26
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tindakan Medis yang di Kategorikan Sebagai Malpraktek Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya melanggar hukum dalam UndangUndang dan tidak dibenarkan, hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Sehubungan dengan hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan apabila ada orang yang dijatuhi pidana padahal ia sama sekali tidak bersalah. Orang tidak mungkin dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, akan tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, dia tidak selalu dapat dipidana sehingga apa yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap kejahatan malpraktek ini dapatlah dikenakan sanksi pidana penjara, seperti halnya tindak pidana pemalsuan yang sebagaimana diatur dalam pasal, sebagai berikut : a. Kejahatan Terhadap Pemalsuan Pasal 267 KUHP (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun Pasal 267 KUHP di atas memang pasal khusus yang hanya dikenakan bagi dokter. Maksudnya yaitu hanya orang tertentu yang mempunyai sifat atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tindakan Medis yang di …eprints.ung.ac.id/1718/9/2013-2-74201-271409147-bab4-09012014072214.pdfMengenai Transplantasi Organ Pasal 64 (1) Penyembuhan

  • Upload
    habao

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tindakan Medis yang di Kategorikan Sebagai Malpraktek

Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.

Jadi meskipun perbuatannya melanggar hukum dalam Undang–Undang dan

tidak dibenarkan, hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan

pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang

yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah.

Sehubungan dengan hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan

apabila ada orang yang dijatuhi pidana padahal ia sama sekali tidak bersalah.

Orang tidak mungkin dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan perbuatan

pidana, akan tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, dia tidak selalu

dapat dipidana sehingga apa yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap

kejahatan malpraktek ini dapatlah dikenakan sanksi pidana penjara, seperti

halnya tindak pidana pemalsuan yang sebagaimana diatur dalam pasal,

sebagai berikut :

a. Kejahatan Terhadap Pemalsuan Pasal 267 KUHP

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu

tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam

dengan pidana penjara paling lama empat tahun Pasal 267 KUHP di

atas memang pasal khusus yang hanya dikenakan bagi dokter.

Maksudnya yaitu hanya orang tertentu yang mempunyai sifat atau

39

kualitas pribadi sebagai dokter saja yang dapat dijadikan subjek

hukum yang melakukan kejahatan pemalsuan ini. Agar rumusan Pasal

267 ini bisa dikenakan kepada dokter, unsur sengaja harus terpenuhi,

karena bisa saja terjadi dokter salah dalam menentukan diagnosa,

sehingga salah pula dalam menerbitkan surat keterangan yang

dibuatnya. Saran penulis terhadap pasal ini sebaiknya dimasukkan

juga unsur kelalaian yang dilakukan oleh dokter.

b. Pengguguran Kandungan

Pengguguran kandungan terdapat di dalam Pasal 299, 346, 348 dan

pasal 349 KUHP. Sebagai salah satu contoh dapat dilihat dalam : Pasal

299 (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang pasien atau

menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan

harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan

,diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak tiga ribu rupiah.

Ketentuan ini sebetulnya membuat dilemma dan menimbulkan

ketakutan bagi dokter karena apabila ada indikasi medis dimana dalam

keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa Ibu hamil , mengharuskan

menggugurkan kandungan ibu hamil tersebut, oleh karena itu menurut

penulis sebaiknya ketentuan ini diberi pengecualian bagi dokter apabila

ada indikasi medis, dengan demikian dapat memberikan rasa tenang

atau nyaman bagi dokter di dalam melaksanakan tugasnya

40

menyelamatkan nyawa pasien dan untuk menghindari tuduhan adanya

malpraktik kedokteran.

c. Tentang Penganiayaan Pasal 351

( 1 ) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah

( 2 ) Jika Perbuatan mengakibatkan luka – luka berat yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama lma tahun.

