Upload
vuongdang
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
71
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah kerangka berpikir berhasil dibangun menggunakan teori
yang ada dan sampel serta teknik pengambilan sampel telah ditentukan,
maka penelitin akan dilanjutkan dengan pengambilan data dan
mengolahnya dengan bantuan SPSS. Bab ini akan menjelaskan secara
terperinci proses tersebut.
IV.1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosi & Pola Asuh
Otoritatif terhadap Perilaku Prososial Anak Usia 9 – 11 Tahun pada Siswa
SD Negeri 2 Passo Kecamatan Baguala di Kota Ambon”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah ada pengaruh secara simultan
atau bersama-sama dari kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif terhadap
terhadap perilaku prososial anak usia 9 – 11 tahun pada siswa SD Negeri 2
Passo Kecamatan Baguala di Kota Ambon.
SD Negeri 2 Passo adalah satu dari 45 Sekolah Dasar yang ada di
Kecamatan Baguala di Kota Ambon, yang terletak di Jl. Gang – Raja Passo.
SD ini memiliki 12 kelas dengan jumlah keseluruhan siswa 260 anak, yaitu
kelas satu berjumlah 40 siswa, kelas dua berjumlah 48 siswa, kelas tiga
berjumlah 45 siswa, kelas empat berjumlah 43 siswa, kelas lima berjumlah
41 siswa, dan kelas enam berjumlah 43 siswa. Masing-masing tingkatan
terdiri dari 12 kelas paralel. Sedangkan jumlah guru tetap yang mengajar
disekolah tersebut berjumlah 20 orang guru, 1 orang tata usaha dan 1 orang
penjaga sekolah sekaligus sebagai cleaning service pada sekolah tersebut.
Pada satu bangunan sekolah ini terdapat dua sekolah yang pararel
yakni SD Negeri 1 Passo dan SD Negeri 2 Passo ini sendiri. Kedua sekolah
72
tersebut masuk bersamaan sehingga kelas dari setiap siswa kemudian dibuat
paralel juga dengan cara sebagian siswa ada yang bersekolah pada pagi hari
dan sebagian siswa lagi bersekolah pada siang hari. Sekolah pagi di mulai
pada pukul 07.30 WIT dan berakhir pukul 12.30 WIT, sedangkan yang
bersekolah siang dimulai pada pukul 13.00 WIT dan berakhir pukul 18.00
WIT. Waktu ini berlaku bagi kedua sekolah yang ada.
Pada penelitian ini, data diperoleh melalui skala psikologi yang
dibagikan pada 107 murid SD Negeri 2 Passo setelah melewati proses try
out skala psikologi pada tanggal 25 Februari 2015. Tujuan diadakan try out
adalah agar skala psikologi nantinya akan dibagikan telah memiliki daya
diskriminasi yang baik dan telah bebas dari aitem yang gugur. Try out
dilakukan di SD yang berbeda, yaitu SD Laboratorium UKSW Salatiga.
IV.2. Prosedur Penelitian
IV.2.1. Pengambilan Data Awal
Sebelum memasuki tahap penelitian lebih lanjut, penulis melakukan
proses mencari informasi kepada bagian tata usaha SD Negeri 2 Passo.
Pencarian informasi ini bertujuan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan. Data-data yang dimaksud adalah untuk mengetahui gambaran
tentang perilaku prososial siswa dan jumlah siswa yang ada di SD tersebut.
IV.2.2. Penyusunan Alat Ukur dan Validitas Permukaan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 skala psikologi, yaitu:
skala kecerdasan emosi, skala pola asuh otoritatif, dan skala perilaku
prososial.
a. Skala Kecerdasan emosi diukur dengan Emotional Intelligence for
Children (EISC) dari Sullivan (1999) kemudian dimodifikasi oleh
penulis dengan pertimbangan setelah melihat konteks tempat penelitian
yang akan diteliti oleh penulis.
73
b. Skala pola asuh otoritatif diukur dengan Parenting Practices
Questionnaire (PPQ) dari Robinson dkk., (1995) kemudian
dimodifikasi oleh penulis agar skala tersebut dapat dipakai oleh anak-
anak. Skala asli dari Robinson dkk., (1995) merupakan skala yang
dibuat khusus bagi orang tua dalam pengasuhan anak.
c. Sakala perilaku prososial diukur dengan Prosocial Behaviour scale
(PB) dari Caprara dan Pastorelli (1993) kemudian dimodifikasi dan
dikembangkan oleh penulis.
Setelah penulis memodifikasi dan menyusun item-item pernyataan,
penulis mengajukan skala tersebut kepada dosen pembimbing I dan dosen
pembimbing II untuk direview dan dilengkapi sebagai salah satu syarat lolos
uji validitas. Selain itu, penulis juga mengajukan draf skala psikologi yang
telah disusun tersebut kepada 13 orang anak sekolah minggu yang berusia
9 – 11 di GPIB Taman Sari Salatiga pada tanggal 08 Februari 2015 untuk
direview apakah bahasa yang digunakan dapat dengan mudah dimengerti.
IV.2.3. Perijinan
Proses perijinan try out kepada Kepala Sekolah SD Laboraturium
UKSW Salatiga diawali dengan mengajukan permohonan ijin try out
kepada Ketua Program Studi Magister Sains Psikologi UKSW Salatiga.
Setelah pihak fakultas mengeluarkan surat ijin try out, pertama-tama penulis
membawa surat ijin try out tersebut langsung kepada Kepala Sekolah SD
Laboratium UKSW Salatiga pada tanggal 09 Februari 2015 sebagai syarat
melakukan proses try out.
Kedua, untuk pelaksanan penelitian, penulis kembali meminta surat
ijin penelitian kepada Ketua Program Studi Magister Sains Psikologi
UKSW Salatiga. Setelah diberikan surat ijin penelitian, penulis kembali ke
Kota Ambon untuk melaksanakan penelitian. Surat ijin diberikan kepada
74
pihak sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah SD Negeri 2 Passo pada tanggal
30 Maret 2015.
IV.2.4. Pelaksanaan Penelitian
Proses try out dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Februari 2015
kepada 80 orang siswa. Try out dilakukan dengan cara penulis bersama
seorang teman mendatangi SD Laboraturium UKSW Salatiga dan
membagikan skala di setiap kelas mulai dari kelas VI, V, dan terakhir kelas
IV. Semua skala psikologi yang dibagi oleh penulis telah dikembalikan
kepada penulis.
Proses pengambilan data penelitian dilakukan oleh penulis dan
dibantu oleh seorang guru pada tanggal 06, 07 dan 09 Maret 2015.
Pengambilan data hanya dikhususkan kepada kelas III, IV dan V.
Pembagian skala dilakukan selama 3 hari yakni pada tanggal 06 Maret
2015, skala dibagikan kepada kelas III, IV, dan V yang bersekolah pada
pagi hari. Tanggal 07 Maret 2015, skala dibagikan kepada kelas III, IV, dan
V yang bersekolah pada siang hari. Tanggal 09 Maret 2015 skala dibagikan
kepada beberapa siswa yang tidak hadir saat pembagian skala pada hari
pertama dan kedua. Dengan cara ini, penulis bisa mendapatkan seluruh
skala psikologi sesuai dengan banyaknya siswa yang didapat dari bagian
tata usaha sekolah yakni 107 siswa.
