Upload
hatuyen
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Proses Ekstraksi Berbantu Ultrasonik
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu suhu ekstraksi.
Semakin tinggi suhu pada proses ekstraksi maka semakin tinggi rendemen yang
diperoleh (Fuadi, 2012). Menurut Wardiyati (2004), gelombang bunyi yang
dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser), diteruskan oleh media cair ke
medan yang dituju melalui fenomena kavitasi. Fenomena kavitasi yaitu
terbentuknya gelembung kecil pada media perantara, yang lama kelamaan
gelembung-gelembung akan bertambah besar dan akhirnya akan pecah dan
mengeluarkan tenaga besar, tenaga inilah yang digunakan untuk proses kimia.
Tenaga tersebut dihasilkan karena adanya tekanan dan suhu yang tinggi. Namun,
pada ekstraksi minyak atsiri daun pandan wangi suhu yang digunakan tidak boleh
terlalu tinggi karena akan menyebabkan rusaknya komponen minyak yang
terkandung dalam daun pandan wangi. Efek mekanik dari gelombang ultrasonik
yang ditimbulkan akan meningkatkan penetrasi dari cairan menuju dinding
membran sel, mendukung pelepasan komponen sel dan meningkatkan transfer
massa (Keil, 2007). Grafik kenaikan suhu pada setiap perlakuan ekstraksi tersaji
pada Gambar 7, sedangkan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 7. Grafik Rata-rata Kenaikan Suhu Tiap Perlakuan Ekstraksi
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Su
hu
(oC
)
Waktu (menit)
Rasio 1:20
Rasio 1:25
Rasio 1:30
Rasio 1:35
Rasio 1:40
40
Berdasarkan Gambar 7 di atas, dapat diketahui bahwa semakin lama waktu
ekstraksi, maka suhu yang ditimbulkan pada setiap perlakuan cenderung
meningkat. Hal ini diduga karena pada saat proses kavitasi, terjadi tumbukan antara
bahan dengan pelarut serta bahan dengan bahan saat pecahnya gelembung yang
menandakan adanya pergerakan dan percepatan. Pergerakan dan percepatan ini erat
hubungannya dengan energi kinetik. Berdasarkan prinsip kekekalan energi, energi
kinetik (EK) berbanding lurus dengan energi kalor (Q). Sehingga, semakin besar
percepatan pada energi kinetik menyebabkan selisih suhu yang ditimbulkan pada
energi kalor semakin besar. Namun, untuk kisaran suhu dari setiap perlakuan tidak
jauh berbeda. Hal ini diduga karena penggunaan amplitudo pada setiap perlakuan
sama yaitu 50%.
4.2 Pengaruh Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Rendemen Minyak
Atsiri Daun Pandan Wangi
4.2.1 Rendemen Parsial
Salah satu parameter yang diamati pada penelitian ini adalah rendemen
minyak atsiri daun pandan wangi. Rendemen merupakan persentase perbandingan
massa akhir yang dihasilkan dengan massa awal pada suatu proses. Rendemen yang
dihitung meliputi rendemen parsial dan rendemen total. Rendemen parsial
merupakan rendemen yang dihitung pada setiap proses penelitian, mulai dari
persiapan bahan baku hingga tahapan ekstraksi. Rendemen parsial dihitung untuk
mengetahui proses mana yang paling banyak dan paling rentan mengalami
kehilangan massa. Rendemen parsial yang dihitung meliputi rendemen sortasi I,
rendemen pelayuan, rendemen sortasi II, rendemen ekstraksi, rendemen
penyaringan I, rendemen evaporasi, rendemen re-ekstraksi dan rendemen
penyaringan II. Tabel 7 di bawah ini merupakan rata-rata rendemen parsial pada
setiap proses penelitian.
