12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perlakuan Fermentasi, Proses Distilasi dan Pengamatan Selintas Pada penelitian ini, kulit jeruk yang digunakan yaitu jeruk manis (Citrus sinensis var. Baby Pacitan). Kulit jeruk yang digunakan berasal dari limbah kulit jeruk yang tidak termanfaatkan dari pedagang sari buah jeruk di Gua Maria Kerep Ambarawa. Kulit jeruk yang telah dibersihkan dipotong menjadi bentuk yang lebih kecil. Pemotongan menjadi ukuran yang lebih kecil memungkinkan kelenjar minyak lebih terbuka Guenther (1987). Selain itu juga bertujuan untuk mempermudah meletakkan kulit jeruk pada panci distilasi sehingga kapasitas yang dapat ditampung lebih banyak. Tabel 1. Kondisi Lingkungan dan Bahan Baku dalam Penelitian Perlakuan Rata-rata Suhu Lingkungan (C) Rata-rata RH Lingkungan Rata-rata pH Perlakuan Rata-rata Perlakuan (C) Segar (Tanpa Fermentasi) Fermentasi Padat 2 Hari Fermentasi Padat 4 Hari Fermentasi Padat 6 Hari Fermentasi Cair 2 Hari Fermentasi Cair 4 Hari Fermentasi Cair 6 Hari 26 26 26 26 26 26 26 92 92 92 92 92 92 92 5 4 4 4 3,5 3 3 25 25 26 25 26 25 26 Sumber: Pengamatan Peneliti Daulay (1992) menyatakan bahwa telah banyak hasil penelitian mengungkapkan bahan yang terfermentasi akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya rasa dan aroma. Berdasarkan beberapa penelitian pun juga menyatakan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan hasil rendemen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perlakuan Fermentasi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11920/4/T1_512012030_BAB IV... · Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji

  • Upload
    haphuc

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perlakuan Fermentasi, Proses Distilasi dan Pengamatan Selintas

Pada penelitian ini, kulit jeruk yang digunakan yaitu jeruk manis (Citrus sinensis

var. Baby Pacitan). Kulit jeruk yang digunakan berasal dari limbah kulit jeruk yang

tidak termanfaatkan dari pedagang sari buah jeruk di Gua Maria Kerep Ambarawa.

Kulit jeruk yang telah dibersihkan dipotong menjadi bentuk yang lebih kecil.

Pemotongan menjadi ukuran yang lebih kecil memungkinkan kelenjar minyak lebih

terbuka Guenther (1987). Selain itu juga bertujuan untuk mempermudah meletakkan

kulit jeruk pada panci distilasi sehingga kapasitas yang dapat ditampung lebih banyak.

Tabel 1. Kondisi Lingkungan dan Bahan Baku dalam Penelitian

Perlakuan

Rata-rata Suhu

Lingkungan

(C)

Rata-rata

RH

Lingkungan

Rata-rata pH

Perlakuan

Rata-rata

Perlakuan (C)

Segar (Tanpa

Fermentasi)

Fermentasi Padat 2 Hari

Fermentasi Padat 4 Hari

Fermentasi Padat 6 Hari

Fermentasi Cair 2 Hari

Fermentasi Cair 4 Hari

Fermentasi Cair 6 Hari

26

26

26

26

26

26

26

92

92

92

92

92

92

92

5

4

4

4

3,5

3

3

25

25

26

25

26

25

26

Sumber: Pengamatan Peneliti

Daulay (1992) menyatakan bahwa telah banyak hasil penelitian mengungkapkan

bahan yang terfermentasi akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang

menguntungkan seperti terbentuknya rasa dan aroma. Berdasarkan beberapa penelitian

pun juga menyatakan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan hasil rendemen

18

bahan tanaman dalam pengolahan minyak atsiri. Proses fermentasi sebagai perlakuan

pendahuluan bertujuan untuk memecahkan sel – sel minyak (Sumitra, 2003).

