
NIKL 149.897.721 137.832.839 101.933.786 115.224.019 126.468.134 127.318.814 126.445.885
BAJA 39.951.048 42.379.252 42.462.818 43.796.103 46.699.443 44.516.553 43.300.869
ISSP 494.584.000 656.199.000 651.112.000 629.280.000 584.772.000 578.540.000 599.081.167
TBMS 120.051.536 194.815.446 159.301.825 165.141.287 177.096.823 221.836.579 173.040.582
Rata-Rata 312.617.872 395.103.127 427.578.276 412.769.544 523.640.020 794.101.456 477.635.049
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
73
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan data observasi beban
operasional dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian
beban operasional keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam
dan sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2019 sebesar
Rp794.101.456.443,93 sedangkan terendah pada tahun 2014 sebesar
Rp312.617.872.254,57. Adapun secara rata-rata pencapaian beban
operasional perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi
sebesar Rp4.784.131.343.166,67 pada perusahaan Krakatau Steel
(persero) Tbk, sedangkan terendah sebesar Rp9.346.424.946,17 pada
perusahaan Betonjaya Manunggal Tbk.
4. Menurut Martani dkk, (2012) aktivitas operasi (X4) adalah aktivitas
penghasilan utama pendapatan entitas dan aktivitas lain yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Adapun hasil perhitungan
data variabel arus kas operasi perusahaan sampel dalam penelitian ini
disajikan pada tabel 4.6 berikut ini:
74
Tabel 4.6
Data arus kas operasi perusahaan sampel periode 2014-2019
(disajikan dalam ribuan rupiah)
Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
ALKA -18.833.943 -2.880.134 12.555.800 -3.678.215 71.627.443 233.260.999 48.675.325
ALMI -935.671.862 1.749.582.273 49.190.108 -373.368.309 -444.151.604 -253.724.257 -34.690.609
BTON 7.643.755 -1.520.288 -1.794.007 6.005.724 25.560.183 25.034.751 10.155.020
CTBN 374.181.392 288.557.106 325.757.473 39.479.278 -305.996.751 36.174.962 126.358.910
GDST 220.244.500 -39.316.275 87.280.999 31.357.855 6.606.782 -60.367.966 40.967.649
INAI 42.164.840 47.011.856 -149.761.732 51.365.013 132.356.155 -66.131.831 9.500.717
KRAS -28.587.120 -1.019.753.990 903.100.740 2.765.959.680 -1.160.666.631 2.448.313.625 651.394.384
LION 61.833.303 49.505.778 53.300.060 9.661.712 8.977.194 -5.161.613 29.686.072
LMSH 9.999.770 10.910.802 6.871.373 15.388.661 -1.984.922 -5.608.947 5.929.456
PICO 24.408.903 59.320.891 5.595.052 -42.951.729 75.713.565 75.713.665 32.966.725
NIKL -137.145.452 137.700.407 186.066.068 -153.074.991 -157.588.020 141.483.808 2.906.970
BAJA -95.359.376 27.344.372 32.970.857 52.474.095 10.125.713 79.605.539 17.860.200
ISSP -191.012.000 176.316.000 -374.268.000 743.427.000 -374.759.000 461.351.000 73.509.167
TBMS 84.497.493 910.922.159 -187.739.562 -161.767.997 -145.124.831 172.609.773 112.232.839
Rata-Rata -41.545.414 170.978.640 67.794.659 212.876.984 -161.378.909 234.468.108 80.532.345
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan data observasi arus kas
operasi dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian arus kas
operasi keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan
sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2019 sebesar
Rp234.468.107.843,07 sedangkan terendah pada tahun 2018 sebesar Rp-
161.378.908.833,79. Adapun secara rata-rata pencapaian arus kas
operasi perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar
Rp651.394.384.000,00 pada perusahaan Krakatau Steel (persero) Tbk,
sedangkan terendah sebesar Rp-34.690.608.579,33 pada perusahaan
Alumindo Light Metal Industry Tbk.
