21
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi pulau saronde Pulau Saronde terletak di wilayah Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara. Letak geografis Pulau Saronde 00° 55' 32'' LU 122° 51' 54'' BT. Untuk sampai ke Pulau Saronde, kita harus menuju ke Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak sekitar 65 km dari pusat kota Gorontalo, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam menggunakan mobil pribadi. Pulau Saronde berjarak 12 mil dari dermaga Pelabuhan Kwandang. Setelah sampai di Pelabuhan Kwandang, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan perahu yang biasa disebut katinting atau lebih dikenal dengan sebutan taxi saronde. Perjalanan menuju Pulau Saronde sekitar 45 menit. Pulau ini merupakan salah satu tujuan wisata, dengan topografi datar dan berbukit dengan lereng rata cembung (DKP, 2011). Di Pulau Saronde tidak terdapat pemukiman penduduk. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki pulau ini berupa perikanan tangkap terutama ikan karang, dan potensi wisata bahari karena memiliki gugusan terumbu karang yang indah (DKP, 2011). Batas wilayah Pulau Saronde sebagai berikut : Sebelah Utara : berbatasan dengan Pulau Bogisa; Sebelah Selatan : berbatasan dengan perairan Desa Ponelo; Sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau Mohinggito; dan Sebelah Barat : berbatasan dengan perairan Desa Dudepo.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi pulau sarondeeprints.ung.ac.id/2299/10/2012-2-54242-633408052-bab4... · Kabupaten Gorontalo Utara. Letak geografis Pulau Saronde 00 ... Gorontalo

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi pulau saronde

Pulau Saronde terletak di wilayah Kecamatan Ponelo Kepulauan,

Kabupaten Gorontalo Utara. Letak geografis Pulau Saronde 00° 55' 32'' LU 122°

51' 54'' BT. Untuk sampai ke Pulau Saronde, kita harus menuju ke Kabupaten

Gorontalo Utara yang berjarak sekitar 65 km dari pusat kota Gorontalo, dengan

waktu tempuh sekitar 1,5 jam menggunakan mobil pribadi. Pulau Saronde

berjarak 12 mil dari dermaga Pelabuhan Kwandang. Setelah sampai di Pelabuhan

Kwandang, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan perahu yang biasa

disebut katinting atau lebih dikenal dengan sebutan taxi saronde. Perjalanan

menuju Pulau Saronde sekitar 45 menit. Pulau ini merupakan salah satu tujuan

wisata, dengan topografi datar dan berbukit dengan lereng rata cembung (DKP,

2011).

Di Pulau Saronde tidak terdapat pemukiman penduduk. Potensi

sumberdaya alam yang dimiliki pulau ini berupa perikanan tangkap terutama ikan

karang, dan potensi wisata bahari karena memiliki gugusan terumbu karang yang

indah (DKP, 2011).

Batas wilayah Pulau Saronde sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Pulau Bogisa;

Sebelah Selatan : berbatasan dengan perairan Desa Ponelo;

Sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau Mohinggito; dan

Sebelah Barat : berbatasan dengan perairan Desa Dudepo.

2

Lokasi Pulau Saronde dapat dilihat pada Gambar 15 berikut :

Gambar 15. Pulau saronde. Sumber : Anonim, 2011.

Keterangan gambar :

= Stasiun I

= Stasiun II

= Stasiun III

B. Gambaran umum stasiun penelitian

Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun berdasarkan keberadaan padang

lamun, yakni di Sebelah Utara (Stasiun I), Barat (Stasiun II) , dan Timur (Stasiun

III). Gambaran mengenai masing-masing stasiun penelitian sebagai berikut :

1. Stasiun I (sebelah utara)

Stasiun pertama adalah bagian Utara Pulau Saronde. Stasiun pertama

memiliki pantai yang landai, substrat tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir

putih bertekstur halus, bercampur dengan kerikil halus, sedikit lumpur, patahan

karang, dan pecahan cangkang moluska. Jarak antara garis tempat tumbuhnya

N

3

lamun hingga tidak ditemukannya lamun sekitar 150 meter. Tipe vegetasi pantai

merupakan vegetasi campuran, yang ditumbuhi oleh jenis tumbuhan daratan,

seperti pepohonan.

