Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
125
BAB IV
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN PEMECAHAN MASALAH
4.1. GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan
SDM terhadap Keunggulan Bersaing dan Kinerja
Tabel 4.1 Rata-rata Variabel Penelitian Lima Kelompok (2011-2016)
Kelompok GCG
(skala)
TI
(Rp juta)
SDM
(Rp juta)
CAR
(%)
BOPO
(%)
FBI
(Rp juta)
ROA
(%)
1 2,208 44.303,87 117.123,62 17,848 77,470 3.028.751,19 3,025
2 2,326 41.525,71 22.948,76 17,786 87,217 431.119,21 1,510
3 2,501 9.161,81 5.335,60 27,448 87,796 26.641,91 1,411
4 2,833 10.850,71 15.614,31 18,072 79,575 55.726,56 2,432
5 2,833 4.163,59 2.552,03 17,526 88,964 11.801,85 1,232
Rata-rata 2,540 22,001,14 29,592,00 19,736 84,204 710,808,14 1,922
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Tabel 4.1 menunjukkan data statistik rata-rata variabel penelitian periode
2011-2016, yang dipilah berdasarkan pengelompokan data yang dilakukan oleh
otoritas baik OJK maupun Bank Indonesia, yang lebih cenderung pengelompokan
berdasarkan kepemilikan usaha. Rata-rata skala GCG seluruh perbankan yang
menunjukkan indikator kualitas GCG perbankan periode pengamatan sebesar
2,540 atau di antara skala Baik (2) dengan skala Cukup Baik (3), dari skala 1-5,
yang menunjukkan nilai terkecil mempunyai kualitas GCG paling baik.
Sementara rata-rata Biaya Pengembangan/Investasi TI per tahun selama periode
tersebut sebesar Rp22.001,14 juta, hampir menyamai rata-rata Biaya
Pengembangan SDM per tahun yang sebesar Rp29.592,00 juta.
Sementara itu, rata-rata CAR perbankan periode pengamatan sebesar
19,736%, jauh melampaui CAR yang dipersyaratkan sebesar minimal 8%. Rata-
126
rata Rasio CAR ini juga jauh melampaui kisaran rasio 11-14% untuk bank dengan
peringkat profil risiko tertinggi atau peringkat risiko 4-5 (Pasal 2 POJK
No.11/POJK.3/2016). Ditinjau dari kelompok bank, BUSN Non Devisa
mempunyai rata-rata CAR paling tinggi sebesar 27,448%, kemudian BPD sebesar
18,072%, Bank Persero sebesar 17,848%, BUSN Devisa sebesar 17,786% dan
urutan terakhir Ex Bank Campuran sebesar 17,526%.
Pada sisi lain, rata-rata BOPO perbankan selama periode penelitian
sebesar 84,204%. Rasio BOPO ini sesuai pasal 21 POJK No.6/POJK.03/2016,
antara lain disebutkan bahwa OJK mempertimbangkan tingkat efisiensi Bank
dalam menyetujui jaringan kantor yang direncanakan dibuka oleh Bank.
Berdasarkan POJK pasal 22 tersebut pencapaian tingkat efisiensi Bank antara
lain diukur melalui rasio BOPO, besarnya rasio tersebut tergolong sehat jika
benchmarking untuk Bank BUKU 1 saja maksimal BOPO adalah 85%. Sebagai
informasi, dalam Lampiran III SE OJK No. 14/SEOJK.03/2016, diuraikan bahwa
Benchmark BOPO bagi Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I maksimal 85%,
BUKU II kisaran 78% - 80%, BUKU III 70-75% dan BUKU IV 65% - 60%.
Benchmark merupakan rata-rata BOPO bank berdasarkan kelompoknya.
Dapat dikemukakan bahwa besarnya pendapatan dari jenis FBI sebagai
salah satu indikator keunggulan bersaing bank pada penelitian ini selain CAR dan
rasio BOPO, rata-rata selama periode penelitian sebesar Rp710.808,14 juta per
tahun atau 32,72 kali besarnya dibandingkan rata-rata biaya pengembangan TI.
Selanjutnya besarnya rata-rata rasio ROA selama periode penelitian adalah
1,922%, masih cukup baik, namun sangat beragam jika mengamati bahwa
127
kelompok Bank Persero mempunyai ROA rata-rata 3,025 dan kelompok BPD
sebesar 2,432%. Terdapat perbedaan level kapasitas mengumpulkan laba di
antara kelima kelompok bank yang berbeda tersebut. Dalam situasi krisis global
yang berkepanjangan, puncaknya tahun 2008 dan 2013 ternyata kelompok bank
yang masih mempunyai profitabilitas tinggi adalah bank milik pemerintah baik
pusat maupun daerah.