IV.3. Deskripsi Try Out
IV.3.1. Penyebaran dan Penerimaan Alat Ukur Responden Try Out
Data try out diolah pada penelitian ini adalah data primer dalam
bentuk skala psikologi dari hasil jawaban responden terkait kecerdasan
emosi, pola asuh otoritatif dan perilaku prososial. Skala psikologi sebagai
alat untuk didistribusi langsung kepada siswa kelas IV, V, dan V SD
Laboratorium UKSW Salatiga yang berjumlah 80 siswa. Dari 80 skala
75
psikologi, penulis hanya memakai 72 lembar skala, karena 8 skala psikologi
tidak memenuhi kriteria responden, dalam hal ini umur yang kurang dan
lebih dari 9 – 11 tahun.
IV.3.2. Distribusi Frekuensi Identitas Responden Try Out
Distribusi frekuensi responden try out berdasarkan jenis kelamin
dan usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Demografi Responden Try Out Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase (%)
1. Laki-laki 33 siswa 46 %
2. Perempuan 39 siswa 54 %
TOTAL 72 siswa 100%
Tabel 4.1 di atas memberikan informasi bahwa responden try out
yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 33 siswa dengan presentase
sebesar 46% dan perempuan berjumlah 39 siswa dengan presentase sebesar
54%.
Tabel 4.2
Demografi Responden Try Out Menurut Usia
No. Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
Responden
Presentase
(%)
1. 9 tahun 8 24,2% 13 33,4% 21 29%
2. 10 tahun 14 42,5% 9 23% 23 32%
3. 11 tahun 11 33,3% 17 43,6% 28 39%
TOTAL 33 100% 39 100% 72 100%
Tabel 4.2 di atas memberikan informasi bahwa responden try out
menurut usia. Responden dengan usia 9 tahun berjumlah 21 siswa dengan
presentase sebesar 29%, responden dengan usia 10 tahun berjumlah 23
siswa dengan presentase sebesar 32% dan responden dengan usia 11 tahun
berjumlah 28 siswa dengan presentase sebesar 39%.
76
IV.3.3. Uji Diskriminasi dan Reliabilitas Skala
Seleksi aitem dan reliabilitas skala psikologi perlu dilakukan
terlebih dahulu untuk memilih aitem yang hasil ukurnya sesuai dengan hasil
ukur skala secara keseluruhan dan sejauh mana konsistensi alat ukur yang
digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, seleksi aitem dilakukan
pada proses try out sehingga pada proses pengambilan data dengan
responden yang sebenarnya akan mendapatkan hasil yang benar-benar
dapat dipertanggung jawabkan.
IV.3.1. Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Perilaku Prososial
Aitem yang digunakan untuk menjaring data perilaku prososial
adalah sebanyak 25 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui
corrected diperoleh 4 aitem yang memiliki koefisien korelasi < 0,30 dan
dinyatakan gugur. Adapun aitem perilaku prososial yang memiliki koefisien
korelasi < 0,30 adalah aitem nomor: 2, 8, 9, dan 15. Berpatokan dari blue
print perilaku prososial yang hanya memakai 20 aitem untuk penelitian,
maka harus ada satu aitem yang dibuang atau dinyatakan gugur. Aitem
tersebut yakni aitem nomor 22 karena nilai koefisien korelasi dianggap
rendah. Berikut Tabel 4.3 dijelaskan penyebaran aitem valid dan aitem
gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach’s.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya.
77
Tabel 4.3
Sebaran Aitem Valid Dan Aitem Gugur
Uji Coba (Try Out) Skala Perilaku Prososial
NO. ASPEK INDIKATOR AITEM TOTAL
Favorable Unfavorable
1. Altruism
(altruism)
Tidak egois
terhadap orang
lain
7, 16, 24 3 4
Melakukan hal-
hal sederhana
untuk
membantu
1, 4, 9* 17, 19 4
2. Kepercayaan
(trust)
Dapat
diandalkan
12, 23 6 3
Berperilaku
jujur
13, 21 11 3
Baik hati 15*, 20,
22*
8* 1
3. Keramahan
(agreeableness)
Berhati lembut 2*, 5 18 2
Selalu
mengalah
10, 25 14 3
Jumlah Aitem 13 7 20
TOTAL 20
Keterangan : tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliabilitas Skala Perilaku Prososial
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.4, diketahui bahwa
variabel perilaku prososial memiliki koefisien alpha Cronbach’s sebesar
0,864 dari batas minimal yang ditetapkan adalah > 0,60, sehingga skala
psikologi dalam variabel perilaku prososial ini dinyatakan reliabel.
IV.3.2. Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi
Aitem yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan emosi
adalah sebanyak 40 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.864 20
78
corrected diperoleh 11 aitem yang memiliki koefisien korelasi < 0,30 dan
dinyatakan gugur.
Adapun aitem kecerdasan emosi yang memiliki koefisien korelasi <
0,30 adalah aitem nomor: 6, 13, 14, 19, 28, 29, 30, 32, 38, 39, 40.
Berpatokan dari blue print kecerdasan emosi yang hanya memakai 26 aitem
untuk penelitian, maka harus ada tiga aitem yang dibuang atau dinyatakan
gugur, aitem tersebut yakni aitem nomor: 31, 33, 34. Berikut tabel 4.5
dijelaskan penyebaran aitem valid dan aitem gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach’s.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya.
79
Tabel 4.5
Sebaran Aitem Valid Dan Aitem Gugur
Uji Coba (Try Out) Skala Kecerdasan Emosi
NO. ASPEK INDIKATOR NO AITEM TOTAL
Favorable Ufavorable
1. Persepsi Emosional
(Emotional Peception)
Kemampuan
mengenali
emosi diri dan
orang lain
Wajah (Face) 1, 2, 3, 4, 5 6*, 7, 8, 9, 10 9
Musik (Music) 11, 12, 13* 14*, 15, 16 4
Cerita (Story) 18, 20, 21 17, 19*, 22 5
2. Memahami Emosional
(Understanding
Emotions)
Kemampuan
memahami
emosi diri dan
orang lain
24, 25, 26,
28*, 30*,
31*, 32*
23, 27, 29*,
33*, 34*
5
3. Mengelola Emosi
(Managing Emotions)
Kemampuan
mengelola
emosi diri dan
orang lain
35, 36, 39*,
40*
37, 38* 3
Jumlah Aitem 15 11 26
TOTAL 26
Keterangan : tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.6
Hasil uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.6, diketahui bahwa
variabel kecerdasan emosi memiliki koefisien alpha Cronbach’s sebesar
0,893 dari batas minimal yang ditetapkan adalah > 0,60, sehingga skala
psikologi dalam variabel kecerdasan emosi ini dinyatakan reliabel.
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.893 26
80
IV.3.3. Daya Diskriminasi dan Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoritatif
Aitem yang digunakan untuk menjaring data pola asuh toritatif
adalah sebanyak 27 aitem. Setelah dilakukan diskriminasi aitem melalui
corrected diperoleh 5 aitem yang memiliki koefisien korelasi < 0,30 dan
dinyatakan gugur.