41
Tabel 7. Rendemen Parsial
Perlakuan Rendemen Parsial (%) ± Standar Deviasi
Sortasi I Pelayuan Sortasi II Ekstraksi
1:20 36,19 ± 0,31 59,97 ± 1,14 68,49 ± 0,39 86,03 ± 1,00
1:25 35,95 ± 0,16 60,08 ± 0,40 69,76 ± 0,30 90,39 ± 0,58
1:30 35,78 ± 0,21 57,32 ± 0,41 68,16 ± 0,42 90,66 ± 0,63
1:35 34,24 ± 0,22 55,07 ± 0,72 70,72 ± 0,36 91,23 ± 0,87
1:40 34,76 ± 0,37 54,05 ± 1,08 68,76 ± 0,30 92,18 ± 1,46
Perlakuan Rendemen Parsial (%) ± Standar Deviasi
Penyaringan I Evaporasi Re-ekstraksi Penyaringan II
1:20 74,31 ± 0,97 0,10 ± 0,01 95,52 ± 1,09 26,81 ± 1,19
1:25 76,65 ± 0,85 0,07 ± 0,01 97,14 ± 0,21 36,36 ± 1,85
1:30 78,00 ± 0,48 0,06 ± 0,00 94,03 ± 1,06 41,33 ± 0,69
1:35 78,87 ± 0,70 0,06 ± 0,01 95,13 ± 0,51 42,67 ± 1,92
1:40 80,12 ± 0,86 0,06 ± 0,00 95,89 ± 1,08 43,44 ± 1,97
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai rendemen pada setiap
proses berbeda-beda. Proses sortasi I dilakukan untuk memisahkan daun pandan
wangi segar dengan bahan lain yang tidak diinginkan seperti daun pandan wangi
rusak, bonggol dan tanah. Rendemen sortasi I pada penelitian ini cukup rendah
karena daun pandan wangi yang diperoleh dari Kabupaten Subang masih dalam
bentuk tanaman (daun dan bonggol). Selain itu, tanaman daun pandan wangi yang
diperoleh sebagian besar massanya adalah bagian bonggol, sedangkan bagian
daunnya lebih sedikit. Sehingga, persentase susut massa pada proses sortasi I ini
lebih besar dibandingkan dengan nilai rendemennya. Persentase susut massa pada
proses sortasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Daun pandan wangi segar yang sudah disortasi kemudian dilayukan selama
2 hari. Proses pelayuan dilakukan pada suhu ruang dengan menghamparkan daun
pandan wangi dan diatur agar tidak ada yang bertumpuk untuk menghindari
pelayuan yang tidak merata. Proses pelayuan dilakukan untuk mengurangi kadar air
daun pandan wangi. Penurunan kadar air tersebut mengakibatkan terjadinya
penyusutan massa pada proses pelayuan. Hal ini dikarenakan saat proses pelayuan
kandungan air dan senyawa yang mudah menguap keluar dari daun pandan wangi.
42
Nilai kadar air daun pandan wangi dapat dilihat pada Lampiran 5. Sedangkan, data
hasil proses pelayuan daun pandan wangi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Setelah proses pelayuan masih perlu dilakukan sortasi untuk memisahkan
daun pandan wangi layu dengan daun pandan wangi yang berubah menjadi
berwarna kuning. Hal ini dilakukan agar daun pandan wangi yang digunakan untuk
proses ekstraksi hanya yang keadaannya baik. Rendemen sortasi II nilainya berkisar
antara 68,16% hingga 70,72%. Data hasil proses sortasi II dapat dilihat pada
Lampiran 7. Setelah dilakukan sortasi II, daun pandan wangi dipotong dengan
ukuran 5 mm dengan tujuan memperluas permukaan.
Proses selanjutnya yaitu ekstraksi daun pandan wangi dengan metode
Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) menggunakan pelarut n-heksan selama 40
menit. Pada proses ekstraksi ini terjadi kenaikan massa pada bahan dan susut massa
pada pelarut yang datanya tersaji pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Hasil dari
ekstraksi tersebut diperoleh ekstrak 1 berwarna kekuningan dan sudah timbul aroma
khas pandan wangi. Kemudian dilakukan penyaringan I untuk memisahkan ampas
daun pandan wangi sehingga diperoleh ekstrak 1 (filtrat). Rendemen ekstraksi
merupakan persentase perbandingan massa ekstrak 1 dengan massa total bahan dan
pelarut sebelum ekstraksi. Sedangkan, rendemen penyaringan I merupakan
persentase perbandingan massa ekstrak 1 (filtrat) dengan massa ekstrak 1. Data
hasil proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan data hasil proses
penyaringan I dapat dilihat pada Lampiran 11. Pada penelitian ini, rendemen
ekstraksi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pelarut yang
digunakan. Hal ini diduga karena banyaknya pelarut yang digunakan menyebabkan
banyaknya komponen minyak atsiri yang terekstrak. Seperti halnya pernyataan
Jayanudin et al. (2014), bahwa banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak bahan
dengan pelarut, semakin banyak pelarut maka luas kontak semakin besar.
Meratanya distribusi pelarut ke bahan akan memperbesar rendemen yang
dihasilkan.
Setelah penyaringan I, dilakukan proses evaporasi untuk memisahkan
ekstrak 1 (filtrat) menjadi dua zat yaitu n-heksan dan concrete. Rendemen evaporasi
merupakan persentase perbandingan massa concrete yang diperoleh setelah proses
43
evaporasi dengan massa ekstrak 1 (filtrat) sebelum proses ekstraksi. Data hasil
proses evaporasi dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada proses evaporasi ini sebagian
besar n-heksan yang terkandung dalam ekstrak 1 (filtrat) terevaporasi dan
menyisakan concrete yang jumlahnya sedikit. Concrete merupakan endapan
berwarna kekuningan yang mengandung minyak atsiri daun pandan wangi dan zat
lilin. Minyak atsiri dan zat lilin yang terkandung di dalam daun pandan wangi
jumlahnya hanya sedikit, maka rendemen parsial evaporasi menjadi rendah.