Jika memperhatikan data rata-rata variabel penelitian industri perbankan
pada tabel di atas, khususnya yang sudah go public, yang dipilah berdasarkan
pengelompokan bank yang dilakukan otoritas (Bank Indonesia dan OJK),
menunjukkan bahwa kelompok bank Persero dan BUSN Devisa mempunyai GCG
yang relatif lebih baik (mendekati angka 2), sedangkan kelompok bank BUSN
Non Devisa berada di kualitas medium (2,5), sementara kelompok BPD dan
kelompok Ex Bank Campuran mendekati angka 3 (2,8). Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok Bank Persero dan BUSN Devisa mempunyai tata kelola yang
lebih baik dibandingkan kelompok bank lainnya.
Sementara itu dari kinerja yang diindikasikan oleh rasio ROA,
menunjukkan data berbeda, yakni kelompok Bank Persero dan BPD menunjukkan
rasio yang lebih tinggi dibandingkan kelompok bank BUSN Devisa, BUSN Non
Devisa dan Ex Bank Campuran. Bahkan Bank Persero mempunyai rasio ROA
yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok bank lainnya yaitu 3,025,
sementara kelompok bank lainnya berurutan mempunyai rasio ROA: BPD sebesar
2,432, BUSN Devisa sebesar 1,510, BUSN Non Devisa sebesar 1,411 dan paling
kecil rasio ROA nya Ex Bank Campuran sebesar 1,232. Adapun sebagai
128
pendukung kinerja tersebut, data tingkat efisiensi menunjukkan nilai yang
berbanding lurus dengan rasio ROA atau berbanding terbalik dengan nilai rasio
BOPO,. Bank Persero paling efisien, dengan rasio sebesar 77,470%, BPD sebesar
79,575%, BUSN Devisa sebesar 87,217% , BUSN Non Devisa sebesar 87,796%
dan Ex Bank Campuran sebesar 88,964%.
Data variabel penelitian lainnya, seperti data CAR, tidak menunjukkan
nilai yang sejalan dengan kinerja ROA dan efisiensi (BOPO), namun secara
umum sudah di atas rata-rata nilai CAR yakni > 17%, sedangkan yang
dipersyaratkan otoritas (OJK) minimum 11% untuk bank dengan profil risiko
tertinggi 4 atau 5.
Data rata-rata variabel Biaya TI dan SDM menunjukkan kelompok Bank
Persero dan BUSN Devisa mendominasi yang paling besar. Hal ini searah dengan
data pendapatan FBI. Urutan selanjutnya menunjukkan nilai yang berbanding
lurus antara data rata-rata Biaya TI dan SDM dengan pendapatan dari FBI,
kelompok BPD lebih tinggi dibandingkan BUSN Non Devisa dan Ex Bank
Campuran.
4.1.1 GCG
Berdasarkan Grafik 4.1 menunjukkan bahwa selama periode pengamatan
tahun 2011-2016, secara umum GCG populasi bank go public mempunyai
kualitas GCG yang baik dengan kecenderungan kualitas terus meningkat, dari
rata-rata skala GCG sebesar 2,29 tahun 2011 menjadi skala 1,18 tahun 2016. Hal
ini berindikasi kualitas tata kelola perusahaan bank go public yang meningkat.
129
Sementara itu jika ditinjau dari kelompok kepemilikan bank, dari ke-5
kelompok bank tersebut berkarakteristik berbeda, pertama kelompok Bank
Persero dan BPD serta kedua adalah kelompok BUSN Devisa, BUSN Non Devisa
dan Ex Bank Campuran. Kelompok pertama, pada tahun 2011-2012, GCG relatif
lebih baik dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Kondisi berlawanan terjadi pada
kelompok kedua, pada tahun 2011-2012 kulitas GCG relatif lebih buruk
dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Perbedaan karakteristik kulitas GCG
tersebut menunjukkan karakteristik kelompok bank yang berbeda.
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.1
Perkembangan Kualitas GCG 5 Kelompok Bank (2011-2016)
2.25 2.40
2.50 2.50
2.00 2.00
2.45 2.45
2.25 2.25 2.16 2.25
2.70 2.63
2.38 2.38 2.29 2.29
2.00
3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
3.67 3.67
2.50 2.50 2.50
2.67 2.61
2.83
2.53 2.53
2.39 2.44
2.00
2.20
2.40
2.60
2.80
3.00
3.20
3.40
3.60
3.80
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Skal
a G
CG
Tahun Kelompok Bank: 1 2 3 4 5 Rata2
130
Jika dikaitkan dengan kondisi perekonomian, krisis ekonomi global
setelah tahun 2008, terjadi kembali di tahun 2011, kemungkinan berpengaruh
terhadap perkonomian termasuk perbankan di Indonesia. Bahkan dampak krisis
ekonomi global tahun 2008 pun belum pulih sampai dengan terjadinya krisis
ekonomi global di tahun 2011 (Bappenas, 2011). Kembali ke kelompok pertama
(Bank Persero dan BPD), menunjukkan bahwa pasca krisis tahun 2011, GCG
yang sedikit memburuk pada bank Persero (dari skala 2,25 menjadi 2,40) dan
relatif material pada BPD (dari skala 2,0 menjadi 3,0), mengindikasikan dampak
krisis ekonomi yang lebih persisten terhadap GCG pada kelompok BPD.
