Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perijinan Ethical Clearance
Perijinan ini diajukan kepada komisi Etik Penelitian Kedokteran FKIK dan
dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman. Telaah
etik ini mengacu pada kaidah etik yang tertera pada Deklarasi Helsinki
tahun 2008. Hasil perijinan menyatakan bahwa penelitian ini telah
memenuhi kaidah etik dan prosedur-prosedurnya telah disetujui. Hasil
perijinan dapat dilihat pada Lampiran 1.
B. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Botani dan Genetika,
Progran Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Determinasi ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran
identitas tanaman yang akan digunakan pada penelitian. Determinasi ini
dilakukan berdasarkan karakteristik tanaman sehingga dapat menghindari
kesalahan dalam pengumpulan bahan. Pedoman yang digunakan adalah
buku Flora of Java (Backer dan Bakhuizen Van Den Brink volume I
tahun 1963. Hasil determinasi tanaman binahong adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil determinasi tanaman (lampiran 2)
22
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
23
C. Pembuatan Simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimulai dengan pengumpulan daun
binahong di daerah Purwokerto. Daun binahong yang telah diperoleh
sebanyak 3 kg dibersihkan dari kotoran kemudian dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan sisa kotoran yang masih menempel.
Daun binahong yang telah dicuci kemudian ditiriskan untuk
menghilangkan air yang masih tersisa pada daun, kemudian dikeringkan
menggunakan lemari pengering selama 3 hari. Pada saat pengeringan daun
ditata agar tidak bertumpuk sehingga pengeringan berlangsung cepat dan
merata. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air
dalam daun sehingga didapat simplisia yang tidak mudah rusak dan
terhindar dari tumbuhnya jamur dan bakteri. Daun binahong yang telah
kering diserbukan dengan mesin penyerbuk yang bertujuan meningkatkan
efektifitas penyarian dimana penyarian akan bertambah baik bila luas
permukaan serbuk semakin luas (Depkes RI, 1986) dan serbuk yang
didapat sebanyak 250,82 gram, kemudian serbuk ini diayak dengan
menggunakan ayakan 20/40, sehingga diperoleh serbuk halus sebanyak
177,93 gram. Pengayakan bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk
sehingga sari yang didapat efektif.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Binahong.
Ekstrak daun binahong dibuat dengan menggunakan metode
maserasi dengan penyari etanol 70%. Pemilihan etanol sebagai pelarut
adalah karena etanol merupakan pelarut yang memiliki kepolaran yang
mirip dengan air sehingga dapat menarik zat aktif yang terdapat dalam
daun binahong. Pemilihan etanol dengan konsentrasi 70% karena dalam
larutan tersebut mengandung 50% etanol dan 30% air, sehingga zat aktif
yang terdapat dalam daun binahong yang larut dalam air maupun larut
dalam etanol dapat terekstraksi secara bersamaan. Maserasi adalah metode
penyarian simplisia yang paling sederhana yang dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari. Cairan penyari akan
masuk ke dinding sel, kemudian ke rongga sel yang megandung zat aktif,
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
24
sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara zat di dalam dan zat di luar
sehingga menyebabkan zat aktif yang terlarut terdesak keluar sel (Depkes
RI, 1986).
Metode maserasi dimulai dengan membasahi serbuk simplisia
dengan cairan penyari selama 15 menit yang bertujuan untuk memudahkan
penyarian zat aktif. Selanjutnya serbuk daun binahong yang telah dibasahi,
direndam dengan etanol 70% dengan perbandingan 1:10 yaitu 177,93 :
1800 mL etanol 70% kemudian diaduk setiap 30 menit selama 3 hari.
Tujuan pengadukan adalah untuk menjaga derajat perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Endapan I dan filtrat
I dipisahkan dengan cara disaring lalu diperas. Endapan I yang didapat
direndam kembali (diremaserasi), dengan menggunakan etanol 1:5,
kemudian di aduk selama 30 menit selama 2 hari. Remaserasi sebanyak 3
kali. Filtrat III disatukan dengan campuran filtrat I dan II dengan total
volume filtrate yang diperoleh 1 liter dan jumlah pelarut yang digunakan
adalah 3600 ml. Filtrat hasil maserasi diuapkan menggunakan evaporator
sampai kental dan penguapan dilanjutkan dengan menggunakan waterbath
sampai tidak berbau etanol. Ekstrak kental yang didapat berwarna hijau
kehitaman dengan berat 57,29 gram dan rendemen akhir didapat 32,198%
dari serbuk kering. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian digunakan
untuk uji toksisitas akut. Perhitungan rendemen adalah:
D. Uji Pendahuluan (sighting study)
Uji pendahuluan (Shighting study) ini mengacu pada OECD
(Organization for Economic Co-Operation and Development Guidlines for
Testing of Chemicals number 420 (OECD, 2001). Sighting study dilakukan
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
25
untuk mendapatkan dosis tertinggi yang menyebabkan kematian dan akan
digunakan untuk uji toksisitas (main study). Pada sighting study
menggunakan 3 hewan uji, pemberian preparat uji dimulai dari dosis 300
mg/kgBB sebanyak 2 mL akuades secara peroral karena belum ada
informasi toksisitas mengenai daun binahong (OECD, 2001). Pengamatan
selama 24 jam meliputi gejala efek toksik dan kematian pada hewan uji.
Gejala efek toksik yang diamati berupa perilaku (kecemasan,
keberangsangan, agresif dan ketakutan), saluran cerna (diare, muntah tinja
berdarah), kulit (kerontokan rambut, kulit kemerahan dan udema). Setelah
pengamatan 24 jam tidak terdapat kematian pada hewan uji. Kemudian
pada hari berikutnya dosis dinaikan menjadi 2000 mg/kg BB,
menggunakan 3 ekor hewan uji, kemudian diamati lagi gejala efek toksik
dan kematian hewan uji seperti pada dosis 300 mg/kgBB selama 24 jam.
