Upload
hoangcong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
48
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Analisis Univariat
Analisis univariat ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran pada masing-masing variabel
independen maupun varibel dependen. Data disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
4.1.1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria (n =
50)
Hasil distribusi pada tabel 4.1 menunjukan
bahwa mayoritas responden (62 %) memiliki
kepercayaan kepada pria sebagai penolong
persalinan sedangkan 19 responden (38 %) tidak
percaya kepada pria sebagai penolong persalinan.
Tingkat Kepercayaan
Banyak Responden
N % Percaya 31 62
Tidak percaya 19 38
Total 50 100
49
4.1.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Umur
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur (n = 50)
Usia Jumlah % 20 5 10 21 5 10 22 5 10 23 4 8 24 2 4 25 3 6 26 2 4 27 2 4 28 4 8 29 2 4 30 3 6 31 1 2 32 1 2 33 1 2 34 6 12 35 4 8
Total 50 100
Mayoritas responden berada pada umur 34
tahun yaitu 6 orang (12 %), disusul pada umur 20,
21, 22 tahun masing-masing 5 orang (10 %)
selanjutnya 23-35 bervariasi dalam jumlah.
50
4.1.1.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (n = 50)
Hasil distribusi pada tabel 4.3 menunjukkan
bahwa tidak satupun responden yang tidak sekolah
(0 %) sebanyak 5 responden (10 %) pernah sekolah
sampai tingkat SD, 13 responden (26 %) pernah
sekolah sampai tingkat SMP, 22 responden (44 %)
pernah sekolah sampai tingkat SMA, 10 responden
(20 %) pernah sekolah sampai tingkat perguruan
tinggi.
Pendidikan Banyak Responden
N % TIDAK SEKOLAH 0 0
SD 5 10
SMP 13 26
SMA 22 44
PT 10 20
TOTAL 50 100
51
4.1.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat pengetahuan (n = 50)
Hasil distribusi pada tabel 4.4 menunjukan
bahwa mayoritas responden yaitu 35 orang (70 %)
memiliki tingkat pengetahuan yang baik sedangkan
15 orang responden (30 %) memiliki tingkat
pengetahuan yang kurang.
4.1.1.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Persepsi
Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan Persepsi (n = 50)
Tingkat pengetahuan
Banyak Responden
N %
Baik 35 70
Kurang 15 30
TOTAL 50 100
Persepsi Banyak Responden
N % Positif 31 70
Negatif 19 30
TOTAL 50 100
52
Hasil distribusi pada tabel 4.5 menunjukkan
bahwa mayoritas responden yaitu 31 orang (70 %)
memiliki persepsi yang positif kepada pria sebagai
penolong persalinan sedangkan 19 responden (30 %)
memiliki persepsi yang negatif kepada pria sebagai
penolong persalinan.
4.1.2 Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui adanya
hubungan antara variable-variabel independen dengan
variabel dependen. Untuk membuktikan adanya
tidaknya hubungan tersebut, dilakukan uji statistic Chi-
Square dengan derajat kepercayaan 95% ( α = 0,05).
Bila p value < 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara variabel independen dengan
variable dependen.
53
4.1.2.1 Hubungan antara Kepercayaan Pada Penolong
Persalinan Pria dengan Umur pada Pasien Ruang
VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga
Tabel 4.6 Hubungan Antara Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria dengan Umur Pada Pasien
Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga Bulan Maret-April 2013 (N=50)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6
menunjukkan responden dengan umur lebih dari 27
tahun lebih percaya terhadap pria sebagai penolong
persalinan dengan presentase sebesar 28%
dibandingkan dengan yang umur kurang dari 27
tahun yaitu sebesar 20 %.
Pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
didapatkan nilai (ρ= 0,608 ; α = 0,05) yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara umur dengan kepercayaan ibu pada pria
sebagai penolong persalinan.
Umur
Tingkat Kepercayaan Total
P Tidak
percaya Percaya
n % n % N
<27 tahun 9 18 10 20 19 31 0,608 >27 tahun 17 34 14 28
Total 19 38 31 62 50
54
4.1.2.2 Hubungan antara Kepercayaan Pada Penolong
Persalinan Pria dengan Pendidikan pada Pasien
Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga
Tabel 4.7 Hubungan Antara Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria dengan Pendidikan Pada Pasien Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga
Bulan Maret-April 2013 (N=50)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7
menunjukkan responden yang menempuh
pendidikan lebih dari 12 tahun cenderung lebih
percaya kepada pria sebagai penolong persalinan
dengan presentase sebesar 22% dibandingkan
dengan responden yang menempuh pendidikan
kurang dari 12 tahun yaitu sebesar 18%.