Lokasi stasiun I (satu) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 16

berikut :

Gambar 16. Stasiun I penelitian (sebelah utara pulau saronde). Sumber : hasil penelitian.

2. Stasiun II (sebelah barat)

Stasiun selanjutnya adalah stasiun kedua, yakni di sebelah Barat perairan

Pulau Saronde. Stasiun kedua juga memiliki pantai yang landai. Substrat

tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir putih bertekstur halus, bercampur kerikil

halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Jarak antara batas tempat

tumbuhnya lamun hingga tidak ditemukannya lamun sekitar 100 meter. Tipe

vegetasi pantai merupakan vegetasi campuran, yang ditumbuhi oleh berbagai

pepohonan atau tanaman darat.

4

Lokasi stasiun II (dua) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 17

berikut :

Gambar 17. Stasiun II penelitian (sebelah barat pulau saronde). Sumber : hasil penelitian.

3. Stasiun III (sebelah timur)

Lokasi terakhir adalah stasiun ketiga yakni di sebelah Timur Pulau

Saronde. Habitat atau substrat tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir bertekstur

halus yang bercampur dengan kerikil halus, patahan karang, dan pecahan

cangkang moluska. Jarak antara batas tumbuhnya lamun hingga tidak

ditemukannya lagi sekitar 120 meter. Tipe vegetasi pantai merupakan vegetasi

campuran yang ditumbuhi oleh tanaman darat dan semak.

Lokasi stasiun III (tiga) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 18

berikut :

5

Gambar 18. Stasiun III penelitian (sebelah timur pulau saronde).

Sumber : hasil penelitian.

C. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian

Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada

Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian

No. Jenis lamun Lokasi

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 2 3 4 5

I. HYDROCHARITACEAE 1) Enhalus acoroides + + + 2) Thalassia hemprichii + + + 3) Halophila minor + + +

4) Halophila ovalis + + +

II. POTAMOGETONACEAE

5) Syringodium isoetifolium - - - 6) Halodule uninervis - - - 7) Halodule pinifolia - - - 8) Cymodocea serrulata + + + 9) Cymodocea rotundata - - -

JUMLAH JENIS 5 5 5 Keterangan : tanda (+) = ada, sedangkan tanda (-) = tidak ada.

Analisis mengenai vegetasi padang lamun di perairan Pulau Saronde

sebagai berikut :

6

D. Komposisi jenis lamun

1. Stasiun I (sebelah utara)

Komposisi jenis lamun yang ditemukan tumbuh di stasiun pertama,

yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila

ovalis, dan Thalassia hemprichii. Tipe vegetasi lamun merupakan vegetasi

campuran (mix vegetation) yang disusun oleh 5 jenis lamun. Komposisi jenis

lamun yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian lebih didominasi

oleh lamun jenis Thalassia hemprichii dengan persentase 68,26 %. Kemudian

secara berturut-turut diikuti oleh jenis Cymodocea serrulata dengan persentase

15,78 %, dan jenis Enhalus acoroides dengan persentase 13,58 %. Hal ini

dikarenakan lamun jenis Thalassia hemprichii dapat membentuk susunan yang

rapat. Sebab, Thalassia hemprichii memiliki bentuk daun yang rimbun.

2. Stasiun II (sebelah barat)

Komposisi jenis lamun yang tumbuh di stasiun II sama dengan stasiun I,

yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila

ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan padang lamun yang membentuk

vegetasi campuran. Komposisi jenis lamun dengan tipe vegetasi campuran

disebabkan oleh ketiadaan ekosistem mangrove di lokasi penelitian. Dimana pada

daerah ekosistem mangrove ke arah laut, sering dijumpai padang lamun dari

spesies tunggal yang berasosiasi tinggi (Kordi, 2011).

Lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki komposisi jenis senilai

55,21 %. Kemudian diikuti oleh lamun jenis Cymodocea serrulata dengan

persentase 33,95 % dan jenis Enhalus acoroides dengan persentase 9,95 %.

7

3. Stasiun III (sebelah timur)

Komposisi jenis lamun yang ditemukan juga sama dengan stasiun I dan

II, yakni jenis Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor,

Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan tipe vegetasi lamun yang

terbentuk adalah tipe vegetasi padang lamun campuran (mix vegetation), yang

disusun oleh 5 jenis lamun. Komposisi jenis tertinggi dimiliki jenis Thalassia

hemprichii dengan nilai komposisi jenis 49,75 %. Kemudian diikuti oleh jenis

Cymodocea serrulata dengan persentase 29,67 %, dan jenis Enhalus acoroides

dengan persentase 18,36 %.

Hasil perhitungan komposisi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Komposisi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun I (Utara) II (Barat) III (Timur)

1 2 3 4 5 1 Cymodocea serrulata 15,778 33,946 29,674 2 Enhalus acoroides 13,582 9,954 18,355 3 Halophila minor 1,578 0,453 1,861 4 Halophila ovalis 0,801 0,435 0,356 5 Thalassia hemprichii 68,260 55,212 49,754

Total 100,000 100,000 100,000 Sumber : Data hasil olahan, 2012. E. Frekuensi jenis lamun

Frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan

distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekositem atau memperlihatkan pola

distribusi tumbuhan. Hasil perhitungan frekuensi jenis lamun di seluruh stasiun

penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

8

Tabel 6. Frekuensi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 0,7520 0,8800 0,7120 2 Enhalus acoroides 0,5680 0,4240 0,6320 3 Halophila minor 0,1520 0,0400 0,0880 4 Halophila ovalis 0,1600 0,0320 0,0720 5 Thalassia hemprichii 1,6720 1,2160 1,0640

Total 3,3040 2,5920 2,5680

Berdasarkan Tabel 6, frekuensi jenis tertinggi ditemukan pada stasiun I

dengan jumlah frekuensi jenis untuk seluruh spesies lamun yakni 3,30. Jenis

lamun yang paling rendah ditemukan pada stasiun III dengan jumlah frekuensi

jenis untuk seluruh spesies lamun yakni 2,57. Lamun jenis Thalassia hemprichii

merupakan lamun dengan nilai frekuensi jenis tertinggi dari seluruh stasiun,

sedangkan lamun jenis Halophila ovalis merupakan lamun dengan frekuensi

jenis terendah dari seluruh stasiun penelitian.

Hal ini menunjukkan bahwa stasiun I memiliki sebaran lamun yang lebih

luas, lebih merata, dan lebih padat dibandingkan stasiun II serta stasiun III, yang

dipengaruhi oleh perbedaan nilai parameter fisik perairan di masing-masing

stasiun penelitian.

F. Frekuensi relatif lamun

Frekuensi relatif merupakan perbandingan antara frekuensi jenis lamun

ke-i dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis lamun. Frekuensi relatif

digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai

Sumber : Data hasil olahan, 2012

9

tertinggi yang dicapai oleh frekuensi dari masing-masing lamun yang diamati,

terhadap jumlah frekuensi keseluruhan jenis lamun.

Hasil perhitungan frekuensi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Frekuensi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 0,3473 0,5716 0,4400 2 Enhalus acoroides 0,2593 0,2507 0,3780 3 Halophila minor 0,0649 0,0288 0,0560 4 Halophila ovalis 0,0701 0,0230 0,0456 5 Thalassia hemprichii 0,8583 0,7260 0,6803

Total 1,6000 1,6000 1,6000 Sumber : Data hasil olahan, 2012. G. Kerapatan jenis lamun

Kerapatan jenis lamun (K¡) adalah jumlah total individu jenis lamun

dalam suatu unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun di stasiun I merupakan

kerapatan jenis lamun yang paling tinggi di antara semua stasiun penelitian,

dengan nilai kerapatan jenis untuk seluruh spesies lamun yang ditemukan sebesar

23,90 individu/m².

