Upload
lamnga
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
80
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah kerangka berpikir berhasil dibangun menggunakan teori
yang ada dan sampel serta teknik sampel yang ditentukan, maka penelitian
akan dilanjutkan dengan pengambilan data dan mengolahnya dengan
bantuan SPSS. Bab ini akan menjelaskan secara terperinci proses tersebut.
4.1 DESKRIPSI TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksakan di SMP Negeri 13 Ambon yang beralamat
di jalan Laksdya Leo Wattimena, Negeri Lama, Kecamatan Baguala Kota
Ambon. Sekolah ini beroperasi sejak tahun 1984 dengan luas lahan
seluruhnya 11,592 meter2.
Jumlah tenaga pendidik sebanyak 32 orang dan
tenaga kependidikan sebanyak 11 orang. Visi, misi dan tujuan dari SMP
Negeri 13 sebagai berikut:
Visi Sekolah: memiliki daya saing yang tinggi dalam kegiatan
pembelajaran dan mampu berkompetensi dalam bidang akademik dan non
akademik dengan indikator:
1. Terwujudnya prestasi di bidang akademik meliputi pencapaian
nilai UN di atas rata-rata standar Nasional, menjuarai lomba
olimpiade MIPA, olimpiade Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia,
juga olimpiade IPS.
2. Terwujudnya prestasi di bidang non akademik meliputi menjuarai
lomba olahraga dan menjuarai lomba kesenian.
3. Terwujudnya prestasi di bidang iman dan taqwa, meliputi aktif
dalam kegiatan keagamaan dan penegakkan disiplin.
81
4. Terwujudnya prestasi di bidang ekstrakulikuler meliputi pramuka,
Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) dan Lomba Karya Ilmiah
Remaja (LKIR).
Misi sekolah: meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indikator
sebagai berikut:
1. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
2. Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Meningkatkan profesionalisme guru.
Tujuan sekolah
1. Mampu menghasilkan lulusan yang memiliki rata-rata nilai Ujian
Nasional dan Ujian Akhir Sekolah di atas rata-rata standar
nasional.
2. Mampu memiliki keunggulan kompetitif dalam bidang akademik
dan non akademik dan memiliki iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
3. Mampu menyusun Buku Dokumen I, Dokumen II dan Dokumen
III Kurikulum SMP Negeri 13 Ambon.
4.2 DESKRIPSI RESPONDEN PENELITIAN
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP
Negeri 13 sebanyak 150 orang.
82
4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Karakteristik responden menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah responden Presentase
Laki –laki 74 49 %
Perempuan 76 51 %
Total 150 100%
Berdasar Tabel 4.1 menunjukkan jumlah subjek penelitian
sebanyak 150 orang yang terdiri dari 74 laki-laki (49%) dan 76 perempuan
(51%).
4.3 DESKRIPSI HASIL PENGUKURAN PEUBAH
4.3.1 Peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja
Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah kecenderungan
kenakalan remaja, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk
mengukur kecenderungan kenakalan remaja adalah 28 aitem. Dengan
demikian skor tertinggi adalah 28 x 5 = 140 dan skor terendah 1 x 28 = 28.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kecenderungan kenakalan remaja
digunakan interval ukuran:
i = skor tertinggi - skor terendah
jumlah ketegori
i = 142,5 – 27,5 = 115 = 23
5 5
i = 23
83
Gambaran tinggi rendah hasil dari Kecenderungan Kenakalan
Remaja dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2
Deskripsi pengukuran peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja
Kategori Interval N Presentase
Sangat tinggi 120≤ x ≤ 142 - -
Tinggi 97≤ x ≤ 119 2 1,3%
Sedang 74≤ x ≤ 96 33 22%
Rendah 51≤ x ≤ 73 69 46%
Sangat rendah 28≤ x ≤ 50 46 30,7%
Jumlah 150 100%
SD= 17,52 Rata-rata= 109,38
Tabel 4.2 memberi informasi bahwa 1,3% responden memiliki
kecenderungan kenakalan tinggi; 22% memiliki kecenderungan kenakalan
sedang; 46% responden memiliki kecenderungan kenakalan rendah dan
30,7% responden memiliki kecenderungan kenakalan sangat rendah.
