Upload
haphuc
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perlakuan Fermentasi, Proses Distilasi dan Pengamatan Selintas
Pada penelitian ini, kulit jeruk yang digunakan yaitu jeruk manis (Citrus sinensis
var. Baby Pacitan). Kulit jeruk yang digunakan berasal dari limbah kulit jeruk yang
tidak termanfaatkan dari pedagang sari buah jeruk di Gua Maria Kerep Ambarawa.
Kulit jeruk yang telah dibersihkan dipotong menjadi bentuk yang lebih kecil.
Pemotongan menjadi ukuran yang lebih kecil memungkinkan kelenjar minyak lebih
terbuka Guenther (1987). Selain itu juga bertujuan untuk mempermudah meletakkan
kulit jeruk pada panci distilasi sehingga kapasitas yang dapat ditampung lebih banyak.
Tabel 1. Kondisi Lingkungan dan Bahan Baku dalam Penelitian
Perlakuan
Rata-rata Suhu
Lingkungan
(C)
Rata-rata
RH
Lingkungan
Rata-rata pH
Perlakuan
Rata-rata
Perlakuan (C)
Segar (Tanpa
Fermentasi)
Fermentasi Padat 2 Hari
Fermentasi Padat 4 Hari
Fermentasi Padat 6 Hari
Fermentasi Cair 2 Hari
Fermentasi Cair 4 Hari
Fermentasi Cair 6 Hari
26
26
26
26
26
26
26
92
92
92
92
92
92
92
5
4
4
4
3,5
3
3
25
25
26
25
26
25
26
Sumber: Pengamatan Peneliti
Daulay (1992) menyatakan bahwa telah banyak hasil penelitian mengungkapkan
bahan yang terfermentasi akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang
menguntungkan seperti terbentuknya rasa dan aroma. Berdasarkan beberapa penelitian
pun juga menyatakan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan hasil rendemen
18
bahan tanaman dalam pengolahan minyak atsiri. Proses fermentasi sebagai perlakuan
pendahuluan bertujuan untuk memecahkan sel – sel minyak (Sumitra, 2003).
Perlakuan fermentasi dengan memanfaatkan mikroorganisme dari ragi tempe yang
mengandung Rhizopus oligosporus. Kapang Rhizopus oligosporus berpeluang
meningkatkan hasil rendemen pada penyulingan nilam (Prasetya, 2014). Pada penelitian
Khasanah (2012) kapang Rhizopus oligosporus juga dapat meningkatkan hasil
rendemen pada minyak atsiri daun kayu manis. Pada penelitian pendahuluan diketahui
bahwa kulit jeruk yang difermentasikan dengan kapang Rhizopus oligosporus, aroma
lebih bertahan lama jika dibandingkan dengan kulit jeruk tanpa fermentasi. Selain itu,
kapang Rhizopus oligosporus juga bernilai ekonomis dan mudah untuk didapatkan
karena biasanya digunakan dalam pengolahan tempe. Fermentasi yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan dua metode yaitu fermentasi padat dan fermentasi cair
dengan tujuan untuk mengetahui metode fermentasi mana yang lebih tepat dalam
meningkatkan hasil rendemen minyak atsiri dengan bahan baku kulit jeruk.
Data suhu dan RH lingkungan diperlukan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan
dari kapang Rhizopus oligosporus agar dapat tumbuh. Samson, et al (1995) dalam
Wipradnyadewi (2005) menyatakan bahwa kapang Rhizopus oligosporus dapat tumbuh
pada suhu minimum 12C, suhu maksimum 42C, suhu optimum 30-35C (pada
pengolahan tempe). Rhizopus oligosporus dapat tumbuh pada kisaran RH 65-95% dan
pH kisaran 3,4-6 (Hidayat, 2006; Taufik, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut
kondisi lingkungan dan bahan baku pada penelitian (Tabel 1.) masih sesuai untuk
pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus, hanya pada perlakuan fermentasi cair pH
tidak sesuai diduga dikarenakan kulit jeruk yang direndam dalam air membuat air asam
sehingga pH fermentasi cair menjadi rendah.