Sementara itu, pada kelompok kedua (BUSN Devisa, BUSN Non Devisa
dan Ex Bank Campuran), pasca krisis ekonomi bahkan menunjukkan perbaikan
kulitas GCG yang mengindikasikan adanya upaya tata kelola perusahaan yang
lebih nyata. Perbaikan GCG sebagaimana tampak pada Grafik 4.1 di atas, sangat
drastis pada kelompok ex Bank Campuran dari tahun 2012 sebesar 3,67 menjadi
sebesar 2,50 pada tahun 2013 dan terus relatif stabil menjadi sebesar 2,67 pada
tahun 2016. Hal ini jika dikaitkan dengan restrukturisasi usaha pada kelompok ex
Bank Campuran umumnya terjadi akuisisi oleh bank induknya seperti pada Bank
ANZ Panin pada awal tahun 2012 saham ANZ Grup semakin besar, semula 85%
menjadi 99%, sisanya 1% dimiliki Bank Panin (Kompas.com - 12/01/2012).
4.1.2 Biaya Pengembangan/Investasi TI
Biaya Pengembangan/Investasi TI seyogyanya menggambarkan
bagaimana upaya perbankan dalam mengejar kebutuhan peningkatan kualitas TI
untuk mendukung kegiatan operasionalnya, baik jaringan usaha maupun
131
peningkatan kualitas layanan. Chae et al. (2014) memaparkan bahwa hasil analisis
saat ini menunjukkan masih ada hubungan yang signifikan antara kemampuan TI
dan kinerja perusahaan.
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.2
Pertumbuhan Biaya Pengembangan/Investasi TI
Berdasarkan Grafik 4.2 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2011-
2016, secara umum Biaya Pengembangan/Investasi TI dari populasi bank go
public yang diteliti menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, dari rata-
rata biaya sebesar Rp16,09 milyar tahun 2011 menjadi Rp29,41 milyar pada tahun
2016, atau meningkat sebesar 82,71% atau rata-rata meningkat sebesar 16,54%
per tahun.
30.10
35.61
42.14
52.17 51.48 54.34
25.64
31.99
37.48
47.36
56.60
62.16
5.82 7.94 9.82 10.41 11.48 12.28
16.67 13.38
18.24 17.22 14.72
11.14
2.25 3.10 3.13 3.96 5.69 7.11
16.09 18.40
22.16 26.22 27.99 29.41
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp
mily
ar
Tahun
Kelompok bank 1 2 3 4 5 Rata2
132
Secara besaran biaya kelompok Bank Persero dan BUSN Devisa
menunjukkan dominasinya dengan trend yang terus meningkat, bahkan meningkat
tajam pada BUSN Devisa melampaui Bank Persero pada tahun 2015 dan 2016.
Perkembangan perubahan kebijakan profitabilitas meningkatkan FBI dan trend
digital banking antara lain merupakan pemicu hal tersebut. Untuk ke-2 kelompok
bank dimaksud, mengingat didominasi oleh bank BUKU IV dan BUKU III, maka
secara kemampuan finansial dan SDM, perkembangan peningkatan Biaya
Pengembangan/Investasi TI tersebut relatif wajar. Data yang dapat dikonfirmasi
adalah data ROA, yang justru menunjukkan pertumbuhan yang menurun,
sehingga secara total profitabilitas peningkatan besarnya Biaya
Pengembangan/Investasi TI belum mendukung perbaikan profitabilitas secara
total. Hal ini antara lain karena proporsi FBI terhadap total pendapatan bank
masih relatif kecil. Namun demikian konfirmasi dari data FBI menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan mengingat pada tahun 2016 FBI meningkat
drastis, sementara pada BUSN Devisa hanya sedikit meningkat pada tahun
tersebut. Hal ini dapat dikonfirmasi oleh pendapat Agbolade (2011) yang
mengukur penggunaan TI di perbankan dengan menanyakan antara lain aspek
yang berkaitan dengan layanan kepada nasabah: perbandingan biaya menjalankan
teknologi informasi Bank dibandingkan manfaatnya; teknologi informasi
memungkinkan bank mampu mengantarkan layanan berkualitas kepada
pelanggan; serta TI memperluas kecepatan Layanan.