Tabel perhitungan dosis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengamatan selama 24 jam tidak ditemukan gejala efek toksik
maupun kematian pada hewan uji, sehingga dosis yang digunakan pada
main study adalah 2000 mg/kgBB yang berarti LD50 yang didapat untuk
ekstrak etanol daun binahong termasuk berdasarkan GHS (Globally
Harmonized System for Chemical Substant and Mixtures) pada kategori 4
dimana LD50 berkisar >300 mg/kgBB ≤ 2000 mg/kgBB. Tabel hasil
pengamatan gejala efek toksik terlampir pada Lampiran 4. Gambar
klasifikasi GHS terlampir pada Lampiran 5.
E. Uji utama (Main study)
Pada uji utama digunakan 10 tikus yang dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Bagan uji
utama dapat dilihat pada Gambar 4.
10 tikus
5 tikus (kontrol)
akuades
5 ekor tikus (uji)
2000 mg/kg BB
Berat badan, gejala efek toksik (kegelisahan, keberangasan, agresif, ketakutan,kebingungan
muntah, diare, tinja berdarah, kerontokan bulu, kulit kemerahan), fungsi darah (sel darah merah
dan sel darah putih), fungsi hati (SGOT, SGPT, bobot hati dan histopatologi hati), fungsi ginjal
(urea darah, bobot organ ginjal dan histopatologi ginjal)
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
26
Hewan uji ditempatkan di masing-masing kandang dengan tujuan
agar hewan uji memiliki ruang lebih luas sehingga diharapkan hewan uji
tidak stress, juga nutrisi dan air minum juga terpenuhi. Alas kandang
menggunakan sekam yang berfungsi untuk mempertahankan suhu agar
hewan uji tidak kedinginan sehingga menyebabkan kematian pada hewan
uji. Sekam diganti 2 hari sekali untuk mempertahankan kebersihan
kandang karena sekam juga cepat lembab, sehingga dapat mencegah
terjadinya infeksi. Hewan uji diberi makan ±28,5 gram per hari yang
diberikan untuk 2 kali pemberian pakan yaitu jam 08.00 dan 16.00.
Pemberian pakan sebanyak 200 gram perminggu bertujuan untuk
mengontrol pemberian pakan sehingga dapat meminimalisir kondisi lain
yang dapat menyebabkan toksisitas pada hewan uji, sehingga efek toksik
atau kematian yang terjadi benar-benar di karenakan pemberian ekstrak
etanol daun binahong. Kelompok kontrol hanya diberi akuades 2 mL,
sedangkan kelompok perlakuan diberi ekstrak etanol daun binahong
sebanyak 2 mL yang mengandung ekstrak etanol daun binahong dosis
2000 mg/kg BB, perhitungan dosis pada uji utama dapat dilihat pada
Lampiran 6. kemudian diamati berat badan, gejala efek toksik, fungsi
darah, biokimia darah, bobot organ hati dan ginjal dan histopatologi hati
dan ginjal.
1. Gejala efek toksik
Pengamatan gejala efek toksik dilakukan selama 5 menit sebanyak
tiga kali sehari selama 14 hari, tujuannya untuk mengetahui gejala
yang timbul setelah pemberian sediaan uji. Pengamatan dilakukan
selama 14 hari setelah pemberian ekstrak etanol daun binahong dosis
2000 mg/kg BB secara peroral pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Hasil pengamatan menunjukan tidak adanya gejala
efek toksik dan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pengamatan gejala efek toksik dilakukan pada tanda-tanda
ketoksikan yang dapat dilihat secara langsung. Gangguan saluran cerna
Gambar 4. Gambar uji utama
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
27
seperti diare dan muntah sering dihubungkan dengan gejala efek
toksik. Diare terjadi karena adanya gangguan resorpsi air dan
terjadinya hipersekresi sehingga menyebabkan penumpukan cairan di
usus. Proses resorpsi dan proses sekresi berjalan dalam waktu yang
bersamaan dimana proses resorpsi lebih cepat dari proses sekresi,
proses resorpsi diatur oleh hormon enkefalin dan proses sekresi diatur
oleh prostaglandin tetapi karena sesuatu sebab, sekresi menjadi lebih
besar dari resorpsi sehingga menyebabkan diare. Penyebab diare bisa
berupa agen pengiritasi atau pengkorosi, arsen, detergen, keracunan
jamur, infeksi, alergi makanan dan zat asing lainnya. Iritasi dan
inflmasi gastrointestinal berkaitan dengan sakit perut yang
menyebabkan translokasi endotoksin dan bakteri ke dalam sirkulasi
sistemik dan mengakibatkan diare dan jika zat asing yang
menyebabkan iritasi saluran cerna tidak segera dikeluarkan akan
menyebabkan pendarahan pada saluran cerna dan menyebabkan tinja
berdarah (Tjay dan Rahardja, 2007).
Muntah adalah pengeluaran isi lambung yang disebabkan oleh
kontraksi otot perut yang kuat yang dianggap sebagai reaksi
perlindungan alamiah terhadap zat-zat yang merangsang seperti racun
dan makanan juga obat-obatan. Rasa mual menandakan lambung
sedang mengendur dan terjadi aktivitas antiperistaltik diusus halus
sehingga terjadi pembalikan isi usus halus ke bagian atas lambung,
disusul dengan menutupnya glottis (bagian pangkal tenggorokan),
penahanan nafas, katup esophagus dan lambung merelaks, sehingga
menimbulkan kontraksi dari diagfragma serta otot-otot pernafasandan
menyebabkan muntah. Penyebab muntah adalah adanya penghalang
pada saluran nafas seperti toksikan dan zat asing, trakeobronkhitis,
bronkopneumonia sekunder akibat kontaminasi pada saluran nafas.