75
5. Laba bersih (Y) merupakan suatu kelebihan pendapatan perusahaan
yang layak diterima perusahaan untuk mengambil suatu keputusan yang
akan dikelola perusahaan dimasa yang akan datang. Adapun hasil
perhitungan data variabel laba bersih perusahaan sampel dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7
Data laba/rugi bersih perusahaan sampel periode 2014-2019
(disajikan dalam ribuan rupiah)
Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata
ALKA 2.948.093 -1.175.538 516.167 15.406.256 22.943.498 7.354.721 7.998.866
ALMI 3.664.437 -53.613.906 -99.931.854 8.446.456 6.544.635 -298.808.903 -72.283.189
BTON 7.486.836 6.323.778 -5.974.738 11.370.927 27.812.712 1.368.062 8.064.596
CTBN 317.869.368 112.304.336 -12.542.788 -164.128.100 -83.913.833 22.867.965 32.076.158
GDST -13.563.965 -55.212.704 31.704.557 10.284.697 -87.798.858 26.807.417 -14.629.809
INAI 22.415.476 28.615.673 35.552.975 38.651.705 40.463.141 33.608.115 33.217.848
KRAS -1.918.061.400 -4.504.260.630 -2.428.207.664 -1.166.442.156 -2.426.030.892 -7.025.426.390 -3.244.738.189
LION 49.001.630 46.018.637 42.345.417 9.282.943 14.679.674 926.463 27.042.461
LMSH 7.605.091 1.944.443 6.252.815 12.967.114 2.886.727 -18.944.768 2.118.570
PICO 16.203.616 14.975.406 13.753.652 20.189.516 15.730.408 7.487.452 14.723.342
NIKL -85.233.021 -82.914.779 33.849.503 18.414.049 -22.261.091 37.263.938 -16.813.567
BAJA -1.640.706 -9.349.901 34.393.355 -22.984.762 -96.695.782 1.112.484 -15.860.885
ISSP 214.895.000 158.999.000 102.925.000 8.634.000 48.741.000 185.694.000 119.981.333
TBMS 53.558.106 29.993.406 97.102.039 102.743.575 92.351.723 82.447.554 76.366.067
Rata-Rata -94.489.388 -307.668.055 -153.447.255 -78.368.841 -174.610.495 -495.445.849 -217.338.314
Sumber :Data sekunder diolah (2021)
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan data observasi laba bersih dari
14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian laba/rugi bersih
keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya
selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2017 sebesar Rp-
78.368.841.445,29 sedangkan terendah pada tahun 2019 sebesar Rp-
76
495.445.849.265,29. Adapun secara rata-rata pencapaian laba/rugi
bersih perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar
Rp119.981.333.333,33 pada perusahaan Steel Pipe Industry of Indonesia
Tbk, sedangkan terendah sebesar Rp-3.244.738.188.666,67 pada
perusahaan Krakatau Steel (persero) Tbk.
4.2 Hasil dan Analisis Data
4.2.1 Uji Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu
data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum,
minimum dari setiap variabel penelitian yang meliputi: modal kerja,
pendapatan usaha, beban operasional dan arus kas operasi terhadap laba
bersih (Ghozali, 2016). Adapun hasil dari uji statistik deskriptif seluruh
variabel dalam penelitian ini dengan bantuan SPSS 16 berikut ini:
Tabel 4.8
Hasil Uji Deskriptif
Sumber:output SPSS 16(data diolah)
77
1. Modal kerja (X1)
Berkaitan dengan modal kerja yang digunakan untuk melakukan kegiatan
operasi perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif (tabel 4.8)
menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data modal kerja
perusahaan sampel yaitu sebesar Rp-520.676.968.075,14 dari jumlah total aktiva
lancar dikurangi jumlah hutang lancar. Sedangkan standar deviasi variabel modal
kerja sebesar Rp3.233.154.300.112,11 artinya, selama periode penelitian ukuran
penyebaran data variabel modal kerja sebesar Rp3.233.154.300.112,11. Modal
kerja tertinggi (maximum) keseluruhan data sebesar Rp1.151.989.000.000,00
sementara untuk modal kerja terendah (minimum) keseluruhan data sebesar Rp-
25.061.014.721.000,00.
2. Pendapatan Usaha (X2)
Berkaitan dengan pendapatan usaha yang berasal dari aktivitas operasi
maupun non operasi utama perusahaan. Berdasarkan pengujian statistik deskriptif
(tabel 4.8) menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data
pendapatan usaha perusahaan sampel yaitu sebesar Rp3.212.890.415.587,62 dari
jumlah pendapatan operasional dan pendapatan non operasional. Sedangkan
standar deviasi variabel pendapatan usaha sebesar Rp5.275.307.873.910,42
artinya, selama periode penelitian ukuran penyebaran data variabel pendapatan
usaha sebesar Rp5.275.307.873.910,42. Pendapatan usaha tertinggi (maximum)
keseluruhan data senilai Rp25.415.501.733.000,00 sementara untuk pendapatan
usaha terendah (minimum) keseluruhan data senilai Rp64.527.124.168,00.