Hasil uji statistik berdasarkan uji Chi Square
(x2) didapatkan (ρ= 0,020 ; α = 0,05). Hal ini
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan kepercayaan ibu pada pria
sebagai penolong persalinan
Pendidikan
Tingkat kepercayaan Total
P Tidak
percaya Percaya
n % n % N
<12 tahun 1 20 9 18 19 31 0,020
>12 tahun 20 40 11 22
Total 19 38 31 62 50
55
4.5.2.3 Hubungan antara Kepercayaan Pada Penolong
Persalinan Pria dengan Tingkat pengetahuan
pada Pasien Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota
Salatiga
Tabel 4.8 Hubungan Antara Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria dengan Tingkat
Pengetahuan Pada Pasien Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga Bulan Maret-April 2013 (N=50)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8
menunjukkan 40% responden yang memiliki tingkat
tingkat pengetahuan yang baik lebih percaya kepada
pria sebagai penolong persalinan dibandingkan
dengan responden yang memiliki tingkat tingkat
pengetahuan yang kurang yaitu sebesar 30%.
Hasil uji statistik berdasarkan uji Chi Square
(x2) didapatkan (ρ= 0,280; α = 0,05). Hal ini
menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan kepercayaan ibu
pada pria sebagai penolong persalinan.
Tingkat pengetahuan
Tingkat kepercayaan Total
P Tidak
percaya Percaya
n % n % N
Kurang 4 8,0 15 30 19 31
0,280 Baik 11 22 20 40
Total 19 38 31 62 50
56
4.5.2.4 Hubungan antara Kepercayaan Pada Penolong
Persalinan Pria dengan Persepsi pada Pasien
Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga
Tabel 4.9 Hubungan Antara Kepercayaan Pada Penolong Persalinan Pria dengan Persepsi Pada
Pasien Ruang VK dan Dahlia RSUD, Kota Salatiga Bulan Maret-April 2013 (N=50)
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9
menunjukkan 38 % responden memiliki persepsi
yang positif lebih percaya terhadap pria sebagai
penolong persalinan, dibandingkan responden
dengan persepsi yang negatif yaitu sebesar 24%.
Pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
nilai ρ= 0,895 yang menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara persepsi dengan
kepercayaan ibu terhadap pria sebagai penolong
persalinan.
Persepsi
Tingkat kepercayaan Total
P Tidak
percaya Percaya
n % n % N
Negatif 7 14 12 24 19 31
0,895 Positif 12 24 19 38
Total 19 38 31 62 50
57
4.2 Pembahasan
4.2.1 Umur
Umur adalah lama waktu hidup seseorang atau
ada sejak dilahirkan (Kamus Bahasa Indonesia
Milenium, 2002). Umur sangat berpengaruh terhadap
proses reproduksi, umur dianggap optimal untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun,
sedangkan yang dianggap berbahaya adalah umur 35
tahun ke atas dan dibawah 20 tahun (Prawiroharjo,
2007). Hal serupa juga diungkapkan Rustam Mochtar
(2008) bahwa usia yang baik untuk usia kehamilan dan
persalinan antara umur 20-35 tahun, ini disebut juga
dengan usia reproduksi sehat. Wanita yang melahirkan
di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan
mempunyai resiko yang tinggi baik pada ibu maupun
bayi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
umur responden yaitu usia 27 tahun. Pada usia di atas
27 tahun ibu lebih percaya kepada pria sebagai
penolong persalinan dibandingkan dengan usia yang
kurang dari 27 tahun. Selama penelitian memang
terlihat lebih antusias ibu yang berumur lebih dari 27
tahun untuk menjadi responden. Berbeda dengan
58
kebanyakan ibu yang berumur kurang dari 27 tahun,
peneliti harus menjelaskan dengan sangat detail
tentang penelitian, manfaat, dan kerahasian ibu
dikarenakan ibu merasa curiga dan tidak nyaman
dengan kehadiran pria. Hal ini menurut peneliti sudah
menggambarkan kepercayaan ibu usia <27 tahun
terhadap pria. Hal ini sesuai dengan penelitian Nelli
Susanti (2007) di Pariaman bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan
pemilihan tenaga penolong persalinan. Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji chi square didapatkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara umur dengan
kepercayaan ibu pada pria sebagai penolong persalinan
(α = 0,60).