Gejala efek toksik pada kulit sperti kerontokan bulu, kulit kemerahan
dan terjadinya udem dapat terjadi karena absorpsi senyawa toksik
secara oral maupun absorpsi secara transdermal (Tjay dan Rahardja,
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
28
2007). Pengamatan gejala efek toksik yang berupa perilaku hewan
dilakukan selama 5 menit, dimana gejala efek toksik yang diamati
berupa kegelisahan, keberangasan, agresif, ketakutan, kebingungan.
2. Pengamatan Berat badan
Berat badan tikus ditimbang setiap hari dengan tujuan untuk
mengetahui perubahan berat badan selama 14 hari. Data pengukuran
berat badan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 2. Data pengukuran berat badan dapat dilihat pada Tabel
3. Hasil penimbangan hewan uji selama 14 hari terdapat pada
Lampiran 8.
Tabel 2. Pengukuran berat badan hewan uji pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
Waktu
Berat badan (gram)
P value Kontrol Perlakuan
H-1
H+7
H+14
139,5±16,78
169,8±10,65
168,8±16,57
153,8±22,40
184,1±17,65
188,1±6,73
0,287
0,162
0,043
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Tabel 3. Hasil analisis statistik berat badan pada kelompok perlakuan
Waktu Perlakuan P value
H-1 vs H+7
H-1 vs H+14
-30,30±36,09
-34,31±28,36
0,134
0,054
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol
5 ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Hasil perhitungan statistik menggunakan uji T tidak berpasangan,
nilai rataan sebelum perlakuan (H-1) dan pada H+7 pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol p value yang diperoleh masing 0,287
dan 0,162 (P>0,05), yang berarti tidak terdapat perbedaan berat badan
yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan baik itu pada
H-1 maupun H+7. Tetapi hal ini tidak terjadi pada H+14 dimana
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
29
terdapat perbedaan berat badan yang signifikan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (P<0,05).
Tabel 4. Tabel komposisi pakan hewan uji (hi-pro-vit)
komposisi
Kadar air
Protein
Lemak
Serat
Abu
Kalsium
Fospor
minimal
minimal
maksimal
maksimal
minimal
minimal
13,0%
17,5-19,5%
3,0%
8,0%
7,0%
0,90%
0,60%
Selain menggunakan perhitungan uji T tidak berpasangan,
digunakan juga uji T berpasangan untuk membandingkan perubahan
berat badan inter kelompok perlakuan. Hasil yang diperoleh adalah
tidak terdapat perubahan berat badan pada H-1 vs H+7 (p > 0,05)
namun ada perubahan yang nyata pada H-1 vs H+14 pada kelompok
perlakuan. Karena pada uji T tidak berpasangan pada H+14
menunjukan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan, sehingga diduga peningkatan berat badan terjadi
karena pemberian ekstrak etanol daun binahong. Diduga perubahan
yang signifikan terjadi karena adanya senyawa saponin yang dapat
meningkatkan permeabilitas dinding usus, sehingga meningkatkan
absorpsi makanan (komposisi nutrisi pakan hewan uji dapat dilihat
pada Tabel 4), selanjutnya akan meningkatkan nafsu makan hewan
uji dan akhirnya akan meningkatkan berat badan (Cheeke, 1989).
Selain itu, menurut Yi Liang et al (2010), dalam Anredera cordifolia
terdapat nutrisi seperti protein, vitamin C dan mineral, sehingga di
duga pada H+14 terjadi penyerapan kandungan ekstrak daun
binahong yang optimal, sehingga berat badan hewan uji meningkat.
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
30
3. Uji hematologi
Pada uji hematologi digunakan sampel darah. Pada uji hematologi
digunakan sampel darah. Darah merupakan sarana penyebaran hormon
dan penyampaian pesan kimiawi terhadap organ-organ lain yang
berjauhan untuk menjalankan fungsinya. Darah diambil sebanyak ±0,5
ml dengan cara menyayat ekor tikus yang sebelumnya telah
dibersihkan dengan alkohol, kemudian darah ditampung ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi antikoagulan EDTA. Data hasil jumlah
eritrosit terlampir pada Lampiran 9.
Tabel 5. Hasil pengukuran eritrosit pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
H-1 H+1 H+7 H+14
kontrol (106/mm
3)
Perlakuan (106/mm
3)
P value
7,93±1,63
8,02±1,03
0,921
10,16±2,39
8,08±2,93
0,254
16,06±7,18
14,56±5,88
0,727
6,40±2,46
7,36±1,43
0,473
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Tabel 6. Hasil analisis statistik eritrosit pada kelompok perlakuan sebelum dan
setelah perlakuan
H-1 vs H+1 H-1 vs H+7 H-1 vs H+14
Eritrosit (106/
mm3)
P value
-0,06±2,93
0,966
-6,54±4,99
0,043
0,66±0,66
0,090
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Penghitungan jumlah sel darah merah perlu ditambahkan larutan
hayem, Larutan hayem mengandung 5 gr Na-sulfat, 1 gr NaCl, 0,5 gr
HgCl2 dan aquadest ad 100 mL. Larutan hayem berfungsi sebagai
pengencer sehingga memudahkan dalam penghitungan sel darah merah
karena harus bersifat isotonis dan fiksatif terhadap eritrosit. Eritrosit di
pilih dalam penelitian ini karena eritrosit berperan dalam penghantaran
oksigen melalui pengikatan dengan hemoglobin dan kemudian di
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
31
edarkan ke seluruh tubuh, sehingga dapat dikatakan bahwa darah
merupakan sumber kehidupan.