Perlakuan fermentasi dengan memanfaatkan mikroorganisme dari ragi tempe yang

mengandung Rhizopus oligosporus. Kapang Rhizopus oligosporus berpeluang

meningkatkan hasil rendemen pada penyulingan nilam (Prasetya, 2014). Pada penelitian

Khasanah (2012) kapang Rhizopus oligosporus juga dapat meningkatkan hasil

rendemen pada minyak atsiri daun kayu manis. Pada penelitian pendahuluan diketahui

bahwa kulit jeruk yang difermentasikan dengan kapang Rhizopus oligosporus, aroma

lebih bertahan lama jika dibandingkan dengan kulit jeruk tanpa fermentasi. Selain itu,

kapang Rhizopus oligosporus juga bernilai ekonomis dan mudah untuk didapatkan

karena biasanya digunakan dalam pengolahan tempe. Fermentasi yang dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan dua metode yaitu fermentasi padat dan fermentasi cair

dengan tujuan untuk mengetahui metode fermentasi mana yang lebih tepat dalam

meningkatkan hasil rendemen minyak atsiri dengan bahan baku kulit jeruk.

Data suhu dan RH lingkungan diperlukan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan

dari kapang Rhizopus oligosporus agar dapat tumbuh. Samson, et al (1995) dalam

Wipradnyadewi (2005) menyatakan bahwa kapang Rhizopus oligosporus dapat tumbuh

pada suhu minimum 12C, suhu maksimum 42C, suhu optimum 30-35C (pada

pengolahan tempe). Rhizopus oligosporus dapat tumbuh pada kisaran RH 65-95% dan

pH kisaran 3,4-6 (Hidayat, 2006; Taufik, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut

kondisi lingkungan dan bahan baku pada penelitian (Tabel 1.) masih sesuai untuk

pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus, hanya pada perlakuan fermentasi cair pH

tidak sesuai diduga dikarenakan kulit jeruk yang direndam dalam air membuat air asam

sehingga pH fermentasi cair menjadi rendah.

4.2. Kualitas Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan

4.2.1. Uji Kuantitatif Kualitas Minyak Atsiri

Uji kuantitatif kualitas minyak atsiri yang diamati meliputi: bobot jenis, hasil

rendemen dan kelarutan dalam alkohol.

19

Tabel 2. Pengaruh Fermentasi terhadap Karakteristik Mutu dan Hasil Rendemen

Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata antar

perlakuan

Kontras

Parameter

Berat Rendemen

(gram)

Volume

Rendemen (ml)

Hasil

Rendemen (%)

Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat

Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30

a 0,08 0,28

a 0,02

Fermentasi Padat 1,33b 0,25 1,56

b 0,29 0,34

b 0,07

Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Cair

Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30

a 0,08 0,28

a 0,02

Fermentasi Cair 0,50b 0,10 0,58

b 0,11 0,12

b 0,02

Fermentasi Padat VS Fermentasi Cair

Fermentasi Padat 1,33a 0,25 1,56

a 0,29 0,34

a 0,02

Fermentasi Cair 0,50b 0,10 0,58

b 0,11 0,12

b 0,07

Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 2 Hari

Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30

a 0,08 0,28

a 0,02

Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30

a 0,00 0,28

a 0,00

Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 4 Hari

Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30

a 0,08 0,28

a 0,02

Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45

b 0,06 0,31

a 0,01

Segar (Tanpa Fermentasi) VS Fermentasi Padat 6 Hari

Segar (Tanpa Fermentasi) 1,11a 0,06 1,30

a 0,08 0,28

a 0,02

Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93

b 0,15 0,42

b 0,03

Fermentasi Padat 2 Hari VS Fermentasi Padat 4 Hari

Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30

a 0,00 0,28

a 0,00

Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45

b 0,06 0,31

a 0,01

Fermentasi Padat 2 Hari VS Fermentasi Padat 6 Hari

Fermentasi Padat 2 Hari 1,11a 0,01 1,30

a 0,00 0,28

a 0,00

Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93

b 0,15 0,42

b 0,03

Fermentasi Padat 4 Hari VS Fermentasi Padat 6 Hari

Fermentasi Padat 4 Hari 1,23a 0,06 1,45

a 0,06 0,31

a 0,01

Fermentasi Padat 6 Hari 1,65b 0,14 1,93

b 0,15 0,42

b 0,03

KV 9,38 9,12 9,22

20

4.2.1.1. Berat, Volume dan Bobot Jenis

Berat dan volume rendemen diperlukan untuk mengetahui nilai bobot jenis dan

hasil rendemen. Berat rendemen dan volume rendemen minyak atsiri akan

mempengaruhi nilai dari bobot jenis yang dihasilkan, dimana jika berat rendemen

minyak lebih besar dari nilai volume minyak maka nilai bobot jenis akan semakin besar,

sedangkan jika nilai volume minyak lebih besar dari berat rendemen minyak maka

bobot jenis yang diperoleh akan semakin kecil. Volume dan berat rendemen akan saling

mempengaruhi. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji kontras orthogonal

(Tabel 2.) dapat diketahui bahwa perlakuan fermentasi baik fermentasi padat maupun

fermentasi cair berpengaruh nyata terhadap berat rendemen (lampiran 1.) dan volume

rendemen (lampiran 2.) jika dibandingkan dengan kontrol yaitu perlakuan segar.