78
3. Beban Operasional (X3)
Berkaitan dengan beban operasional yang merupakan sejumlah biaya yang
harus dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk mendukung operasi atau kegiatan
yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan pengujian statistik deskriptif (tabel 4.8)
menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data beban operasional
perusahaan sampel sebesar Rp477.635.049.345,35 dari jumlah keseluruhan biaya
operasional diluar biaya produksi, total beban pemasaran/penjualan dan beban
administrasi umum. Sedangkan standar deviasi variabel beban operasional sebesar
Rp1.331.943.737.535,70 artinya, selama periode penelitian ukuran penyebaran
data variabel beban operasional sebesar Rp1.331.943.737.535,70. Beban
operasional tertinggi (maximum) keseluruhan data sebesar
Rp9.035.330.277.000,00 sementara untuk beban operasional terendah (minimum)
keseluruhan data sebesar Rp6.512.675.868,00.
4. Arus Kas Operasi (X4)
Berkaitan dengan arus kas operasi perusahaan hasil uji statistik deskriptif
(tabel 4.8) menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data arus kas
operasi perusahaan sampel sebesar Rp80.532.344.687,80 dari jumlah total arus
kas operasi penerimaan dikurangi total arus kas pengeluaran. Sedangkan standar
deviasi variabel arus kas operasi sebesar Rp532.045.335.240,79 artinya, selama
periode penelitian ukuran penyebaran data variabel arus kas operasi sebesar
Rp532.045.335.240,79. Arus kas operasi tertinggi (maximum) keseluruhan data
sebesar Rp2.765.959.680.000,00 sementara untuk arus kas operasi terendah
keseluruhan data (minimum) sebesar Rp-1.160.666.631.000,00.
79
5. Laba/rugi bersih (Y)
Berkaitan dengan laba perusahaan yang merupakan imbalan atas kegiatan
yang dilakukan perusahaan dari proses produksi sampai dengan menjual barang
atau jasa yang telah dikurangi biaya yang digunakan dalam kegiatan operasi dan
penyerahan barang atau jasa selama satu periode akuntansi, sesuai hasil uji
statistik deskriptif (tabel 4.8) menunjukkan rata-rata (mean) keseluruhan jumlah
data laba/rugi bersih perusahaan sampel sebesar Rp-217.338.314.092,48 dari
jumlah laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak penghasilan. Sedangkan
standar deviasi variabel laba bersih sebesar Rp999.794.921.249,79 artinya, selama
periode penelitian ukuran penyebaran data variabel laba/rugi bersih sebesar
Rp999.794.921.249,79. Laba bersih tertinggi (maximum) keseluruhan data
sebesar Rp317.869.368.000,00 sementara untuk laba bersih terendah (minimum)
keseluruhan data sebesar Rp-7.025.426.390.000,00.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
4.2.2.1 Uji Normalitas
Uji asumsi klasik pertama dalam penelitian ini adalah uji
normalitas dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov,
uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal atau tidak
(Ghozali, 2016). Adapun hasil uji normalitas data disajikan pada tabel 4.9
berikut ini:
80
Tabel 4.9
Hasil Uji Normalitas
Sumber:output SPSS 16(data diolah)
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar (0,000 < 0,05) maka pengujian normalitas dalam penelitian
ini dinyatakan tidak berdistribusi normal. Karena data tidak berdistribusi
normal maka perlu dilakukan penyembuhan data tidak normal. Apabila pada
uji normalitas terdapat masalah maka analisis regresi tidak dapat dilakukan,
untuk mengatasi masalah normalitas yang biasa terjadi pada data panel
dilakukan dengan menghilangkan beberapa data yang dianggap tidak normal
karena beberapa data terdeteksi sebagai outlier (Ghozali, 2016). Data outlier
merupakan data yang mempunyai nilai sangat berbeda dari observasi-
81
observasi lain (data dengan nilai ekstrim). Salah satu cara mendeteksi data
outlier dengan melihat Box Plot.
Selanjutnya peneliti melakukan uji outlier satu kali untuk
mendapatkan data yang berdistribusi normal, setelah itu menghapus data
outlier yang terdeteksi pada Box Plot. Berdasarkan Box Plot data outlier
pertama (Lampiran, 17) peneliti memangkas sebanyak 20 data dengan nilai
ekstrim. Data outlier yang akan dihapus pertama kali data dengan tanda
bintang yang ada di batas atas. Setelah dilakukan outlier satu kali maka data
yang semula berjumlah 84 menjadi 64, data tersebut kemudian dilakukan
pengujian normalitas kembali dengan 64 data. Berikut ini hasil uji normalitas
data setelah dilakukan uji outlier:
Tabel 4.10
Uji Normalitas Setelah Outlier
Sumber:output SPSS 16(data diolah)
82
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan nilai N yaitu 64. Data
sesungguhnya adalah 84 setelah di outlier data menjadi 84 – 20 = 64 karena
distribusi data tidak normal maka dilakukan pengurangan data. Berdasarkan
hasil setelah diuji normalitas kembali dengan jumlah data 64 memperoleh
hasil Asymp. Sig (2-tailed) tabel diatas sebesar 0,059 yang berarti bahwa data
penelitian berdistribusi normal, karena nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,059 >
0,05. Sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk uji regresi.