Concrete yang diperoleh dari proses evaporasi mengandung minyak atsiri
daun pandan wangi dan fraksi lilin. Fraksi lilin tersebut harus dipisahkan dari
minyak atsiri daun pandan wangi agar diperoleh minyak atsiri daun pandan wangi
yang murni. (absolute). Fraksi lilin dapat dipisahkan dengan melakukan proses re-
ekstraksi concrete menggunakan pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:8
(b/b), kemudian campuran concrete dengan pelarut tersebut didiamkan selama 30
menit dengan dilakukan pengadukan secara berkala (Wibawa et al., 2014). Dari
proses re-ekstraksi tersebut dihasilkan ekstrak 2 yang kemudian disaring
menggunakan kertas Whatman no. 41 untuk memisahkan zat lilin yang terkandung
di dalamnya. Setelah penyaringan II dihasilkan ekstrak 2 (filtrat) berwarna kuning
kemerahan.
Rendemen re-ekstraksi merupakan persentase perbandingan massa ekstrak
2 setelah proses re-ekstraksi dengan massa larutan concrete dan etanol 96%
sebelum proses re-ekstraksi. Sedangkan, rendemen penyaringan II merupakan
persentase perbandingan massa ekstrak 2 (filtrat) yang sudah bersih dari fraksi lilin
dengan massa ekstrak 2 hasil re-ekstraksi. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa
rendemen re-ekstraksi cukup tinggi yaitu berkisar antara 94,03% hingga 97,14%.
Tingginya rendemen re-ekstraksi diduga karena pada proses ini tidak terjadi
kehilangan massa yang signifikan. Sedangkan, rendemen penyaringan II memiliki
nilai yang cukup rendah yaitu berkisar antara 26,81% hingga 47,73%. Hal ini
diduga karena jumlah fraksi lilin yang terkandung dalam ekstrak 2 masih cukup
banyak dan adanya ekstrak yang terserap di kertas saring. Data hasil re-ekstraksi
dapat dilihat pada Lampiran 13 dan data hasil penyaringan II dapat dilihat pada
Lampiran 14.
44
Penyimpanan di dalam freezer selama 24 jam dilakukan untuk memastikan
ekstrak 2 sudah bersih dari fraksi lilin. Penyaringan II dilakukan seragam untuk
setiap sampel yaitu sebanyak dua kali. Setelah ekstrak 2 (filtrat) bersih dari fraksi
lilin seharusnya dilakukan proses evaporasi II untuk memisahkan pelarut etanol
96% dengan absolute. Namun, pada penelitian ini proses evaporasi II tidak
dilakukan karena sampel ekstrak 2 (filtrat) yang dihasilkan jumlahnya sangat
sedikit dan dikhawatirkan absolute yang diperoleh tidak cukup untuk melakukan
pengujian mutu minyak atsiri daun pandan wangi. Sehingga minyak atsiri yang
dihasilkan pada penelitian ini masih berupa ekstrak 2 (filtrat).
4.2.2 Rendemen Total
Rendemen total adalah perbandingan massa minyak atsiri daun pandan
wangi dengan massa daun pandan wangi layu hasil sortasi II. Nilai rendemen total
akan menentukan rasio bahan dengan pelarut yang optimal untuk digunakan dalam
ekstraksi minyak atsiri daun pandan wangi menggunakan metode UAE. Hasil
perhitungan rendemen total pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rendemen Total
Perlakuan
Rata-rata
Massa Bahan
Awal
(g)
Rata-rata Massa
Minyak Atsiri
(g)
Rata-rata Rendemen
Total ±Standar
Deviasi (%)
1:20 50,00 1,0398 2,08±0,20
1:25 50,00 1,3109 2,62±0,34
1:30 50,00 1,5282 3,06±0,21
1:35 50,00 1,9900 3,98±0,59
1:40 50,00 2,1656 4,33±0,43
*Rata-rata tiga kali ulangan
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa rendemen total minyak atsiri daun pandan
wangi mengalami peningkatan pada setiap perlakuan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Bustan et al. (2008), bahwa semakin banyak
pelarut yang digunakan terhadap massa bahan dasar, maka semakin banyak minyak
atsiri yang akan terekstrak. Hal ini dikarenakan menurut Jayanudin et al. (2014),
45
banyaknya pelarut yang digunakan akan mempengaruhi luas kontak bahan dengan
pelarut, yaitu semakin banyak pelarut maka luas kontak semakin besar. Sehingga,
dengan meratanya distribusi pelarut ke bahan akan memperbesar rendemen yang
dihasilkan.
Berdasarkan analisis nilai rendemen total, perlakuan yang menghasilkan
nilai rendemen tertinggi adalah perlakuan dengan rasio bahan dengan pelarut
sebesar 1:40. Namun, tingginya nilai tersebut masih perlu dianalisis lebih lanjut.
Nilai rendemen yang tinggi bisa jadi dikarenakan masih banyaknya kadar sisa
pelarut dalam minyak atsiri daun pandan wangi. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan perhitungan kadar sisa pelarut untuk mengetahui nilai rendemen total
tanpa pelarut. Data kadar sisa pelarut tersaji pada Lampiran 15. Tabel 9 di bawah
ini merupakan nilai rendemen total tanpa pelarut dan untuk jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran 16.