Adapun aitem pola asuh otoritatif yang memiliki koefisien korelasi
< 0,30 adalah aitem nomor: 17, 18, 22, 23, dan 27. Berpatokan dari blue
print pola asuh otoritatif yang hanya memakai 20 aitem untuk penelitian,
maka harus ada dua aitem yang dibuang atau dinyatakan gugur. Aitem
tersebut yakni aitem nomor: 9 dan 25 karena nilai koefisien korelasi
dianggap rendah. Berikut Tabel 4.7 dijelaskan penyebaran aitem valid dan
aitem gugur pada uji coba (try-out).
Pengujian reliabilitas instrument pada penelitian ini menggunakan
pengujian internal konsistensi dengan melihat koefisien alpha Cronbach’s.
Dalam proses try out ini diuji pula reliabilitasnya agar dapat diketahui
reliabilitas dari skala psikologi yang nantinya akan dipakai dalam
pengambilan data sebenarnya.
81
Tabel 4.7
Sebaran Aitem Valid Dan Aitem Gugur
Uji Coba (Try Out) Pola Asuh Otoritatif
NO. ASPEK INDIKATOR NO AITEM TOTAL
Favorable Ufavorable
1. Kehangatan &
Keterlibatan
(Warmth &
Involvement)
Memberikan kasih
sayang
4, 5, 8 9* 3
Peduli dengan
keadaan anak
2, 6, 7 1, 3 5
2. Penuh
Pertimbangan
(Reasoning/Indu
ction)
Mempunyai banyak
waktu dengan anak
10, 11 2
Berpikir kritis dan
kreatif
12, 15, 16 17* 3
Argumentasi yang
tepat
14, 18* 13 2
3. Partisipasi
Demokrasi
(Democratic
Participation)
Memprioritaskan anak 19, 20 2
Mempertimbangkan
dan mendorong anak
dalam
mengekspresikan diri
21, 23* 22* 1
4. Baik Hati
(Good
Natured/Easy
Going)
Memiliki karateristik
lembut, sabar,
humoris, dan saling
menghormati
24, 25*, 26 27* 2
Jumlah Aitem 17 3 20
TOTAL 20
Keterangan : tanda (*) adalah aitem yang gugur
Tabel 4.8
Hasil uji Reliabilitas Skala Pola Asuh Otoritatif
Reliabilitas Statistik
Cronbach's Alpha N of Items
.886 20
82
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.8, diketahui bahwa
variabel pola asuh otoriatif memiliki koefisian alpha Cronbach’s sebesar
0,886 dari batas minimal yang ditetapkan adalah > 0,60, sehingga skala
psikologi dalam variabel perilaku prososial ini dinyatakan reliabel.
IV.4. Deskripsi Responden Penelitian
Reponden dalam penelitian ini adalah siswa yang berusia 9 – 11
tahun pada SD Negeri 2 Passo yang berjumlah 107 orang. Terdapat
beberapa karakteristik responden yang digambarkan sebagai berikut:
IV.4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sasaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam
tabal di bawah ini:
Tabel 4.9
Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Populasi Presentase (%)
1. Laki-laki 61 siswa 57%
2. Perempuan 46 siswa 43%
TOTAL 107 siswa 100%
Tabel 4.9 menunjukkan jumlah siswa sebanyak 107 orang yang
terdiri dari, 61 siswa laki-laki dengan presentase 57% dan 46 siswa
perempuan dengan presentase 43%. Dapat dilihat bahwa responden laki-
laki lebih banyak dari responden perempuan.
Tabel 4. 10
Presentase Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
Responden
Presentase
(%)
1. 9 tahun 27 44% 16 35% 43 40%
2. 10 tahun 23 38% 16 35% 39 36%
3. 11 tahun 11 18% 14 30% 25 23%
TOTAL 61 100% 46 100% 107 100%
83
Tabel 4.10 menunjukkan siswa yang berusia 9 tahun sebanyak 43
siswa (40%), siswa yang berusia 10 tahun sebanyak 39 siswa (36%), dan
siswa yang berusia 11 tahun sebanyak 25 siswa (23%). Dapat dilihat bahwa
jumlah siswa yang berusia 9 tahun lebih banyak kemudian diikuti dengan
siswa berusia 10 tahun dan 11 tahun.
IV.4.2. Analisis Deskriptif
Tabel 4.11
Analisis Deskriptif
Dari Tabel 4.11 hasil output analisis deskriptif di atas, dapat
diartikan sebagai berikut:
1. Variabel perilaku prososial memiliki rata-rata hitung sebesar 80,93
dengan standar deviasi sebesar 6,467, artinya bahwa variabel perilaku
prososial berada pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menilai aitem skala psikologi tentang variabel perilaku
prososial sesuai dengan dirinya.
2. Variabel kecerdasan emosi memiliki rata-rata hitung sebesar 109,68
dengan standar deviasi sebesar 9,105, artinya bahwa variabel kecerdasan
emosi berada pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menilai aitem skala psikologi tentang variabel kecerdasan
emosi sesuai dengan dirinya.
3. Variabel pola asuh otoritatif memiliki rata-rata hitung sebesar 79,15
dengan standar deviasi sebesar 7,735, artinya bahwa variabel pola asuh
Deskriptif Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviasi
Perilaku_Prososial 107 60 97 80.93 6.467
Kecerdasan_Emosi 107 70 126 109.68 9.105
Pola_Asuh_Otoritatif 107 60 97 79.15 7.735
Valid N (listwise) 107
84
otoritatif berada pada daerah positif. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menilai aitem skala psikologi tentang variabel pola asuh
otoritatif sesuai dengan dirinya.
IV.4.3. Identifikasi Skor
IV.4.3.1. Identifikasi Skor Perilaku Prososial
Skala perilaku prososial ini menggambarkan persepsi siswa
terhadap diri mereka terkait perilaku tolong menolong baik kepada diri
sendiri maupun terhadap orang lain. Artinya reponden diminta untuk
menilai ataupun merespons sejauh mana perilaku prososial mereka. Dalam
menentukan tinggi rendahnya variabel perilaku prososial, digunakan 5
kategori yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
Jumlah aitem yang digunakan dalam variabel ini adalah 20 aitem valid. Skor
empiris yang diperoleh bergerak dari 100 (5×20) sampai 20 (1×20). Untuk
mengetahui perilaku prososial digunakan interval ukuran sebagai berikut:
𝑖 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
banyak kategori
𝑖 =5 (20) − 1(20)
5
i = 16.
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari perilaku
prososial dapat dilihat pada Tabel 4.12 di bawah ini.
85
Tabel 4. 12
Kategori Skor Perilaku Prososial
NO. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 84≤ x ≤100 36 34%
2. Tinggi 58≤ x <84 71 66%
3. Sedang 52≤ x <58 - 0%
4. Rendah 36≤ x <52 - 0%
5. Sangat Rendah 20≤ x <36 - 0%
Jumlah 107 100%
SD = 6,467 Max = 97 Min = 60
Dari Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa perilaku prososial siswa SD
Negeri 2 Passo mempunyai tingkat perilaku prososial yang dapat
dikategorikan tinggi dan sanggat tinggi. Tepatnya 34% siswa memiliki
perilaku prososial pada kategori sanggat tinggi dan sisanya 66% memiliki
perilaku prososial pada kategori tinggi.
IV.4.3.2. Identifikasi Skor Kecerdasan Emosi
Skala kecerdasan emosi ini menggambarkan persepsi siswa
terhadap diri mereka sendiri terkait kebutuhan dalam berperilaku prososial.