4.2. Kualitas Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan
4.2.1. Uji Kuantitatif Kualitas Minyak Atsiri
Uji kuantitatif kualitas minyak atsiri yang diamati meliputi: bobot jenis, hasil
rendemen dan kelarutan dalam alkohol.
19
Tabel 2. Pengaruh Fermentasi terhadap Karakteristik Mutu dan Hasil Rendemen
Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar
perlakuan
Kontras
Parameter
Berat Rendemen
(gram)
Volume
Rendemen (ml)
Hasil
Rendemen (%)
Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat
Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30
a 0,08 0,28
a 0,02
Fermentasi Padat 1,33b 0,25 1,56
b 0,29 0,34
b 0,07
Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Cair
Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30
a 0,08 0,28
a 0,02
Fermentasi Cair 0,50b 0,10 0,58
b 0,11 0,12
b 0,02
Fermentasi Padat VS Fermentasi Cair
Fermentasi Padat 1,33a 0,25 1,56
a 0,29 0,34
a 0,02
Fermentasi Cair 0,50b 0,10 0,58
b 0,11 0,12
b 0,07
Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 2 Hari
Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30
a 0,08 0,28
a 0,02
Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30
a 0,00 0,28
a 0,00
Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 4 Hari
Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30
a 0,08 0,28
a 0,02
Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45
b 0,06 0,31
a 0,01
Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 6 Hari
Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30
a 0,08 0,28
a 0,02
Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93
b 0,15 0,42
b 0,03
Fermentasi Padat 2 Hari VS Fermentasi Padat 4 Hari
Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30
a 0,00 0,28
a 0,00
Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45
b 0,06 0,31
a 0,01
Fermentasi Padat 2 Hari VS Fermentasi Padat 6 Hari
Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30
a 0,00 0,28
a 0,00
Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93
b 0,15 0,42
b 0,03
Fermentasi Padat 4 Hari VS Fermentasi Padat 6 Hari
Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45
a 0,06 0,31
a 0,01
Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93
b 0,15 0,42
b 0,03
KV 9,38 9,12 9,22
20
4.2.1.1. Berat, Volume dan Bobot Jenis
Berat dan volume rendemen diperlukan untuk mengetahui nilai bobot jenis dan
hasil rendemen. Berat rendemen dan volume rendemen minyak atsiri akan
mempengaruhi nilai dari bobot jenis yang dihasilkan, dimana jika berat rendemen
minyak lebih besar dari nilai volume minyak maka nilai bobot jenis akan semakin besar,
sedangkan jika nilai volume minyak lebih besar dari berat rendemen minyak maka
bobot jenis yang diperoleh akan semakin kecil. Volume dan berat rendemen akan saling
mempengaruhi. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji kontras orthogonal
(Tabel 2.) dapat diketahui bahwa perlakuan fermentasi baik fermentasi padat maupun
fermentasi cair berpengaruh nyata terhadap berat rendemen (lampiran 1.) dan volume
rendemen (lampiran 2.) jika dibandingkan dengan kontrol yaitu perlakuan segar.
Berat rendemen perlakuan tanpa fermentasi (segar) jika dibandingkan dengan
fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata lebih rendah
terhadap fermentasi padat 6 hari sedangkan volume perlakuan segar (tanpa fermentasi)
jika dibandingkan dengan fermentasi padat 2 hari tidak berpengaruh nyata, tetapi
berpengaruh nyata lebih rendah terhadap perlakuan fermentasi padat 4 hari dan 6 hari.
Berat rendemen pada lama fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata tetapi
berbeda nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lama fermentasi padat 6
hari, sedangkan volume rendemen pada perlakuan fermentasi padat 2 hari berpengaruh
nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan fermentasi padat 4 hari dan 6
hari. Volume rendemen pada perlakuan fermentasi padat 4 hari berpengaruh nyata lebih
rendah terhadap perlakuan fermentasi 6 hari.