4.3.2 Peubah Kecerdasan Emosional
Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah Kecerdasan
Emosional, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang,
rendah dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur
Kecerdasan Emosional adalah 24 aitem. Dengan demikian skor tertinggi
adalah 24 x 5=120 dan skor terendah 1 x 24=24. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya Kecerdasan Emosional remaja digunakan interval ukuran:
84
i = skor tertinggi - skor terendah
jumlah ketegori i = 123,5 – 23,5 = 100
5 5
i = 20
Tabel 4.3
Deskripsi pengukuran Peubah Kecerdasan Emosional
Kategori Interval N Presentase
Sangat tinggi 104≤ x≤123 35 23,3%
Tinggi 84≤ x≤103 74 49,3%
Sedang 64≤ x≤83 37 24,7%
Rendah 44≤ x≤63 4 2,7%
Sangat rendah 24≤ x≤43 -
Jumlah 150 100%
SD= 15,31 Rata-rata= 54,83
Tabel 4.3 memberi informasi bahwa 23,3% responden memiliki
Kecerdasan Emosional sangat tinggi; 49,3% responden memiliki
Kecerdasan Emosional tinggi; 24,7% memiliki Kecerdasan Emosional
sedang; 2,7% responden memiliki Kecerdasan Emosional yang rendah.
4.3.3 Peubah Keharmonisan Keluarga
Dengan menentukan tinggi rendahnya peubah keharmonisan
keluarga, digunakan 5 kategori, yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan untuk mengukur
keharmonisan keluarga adalah 33 aitem. Dengan demikian skor tertinggi
adalah 33 x 5 = 165 dan skor terendah 1 x 33 = 33. Untuk mengetahui
tinggi rendahnya keharmonisan keluarga digunakan interval ukuran
sebagai berikut:
85
i = skor tertinggi - skor terendah
jumlah ketegori
i = 167,5-32,5 = 135 = 27
5 5
i = 27
Gambaran tinggi rendah hasil dari keharmonisan keluarga dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.4
Deskripsi pengukuran Peubah Keharmonisan Keluarga
Kategori Interval N Presentase
Sangat tinggi 141≤ x≤167 42 28%
Tinggi 114≤ x≤140 79 52,7%
Sedang 87≤x≤113 26 17,3%
Rendah 60≤x≤86 3 2%
Sangat rendah 33≤x≤59 - -
Jumlah 150 100%
SD= 19,33 Rata-rata= 71,2
Tabel 4.4 memberi informasi bahwa 28% responden dengan
keharmonisan keluarga sangat tinggi; 52,7% dengan keharmonisan
keluarga tinggi; 17,3% responden dengan keharmonisan keluarga sedang
dan 2% responden dengan tingkat keharmonisan rendah.
86
4.4 UJI ASUMSI KLASIK
4.4.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik histogram, P-P
Plot Test, dan hasil uji contoh tunggal Kolmogorov-Smirnov.
Gambar 4.1.
Histogram
Gambar 4.1 di atas memperlihatkan bahwa pola berdistribusi
normal sebab gambar histogram berbentuk lonceng (bell shaped curve)
(Santosa, 2000).
87
Selain menggunakan histogram, normalitas data dapat dilihat melalui
grafik P-P Plot Test pada Gambar 4.2 di bawah ini,
Gambar 4.2
Grafik P-P Plot Test
Berdasar pada Gambar 4.2 P-P Plot Test di atas menunjukan
bahwa sebaran data berupa titik menyebar di sekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga asumsi normalitas
terpenuhi.
Uji normalitas juga dapat dilakukan secara statistik dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan terdistribusi
normal bila tingkat signifikansi pada Tabel Kolmogorov-Smirnov nilai
alpha (p>0,05).
88
Tabel 4.5
Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov contoh tunggal
Tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa nilai residual koefisien
Kolmogorov-Smirnov 0,953 dengan signifikansi sebesar 0,324 oleh
karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,324>0,005) maka disimpulkan
bahwa data terdistribusi dengan normal.
Secara keseluruhan dengan menggunakan metode grafik histogram
dan grafik normal P-P Plot maupun statistik menunjukan bahwa data
dalam penelitian ini terdistribusi normal. Dengan demikian data penelitian
ini memenuhi asumsi normalitas dan model regresi layak untuk
digunakan.