Nilai rataan eritrosit kelompok kontrol dan perlakuan masing pada
H-1 berkisar 7 juta sampai 8 juta. Hal ini masih normal seperti yang
disebutkan oleh Anonim (2010) yang menyebutkan bahwa nilai normal
eritrosit pada tikus adalah 7x106 – 13x10
6/mm
3. Analisis uji T
berpasangan dilakukan untuk mengetahui perubahan hematologi pada
kelompok perlakuan dengan membandingkan H-1 dengan H+1, H-1
dengan H+7 dan H-1 dengan H+14. Hasil analisis tersebut menunjukan
jumlah eritrosit pada H-1 vs H+1, H-1 vs H+14 tidak berubah secara
signifikan sedangkan pada H-1 dengan H+7 terdapat perubahan nilai
hematologi yang signifikan (P<0,05). Pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (dapat dillihat pada Tabel 3.) Jumlah eritrosit pada
H+1 dan H+7 meningkat dan pada H+14 menurun.
Seharusnya kandungan flavonoid dan saponin dalam ekstrak etanol
daun binahong dapat meningkatkan jumlah eritrosit namun hasil uji T
tidak berpasangan menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara kelompok kontrol dan perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan
ekstrak etanol daun binahong tidak mempengaruhi jumlah eritrosit
pada hewan uji namun peningkatan eritrosit pada kelompok ini diduga
disebabkan kondisi dari hewan uji seperti faktor umur, aktivitas tubuh,
gizi dan keadaan lingkungan (Triana dan Nurhidayat, 2006).
Flavonoid dalam ekstrak daun binahong dapat meningkatkan
jumlah eritrosit. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang dapat
menangkap radikal bebas dengan jalan menghambat pembelahan sel.
Di dalam tubuh radikal bebas tetap diproduksi melalui kegiatan
metabolisme sehari-hari. Radikal bebas tersebut bersifat prooksidasi
(pemicu oksidasi). Pembentukan prooksidasi normalnya seimbang
dengan pembentukkan antioksidan di dalam tubuh. Sel darah merah
menghasilkan radikal bebas, sehingga dengan penambahan flavonoid
sebagai penangkal radikal bebas, akan mengurangi produksi sel darah
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
32
merah sehingga agar tetap seimbang antara prooksidasi dengan
antioksidan, maka jumlah sel darah merah meningkat (Sundaryono,
2011). Saponin juga dapat meningkatkan eritrosit melalui hemolisis
(pemecahan eritrosit), terjadinya hemolisis akan merangsang sumsum
tulang untuk memproduksi eritrosit dalam bentuk retikulosit (pra
eritrosit) (Nijveld, 2001; Nadjeeb, 2010; Frandson, 1992).
Leukosit terlibat dalam pertahanan seluler dan humoral dari zat-zat
toksik dan rangsangan infeksi dalam tubuh. Sel darah putih dapat
dihitung dengan menggunakan larutan pengencer turk. Larutan turk
mengandung larutan gentian violet 1% dalam 1 mL air, asam asetat
glacial 1 mL, aquadest ad 100 mL. Larutan gentian violet berfungsi
memberikan warna pada inti dari granula leukosit dengan memecah
eritrosit dan trombosit (Sundaryono, 2011). Hasil pengukuran jumlah
leukosit antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 7. Hasil pengukuran jumlah leukosit pada kelompok
perlakuan sebelum dan sesudah pemberian sediaan uji dapat dilihat
pada Tabel 8. Data hasil jumlah leukosit terlampir pada Lampiran 9.
Tabel 7. Hasil pengukuran leukosit pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
H-1 H+1 H+7 H+14
kontrol (103/mm
3)
Perlakuan(103/mm)
P value
4.52±1645.2
5.36±0.551
0.897
7.62±1248.7
7.71±0.855
0.330
8.60±1200
8.07±1236.2
0.511
7.680±1242.2
7.93±1150.8
0.750
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Tabel 8. Hasil analisis statistik leukosit pada kelompok perlakuan sebelum dan
setelah perlakuan
H-1 vs H+1 H-1 vs H+7 H-1 vs H+14
Leukosit(103/
mm3)
P value
-3,10±1,23
0,005
-3,55±2,51
0,034
-3,41±1,87
0,015
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
33
Nilai rataan jumlah leukosit pada H-1 pada kelompok perlakuan
dan kontrol masing-masing 4,52±1,645dan 5,36±0,551 dimana kisaran
ini masih normal untuk tikus dewasa, yaitu 5000-12000/mm3 (Anonim,
2010). Pada uji T berpasangan pada kelompok perlakuan terdapat
peningkatan jumlah leukosit secara signifikan (P<0,05). Namun
setelah penghitungan secara statistik menggunakan uji T tidak
berpasangan menunjukan tidak terdapat perbedaan antara kelompok
kontrol dan perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak
etanol daun binahong tidak mempengaruhi jumlah leukosit pada hewan
uji.
Peningkatan leukosit pada penelitian ini diduga karena luka
sayatan pada ekor tikus dapat menyebabkan inflamasi sehingga dapat
meningkatkan leukosit, juga karena infeksi cacing jenis trematoda
yang di temukan pada saat uji histopatologi. Perubahan jumlah leukosit
dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiologi maupun patologis dari hewan
uji. Pengaruh fisiologi dapat berupa aktivitas otot, rangsangan
ketakutan dan gangguan emosional. Sedangkan pengaruh patologis
bisa berupa rangsangan terhadap suatu penyakit (Ganong, 1999)
4. Uji Biokimia Darah
Pada pengukuran aktivitas enzim GPT digunakan sampel plasma.