Berat rendemen perlakuan tanpa fermentasi (segar) jika dibandingkan dengan

fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata lebih rendah

terhadap fermentasi padat 6 hari sedangkan volume perlakuan segar (tanpa fermentasi)

jika dibandingkan dengan fermentasi padat 2 hari tidak berpengaruh nyata, tetapi

berpengaruh nyata lebih rendah terhadap perlakuan fermentasi padat 4 hari dan 6 hari.

Berat rendemen pada lama fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata tetapi

berbeda nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lama fermentasi padat 6

hari, sedangkan volume rendemen pada perlakuan fermentasi padat 2 hari berpengaruh

nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan fermentasi padat 4 hari dan 6

hari. Volume rendemen pada perlakuan fermentasi padat 4 hari berpengaruh nyata lebih

rendah terhadap perlakuan fermentasi 6 hari.

Pada umumnya, bobot jenis dapat ditentukan dengan alat yaitu piknometer dan

densimeter. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya digunakan perbandingan antara

bobot minyak dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama (25oC). Hal ini

dilakukan dikarenakan volume yang diperoleh tidak mampu mencukupi standar untuk

menggunakan alat piknometer atau densimeter. Bobot jenis suatu minyak akan

dipengaruhi oleh komponen penyusun minyak tersebut (Novalny, 2006). Semakin tinggi

komponen yang terkandung di dalam minyak maka semakin tinggi pula bobot jenis

yang diperoleh. Komponen utama dari minyak atsiri kulit jeruk adalah golongan

monoterpen yaitu senyawa limonen (Istianto, 2005) yang bermanfaat dalam bidang

21

kesehatan. Nilai bobot jenis minyak atsiri pada umumnya berkisar antara 0,696 – 1,188,

bobot jenis juga merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan

kemurnian minyak (Guenther, 1987).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa metode fermentasi dan

waktu fermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap bobot jenis (lampiran 3.)

minyak kulit jeruk manis (Citrus sinensis var. Baby Pacitan). Bobot jenis yang

diperoleh berkisar antara 0,8469 – 0,8579 dengan rata-rata total 0,8531 (Gambar 6.).

Pada penelitian ini, bobot jenis minyak atsiri kulit jeruk yang dihasilkan masih berada

pada kisaran bobot jenis minyak atsiri jeruk manis yaitu antara 0,8400 – 0,8900, bobot

jenis yang diperoleh akan dipengaruhi dari jenis dan varietas jeruk yang digunakan

sebagai bahan baku (Guenther, 1991) serta metode yang digunakan dalam pengambilan

minyak (Kurniawan, 2008).

4.2.1.2. Hasil Rendemen

Hasil rendemen akan dipengaruhi oleh berat rendemen yang diperoleh, dimana

semakin besar berat rendemen minyak maka semakin besar pula hasil rendemen yang

dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji kontras orthogonal (Tabel 2.)

0,84

0,842

0,844

0,846

0,848

0,85

0,852

0,854

0,856

0,858

PO P1 P2 P3 P4 P5 P6

Bo

bo

t J

enis

Perlakuan

Gambar 1. Bobot Jenis Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis var. Baby Pacitan Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi padat 4 hari (P2),

fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair

6 hari (P6).

22

dapat diketahui bahwa perlakuan metode fermentasi dan waktu fermentasi berpengaruh

terhadap hasil rendemen yang dihasilkan (lampiran 4.), baik fermentasi padat maupun

fermentasi cair jika dibandingkan dengan kontrol yaitu perlakuan segar (tanpa

fermentasi). Minyak atsiri dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-

pembuluh dan kantung minyak sehingga jika bahan baku dibiarkan utuh, minyak atsiri

hanya dapat diekstraksi jika uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan terdesak ke

permukaan (Guenther, 1987). Hal ini diduga pada perlakuan fermentasi bahan baku

kulit jeruk sudah lebih melunak dan memiliki pori yang lebih besar daripada tanpa

fermentasi, sehingga minyak atsiri akan lebih mudah keluar.