Artinya reponden diminta untuk menilai ataupun merespons sejauh mana
tingkat kecerdasan emosi mereka. Dalam menentukan tinggi rendahnya
variabel kecerdasan, digunakan 5 kategori yakni sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah, dan sangat rendah. Jumlah aitem yang digunakan dalam
variabel ini adalah 26 aitem valid. Skor empiris yang diperoleh bergerak
dari 130 (5×26) sampai 26 (1×26). Untuk mengetahui kecerdasan emosi
digunakan interval ukuran sebagai berikut:
𝑖 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
banyak kategori
𝑖 =5 (26) − 1(26)
5
i = 20,8.
86
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari kecerdasan
emosi dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13
Kategori Skor Kecerdasan Emosi
NO. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 109,2≤ x ≤130 70 65%
2. Tinggi 88,4≤ x <109,2 35 33%
3. Sedang 67,6≤ x <88,4 2 2%
4. Rendah 46,8≤ x <67,6 - 0%
5. Sangat Rendah 26≤ x <46,8 - 0%
Jumlah 107 100%
SD = 9,105 Max = 126 Min = 70
Dari Tabel 4.13 di atas diketahui bahwa kecerdasan emosi siswa SD
Negeri 2 Passo mempunyai tingkat kecerdasan emosi yang dapat dikatakan
mengarah dari kategori sedang ke sanggat tinggi. Tepatnya 65% siswa
memiliki kecerdasan emosi pada kategori sangat tinggi, 33% siswa
memiliki kecerdasan emosi pada kategori tinggi dan sisanya 2% memiliki
kecerdasan emosi pada kategori sedang.
IV.4.3.3. Identifikasi Skor Pola Asuh Otoritatif
Skala pola asuh otoritatif ini menggambarkan persepsi siswa
terhadap pengasuhan orang tua sehingga dapat memberikan contoh bagi
siswa untuk berperilaku prososial di luar lingkungan keluarga. Artinya
reponden diminta untuk menilai ataupun merespons sejauh mana pola asuh
otoritatif yang diterapkan bagi mereka di dalam lingkungan keluarga.
Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel pola suh otoritatif, digunakan
5 kategori yakni sanggat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
Jumlah aitem yang digunakan dalam variabel ini adalah 20 aitem valid. Skor
empiris yang diperoleh bergerak dari 100 (5×20) sampai 20 (1×20). Untuk
mengetahui pola asuh otoritatif digunakan interval ukuran sebagai berikut:
87
𝑖 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
banyak kategori
𝑖 =5 (20) − 1(20)
5
i = 16.
Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari pola asuh
otoritatif dapat dilihat pada Tabel 4.14 di bawah ini.
Tabel 4.14
Kategori Skor Pola Asuh Otoritatif
NO. Kategori Skor N Presentase (%)
1. Sangat Tinggi 84≤ x ≤100 27 25%
2. Tinggi 58≤ x <84 80 75%
3. Sedang 52≤ x <58 - 0%
4. Rendah 36≤ x <52 - 0%
5. Sangat Rendah 20≤ x <36 - 0%
Jumlah 107 100%
SD = 7,735 Max = 97 Min = 60
Dari Tabel 4.14 di atas diketahui bahwa siswa SD Negeri 2 Passo
yang mendapatkan gaya pengasuhan otoritatif dapat di kategorikan tinggi
dan sanggat tinggi. Tepatnya 25% siswa mendapatkan pengasuhan otoritatif
pada kategori sanggat tinggi dan sisanya 75% siswa mendapatkan
pengasuhan otoritatif pada kategori tinggi.
IV.5. Hasil Uji Asumsi Klasik
Pengujian untuk asumsi klasik digunakan diantaranya adalah uji
normalitas, uji muktikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji linearitas.
IV.4.4.1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data itu
berdistribusi normal. Selain itu dari hasil pengujian normalitas juga dapat
menunjukkan bahwa sampel yang diambil berdistribusi normal atau hampir
berdistribusi normal (Arikunto, 2006). Pengujian normalitas secara statistik
88
dapat dilakukan dengan uji one sample Kolmogrov-smirnov dengan p >
0,05. Sedangkan bila menggunakan metode grafik adalah melihat grafik
histogram dan P-P Plot Test. Hasil uji normalitas dengan menggunakan
aplikasi SPSS 16 dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.1
Histogram
Data dikatakan berdistribusi normal apabila histogram berbentuk
lonceng (bell shaped curve) (Santoso, 2000). Gambar 4.1 menunjukkan
bahwa data berdistribusi normal karena kurva membentuk lonceng (bell
shaped curve). Dengan standar deviasi sebesar 0.991. Selain menggunakan
histogram, normalitas juga dapat dilihat melalui grafik P-P Plot Test.
Gambar 4.2.
Grafik P-P Plot Test
89
Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa sebaran data berupa titik-
titik menyebar di sekitaran garis diagonal dan penyebarannya mengikuti
arah garis diagonal tersebut, sehingga asumsi normalitas dapat dipenuhi.
Tabel 4.15
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
untuk perilaku prososial sebesar 0,310, kecerdasan emosi sebesar 0,028,
dan pola asuh otoritatif sebesar 0,483. Dikarenakan nilai signifikasi variabel
terikat (perilaku prososial) > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal.
Uji Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov
Perilaku
Prososial
Kecerdasan
Emosi
Pola Asuh
Otoritatif
N 107 107 107
Parameter Normal Rata-rata
Std. Deviasi
80.93 109.68 79.15
6.467 9.105 7.735
Perbedaan yang Paling Extrim Absolut .093 .141 .081
Positif .071 .082 .041
Negatif -.093 -.141 -.081
Kolmogorov-Smirnov Z .965 1.460 .839
Asymp. Sig. (2-tailed) .310 .028 .483
a. Uji distribusi normal.
90
Tabel 4. 16
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Contoh Tunggal
Uji Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov
StandarResidual
N 107
Parameter Normal Rata-rata .0000000
Std. Deviasi .99052111
Perbedaan yang Paling Extrim Absolut .108
Positif .092
Negatif -.108
Kolmogorov-Smirnov Z 1.114
Asymp. Sig. (2-tailed) .167
a. Uji distribusi normal.
Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa koefisien Kolmogorov-
Smirnov test sebesar 1,114 dengan (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0,167.
Oleh karena signifikansi 0,167 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan data
nilai residual terdistribusi normal.
Secara keseluruhan dengan menggunakan metode statistik maupun
grafik histogram dan grafik normal P-P Plot menunjukkan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi secara normal sehingga dapat dinyatakan
bahwa asumsi normalitas dalam penelitian ini terpenuhi dan model regresi
layak digunakan untuk menjadi alat penganalisa perilaku prososial
berdasarkan kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif.
IV.4.4.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas tidak terjadi jika nilai
tolerance ≥ 0,10 dan VIF ≤ 10 (Ghozali, 2009). Berikut ini adalah tabel uji
multikolinieritas.
91
Tabel 4.17
Hasil Uji Multikolinieritas Koefisiena
Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yang
digunakan memiliki nilai toleransi sebesar 0,912 > 0,10 dan nilai VIF
sebesar 1,096 < 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikolinieritas pada variabel bebas yang digunakan.
Selain itu, uji multikolinieritas dapat dilihat dengan menganalisis
matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel terikat ada
korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan
indikasi adanya multikolinearitas.