Darah diambil dengan cara melukai pembuluh vena bagian ekor tikus,
kemudian ditampung ke dalam tabung reaksi yang telah berisi
antikoagulan EDTA dan sebelumnya telah dikalibrasi sebanyak 2 mL,
kemudian di sentrifuge dengan kesepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Reaksi yang enzimatik GPT adalah sebagai berikut:
L-alanin + 2-Oksoglutarat ↔ L-Glutamat + Piruvat
Piruvat + NADH + H+ ↔D-Laktat + NAD
+
GPT yang terdapat dalam plasma akan bereaksi dengan L-alanin dan
2-Oksoglutarat dalam larutan buffer. GPT akan mengkatalisis
pemindahan gugus amino yang ada dalam L-alanin ke 2-oksoglutarat
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
34
sehingga akan menghasilkan piruvat dan L-Glutamat. 2-oksoglutarat
adalah enzim yang berperan sebagai sepasang donor dan akseptor pada
semua reaksi transfer amino. Piruvat yang dihasilkan akan bereaksi
dengan NADH dengan bantuan enzim LDH (lactat dehidrogenase)
dan akan menghasilkan D-Laktat dengan NAD+. NADH merupakan
enzim yang dapat di baca pada panjang gelombang 340 nm.
Pembacaan absorbansi pada sisa NADH yang tidak bereaksi.
Absorbansi yang kecil menandakan peningkatan NADH (Moss et al,
1996)
Hasil pengukuran enzim GPT antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pengukuran
SGPT pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian
sediaan uji dapat dilihat pada Tabel 10. Data hasil pengukuran SGPT
terlampir dalam Lampiran 10.
Tabel 9. Hasil pengukuran GPT pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
H-1 H+1 H+7 H+14
kontrol (U/L)
Perlakuan (U/L)
P value
21,14±2,79
33,3±21,96
0,285
29,9±5,46
38,5±17,81
0,331
35,26±14,59
28,56±5,08
0,361
20,7±4,17
28,98±8,13
0,078
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Tabel 10. Hasil pengukuran GPT pada kelompok perlakuan sebelum dan
setelah perlakuan
H-1 vs H+1 H-1 vs H+7 H-1 vs H+14
SGPT
P value
-5,22±20,31
0,596
4,74±24,47
0,687
4,32±24,60
0,715
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Plasma darah merupakan larutan berair yang mengandung protein
plasma (albumin dan fibrinogen) sebanyak 7%, garam anorganik 0,9%
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
35
dan sebanyak 10% senyawa organik (asam amino, lipoprotein,
vitamin, hormon dsb).
Rataan nilai GPT hewan uji kelompok kontrol dan perlakuan
sebelum perlakuan (H-1) masing-masing adalah 21,14 U/L dan 33,3
U/L. Nilai rataan ini masih normal seperti yang disebutkan Fukuda
(2004) nilai GPT pada tikus wistar betina galur wistar berumur 2 bulan
sampai 6 bulan adalah 18,7-31,6 U/L. Hasil uji statistik T tidak
berpasangan pada H+1 dan H+7 kelompok kontol dapat dilihat terjadi
peningkatan nilai rataan aktivitas enzim GPT, sedangkan pada H+14
aktivitas enzim GPT menurun. Sedangkan pada kelompok perlakuan
H+1 terjadi peningkatan nilai rataan GPT dan pada H+7 terlihat
adanya penurunan dan nilainya tetap pada H+14. Meskipun terdapat
kenaikan dan penurunan nilai rataan GPT, nilai P masih menunjukan
angka > 0,05. Pada uji T berpasangan juga menunjukan tidak terdapat
perubahan aktivitas enzim yang signifikan (p>0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan dan penurunan nilai GPT bukan
akibat pemberian ekstrak etanol daun binahong.
Pada pengukuran aktivitas enzim GOT digunakan sampel plasma.
Reaksi enzimatik GOT adalah sebagai berikut :
L-aspartat + 2-Oksoglutarat ↔ L-Glutamat + Oksaloasetat
Oksaloasetat + NADH + H+ ↔L-Malat + NAD
+
Enzim GOT yang terdapat dalam plasma akan bereaksi dengan L-
aspartat dan 2-oksoglutarat dalam larutan buffer. GOT akan
mengkatalisis pemindahan gugus amino yang ada dalam L-aspartat ke
2-oksoglutarat sehingga akan menghasilkan oksaloasetat dan L-
glutamat. 2-oksoglutarat berperan sebagai sepasang donor dan akseptor
pada semua reaksi transfer amino. oksaloasetat yang dihasilkan akan
bereaksi dengan NADH dengan bantuan enzim MDH (malate
dehidrogenase) akan menghasilkan L-Malat dengan NAD+. NADH
merupakan enzim yang dapat di baca pada panjang gelombang 340
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
36
nm. Pembacaan absorbansi pada sisa NADH yang tidak bereaksi
(Moss et al, 1996).
Hasil pengukuran enzim GOT antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil pengukuran
GOT pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian
sediaan uji dapat dilihat pada Tabel 12. Data hasil pengukuran enzim
GOT terlampir pada Lampiran 11.
Tabel 11. Hasil pengukuran enzim GOT pada kelompok kontrol dan perlakuan
Parameter H-1 H+1 H+7 H+14
kontrol (U/L)
Perlakuan (U/L)
P value
66,44±14,8
85,94±24,11
0,162
98,16±1,19
118,2±40,81
0,337
139,8±41,911
07,3±21,77
0,163
94,78±18,12
99,26±23,32
0,743
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Tabel 12. Hasil statistik enzim GOT pada kelompok perlakuan sebelum dan
setelah perlakuan
Waktu H-1 vs H+1 H-1 vs H+7 H-1 vs H+14
GOT
P value
-3,25±53,30
0,244
-21,44±27,61
0,158
-13,32±39,28
0,491
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Nilai rataan GOT hewan uji pada H-1 adalah 66,44 U/L untuk
kelompok kontrol dan 85,94 U/L untuk kelompok perlakuan. Menurut
Fukuda (2004) nilai normal aktivitas enzim GOT pada tikus betina
galur wistar yang berumur 2-6 bulan berkisar antara 51,9-97,5 U/L.