Hasil perhitungan kerapatan jenis lamun untuk seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Kerapatan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun

Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur)

1 2 3 4 5 1 Cymodocea serrulata 4,308 6,772 3,616 2 Enhalus acoroides 3,324 1,744 1,908

10

1 2 3 4 5 3 Halophila minor 0,424 0,080 0,212 4 Halophila ovalis 0,212 0,048 0,052 5 Thalassia hemprichii 15,632 8,472 5,804

Total 23,900 17,116 11,592 Sumber : Data hasil olahan, 2012.

Stasiun I merupakan stasiun yang memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi

dari seluruh stasiun penelitian yang ada, yakni 23,90 individu/m². Sedangkan

stasiun III merupakan stasiun yang memiliki nilai kerapatan jenis paling rendah,

dengan nilai kerapatan jenis untuk seluruh spesies lamun hanya 11,59 individu/m².

Sebab, di stasiun III banyak terdapat bulu babi jenis Temnopleurus alexandrii dan

Diadema setosum. Bulu babi ini juga bisa dijumpai di daerah pertumbuhan algae

(ekosistem terumbu karang). Hal ini disebabkan karena di samping memakan

daun lamun, bulu babi juga hidup dari aktivitas grazing atau memakan algae

(Lawrence, 1975 dalam Aziz, 1994).

H. Kerapatan relatif lamun

Kerapatan relatif (KR) lamun merupakan perbandingan antara jumlah

individu jenis lamun dengan jumlah total individu seluruh jenis lamun. Kerapatan

relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun

nilai tertinggi yang dicapai oleh kerapatan dari masing-masing lamun yang

diamati, terhadap jumlah kerapatan keseluruhan jenis lamun.

Hasil perhitungan kerapatan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :

Sambungan Tabel 8.

11

Tabel 9. Kerapatan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun I (Utara) II (Barat) III (Timur)

1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 18,0251 39,5653 31,1939 2 Enhalus acoroides 13,9079 10,1893 16,4596 3 Halophila minor 1,7741 0,4674 1,8288 4 Halophila ovalis 0,8870 0,2804 0,4486 5 Thalassia hemprichii 65,4059 49,4975 50,0690

Total 100,000 100,000 100,000

I. Penutupan jenis lamun

Nilai penutupan jenis tertinggi untuk seluruh spesies lamun yang

ditemukan yakni 1,65 m² terdapat pada stasiun I. Sedangkan nilai penutupan jenis

yang paling rendah dari seluruh stasiun penelitian yang ada, dengan nilai

penutupan jenis untuk seluruh spesies lamun yang ditemukan yakni 1,28 m²

terdapat di stasiun III.

Hal ini dipengaruhi oleh nilai masing-masing parameter analisis vegetasi

lamun yakni faktor pembatas padang lamun, seperti kecepatan arus, kecerahan

dan kedalaman perairan, salinitas, suhu, dan tipe substrat serta faktor-faktor lain

seperti stasiun III merupakan jalur yang paling sering dilintasi oleh perahu

nelayan maupun oleh perahu yang memuat para pengunjung.

Hasil perhitungan penutupan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :

Sumber : Data hasil olahan, 2012.

12

Tabel 10. Penutupan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5 1 Cymodocea serrulata 0,3760 0,4400 0,3560 2 Enhalus acoroides 0,2840 0,2120 0,3160 3 Halophila minor 0,0760 0,0200 0,0440 4 Halophila ovalis 0,0800 0,0160 0,0360 5 Thalassia hemprichii 0,8360 0,6080 0,5320

Total 1,6520 1,2960 1,2840 Sumber : Data hasil olahan, 2012. B. Penutupan relatif lamun

Penutupan relatif lamun (PR) adalah perbandingan antara penutupan

individu lamun jenis ke-i dengan total penutupan seluruh jenis lamun. Penutupan

relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun

nilai tertinggi yang dicapai oleh penutupan dari masing-masing lamun yang

diamati, terhadap jumlah penutupan keseluruhan jenis lamun.