Uji multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan melihat matriks
korelasi antar variabel-variabel bebas (zero oreder correlation matrix) yaitu
jika variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya 0,90), maka
hal tersebut mengindikasikan gejala multikolinieritas (Ghozali, 2009). Hasil
uji zero order correlation matrix dapat dilihat dalam Tabel 4.18.
Model
Koefisien Tak
Standar
Koefisien
Standar
t Sig.
Statistik
Kolinearitas
B Std. Error Beta Toleransi VIF
1 (Konstan) 48.206 8.197 5.881 .000
Kecerdasan_
Emosi .128 .068 .181 1.901 .060 .912 1.096
Pola_Asuh_
Otoritatif .235 .080 .282 2.961 .004 .912 1.096
a. Variabel Terikat: Perilaku_Prososial
92
Tabel 4.18
Hasil Uji Zero Order Correlation Matrix
Korelasi
Pengaturan Variabel
Perilaku
Prososial
Kecerdasan
Emosi
Pola Asuh
Otoritatif
Perilaku_Prososial Korelasi 1.000 .264 .335
Signifikan (2-tailed) . .006 .000
Df 0 105 105
Kecerdasan_Emosi Korelasi .264 1.000 .296
Signifikan (2-tailed) .006 . .002
Df 105 0 105
Pola_Asuh_Otoritatif Korelasi .335 .296 1.000
Signifikan (2-tailed) .000 .002 .
Df 105 105 0
a. Cells contain zero-order (Pearson) correlations.
Tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa besaran nilai koefisien
korelasi antar variabel bebas kecerdasan emosi sebesar 0,264 (p < 0,90) dan
pola asuh otoritatif sebesar 0,335 (p < 0,90), sehingga dapat dikatakan
bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas antar variabel bebas.
IV.4.4.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pangamatan yang lain. Jika varians dari pengamatan residual satu ke
pangamatan yang lain tetap maka terjadi masalah heteroskedastisitas yaitu
homoskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas yaitu melihat scatterplot (nilai prediksi dependen
ZPRED dengan residual SRESID). Apabila titik pada grafik scatterplot
menyebar secara acak di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y maka
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Santoso, 2000).
93
Gambar 4.3
Scatterplot
Statterplot menunjukan titik-titik terpencar dengan tidak
membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal, tetapi titik-titik
tersebut menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Gambar 4.3
menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi
dapat dipakai untuk memprediksi perilaku prososial berdasarkan
kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif.
IV.4.4.4. Uji Lineritas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antar
variabel bebas dan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi
penyimpangan dari linearitas dengan p > 0,05. Maka suatu data dikatakan
adanya hubungan linear apabila nilai p < 0,05
94
Tabel 4.19
Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Prososial
Dari tabel 4.19 di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi linearitas
sebesar 0,010 (p < 0,05) dan nilai signifikansi penyimpangan linearitas
sebesar 0,913 (p > 0.05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang linear antara kecerdasan emosi dan perilaku prososial.
Tabel 4.20
Hasil Uji Linearitas Pola Asuh Otoritatif dengan Perilaku Prososial
Tabel ANOVA
Jumlah
Square df
Rata-rata
Square F Sig.
Perilaku_Prososial *
Pola_Asuh_Otoritatif
Antar
Kelompok
(Gabungan) 1829.083 31 59.003 1.699 .032
Linearitas 498.048 1 498.048 14.343 .000
Simpangan dari
Linearitas 1331.034 30 44.368 1.278 .196
Dengan Kelompok 2604.319 75 34.724
Total 4433.402 106
Dari Tabel 4.20 di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi lineritas
sebesar 0,000 (p < 0.05) dan nilai signifikansi penyimpangan linearitas
Tabel ANOVA
Jumlah
Square Df
Rata-rata
Square F Sig.
Perilaku_Prososial *
Kecerdasan_Emosi
Antar
Kelompok
(Gabungan) 1221.720 33 37.022 .841 .704
Linearitas 309.622 1 309.622 7.038 .010
Simpangan dari
Linearitas 912.097 32 28.503 .648 .913
Dalam Kelompok 3211.682 73 43.996
Total 4433.402 106
95
sebesar 0,196 (p > 0.05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang linear antara pola asuh otoritatif dan perilaku prososial.
Selain melihat tabel statistik, uji linearitas juga dapat dicek dengan
melihat residual scatterplot sebagai bagian dari perhitungan regresi
berganda. Residual scatterplot harus menunjukkan garis lurus sebagai
indikator bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat bersifat
linier (Pallant, 2007).
Gambar 4.4
Residual Scatterplot
Linearitas antara Kecerdasan Emosi (X1) dan Perilaku Prososial (Y)
Gambar 4.5
Residual Scatterplot
Linearitas antara Pola Asuh Otoritatif (X2) dan Perilaku Prososial (Y)
Berdasarkan kedua scatterplot pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 di
atas, terlihat bahwa garis lurus (arah positif) yang menandakan bahwa
96
pengaruh kecerdasan emosi dan pengaruh pola asuh otoritatif terhadap
perilaku prososial bersifat linier.
IV.5. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi berganda baik secara simultan
ataupun parsial.
Hipotesis : Adanya pengaruh secara simultan kecerdasan emosi
dan pola asuh otoritatif terhadap perilaku prososial
anak umur 9 – 11 tahun pada SD Negeri 2 Passo
Kecamatan Baguala di Kota Ambon.
Sebagai bukti maka hipotesis yang digunakan adalah uji
signifikansi (uji F), dengan tujuan untuk mengetahui keberartian koefisien
regresi secara bersama-sama. Sedangkan parsial digunakan uji signifikansi
parameter individual (uji t).
IV.5.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Hasil uji statistik secara simultan untuk variabel bebas (kecerdasan
emosi dan pola asuh otoritatif) terhadap variabel terikat (perilaku prososial)
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.21
Hasil Uji Signifikansi (Uji F)
ANOVAb
Model Jumlah Square Df Rata-rata Square F Sig.
1 Regresi 630.223 2 315.112 8.617 .000a
Residual 3803.179 104 36.569
Total 4433.402 106
a. Prediktor: (Konstan), Pola_Asuh_Otoritatif, Kecerdasan_Emosi
b. Variabel Terikat: Perilaku_Prososial
97
Berdasarkan Tabel 4.21, diketahui Fhitung sebesar 8,617 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05) dan Ftabel sebesar 3,08 (α = 5%) yang
berarti ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi dan pola asuh
otoritatif terhadap perilaku prososial. Dari hasil perhitungan ini, maka
hipotesis dalam penelitian ini diterima.
IV.5.2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Hasil uji statistik secara parsial untuk variabel bebas (kecerdasan
emosi dan pola asuh otoritatif) terhadap variabel terikat (perilaku prososial)
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.22
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Koefisiena
Model
Koefisien Tak Standar
Koefisien
Standar
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Konstan) 48.206 8.197 5.881 .000
Kecerdasan_Emosi .128 .068 .181 1.901 .060
Pola_Asuh_Otoritatif .235 .080 .282 2.961 .004
a. Variabel Terikat: Perilaku_Prososial
Dari hasil Tabel 4.22 maka pengujian diketahui bahwa nilai thitung
kecerdasan emosi sebesar 1,901 (ttabel = 1,98) dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,060 (p > 0,05). Hasil ini memberikan arti bahwa variabel bebas
kecerdasan emosi secara parsial tidak berpengaruh terhadap perilaku
prososial.