133
4.1.3 Biaya Pengembangan SDM
Perkembangan Biaya Pengembangan SDM periode 2011-2016 tercermin pada
Grafik 4.3 di bawah, menunjukkan bahwa pada populasi bank go public yang
diteliti dari tahun 2011-2014 biaya cenderung meningkat, namun menurun pada
tahun 2015 dan 2016. Hal ini hampir terjadi di seluruh kelompok bank, yakni
Bank Persero, Bank BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa. Namun
kecenderungan yang sebaliknya terjadi pada kelompok BPD dan Ex Bank
Campuran yang terus meningkat besarnya Biaya Pengembangan SDM dari
sebesar Rp8,28 milyar dan Rp1,49 miliar pada tahun 2011 menjadi sebesar
Rp30,73 milyar dan Rp4,68 milyar pada tahun 2016, atau meningkat sebesar
271,14% dan 215,07%, dengan kata lain rata-rata per tahun tumbuh 54,23% dan
43,01%.
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.3
Pertumbuhan Biaya Pengembangan SDM (2011-2016)
121.60
142.12 143.02 146.82
71.43 77.75
23.18 26.41 28.44 30.78
28.56 28.66
8.18 9.47 7.66 6.29 4.78 5.49 8.28
15.48 20.38 19.27
23.19 30.73
1.49 1.49 2.01 2.19 3.45 4.68
32.54 38.99 40.30 41.07
26.28 29.46
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp
. Mily
ar
Tahun Kelompok bank : 1 2 3 4 5 Rata2
134
Sementara itu, jika ditinjau per kelompok bank lebih detail, tampak bahwa
dengan level yang berbeda antara kelompok Bank Persero dengan ke-4 kelompok
bank lainnya (BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, BPD dan ex Bank Campuran),
menunjukkan dominasi Bank Persero atas asset perbankan go public, termasuk
pos Biaya Pengembangan SDM, yang terdiri dari 3 bank BUKU IV (modal inti >
Rp30 triliun) dan 1 bank BUKU III.
Perlu diteliti lebih lanjut bahwa Biaya Pengembangan SDM Bank Persero
tersebut turun drastis tahun 2015 lebih dari 50%. Berbagai kemungkinan dapat
menjadi penyebabnya, misalnya kebijakan rasionalisasi SDM pada kelompok
bank tersebut misalnya berkaitan dengan upaya efisiensi antara lain penurunan
jumlah atau kapasitas jaringan kantor/usaha atau fokus/strategi bisnis bank yang
berubah. Sementara keempat kelompok bank lainnya, mempunyai biaya
pengembangan SDM relatif stabil, dengan kecenderungan sedikit meningkat pada
tahun 2016. Sebagaimana diketahui besarnya Biaya Pengembangan SDM bank
tahun berjalan diatur oleh OJK minimal 5% dari total biaya SDM tahun
sebelumnya.
135
4.1.4 BOPO
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.4
Pertumbuhan BOPO (2011-2016)
Perkembangan rasio BOPO periode 2011-2016 pada grafik 4.4. di atas,
sebagai salah satu indikator efisiensi pada bank go public di Indonesia,
menunjukkan kecenderungan level efisiensi yang memadai dengan rata-rata selalu
< 90% pada periode pengamatan. Namun demikian perlu diwaspadai
kecenderungan pada tiga kelompok bank yang meningkat menjadi lebih dari 90%
pada tahun 2016 (kelompok BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa dan Ex Bank
Campuran). Bahkan kelompok BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa hampir
menyentuh angka 100% atau menngindikasikan ketidakefisienan.
80.27 78.60
73.16
75.25
78.13 79.90
83.52
81.36
83.38
86.06
89.30
98.27
93.04
86.61
88.62
92.04
94.78
98.02
67.66
72.22 72.25
75.27
77.60
74.99
94.46
87.39
84.62
89.39
92.65 91.05
83.79
81.24
80.41
83.60
86.49
88.45
65.00
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp
. mily
ar
Tahun Kelompok Bank: 1 2 3 4 5 Rata2
136
Kelompok BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa pada grafik mempunyai
posisi paling atas yang menunjukkan rasio BOPO yang tertinggi atau relatif
kurang efisien dibandingkan kelompok bank lainnya. Fenomena kecenderungan
level inefisiensi yang meningkat perlu mendapat perhatian pihak terkait.
Kelompok BPD menunjukkan trend yang relatif stabil, masih dalam kisaran rasio
70 %, menunjukkan margin yang relatif besar antara pendapatan dan biaya
operasional. Perlu diwaspadai perkembangan Bank Persero meskipun mempunyai
rasio BOPO < 80%, namun nilai rasionya cenderung meningkat selama tiga tahun
terakhir.
4.1.5 CAR
Grafik 4.5 di bawah menunjukkan perkembangan data CAR bank go
public di Indonesia periode 2011-2016, secara rata-rata nilai CAR yang jauh di
atas ketentuan baik nasional maupun global, relatif stabil sekitar 18%-20%.
