Upload
ngokhuong
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di
Kota Metro tahun 2014 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Metro, yang beralamat di Jalan
A.R. Prawiranegara No. 66, Kota Metro, Provinsi Lampung. Pengumpulan data diperoleh
melalui penyebaran kuesioner secara langsung dengan mendatangi lokasi Wajib Pajak Badan
berada, serta melalui perantara media pendukung lainnya, seperti e-mail.
Adapun proses pendistribusian hingga pengembalian kuesioner kepada Wajib Pajak
Badan dilakukan selama kurang lebih 2 minggu, yaitu mulai tanggal 25 Februari 2015 sampai
dengan 07 Maret 2015. Kuesioner yang disebarkan kepada masing-masing responden
sebanyak 90 buah, terutama yang bergerak di bidang usaha perdagangan, keuangan, jasa, dan
lain-lain. Berikut ini deskripsi tabel distribusi penyebaran kuesioner pada perusahaan yang
terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Metro:
Tabel 4.1
Data Pendistribusian Kuesioner
No. Bidang Usaha Kuesioner yang
Dikirim Kuesioner yang
Kembali
1. Perdagangan 40 39
2. Keuangan 18 17
3. Jasa 25 25
4. Lain-lain 7 7
Jumlah 90 88
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015 Kuesioner yang disebarkan berjumlah 90 buah, sedangkan jumlah yang kembali adalah
sebanyak 88 buah atau 97,78%. Jumlah kuesioner yang tidak kembali adalah 2 buah atau
2,22%. Kuesioner yang dapat diolah adalah sebanyak 88 buah atau 97,78%. Gambaran
mengenai data sampel ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Data Sampel Penelitian
No. Keterangan WP Badan Presentase (%)
1. Jumlah kuesioner yang disebar 90 100%
2. Jumlah kuesioner yang kembali 88 97,78%
3. Jumlah kuesioner yang tidak kembali 2 2,22%
4. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 88 97,78%
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
4.1.2 Karakteristik Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan perusahaan yang
bekerja di bagian staff keuangan atau administrasi yang bertanggungjawab mengelola
perpajakan, yaitu pada perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di wilayah Kota
Metro. Data mengenai karakteristik responden ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Data Statistik Responden
Kategori Keterangan Frekuensi Presentase (%)
Bidang Usaha Perdagangan Keuangan Jasa Lain-lain
39 17 25 7
44,32% 19,32% 28,41% 7,95%
Jumlah 88 100%
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
56 32
63,64% 36,36%
Jumlah 88 100%
Bersambung ke halaman berikutnya
Usia 20 – 24 tahun 25 – 29 tahun 30 – 34 tahun >35 tahun
16 23 28 21
18,18% 26,14% 31,82% 23,86%
Jumlah 88 100%
Pendidikan Terakhir
SMA/SMK DIII
26 19
29,55% 21,59%
SI Lain-lain
38 5
43,18% 5,68%
Jumlah 88 100%
Pengalaman Kerja
1 – 2 tahun 3 – 4 tahun 5 – 6 tahun > 7 tahun
21 27 25 15
23,86% 30,68% 28,41% 17,05%
Jumlah 88 100%
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Tabel diatas menunjukkan gambaran karakter responden berdasarkan bidang usaha,
jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pengalaman kerja. Adapun deskripsinya akan
dijelaskan dalam gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 4.1
Data Statistik Responden Berdasarkan Bidang Usaha
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan gambar 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 39 responden atau
sebesar 44,32% didominasi oleh bidang usaha di sektor perdagangan, sedangkan sebanyak 17
responden atau sebesar 19,32% melakukan usaha di sektor keuangan. Selanjutnya sebanyak
25 responden atau sebesar 28,41% melakukan usaha di sektor jasa, dan sisanya sebanyak 7
responden atau sebesar 7,95% dengan bidang usaha lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa
Wajib Pajak Badan yang ada di sektor perdagangan lebih termotivasi terhadap upaya
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Perdagangan Keuangan Jasa Lain-lain
Frekuensi
Presentase (%)
perencanaan pajak dibandingkan sektor usaha lainnya, karena mayoritas segala aktivitasnya
selalu berhubungan dengan perpajakan.