Hasil perhitungan penutupan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 11 berikut :

Tabel 11. Penutupan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5 1 Cymodocea serrulata 4,3416 7,1445 5,5002 2 Enhalus acoroides 3,2418 3,1332 4,7250 3 Halophila minor 0,8115 0,3597 0,7001 4 Halophila ovalis 0,8768 0,2878 0,5705 5 Thalassia hemprichii 10,7283 9,0749 8,5041

TOTAL 20,0000 20,0000 20,0000 Sumber : Data hasil olahan, 2012.

13

C. Dominansi jenis

Dominansi jenis menggambarkan suatu jenis tumbuhan yang mampu

mempengaruhi komunitasnya dengan cara banyaknya jumlah jenis maupun

pertumbuhannya yang dominan.

Hasil perhitungan dominansi jenis di seluruh stasiun penelitian dapat

dilihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Dominansi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur)

1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 0,1376 0,1147 0,1753 2 Enhalus acoroides 0,1264 0,0785 0,1442 3 Halophila minor 0,0157 0,0000 0,0062 4 Halophila ovalis 0,0075 0,0000 0,0017 5 Thalassia hemprichii 0,3384 0,3814 0,1950

Total 0,6256 0,5747 0,5224 Sumber : Data hasil olahan, 2012.

Dominansi jenis lamun di stasiun I lebih tinggi dari stasiun II dan III

dengan nilai 0,63. Sedangkan stasiun III nilai dominansi jenis lamun hanya 0,52.

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii

mempunyai kontrol terhadap komunitas. Hal ini ditandai dengan banyaknya

jumlah jenis dan pertumbuhannya yang dominan di stasiun I.

D. Dominansi relatif

Dominansi relatif merupakan perbandingan antara jumlah dominansi

suatu jenis dengan jumlah dominansi seluruh jenis. Dominansi relatif digunakan

untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai tertinggi yang

14

dicapai oleh dominansi dari masing-masing lamun yang diamati, terhadap jumlah

dominansi keseluruhan jenis lamun.

Hasil perhitungan nilai dominansi relatif untuk seluruh jenis lamun di

stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13. Dominansi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur)

1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 18,0251 39,5653 31,1939 2 Enhalus acoroides 13,9079 10,1893 16,4596 3 Halophila minor 1,7741 0,4674 1,8288 4 Halophila ovalis 0,8870 0,2804 0,4486 5 Thalassia hemprichii 65,4059 49,4975 50,0690

Total 100,0000 100,0000 100,0000 Sumber : Data hasil olahan, 2012.

E. Indeks keanekaragaman jenis (index of diversity)

Indeks keanekaragaman jenis merupakan parameter vegetasi yang sangat

berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk

mempelajari gangguan faktor-faktor lingkungan (abiotik) terhadap komunitas atau

untuk mengetahui keadaan suksesi maupun stabilitas komunitas. Karena dalam

suatu komunitas, pada umumnya terdapat berbagai jenis tumbuhan. Maka makin

tua atau semakin stabil keadaan suatu komunitas, makin tinggi pula

keanekaragaman jenis tumbuhannya (Fachrul, 2007).

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :

15

Tabel 14. Indeks keanekaragaman jenis (H’) di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun H'

Stasiun I Stasiun II Stasiun III 1 2 3 4 5

1 Cymodocea serrulata 0,0890 0,1146 0,0799 2 Enhalus acoroides 0,0758 0,0295 0,0422 3 Halophila minor 0,0169 0,0014 0,0047 4 Halophila ovalis 0,0097 0,0008 0,0011 5 Thalassia hemprichii 0,1566 0,1434 0,1283

Total 0,3479 0,2897 0,2562 Sumber : Data hasil olahan, 2012.