Sehingga nilai GOT masih dikatakan normal. Pada H+1 dan H+7
kelompok kontrol terjadi peningkatan aktivitas enzim GOT dan terjadi
penurunan pada H+14. Sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi
peningkatan aktivitas GOT pada H+1 dan penurunan pada H+7 dan
H+14. Meskipun terjadi peningkatan dan penurunan aktivitas enzim
GOT, namun menurut perhitungan statistik hal tersebut bukan
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
37
disebabkan oleh ekstrak etanol daun binahong (p>0,05), karena pada
kelompok kontrol pun menunjukan hal serupa dan hasil uji T
berpasangan menunjukan tidak terdapat perubahan aktivitas enzim
GOT yang signifikan pada kelompok perlakuan baik sebelum
perlakuan maupun setelah perlakuan (P>0,05). Peningkatan dan
penurunan aktivitas enzim GPT dan GOT dapat disebabkan oleh bobot
badan hewan uji, terjadinya hemolisis, reaksi biokimia, fisika atau
kimia, perbedaan fisiologi dan makro enzim dari individu hewan uji
dan stress akibat pencekokkan sediaan uji (Girindra, 1989). Degenerasi
melemak yang terlihat pada hasil histopatologi bukan disebabkan
karena nilai GOT dan GPT. Karena nilai GOT dan GPT menurut Sass
(2005) tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap terjadinnya
degenerasi melemak namun yang berpengaruh adalah rasio GOT
terhadap GPT.
Urea merupakan zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh
tubuh, sehingga harus dibuang oleh ginjal dalam bentuk urin.
Kerusakan pada ginjal, akan menyebabkan penumpukan urea di dalam
darah. Reaksi enzimatik urea adalah sebagai berikut:
Urea + 2 H2O + → 2 NH4+ + 2 CO3
-
2-Oksoglutarat + NH4+ +NADH + →L-Glutamat + NAD
+ + H2O
Urea ditambah dengan air membentuk 2 amonium dan
karbondioksida dengan bantuan enzim urease yang ada dalam plasma.
Amonium akan bereaksi dengan 2-oksoglutarat dan NADH dengan
bantuan enzim GLDH (Glutamat Dehidrogenase) menjadi L-glutamat,
NAD+
serta air. Yang di ukur adalah NADH yang akan berubah
menjadi NAD+.
Semakin rendah nilai absorbansi maka semakin banyak
NADH yang digunakan untuk reaksi. Berarti kadar urea semakin
tinggi.
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
38
Hasil pengukuran enzim urea antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil pengukuran
urea pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian
sediaan uji dapat dilihat pada Tabel 14. Data hasil pengukuran urea
terlampir dalam Lampiran 12.
Tabel 13. Hasil pengukuran urea darah pada kelompok kontrol dan perlakuan
Parameter H-1 H+1 H+7 H+14
kontrol (mg/dL)
Perlakuan (mg/dL)
34,80±9,88
36,80±14,20
31,20±3,67
43,40±29,33
31,40±3,91
27,60±4,00
28,20±5,54
34,00±5,03
P value 0,803 0,388 0,329 0,862
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji
Tabel 14. Hasil hasil analisis statistik urea darah pada kelompok perlakuan
sebelum dan setelah perlakuan
Waktu H-1 vs H+1 H-1 vs H+7 H-1 vs H+14
Urea
P value
-6,60±24,52
0,580
9,20±12,15
0,166
2,80±15,03
0,699
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji
Kadar urea tikus betina galur wistar berumur 2-6 bulan menurut
Fukuda (2004) adalah 17-19,7 mg/dL. Kadar rataan urea hewan uji
pada H-1 adalah 34,80 -38,80 mg/dL nilai ini lebih besar dari normal.
Pada kelompok kontrol terlihat tidak terdapat kenaikan kadar urea
darah secara bermakna, namun pada kelompok perlakuan terdapat
peningkatan rataan kadar urea darah pada H+1 dan penurunan di H+7
dan H+14 namun tidak bermakna. Hasil uji T berpasangan tidak ada
perbedaan kadar urea yang bermakna antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan (p>0,05), sehingga peningkatan kadar urea ini
bukan disebabkan oleh pemberian ekstrak etanol daun binahong. Uji T
berpasangan (P>0,05) yang berarti bahwa ekstrak etanol daun
binahong tidak mempengaruhi perubahan nilai urea darah hewan uji
pada sebelum dan setelah perlakuan.
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
39
Peningkatan urea di duga dari pakan hewan uji yang mengandung
banyak protein, sehingga meningkatkan kadar urea (lihat Tabel 4).
Protein yang dibutuhkan maupun yang tidak dibutuhkan tubuh akan
dimetabolisme oleh hati. Protein yang tidak dibutuhkan oleh tubuh
akan dipecah menjadi asam amino. Asam amino akan dipecah menjadi
urea. Asam amino yang tinggi karena konsumsi protein tinggi maka
kadar urea yang diekskresikan akan meningkatkan (Almatsier, 2006).