Gambar 4.2
Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin
laki-laki adalah sebanyak 56 orang atau sebesar 63,64%, sedangkan responden yang berjenis
kelamin perempuan adalah sebanyak 32 orang atau sebesar 36,36%. Hal ini menggambarkan
bahwa yang paling banyak terlibat dalam upaya perencanaan pajak pada perusahaan lebih
didominasi oleh karyawan laki-laki dibandingkan perempuan.
Gambar 4.3
Data Statistik Responden Berdasarkan Usia
0
10
20
30
40
50
60
70
Laki-laki Perempuan
Frekuensi
Presentase (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
20 - 24 th 25 - 29 th 30 - 34 th > 35 th
Frekuensi
Presentase (%)
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan gambar 4.3 diatas menunjukkan responden yang memiliki usia antara 20-
24 tahun adalah sebanyak 16 orang atau sebesar 18,18%, responden yang memiliki usia antara
25-29 tahun sebanyak 23 orang atau sebesar 26,14%, sedangkan responden yang memiliki
usia antara 30-34 tahun sebanyak 28 orang atau sebesar 31,82%, dan sisanya responden yang
memiliki usia lebih dari 35 tahun adalah sebanyak 21 orang atau sebesar 23,86%.
Gambar 4.4
Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015 Berdasarkan gambar 4.4 diatas menunjukkan bahwa responden yang melakukan
perencanaan pajak pada perusahaan dengan pendidikan terakhirnya SMA/SMK adalah
sebanyak 26 orang atau sebesar 29,55%, responden yang berpendidikan terakhir sebagai DIII
sebanyak 19 orang atau sebesar 21,59%. Selanjutnya, responden yang berpendidikan terakhir
sebagai SI berjumlah sebanyak 38 orang atau sebesar 43,18%, sedangkan sisanya responden
yang berpendidikan terakhir lain-lain sebanyak 5 orang atau sebesar 5,68%.
Gambar 4.5
Data Statistik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
0
10
20
30
40
50
SMA/SMK DIII SI Lain-lain
Frekuensi
Presentase (%)
0
5
10
15
20
25
30
35
1 - 2 th 3 - 4 th 5 - 6 th >7 th
Frekuensi
Presentase (%)
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa responden dengan pengalaman
kerja selama 1-2 tahun adalah sebanyak 21 orang atau sebesar 23,86%, responden dengan
pengalaman kerja selama 3-4 tahun sebanyak 27 orang atau sebesar 30,68%, responden yang
mempunyai pengalaman kerja selama 5-6 tahun berjumlah sebanyak 25 orang atau sebesar
28,41%, dan sisanya responden yang mempunyai pengalaman kerja lebih dari 7 tahun adalah
sebanyak 15 orang atau sebesar 17,05%.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Pengujian statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik variabel penelitian yang utama dan demografi responden, serta bertujuan untuk
menguji seberapa besar nilai mean, standar deviasi, serta nilai minimum dan maksimum,
sehingga dapat diketahui seberapa besar keakuratan data dan penyimpangan pada data
tersebut. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diuji secara statistik deskriptif seperti
terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kebijakan Perpajakan 88 13 34 27.68 3.061
Administrasi Perpajakan 88 18 37 30.59 3.548
Loopholes 88 11 27 19.93 3.440
Tarif Pajak 88 9 19 15.17 2.075
Kesadaran Wajib Pajak 88 12 34 27.00 3.311
Pemeriksaan Pajak 88 13 28 21.91 2.899
Penerapan Tax Planning 88 16 39 29.68 3.882
Valid N (listwise) 88
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dideskripsikan bahwa pada variabel Kebijakan
Perpajakan jawaban minimum responden adalah sebesar 13 dan maksimum sebesar 34,
dengan rata-rata total (mean) sebesar 27,68 dan standar deviasi sebesar 3,061. Variabel
Administrasi Perpajakan jawaban minimum responden adalah sebesar 18 dan maksimum
sebesar 37, dengan rata-rata total (mean) sebesar 30,59 dan standar deviasi sebesar 3,548.