Pada umumnya, bobot jenis dapat ditentukan dengan alat yaitu piknometer dan
densimeter. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya digunakan perbandingan antara
bobot minyak dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama (25oC). Hal ini
dilakukan dikarenakan volume yang diperoleh tidak mampu mencukupi standar untuk
menggunakan alat piknometer atau densimeter. Bobot jenis suatu minyak akan
dipengaruhi oleh komponen penyusun minyak tersebut (Novalny, 2006). Semakin tinggi
komponen yang terkandung di dalam minyak maka semakin tinggi pula bobot jenis
yang diperoleh. Komponen utama dari minyak atsiri kulit jeruk adalah golongan
monoterpen yaitu senyawa limonen (Istianto, 2005) yang bermanfaat dalam bidang
21
kesehatan. Nilai bobot jenis minyak atsiri pada umumnya berkisar antara 0,696 – 1,188,
bobot jenis juga merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan
kemurnian minyak (Guenther, 1987).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa metode fermentasi dan
waktu fermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap bobot jenis (lampiran 3.)
minyak kulit jeruk manis (Citrus sinensis var. Baby Pacitan). Bobot jenis yang
diperoleh berkisar antara 0,8469 – 0,8579 dengan rata-rata total 0,8531 (Gambar 6.).
Pada penelitian ini, bobot jenis minyak atsiri kulit jeruk yang dihasilkan masih berada
pada kisaran bobot jenis minyak atsiri jeruk manis yaitu antara 0,8400 – 0,8900, bobot
jenis yang diperoleh akan dipengaruhi dari jenis dan varietas jeruk yang digunakan
sebagai bahan baku (Guenther, 1991) serta metode yang digunakan dalam pengambilan
minyak (Kurniawan, 2008).
4.2.1.2. Hasil Rendemen
Hasil rendemen akan dipengaruhi oleh berat rendemen yang diperoleh, dimana
semakin besar berat rendemen minyak maka semakin besar pula hasil rendemen yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji kontras orthogonal (Tabel 2.)
0,84
0,842
0,844
0,846
0,848
0,85
0,852
0,854
0,856
0,858
PO P1 P2 P3 P4 P5 P6
Bo
bo
t J
enis
Perlakuan
Gambar 1. Bobot Jenis Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi padat 4 hari (P2),
fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair
6 hari (P6).
22
dapat diketahui bahwa perlakuan metode fermentasi dan waktu fermentasi berpengaruh
terhadap hasil rendemen yang dihasilkan (lampiran 4.), baik fermentasi padat maupun
fermentasi cair jika dibandingkan dengan kontrol yaitu perlakuan segar (tanpa
fermentasi). Minyak atsiri dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh dan kantung minyak sehingga jika bahan baku dibiarkan utuh, minyak atsiri
hanya dapat diekstraksi jika uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan terdesak ke
permukaan (Guenther, 1987). Hal ini diduga pada perlakuan fermentasi bahan baku
kulit jeruk sudah lebih melunak dan memiliki pori yang lebih besar daripada tanpa
fermentasi, sehingga minyak atsiri akan lebih mudah keluar.
Hasil rendemen pada perlakuan fermentasi cair jika dibandingkan dengan
perlakuan tanpa fermentasi dan fermentasi padat berpengaruh nyata lebih rendah
(Tabel 2.). Hal ini diduga pada fermentasi cair merupakan kondisi yang tidak sesuai
bagi pertumbuhan kapang yaitu memiliki rata-rata pH dibawah 3,4 (Tabel 1.). Selain itu,
diduga pula pada perlakuan fermentasi cair kulit jeruk direndam dalam air membuat
kandungan airnya tinggi, hal tersebut mengakibatkan kulit jeruk yang sudah melunak
dan berpori mengeluarkan minyak atsiri yang bercampur dengan air rendaman dan
sebagian menguap, sementara air rendaman fermentasi tidak dipergunakan, sedangkan
pada fermentasi padat pH masih dalam rentan 3,4 – 6 yang menjadi syarat bagi
Rhizopus oligosporus untuk tetap dapat tumbuh baik (Tabel 1.) dan bahan baku tidak
direndam dalam air.