Residual yang tak terbakukan
N 150
Normal Parametersa Rerata .0000000
Std. Deviation 13.12934633
Perbedaan Paling Ekstrim Absolute .078
Positif .078
Negatif -.041
Kolmogorov-Smirnov Z .953
Asymp. Sig. (2-tailed) .324
a. Test distribution is Normal.
89
4.4.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah tak gayut. Sebab, jika
terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinieritas. Pengujian
dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor
(VIF). Multikolinieritas terjadi jika nilai tolerance ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10
(Ghosali, 2009).
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinieritas
Dari Tabel 4.6 terlihat kedua peubah tak gayut memiliki nilai
tolerance 0,716>0,10 dan nilai VIF 1,397<10. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikilinieritas pada peubah yang
digunakan.
Koefisiena
Model Statistik Koliniearitas
Toleransi VIF
1 (Konstanta)
Kecerdasan Emosional
Keharmonisan Keluarga
0,716
0,716
1,397
1,397
a. Peubah Gayut: Kecenderungan Kenakalan Remaja
90
4.4.3 Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tetap maka terjadi
problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu tidak terjadi
heteroskedastisitas atau homoskedastisitas (Santoso, 2000).
Gambar 4.3.
Diagram Pencar (Scatterplot)
Diagram pencar di atas menunjukkan bahwa titik-titik terpencar
dengan tidak membentuk pola-pola tertentu tetapi titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini memberikan informasi
bahwa model regresi dalam penelitian ini terjadi homoskedastisitas
daripada heteroskedastisitas.
91
4.4.4 Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antar
peubah. Suatu data dikatakan mempunyai hubungan linear apabila nilai
penyimpangan dari linearitas dengan p>0.05. Hasil uji linearitas terhadap
peubah Kecenderungan Kenakalan Remaja, Kecerdasan Emosional dan
Keharmonisan Keluarga dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.7
Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan
Kenakalan Remaja
Keterangan: JK= Jumlah Kuadrat (Sum of Squares), db=derajat bebas, KT= Kuadrat
Tengah (Mean square). Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4.9 dan
4.13
KKR = Kecenderungan Kenakalan Remaja
KE = Kecerdasan Emosional
KK = Keharmonisan Keluarga
Keterangan ini berlaku untuk Tabel 4.8 sampai dengan Tabel 4.14
Dari Tabel 4.7 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas
sebesar 0,000 (p<0,05), dengan dan nilai penyimpangan linearitas sebesar
0,341 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang linear
antar Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja.
Tabel Sidik Ragam
db JK KT F Sig.
KKR
*
KE
Antar
Kelomp
ok
(Gabungan) 49 22821,255 465,740 2,412 .000
Linearitas 1 12633,950 12633,950 65,422 .000
Simpangan dari
Linearitas 48 10187,305 212,236 1,099 .341
Dalam Kelompok 100 19311,579 193,116
Total 149 42132,833
92
Tabel 4.8
Hasil Uji Linearitas Keharmonisan Keluarga dengan Kecenderungan
Kenakalan Remaja Tabel Sidik Ragam
db JK KT F Sig.
KKR
KE
Antar
Kelompok
(Gabungan) 56 23583,467 421,133 2,111 .001
Linearitas 1 12580,268 12580,268 63,073 .000
Simpangan
dari
Linearitas
55 11003,199 200,058 1,003 .487
Dalam Kelompok 93 18549,367 199,456
Total 149 42132,833
Dari Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas
sebesar 0,000 (p<0,05), dengan dan nilai penyimpangan linearitas sebesar
0,487 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang linear
antar Keharmonisan Keluarga dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja.
4.5 UJI HIPOTESIS
Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi berganda baik secara simultan
maupun parsial.
Hipotesis : Ada pengaruh Kecerdasan Emosional dan
Keharmonisan Keluarga secara simultan terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja siswa SMP Negeri
13 Ambon.
93
Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji signifikansi simultan
(uji F) dengan tujuan untuk mengetahui keberartian koefisien regresi
secara bersama-sama dan uji signifikansi parameter individual (uji t) untuk
mengetahui keberartian koefisien secara parsial.
4.5.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Hasil uji statistik secara simultan untuk peubah tak gayut, X1
(Kecerdasan Emosional) dan X2 (Keharmonisan Keluarga) terhadap
peubah gayut Y (Kecenderungan Kenakalan Remaja) diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil uji regresi berganda signifikansi nilai F
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, diperoleh nilai Fhitung sebesar 47,069
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh
yang signifikan dari Kecerdasan Emosional, Keharmonisan Keluarga
terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Dari hasi perhitungan ini
maka hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Model db JK KT F Sig.