Variabel Loopholesjawaban minimum responden adalah sebesar 11 dan maksimum sebesar
27, dengan rata-rata total (mean) sebesar 19,93 dan standar deviasi sebesar 3,440. Variabel
Tarif Pajak jawaban minimum responden adalah sebesar 9 dan maksimum 19, dengan rata-rata
total (mean) sebesar 15,17 dan standar deviasi sebesar 2,075. Variabel Kesadaran Wajib Pajak
jawaban minimum responden adalah sebesar 12 dan maksimum sebesar 34, dengan rata-rata
total (mean) sebesar 27,00 dan standar deviasi 3,311. Variabel Pemeriksaan Pajak jawaban
minimum responden adalah sebesar 13 dan maksimum sebesar 28, dengan rata-rata total
(mean) sebesar 21,91 dan standar deviasi sebesar 2,899. Sedangkan pada variabel Penerapan
Tax Planning jawaban minimum responden adalah sebesar 16 dan maksimum sebesar 39,
dengan rata-rata total (mean) sebesar 29,68 dan standar deviasi sebesar 3,882.
4.2.2 Hasil Uji Kualitas Data
a) Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung angka korelasional atau rhitung dari nilai
jawaban tiap responden untuk setiap butir pernyataan, lalu dibandingkan dengan rtabel. Adapun
nilai rtabel sebesar 0,2096 yang dihitung dari degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah
jumlah sampel/responden. Maka, dengan jumlah responden sebesar 88, dapat dihitung
besarnya df = 88-2 = 86, pada tingkat signifikansi 0,05 yaitu didapat nilai rtabel sebesar 0,2096.
Sedangkan nilai rhitung dapat diketahui pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Menurut
Imam Ghazali (2009, 49), setiap item pernyataan dikatakan valid apabila angka korelasional
yang diperoleh dari perhitungan lebih besar atau sama dengan rtabel.
Berikut merupakan tabel hasil uji validitas data dalam penelitian ini:
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas
No. Item
Pernyataan
Corrected Item-
Total Correlation Nilai rtabel Kriteria
1. KBP1 0,292 0,2096 Valid
2. KBP3 0,314 0,2096 Valid
3. KBP4 0,595 0,2096 Valid
4. KBP5 0,497 0,2096 Valid
5. KBP6 0,569 0,2096 Valid
6. KBP7 0,495 0,2096 Valid
7. KBP8 0,448 0,2096 Valid
8. ADM1 0,339 0,2096 Valid
9. ADM2 0,544 0,2096 Valid
10. ADM3 0,546 0,2096 Valid
11. ADM4 0,458 0,2096 Valid
12. ADM5 0,339 0,2096 Valid
13. ADM6 0,338 0,2096 Valid
14. ADM7 0,455 0,2096 Valid
No. Item
Pernyataan
Corrected Item-
Total Correlation Nilai rtabel Kriteria
1. KBP1 0,292 0,2096 Valid
2. KBP3 0,314 0,2096 Valid
3. KBP4 0,595 0,2096 Valid
4. KBP5 0,497 0,2096 Valid
5. KBP6 0,569 0,2096 Valid
6. KBP7 0,495 0,2096 Valid
7. KBP8 0,448 0,2096 Valid
15. ADM8 0,411 0,2096 Valid
16. LHP1 0,448 0,2096 Valid
17. LHP2 0,624 0,2096 Valid
18. LHP3 0,604 0,2096 Valid
19. LHP4 0,313 0,2096 Valid
20. LHP5 0,297 0,2096 Valid
21. LHP6 0,392 0,2096 Valid
22. TP2 0,311 0,2096 Valid
23. TP3 0,496 0,2096 Valid
24. TP4 0,500 0,2096 Valid
25. TP5 0,331 0,2096 Valid
Bersambung ke halaman berikutnya
26. KSP1 0,420 0,2096 Valid
27. KSP2 0,464 0,2096 Valid
28. KSP3 0,583 0,2096 Valid
29. KSP4 0,454 0,2096 Valid
30. KSP5 0,353 0,2096 Valid
31. KSP6 0,385 0,2096 Valid
32. KSP7 0,464 0,2096 Valid
33. PMP1 0,521 0,2096 Valid
34. PMP2 0,578 0,2096 Valid
35. PMP3 0,459 0,2096 Valid
36. PMP4 0,285 0,2096 Valid
37. PMP5 0,276 0,2096 Valid
38. PMP6 0,454 0,2096 Valid
39. TXP1 0,543 0,2096 Valid
40. TXP2 0,449 0,2096 Valid
41. TXP3 0,316 0,2096 Valid
42. TXP4 0,557 0,2096 Valid
43. TXP5 0,455 0,2096 Valid
44. TXP6 0,467 0,2096 Valid
45. TXP7 0,415 0,2096 Valid
46. TXP8 0,494 0,2096 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan hasil pada tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan
variabel penelitian yang diajukan kepada responden telah memenuhi kriteria valid, karena
memiliki nilai rhitung> nilai rtabel.