Dari tabel 14 terlihat bahwa keanekaragaman jenis pada seluruh spesies

lamun rendah atau sedikit (H’ < 1). Hal ini menandakan komunitas lamun di

seluruh stasiun penelitian dalam keadaan tertekan. Hal ini disebabkan oleh adanya

gangguan seperti aktivitas penambatan perahu yang kurang memperhatikan

ekosistem padang lamun, dan kurangnya tata kelola wilayah Pulau Saronde.

F. Indeks nilai penting

Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk menghitung dan menduga

keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Semakin tinggi

nilai INP suatu jenis lamun terhadap jenis lamun lainnya, maka semakin tinggi

pula peranan jenis lamun tersebut pada komunitas yang ditempatinya.

Hasil perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk seluruh stasiun

penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 berikut :

16

Tabel 15. Indeks nilai penting lamun di seluruh stasiun penelitian

No. Jenis lamun Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5 1 Cymodocea serrulata 22,7141 47,2813 37,1342

2 Enhalus acoroides 17,4091 13,5731 21,5627

3 Halophila minor 2,6504 0,8559 2,5850

4 Halophila ovalis 1,8340 0,5912 1,0647

5 Thalassia hemprichii 76,9924 59,2984 59,2535

Total 121,6000 121,6000 121,6000

Tabel 15 menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii

merupakan jenis lamun yang memiliki nilai INP paling tinggi dari seluruh stasiun

penelitian yang ada, dengan nilai INP untuk lamun Thalassia hemprichii yakni

76,99. Dengan demikian, lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki peranan

yang paling tinggi dari seluruh jenis lamun yang ada dalam menjaga kestabilan

ekosistem pada setiap stasiun penelitian yang ada, dan aliran energi dalam

komunitas padang lamun yang tumbuh di perairan Pulau Saronde.

G. Parameter fisik perairan dan pengaruhnya terhadap lamun

Hasil pengukuran beberapa parameter fisik perairan yang mempengaruhi

distribusi dan pertumbuhan lamun, seperti kecepatan arus, kecerahan dan

kedalaman, salinitas, suhu, dan tipe substrat di masing-masing stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 16 berikut :

Sumber : Data hasil olahan, 2012.

17

Tabel 16. Hasil pengukuran parameter fisik perairan di pulau saronde

No. Parameter Stasiun

I (Utara) II (Barat) III (Timur) 1 2 3 4 5

1) Kecepatan arus 1,0 m/s 1,2 m/s 1,3 m/s

2) Kedalaman 1,2 meter 1,0 meter 1,0 meter

3) Kecerahan 100 % 100 % 100 %

4) Suhu 30,5º C 31º C 32º C

5) Salinitas 29‰ 29‰ 29‰

6)

Substrat

Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, sedikit lumpur, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska.

Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska.

Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska.

Sumber : Data hasil olahan, 2012. 1. Kecepatan arus

Kecepatan arus dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan

padang lamun. Karena terkait dengan suplai unsur hara, agar unsur-unsur hara

yang dibutuhkan lamun dapat hanyut dan terbawa sampai ke padang lamun, dan

dapat mengangkut sisa-sisa metabolisme lamun. Pada ekosistem padang lamun,

arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui pencampuran dan

penyebaran unsur hara, serta memindahkan limbah. Kecepatan arus di seluruh

stasiun penelitian nilainya lebih tinggi dari nilai optimum kecepatan arus untuk

padang lamun. Kecepatan arus di seluruh stasiun penelitian berkisar antara 1,0 m/s

sampai 1,3 m/s. Menurut Tuwo (2011) lamun jenis Thalassia testudinum dapat

optimal untuk tumbuh pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/s. Kecepatan arus di

masing-masing stasiun penelitian yang agak tinggi ini juga disebabkan pada saat

18

pengambilan data, sedang musim angin Barat dimana angin bertiup lebih kencang

sehingga menimbulkan kecepatan arus yang agak tinggi.