Hasil rendemen pada perlakuan fermentasi cair jika dibandingkan dengan

perlakuan tanpa fermentasi dan fermentasi padat berpengaruh nyata lebih rendah

(Tabel 2.). Hal ini diduga pada fermentasi cair merupakan kondisi yang tidak sesuai

bagi pertumbuhan kapang yaitu memiliki rata-rata pH dibawah 3,4 (Tabel 1.). Selain itu,

diduga pula pada perlakuan fermentasi cair kulit jeruk direndam dalam air membuat

kandungan airnya tinggi, hal tersebut mengakibatkan kulit jeruk yang sudah melunak

dan berpori mengeluarkan minyak atsiri yang bercampur dengan air rendaman dan

sebagian menguap, sementara air rendaman fermentasi tidak dipergunakan, sedangkan

pada fermentasi padat pH masih dalam rentan 3,4 – 6 yang menjadi syarat bagi

Rhizopus oligosporus untuk tetap dapat tumbuh baik (Tabel 1.) dan bahan baku tidak

direndam dalam air.

Hasil rendemen perlakuan tanpa fermentasi jika dibandingkan dengan

fermentasi padat 2 hari dan 4 hari tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata terhadap

fermentasi padat 6 hari. Lama fermentasi padat 2 hari dan 4 hari memberikan hasil

rendemen yang secara nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lama

fermentasi padat 6 hari. Hal ini diduga semakin lama waktu fermentasi semakin lunak

bahan baku sehingga pori akan lebih besar dan memungkinkan minyak akan terdesak ke

permukaan saat proses distilasi dan menghasilkan hasil rendemen yang lebih tinggi.

Selain itu, diduga juga pada waktu 2 hari dan 4 hari merupakan fase awal (adaptasi)

sedangkan waktu 6 hari merupakan fase pertumbuhan eksponensial dan fase statis dari

pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus pada kulit jeruk. Hasil rendemen terbesar

ditunjukan pada perlakuan fermentasi padat 6 hari yaitu 0,42% (Tabel 2.) yang diduga

23

sebagai waktu pertumbuhan optimal untuk kapang tumbuh pada bahan baku kulit jeruk

(fase eksponensial) dan bahan baku pun sudah lebih lunak jika dibandingkan dengan

tanpa fermentasi, fermentasi padat 2 hari dan fermentasi padat 4 hari.

Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian Khasanah, dkk (2012) yang

menggunakan bahan baku daun kayu manis yang difermentasi dengan kapang Rhizopus

oligosporus selama 2, 4, dan 6 hari yang menunjukan bahwa hasil rendemen terbesar

ditunjukan pada perlakuan fermentasi padat dan fermentasi cair 4 hari. Hal ini diduga,

daun kayu manis dan kulit jeruk tidak memiliki karakteristik bahan yang sama, sehingga

kondisi dan waktu optimal kapang tumbuh pada kulit jeruk tidak sama dengan waktu

optimal kapang tumbuh pada daun kayu manis.

Hasil rendemen yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada di bawah

standar penelitian-penelitian tentang minyak atsiri kulit jeruk lainnya. Sikdar (2016)

menyatakan bahwa hasil rendemen minyak kulit jeruk yang optimum sebesar 2,4%. Hal

ini diduga pada penelitian ini bahan baku kulit jeruk berasal dari limbah sehingga

memungkinkan minyak atsiri mengalami oksidasi dan menguap sebelum diproses.

Dugaan terdebut juga diperkuat dengan pernyataan William (1996) dalam Adebisi

(2014) juga menyatakan bahwa hasil rendemen minyak atsiri bergantung pula pada

varietas dari kulit jeruk yang digunakan sebagai bahan baku. Selain itu, minyak yang

berasal dari tanaman yang dijemur akan cenderung memiliki hasil rendemen yang lebih

baik daripada tanpa dijemur atau dikeringkan di dalam oven (Asekun, 2006 dalam

Adebisi, 2014). Oleh karena itu, hasil rendemen minyak atsiri kemungkinan akan

meningkat jika dilakukan pengeringan terlebih dahulu, tetapi dengan melakukan

pengeringan juga akan mengurangi komponen senyawa yang terdapat dalam minyak

atsiri (Adebisi, 2014).