b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan
validitasnya. Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengukur bahwa butir pernyataan dalam
variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang
konsisten meskipun diuji berkali-kali. Uji reliabilitas variabel penelitian dilakukan dengan
menggunakan ukuran koefisien Cronbach’s Alpha, dimana suatu instrumen dikatakan reliabel
atau mempunyai keandalan yang ringgi apabila nilai koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari
0,60 (Ghazali, 2009: 48). Hasil pengujian reliabilitas data dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Reliabilitas
No. Variabel
Penelitian
Cronbach's
Alpha
Batas
Reliabilitas Kriteria
No. Variabel
Penelitian
Cronbach's
Alpha
Batas
Reliabilitas Kriteria
1. Kebijakan Perpajakan (X1) 0,725 0,60 Reliabel
2. Administrasi Perpajakan (X2) 0,713 0,60 Reliabel
3. Loopholes (X3) 0,716 0,60 Reliabel
4. Tarif Pajak (X4) 0,707 0,60 Reliabel
5. Kesadaran Wajib Pajak (X5) 0,719 0,60 Reliabel
6. Pemeriksaan Pajak (X6) 0,713 0,60 Reliabel
7. Penerapan Tax Planning (Y) 0,728 0,60 Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan tiap
variabel independen dan variabel dependen yang digunakan dalam instrumen penelitian ini
telah memuhi kriteria reliabel yang tinggi, karena mempunyai nilai Cronbach’s Alpha lebih besar
dari 0,60. Hal ini juga menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang digunakan akan
mampu memperoleh data yang stabil atau konsisten, yang berarti apabila pernyataan tersebut
diajukan kembali, maka akan diperoleh jawaban responden yang relatif sama dengan jawaban
sebelumnya.
4.2.3 Hasil Uji Hipotesis
a) Uji Korelasi Rank Spearman
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan koefisien korelasi
Rank Spearman (rs). Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih
variabel independen dengan variabel dependen dengan skala data yang berbentuk ordinal.
Adapun hasil uji koefisien korelasi Rank Spearman antara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependen dapat ditampilkan pada tabel-tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Korelasi Variabel Kebijakan Perpajakan (X1)
Correlations
Kebijakan
Perpajakan
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Kebijakan
Perpajakan
Correlation Coefficient 1.000 .064
Sig. (2-tailed) . .551
N 88 88
Penerapan Tax
Planning
Correlation Coefficient .064 1.000
Sig. (2-tailed) .551 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel kebijakan
perpajakan adalah sebesar 0,064. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang sangat lemah
antara kebijakan perpajakan dengan penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan
adalah positif, artinya semakin rendah tingkat pemahaman manajemen perusahaan tentang
kebijakan perpajakan, maka akan semakin rendah pula motivasi manajemen perusahaan untuk
menerapkan tax planning, begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.8
Hasil Uji Korelasi Variabel Administrasi Perpajakan (X2)
Correlations
Administrasi
Perpajakan
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Administrasi
Perpajakan
Correlation Coefficient 1.000 .293**
Sig. (2-tailed) . .006
N 88 88
Penerapan Tax
Planning
Correlation Coefficient .293** 1.000
Sig. (2-tailed) .006 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel administrasi
perpajakan adalah sebesar 0,293. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang lemah antara
administrasi perpajakan dengan penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan adalah
positif, artinya semakin baik administrasi perpajakan yang dilakukan manajemen dalam
membayar kewajiban pajaknya serta untuk menghindari adanya sanksi administrasi maupun
sanksi pidana, maka semakin baik pula manajemen perusahaan menerapkan tax planning,
begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.9
Hasil Uji Korelasi Variabel Loopholes (X3)
Correlations
Loopholes
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Loopholes Correlation Coefficient 1.000 .339**
Sig. (2-tailed) . .001
Bersambung ke halaman berikutnya
N 88 88
Penerapan Tax
Planning
Correlation Coefficient .339** 1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel loopholes adalah
sebesar 0,339. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang lemah antara loopholes dengan
penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan adalah positif, artinya semakin banyak
celah-celah (loopholes) yang terdapat dalam ketentuan dan peraturan perpajakan yang dapat
dimanfaatkan untuk meminimalkan beban pajak terutangnya, maka semakin tinggi pula
kesempatan manajemen perusahaan untuk merencanakan pajaknya dengan baik, begitu pula
sebaliknya.