Tabel 9. Rendemen Total Tanpa Pelarut
Perlakuan
Rata-rata
Rendemen
Total (%)
Rata-rata Kadar
Sisa Pelarut (%)
Rata-rata Rendemen
Total ±Standar
Deviasi (%)
1:20 2,08 82,83 0,36±0,04
1:25 2,62 78,08 0,58±0,08
1:30 3,06 80,63 0,59±0,04
1:35 4,51 78,66 0,86±0,20
1:40 4,33 71,83 1,22±0,07
*Rata-rata tiga kali ulangan
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa kadar sisa pelarut dalam minyak atsiri
daun pandan wangi tidak mempengaruhi trend dari nilai rendemen total. Nilai rata-
rata rendemen total semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya pelarut
yang digunakan. Setelah dianalisis dengan kadar sisa pelarutnya, ternyata nilai
rendemen total tetap meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pelarut yang
digunakan. Hal tersebut membenarkan bahwa semakin banyak pelarut yang
digunakan maka semakin banyak komponen minyak atsiri daun pandan wangi yang
46
terekstrak. Gambar 8 di bawah ini merupakan grafik hubungan pengaruh rasio
bahan dengan pelarut terhadap rendemen total.
Gambar 8. Grafik Pengaruh Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Rendemen
Total Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan terbaik yang
menghasilkan rendemen tertinggi yaitu pada rasio bahan dengan pelarut sebesar
1:40 (b/v). Namun, ternyata perlakuan tersebut bukanlah rasio yang optimal, karena
trend pada grafik nilai rendemen terus meningkat dari rasio 1:20 hingga 1:40 dan
belum terjadi penurunan. Belum diketahui bagaimana nilai rendemen minyak atsiri
daun pandan wangi yang diperoleh apabila rasio bahan dengan pelarut lebih dari
1:40. Rasio 1:40 dapat dikatakan optimal jika diketahui rasio di atas 1:40
menghasilkan nilai rendemen yang lebih rendah, karena grafik pengaruh rasio
bahan dengan pelarut terhadap rendemen total akan menurun.
2.08
2.623.06
3.984.33
0.360.58 0.59
0.861.22
0
1
2
3
4
5
6
1:20 1:25 1:30 1:35 1:40Rata
-ra
ta R
end
emen
Tota
l (%
)
Rasio Bahan dengan Pelarut (b/v)
Rendemen dengan
Kadar Pelarut
Rendemen Tanpa Kadar
Pelarut
47
4.3 Pengaruh Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Mutu Minyak Atsiri
Daun Pandan Wangi
4.3.1 Warna
Warna merupakan salah satu parameter penting yang perlu diuji dalam
menentukan mutu minyak atsiri daun pandan wangi hasil ekstraksi. Alat yang
digunakan untuk pengukuran warna pada penelitian ini adalah colorflex. Dengan
menggunakan alat tersebut kita dapat mengetahui notasi L*, a*, b*, C dan H dari
sampel minyak atsiri daun pandan wangi. Namun, pada penelitian ini minyak atsiri
yang diujikan masih berupa ekstrak 2 (filtrat) karena tidak dilakukan proses
evaporasi untuk memisahkan pelarut etanol 96%. Pengukuran warna kromatis
minyak atsiri daun pandan wangi disajikan pada Tabel 10 dan untuk lebih jelasnya
terlampir pada Lampiran 17.
Tabel 10. Nilai Warna
Perlakuan Parameter Warna
Warna L* a* b* C H
1:20 29,05 4,73 29,29 29,85 80,31 Yellow Red
1:25 25,74 7,17 27,50 28,77 73,15 Yellow Red
1:30 20,22 7,46 22,11 23,34 71,37 Yellow Red
1:35 18,37 7,62 20,33 21,74 69,18 Yellow Red
1:40 24,11 7,92 26,16 27,58 71,88 Yellow Red
*Rata-rata tiga kali ulangan
Notasi L* menyatakan kecerahan, bernilai 0 (hitam) sampai sampai 100
(putih) (Suyatma, 2009). Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai L* berkisar antara
18,37 hingga 29,05 sehingga dapat dikatakan bahwa minyak atsiri daun pandan
wangi pada penelitian ini memiliki tingkat kecerahan yang rendah. Notasi a*
menyatakan campuran warna merah dan hijau, dimana a* positif menyatakan warna
merah dan a* negatif menyatakan warna hijau. Minyak atsiri daun pandan wangi
hasil dari penelitian ini menghasilkan a* bernilai positif pada setiap perlakuan yaitu
berkisar antara 4,73 hingga 7,92 dan dapat dikatakan berwarna kemerahan. Minyak
atsiri daun pandan wangi dengan perlakuan rasio bahan dengan pelarut 1:20
memiliki nilai a* terendah.
48
Notasi b* menyatakan warna campuran biru dan kuning. Nilai b* dari 0
sampai 70 menyatakan warna kuning dan nilai b* dari -70 sampai 0 menyatakan
warna biru (Suyatma, 2009). Minyak atsiri daun pandan wangi hasil dari penelitian
ini menghasilkan b* positif yaitu berkisar antara 20,33 hingga 29,29 dan dapat
dikatakan berwarna kekuningan.