5. Bobot Organ
Organ hati dan ginjal merupakan organ penting dalam metabolisme,
detoksifikasi, penyimpanan, ekskresi xenobiotik dan metabolitnya
juga. Organ ini rentan terhadap kerusakan akibat metabolit yang
bersifat toksik, sehingga organ hati dan ginjal yang dipilih untuk uji
toksisitas (Brzoska et al., 2003). Hewan uji dibunuh dengan cara
dimasukan ke dalam bejana yang telah telah dijenuhi eter, kemudian
hewan uji dibedah mulai dari bagian perut sampai uterus menggunakan
pisau steril, organ hati dan ginjal diambil kemudian dibersihkan
dengan NaCL 0.9% selanjutnya ditiriskan diatas kertas kertas saring,
kemudian organ ditimbang menggunakan timbangan analitik
Shimadzu. Data hasil penimbangan bobot organ hati terlampir dalam
Lampiran 13.
Tabel 15. Bobot organ hati tikus pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
Organ
Bobot organ (gram)
P value Kontrol Perlakuan
Hati (g)
Berat relatif (%)
6,52±0,35
3,89
6,58±1.09
3,49
0,100
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Rataan bobot organ hati pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan adalah 6,52 gram dan 6,58 gram dengan bobot relatif hati
kelompok kontrol adalah 3,89% dan bobot relatif kelompok perlakuan
adalah 3,49%. Menurut Popp (1991) berat relatif normal organ hati
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
40
adalah 3,5%- 4,0%, sehingga berat organ hati kelompok perlakuan
masih dalam kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun binahong tidak mempengaruhi bobot organ hati. Hasil uji
T juga menunjukan (P>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
bobot organ yang signifikan antara kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Purwani et al
(2013) yang menyatakan bahwa flavonoid tidak mempengaruhi bobot
organ hati mencit.
Penurunan berat hati dapat terjadi karena gangguan hepatik akut dan
kronik. Peningkatan berat hati bisa bersifat adaptif maupun toksik,
tetapi umumnya bersifat adaptif. Peningkatan berat hati yang bersifat
adaptif seperti proliferasi retikulum endoplasma halus, peningkatan
kandungan sitokrom P-450, peningkatan metabolisme obat. Selain itu
peningkatan berat hati yang bersifat toksik, seperti hepatotoksikan
yang akan mengganggu struktur membran retikulum endoplasma,
menurunkan kandungan sitokrom P-450 dan menurunkan aktivitas
metabolisme obat (Popp, 1991 ;Lu, 1995). Data hasil penimbangan
bobot organ ginjal terlampir pada Lampiran 13.
Tabel 16. Bobot organ ginjal tikus pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan
Ginjal
Bobot organ (gram)
P value Kontrol Perlakuan
Kanan
Berat relatif (%)
Kiri
Berat relatif (%)
0,55±0,06
0,32
0,52±0.08
0,30
0,57±0,05
0,30
0,56±0.05
0,29
0,647
0,411
nilai yang tertera adalah nilai rata ± standar deviasi, n = 10, kelompok kontrol 5
ekor hewan uji dan kelompok perlakuan 5 ekor hewan uji.
Rataan bobot organ ginjal kanan dan kiri dan pada hewan uji
0,55±0,06 dan 0,52±0,08 dengan berat relatif 0,32 % dan 0,30 % untuk
kelompok kontrol dan 0,57±0.05 dan 0,56±0,05 dengan berat relatif
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
41
0,30 % dan 0,29 % untuk kelompok perlakuan, hal ini sejalan dengan
Sihombing (2011) melalui penelitiannya menyebutkan bahwa rataan
bobot organ ginjal tikus betina yang berumur 3 bulan adalah 0,520
gram.Hasil perhitungan statistik menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan rataan berat organ ginjal kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan (P>0,05). Lu (1995) menyebutkan bahwa bobot organ ginjal
merupakan indikator nefrotoksiksisistas yang paling peka, sehingga
meskipun nilai urea darah hewan uji lebih besar dari normal (dapat
dilihat pada Tabel 13), namun bobot organ dan tikus masih normal dan
pada uji histopatologi pun menunjukan tidak ditemukan perubahan
patologi maupun morfologi, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
ekstrak etanol daun binahong masih aman dan tidak mempengaruhi
bobot organ ginjal (Lu, 1995).
6. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi hati dilakukan terhadap 6 hewan uji,
dimana 3 ekor hewan uji yang termasuk pada kelompok kontrol dan 3
ekor kelompok perlakuan. Hasil histopato;ogi terlampir pada
Lampiran 14.
Tabel 17. Tabel hasil uji histopatologi organ hati dan ginjal hewan uji
Kode hati ginjal
Kontrol
F6
F7
F9
perlakuan
F1
F4
F5
DM++
DM+
DM+
DM+
DM++
DM+
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
Ket: F6, F7 dan F8: kelompok kontrol, F1, F4 dan F5: Kelompok perlakuan,
TAP: Tidak ada perubahan patologi, DM: Degenerasi Melemak
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
42
Pembacaan secara mikroskopik dilakukan pada tikus nomor 4 yang
mengalami pembentukan degenerasi melemak cukup parah. Setelah
pemberian ekstrak etanol daun binahong dosis 2000 mg/kg BB secara
peroral menunjukkan adanya degenasi melemak pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Degenerasi melemak adalah
penimbunan lemak secara abnormal pada sel parenkim yang terdapat
dalam sitoplasma sel. Degenerasi melemak ditandai dengan adanya
vakuola lemak atau air (hidrofik) dalam sitoplasma dengan ukuran
yang besar maupun kecil, sehingga inti sel terdesak ke tepi sitoplasma
vakuola lemak yang dapat dilihat secara mikroskopik (Robbins dan
Kumar, 1992). Degenerasi melemak terjadi karena adanya gangguan
hepatosit (diet atau toksin) yang menyebabkan ketidakseimbangan
kecepatan penyerapan asam lemak dan sekresinya sebagai VLDL
(Very Low Density Lipoprotein) dalam sirkulasi sistemik.