( 3 ) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama

tujuh tahun Dalam praktik hukum mengenai masalah yang

berhubungan dengan kesehatan dipersoalkan juga tentang akibat

rasa sakit sebagai satu–satunya tujuan penganiayaan, artinya jika

rasa sakit yang disadari itu tidak dapat dihindari, dalam upaya

mencapai tujuan yang patut, misalnya dokter menyunat anak,

dimana maksud mencapai tujuan yang lebih patut dan timbul rasa

sakit tidak dapat dihindari maka bukan termasuk penganiayaan.

d. Kejahatan Terhadap Nyawa

Pasal – pasal kejahatan terhadap nyawa yang dapat dikaitkan

dengan Euthanasia yaitu Pasal 338, 340 , 344, 345 , 359 KUHP jika

dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai upaya penanggulangan

tindak pidana malpraktik di Indonesia menegaskan bahwa euthanasia

baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang.

Berdasarkan Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

kesehatan,bahwa:

41

a. Berkaitan dengan Kelalaian Pasal 29 Undang – Undang Nomor

36 Tahun 2009 berbunyi :

“ Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam

menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan

terlebih dahulu melalui mediasi “

Kalau calon peneliti cermati Undang – Undang Nomor 36 Tahun

2009 Pasal 29 tersebut di atas mengenai kelalaian tentu

merupakan kebijakan formulasi hukum kesehatan yang baik

sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana

malpraktik kedokteran. Pasal mengenai kelalaian ini juga terdapat

di Pasal 54 Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan .

b. Berkaitan Dengan Perlindungan Pasien

Pasal 56 a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian

atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya

setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan

tersebut secara lengkap.

c. Mengenai Ganti Rugi

Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi

terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara

kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau

kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.(2)

Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

42

berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat.

d. Mengenai Transplantasi Organ

Pasal 64 (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan

tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan

rekonstruksi, serta penggunaan sel punca. (2) Transplantasi organ

dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk

dikomersialkan. (3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang

diperjualbelikan dengan dalih apapun.

Sedangkan Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Dokter, dimana Putusan Mahkamah Konstitusi

No. 4/PUU/- V/2007 terhadap uji materiil Undang – Undang

Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek Kedokteran, menyatakan

permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

Menyatakan Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang

mengenai kata-kata “penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau”

dan Pasal 79 sepanjang mengenai kata-kata “kurungan paling

lama 1 (satu)tahun atau” serta Pasal 79 huruf c sepanjang

mengenai kata-kata“atau huruf e” Undang-Undang Nomor 29

43

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Menyatakan Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai

kata-kata “penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau” dan Pasal 79

sepanjang mengenai kata-kata “kurungan paling lama 1

(satu)tahun atau” serta Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-

kata “atau huruf e” Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4431) tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat, Kalau dianalisa Pasal 75 (1), Pasal 76, Pasal 79

huruf a dan Pasal 79 huruf c sebelum putusan mahkamah

konstitusi materi muatan yang terdapat di dalam Undang- Undang

Nomor 29 Tahun 2004 telah menimbulkan kriminalisasi terhadap

tindakan dokter yang berpraktik kedokteran yang tidak dilengkapi

STR, SIP dan tidak memasang papan nama, serta tidak

menambah ilmu pengetahuan dengan ancaman pidana yang cukup

berat dan denda yang sangat tinggi .

Disisi lain seorang dokter diatur oleh kode etik kedokteran

seperti dijelaskan pada kewajiban umum, antara lain :

44

KEWAJIBAN UMUM

Pasal1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan

profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.

Pasal3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak

boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya

kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang

bersifat memuji diri.

Pasal5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya

tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan

kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal6

Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan

45

dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru

yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat

menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat

yang telah diperiksa sendiri kebenarannya..

Pasal7a

Seorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya,

memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan

teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (

compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan

pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan

sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter

atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal7c

Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak

sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga

kepercayaan pasien.

46

Pasal7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup mahluk insani.

Pasal8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus

memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan

semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-

sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat

yang sebenar benarnya.

Pasal9

setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang

kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling

menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam

hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk

47

pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut.