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji asumsi klasik kedua dalam penelitian ini adalah uji
multikolinearitas yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya sebuah korelasi antara variabel independen
dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF).
Adapun hasil uji multikolinearitas disajikan pada tabel 4.11 berikut ini:
Tabel 4.11
Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber:Output SPSS 16(data diolah)
83
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui hasil perhitungan masing-
masing variabel bebas memiliki nilai Tolerance lebih dari 0,10. Hasil
perhitungan masing-masing variabel bebas juga memiliki nilai VIF dibawah
10. Dengan demikian, hasil uji pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
pada model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas.
4.2.2.3 Uji Autokorelasi
Uji asumsi klasik ketiga dalam penelitian ini adalah uji autokorelasi
dengan menggunakan uji Durbin Watson yang bertujuan untuk menguji
apakah suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson sebagai
bagian dari statistik non-parametrik, dan dapat juga digunakan untuk
menguji apakah antar residual terdapat autokorelasi atau tidak. Nilai tabel
Durbin Watson pada α = 5% ; N=64 ; k = 4 adalah dL = 1.466 dan dU =
1.730. Adapun hasil dari pengujian autokorelasi disajikan pada tabel 4.12
berikut ini:
Tabel 4.12
Hasil Uji Autokorelasi Dengan Durbin Watson
Sumber:Output SPSS 16(data diolah)
84
Berdasarkan pada tabel 4.12 menunjukkan nilai Durbin Watson
sebesar 1,427 nilai tersebut berada di daerah autokorelasi. Untuk mengatasi
masalah autokorelasi yang biasa terjadi pada data (panel) tersebut maka
menurut Gujarati (dalam Widodo 2018) harus dilakukan dengan menambah
variabel independen yang berasal dari variabel dependen periode
sebelumnya atau Lag variabel akan tetapi penambahan variabel Lag dalam
penelitian ini digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi saja
selanjutnya dilakukan analisis regresi model baru.
Tabel 4.13
Hasil Uji Autokorelasi Setelah Transformasi Lag1
Sumber:Output SPSS 16(data diolah)
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan nilai Durbin Watson setelah
perbaikan sebesar 1.880 terletak diantara dU = 1,730 dengan 4 – dU =
(2,270), maka hasil pengujian autokorelasi setelah perbaikan sudah tidak
mengandung masalah autokorelasi.
85
4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji asumsi klasik keempat dalam penelitian ini adalah uji
heteroskedastisitas dengan menggunakan uji korelasi spearman’s rho yang
bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi
ketidaksamaan antara varian dari residual untuk semua pengamatan. Apabila
ada kesamaan antara varian dari error untuk semua pengamatan setiap
variabel bebas pada model regresi disebut homoskedastisitas jika dalam
keadaan sebaliknya maka disebut heteroskedastisitas. Adapun hasil dari uji
heteroskedastisitas menggunakan spearman’s rho disajikan pada tabel 4.14
berikut ini:
Tabel 4.14
Hasil Spearman’s rho
Sumber:Output SPSS 16(data diolah)
86
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa masing-masing variabel
memiliki nilai signifikan lebih dari 0,05 sehingga bisa dikatakan data bersifat
homoskedastisitas atau bebas dari heteroskedastisitas yang berarti Ho
diterima serta data layak untuk diteliti karena telah memenuhi beberapa
pengujian asumsi klasik.
4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda
yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara masing-masing variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Adapun hasil dari
pengujian analisis regresi linier berganda disajikan pada tabel 4.15 berikut
ini:
Tabel 4.15
Hasil Analisis Uji Regresi Linier Berganda
Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)
87
Berdasarkan tabel 4.15 dapat dibuat model regresi linier berganda
menurut dengan persamaan sebagai berikut:
Lag _ Y = a + β1 Lag _ X1 + β2 Lag _ X2 + β3 Lag _ X3 + β4 Lag _ X4 + e
Lag _ Y = -1,349 + 0,200 Lag _ X1 + 0,015 Lag _ X2 -0,207 Lag _ X3 +
0,012 Lag _ X4 + e
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda tersebut nilai konstanta
sebesar -1,349 menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen
diasumsikan bernilai 0 (nol), maka nilai laba bersih sebesar -1,349.