Tabel 4.10
Hasil Uji Korelasi Variabel Tarif Pajak (X4)
Correlations
Tarif Pajak
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Tarif Pajak Correlation Coefficient 1.000 .398**
Sig. (2-tailed) . .000
N 88 88
Penerapan Tax
Planning
Correlation Coefficient .398** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel tarif pajak
adalah sebesar 0,398. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang lemah antara tarif pajak
dengan penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan adalah positif, artinya semakin
tinggi tingkat presentase tarif pajak yang dikenakan atas suatu objek pajak, maka akan semakin
tinggi pula jumlah pajak terutang yang harus dibayar oleh perusahaan sebagai Wajib Pajak
Badan, sehingga akan memberikan motivasi atau kesempatan kepada manajemen perusahaan
untuk dapat melakukan penerapan tax planning dengan baik, begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.11
Hasil Uji Korelasi Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X5)
Correlations
Kesadaran Wajib
Pajak
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Kesadaran Wajib
Pajak
Correlation Coefficient 1.000 .406**
Sig. (2-tailed) . .000
N 88 88
Penerapan Tax Correlation Coefficient .406** 1.000
Planning Sig. (2-tailed) .000 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel kesadaran
Wajib Pajak adalah sebesar 0,406. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang tidak terlalu kuat
antara kesadaran Wajib Pajak dengan penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan
adalah positif, artinya semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki Wajib Pajak terhadap arti,
fungsi dan peranan pajak, maka akan semakin tinggi motivasi yang dimiliki manajemen
perusahaan untuk melakukan perencanaan pajaknya dengan baik, begitu pula sebaliknya.
Tabel 4.12
Hasil Uji Korelasi Variabel Pemeriksaan Pajak (X6)
Correlations
Pemeriksaan
Pajak
Penerapan Tax
Planning
Spearman's rho Pemeriksaan
Pajak
Correlation Coefficient 1.000 .475**
Sig. (2-tailed) . .000
N 88 88
Penerapan Tax
Planning
Correlation Coefficient .475** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 88 88
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer yang diolah, Maret 2015
Berdasarkan tabel 4.12 diatas, nilai koefisien korelasi (rs) untuk variabel pemeriksaan
pajak adalah sebesar 0,475. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang hampir mendekati kuat
antara pemeriksaan pajak dengan penerapan tax planning. Sedangkan arah hubungan adalah
positif, artinya semakin tinggi kemungkinan resiko terdeteksinya kecurangan melalui
pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak (fiskus), maka akan semakin tinggi pula
motivasi manajemen perusahaan untuk melakukan perencanaan pajaknya dengan baik, begitu
pula sebaliknya.
b) Uji Statistik t
Uji signifikansi dengan statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Kriteria
pengujian yang digunakan adalah membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel yang diuji
berdasarkan tingkat signifikansi 0,05 dan uji 2 pihakdengan derajat kebebasan (df) =n – 2
atau88 – 2 = 86 (n adalah jumlah sampel yang digunakan), sehingga dari tabel statistik t
diperoleh nilai ttabel sebesar 1,987. Apabila nilai thitung ≤ nilai ttabel atau nilai probabilitas > nilai
signifikansi, maka hipotesis ditolak, sedangkan apabila nilai thitung> nilai ttabel atau nilai
probabilitas ≤ nilai signifikansi, maka hipotesis diterima. Adapun hasil uji hipotesis
penelitianuntuk masing-masing variabel independen dapat diketahui dengan menghitung nilai t
secara manual, berikut persamaannya:
t = rs 𝑛−2
1− rs2
Keterangan:
t : Nilai probabilitas
rs : Koefisien korelasi masing-masing variabel independen
n : Banyaknya sampel/responden
Hasil Uji Hipotesis 1:
Terdapat hubungan antara Kebijakan Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,064 88−2
1− (0,064)2=
0,593
0,998= 0,594
Hasil uji hipotesis 1 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Kebijakan
Perpajakan mempunyai nilai thitung<ttabel (0,594 < 1,987) serta pada tabel 4.7 menunjukkan
tingkat signifikansi > 0,05 (0,551 > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara
variabel Kebijakan Perpajakan (X1) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan
kata lain hipotesis penelitian H1 ditolak.