Pasal11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya

dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien

itu meninggal dunia.

Pasal13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu

tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain

bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia

sendiri ingin diperlakukan.

Pasal15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman

48

sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur

yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat

bekerja dengan baik.

Pasal17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi kedokteran/kesehatan.

Hal demikian dapat menimbulkan rasa takut bagi dokter di

dalam melakukan pengobatan terhadap pasien, sehingga dokter

tidak tenang di dalam melaksanakan tugasnya untuk menolong

pasien atau korban tersebut. Setelah putusan mahkamah konstitusi

diharapkan dokter dapat lebih tenang sehingga dapat bekerja

dengan baik untuk menyelamatkan pasien. Pekerjaan dokter

merupakan profesi berbeda dengan okupasi, sehingga pembentuk

Undang – Undang dalam hal ini legislatif harus hati-hati dalam

menentukan aspek pidana. Hukum pidana harus benar-benar

digunakan sebagai ultimum remidium bukan premium remidium,

lebih efektif dengan penerapan hukum administratif pasien.

Dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut setidaknya dokter

49

dapat bekerja lebih tenang dan nyaman di dalam usaha

menyelamatkan nyawa Pasien .

Kebijakan formulasi yang akan datang nantinya akan

menjadikan antisipasi terhadap adanya pro dan kontra terhadap

persoalan malpraktek untuk menentukan kebijakan formulasi

yang akan datang maka calon peneliti menggunakan kajian

perbandingan diantaranya KUHP, Konsep KUHP, Undang -

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasca Putusan Mahlamah

Konstitusi, Tentang Mengakibatkan mati atau luka karena

kealpaan Pasal 592 Konsep KUHP 2009 Konsep KUHP Pasal

592 Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang

lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan

jabatan, profesi,atau mata pencaharian selama waktu tertentu ,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua) tahun.

Pasal 359

Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan

paling lama satu tahun.

Pasal 593

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 592 dilakukan

dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi, maka pidananya dapat

ditambah dengan 1/3 ( sepertiga ).

Pasal 360

50

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat

luka – luka berat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Ada hal yang membedakan ke duanya adalah mengenai jenis dan lamanya

pidana yang dijatuhkan. Dalam KUHP dikenal dengan pidana kurungan

sedangkan dalam konsep tidak lagi mengenal pidana kurungan. Jenis dan lamanya

pidana yang dijatuhkan yaitu :

1. Karena kelalaian mengakibatkan luka Dalam KUHP diancam pidana penjara

paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan, atau denda

paling banyak tiga ratus rupiah. Sedangkan di dalam konsep diancam dengan

pidanan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak.

2. Karena kelalaian mengakibatkan luka berat Dalam KUHP diancam pidana

penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun ,

sedangkan dalam konsep diancam pidana penjara paling lama tiga tahun atau

denda paling banyak.

3. Karena kelalaian mengakibatkan mati, dalam KUHP diancam pidana penjara

paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam

konsep diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak.

Pasal 593 merupakan Pasal pemberatan pidana bagi pelaku dalam menjalankan

suatu jabatan atau pencaharian, melakukan tindak pidana yang disebut dalam

Pasal 592. Pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan dalam menjalankan

suatu jabatan atau profesi ditambah 1/3 ( sepertiga ) dari pidana bagi pelaku yang

bukan dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi. Pasal ini merupakan suatu

51

bentuk perlindungan juga terhadap pasien dalam hal terjadinya kelalaian atau

kealpaan yang dilakukan oleh dokter dalam pelayanan kesehatan.

Mengenai Pertanggungjawaban korporasi sebenarnya telah diatur di dalam

Pasal 41 ayat 2 Undang – Undang Praktik kedokteran yaitu membuat daftar dokter

atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan

kesehatan yang bersangkutan, tetapi sanksi terhadap pelanggaran kewajiban

tersebut tidak diatur secara jelas mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan.