Sebagaimana diketahui, persepsi bank mempunyai CAR tinggi dapat ditinjau dari
dua aspek, yakni kemampuan menutup risiko yang sangat memadai, namun di sisi
lain menunjukkan kemungkinan terdapat dana yang idle atau kurang optimal
penggunaannya dalam meningkatkan kinerja/profitabilitas.
137
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.5
Pertumbuhan CAR (2011-2016)
Jika ditinjau per kelompok kepemilikan bank, trend yang berbeda antara
kelompok BUSN Non Devisa dengan ke-3 kelompok bank lainnya (Bank Persero,
BUSN Devisa, BPD dan ex Bank Campuran). Pada tahun 2011, CAR BUSN Non
Devisa mempunyai CAR yang jauh lebih tinggi (44,76%), kemudian turun drastis
ke nilai 31,66% dua tahun berikutnya yang selanjutnya terus menurun menjadi
sekitar 20% pada tahun 2015 dan 2016. Memperhatikan trend yang terus
menurun CAR kelompok BUSN Non Devisa kemungkinan tidak berkaitan
16.38 16.77 16.97 16.82 18.13
20.37
17.82 17.37 17.25 17.10 17.56
19.74
44.76
25.76
31.66
26.52
20.64
21.91
18.21
21.78 20.78
19.24 18.71 18.85
16.42
14.62 15.78 16.27
15.99
21.09
22.72
19.26 20.49
19.19 18.21
20.39
12.00
17.00
22.00
27.00
32.00
37.00
42.00
47.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
CA
R
Tahun Kelompok Bank: 1 2 3 4 5 Rata2
138
dengan dampak krisis ekonomi global di tahun 2011. Penyebab lain yang
mungkin terjadi dikarenakan adanya satu atau beberapa bank mempunyai masalah
struktural sehingga menurunkan rasio CAR secara kelompok. Hal ini dikonfirmasi
oleh data profitabilitas kelompok bank tersebut yang turun drastis pada tahun
2013. Sementara itu, ke-4 kelompok bank lainnya mempunyai CAR relatif stabil,
dengan akhir tahun periode mempunyai trend yang meningkat.
Jika dikaitkan dengan CAR yang dalam penelitian ini merupakan
komponen keunggulan bersaing, beberapa referensi sebelumnya valid bahwa CAR
minimum diperlukan untuk peningkatan profitabilitas. Sementara itu, Tabak et al.
(2011) menegaskan dalam penelitiannya bahwa rasio modal menjelaskan
keunggulan dari persaingan yang lebih rendah.
4.1.6 FBI
Perkembangan pertumbuhan FBI periode 2011-2016 tercermin
sebagaimana grafik 4.7, rata-rata perkembangan FBI bank go public dalam
periode pengamatan cenderung menurun sampai dengan tahun 2014, kemudian
mulai meningkat tahun 2015 dan meningkat tajam pada tahun 2016. Penyebab
peningkatan tajam FBI bank go public tahun 2016 terutama terjadi pada Bank
Persero dan BPD. Jika dikaitkan dengan referensi bahwa pengembangan TI
bertujuan untuk meningkatkan Layanan dan akhirnya mendapatkan pendapatan,
khususnya FBI yang produk/jasanya erat muatan TI nya, ternyata kurang dapat
dikonfirmasi datanya mengingat pada tahun 2015-2016 yang meningkat drastis
Biaya Pengembangan/Investasi TI adalah pada kelompok BUSN Devisa, yang
peningkatannya jauh melampaui kelompok Bank Persero. Bahkan kebalikannya
139
dengan kelompok BPD pada tahun 2015-2016 tersebut Biaya
Pengembangan/Investasi TI relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal
ini memerlukan kajian lebih dalam pada kelompok BPD untuk mengkonfirmasi
bahwa mungkin saja FBI yang didapatkan kemungkinan tidak secara langsung
berkaitan dengan produk/jasa hasil pengembangan TI.
Pada kelompok Bank Persero dari tahun 2015 ke tahun 2016 melonjak
tajam 3,4 kali lipat atau meningkat sebesar 240,45%. Kelompok BPD mempunyai
peningkatan yang tajam pula setelah Bank Persero pada tahun terakhir, yakni
sebesar 33,81%. Hal ini perlu diteliti lebih dalam underlying-nya, mengingat
dalam tempo hanya setahun naik tajam. Adanya peluncuran layanan jasa baru
yang inovatif dan massal, misal terkait proyek Pemerintah kemungkinan menjadi
salah satu penyebab meningkat pesatnya FBI Bank Persero dan BPD dimaksud
atau ada lag antara pengembangan TI dengan FBI yang dapat dihasilkan.