Menurut Kristiani dan Abbas (2006) faktor umur
berpengaruhi terhadap pemanfaatan pelayanan tenaga
profesional juga termasuk faktor lain yaitu faktor
lingkungan tempat bidan bertugas, kesadaran
masyarakat, bidan yang bertugas di tempatnya,
termasuk juga keadaan kemampuan biaya dari
masyarakat. Bungsu (2001) berpendapat, faktor umur
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi ibu dalam
59
memilih tenaga kesehatan untuk membantu
persalinannya.
Gibson dalam Sutanto, 2002 mengatakan umur
merupakan variabel individu yang pada dasarnya
semakin bertambah kedewasaan dan semakin banyak
menyerap informasi dari sekitar kehidupannya yang
akan mempengaruhi pemilihan tenaga penolong
persalinan. seperti halnya yang diungkapkan oleh
Conner (1996). Semakin berumur seseorang
seharusnya pola pikirnya semakin terasah dalam
menanggapi suatu masalah yang terjadi, hal itu
berdasarkan banyaknya masalah yang sudah dialami
dan berpikir bagaimana menanganinya.
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16).
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya
60
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan
mendidik. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional. 2002 : 263).
Pendidikan dapat mempengaruhi daya pikir
seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk
penentuan penolong persalinan. Pendidikan ibu yang
kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih
terbatas sehingga perilakunya sangat dipengaruhi oleh
keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya
atau orang yang dituakan. Pendidikan seseorang
dikategorikan kurang bila ia hanya memperoleh ijazah
SMP atau setara lainnya ke bawah, yaitu pendidikan
dasar 9 tahun. Sementara pendidikan reproduksi baru
diajarkan secara lebih mendetail di jenjang pendidikan
SMA ke atas (Depdiknas, 2007). Tapi pada saat ini, di
Indonesia, tepatnya dimulai pada tahun 2013
pemerintah akan mulai menerapkan wajib belajar 12
tahun yang mencangkup SD, SMP, dan SMA. Tujuan
dari program ini adalah untuk meningkatkan standar
pendidikan dan meningkatkan intelektual generasi
penerus Indonesia (Kemendikbud, 2012)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 22 % ibu
yang menempuh lama pendidikan lebih dari 12 tahun
61
cenderung lebih percaya terhadap pria sebagai
penolong persalinan dibandingkan dengan 18 % ibu
yang menempuh lama pendidikan kurang dari 12 tahun.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut
menerima informasi sehingga makin banyak pula tingkat
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang
kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan
(Kuncoroningrat, 1997). Menurut Jihadin, dkk (2012),
ibu yang mempunyai pendidikan tinggi biasanya
mempunyai kesadaran pentingnya pemeriksaan
antenatal. Kunjungan pemeriksaan antenatal ibu yang
berpendidikan tinggi rata-rata lebih sering dibanding
dengan yang berpendidikan rendah.
Hasil uji Chi Square menunjukkan hubungan
signifikan antara tingkat pendidikan dengan
kepercayaan ibu kepada pria sebagai penolong
persalinan (p= 0,020). Pada penelitian ini ditemukan
adanya hubungan antara pendidikan dan pemilihan pria
sebagai penolong persalinan.
Adanya hubungan tingkat pendidikan dengan
usaha pencaharian pelayanan kesehatan terhadap janin
62
yang dikandungnya. Tingkat pendidikan ibu akan
memberi pengaruh dalam penerimaan informasi yang
diberikan sehingga dapat meningkatkan tingkat
pengetahuan tentang kehamilan resiko tinggi.
Pendidikan formal merupakan pendidikan terencana,
teroganisir dan dilaksanakan di dalam kelas. Melalui
proses ini seseorang belajar memperoleh tingkat
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap
serta nilai-nilai yang menghantarkan orang yang belajar
tersebut ke arah kedewasaan dalam bertindak. Dapat
diartikan bahwa pendidikan formal merupakan sarana
yang dapat mengubah pola pikir, sikap dan tindakan
seseorang kearah kualitas pribadi yang lebih baik,
dengan tingkat pendidikan formal yang semakin tinggi
akan membantu seseorang untuk memperoleh tingkat
pengetahuan dan pemahaman serta nilai-nilai yang
akan membantu seserang berpikir rasional. Hal ini
sesuai dengan pendapat Lukito (2003) bahwa
pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di
sekitarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang
ditempuh oleh seseorang, maka akan semakin mudah
63
bagi seseorang itu untuk memahami sebuah perubahan
dan manfaat dari sebuah perubahan tersebut,
khususnya bidang kesehatan (Lukito, 2003).
Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya
intelektualnya juga masih terbatas sehingga,
perilakunya sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya
ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang yang
mereka tuakan (Depdiknas, 2007). Hal serupa juga
dikemukakan oleh hasil penelitian yang dilakukan
Bungsu pada tahun 2001 pada ibu yang pendidikannya
rendah cendrung memanfaatkan tenaga persalinan
seadanya (dukun) untuk membantu persalinan. Hasil ini
mirip dengan apa yang dikemukan oleh Ejaz et al.
(2007) yang menyatakan analisis berbagai tingkat
pendidikan menunjukkan bahwa perempuan yang
memiliki tingkat pendidikan rendah sangat cenderung
terlambat menerima informasi dikarenakan terbatasnya
topik pembicaraan seputar kesehatan dan ekonomi,
dibandingkan perempuan yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi.
64
4.2.3 Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan suatu hal yang
sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir
dan perilaku suatu kelompok dan masyarakat. Menurut
Notoadmodjo (2007), tingkat pengetahuan adalah
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu.
Tingkat pengetahuan seseorang dapat
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Hasil
penelitian menunjukkan 70% responden memiliki
tingkat pengetahuan yang baik lebih percaya terhadap
pria sebagai penolong persalinan dibandingkan
responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang yaitu sebesar 30%.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Parit pada tahun 2008 di wilayah kerja Puskesmas
juga. Didapatkan lebih dari separuh responden yang
memiliki tingkat tingkat pengetahuan tinggi yaitu
sebanyak 57,5%. Salah satu tingkat pengetahuan yang
dimaksud adalah tentang tugas dan fungsi pria sebagai
penolong persalinan.
65
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 0,280
karena Tingkat pengetahuan tidak menjadi indikator
yang sangat penting dalam pemilihan tenaga penolong
persalinan oleh pria, karena ibu biasanya hanya pasrah
dan percaya saja menerima pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan. Sedangkan tingkat
pengetahuan biasanya didapatkan dari media yang
tersedia di sekitar ibu selama ibu hidup atau
dikarenakan ibu malas mencari informasi terbaru yang
berhubungan dengan dengan proses dan tenaga
penolong persalinan, tapi ibu juga tidak dapat
disalahkan secara menyeluruh, hal-hal yang mungkin
membuat tingkat pengetahuan ibu kurang juga
dikarenakan kurangnya media informasi atau keadaan
sekitar kehidupan ibu yang tidak mendukung mendapat
informasi lebih tentang persalinan (Yenita, 2011).
Menurut Green (1991) banyak ibu yang tidak
memanfaatkan fasiltas yang tersedia di masyarakat
terutama tentang persalinan. Karena masih banyak
yang mengaggap nasehat dari orang terdekat yang
telah pernah atau melihat persalinan sudah cukup. Ini
dikarenakan kurangnya kepercayaan yang ditanamkan
oleh tenaga kesehatan dalam mempromosikan
66
kesehatan kehamilan ibu. Kurangnya tingkat
pengetahuan ibu juga akibat kurang pedulinya dan
masih tradisionalnya pemikiran tokoh masyarakat atau
orang yang dipercayai oleh masyarakat dalam suatu
komunitas tertentu untuk membantu tenaga kesehatan
dalam memberikan tingkat pengetahuan dan pelayanan
kesehatan ibu hamil.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh
Notoatmojdo, 2003 bahwa tingkat pengetahuan akan
sesuatu adalah hasil dari tahu setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu
melalui panca indera, walaupun mereka memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, sedang atau rendah tentang
perawatan kehamilan, persalinan, nifas dan tenaga
penolong persalinan. Banyak ibu sebenarnya bertingkat
pengetahuan baik tentang persalinan, tapi karena
budaya yang ada, yaitu budaya mendengarkan yang
lebih tua, pernah mengalami atau berpengalaman
membuat ibu cendrung hanya pasrah terhadap siapa
yang akan menolong persalinannya. Seandainya ibu
hamil sudah mengetahui dan mengerti kebaikan
perawatan kehamilan atau siapa yang sebaiknya
menolong persalinan akan timbul pemikiran yang positif.
67
Pemikiran ini akan menghasilkan sikap positif yaitu
setuju dalam hal tersebut dan selanjutnya ibu hamil
berniat untuk memeriksakan kehamilan atau melahirkan
di tempat yang aman dan sehat buat ibu dan bayinya.
4.2.4 Persepsi
Hasil penelitian didapatkan bahwa ibu
berpersepsi positif terhadap pria sebagai penolong
persalinan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian yaitu
sebesar 70% atau 31 responden berpersepsi positif
cenderung lebih percaya terhadap pria sebagai
penolong persalinan.