Sanksi yang berkaitan dengan korporasi hanya yang berkaitan dengan

larangan yang tercantum dalam Pasal 42 Undang – Undang 29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran dimana sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan

dokter berpraktik tanpa ada surat izin praktik . Ketentuan tentang sanksi yang

berkaitan dengan korporasi tersebut diatur di dalam Pasal 80 ayat 2 Undang–

Undang Praktik kedokteran. Oleh karena itulah maka kebijakan formulasi hukum

pidana yang akan datang khususnya yg terdapat di dalam Undang–Undang 29

Tahun 2004 dapat diperluas tidak hanya terpusat pada pelanggaran membuat

daftar dokter semata. Adapun daftar tabel dibawah ini menggambarkan kasus

malpraktek di RS otanah, antara lain :

52

Tabel II

Kategori Malpraktek Yang Terjadi Di RS Otanaha

TAHUN 2010-2012

NO TAHUN

Kategori

Malpraktek

1 2010 -

2 2011 1

3 2012 1

JUMLAH 2

Sumber Data. RSU OTANAHA. 2012

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, yaitu periode tahun 2010

sampai dengan tahun 2012 tercatat kategori malpraktek di RSU Otanaha

sebanyak 2 (Dua) yang diproses atau dilakukan klarifikasi kepada keluarga

korban dan sudah diselesaikan secara musyawarah.

Setelah dicermati oleh peneliti dari hasil wawancara antara peneliti

dengan perawat, 3/12/2013, bahwa malpraktek yang terjadi dirumah sakit

tersebut hanya dikategorikan sebagai civil malpractice karena dalam point a,b,c

dan d, dimana sehingga kategori malpraktek tersebut tidak sampai pada proses

peradilan yang di sebabakan ada bentuk kategori malpraktek.1. seperti

diuraikan dibawah ini adalah Civil malpractice, antara lain :

1 hasil wawancara peneliti dengan perawat ibu nita ali, 3/12/2013

53

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice

apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya

sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan

yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib

dilakukan.

b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

terlambat melakukannya.

c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

tidak sempurna.

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau

korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius

liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat

bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga

kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas

kewajibannya.

54

4.2 Faktor – faktor apakah yang menyebabkan terjadinya malpraktik oleh

Seorang Dokter.

Malpraktek bisa terjadi karena beberapa factor berikut ini yaitu, minimnya

pengalaman tenaga medis, kesalahan diagnosis, dokter palsu (dokter yang

kurang mumpuni) dan juga karna factor ketidak sengajaan. Dan berikut

penjelasannya

1. Minimnya pengalaman tenaga medis menyebabkan peluang terjadinya

kesalahan tindakan medis (malpraktek ) saat memberikan tindakan kepada

pasien sperti contohnya, kesalahan pemberian obat, kesalahan

prosedur/tindakan yang semestinya harus dilakukan.

2. Kesalaan diagnosis dapat berakibat fatal bagi pasien, akibatnya bisa

bermacam-macam, seperti terjadinya kelumpuhan, kerusakan organ dalam,

dan juga dapat berakibat fatal yang berujung dengan kematian.

3. Dokter aspal (asali tapi palsu/dokter yang kurang mumpuni), di zaman

seperti ini banyak sekali orang yang memanfaatkan uangnnya untuk masuk

dalam sekolah kedokteran di universitas. Tak sedikit dari mereka

mempunyai gelar dokter tapi kurang menguasai ilmu kedokteran,

sedangkan untuk menjadi seorang dokter harus mempunyai kecerdasan

yang benar-benar mumpuni agar menjadi dokter yang sesungguhnya dan

segala tindakan medisnya bisa dipertanggungjawabkan.

4. Factor ketidaksengjaan, faktor ini bisa terjadi karena kelalaian dari petugas

medis, atau mungkin ketidak telitian petugas medis saat menangani pasien.

55

Malpraktek merupakan kesalahan pengambilan tindakan medis yang

dilakukan oleh tenaga medis professional maupun tenaga medis amatir baik

secara disengaja atau tidak disengaja.