Sementara kelompok bank lainnya (BUSN Devisa, BUSN Non Devisa dan
Ex Bank Campuran) mempunyai perkembangan FBI relatif sama, cenderung
meningkat, dengan level berbeda, antara BUSN Devisa dengan kelompok bank
lainnya dengan persentase relatif lebih kecil. Namun demikian, pada kelompok
BUSN Non Devisa, FBI tahun terakhir mengalami penurunan kembali. Selain itu,
secara nominal kelompok BUSN Non Devisa mempunyai FBI yang relatif lebih
sedikit dibandingkan ke-3 kelompok bank lainnya (BUSN Devisa, Bank Persero
dan BPD) meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan ex Bank Campuran.
140
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.6
Pertumbuhan FBI (2011-2016)
4.1.7 ROA
Grafik 4.7 menunjukkan perkembangan profitabilitas bank go public di
Indonesia yang diindikasikan dengan rasio ROA periode pengamatan tahun 2011-
2016, mempunyai rasio cenderung menurun sejak tahun 2013-2016, bahkan tahun
2016 perlu diwaspadai mengingat rata-rata rasio ROA hanya sebesar 1,18%.
3,295.72
2,980.22
1,998.42 1,783.57 1,842.33
6,272
465.92 517.32 553.08 705.19
643.67 692.85
7.73 23.44 28.46 49.56 50.75 47.66
98.20 64.97 61.97 74.24
86.45 115.68
8.48 10.04
11.33 13.31 13.78 13.87
775.21 719.20 530.65
525.17
527.40
1428.46
-500.00
500.00
1,500.00
2,500.00
3,500.00
4,500.00
5,500.00
6,500.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rp
mily
ar
Tahun
Kelompok Bank: 1 2 3 4 5 Rata2
141
Kelompok BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa sudah bleeding atau inefisien
pada tahun 2016 dengan rasio ROA yang negatif, menunjukkan bank sudah
mengalami kerugian.
Sementara itu, karakteristik yang sama dalam pertumbuhan ROA periode
tahun 2011-2016 pada kelompok Bank Persero dan BPD sebagaimana
perkembangan GCG. Pasca krisis global 2011 yang dipicu oleh krisis ekonomi
Eropa, berdampak pada penurunan kinerja profitabilitas (ROA) mulai tahun 2012
dan terus berlanjut secara gradual sampai dengan tahun 2016. Namun demikian
pada kelompok BPD mulai terjadi titik balik membaik pada tahun 2016, bahkan
melampaui ROA Bank Persero.
Keterangan:
Kelompok Bank: 1 = Bank Persero; 2 = Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa;
3 = BUSN Non Devisa; 4= BPD; 5 = Ex Bank Campuran.
Grafik 4.7 Pertumbuhan ROA (2011-2016)
3.17 3.32
3.20 3.13 2.85
2.54
2.07 2.20
0.01
1.77
0.89
-0.09
1.13
1.82
1.45 1.19
0.59
-0.34
4.10
3.21 3.27 3.03
2.57
2.96
1.00
1.82 1.82
1.09 0.80 0.84
2.29 2.47
1.95 2.04
1.54
1.18
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ras
io R
OA
Tahun Kelompok Bank 1 2 3 4 5 Rata2
142
Pada kelompok kedua (BUSN Devisa, BUSN Non Devisa dan Ex Bank
Campuran) berpola sedikit berbeda, tahun 2012 sedikit membaik, kemudian tahun
2013 sampai dengan 2016 profitabilitas (ROA) terus menurun. Terdapat
fenomena yang berbeda terjadi pada kelompok BUSN Devisa yang turun drastis
profitabilitasnya dari 2,20 tahun 2013, menjadi 0,01 tahun 2012. Dampak krisis
global tahun 2011 belum mereda di tahun 2012 kemudian timbul kembali krisis
Eropa tahun 2013, yang menambah buruknya profitabilitas BUSN Devisa, jika
dibandingkan dengan BUSN Non Devisa yang masih mempunyai ROA 1,45,
kemungkinan root cause berkaitan dengan menurunnya kinerja aktiva produktif
valas, trade finance atau nasabah eksportir. Fluktuasi tajam yang terjadi pada
BUSN Devisa perlu diteliti lebih dalam, apakah berkaitan dengan adanya
restrukturisasi usaha atau pun timbulnya bank bermasalah.
Jika kelompok Bank Persero dan BPD relatif dapat menjaga kinerja ROA-
nya kemungkinan besar karena adanya program Pemerintah, baik terkait dana
murah yang dihimpun sehingga biaya dana relatif murah seperti program bantuan
sosial maupun adanya pembiayaan seperti proyek infrastruktur, atau khusus BPD
dominansi segmen pasar lingkungan Pemda/PNS di wilayahnya. Pada sisi lain,
meski dengan ROA relatif kecil, namun, ex Bank Campuran masih dapat menjaga
ROA bernilai positif.. Kekhasan bisnis ex Bank Campuran yang cenderung
captive market dapat mengkonfirmasi hal tersebut, yang umumnya didukung oleh
kelompok usaha atau induknya di negara asal pemilik ex Bank campuran tersebut.