1 Regresi 2 16448,253 8224,126 47,069 .000a
Sisa 147 25684,581 174,725
Total 149 42132,833
a. Prediktor: (Konstanta), KK, KE b. Peubah Gayut: KKR
94
4.5.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Hasil uji statistik secara parsial untuk peubah tak gayut X1
(Kecerdasan Emosional) dan X2 (Keharmonisan Keluarga) terhadap
peubah gayut Y (Kecenderungan Kenakalan Remaja) diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil uji regresi berganda signifikansi parameter individual (uji t)
Berdasarkan Tabel 4.10 diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut:
Y= a + b1 X1 + b2 X2 sehingga dapat ditulis
Y= 147,374 + (-0,358)X1 + (-0,356)X2
Persamaan regresi berganda dapat diartikan sebagai berikut:
1. Konstanta (a) sebesar 147,374 memberikan arti bahwa jika
Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga bernilai 0,
maka nilai Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 147,374.
2. Koefisien regresi Kecerdasan Emosional sebesar (-0,358) memberi
arti bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan
Kecerdasan Emosional akan berdampak pada penurunan nilai
Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 0,358. Dengan kata
Koefisien
Koefisien tak terbakukan
Keofisien
terbakukan
t Sig. B Kesalahan Baku Beta
1 (Konstanta) 147,374 9,117 16,165 .000
KE -.446 .095 -.358 -4,705 .000
KK -.357 .076 -.356 -4,672 .000
Peubah Gayut: KKR
95
lain semakin tinggi tingkat Kecerdasan Emosional yang di miliki
siswa SMP Negeri 13 Ambon akan berdampak pada penurunan
Kecenderungan Kenakalan Remaja.
3. Koefisien regresi Keharmonisan Keluarga sebesar (-0,356)
memberi arti bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu
tingkatan Keharmonisan Keluarga akan berdampak pada
penurunan nilai Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 0,356.
Dengan kata lain lain semakin tinggi tingkat Keharmonisan
Keluarga akan berdampak pada penurunan Kecenderungan
Kenakalan Remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.
Jenis kelamin merupakan hal yang menarik untuk diteliti guna
mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kecenderungan
kenakalan. Penulis menggunakan uji beda t-test untuk mengetahui
perbedaan Kecenderungan Kenakalan Remaja pada siswa laki-laki dan
perempuan. Adapun analisisnya sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Uji t untuk Kecenderungan Kenakalan remaja siswa laki-laki
dan perempuan
Tabel 4.11 menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan terdapat
perbedaan dengan nilai rata-rata untuk laki-laki sebesar 63,88 dan
perempuan sebesar 56,16.
Jenis Kelamin N Rata-rata Std. Deviasi
Rata-rata Std.
Error
KKR Laki-laki 74 63.88 18.542 2.155
Perempuan 76 56.16 14.048 1.611
96
Tabel 4.12
Hasil uji Signifikansi perilaku Kecenderungan Kenakalan Remaja
ditinjau dari Jenis Kelamin
Uji Levene
untuk Ekualitas
Ragam Uji t untuk Ekualitas rata-rata
F Sig. t db
Sig.
(2-
tailed)
Beda
Rataan
Standar
Error
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
KKR Diasumsikan varian
sama
10,571 .001 2,879 148 .005 7,720 2,681 2,422 13,019
Diasumsikan varian
berbeda
2.869 136.039 .005 7,720 2,691 2,398 13,042
Dari Tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa nilai F sebesar 10,571
dengan signifikansi 0,001 (p<0,05) maka terdapat perbedaan varians. Nilai
t hitung sebesar 2,869 dengan signifikansi 0,005 (p<0,05) artinya ada
perbedaan tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki dan
perempuan.
4.5.3 Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh antara kecerdasan emosional dan keharmonisan
keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja SMP Negeri 13
Ambon. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh tabel summary
untuk menunjukan koefiesien determinasi sebagai berikut:
97
Tabel 4.13
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Dari Tabel 4.13 di atas diketahui nilai R (koefisien korelasi)
sebesar 0,625 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan
antara Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Koefisien determinasi (R2) sebesar
0,390 menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh Kecerdasan
Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan
Kenakalan Remaja sebesar 39% sedangkan sisanya 61% dipengaruhi oleh
peubah lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Dari hasil penelitian di atas, diketahui bahwa Kecerdasan
Emosional dan Keharmonisan Keluarga berpengaruh terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja.