Persepsi tentang risiko-risiko dan bahaya dalam
persalinan memicu ibu hamil dan keluarga untuk
mencari orang-orang yang memiliki tingkat pengetahuan
ahli seperti dokter, bidan, dan professional kesehatan
lain untuk memberikan bimbingan dan pertolongan saat
melahirkan (Lupton, dalam Carlson 2009). Hal-hal
menurut peneliti yang mempengaruhi persepsi ibu
adalah budaya dan agama. Proses berbudaya dan
beragama sangat mempengaruhi persepsi ibu dalam
memilih penolong persalinan. Ini dikarenakan budaya
Islam yang kuat dalam mengatur hubungan suami istri,
68
Jika bukan muhrimnya ibu, pria manapun dilarang untuk
melihat daerah sensitif sang ibu. Tapi pada saat ini
banyak ibu dan suami yang mulai terbuka pemikirannya
dalam hal menolong persalinan. Jika ibu ingin ditolong
dalam persalinan oleh penolong pria maka hal itu dapat
dilakukan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
Notoatmodjo (2007) bahwa tindakan individu untuk
mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan
didorong oleh keseriusan penyakit tersebut atau
ancaman yang dilihat mengenai gejala dan penyakit
terhadap individu atau masyarakat. Bila ibu hamil
merasakan ada ancaman keselamatan terhadap dirinya
dan bayinya maka ibu akan mencari petugas kesehatan
untuk menolong persalinannya. Pada saat menghadapi
ancaman yang dianggap serius ibu hamil dan keluarga
akan cendrung melihat kepada seseorang yang
dianggap ahli dan mampu untuk membantu persalinan,
maka orang tersebut bisa menjadi pilihan dalam
membantu persalinan.
Menurut Notoatmodjo (2007), jika menghendaki
suatu perilaku yang memasyarakat, maka diperlakukan
adanya tingkat pengetahuan dan keyakinan/attitude
yang positif tentang apa yang akan dikerjakan.
69
Seseorang yang memperoleh rangsangan dari luar akan
timbul proses pengenalan sesuatu. Hal ini akan
membangkitkan faktor kognitif (tingkat pengetahuan)
dari orang tersebut. Menurut Edberg (2009) hasil dari
apa yang dialami dan dipelajari akan menciptakan
stimulus yang membuat munculnya suatu pola
pemikiran akan suatu hal.
Berdasarkan teori tersebut bahwa keyakinan
atau persepsi sangat erat kaitannya dengan tingkat
pengetahuan yang disosialisasikan atau disebarkan.
Dibuktikan dengan hasil uji Chi Square yang didapatkan
sebesar 0,895 (α >0,005). Oleh sebab itu kalau kita
menginginkan seseorang mempunyai persepsi yang
positif terhadap pria sebagai penolong persalinan maka
diperlukan adanya komunikasi, informasi dan edukasi
yang berkesinambungan seperti penyuluhan pada
setiap kali posyandu. Demikian juga mengaktifkan
kelas ibu dalam rangka meningkatkan tingkat
pengetahuan ibu tentang perkembangan pelayanan
kesehatan ibu hamil oleh pria yang telah ada saat ini
dimasyarakat. Hal ini juga diperkuat dengan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mullen (1987), bahwa
sekarang ini keselamatan yang terancam bukan
70
dipersepsikan lagi dengan terlihatnya tanda-tanda
bahaya yang ada pada ibu saat hamil ataupun
melahirkan, tapi saat awal kehamilan pun sudah sangat
diwaspadai semua kemungkinan buruk yang akan
terjadi, salah satunya dengan cara memilih tenaga
persalinan yang dianggap mampu dalam menolong
persalinan yang akan dihadapi. Persepsi ini juga muncul
dari apa yang sudah masyarakat lihat, dengar dan
alami, pada saat tenaga kesehatan yang ada dalam
menangani, melayani dan berusaha untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan anak.
71
4.3 Kendala dalam penelitian
a. Pada awal penelitian, peneliti sulit meminta ibu
menjadi responden dikarenakan peneliti datang ke
RS pada saat ibu beristirahat. Selain itu kendala
dengan bahasa yang digunakan. Karena hampir
semua ibu menggunakan bahasa jawa.
b. Perbedaan gender menyebabkan 10 orang ibu
menolak menjadi responden. Mereka ini yang
menolak berpendidikan kurang dari 12 tahun, yaitu 3
orang berpendidikan SD, 5 orang berpendidikan
SMP, dan 2 orang berpendidikan SMA. Peneliti tidak
menemukan ibu yang tidak sekolah.
c. Kendala budaya, cukup banyak ibu yang menaruh
curiga pada peneliti. Namum setelah diberikan
informasi yang lengkap, mereka bersedia menjadi
responden.