Saat ini Malpraktek telah memakan banyak korban di Indonesia

khususnya di Gorontalo belum banyak kasus malpraktek terjadi di Gorontalo.

Beberapa tahun belakangan marak terdengar mengenai tuntutan malpraktek

oleh dokter di berbagai daerah di Indonesia. Tren ini juga terlihat dari

meningkatnya jumlah kasus dugaan malpraktek yang dilaporkan ke MKEK

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Sebelum tahun 2000, hanya terdapat 7-

13 laporan malpraktek ke MKEK. Pada tahun 2000-2001 jumlah ini meningkat

pesat menjadi 20-30 kasus per tahun.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus dugaan

malpraktek di Indonesia terutama di Gorontalo. Salah satunya adalah perbaikan

tingkat pendidikan dan peningkatan kesadaran pasien akan hak. Pasien menjadi

lebih kritis mempertanyakan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan

yang akan dilakukan pada dirinya. Faktor lainnya adalah komersialisasi

pelayanan kesehatan, berefek pada peningkatan biaya layanan medis dan

karenanya peningkatan pengharapan akan hasil tindakan medis. Terakhir,

peningkatan gugatan malpraktek juga disebabkan oleh gencarnya promosi oleh

ahli hukum mengenai malpraktek.

Peningkatan kesadaran ini sebenarnya memiliki efek baik, yaitu

berjalannya pengawasan kualitas layanan oleh pasien. Namun, tekanan yang

besar kepada dokter juga berefek timbulnya kedokteran defensif. Kedokteran

56

defensif terjadi ketika dokter mengajukan dan melakukan prosedur medis,

pemeriksaan medis, kunjungan pasien, atau menghindari pasien/prosedur risiko

tinggi, dengan pertimbangan utama untuk menghindarkan kemungkinan

tuntutan malpraktek.

Praktek semacam ini akan meningkatkan biaya layanan kesehatan dan

meningkatnya perlakuan tindakan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Selain

itu, penghindaran dokter untuk melakukan tindakan beresiko tinggi atas alasan

ketakutan tuntutan malpraktek juga akan memperlambat penanganan bagi

pasien. Untuk menghindari hal ini perlu dilakukan berbagai upaya untuk

memperbaiki komunikasi antara dokter dan pasien, dan diperlukan edukasi

mengenai malpraktek, baik kepada pasien maupun dokter, terlihat bahwa

terdapat 4 poin penting yang berkaitan dengan kejadian malpraktek.

1. adanya kegagalan dokter untuk melakukan tatalaksana sesuai standar

terhadap pasien. Standar yang dimaksud di sini dapat mengacu pada

standar prosedur operasional yang ditetapkan di lembaga kesehatan

tersebut, atau di tempat lain dengan keadaan yang serupa;

2. kurangnya keterampilan dokter.;

3. adanya faktor pengabaian;

4. adanya cidera yang merupakan akibat langsung salah satu dari ketiga faktor

tersebut.

Dalam uraiannya, mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis

adalah akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga

sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang

57

sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke

dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik.

Setiap kejadian kegagalan medis dikaitkan dengan kejadian malpraktek

dan menjadi suatu tuntutan. Padahal, kegagalan medis dapat disebabkan oleh

empat hal, yaitu:

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan

tindakan medis yang dilakukan dokter.

2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat

diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah

diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat/tidak mungkin

dihindari (unavoidable), karena tindakan yang dilakukan adalah satu-

satunya cara terapi. Risiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu.

3. Hasil dari suatu kelalaian medik.

4. Hasil dari suatu kesengajaan.

Dari keempat faktor tersebut, yang dapat dikategorikan sebagai suatu

malpraktek adalah kegagalan medis akibat kelalaian (culpa), dan pelaksanaan

tindakan medis tanpa persetujuan. Perlakuan lainnya yang dapat dimasukkan

dalam kategori malpraktek adalah wanprestasi. Kegagalan medis yang merupakan

suatu perjalanan alami penyakit dan resiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya

(unforeseeable) atau diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat

dihindari (unavoidable) bukanlah suatu malpraktek. Sedangkan, kegagalan medis

yang disebabkan oleh kesengajaan juga tidak termasuk dalam malpraktek, tapi

merupakan suatu professional misconduct dan merupakan tindak pidana.