2. Kecerahan dan Kedalaman

Lokasi penelitian memiliki perairan yang jernih. Hal ini ditandai dengan

seluruh stasiun penelitian memiliki kecerahan 100 %. Sehingga, pada kedalaman

1,0 sampai 1,2 meter padang lamun masih terlihat sangat jelas. Hal ini sangat

mendukung pertumbuhan lamun. Karena menurut Tuwo (2011), kedalaman

perairan dimana lamun dapat tumbuh sangat bergantung pada kecerahan, semakin

jernih perairan, maka semakin dalam daerah yang dapat ditumbuhi oleh lamun.

Tingkat kecerahan di suatu perairan dapat berkurang jika terjadi kekeruhan yang

disebabkan oleh suspensi sedimen. Karena dapat menghambat penetrasi cahaya,

dan secara otomatis kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan

lamun.

3. Suhu

Suhu di lokasi penelitian berkisar antara 30,5ºC sampai 32ºC. Kisaran

suhu perairan di lokasi penelitian lebih tinggi dari kisaran suhu optimum untuk

pertumbuhan lamun. Kisaran suhu di lokasi penelitian ini lebih tinggi daripada

kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan lamun yakni 28ºC sampai 30ºC. Suhu

air yang terlampau tinggi akan membahayakan kehidupan lamun (Zieman, 1975

dalam Kordi, 2011). Demikian pula suhu yang terlampau rendah diketahui juga

dapat mematikan lamun di daerah tropis (Phillips, 1960 dalam Kordi, 2011). Hal

ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis lamun yang dapat menurun

jika suhu berada di luar kisaran suhu optimal tersebut (Tuwo, 2011). Kisaran suhu

19

perairan di lokasi penelitian yang cukup tinggi dikarenakan letak Pulau Saronde

yang berada di tengah perairan terbuka yang berhadapan dengan laut lepas.

4. Salinitas

Seluruh stasiun penelitian memiliki nilai salinitas sebesar 29 ‰. Kadar

salinitas di lokasi penelitian yang agak rendah ini di bawah dari nilai optimum

untuk salinitas padang lamun. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun yakni

35 ‰ (Dahuri, 2003 dalam Kordi, 2011). Rendahnya nilai salinitas di seluruh

stasiun penelitian dikarenakan perairan Pulau Saronde masih menerima pasokan

air tawar dari Desa Ponelo dan Desa Malambe yang memiliki pemukiman

penduduk dan lokasinya masih berdekatan dengan perairan Pulau Saronde.

Salinitas berpengaruh terhadap produktivitas, dan kerapatan lamun

(Tuwo, 2011). Akan tetapi, daya toleransi terhadap salinitas sangat bervariasi pada

masing-masing jenis. Dimana jenis lamun yang mampu mentolerir kisaran

salinitas yang besar (euryhaline) seperti jenis Halodule, Syringodium, Thalassia

mempunyai penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan jenis lamun yang

kurang mampu mentolerir kisaran perubahan kadar garam yang besar

(stenohaline). Contoh lamun stenohaline yakni dari genus Halophila.

5. Substrat

Stasiun II dan III memiliki tipe substrat yang sama, yakni pasir

bertekstur halus, bercampur kerikil halus, patahan karang, dan cangkang moluska.

Sedangkan stasiun I memiliki tipe substrat yang hampir sama dengan kedua

stasiun lainnya, hanya perbedaannya substrat di stasiun I bercampur dengan

sedikit lumpur. Sehingga memungkinkan padang lamun dapat tumbuh

20

membentuk vegetasi lamun yang rapat. Karena, meskipun lamun dapat tumbuh

pada berbagai macam tipe substrat, lamun dapat tumbuh dengan subur di daerah

yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati (Kordi,

2011). Hal ini terkait dengan kedalaman substrat atau sedimen, dimana dasar

perairan dengan substrat bercampur lumpur lebih stabil, dan dapat menjamin

pasokan nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011).