Sedangkan dari hasil pengujian diketahui bahwa nilai thitung pola
asuh otoritatif sebesar 2,961 (ttabel = 1,98) dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,004 (p < 0,05). Hasil ini memberikan arti bahwa variabel bebas
pola asuh otoritatif secara parsial berpengaruh terhadap perilaku prososial.
98
IV.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh antara kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif
terhadap perilaku prososial anak usia 9 – 11 tahun pada SD Negeri 2 Passo.
Berdasarkan pengolahan secara statistik, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.23
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.23 di atas menunjukkan nilai R sebesar 0,377 dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada pengaruh kecerdasan emosi dan pola
asuh otoritatif terhadap perilaku prososial dengan koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,142. Dengan demikian variabel kecerdasan emosi dan pola
asuh otoritatif memberikan pengaruh terhadap perubahan variabel perilaku
prososial sebesar 14,2%. Sedangkan sisanya sebesar 85,8% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Dari hasil analisis di atas, diketahui bahwa variabel kecerdasan
emosi dan pola asuh otoritatif dapat dijadikan sebagai prediktor perilaku
prososial.
IV.5.4. Sumbangan Efektif Tiap Variabel
Sumbangan efektif tiap variabel digunakan untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan dari masing-masing variabel bebas (kecerdasan
emosi dan pola asuh otoritatif) terhadap variabel terikat (perilaku prososial).
Sumbangan efektif semua variabel bebas sama dengan nilai koefisien
Jumlahb Model
Model R R Square
R Kuadrat yang
Disesuaikan Std. Error Kira-kira
1 .377a .142 .126 6.047
a. Predictors: (Constant), Pola_Asuh_Otoritatif, Kecerdasan_Emosi
b. Dependent Variable: Perilaku_Prososial
99
determinasi (Budiono, 2004). Sumbangan efektif dapat dihitung dengan
rumus:
Koefisien korelasi dari variabel kecerdasan emosi dan pola asuh
otoritatif dapat dilihat di bawah ini:
Sumbangan variabel kecerdasan emosi dapat dihitung sebagai berikut:
SE (X1)% = 0,181 × 0,264 × 100%
= 4,8%
Sumbangan variabel pola asuh otoritatif dapat dihitung sebagai berikut:
SE (X2)% = 0,282 × 0,335 × 100%
= 9,4%
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa besarnya sumbangan
efektif variabel kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial adalah
sebesar 4,8% sedangkan sumbangan efektif variabel pola asuh otoritatif
terhadap perilaku prososial adalah sebesar 9,4%. Berdasarkan hasil analisis
sumbangan efektif diketahui bahwa variabel pola asuh otoritatif
memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap perilaku prososial. Jadi
jumlah sumbagan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat adalah sebesar 14,2%.
SE (X)% = βX × rxy × 100%
100
IV.5.5. Analisis Regresi Berganda
Tabel 4.24
Hasil Regresi Nilai Koefisien Beta Dan Nilai t Variabel Bebas Terhadap
Variabel Terikat
Koefisisena
Model
Koefisian Tak Standar
Koefisien
Standar
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Konstan) 48.206 8.197 5.881 .000
Kecerdasan_Emosi .128 .068 .181 1.901 .060
Pola_Asuh_Otoritatif .235 .080 .282 2.961 .004
a. Variabel Terikat: Perilaku_Prososial
Berdasarkan Tabel 4.24 di atas diperoleh persamaan regresi yang
dapat disusun, yaitu:
Y = a + b1 X1 + b2 X2, sehingga dapat ditulis
Y = 48,206 + 0,181 kecerdasan emosi + 0,282 pola asuh otoritatif.
Dapat dilihat bahwa koefisien regresi menunjukkan tanda positif
(+), hal ini menunjukkan bahwa ada suatu kondisi yang searah yaitu
peningkatan variabel bebas (kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif) akan
menyebabkan peningkatan variabel terikat (perilaku prososial).
Persamaan regresi berganda dapat diartikan sebagai berikut:
1. Konstansa (a) sebesar 48,206 menyatakan bahwa jika variabel bebas
dianggap konstan, maka nilai variabel perilaku prososial sebesar
48,206.
2. Koefisien regresi kecerdasan emosi sebesar 0,128 memberikan
pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan
kecerdasan emosi akan berdampak pada meningkatnya perilaku
prososial sebesar 0,128. Dengan kata lain, semakin baik kualitas
kecerdasan emosi yang dimiliki siswa SD Negeri 2 Passo akan
101
berdampak pada peningkatan kualitas perilaku prososial. Dengan
sebuah asumsi bahwa variabel bebas lainnya (dalam hal ini pola asuh
otoritatif) konstan.
3. Koefisien regresi pola asuh otoritatif sebesar 0,235 memberikan
pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan
pola asuh otoritatif akan berdampak pada meningkatnya perilaku
prososial sebesar 0,235. Dengan kata lain, semakin baik kualitas pola
asuh otoritatif yang dimiliki siswa SD Negeri 2 Passo akan berdampak
pada peningkatan kualitas perilaku prososial. Dengan sebuah asumsi
bahwa variabel bebas lainnya (dalam hal ini kecerdasan emosi)
konstan.
Jenis kelamin merupakan hal yang menarik untuk diteliti guna
mengetahui apakah ada perbedaan perilaku prososial antara siswa laki-laki
dan perempuan. Penulis menggunakan uji beda t-test untuk mengetahui
perbedaan tersebut. Adapun analisisnya sebagai berikut:
Tabel 4.25
Hasil Uji t Untuk Perilaku Prososial Siswa Laki-laki dan Perempuan
Grup Statistik
Gender N Rata-
rata
Std. Deviasi Rata-rata Std.
Error
Perilaku_Prososial Laki-laki 61 80.15 6.277 .804
Perempuan 46 81.96 6.640 .979
Tabel 4.25 menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan tidak
memiliki perbedaan perilaku prososial yang signifikan. Dimana nilai rata-
rata untuk perempuan sebesar 81,96, sedangkan laki-laki memiliki nilai
rata-rata sebesar 80,15.
102
Tabel 4.26
Hasil uji Signifikansi Perilaku Prososial Ditinjau dari Jenis Kelamin
Independent Samples Test
Uji Levene
Kesamaan Varians
Uji t Kesamaan nilai Rata-rata
F Sig. T Df Sig. (2-
tailed)
Perilaku_Prososial Asumsi
Varians yg
Sama
.008 .928 -1.440 105 .153
Asumsi Varians Tak
Sama
-1.428 94.050 .157
Dari Tabel 4.26 di atas dapat diketahui bahwa uji homogenitas
dengan Levenes Test memperoleh Fhitung sebesar 0,008 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,928 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
varian dari kedua kategori homogen. Hasil uji t yaitu t = -1,440 dengan
signifikansi 0,153 (p>0,05) yang bermakna tidak ada perbedaan perilaku
prososial antara siswa laki-laki dan perempuan.