Koefisien regresi variabel modal kerja (X1) sebesar 0,200 yang berarti
bahwa setiap kenaikan modal kerja sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel
independen lain bernilai 0 (nol) maka akan mengalami penurunan sebesar
0,200 satuan. Koefisien regresi variabel pendapatan usaha (X2) sebesar
0,015 yang berarti bahwa setiap kenaikan pendapatan usaha sebesar 1 satuan
dengan asumsi variabel independen lain bernilai 0 (nol), maka nilai variabel
dependen akan mengalami kenaikan sebesar 0,015 satuan. Koefisien regresi
variabel beban operasional (X3) sebesar -0,207 yang berarti bahwa setiap
kenaikan beban operasional sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel
independen lain bernilai 0 (nol), maka nilai variabel dependen akan
mengalami penurunan sebesar -0,207 satuan. Koefisien regresi variabel arus
kas operasi (X4) sebesar 0,012 yang berarti bahwa setiap kenaikan arus kas
operasi sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel independen lain bernilai 0
(nol) maka akan mengalami penurunan sebesar 0,012 satuan.
88
4.2.4 Uji Hipotesis
4.2.4.1 Uji t (Uji Parsial)
Pengujian Hipotesis yang pertama dalam penelitian menggunakan uji
t (parsial), uji t ini pada dasarnya untuk menguji apakah variabel-variabel
independen secara parsial atau satu persatuan berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian hipotesis secara parsial
disajikan pada tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.17
Hasil Uji Statistik t (Uji Parsial)
Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.17 dalam penelitian ini menggunakan
tingkat signifikan α = 5% atau 0,05. Ketika mencari T tabel nilai α dibagi 2
menjadi 0,025 karena menggunakan hipotesis dua arah dengan N = 63 dan K
= 4 , dimana N merupakan jumlah data dan K merupakan jumlah variabel
(X), maka diperoleh df=(N-K) yaitu 63-4 = 59. Sehingga ditemukan nilai T
tabel sebesar ±2,001. Berdasarkan tabel 4.17 dapat di interpretasikan sebagai
berikut:
89
1) Pengaruh modal kerja (X1) terhadap laba bersih
Variabel modal kerja memiliki nilai T hitung sebesar 4,574 dan T
tabel sebesar 2,001 maka T hitung lebih besar dari pada T tabel dan
diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang berarti Ho1 ditolak dan
Ha1 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
terdapat pengaruh yang positif signifikan antara variabel modal kerja
terhadap laba bersih.
Gambar 4.1
Daerah Penerimaan Ha1 dan Penolakan Ho1
Variabel Modal Kerja Terhadap Laba Bersih
2) Pengaruh pendapatan usaha (X2) terhadap laba bersih
Variabel pendapatan usaha memiliki nilai T hitung sebesar 2,266
dan T tabel sebesar 2,001 maka T hitung lebih besar dari pada T tabel dan
diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,027 yang berarti Ho2 ditolak dan
Ha2 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
terdapat pengaruh yang positif signifikan antara variabel pendapatan
usaha terhadap laba bersih.
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah
Penerimaan Ho1
95%
-2,001 2,001 4,574
90
Gambar 4.2
Daerah Penerimaan Ha2 dan Penolakan Ho2
Variabel Pendapatan Usaha Terhadap Laba Bersih
3) Pengaruh beban operasional (X3) terhadap laba bersih
Variabel beban operasional memiliki T hitung sebesar -2,032 dan
nilai T tabel sebesar -2,001 maka T hitung lebih kecil dari T tabel dan
diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,047 yang berarti Ho3 ditolak dan
Ha3 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara variabel beban
operasional terhadap laba bersih.
Gambar 4.3
Daerah Penerimaan Ha3 dan Penolakan Ho3
Variabel Beban Operasional Terhadap Laba Bersih
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah
Penerimaan Ho1
95%
-2,001 2,001 2,226
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah
Penerimaan Ho1
95%
-2,032 -2,001 2,001
91
4) Pengaruh arus kas operasi (X4) terhadap laba bersih
Variabel arus kas operasi memiliki nilai T hitung sebesar -0,187 dan
nilai T tabel sebesar -2,001 maka T hitung lebih besar dari T tabel dan
diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,852 yang berarti Ho4 diterima dan
Ha4 ditolak, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
tidak terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara variabel arus kas
operasi terhadap laba bersih.