Hasil rendemen perlakuan tanpa fermentasi jika dibandingkan dengan
fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata terhadap
fermentasi padat 6 hari. Lama fermentasi padat 2 hari dan 4 hari memberikan hasil
rendemen yang secara nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lama
fermentasi padat 6 hari. Hal ini diduga semakin lama waktu fermentasi semakin lunak
bahan baku sehingga pori akan lebih besar dan memungkinkan minyak akan terdesak ke
permukaan saat proses distilasi dan menghasilkan hasil rendemen yang lebih tinggi.
Selain itu, diduga juga pada waktu 2 hari dan 4 hari merupakan fase awal (adaptasi)
sedangkan waktu 6 hari merupakan fase pertumbuhan eksponensial dan fase statis dari
pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus pada kulit jeruk. Hasil rendemen terbesar
ditunjukan pada perlakuan fermentasi padat 6 hari yaitu 0,42% (Tabel 2.) yang diduga
23
sebagai waktu pertumbuhan optimal untuk kapang tumbuh pada bahan baku kulit jeruk
(fase eksponensial) dan bahan baku pun sudah lebih lunak jika dibandingkan dengan
tanpa fermentasi, fermentasi padat 2 hari dan fermentasi padat 4 hari.
Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian Khasanah, dkk (2012) yang
menggunakan bahan baku daun kayu manis yang difermentasi dengan kapang Rhizopus
oligosporus selama 2, 4, dan 6 hari yang menunjukan bahwa hasil rendemen terbesar
ditunjukan pada perlakuan fermentasi padat dan fermentasi cair 4 hari. Hal ini diduga,
daun kayu manis dan kulit jeruk tidak memiliki karakteristik bahan yang sama, sehingga
kondisi dan waktu optimal kapang tumbuh pada kulit jeruk tidak sama dengan waktu
optimal kapang tumbuh pada daun kayu manis.
Hasil rendemen yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada di bawah
standar penelitian-penelitian tentang minyak atsiri kulit jeruk lainnya. Sikdar (2016)
menyatakan bahwa hasil rendemen minyak kulit jeruk yang optimum sebesar 2,4%. Hal
ini diduga pada penelitian ini bahan baku kulit jeruk berasal dari limbah sehingga
memungkinkan minyak atsiri mengalami oksidasi dan menguap sebelum diproses.
Dugaan terdebut juga diperkuat dengan pernyataan William (1996) dalam Adebisi
(2014) juga menyatakan bahwa hasil rendemen minyak atsiri bergantung pula pada
varietas dari kulit jeruk yang digunakan sebagai bahan baku. Selain itu, minyak yang
berasal dari tanaman yang dijemur akan cenderung memiliki hasil rendemen yang lebih
baik daripada tanpa dijemur atau dikeringkan di dalam oven (Asekun, 2006 dalam
Adebisi, 2014). Oleh karena itu, hasil rendemen minyak atsiri kemungkinan akan
meningkat jika dilakukan pengeringan terlebih dahulu, tetapi dengan melakukan
pengeringan juga akan mengurangi komponen senyawa yang terdapat dalam minyak
atsiri (Adebisi, 2014).
4.2.1.3. Kelarutan dalam Alkohol
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan antara banyaknya
minyak atsiri yang larut dengan pelarut alkohol, nilai kelarutan dalam alkohol pada
setiap minyak atsiri bersifat spesifik sehingga dapat digunakan untuk menentukan
kualitas dari minyak atsiri (Zulnelly, 2003). Pada umumnya, minyak atsiri akan larut
dalam alkohol dan pelarut organik, kurang larut dalam alkohol yang konsentrasi < 70%
24
dan jarang larut dalam air, maka kelarutan akan lebih mudah diketahui dengan
menggunakan alkohol pada tingkat konsentrasi tertentu (Guenther, 1987 dan Ketaren,
1985). Berdasarkan data analisis yang diperoleh bahwa minyak atsiri kulit jeruk manis
varietas Baby Pacitan, baik perlakuan segar dan fermentasi tidak larut dalam alkohol
70% sebesar 1 : 10 dan larut dalam alkohol 95% sebesar 1 : 3 (jernih) (Tabel 3.). Hal ini
diduga minyak atsiri kulit jeruk varietas Baby Pacitan mengandung senyawa terpena
yang tinggi, sehingga memudahkan terjadinya proses polimerisasi. Polimerisasi
merupakan reaksi pembentukkan senyawa polimer dari senyawa monomer.