143
4.1.8 Hasil Depth Interview dengan Senior Manajemen Bank
Berdasarkan hasil depth interview dengan pihak terkait yaitu praktisi
perbankan, diperoleh infomasi bahwa GCG yang dimiliki perbankan persero
sekarang sudah menunjukkan adanya perubahan yang jauh lebih baik. Komitmen
yang tinggi dari seluruh pegawai dan didukung dengan sistem pengawasan serta
perbaikan operasional perbankan melalui sistem yang lebih canggih menjadikan
perbankan berhasil dalam usahanya meningkatkan GCG-nya secara kontinyu.
Namun demikian, kondisi tersebut dihadapkan pada tantangan terbesar
dalam usaha penerapan GCG yang baik yaitu pada aspek culture transformation
di jajaran pegawai. Hal ini dikarenakan banyak pegawai yang sudah merasa
nyaman dengan budaya lama yang kurang mendukung GCG dan merasa terpaksa
untuk keluar dari comfort zone tersebut untuk melaksanakan budaya baru yang pro
GCG.
Berkaitan dengan biaya pengembangan/investasi TI, diperoleh informasi
bahwa besarnya biaya TI di perbankan diputuskan berdasarkan rencana bisnis
tahunan bank dan kebutuhan akan kegiatan operasional yang menyangkut TI
untuk periode 1 (satu) tahun, seperti maintenance system TI, enhancement
projects, dan development produk-produk perbankan yang berbasis TI, seperti
mobile banking, internet banking, dan uang elektronik.
Di sisi lain, dalam upaya perbankan mencapai target kinerja TI yang baik,
masih ada beberapa hal yang menjadi tantangan bagi divisi TI, yakni sinergi
dengan divisi lain khususnya divisi-divisi product owner dan unit kerja lain
144
seperti kantor cabang dan unit pada BRI; penyediaan infrastruktur TI yang handal
dan mumpuni.
Di sisi lain, untuk mengetahui biaya pengembangan SDM, dapat dilihat dari
salah satu bank yaitu BRI, berdasarkan depth interview dinyatakan bahwa BRI
telah mengalokasikan > 5% dari total biaya SDM yang dipergunakan untuk
pengembangan SDM BRI, diwujudkan dalam bentuk pengiriman sejumlah staf
untuk mengambil pendidikan pasca sarjana di luar negeri dan ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan kursus dan seminar, baik di dalam maupun luar negeri. Selain
itu, BRI juga saat ini telah mengembangkan berbagai aplikasi pembelajaran dan
pengembangan skill & knowledge bagi karyawan BRI melalui aplikasi BRISmart.
Namun demikian, dalam upaya pengembangan SDM tersebut, ternyata
masih ada tantangan yang harus dihadapi dimana tantangan terbesar bagi BRI
dalam pencapaian target pengembangan SDM-nya adalah terletak pada jumlah
SDM yang dimiliki saat ini begitu besar > 120 ribu karyawan, dan tersebar di
seluruh unit kerja BRI, baik di dalam maupun luar negeri.
Dalam penelitian ini, aspek keunggulan bersaing ditentukan dengan
pendekatan terhadap teori keunggulan bersaing yang secara garis besar dipilah
menjadi faktor low cost dan diferensiasi. Untuk faktor low cost digunakan variabel
rasio efisiensi (rasio BOPO). Kemudian faktor diferensiasi digunakan variabel
FBI, yang saat ini merupakan trend industri perbankan untuk meningkatkan FBI
dalam komposisi pendapatannya, yang relatif berisiko rendah namun syarat
teknologi. Komponen ketiga dari variabel Keunggulan Bersaing dalam penelitian
ini adalah modal bank yang diukur dari CAR. Aturan Basel Comitte on Bank
145
Supervision (BCBS) khususnya Basel III menyebutkan bahwa penguatan modal
dapat meningkatkan daya tahan bank terhadap krisis dan gejolak perekonomian
serta risiko yang timbul akibat peningkatan eksposur penyediaan dana.
Adapun bagi BRI, tantangan terbesar yang dihadapi dalam upaya mencapai
keunggulan bersaing dari segi target nilai rasio CAR, BOPO, dan FBI, berasal
dari pencapaian target FBI, dimana kompetisi di sektor perbankan saat ini sangat
ketat dalam mengejar perolehan FBI. Adapun latar belakangnya adalah
dikarenakan perolehan NIM perbankan yang berasal dari pinjaman yang
cenderung turun setiap tahunnya dan adanya perubahan perilaku nasabah dalam
melakukan transaksi perbankannya. Critical point bagi industri perbankan saat ini
adalah bank harus melakukan suatu inovasi bagi produk-produk perbankannya, ke
arah yang lebih customer centric dan based on IT. Hal tersebut cenderung
bersifat high cost.