Terhambatnya pembentukkan lipoprotein ini menyebabkan akumulasi
trigliserida dalam parenkim hati yang menyebabkan degenerasi
melemak (Popp, 1991). Penyebab degenerasi melemak adalah toksin,
malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas dan anoksia (Suhita,
2013).
Gambar 5. Struktur histopatologi hati normal (kiri) Struktir
histopatologi hati Degenerasi melemak (kanan) yang
ditandai dengan adanya vakuola–vakuola berbagai
ukuran dengan batas jelas sitoplasma dan tampak
beberapa inti terdesak ke tepi.
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
43
Degenerasi melemak terjadi bisa karena induksi alkohol dan tanpa
diinduksi alkohol. Ciri-ciri degenerasi melemak yang diinduksi alkohol
gejala dan tanda berupa asimptomatik, perbandingan GOT dengan
GPT adalah >2 (Marsano et al, 2003). Degenerasi melemak tanpa
diinduksi alkohol dapat disebabkan karena resisten insulin, gangguan
metabolisme, nutrisi, penggunaan obat dan toksin (Sass et al, 2005).
Menurut Sass et al pada tahun 2005, penyakit degenerasi melemak
biasanya tidak disertai gejala, sehingga pada pengamatan efek toksik
tidak ditemukan gejala yang signifikan (Tabel 2).
Flavonoid sebagai antioksidan yang dapat mengurangi oksidasi
kolesterol LDL. Saponin dapat menurunkan kolesterol hati dan
menurunkan trigliserida sehingga dapat mencegah terjadinya
hiperkolesterolemia yang dapat menyebabkan hiperlipidemia yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya degenerasi melemak pada
hati tanpa diinduksi alkohol (Knektm, 2007; Matsui, 2009). Ekstrak
etanol daun binahong mengandung senyawa flavonoid dan saponin.
Bedasarkan penelitian sebelumnya, senyawa tersebut seharusnya dapat
menurunkan kolesterol darah sehingga tidak menyebabkan degenerasi
melemak, tetapi dalam penelitian ini pada kelompok perlakuan
ditemukan adanya pembentukan degenerasi melemak. Ditemukannya
degenerasi melemak ini diduga sebelum dilakukannya penelitian,
hewan uji telah menderita degenerasi melemak karena perbandingan
GOT terhadap GPT >2 mulai dari sebelum perlakuan sampai H+14.
Degenerasi melemak terjadi karena pemberian makan dan minum yang
tidak teratur, kondisi kandang yang kurang ideal, faktor stress tikus,
pengaruh zat atau penyakit lain, serta faktor internal lain seperti daya
tahan tubuh dan kerentanan tikus terhadap pengaruh luar (Bhara,
2013).
Organ hati pada kelompok perlakuan no 6 dan kelompok kontrol no
5 ditemukan flek putih yang mengindikasikan infeksi cacing jenis
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
44
trematoda (caing daun) hati, namun kelompok cacingnya belum bisa
dipastikan. Salah satu jenis cacing trematoda hati adalah Fasciola
hepatica Penyebab infeksi Fasciola hepatica ini diduga karena
pengkonsumsian air minum yang tercemar cacing tersebut, sehingga
menimbulkan infeksi dan menyebabkan jumlah sel darah putih
meningkat (Tabel 8). Cacing terematoda adalah cacing yang secara
morfologi berbentuk pipih seperti daun. Salah satu jenis cacing
trematoda adalah trematoda hati (Fasciola hepatica). Cacing ini
dikeluarkan melalui empedu ke dalam tinja dalam keadaan belum
matang. Pematangan telur terjadi dalam air selama 9-15 hari dan
berisis mirasidium. Telur akan menetas dan mirasidium keluar mencari
keong air. Keong air mengeluarkan serkaria dan berenang mencari
hospes perantara kedua yaitu tumbuh-tumbuhan air dan membentuk
kista pada permukaan tumbuhan air. Bila tertelan, metasekaria menetas
dalam usus halus, menembus dinding usus dan bermigrasi dalam ruang
peritoneum hingga menembus hati, larva masuk ke saluran empedu
dan menjadi dewasa (Sutanto et al, 2008). Sehingga infeksi yang
terjadi pada hewan uji tidak disebabkan karena pemberian ekstrak
etanol daun binahong tetapi diduga disebabkan karena air minum yang
tercemar.
Gambar 6.Struktur histopatologi ginjal normal
Hasil histopatologi organ ginjal pada kelompok kontrol maupun
perlakuan tidak ditemukan perubahan patologi seperti nekrosis ataupun
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014
45
degenarasi melemak. Hal ini menunnjukan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun binahong tidak mempengaruhi fungsi ginjal dan masih
aman digunakan sampai dosis 2000 mg/kg BB. Ginjal merupakan
organ tubuh yang vital berfungsi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme.
Kerusakan ginjal dapat dilihat berdasarkan perubahan struktur
histologi. Perubahan struktur histologi dapat dipengaruhi oleh jumlah
senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu ada faktor lain yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal yaitu kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan xenobiotik di dalam sel. Ginjal akan
mengeluarkan sisa metabolisme dalam bentuk urin, zat kimia terlebih
dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal untuk dikeluarkan
dari darah ke urin. Pada proses reabsorpsi senyawa yang tidak
dibutuhkan tubuh akan dibuang ke luar tubuhdan senyawa yang
dibutuhkan tubuh termasuk zat-zat toksik akan diserap kembali melalui
sel epitel tubulus dalam konsentrasi tinggi akibatnya akan terjadi
pemekatan dan zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan
menyebabkan kerusakan ginjal (Yuanita, 2008).
TOKSISITAS AKUT EKSTRAK…, FITRI KURNIAWATI, FAKULTAS FARMASI UMP, 2014