Ringkasan Model
Model R R2
R2 terkoreksi
Kesalahan Baku
taksiran
1 .625a .390 .382 13,218
a. Prediktor: (Konstanta), KK, KE
b. Peubah Gayut: KKR
98
4.5.4 Sumbangan Efektif Tiap Peubah
Sumbangan efektif tiap peubah digunakan untuk mengetahui besar
sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut (Kecerdasan
Emosional dan Keharmonisan Keluarga) terhadap peubah gayut
(Kecenderungan Kenakalan Remaja). Sumbangan efektif peubah tak gayut
sama dengan koefisen determinasi (Budiono, 2004).
Tabel 4.14
Koefisien Korelasi
KKR KE KK
Pearson Correlation KKR 1.000 -.548 -.546
KE -.548 1.000 .533
KK -.546 .533 1.000
Sumbangan efektif dapat dihitung dengan rumus:
a. Sumbangan efektif Kecerdasan Emosional
SE (X1)% = βx1 x rxy1 x 100%
= 0,358 x 0,548 x 100%
= 19,6%
b. Sumbangan efektif Keharmonisan Keluarga
SE (X2)% = βx2 x rxy2 x 100%
= 0,356 x 0,546 x 100%
= 19,4%
SE (X)% = βx X rxy X 100%
99
Sumbangan efektif Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan
Keluarga dirangkum dalam Tabel 4.15
Tabel 4.15
Rangkuman sumbangan efektif peubah X1, X2 terhadap Y
No. Sumbangan Peubah Sumbangan Efektif
1. Kecerdasan Emosional terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja
19,6 %
2. Keharmonisan Keluarga terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja
19,4%
Total sumbangan 39%
Tabel 4.15 di atas menunjukkan besarnya sumbangan efektif
Kecerdasan Emosional terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja
sebesar 19,6%. Sedangkan sumbangan efektif Keharmonisan Keluarga
terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 19,4%. Jadi, besar
sumbangan Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja sebesar 39%.
100
4.6 PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran di atas membuktikan bahwa hipotesis
penelitian ada pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan
Keluarga secara simultan terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja
siswa SMP Negeri 13 Ambon terbukti. Hal ini dibuktikan dari hasil
pengujian statistik (uji statistik nilai F) yang menunjukan nilai F sebesar
47,069 dengan tingkat signifikansi 0,000 dengan sumbangan efektif
sebesar 39%. Makin tinggi tingkat Kecerdasan Emosional dan
Keharmonisan Keluarga maka tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja
makin rendah.
Menurut Bandura (1963, dalam Siegel & Brandon, 2011)
kecenderungan kenakalan merupakan hasil interaksi faktor dalam diri dan
lingkungan. Sejalan dengan itu Kartono (2012) menjelaskan
Kecenderungan Kenakalan Remaja disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Kecerdasan Emosional (faktor internal) dan Keharmonisan
Keluarga (faktor eksternal) secara bersama-sama menurunkan
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Kecerdasan Emosional yang baik
memengaruhi remaja dalam berperilaku seperti dapat bersikap toleransi,
mampu mengendalikan emosi, dapat mengendalikan perilaku yang dapat
merusak diri sendiri dan orang lain, memiliki perasaan positif tentang diri
sendiri dan orang lain, juga memiliki kemampuan untuk mengatasi
kesulitan (Rachmawati, 2013). Keharmonisan Keluarga sebagai situasi
lingkungan yang memengaruhi remaja dalam pembentukan kepribadian,
cenderung menjadi pribadi yang baik dan memiliki kemampuan
mengembangkan sikap sosial, memiliki perilaku yang terkontrol dan
membentuk asas hidup kelompok yang baik sebagai landasan hidup di
masyarakat nantinya (Maria, 2007). Sehingga, jika remaja memiliki
101
Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga yang baik maka
remaja akan cenderung tidak nakal.