Tabel 3. Kelarutan dalam Alkohol
Perlakuan
Kelarutan dalam
Alkohol
70% 95%
Segar (Tanpa
Fermentasi) 1:10
(TL) 1:3 (L)
Fermentasi Padat 2 Hari 1:10 (TL) 1:3
(L)
Fermentasi Padat 4 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)
Fermentasi Padat 6 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)
Fermentasi Cair 2 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)
Fermentasi Cair 4 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)
Fermentasi Cair 6 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)
Keterangan : TL (Tidak Larut); L (Larut)
Ketaren (1985) menyatakan bahwa proses polimerisasi akan mudah terjadi
terutama dalam minyak atsiri yang mengandung sejumlah besar terpena. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh cahaya, sinar dan air dalam minyak, akibatnya senyawa
polimer yang terbentuk akan menurunkan daya larut minyak dalam alkohol sehingga
diperlukan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Khasanah (2015) juga menyatakan
bahwa komponen kimia dalam minyak menentukan kelarutan minyak dalam alkohol.
Komponen utama dari minyak atsiri kulit jeruk adalah golongan monoterpen (Istianto,
2005). Monoterpen memiliki sifat tidak berwarna dan tidak larut dalam air (Robinson,
1963). Minyak atsiri yang mengandung senyawa terpena teroksigenasi akan lebih
25
mudah larut dalam alkohol daripada terpena tak teroksigenasi, dikarenakan senyawa
terpena tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar (Khasanah 2015).
4.2.2. Uji Organoleptik (Uji Deskripsi / Descriptive Test)
Analisis sensori atau pengujian organoleptik sudah ada sejak manusia mulai
menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu produk, karena itu
selera manusia sangat menentukan dalam penerimaan nilai suatu produk.
Uji organoleptik dapat dikatakan unik dan berbeda dengan pengujian menggunakan
analisis kimia, karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai objek analisis tetapi juga
sebagai alat penentu dalam hasil data yang diperoleh (Setyaningsih, 2010).
Pada penelitian ini, objek yang menjadi sampel untuk dilakukan uji organoleptik
dengan uji deskripsi / descriptive test yaitu pada minyak atsiri kulit jeruk varietas Baby
Pacitan yang didapatkan melalui metode distilasi uap air dengan perlakuan segar dan
lama fermentasi yang berjumlah 7 sampel perlakuan antara lain: tanpa fermentasi (P0) ,
fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3),
fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).
Tabel 4. Warna dan Aroma Minyak Atsiri
Perlakuan Parameter
Warna Aroma
Segar (Tanpa Fermentasi) Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**
Fermentasi Padat 2 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**
Fermentasi Padat 4 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*
Fermentasi Padat 6 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*
Fermentasi Cair 2 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**
Fermentasi Cair 4 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*
Fermentasi Cair 6 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*
Keterangan : ** (aroma khas jeruk kuat); * (aroma khas jeruk tersamarkan /
tercampur dengan aroma lain)
26
4.2.2.1. Warna
Hasil uji organoleptik (uji deskripsi / descriptive test) (Tabel 4) menunjukkan
minyak atsiri kulit jeruk var. Baby Pacitan berwarna kuning muda (Gambar 7a.) sampai
tidak berwarna (Gambar 7b.). Christine (2013) menyatakan bahwa metode pengambilan
minyak atsiri akan berpengaruh terhadap warna, dimana warna dari minyak atsiri dari
proses cold press cenderung lebih gelap daripada hasil minyak atsiri yang diperoleh dari
proses distilasi. Selain itu, cara penyimpanan juga akan berpengaruh terhadap warna
dikarenakan minyak atsiri sangat mudah teroksidasi dan membentuk resin yang
menyebabkan warna menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, untuk mencegah perubahan
warna minyak atsiri dapat disimpan dalam botol berwarna gelap (Kardinan, 2003 dalam
Wahyuni, 2016).