Gambar 4.4
Daerah Penerimaan Ha4 dan Penolakan Ho4
Variabel Arus Kas Operasi Terhadap Laba Bersih
4.2.4.2 Uji F (Uji Serempak)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Adapun hasil uji
F disajikan pada tabel 4.18 berikut ini:
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah Penolakan
Ho1 2,5%
Daerah
Penerimaan Ho1
95%
-2,001 -0,187 2,001
92
Tabel 4.17
Hasil Uji Statistik F (Uji Serempak)
Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 4.18 hasil uji F pada tabel ANOVA didapat
nilai F hitung sebesar 6,241 nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel yaitu
2,53 df= (K-1, N-K) = (3 : 59) dengan nilai signifikansi 0,000 dengan
demikian nilai signifikan lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) modal kerja,
pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas operasi berpengaruh
terhadap laba bersih.
Gambar 4.5
Daerah Penerimaan Ha5 dan Penolakan Ho5
( Hasil Uji F )
Daerah
Penerimaan Ho5
95%
Daerah Penolakan
Ho5 95%
6,241
93
4.2.4.3 Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Ghozali (2011), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel (X). Adapun hasil uji
koefisien determinasi menggunakan nilai Adjusted R2
disajikan pada tabel
4.16 berikut ini:
Tabel 4.18
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)
Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi pada tabel 4.16
menunjukkan nilai R Square (R2) sebesar 0,301 atau 30,1%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu modal kerja (X1), pendapatan usaha (X2), beban operasional (X3)
dan arus kas operasi (X4) mampu mempengaruhi variabel total laba bersih
(Y) sebesar 30,1% dan sisanya sebesar 68,9% dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini telah sesuai dengan
yang diinginkan peneliti, yaitu untuk mengetahui pengaruh modal kerja, pendapatan
usaha, beban operasional, arus kas operasi terhadap laba bersih.
94
1. Pengaruh Modal kerja Terhadap Laba Bersih
Hipotesis yang pertama dalam penelitian ini menyatakan pengaruh modal kerja
terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel
modal kerja berpengaruh positif signifikan terhadap laba bersih. Artinya dengan
semakin besarnya modal kerja yang dimiliki perusahaan, maka mampu mendanai
operasionalnya tanpa bantuan dana dari pihak luar dan sebaliknya, jika modal kerja
yang tersedia tidak mencukupi maka perusahaan membutuhkan dana dari pihak luar
guna mendanai operasional perusahaan. Modal kerja merupakan unsur yang paling
utama untuk kegiatan usaha. Modal kerja digunakan untuk operasional perusahaan
dalam rangka mencapai laba, dengan pencapaian laba bersih yang maksimum akan
dapat meleluaskan perusahaan dalam menargetkan penjualaan pada periode
berikutnya (Abidin, 2014).
Berdasarkan pada kondisi objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel
sebagaimana terdapat pada tabel 4.3 dan 4.7 sesuai data dapat diketahui bahwa
perhitungan sebagian perusahaan mengalami kenaikan rata-rata modal tetapi tidak
diikuti dengan laba bersih naik, ada juga yang mengalami modal kerja naik diikuti
dengan jumlah laba bersih menurun. Perusahaan yang mengalami penurunan rata-
rata modal kerja contohnya PT. Indal Aluminium Industry Tbk pada tahun 2014
memiliki modal kerja sebesar Rp49.042.343.308,00 dengan rata-rata
Rp22.826.007.446,67 dan diikuti dengan nilai rata-rata laba bersih yang meningkat
sebesar Rp33.217.847.635,00. sedangkan perusahaan yang mengalami rata-rata
modal kerja naik dan mengalami penurunan rata-rata laba bersih pada PT. Lion
Metal Works Tbk pada tahun 2014 memiliki modal kerja sebesar
95
Rp356.113.565.273,00 memiliki rata-rata Rp368.503.405.133,33 dan diikuti dengan
penurunan rata-rata laba bersih sebesar Rp27.042.460.807,50.
Menurut Mukti et all, (2018) Tersedianya modal kerja yang tinggi maka
semakin besar jumlah pembelian/pengadaan barang. Dengan demikian, jumlah
barang yang dijual juga akan semakin besar yang selanjutnya, diikuti dengan
semakin besar pula laba yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahardini
(2017) yang menyatakan bahwa perusahaan akan terus meningkatkan modal
kerjanya supaya tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga memugkinkan
perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan tidak mengalami kesulitan keuangan
tanpa membahayakan perusahaan. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan
penelitian Mahardini (2017) dan Abidin (2014) bahwa terdapat pengaruh modal
kerja terhadap laba bersih.