Hasil Uji Hipotesis 2:
Terdapat hubungan antara Administrasi Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,293 88−2
1− (0,293)2=
2,717
0,956= 2,842
Hasil uji hipotesis 2 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Administrasi
Perpajakan mempunyai nilai thitung>ttabel (2,842 > 1,987) serta pada tabel 4.8 menunjukkan
tingkat signifikansi < 0,05 (0,006 < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara
variabel Administrasi Perpajakan (X2) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau
dengan kata lain hipotesis penelitian H2diterima.
Hasil Uji Hipotesis 3:
Terdapat hubungan antara Loopholes dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,339 88−2
1− (0,339)2=
3,144
0,941= 3,341
Hasil uji hipotesis 3 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Loopholes
mempunyai nilai thitung>ttabel (3,341 > 1,987) serta pada tabel 4.9 menunjukkan tingkat
signifikansi < 0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
variabel Loopholes (X3) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain
hipotesis penelitian H3diterima.
Hasil Uji Hipotesis 4:
Terdapat hubungan antara Tarif Pajak dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,398 88−2
1− (0,398)2=
3,691
0,918= 4,021
Hasil uji hipotesis 4 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Tarif Pajak
mempunyai nilai thitung>ttabel (4,021 > 1,987) serta pada tabel 4.10 menunjukkan tingkat
signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel Tarif
Pajak (X4) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain hipotesis
penelitian H4diterima.
Hasil Uji Hipotesis 5:
Terdapat hubungan antara Kesadaran Wajib Pajak dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,406 88−2
1− (0,406)2=
3,765
0,914= 4,119
Hasil uji hipotesis 5 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Kesadaran Wajib
Pajak mempunyai nilai thitung>ttabel (4,119 > 1,987) serta pada tabel 4.11 menunjukkan tingkat
signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel
Kesadaran Wajib Pajak (X5) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata
lain hipotesis penelitian H6diterima.
Hasil Uji Hipotesis 6:
Terdapat hubungan antara Pemeriksaan Pajak dengan Penerapan Tax Planning
t = rs 𝑛−2
1− rs2
= 0,475 88−2
1− (0,475)2=
4,405
0,880= 5,006
Hasil uji hipotesis 6 dapat dilihat pada perhitungan diatas, variabel Pemeriksaan Pajak
mempunyai nilai thitung>ttabel (5,006 > 1,987) serta pada tabel 4.12 menunjukkan tingkat
signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
variabel Pemeriksaan Pajak (X6) dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan
kata lain hipotesis penelitian H6diterima.
4.3 Pembahasan
a) Hubungan Kebijakan Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Kebijakan Perpajakan
mempunyai nilai thitung<ttabel (0,594 < 1,987) dengan tingkat signifikansi > 0,05 (0,551 > 0,05). Hal
ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel Kebijakan Perpajakan (X1) dengan
variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain hipotesis penelitian H1 ditolak.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian relevan sebelumnya yang dilakukan oleh
Marfuah (2010) dan Ida Hamadah (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara Kebijakan Perpajakan terhadap Penerapan Tax Planning pada
perusahaan. Hal ini dikarenakan bahwa sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia
dilandasi oleh sistem Self Assesment System, dimana Wajib Pajak diberikan wewenang untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang yang harus disetorkan.
Sistem Self Assesment dapat terlaksana dengan baik apabila Wajib Pajak dapat memahami
peraturan perpajakan dan mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Hasil suatu tax planning yang diterapkan oleh perusahaan bisa
dikatakan baik atau tidak yaitu tergantung dengan apa yang mereka lakukan, apakah selama
pelaksanaan mengikuti aturan yang berlaku atau cenderung menentang dengan melakukan hal-
hal yang tidak diperbolehkan dalam Undang-Undang yang mengarah kepada tindakan
penggelapan pajak (tax evasion). Hal tersebut cukup beralasan, karena dengan diberikannya
wewenang kepada Wajib Pajak untuk mengatur dan mengelola sendiri kewajiban
perpajakannya malah memicu Wajib Pajak untuk meminimalkan jumlah pajak terutangnya.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Mangoting (2013) yang
mengatakan bahwa Kebijakan Perpajakan mempunyai pengaruh positif, yaitu semakin tinggi
pengetahuan manajemen perusahaan tentang alternatif yang digunakan dalam Kebijakan
Perpajakan, maka semakin tinggi pula motivasi manajemen melakukan Penerapan Tax
Planning. Kemungkinan lain dikarenakan kebijakan perpajakan merupakan sesuatu yang sudah
diatur sedemikian rupa menurut peraturan perpajakan yang sulit untuk ditentang, sehingga
Wajib Pajak cenderung patuh dan taat aturan dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.