Ditinjau dari determinasi parsial diketahui bahwa peubah
Kecerdasan Emosional memberikan kontribusi terhadap Kecenderungan
Kenakalan Remaja. Emosi yang dimiliki individu akan menentukan
perilaku. Tingkat Kecerdasan Emosional yang tinggi akan berpengaruh
terhdap tingkat Kecenderungan Kenakalan Remaja. Hal ini didukung oleh
penelitian Rini et al., (2012) yang menyatakan semakin tinggi tingkat
Kecerdasan Emosional individu maka semakin rendah tingkat kenakalan
remaja. Searah dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Agung dan
Matulessy (2012) menunjukkan Kecerdasan Emosional berpengaruh
terhadap tingkat Kenakalan Remaja.
Kecenderungan Kenakalan Remaja yang muncul pada dasarnya
berkaitan erat dengan perkembangan psikis dalam diri remaja. Kecerdasan
Emosional merupakan salah satu faktor psikis yang berpengaruh. Hal ini
disebabkan di dalam Kecerdasan Emosional terdapat komponen-
komponen perilaku yang mampu menjadi pengendali terhadap potensi
munculnya perilaku. Komponen Kecerdasan Emosional yang dimaksud
adalah kemampuan mengendalikan emosi, mengelola emosi sendiri
sehingga dapat mengendalikan perilaku yang salah. Remaja yang mampu
mengontrol emosi memiliki kecerdasan emosi yang baik karena dapat
mengenali, mengelola, memotivasi diri sendiri dan memiliki kemampuan
empati (Tsaosis, 2008). Jika komponen Kecerdasan Emosional dimiliki
oleh remaja maka remaja tidak akan mudah terpancing oleh keadaan atau
situasi yang dapat menyebabkan hilangnya kontrol emosi dan pada
102
akhirnya mengarah pada perilaku negatif sebagai bentuk luapan emosi
yang tidak terkendali.
Salovey dan Mayer (1990, dalam Stein & Book, 2002)
menjelaskan Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran
memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembangan emosional dan intelektual.
Remaja dengan Kecerdasan Emosional yang baik memiliki kemampuan
untuk mengontrol diri dalam bertindak. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Aprilia dan Indrijati (2014) yang menemukan bahwa
remaja yang memiliki Kecerdasan Emosional yang baik dapat mengontrol
diri agar tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun
orang lain. Penelitian lainnya yang mendukung yaitu penelitian dari
Moskat dan Sorensen (2012) yang menyebutkan jika individu memiliki
Kecerdasan Emosional yang tinggi maka individu akan lebih mampu
menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya
sehingga menjadi kurang berperilaku nakal. Sejalan dengan penelitian di
atas, penelitian yang dilakukan oleh Castillo et al. (2013) pada remaja di
Spanyol menemukan sebuah hasil jika remaja memiliki Kecerdasan Emosi
yang baik akan membuat tingkat kecenderungan kenakalan seseorang
menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya.
Dari pembahasan di atas diketahui Kecerdasan Emosional
memegang peranan sangat penting, tanpa Kecerdasan Emosional yang
baik, remaja tidak dapat memiliki kontrol dalam setiap perilakunya sehari-
hari.
103
Secara parsial Keharmonisan Keluarga turut memberi pengaruh
terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Hal ini disebabkan karena
keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling intim dan tempat
memulai proses penting bagi anak-anak. Menurut Mace (1985, dalam
Defrain, 2003) kualitas hubungan dalam keluarga berkontribusi terhadap
kesehatan emosional dan kesejahteraan keluarga. Keluarga yang sehat,
harmonis dapat menjadi sumber daya berharga untuk bertahan dalam
kesulitan hidup. Menurut Defrain dan Stinnet (2002, dalam Coombs, 2005)
Keharmonisan Keluarga didasari oleh hubungan emosional yang positif
antara anggota keluarga, sehingga tercipta rasa nyaman antara satu dengan
lainnya dan terjaminnya kesejahteraan tiap anggota keluarga. Di sisi lain,
hubungan yang tidak sehat atau disfungsional dapat menciptakan masalah
serius yang dapat bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(DeFrain & Asay, 2007).