Selain jenis kelamin, usia juga merupakan hal yang menarik untuk
diketahui apakah ada perbedaan perilaku prososial antar kelompok usia
siswa SD Negeri 2 Passo. Penulis menggunakan uji one way ANOVA untuk
mengetahui perbedaan perilaku prososial siswa berdasarkan usia yang telah
disyaratkan mulai dari usia 9, 10, dan 11 tahun. Adapun analisisnya sebagai
berikut:
103
Tabel 4.27
Analisis Deskriptif Perilaku Prososial Berdasarkan Usia
Berdasarkan Tabel 4.27 nampak bahwa siswa yang berusia 9 tahun
memiliki nilai rata-rata perilaku prososial sebesar 79,19, siswa yang berusia
10 tahun memiliki nilai rata-rata perilaku prososial sebesar 82,90,
sedangkan siswa yang berusia 11 tahun memiliki nilai rata-rata perilaku
prososial sebesar 80,84. Dapat dianalisis bahwa siwa yang berusia 10 tahun
lebih mempunyai perilaku prososial yang tinggi di banding siswa berumur
11 tahun dan 9 tahun.
Tabel 4.28
Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan Perbedaan Usia
Dari Tabel 4.28 terlihat bahwa hasil uji menunjukkan ketiga
kelompok usia tersebut sama (p = 0,534), sehingga uji Anova dapat dipakai.
Deskriptif
Perilaku_Prososial
N Rata-rata Std. Deviasi Std. Error
95% Kelayakan Interval
untuk Rata-rata
Min Max
Rendah
Terikat
Tinggi
Terikat
9 tahun 43 79.19 6.500 .991 77.19 81.19 61 96
10 tahun 39 82.90 5.647 .904 81.07 84.73 68 97
11 tahun 25 80.84 6.968 1.394 77.96 83.72 60 95
Total 107 80.93 6.467 .625 79.69 82.16 60 97
Uji Homogenitas Varian
Perilaku_Prososial
Statistik Levene df1 df2 Sig.
.632 2 104 .534
104
Tabel 4.29
Uji Signifikansi Perilaku Prososial Berdasarkan Usia
Dari Tabel 4.29, dapat dilihat pada nilai signifikansi sebesar 0,033.
Dengan demikian p < 0,05 maka dapat dianalisis bahwa ada perbedaan
perilaku prososial pada kelompok usia siswa.
Tabel 4.30
Perbandingan Perilaku Prososial Berdasarkan Usia
Beberapa Perbandingan
Perilaku_Prososial
(I) Usia (J) Usia
Perbedaan Rata-
rata (I-J) Std. Error Sig.
95% Kelayakan Interval
Rendah Terikat Tinggi Terikat
9 tahun 10 tahun -3.711* 1.397 .025 -7.03 -.39
11 tahun -1.654 1.589 .553 -5.43 2.12
10 tahun 9 tahun 3.711* 1.397 .025 .39 7.03
11 tahun 2.057 1.619 .415 -1.79 5.91
11 tahun 9 tahun 1.654 1.589 .553 -2.12 5.43
10 tahun -2.057 1.619 .415 -5.91 1.79
*. Perbedaan rata-rata signifikan pada tingkat 0,05.
Berdasarkan Tabel 4.30 di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan
rata-rata perilaku prososial kelompok siswa, dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,025 (p < 0,05) atau dapat ditandai dengan tanda bintang (*) adalah
kelompok siswa yang berusia 9 tahun dan 10 tahun.
ANOVA
Perilaku_Prososial
Jumlah Squares Df Rata-rata Square F Sig.
Hubungan Grup 281.940 2 140.970 3.532 .033
Jarak Grup 4151.461 104 39.918
Total 4433.402 106
105
IV.7. Diskusi
Berdasarkan hasil pengukuran analisis data di atas, diketahui bahwa
kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif secara simultan mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perilaku prososial. Besarnya
pengaruh kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif terhadap perilaku
prososial tercermin dalam hasil penelitian dengan uji F (uji signifikansi
simultan) dengan nilai Fhitung sebesar 8,617 pada taraf signifikansi sebesar
0,000 (p < 0,05). Temuan ini juga didukung dengan pembuktian nilai R
Square (R2) sebesar 0,142 yang berarti 14,2% dari total varians perilaku
prososial dapat dijelaskan secara simultan oleh kecerdasan emosi dan pola
asuh otoritatif, sisanya sebesar 85,8% dipengaruhi oleh variabel lain.
Kekuatan kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif sebagai
pengaruh perilaku prososial pada anak usia 9 – 11 tahun pada SD Negeri 2
Passo juga dapat dilihat melalui hasil analisis regresi menunjukkan tanda
positif (searah) yang berarti semakin baik kualitas kecerdasan emosi dan
pola asuh otoritatif akan berdampak pada peningkatan perilaku prososial.
Penelitian Afolabi (2013) tentang kecerdasan emosi dan Altay dan Gürea
(2012) tentang pola asuh otoritatif secara terpisah mengungkapkan bahwa
kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif masing-masing merupakan faktor
internal dan eksternal yang mendorong siswa untuk berperilaku prososial
terhadap orang lain. Husada (2013) yang telah meneliti dua variabel ini
secara bersama-sama terhadap remaja memperoleh hasil berdasarkan uji
hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
otoritatif (demokratis) dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial.
Penelitian ini kembali meneliti tentang hal tersebut, tetapi agak sedikit
berbeda. Penulis lebih melihat pada subjek anak-anak yang berusia 9 – 11
tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Adanya kekuatan
106
hubungan yang berpengaruh secara posif dan signifikan disebabkan karena
secara psikologis kecerdasan emosi dan pola asuh otoritatif berinteraksi dan
saling melengkapi dalam meningkatkan perilaku prososial siswa SD Negeri
2 Passo.
Dilihat dari determinasi parsial diketahui bahwa kecerdasan emosi
memberikan sumbangan efektif sebesar 4,8% dengan determinasi parsial
sebesar 0,181 atau dengan kata lain naik turunnya perilaku prososial yang
mampu di jelaskan oleh kecerdasan emosi adalah sebesar 18%. Nilai
signifikansi kecerdasan emosi secara parsial sebesar 0,060 (p > 0,05) itu
berarti variabel kecerdasan emosi secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku prososial siswa SD Negeri 2 Passo. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa tinggi atau rendahnya kecerdasan emosi
siswa SD Negeri 2 Passo tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial
mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena orang Ambon secara umum
dikenal mempunyai temperamen tinggi, emosi mudah bergejolak dan
mengalahkan nalar serta akal sehat (Anwar, 2004). Emosi yang sering
bergejolak pada orang Ambon bukan baru terbentuk saat mereka dewasa
tetapi mungkin juga emosional tersebut sudah terbentuk semenjak masa
kanak-kanak. Berdasarkan hal tersebut, mungkin saja itu sangat
berpengaruh bagi perilaku menolong anak-anak sejak dini.
Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Afolabi
(2013) terhadap 200 mahasiswa di Nigeria, dimana bila kecerdasan emosi
dipasangkan dengan keseluruhan variabel maka bernilai positif signifikan,
tetapi bila diukur secara parsial dengan perilaku prososial maka tidak
signifikan. Berbeda dengan Husada (2013) dalam penelitiannya terhadap 96
siswa SMP Citra Hati Surabaya dengan teknik sampel acak proposional
sederhana, sehingga harga t = 2,961 pada p = 0,008 (p < 0,05) untuk korelasi
107
antara variabel kecerdasan emosi dengan perilaku prososial, artinya
variabel kecerdasan emosi juga berkorelasi sangat signifikan dengan
perilaku prososial. Kontribusi kecerdasan emosi pada penelitian Husada
(2013) sangat besar dibandingkan dengan penelitian ini, hal ini disebabkan
karena lokasi penelitian dan perbedaan sampel berdasarkam usia serta
realita emosi orang Ambon yang sering bergejolak.