4.2.1.3. Kelarutan dalam Alkohol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan antara banyaknya

minyak atsiri yang larut dengan pelarut alkohol, nilai kelarutan dalam alkohol pada

setiap minyak atsiri bersifat spesifik sehingga dapat digunakan untuk menentukan

kualitas dari minyak atsiri (Zulnelly, 2003). Pada umumnya, minyak atsiri akan larut

dalam alkohol dan pelarut organik, kurang larut dalam alkohol yang konsentrasi < 70%

24

dan jarang larut dalam air, maka kelarutan akan lebih mudah diketahui dengan

menggunakan alkohol pada tingkat konsentrasi tertentu (Guenther, 1987 dan Ketaren,

1985). Berdasarkan data analisis yang diperoleh bahwa minyak atsiri kulit jeruk manis

varietas Baby Pacitan, baik perlakuan segar dan fermentasi tidak larut dalam alkohol

70% sebesar 1 : 10 dan larut dalam alkohol 95% sebesar 1 : 3 (jernih) (Tabel 3.). Hal ini

diduga minyak atsiri kulit jeruk varietas Baby Pacitan mengandung senyawa terpena

yang tinggi, sehingga memudahkan terjadinya proses polimerisasi. Polimerisasi

merupakan reaksi pembentukkan senyawa polimer dari senyawa monomer.

Tabel 3. Kelarutan dalam Alkohol

Perlakuan

Kelarutan dalam

Alkohol

70% 95%

Segar (Tanpa

Fermentasi) 1:10

(TL) 1:3 (L)

Fermentasi Padat 2 Hari 1:10 (TL) 1:3

(L)

Fermentasi Padat 4 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)

Fermentasi Padat 6 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)

Fermentasi Cair 2 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)

Fermentasi Cair 4 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)

Fermentasi Cair 6 Hari 1:10 (TL) 1:3 (L)

Keterangan : TL (Tidak Larut); L (Larut)

Ketaren (1985) menyatakan bahwa proses polimerisasi akan mudah terjadi

terutama dalam minyak atsiri yang mengandung sejumlah besar terpena. Hal tersebut

disebabkan oleh pengaruh cahaya, sinar dan air dalam minyak, akibatnya senyawa

polimer yang terbentuk akan menurunkan daya larut minyak dalam alkohol sehingga

diperlukan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Khasanah (2015) juga menyatakan

bahwa komponen kimia dalam minyak menentukan kelarutan minyak dalam alkohol.

Komponen utama dari minyak atsiri kulit jeruk adalah golongan monoterpen (Istianto,

2005). Monoterpen memiliki sifat tidak berwarna dan tidak larut dalam air (Robinson,

1963). Minyak atsiri yang mengandung senyawa terpena teroksigenasi akan lebih

25

mudah larut dalam alkohol daripada terpena tak teroksigenasi, dikarenakan senyawa

terpena tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar (Khasanah 2015).

4.2.2. Uji Organoleptik (Uji Deskripsi / Descriptive Test)

Analisis sensori atau pengujian organoleptik sudah ada sejak manusia mulai

menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu produk, karena itu

selera manusia sangat menentukan dalam penerimaan nilai suatu produk.

Uji organoleptik dapat dikatakan unik dan berbeda dengan pengujian menggunakan

analisis kimia, karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai objek analisis tetapi juga

sebagai alat penentu dalam hasil data yang diperoleh (Setyaningsih, 2010).

Pada penelitian ini, objek yang menjadi sampel untuk dilakukan uji organoleptik

dengan uji deskripsi / descriptive test yaitu pada minyak atsiri kulit jeruk varietas Baby

Pacitan yang didapatkan melalui metode distilasi uap air dengan perlakuan segar dan

lama fermentasi yang berjumlah 7 sampel perlakuan antara lain: tanpa fermentasi (P0) ,

fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3),

fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).

Tabel 4. Warna dan Aroma Minyak Atsiri

Perlakuan Parameter

Warna Aroma

Segar (Tanpa Fermentasi) Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**

Fermentasi Padat 2 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**

Fermentasi Padat 4 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*

Fermentasi Padat 6 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*

Fermentasi Cair 2 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk**

Fermentasi Cair 4 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*

Fermentasi Cair 6 Hari Kuning Muda – Tidak Berwarna Khas Jeruk*

Keterangan : ** (aroma khas jeruk kuat); * (aroma khas jeruk tersamarkan /

tercampur dengan aroma lain)