Nilai C (Chroma) menunjukkan tingkat ketegasan dan keburaman suatu
warna, semakin besar nilai C maka semakin tegas warna yang diukur. Nilai C dari
minyak atsiri daun pandan wangi pada penelitian ini berkisar antara 21,74 hingga
29,85. Sedangkan nilai H (Hue) menunjukkan golongan warna kromatis dari
minyak atsiri daun pandan wangi yang dijelaskan pada Tabel 10. Mengacu pada
SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan,
namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua
hingga coklat muda. Sedangkan menurut Harborne (1987), secara umum minyak
atsiri tidak berwarna, berwarna kuning dan sebagian berwarna kuning kemerahan.
Pada minyak atsiri daun pandan wangi hasil penelitian ini rata-rata nilai H berkisar
antara 69,18 hingga 80,31. Sehingga seluruh sampel minyak atsiri daun pandan
wangi pada penelitian ini masuk dalam daerah kisaran warna kromatisitas Yellow
Red atau kuning kemerahan. Berbeda dengan minyak pandan wangi hasil penelitian
Sukandar et al. (2008) yang tidak berwarna. Perbedaan tersebut diduga karena
metode ekstraksi yang digunakan berbeda, dimana Sukandar et al. (2008)
menggunakan metode destilasi uap. Selain itu, menurut Dalimartha (1999),
kandungan senyawa kimia daun pandan wangi di antaranya alkaloida, saponin,
flavonoid dan polifenol berfungsi sebagai antioksidan alami dan zat pewarna pada
ekstrak. Warna kuning kecoklatan sampai coklat tua pada ekstrak pandan berasal
dari senyawa polar alami yang ikut terekstrak terutama dari senyawa polifenol
seperti tanin, melanin, lignin dan atau kuinon serta sebagian kecil alkaloida
berwarna. Pigmen kuinon yang terdapat pada tanaman mulai dari kuning sampai
coklat tua (Harborne, 1987). Nilai C dan H dapat diperoleh dari perhitungan dengan
menggunakan persamaan yang lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
Sedangkan Gambar 9 di bawah ini merupakan penampakan warna minyak atsiri
daun pandan wangi.
49
Gambar 9. Penampakan Warna Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
Keterangan: dari kiri ke kanan, 1:20; 1:25; 1:30; 1:35 dan 1:40 (b/v)
4.3.2 Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan massa suatu zat dengan massa air
pada suhu dan volume yang sama. Bobot jenis menjelaskan banyaknya komponen
yang terkandung dalam zat tersebut serta menunjukkan fraksi berat komponennya.
Semakin besar nilai bobot jenis maka komponen yang terkandung di dalam zat
tersebut semakin banyak dengan berat molekul yang tinggi. Hubungan antara rasio
bahan dengan pelarut terhadap nilai bobot jenis minyak atsiri daun pandan wangi
dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan bobot jenis minyak atsiri daun pandan
wangi dapat dilihat pada Lampiran 18.
Gambar 10. Grafik Hubungan Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Bobot Jenis
Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
0.8233 0.8248 0.8282 0.8294 0.8301
0.7600
0.7800
0.8000
0.8200
0.8400
0.8600
1:20 1:25 1:30 1:35 1:40
Bob
ot
Jen
is
Rasio Bahan dengan Pelarut (b/v)
50
Berdasarkan grafik di atas, perlakuan rasio bahan dengan perlarut
berpengaruh terhadap nilai bobot jenisnya. Menurut Guenther (1948), bobot jenis
minyak atsiri pada suhu 15oC umumnya berkisar 0,696 – 1,188. Pada minyak atsiri
daun pandan wangi hasil penelitian ini rata-rata nilai bobot jenisnya berkisar antara
0,8233 – 0,8301 sehingga sudah sesuai seperti nilai bobot jenis minyak atsiri pada
umumnya. Semakin tinggi rasio bahan dengan pelarut maka semakin tinggi pula
nilai bobot jenis yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin banyak pelarut
yang digunakan maka semakin banyak komponen yang terekstrak dari dalam daun
pandan wangi. Namun, nilai bobot jenis seluruh perlakuan tidak berbeda jauh, hal
ini diduga karena jumlah komponen yang terkandung dalam minyak atsiri daun
pandan wangi hampir sama jumlahnya. Menurut Guenther (1948), semakin besar
fraksi berat yang terkandung dalam minyak atsiri daun pandan wangi, maka
semakin besar pula nilai bobot jenisnya.
4.3.3 Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak atsiri pada suhu tertentu. Suhu
yang biasa digunakan untuk menyatakan nilai indeks bias adalah pada suhu 20oC
(Guenther, 1948). Menurut Ketaren (1985), indeks bias minyak atsiri berguna untuk
mengidentifikasi suatu komponen dan mendeteksi kemurnian minyak atsiri. Nilai
indeks bias salah satunya dipengaruhi dengan adanya air di dalam minyak atsiri.