Psikolog Gustavo Carlo (dikutip oleh Carpenter, 2001, dalam Baron
& Byrne, 2005) yang berkata, “Terdapat perbedaan individual yang besar
dalam disposisi simpati, dan kita mengetahui bahwa anak-anak yang
berkarakter simpatik umumnya berasal dari lingkungan yang hangat dan
suportif. Anak-anak yang karakter simpatiknya tinggi juga cenderung
menjadi anak yang memiliki penalaran moral yang cukup canggih serta
cenderung baik dalam mengelola emosi mereka.”
Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif
memberikan sumbangan efektif sebesar 9,4% dengan determinasi parsial
sebesar 0,282. Artinya naik turun perilaku prososial yang mampu dijelaskan
oleh pola asuh otoritatif adalah sebesar 28,2%. Nilai signifikansi pola asuh
otoritatif secara parsial sebesar 0,004 (p < 0,05) itu berarti variabel pola
asuh otoritatif secara parsial mempunyai hubungan secara signifikan
dengan perilaku prososial siswa SD Negeri 2 Passo. Arah hubungan yang
positif menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif orang tua
maka semakin tinggi pula perilaku prososial pada anak. Sebaliknya,
jika semakin rendah pola asuh otoritatif orangtua maka semakin rendah
pula perilaku prososial pada anak. Hasil tersebut sesuai dengan
pendapat Psikiater Rober Coles (1997) menekankan pentingnya ibu
dan ayah dalam membentuk perilaku-perilaku seperti itu dalam bukunya
The Moral Intelligence of Children. Coles menyatakan bahwa kuncinya
108
adalah dengan mengajarkan anak untuk menjadi “baik” dan untuk berpikir
mengenai orang lain selain dari diri sendiri.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Altay
dan Gürea (2012) yang menemukan bahwa ibu yang menunjukkan gaya
pengasuhan otoritatif terhadap anak maka perilaku prososial anak lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu yang gaya pengaguhannya permisif. Selain
itu, studi yang dilakukan Hastings, Mcshane, Parker, dan Ladha (2007) juga
menemukan adanya kontribusi positif orang tua otoritatif terhadap perilaku
prososial anak dalam hal ini ketika anak berinteraksi dengan orang asing.
Bumrid dan Black (dalam Kusjamilah, 2001) dalam penelitiannya
menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua yang otoritatif akan
menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong
tindakan-tindakan prososial, mandiri serta mampu membuat keputusan
sendiri yang akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang
bertanggung jawab.
Menurut Schohib (2010) pola asuh otoritatif menjadikan adanya
komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya
kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua. Pola asuh
otoritatif yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak merupakan interaksi
yang terjadi antara anak dengan orang tua selama melakukan kegiatan
pengasuhan. Kegiatan pengasuhan ini tidak hanya berarti bagaimana
perlakuan orang tua terhadap anak, tetapi juga bagaimana orang tua
mendidik, membimbing, mendisiplinkan, melindungi dan mengawasi anak
untuk mencapai perkembangan sesuai dengan norma, ketentuan dan
harapan masyarakat pada umumnya.
Menurut Hurlock (2006) ditinjau dari cara menanamkan disiplin
pola asuh otoritatif, adalah dengan cara menggunakan penjelasan diskusi
109
dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku
tertentu diperlukan. Metode ini lebih menekankan aspek pendidikan dan
disiplin dari pada aspek hukumannya.
Secara historis, pola asuh otoritatif sangat bertolak belakang dengan
pola asuh yang diterapkan oleh sebagian orang tua di Ambon. Pola asuh
yang diterapkan sebagian orang tua Ambon lebih banyak adalah pola asuh
otoriter yaitu pola asuh yang berkarakter “keras” dan cenderung kasar. Hal
ini terbentuk dalam konteks masyarakat “tangsi” (militer). Karakteristik
yang demikian sudah membudaya bagi orang Ambon, karakteristik budaya
“militeristik” yang sudah cukup lama mendominasi kehidupan sosial orang
Maluku termasuk Ambon sejak keterlibatan orang Maluku sebagai tentara
kolonial (KNIL). Inilah yang membuat orang tua-orang tua Ambon
mendidik anak dengan keras, baik secara verbal maupun nonverbal.
Mungkin dengan realita pengasuhan sebagian orang tua Ambon yang
bertolak belakang dengan pengasuhan otoritatif inilah, sehingga dalam
penelitian ini sumbangan efektif variabel pola asuh otoritatif terlihat lebih
kecil dari pada sumbangan efektif variabel pola asuh demokratis (otoritatif)
pada penelitian yang dilakukan oleh Husada (2013).
Sebagai informasi tambahan hasil penelitian ini, secara demografi
jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.25 dan Tabel 4.26 bahwa tidak ada
perbedaan perilaku prososial antara laki-laki dan perempuan dilihat dari
nilai signifikansi sebesar 0,982 (p > 0,05) dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar
0,153 dan 0, 157 (p > 0,05). Hal ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Roberts dan Strayer (1996), Hastings dkk., (2007) bahwa
tidak ada perbedaan jenis kelamin dalam perilaku prososial. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan gender bukan faktor yang mempengaruhi
tingkat perilaku prososial seseorang, khususnya siswa SD Negeri 2 Passo.
110
Secara spesifik laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan
kesempatan yang sama untuk berperilaku prososial. Perilaku prososial
antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda karena dalam hal-hal tertentu
perempuan lebih mudah memberikan pertolongan, namun pada situasi lain
laki-laki juga akan lebih mudah bereaksi untuk memberikan pertolongan
(Dayakisni dan Hudaniah, 2009).
Selain jenis kelamin, secara demografi usia dapat dilihat pada Tabel
4.27, Tabel 4.28, Tabel 4.29, Tabel 4.30. Bahwa ada perbedaan usia
terhadap perilaku prososial dengan nilai Sig. 0,033 (p < 0,05). Perbedaan
tersebut pada kelompok usia 9 dan 10 tahun dengan nilai signifikansi
sebesar 0,025 (p < 0,05). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Retnaningsih (2005) bahwa kelompok anak usia muda
menunjukkan lebih tinggi dalam perilaku prososial, berbagi,
bekerjasamadan menolong dibanding kelompok anak yang usianya lebih
tua. Berbeda dengan penelitian Fabes dan Einsenberg (1998) dimana
semakin tua kelompok usia dibuktikan perilaku prososialnya lebih besar.
Dengan bertambahnya usia seseorang akan makin memahami atau
menerima norma-norma sosial, lebih empti dan lebih dapat memahami nilai
ataupun makna dari tindakan prososial yang ditunjukkan (Staub, 1978;
Peterson, 1983, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009). Hal ini berarti
meningkatnya usia, bukan merupakan jaminan akan meningkat pula
perilaku prososial anak, bahkan malah dapat menurunkan perilaku
prososialnya.