26

4.2.2.1. Warna

Hasil uji organoleptik (uji deskripsi / descriptive test) (Tabel 4) menunjukkan

minyak atsiri kulit jeruk var. Baby Pacitan berwarna kuning muda (Gambar 7a.) sampai

tidak berwarna (Gambar 7b.). Christine (2013) menyatakan bahwa metode pengambilan

minyak atsiri akan berpengaruh terhadap warna, dimana warna dari minyak atsiri dari

proses cold press cenderung lebih gelap daripada hasil minyak atsiri yang diperoleh dari

proses distilasi. Selain itu, cara penyimpanan juga akan berpengaruh terhadap warna

dikarenakan minyak atsiri sangat mudah teroksidasi dan membentuk resin yang

menyebabkan warna menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, untuk mencegah perubahan

warna minyak atsiri dapat disimpan dalam botol berwarna gelap (Kardinan, 2003 dalam

Wahyuni, 2016).

Warna dari minyak atsiri dari proses distilasi akan menghasilkan warna yang

cenderung lebih muda dan semakin lama penyimpanan warna minyak atsiri akan

cenderung lebih gelap. Oleh karena itu, proses fermentasi tidak terlalu berpengaruh

terhadap warna pada minyak atsiri, hanya saja minyak atsiri yang dihasilkan dari

Gambar 2. Warna Minyak Atsiri Kulit Jeruk; (a) Kuning Muda; (b) Bening /

Tidak Berwarna

27

perlakuan fermentasi cenderung memiliki warna yang lebih kuning daripada perlakuan

tanpa fermentasi (segar) (Gambar 8.)(lampiran 5.)

4.2.2.2. Aroma

Hasil uji organoleptik (uji deskripsi / descriptive test) menunjukkan minyak

atsiri kulit jeruk var. Baby Pacitan, baik perlakuan tanpa fermentasi maupun perlakuan

fermentasi memiliki aroma khas jeruk pada umumnya, hanya saja ada aroma yang

sangat kuat dan ada yang hanya tercium sesaat (Tabel 4.). Setyaningsih (2010)

menyatakan bahwa aroma merupakan sifat sensori yang sangat sulit untuk

diklasifikasikan dan dijelaskan karena keragamannya yang begitu besar, sehingga aroma

biasanya diasosiasikan dengan bau produk atau senyawa tertentu seperti bau jeruk.

Setiap varietas jeruk memiliki aroma yang berbeda dikarenakan komposisi kandungan

senyawa yang berbeda. Akan tetapi, pada umumnya aroma jeruk memiliki fungsi untuk

menstabilkan sistem saraf, menimbulkan perasaan senang dan tenang, meningkatkan

nafsu makan, dan penyembuhan penyakit (Istianto, 2014).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

PO P1 P2 P3 P4 P5 P6

% R

esp

on

Pa

nel

is

Warna Minyak Atsiri Kulit Jeruk var. Baby Pacitan

Kuning Tua

Kuning

Kuning Muda

Tidak Berwarna

Gambar 3. Uji Organoleptik Warna Minyak Atsiri

Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi

padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi

cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).

28

Komponen yang terkandung dalam bahan baku yang digunakan akan

mempengaruhi aroma yang ditimbulkan. Selain itu, umur bahan baku juga akan

mempengaruhi aroma dikarenakan bahan baku yang terlalu lama pastinya akan

menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan mempengaruhi aroma minyak yang

dihasilkan. Oleh karena itu, proses fermentasi sangat berpengaruh terhadap aroma pada

minyak atsiri.

Berdasarkan uji yang dilakukan (Gambar 9.)(lampiran 6.) dapat diketahui

semakin lama waktu fermentasi maka aroma yang dihasilkan semakin berbau kurang

sedap atau tidak harum (tidak beraroma khas jeruk). Lama waktu fermentasi 2 hari

memiliki presentase tidak harum yang kecil tidak berbeda jauh dengan perlakuan segar.

Hal ini diduga, umur bahan baku terlalu lama dan mulai membusuk, sedangkan diduga

Rhizopus oligosporus hanya mampu mempertahankan aroma bahan baku dalam lama

waktu tertentu.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

% R

esp

on

Pa

nel

is

Aroma Minyak Atsiri Kulit Jeruk var. Baby Pacitan

Harum

Tidak Harum

Gambar 4. Uji Organoleptik Aroma Minyak Atsiri

Keterangan : segar / tanpa fermentasi (P0) , fermentasi padat 2 hari (P1), fermentasi

padat 4 hari (P2), fermentasi padat 6 hari (P3), fermentasi cair 2 hari (P4), fermentasi

cair 4 hari (P5) dan fermentasi cair 6 hari (P6).