b) Hubungan Administrasi Perpajakan dengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Administrasi
Perpajakan mempunyai nilai thitung>ttabel (2,842 > 1,987) dengan tingkat signifikansi < 0,05 (0,006
< 0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel Administrasi Perpajakan (X2)
dengan variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain bahwa hipotesis penelitian
H2diterima.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian relevan yang dilakukan oleh Ida
Hamadah (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Administrasi Perpajakan terhadap Penerapan Tax Planning pada perusahaan. Administrasi
pajak adalah metode untuk meyakinkan bahwa apa yang dilaksanakan telah sesuai dengan
yang direncanakan. Hal yang mendorong perusahaan melakukan tax planning dengan baik
adalah agar terhindar dari sanksi, baik administrasi maupun pidana karena adanya penafsiran
yang berbeda antara aparat pajak (fiskus) dengan Wajib Pajak, sebagai akibat dari begitu
luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih dirasa belum
efektif. Namun, penelitian ini sejalan dengan sebelumnya yang dilakukan oleh Marfuah (2010)
dan Yenni Mangoting (2013), yang memperoleh hasil bahwa Administrasi Perpajakan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerapan Tax Planning, artinya manajemen
perusahaan melakukan dan mengatur administrasi pajak dengan baik agar dapat terhindar dari
sanksi denda yang mungkin akan menimbulkan pemborosan dana perusahaan, misalnya
dengan membayar dan melaporkan SPT baik Masa maupun Tahunan secara benar dan tepat
waktu, atau mengadakan pembukuan perusahaan sesuai dengan kondisi kegiatan usaha yang
sebenarnya.
c) HubunganLoopholesdengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Loopholes mempunyai
nilai thitung>ttabel (3,341 > 1,987) dengan tingkat signifikansi < 0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel Loopholes (X3) dengan variabel
Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain hipotesis penelitian H3diterima.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian relevan sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Ida Hamadah (2010), yang menyatakan bahwa Loopholesberpengaruh secara
signifikan terhadap Penerapan Tax Planning. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang
berbeda dengan Marfuah (2010). Loopholes berpengaruh dikarenakan tax planning merupakan
suatu upaya atau proses yang mendeteksi kelemahan teoritis serta memanfaatkan hal-hal yang
belum diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Loopholes atau
peluang-peluang dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil atau bahkan tidak
membayar sama sekali atas suatu income tertentu. Dalam menerapkan tax planning inilah
Wajib Pajak Badan memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam undang-undang, sehingga
dapat membayar pajak yang lebih rendah secara legal guna meminimalisir cashflow
perusahaan. Hubungan yang terjadi antara Loopholes dengan Penerapan Tax Planning
menunjukkan arah positif, yang berarti semakin banyak peluang-peluang (loopholes) yang
terdapat dalam undang-undang pajak, maka akan semakin tinggi kesempatan manajemen
perusahaan untuk merencanakan kewajiban perpajakannya dengan baik, demikian pula
sebaliknya.