2. Pengaruh Pendapatan Usaha Terhadap Laba Bersih
Hipotesis yang kedua dalam penelitian ini menyatakan pengaruh pendapatan
usaha terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
variabel pendapatan usaha berpengaruh positif signifikan terhadap laba bersih. Yang
berarti semakin tinggi pendapatan usaha akan meningkatkan laba bersih. Sebaliknya
ketika pendapatan usaha menurun maka laba bersih juga akan turun (Pasaribu,
2017). Berdasarkan kondisi pada objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel
sebagaimana terdapat pada tabel 4.4 dan 4.7 dapat diketahui bahwa perhitungan
sebagian perusahaan mengalami rata-rata pendapatan usaha naik dan diikuti dengan
laba bersih naik, ada juga yang mengalami rata rata pendapatan usaha naik diikuti
dengan laba bersih menurun. perusahaan yang mengalami kenaikan rata-rata
96
pendapatan usaha contohnya PT. Indal Aluminium Industry Tbk pada tahun 2014
memiliki pendapatan usaha sebesar Rp937.269.401.485,00 dengan rata rata sebesar
Rp1.176.702.471.530,33 dan diikuti dengan laba bersih yang meningkat sebesar
Rp22.415.476.342,00 sedangkan perusahaan yang mengalami kenaikan rata-rata
pendapatan usaha pada PT. Lionmesh Prima Tbk pada tahun 2014 memiliki
pendapatan usaha sebesar Rp253.690.836.696,00 dengan rata-rata
Rp472.089.292.889,17 dan diikuti dengan laba bersih menurun sebesar
Rp7.605.091.176,00.
Hal ini sejalan dengan penelitian Masril (2017) pendapatan merupakan
prioritas utama perusahaan dalam menjalankan usahanya, jika pendapatan besar
maka laba akan meningkat, namun jika sebaliknya apabila pendapatan kecil maka
laba juga akan menurun. Oleh karena itu diharapkan manajemen dapat
mempertahankan kinerja perusahaan dengan baik agar pendapatan yang didapat
terus meningkat. Pendapatan usaha sangat penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan aktivitas perusahaan.
Pendapatan merupakan penghasilan dari aktivitas operasi utama perusahaan seperti
aktivitas penjualan barang dan penyediaan jasa (Martani dkk, 2012). Hasil dalam
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu
(2017) dan Afifudin, et all (2019), yang menyatakan bahwa pendapatan usaha
berpengaruh terhadap laba bersih.
3. Pengaruh Beban Operasional Terhadap Laba Bersih
Hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini menyatakan pengaruh beban
operasional terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
97
bahwa variabel beban operasional berpengaruh negatif signifikan terhadap laba
bersih. Hal ini menunjukkan semakin tinggi beban operasional maka akan semakin
turun tingkat laba bersih perusahaan, sebaliknya jika semakin tinggi laba
perusahaan maka akan semakin turun tingkat beban operasional. “Untuk
menghasilkan laba atau pendapatan tentunya perusahaan harus rela mengeluarkan
biaya yang berhubungan dengan kegiatan operasi perusahaan tersebut. Perusahaan
akan menunjukkan besarnya laba perusahaan apabila dapat menekan biaya
operasional. Menurut Kuswandi (2007) dalam perhitungan laba rugi, besarnya biaya
ini akan mengurangi laba atau menambah rugi perusahaan. Maka, semakin besar
nilai biaya operasionalnya maka laba yang didapat akan semakin kecil begitu pula
sebaliknya jika biaya operasionalnya dapat diminimalkan maka laba yang
dihasilkan akan lebih maksimal”.
Berdasarkan kondisi pada objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel
sebagaimana terdapat pada tabel 4.5 dan 4.7 dapat diketahui bahwa perhitungan
sebagian perusahaan mengalami rata-rata beban operasional naik dan diikuti dengan
laba bersih naik, ada juga yang mengalami rata-rata beban operasional naik diikuti
dengan laba bersih menurun. perusahaan yang mengalami rata-rata beban
operasional naik contohnya PT. Betonjaya Manunggal Tbk pada tahun 2014
memiliki beban operasional sebesar Rp6.512.675.868,00 memiliki rata-rata sebesar
Rp9.346.424.946,17 dan diikuti dengan laba bersih naik sebesar
Rp7.486.835.958,00. Sedangkan perusahaan yang mengalami rata-rata beban
operasional naik PT. Tembaga Mulia Semanan Tbk pada tahun 2014 memiliki
beban operasional sebesar Rp120.051.535.800,00 dengan rata-rata sebesar
98
Rp173.040.582.366,50 diikuti laba bersih turun sebesar Rp53.558.106.160,00.