58

Dari pembahasan ini dapat terlihat bahwa faktor kelalaian berhubungan

dengan kejadian malpraktek. Untuk dapat dikategorikan sebagai suatu kelalaian,

harus dapat memenuhi 4 syarat di bawah ini (4D):

1. Duty (duty of care)

Kewajiban profesi

Kewajiban kontrak dengan pasien

2. Dereliction / breach of duty

Pelanggaran kewajiban tersebut

3. Damages

Cedera, mati atau kerugian

4. Direct causalship

Hubungan sebab akibat langsung

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan

nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum

atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan

medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah

improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat

tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya

melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak

melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Kelalaian atau culpa dapat juga dibagi dalam tiga tingkatan:

1. Culpa lata: sangat tidak berhati-hati, kesalahan serius, sembrono (gross

fault or neglect)

59

2. Culpa levis: kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)

3. Culpa levissima: kesalahan ringan (slight fault or neglect)

Pada culpa lata tidak berlaku lagi hukum perdata, melainkan pidana. Pada culpa

levis dan culpa levissima yang tidak dapat dikenakan hukum pidana maka

ditampung dalam hukum perdata. Penyebab lainnya kegagalan medis, yaitu

kesengajaan, masuk dalam kategori professional misconduct. Professional

misconduct merupakan kesengajaan yang dapat dilakukan dalam bentuk

pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta

hukum pidana dan perdata seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien,

fraud, penahanan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi

illegal, euthanasia, keterangan palsu, menggunakan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran yang belum teruji/diterima, berpraktik tanpa SIP, berpraktik

di luar kompetensinya, dan lain-lain.

Salah satu faktor penting yang sering menimbulkan gugatan malpraktek

adalah kegagalan komunikasi dokter-pasien. Komunikasi yang tidak efektif antara

dokter dan pasien rentan menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada

tuntutan malpraktek jika terjadi kegagalan medis yang sebenarnya memang

merupakan suatu akibat dari perjalanan alamiah penyakit ataupun suatu resiko

medis. Hal ini disoroti pula oleh Hillary Clinton dan Barrack Obama dalam

artikelnya yang berjudul “Making Patient Safety the Centerpiece of Medical

Liability Reform” yang menyatakan bahwa tuntutan malpraktek seringkali terjadi

ketika suatu efek samping yang tidak diharapkan muncul disertai dengan

60

kurangnya empati dari dokter dan adanya suatu penangguhan informasi penting,

baik yang dipersepsikan oleh pasien maupun yang benar-benar terjadi.

Menghindari terjadinya malpraktek medis, sebagai pasien mintalah

informasi yang jelas pada dokter anda. Diskusikan mengenai penyakit,

pemeriksaan yang perlu dilakukan, hasil pemeriksaan, pengobatan, kemungkinan

kesembuhan hingga biaya dengan jelas. Kemukakan juga kekhawatiran dan

pertanyaan-pertanyaan yang anda punya secara terbuka hingga tercapai suatu

pemahaman yang jelas mengenai penyakit yang diderita.

Seorang dokter pun sebaiknya berusaha menjalin hubungan antara dokter-

pasien yang baik dan senantiasa meningkatkan kualitas komunikasi dengan

pasien. Biasakan memancing pasien untuk mengungkapkan kekhawatirannya

mengenai penyakit dan memberikan assurance sesuai dengan keadaan. Lakukan

informed consent dengan baik dan lengkap, serta senantiasa melengkapi rekam

medis dengan format yang baku. Terakhir, selalu perbarui ilmu untuk memenuhi

standar kompetensi yang diharuskan.