d) Hubungan Tarif Pajak dengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Tarif Pajak mempunyai
nilai thitung>ttabel (4,021 > 1,987) dengan tingkat signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel Tarif Pajak (X4) dengan variabel
Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain hipotesis penelitian H4diterima.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian relevan sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Ida Hamadah (2010), yang sama-sama menyatakan bahwa Tarif Pajak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Penerapan Tax Planning. Namun, hasil
penelitian ini bertentangan dengan Marfuah (2010), yang menyimpulkan tidak terdapat
pengaruh signifikan antara Tarif Pajak terhadap Penerapan Tax Planning. Tarif Pajak
berpengaruh dikarenakan besarnya pajak yang dikenakan tergantung pada besarnya
penghasilan perusahaan sebagai DPP dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Adapun
penetapan tarif pajak harus berdasar prinsip keadilan, misalnya Wajib Pajak Badan yang
memiliki penghasilan yang sama harus disesuaikan pula dengan pengenaan tarif pajak yang
sama. Jika dihubungkan dengan teori motivasi (Hilgard dan Atkinson, 1979) maka Wajib Pajak
akan membuat motivasi penilaiannya sendiri terhadap tarif pajak yang berlaku. Jika mereka
merasa tarif pajak yang berlaku terlalu tinggi, maka akan berbanding lurus dengan Penerapan
Tax Planning. Hubungan antara Tarif Pajak terhadap Penerapan Tax Planning menunjukkan
arah positif, yang artinya semakin tinggi tarif yang dikenakan atas suatu objek pajak, maka
semakin besar tingkat perencanaan pajak yang dilakukan manajemen perusahaan agar sebisa
mungkin dikenakan tarif pajak yang rendah.
e) Hubungan Kesadaran Wajib Pajak dengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Kesadaran Wajib Pajak
mempunyai nilai thitung>ttabel (4,119 > 1,987) dengan tingkat signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal
ini berarti bahwa terdapat hubungan antara variabel Kesadaran Wajib Pajak (X5) dengan
variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain bahwa hipotesis penelitian
H5diterima.
Menurut Padila dan Prior (2004: 94), menyatakan bahwa kesadaran merupakan suatu
proses belajar dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang diterima untuk mendapatkan
keyakinan diri untuk mendorong dilakukannya suatu tindakan. Kesadaran perpajakan
berkonsekuensi logis untuk para Wajib Pajak agar mereka rela memberikan kontribusi dana
untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat
waktu dan tepat jumlah. Berdasarkan hasil penelitian, kesadaran yang dimiliki Wajib Pajak
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Dengan
kesadaran perpajakan yang tinggi, maka akan mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajibannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
kesadaran yang dimiliki, maka semakin tinggi pula motivasi Wajib Pajak untuk melakukan tax
planning dengan baik. Meskipun bagi mereka pajak seringkali dianggap sebagai beban, namun
kesadaran dalam hal ini dapat dilihat dari penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang
dilakukan Wajib Pajak timbul dikarenakan tanpa adanya paksaan dari pihak aparat pajak
(fiskus), melainkan adanya dorongan atas kesadaran yang mereka miliki akan pentingnya
fungsi dan peranan pajak bagi masyarakat, teurutama dalam mendukung program
pembangunan Nasional.
f) HubunganPemeriksaan Pajakdengan Penerapan Tax Planning
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh bahwa variabel Pemeriksaan Pajak
mempunyai nilai thitung>ttabel (5,006 > 1,987) dengan tingkat signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel Pemeriksaan Pajak (X6) dengan
variabel Penerapan Tax Planning (Y), atau dengan kata lain hipotesis H6diterima.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irma Suryani
(2013) tentang “Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”, yang
menyatakan bahwa variabel kemungkinan resiko terdeteksinya kecurangan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi etika penggelapan pajak. Hal itu dikarenakan ketika
Wajib Pajak menganggap bahwa presentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui
pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi, maka mereka akan cenderung untuk patuh terhadap
aturan perpajakan, dalam hal ini berarti tidak melakukan penggelapan pajak. Pemeriksaan
merupakan hal yang harus dilakukan oleh aparat pajak untuk mendeteksi adanya kecurangan
yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, seperti pelaporan keuangan
fiktif atau tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh
aparat pajak dimaksudkan agar Wajib Pajak dapat melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Indra Kusumawati,
2005: 15). Wajib Pajak merasa takut apabila ketika dilakukan pemeriksaan dan ternyata terbukti
melakukan tindakan kecurangan, maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar denda
akan jauh lebih besar daripada jumlah pajak yang seharusnya mereka bayar. Dalam penelitian
ini, adanya hubungan yang positif antara Pemeriksaan Pajak terhadap Penerapan Tax Planning
menunjukkan bahwa semakin tinggi kemungkinan dilakukan pemeriksaan atas terdeteksinya
kecurangan, maka akan semakin memberikan motivasi bagi manajemen perusahaan untuk
melakukan tax planning dengan baik.