Sehingga besar kecilnya biaya operasional akan mempengaruhi laba bersih
perusahaan. Apabila perusahaan dapat menekankan biaya operasional, maka
perusahaan akan dapat meningkatkan laba bersih, demikian sebaliknya jika terjadi
pemborosan biaya maka akan mengakibatkan menurunnya laba (Jusuf 2008). Jadi,
untuk memperoleh laba yang tinggi perusahaan perlu memperhatikan biaya-biaya
yang dikeluarkan dan mengendalikannya secara efektif selain itu perusahaan juga
dapat mencapai laba sesuai dengan yang diinginkan (Anjani, 2015). Hasil dalam
penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kartini
(2017) dan Wulandari (2017), yang menyatakan bahwa beban operasional
berpengaruh terhadap laba bersih.
4. Pengaruh Arus kas operasi Terhadap Laba Bersih
Hipotesis yang keempat dalam penelitian ini menyatakan pengaruh arus kas
operasi terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
variabel arus kas operasi tidak berpengaruh terhadap laba bersih. Dengan melihat
kondisi objek penelitian pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa perhitungan sebagian
perusahaan, jumlah arus kas dari aktivitas operasi perusahaan setiap tahunnya
cenderung mengalami penurunan seperti yang terjadi pada Perusahaan Alumindo
Light Metal Industry Tbk pada tahun 2017-2019 dan Perusahaan Tembaga Mulia
Semanan Tbk pada tahun 2016-2018, serta arus kas operasi mengalami negatif
kemudian juga terjadi penurunan nilai laba bersih setiap tahunnya (tabel 4.6).
Secara teori arus kas dari aktivitas operasi berasal dari transaksi-transaksi
yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi (Rialdy, 2017). Arus kas dari aktivitas
99
operasi sering dikaitkan dengan laba untuk menilai kualitasnya yang dapat dilihat
dari pertumbuhan laba setiap tahunnya. Arus kas operasi mempengaruhi laba bersih
jika arus kas pada periode akuntansi tertentu mengalami surplus atau bernilai
positif. Jika pertumbuhan laba dari tahun ketahun mengalami kenaikan hal tersebut
menunjukkan esistensi perusahaan semakin membaik di dunia usaha. Hasil dalam
penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Budiyasa
(2015) dan Ariani (2010) menunjukkan bahwa laba bersih tidak memiliki pengaruh
dalam memprediksi arus kas operasi.
5. Pengaruh Modal Kerja, Pendapatan Usaha, Beban Operasional dan Arus Kas
Operasi Terhadap Laba Bersih
Hipotesis yang kelima dalam penelitian ini adalah pengaruh modal kerja,
pendapatan usaha, beban operasional dan arus kas operasi terhadap laba bersih.
Hipotesis kelima dalam penelitian ini menggunakan uji statistik F, yang
menghasilkan indikasi penerimaan hipotesis. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa variabel modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan
arus kas operasi berpengaruh terhadap laba bersih. Berdasarkan kondisi objek
penelitian, sesuai dengan data sebagaimana terlampir pada (Lampiran, 5) dapat
diketahui bahwa perhitungan sebagian perusahaan mengalami rata-rata laba bersih
turun dan diikuti dengan jumlah modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional,
dan arus kas operasi naik, dan ada juga yang mengalami laba bersih turun dan
diikuti dengan modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas
operasi turun.
100
Hal ini sejalan dengan pendapat Mahardini (2017) dan Pasaribu (2017) yang
menyatakan bahwa adanya pengaruh modal kerja, pendapatan usaha, beban
operasional dan arus kas operasi terhadap laba bersih. Pada dasarnya dalam
mencapai tingkat laba bersih yang maksimal suatu perusahaan dapat diukur dengan
mengelola modal kerja dengan baik, dengan tersedianya modal kerja yang cukup
memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi secara ekonomis dan tidak
mengalami kerugian. Yang berarti semakin tinggi modal kerja, semakin besar
jumlah pengadaan barang sehingga jumlah barang yang dijual juga semakin besar
yang selanjutnya diikuti dengan jumlah laba yang naik. Modal kerja dan arus kas
setiap perusahaan mempunyai hubungan yang saling terkait dengan laba bersih,
karena dengan adanya modal kerja dan arus kas maka perusahaan dapat memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, arus kas dan modal kerja digunakan untuk
menjalankan operasi perusahaan setiap harinya, sedangkan laba merupakan
indikator keberhasilan bagi perusahaan (Mahardini, 2017). Perusahaan juga perlu
memperhatikan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama kegiatan
operasi berlangsung, karena jika pendapatan lebih besar dari beban maka
perusahaan akan memperoleh laba dan sebaliknya jika pendapatan lebih kecil dari
biaya yang dikeluarkan maka perusahaan akan mengalami kerugian (Pasaribu,
2017). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wanti et
all., (2017), Gurning (2020), dan Mukti et all, (2018) yang menyatakan bahwa
modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas operasi
berpengaruh terhadap laba bersih.