H. Perbandingan struktur vegetasi lamun di masing-masing stasiun

Semua stasiun penelitian memiliki komposisi jenis lamun yang sama,

yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila

ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan tipe vegetasi padang lamun yang

membentuk vegetasi campuran. Stasiun I memiliki bentuk susunan atau struktur

vegetasi seperti kerapatan jenis, penutupan jenis, dominansi jenis, frekuensi jenis,

dan indeks keanekaragaman jenis yang paling tinggi dari seluruh stasiun

penelitian yang ada. Sebab, adanya dominansi jenis Thalassia hemprichii di

stasiun I. Sedangkan stasiun II dan III memiliki bentuk susunan atau struktur

vegetasi seperti kerapatan jenis, penutupan atau dominansi jenis, dan frekuensi

jenis yang lebih rendah daripada stasiun I.

Hasil perbandingan struktur vegetasi lamun di seluruh stasiun penelitian

dapat dilihat pada Tabel 17 berikut :

21

No. Jenis lamun Analisis

struktur vegetasi yang diukur

Nilai di masing-masing stasiun

Stasiun I Stasiun II Stasiun III 1 2 3 4 5 6 1

Cymodocea serrulata

Komposisi jenis lamun 15,7783 33,946 29,674 2 Frekuensi jenis lamun 0,7520 0,8800 0,7120 3 Kerapatan jenis lamun 4,3080 6,7720 3,6160 4 Penutupan jenis lamun 0,37600 0,4400 0,3560 5 Dominansi jenis lamun 0,1376 0,1147 0,1753 6 Keanekaragaman jenis lamun 0,0890 0,1146 0,0799

7 Indeks nilai penting (INP) 22,7141 47,2813 37,1342

8

Enhalus acoroides

Komposisi jenis lamun 13,5823 9,9538 18,3548 9 Frekuensi jenis lamun 0,5680 0,4240 0,6320

10 Kerapatan jenis lamun 3,3240 1,7440 1,9080 11 Penutupan jenis lamun 0,2840 0,2120 0,3160 12 Dominansi jenis lamun 0,1264 0,0785 0,1442 13 Keanekaragaman jenis lamun 0,0758 0,0295 0,0422 14 Indeks nilai penting (INP) 17,4091 13,5731 21,5627 15

Halophila minor

Komposisi jenis lamun 1,5784 0,4529 1,8615 16 Frekuensi jenis lamun 0,1520 0,0400 0,0880 17 Kerapatan jenis lamun 0,4240 0,0800 0,2120 18 Penutupan jenis lamun 0,0760 0,0200 0,0440 19 Dominansi jenis lamun 0,0157 0,0000 0,0062 20 Keanekaragaman jenis lamun 0,0169 0,0014 0,0047 21 Indeks nilai penting (INP) 2,6504 0,8559 2,5850

22

Halophila ovalis

Komposisi jenis lamun 0,8006 0,4347 0,3559 23 Frekuensi jenis lamun 0,1600 0,0320 0,0720 24 Kerapatan jenis lamun 0,2120 0,0480 0,0520 25 Penutupan jenis lamun 0,0800 0,0160 0,0360 26 Dominansi jenis lamun 0,0075 0,0000 0,0017 27 Keanekaragaman jenis lamun 0,0097 0,0008 0,0011 28 Indeks nilai penting (INP) 1,8340 0,5912 1,0647

29

Thalassia hemprichii

Komposisi jenis lamun 68,2603 55,2124 49,7536 30 Frekuensi jenis lamun 1,6720 1,2160 1,0640 31 Kerapatan jenis lamun 15,6320 8,4720 5,8040 32 Penutupan jenis lamun 0,8360 0,6080 0,5320 33 Dominansi jenis lamun 0,3384 0,3814 0,1950 34 Keanekaragaman jenis lamun 0,1566 0,1434 0,1283 35 Indeks nilai penting (INP) 76,9924 59,2984 59,2535

Tabel 17. Perbandingan struktur vegetasi lamun di seluruh stasiun

Sumber : Data hasil olahan, 2012