Semakin banyak kandungan air di dalam minyak atsiri, maka semakin kecil nilai
indeks biasnya. Hubungan antara rasio bahan dengan pelarut terhadap nilai indeks
bias minyak atsiri daun pandan wangi dapat dilihat pada Gambar 11. Sedangkan,
untuk perhitungan nilai indeks bias minyak atsiri daun pandan wangi dapat dilihat
pada Lampiran 19.
51
Gambar 11. Grafik Hubungan Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Indeks Bias
Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
Berdasarkan Gambar 11 di atas dapat dilihat bahwa nilai indeks bias
dipengaruhi oleh perlakuan rasio bahan dengan pelarut. Semakin tinggi rasio bahan
dengan pelarut maka semakin tinggi pula nilai indeks bias yang dihasilkan. Hal ini
diduga karena semakin banyak pelarut yang digunakan maka semakin banyak
komponen yang terekstrak dari daun pandan wangi sehingga nilai indeks biasnya
semakin tinggi. Namun, tingginya nilai indeks bias dapat disebabkan oleh
komponen lain yang ikut terekstrak dengan minyak atsiri, sehingga mengurangi
kemurnian minyak atsiri yang dihasilkan. Nilai rata-rata indeks bias pada penelitian
ini berkisar antara 1,344 – 1,350. Menurut Guenther (1948), kisaran nilai indeks
bias minyak atsiri yaitu 1,300 – 1,700. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak
atsiri daun pandan wangi yang dihasilkan masih memenuhi kisaran standar nilai
indeks bias minyak atsiri.
4.3.4 Bilangan Asam
Menurut Guenther (1948), bilangan asam merupakan banyaknya Kalium
Hidroksida (KOH) yang dibutuhkan dalam satuan miligram untuk menetralkan
asam bebas dalam 1 gram minyak. Pengujian bilangan asam dilakukan dengan cara
titrasi menggunakan larutan KOH 0,1 N. Nilai rata-rata bilangan asam minyak atsiri
1.344 1.3451.346
1.3481.350
1.335
1.340
1.345
1.350
1.355
1:20 1:25 1:30 1:35 1:40
Ind
eks
Bia
s
Rasio Bahan dengan Pelarut (b/v)
52
daun pandan wangi dapat dilihat pada Gambar 12 dan untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Lampiran 20.
Gambar 12. Grafik Hubungan Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap Bilangan
Asam Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi
Berdasarkan Gambar 12 di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan rasio bahan
dengan pelarut mempengaruhi nilai bilangan asam minyak atsiri daun pandan
wangi hasil penelitian ini. Rata-rata nilai bilangan asam cenderung menurun seiring
dengan bertambahnya rasio bahan dengan pelarut. Hal ini diduga karena sampel
dengan perlakuan rasio yang lebih rendah umur simpannya lebih lama dibanding
dengan rasio yang lebih tinggi. Perbedaan nilai bilangan asam yang dihasilkan
diduga karena minyak atsiri daun pandan wangi mengalami oksidasi selama proses
penyimpanan, mengingat semakin lama umur simpan minyak atsiri daun pandan
wangi maka nilai bilangan asamnya pun semakin meningkat. Selain itu, kadar sisa
pelarut yang tinggi juga diduga dapat mempengaruhi nilai bilangan asam karena
kandungan pelarut tersebut menandakan bahwa minyak atsiri daun pandan wangi
masih belum murni.
Semakin kecil bilangan asam menandakan bahwa semakin sedikit asam
bebas yang terkandung dalam minyak atsiri daun pandan wangi. Asam bebas
diduga berasal dari fraksi lilin yang ikut terekstrak bersama minyak pandan wangi.
Semakin banyak pelarut yang digunakan maka semakin banyak komponen yang
5.50725.1420
5.53645.2079
4.4481
0.0000
1.0000
2.0000
3.0000
4.0000
5.0000
6.0000
7.0000
1:20 1:25 1:30 1:35 1:40
Bil
an
gan
Asa
m (
Mg
KO
H/g
)
Rasio Bahan dengan Pelarut (b/v)
53
terekstrak. Komponen yang terekstrak tidak hanya minyak pandan wangi tetapi juga
komponen lain termasuk fraksi lilin. Walaupun pada penelitian ini sudah dilakukan
proses penyaringan, tidak menutup kemungkinan masih adanya fraksi lilin yang
tidak dapat dipisahkan dari minyak pandan wangi. Berdasarkan data penyaringan II
pada Lampiran 13 dapat dilihat bahwa persentase fraksi lilin yang tersaring semakin
banyak mulai dari perlakuan rasio bahan dengan pelarut 1:20 sampai 1:40. Hal
tersebut diduga menyebabkan nilai bilangan asam yang cenderung menurun, karena
asam bebas yang terpisahkan pun semakin banyak. Rata-rata nilai bilangan asam
pada penelitian ini yaitu berkisar antara 5,5072 mg KOH/g sampai 4,4481 mg
KOH/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai bilangan asam minyak atsiri daun
pandan wangi hasil penelitian ini memenuhi standar pada SNI 06-2385-2006 yang
menyatakan nilai bilangan asam maksimal adalah 8,0. Besarnya nilai bilangan asam
ini dapat dipengaruhi oleh penyimpanan minyak. Idris (2014) menyatakan bahwa
lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak langsung dengan udara dan
cahaya dapat mempengaruhi mutu dan mengubah bau khas minyak. Sebagian
komposisi minyak jika kontak dengan udara akan mengalami reaksi oksidasi
dengan udara (oksigen) dan dikatalis oleh cahaya sehingga membentuk senyawa
asam bebas.