Warna dari minyak atsiri dari proses distilasi akan menghasilkan warna yang
cenderung lebih muda dan semakin lama penyimpanan warna minyak atsiri akan
cenderung lebih gelap. Oleh karena itu, proses fermentasi tidak terlalu berpengaruh
terhadap warna pada minyak atsiri, hanya saja minyak atsiri yang dihasilkan dari
Gambar 2. Warna Minyak Atsiri Kulit Jeruk; (a) Kuning Muda; (b) Bening /
Tidak Berwarna
27
perlakuan fermentasi cenderung memiliki warna yang lebih kuning daripada perlakuan
tanpa fermentasi (segar) (Gambar 8.)(lampiran 5.)
4.2.2.2. Aroma
Hasil uji organoleptik (uji deskripsi / descriptive test) menunjukkan minyak
atsiri kulit jeruk var. Baby Pacitan, baik perlakuan tanpa fermentasi maupun perlakuan
fermentasi memiliki aroma khas jeruk pada umumnya, hanya saja ada aroma yang
sangat kuat dan ada yang hanya tercium sesaat (Tabel 4.). Setyaningsih (2010)
menyatakan bahwa aroma merupakan sifat sensori yang sangat sulit untuk
diklasifikasikan dan dijelaskan karena keragamannya yang begitu besar, sehingga aroma
biasanya diasosiasikan dengan bau produk atau senyawa tertentu seperti bau jeruk.
Setiap varietas jeruk memiliki aroma yang berbeda dikarenakan komposisi kandungan
senyawa yang berbeda. Akan tetapi, pada umumnya aroma jeruk memiliki fungsi untuk
menstabilkan sistem saraf, menimbulkan perasaan senang dan tenang, meningkatkan
nafsu makan, dan penyembuhan penyakit (Istianto, 2014).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
PO P1 P2 P3 P4 P5 P6
% R
esp
on
Pa
nel
is
Warna Minyak Atsiri Kulit Jeruk var. Baby Pacitan
Kuning Tua
Kuning
Kuning Muda
Tidak Berwarna
Gambar 3. Uji Organoleptik Warna Minyak Atsiri
Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi
padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi
cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).
28
Komponen yang terkandung dalam bahan baku yang digunakan akan
mempengaruhi aroma yang ditimbulkan. Selain itu, umur bahan baku juga akan
mempengaruhi aroma dikarenakan bahan baku yang terlalu lama pastinya akan
menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan mempengaruhi aroma minyak yang
dihasilkan. Oleh karena itu, proses fermentasi sangat berpengaruh terhadap aroma pada
minyak atsiri.
Berdasarkan uji yang dilakukan (Gambar 9.)(lampiran 6.) dapat diketahui
semakin lama waktu fermentasi maka aroma yang dihasilkan semakin berbau kurang
sedap atau tidak harum (tidak beraroma khas jeruk). Lama waktu fermentasi 2 hari
memiliki presentase tidak harum yang kecil tidak berbeda jauh dengan perlakuan segar.
Hal ini diduga, umur bahan baku terlalu lama dan mulai membusuk, sedangkan diduga
Rhizopus oligosporus hanya mampu mempertahankan aroma bahan baku dalam lama
waktu tertentu.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6
% R
esp
on
Pa
nel
is
Aroma Minyak Atsiri Kulit Jeruk var. Baby Pacitan
Harum
Tidak Harum
Gambar 4. Uji Organoleptik Aroma Minyak Atsiri
Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi
padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi
cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).