Penelitian yang dilakukan Darokah dan Safaria (2005) menemukan
bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih
tinggi anak-anak mereka terlibat kenakalan remaja. Sebaliknya Douglas
(1980) menjelaskan bahwa keluarga yang utuh lebih sedikit menghasilkan
kecenderungan perilaku nakal pada remaja. Menurut Hurlock (1980) pada
masa remaja terjadi perubahan yang bersifat universal, yaitu
meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan
peran, perubahan pola perilaku, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap
setiap perubahan. Berbagai perubahan yang dialami oleh remaja juga
dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan keluarga berperan penting
untuk hal tersebut.
Berbagai penelitian di Indonesia membuktikan bahwa kenakalan
remaja sangat terkait dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua
104
dan anak atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah dan di kalangan
teman (Retnowati, 1983; & Sarifuddin, 1982 dalam Sarwono, 1999).
Dalam suatu penelitian (Maria, 2007) ditemukan Keharmonisan Keluarga
berpengaruh terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Remaja yang
terpenuhi kebutuhannya secara psikologis kecil kemungkinan untuk
berperilaku nakal. Kebutuhan psikologis ini akan didapatkan remaja dari
keluarga yang harmonis dan sehat. Keluarga juga berperan membentuk
kepribadian seorang remaja. Dalam keluarga harmonis, anak akan
mendapatkan latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial
yang baik dan perilaku yang terkontrol. Selain itu anak juga memperoleh
pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab serta belajar bekerja
sama dan berbagi dengan orang lain. Dengan kata lain seorang anak dalam
keluarga yang diwarnai dengan kehangatan dan keakraban (keluarga
harmonis) akan terbentuk asas hidup kelompok yang baik sebagai
landasan hidupnya di masyarakat nantinya.
Lingkungan keluarga yang kurang harmonis memberikan
kontribusi terhadap munculnya kenakalan pada remaja. Remaja yang
dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis cenderung mempersepsi
rumahnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan melakukan hal-
hal yang melanggar norma di masyarakat. Hasil penelitian ini memperkuat
penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997, dalam Maria, 2007) yang
meneliti tiga kondisi keluarga yang berbeda yaitu; keluarga berantakan
(tidak harmonis), keluarga yang biasa-biasa saja, dan keluarga yang
harmonis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa remaja yang dibesarkan
dalam keluarga yang tidak harmonis mempunyai risiko lebih besar untuk
terganggu jiwanya, yang selanjutnya mempunyai kecenderungan besar
untuk menjadi remaja nakal dengan melakukan tindakan-tindakan anti
105
sosial. Hasil temuan ini sejalan dengan temuan Saputri dan Naqiah (2014)
keharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap perilaku kenakalan
remaja.
Dalam uji tambahan secara demografi, terdapat perbedaan antara
Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat
dalam Tabel 4.11 dan 4.12, nilai rata-rata sebesar 63,88 untuk laki-laki
dan perempuan sebesar 56,16 selain itu nilai signifikansi sebesar 0,005
(p>0,05), yang berarti Kecenderungan Kenakalan Remaja laki-laki lebih
tinggi dari perempuan. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Masum dan Khan (2014), yang menemukan tingkat kenakalan
remaja laki-laki yang lebih tinggi. Sejalan dengan itu penelitian yang
dilakukan Cruyff, Ribeaud dan Tasm (2015) dalam tiga negara ditemukan
perempuan memiliki tingkat kenakalan jauh lebih rendah dibandingkan
laki-laki, khususnya yang berhubungan dengan tindakan pelanggaran.
Mqadi (1994); Weerman dan Hoeve (2012) dalam hasil penelitian yang
berbeda juga menemukan hasil bahwa remaja, laki-laki memiliki tingkat
kenakalan yang tinggi dan serius dibandingkan perempuan.
Penyebab tingkat kenakalan laki-laki yang lebih tinggi dari
perempuan berdasar penelitian Weerman dan Hoeve (2012) adalah bahwa
remaja laki-laki cenderung lebih menghabiskan waktu lebih banyak
dengan teman sebaya dari pada remaja perempuan. Lingkungan teman
sebaya yang cenderung tidak baik tentunya akan berdampak dalam
pembentukan perilaku remaja laki-laki. Selain itu menurut Mqadi (1994)
konsekuensi dari perlakuan berbeda yang diberikan untuk tiap jenis
kelamin sehari-hari berdampak tingkat kecenderungan kenakalan
seseorang. Menurut Tappan (1949, dalam Atmasasmita, 1985) perbedaan
106
perilaku kenakalan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan terletak
pada bentuk-bentuk kenakalannya.