4.3.5 Kadar Sisa Pelarut
Kadar sisa pelarut menyatakan banyaknya pelarut yang masih tersisa pada
minyak atsiri daun pandan wangi. Kadar sisa pelarut yang masih terdapat pada
minyak atsiri dapat mempengaruhi mutunya, dimana semakin kecil kadar sisa
pelarut maka mutunya semakin baik. Nilai rata-rata kadar sisa pelarut minyak atsiri
daun pandan wangi hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11.
54
Tabel 11. Nilai Kadar Sisa Pelarut
Perlakuan Kadar Sisa Pelarut±Standar Deviasi (%)
1:20 82,83±0,87
1:25 78,08±0,60
1:30 80,63±0,55
1:35 78,66±1,76
1:40 71,83±1,69
*Rata-rata tiga kali ulangan
Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa kadar sisa pelarut pada
minyak atsiri daun pandan wangi hasil penelitian ini masih cukup tinggi. Hal ini
diduga karena minyak atsiri daun pandan wangi tidak melalui proses evaporasi
untuk menguapkan pelarut etanol, sehingga jumlah kandungan etanolnya masih
sangat tinggi. Guenther (1948) menyatakan bahwa minyak atsiri merupakan
campuran yang kompleks, sehingga sulit menentukan dengan pasti sisa pelarut yang
tidak menguap. Hal ini dikarenakan fraksi lilin dan bahan tidak menguap bertitik
didih tinggi cenderung mengikat komponen bertitik didih rendah.
4.4 Kesetimbangan Massa dalam Proses Persiapan Bahan Baku dan
Proses Ekstraksi dengan Menggunakan Metode Ultrasund-Assisted
Extraction
Secara keseluruhan terdapat dua proses dalam penelitian ini, yaitu proses
persiapan bahan baku dan proses ekstraksi dengan menggunakan metode
Ultrasound-Assisted Extraction (UAE). Gambar 13 di bawah ini merupakan
gambaran tentang kesetimbangan massa pada proses persiapan bahan baku.
55
Gambar 13. Kesetimbangan Massa pada Proses Persiapan Bahan Baku
Keterangan : Nilai massa pada Gambar 13 merupakan nilai massa rata-rata pada
perlakuan 1:40 (sebagai contoh)
Berdasarkan gambar 13 di atas dapat dilihat bahwa nilai susut massa
terbesar pada proses persiapan bahan baku adalah pada proses sortasi. Hal ini
dikarenakan bahan baku yang diterima masih berupa tanaman pandan wangi beserta
bonggolnya. Massa bonggol ini jauh lebih besar dibandingkan dengan daun pandan
wangi, sehingga susut massanya sangat tinggi. Gambar 14 di bawah ini merupakan
gambaran tentang kesetimbangan massa pada proses ekstraksi menggunakan
metode UAE.
Gambar 14. Kesetimbangan Massa pada Proses Ekstraksi
Keterangan : Nilai massa pada Gambar 14 merupakan nilai massa rata-rata pada
perlakuan 1:40 (sebagai contoh)
Proses yang pertama yaitu proses ekstraksi daun pandan wangi
menggunakan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) dengan pelarut n-
heksan untuk mengekstrak minyak atsiri dari dalam daun pandan wangi. Pada
proses ekstraksi, daun pandan wangi layu yang sudah dipotong dengan ukuran 5
56
mm dan pelarut n-heksan sebagai input-nya dan output-nya adalah ekstrak 1.
Kemudian proses yang kedua adalah penyaringan I dimana ekstrak 1 tadi menjadi
input-nya dan output-nya adalah ampas daun pandan wangi dan ekstrak 1 (filtrat).
Pada proses ketiga, ekstrak 1 (filtrat) menjadi input, sedangkan n-heksan dan
concrete menjadi output. Selanjutnya pada proses keempat yaitu proses re-
ekstraksi, concrete dan pelarut etanol 96% sebagai input-nya dan ekstrak 2 sebagai
output-nya. Ekstrak 2 tersebut melalui proses kelima yaitu penyaringan II yang
menghasilkan ekstrak 2 (filtrat) dan fraksi lilin sebagai output-nya.
Pada setiap proses tersebut terjadi kesetimbangan massa dimana massa yang
masuk (input) dalam setiap proses harus sama dengan jumlah massa yang keluar
(output) dari proses tersebut. Namun, pada kenyataannya jumlah massa yang masuk
tidak sama dengan jumlah massa yang keluar dimana jumlah massa yng keluar
selalu lebih sedikit daripada jumlah massa yang masuk dalam setiap proses.
Kehilangan massa pada setiap proses ini disebut susut massa proses. Data mengenai
kesetimbangan massa dapat dilihat pada Lampiran 21.