Malpraktek medis merupakan suatu masalah yang luas dan rumit.

Malpraktek sendiri memiliki pengertian yang terlalu umum. Kejadian tuntutan

malpraktek dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan baik pasien maupun dokter

harus mengerti mengenai malpraktek untuk dapat bersama-sama menghindari

terjadinya malpraktek. Kesadaran pasien akan menimbulkan efek baik yaitu

pengawasan bagi dokter, namun jika berlebihan akan menimbulkan praktek

kedokteran defensif yang meningkatkan biaya dan risiko. Upaya bersama oleh

dokter dan pasien harus dilakukan untuk mencegah terjadinya malpraktel.

61

Memperbaiki hubungan dan komunikasi dokter-pasien adalah salah satu poin

penting dalam upaya tersebut.

Pada tahun 2012 telah terjadi 5 kasus malpraktek di gorontalo, seperti teori

gunung es data tersebut hanyalah data yang nampak di permukaan kasus yang

terjadi kemungkinan besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan data yang

terpaparkan tersebut. Padahal dokter sebagai pelaku sebagian besar kasus mal

praktek merupakan seorang ahli yang telah mumpuni di bidangnya, sang dokter

telah mengikuti kuliah selama bertahun-tahun dengan disiplin yang ketat sehingga

diharapakan mampu melayani pasien dengan baik. Adapun jenis-jenis dari

malpraktek tersebut adalah :

1. adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

dalam menjalankan profesinya;

2. adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasional;

3. adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau

meninggal dunia;

4. adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien

merupakan akibat dari perbuatan dokter tidak sesuai dengan standar

pelayanan medis.

Diskusi internal Ikatan Dokter Indonesia pada pertengahan tahun lalu

dimunculkan beberapa akar penyebab tersebut, yaitu:

1. Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang rendah. Hal ini diduga

merupakan akibat dari sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang

62

tidak memberikan materi etika kedokteran sebagai materi yang juga

mencakup afektif – tidak hanya kognitif.

2. Paham materialisme yang semakin menguat di masyarakat pada umumnya

dan di dalam pelayanan kedokteran khususnya.

3. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin

akuntabilitas profesi kedokteran (saat ini kita sedang menunggu

diundangkannya UU Praktik Kedokteran yang diharapkan dapat mengatur

praktek kedokteran yang akuntabel).

4. Belum adanya good clinical governance di dalam pelayanan kedokteran di

Indonesia, yang terlihat dari belum ada atau kurangnya standar

(kompetensi, perilaku dan pelayanan) dan pedoman (penatalaksanaan

kasus), serta tidak tegasnya penegakan standar dan pedoman tersebut.

Kesalahan manusia juga memberi efek yang sangat besar, penyebab

seorang ahli bedah yang telah bekerja bertahun-tahun meninggalkan benda di

tubuh pasien diantaranya adalah kesalahan asumsi dan kurangnya perhatian akan

benda yang tidak terduga. Dokter bedah yang telah bertahun-tahun bekerja

biasanya hanya berfokus pada prosedur yang telah dijalani secara berulang-ulang,

sehingga ketika terdapat benda asing yang masuk kedalam tubuh pasien ahli

bedah tersebut cenderung tidak melihatnya karena telah berasumsi tidak akan ada

benda tersebut yang masuk ke tubuh pasien.

Oleh karena itu maka sebaiknya perlu dilakukan perbaikan sistem secara

menyeluruh. Dimulai dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia dari

penyeleksian ujian masuk kedokteran yang lebih ketat sampai dengan lembaga-

63

lembaga yang bertanggung jawab mengawasi praktek yang dilakukan oleh para

dokter. Pasien juga diharapkan turut serta mengawasi kinerja dari para dokter

karena biar bagaimanapun dokter hanyalah manusia biasa yang masih mungkin

melakukan kesalahan, namun dengan kerjasama dari seluruh pihak yang terkait

kemungkinan malpraktek dapat diminimalisir.