Dari kelima proses tersebut, proses yang mengalami susut massa tertinggi
adalah pada proses ekstraksi dan penyaringan I. Hal ini diduga karena pada proses
ekstraksi pelarut yang digunakan adalah n-heksan yang bertitik didih rendah
sehingga mudah menguap. Suhu pada saat proses ekstraksi yang cukup tinggi
menyebabkan pelarut n-heksan semakin cepat menguap, sehingga banyak terjadi
kehilangan massa selama 40 menit proses ekstraksi. Untuk mengurangi terjadinya
kehilangan massa yang cukup banyak, pada proses ekstraksi leher beaker glass
dilapisi menggunakan alumunium foil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah
pelarut yang menguap. Selain itu, pada proses penyaringan I diduga banyak pelarut
yang menguap dan terserap oleh kertas saring. Secara keseluruhan kesetimbangan
massa proses ekstraksi terdiri dari input berupa daun pandan wangi layu, pelarut n-
heksan dan pelarut etanol 96%. Sedangkan output terdiri dari ampas daun pandan
wangi, pelarut n-heksan, concrete, dan fraksi lilin.
57
4.5 Rekapitulasi Hasil Terbaik Berdasarkan Rendemen dan Mutu Minyak
Atsiri Daun Pandan Wangi
Rekapitulasi data penelitian dilakukan untuk mengetahui perlakuan rasio
bahan dengan pelarut terbaik. Terdapat lima perlakuan yang berbeda pada
penelitian ini yaitu perlakuan rasio bahan dengan pelarut sebesar 1:20, 1:25, 1:30,
1:35 dan 1:40 (b/v). Perlakuan yang terbaik dapat diketahui berdasarkan analisis
rendemen dan mutu minyak atsiri daun pandan wangi dengan metode UAE.
Rendemen yang digunakan untuk menentukan minyak atsiri daun pandan
wangi terbaik adalah rendemen total. Sedangkan parameter mutu yang digunakan
untuk menentukan minyak atsiri daun pandan wangi terbaik terdiri dari warna,
bobot jenis, indeks bias, bilangan asam dan kadar sisa pelarut. Untuk rekapitulasi
hasil terbaik minyak atsiri daun pandan wangi tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi Nilai Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Pandan
Wangi
Parameter Perlakuan
Referensi 1:20 1:25 1:30 1:35 1:40
Rendemen Total (%) 2,08 2,62 3,06 3,98 4,33 Bustan et
al.
(2008) Rendemen Total
Tanpa Pelarut (%) 0,36 0,58 0,59 0,86 1,22
Warna
L* 29,05 25,74 20,22 18,37 24,11
Harborne
(1987)
a* 4,73 7,17 7,46 7,62 7,92
b* 29,29 27,50 22,11 20,33 26,16
C 29,85 28,77 23,34 21,74 27,58
H 80,31 73,15 71,37 69,18 71,88
Bobot Jenis 0,8233 0,8248 0,8282 0,8294 0,8301 Guenther
(1948)
Indeks Bias 1,344 1,345 1,346 1,348 1,350 Guenther
(1948)
Bilangan Asam (mg
KOH/g) 5,5072 5,1420 5,5364 5,2079 4,4481
SNI 06-
2385-
2006
Kadar Sisa Pelarut
(%) 82,83 78,08 80,63
78,66 71,83 -
Keterangan: Bagian yang diberi warna kuning merupakan perlakuan terbaik
58
Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi dari kelima
perlakuan adalah rasio bahan dengan pelarut 1:40 yaitu sebesar 4,33% dan
rendemen terendah pada perlakuan 1:20 sebesar 2,08%, begitupun dengan
rendemen total tanpa pelarut dimana yang tertinggi adalah perlakuan 1:40 sebesar
1,22% dan yang terendah perlakuan 1:20 sebesar 0,36%. Maka berdasarkan nilai
rendemen total perlakuan yang terbaik adalah rasio bahan dengan pelarut 1:40.
Sedangkan dilihat berdasarkan mutu, dari kelima parameter yang dianalisis,
dua diantaranya menyatakan bahwa perlakuan rasio bahan dengan pelarut yang
paling baik adalah perlakuan 1:40. Kedua parameter tersebut yaitu parameter
bilangan asam dan kadar sisa pelarut. Adapun parameter warna, bobot jenis dan
indeks bias yang terbaik adalah pada perlakuan rasio bahan dengan pelarut 1:20.
Untuk dapat menganalisis lebih lanjut mengenai mutu atau komponen
penyusun minyak atsiri daun pandan wangi yang dihasilkan, perlu dilakukan
analisis mutu dengan membandingkan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian
sebelumnya. Menurut Wartini et al. (2015), senyawa penyusun minyak atsiri daun
pandan wangi terdiri atas golongan senyawa alkana (12,58 – 14,8%), alkena (20,09
– 30,24%), benzene (3,85 – 41,17%), alkohol (4,55% - 9,42%), fenol (0 – 12,47%),
terpen (8,72 – 12,05%) dan ester (0 – 4,49%).