Sementara dalam pencapaian kinerja perbankan yang diukur dengan ROA,
terdapat hambatan yang harus dihadapi yaitu tingkat pendapatan perbankan yang
semakin mengecil dikarenakan beberapa faktor, seperti NIM yang cenderung
menurun serta trend nasabah yang semakin menginginkan kemudahan dalam
bertransaksi perbankan namun dengan biaya yang murah.
4.2. Pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM terhadap Keunggulan Bersaing
Keunggulan Bersaing diukur dari 3 indikator yaitu BOPO, CAR dan FBI.
Tabel berkut memperlihatkan pengaruh dari variabel bebas terhadap tiga indikator
keunggulan bersaing.
146
Tabel 4.2
Hasil Pengujian Hipotesis 1
Variabel bebas BOPO CAR FBI
GCG 4.8412 2.673 29196.17
TI 0.00000114 0.0000038 1.021.709
SDM -0.000015 0.0000077 1.316.449
F htitung 46.037 56.144 14.213
R2 0.4150 0.4639 0.179681
4.2.1 Pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM terhadap BOPO
a) Model Common (Pool) Effect atau Fixed Effect
Pengujian dilakukan dengan Chow-Test dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Common effect Model
H1 : model menggunakan fixed effect model
Tabel 4.3. Hasil uji Chow Hipotesis 1a
Hipotesis F hitung Prob Kesimpulan
Hipotesis 1 40,859 0,000 Ho ditolak;
Fixed Effect
Hasil dari perhitungan Prob < α(0.05) sehingga hipotesis di atas dapat
disimpulkan bahwa H1 diterima, sehingga model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
Proses selanjutnya pemilihan model terbaik model panel masih perlu
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk mengetahui apakah model dari
data panel mengikuti fixed effect model atau random effect model.
b) Model Fixed Effect atau Random Effect
Pengujian dilakukan dengan uji Hausman dengan Hipotesis :
147
Ho : model menggunakan Random Effect Model
H1 : model menggunakan fixed effect model
Tabel 4.4. Hasil uji Hausman Hipotesis 1a
Hipotesis Statistik
Uji 2
Prob Kesimpulan
Hipotesis 1b 1,871 0,599
Ho diterima
Random Effect
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa p value >α (0.05) sehingga
Ho diterima, dapat disimpulkan bahwa data lebih tepat menggunakan
random effect model.
Tabel 4.5. Hasil Estimasi Random Effect Hipotesis 1a Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 73,19492 2,134675 34,28856 0,0000
GCG 4,841796 0,859844 5,631013 0,0000
TI 1.14E-06 8.79E-06 0,130074 0,8965
SDM -1.53E-05 8.85E-06 -1,726851 0,0843 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,415023 Mean dependent var 84,56790
Adjusted R-squared 0,406008 S.D. dependent var 21,69733
S.E. of regression 16,72233 Akaike info criterion 8,486836
Sum squared resid 653.230,3 Schwarz criterion 8,576832
Log likelihood -10.032,63 Hannan-Quinn criter. 8,519595
F-statistic 46,03659 Durbin-Watson stat 0,330711
Prob(F-statistic) 0,000000 Hasil pengujian Model Ekonometrik sebagai berikut:
BOPOit=73,195+ 4,842GCGit+ 0,00000114Tit- 0,0000153SDMit + e1it
Persamaan regresi di atas sejalan dengan hipotesis yang ditetapkan bahwa
GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM
berpengaruh terhadap Keunggulan Bersaing (BOPO) pada bank go public periode
2011-2016. Peningkatan nilai GCG dan peningkatan Biaya
148
Pengembangan/Investasi TI akan meningkatkan BOPO sedangkan peningkatan
Biaya Pengembangan SDM akan menurunkannya. Dengan demikian persamaan
tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
1. Konstanta persamaan regresi sebesar 73,195; artinya jika GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM nilainya 0 maka
keunggulan bersaing yang diukur dari indiktor BOPO nilainya sekitar
73,195.
2. Koefisien regresi variabel GCG sebesar + 4,842; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai GCG
1% akan menambah BOPO sebesar 4,842%. Hasil uji menunjukkan bahwa
memburuknya kualitas GCG akan meningkatkan inefisiensi.
3. Koefisien regresi variabel Biaya IT sebesar + 0,00000114; artinya dengan
asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai
Biaya IT 1% akan meningkatkan BOPO sebesar + 0,00000114%. Hasil uji
menunjukkan pengaruh yang belum sejalan dari hasil
pengembangan/investasi TI terhadap peningkatan efisiensi.
4. Koefisien regresi variabel Biaya SDM sebesar -0,0000153; artinya dengan
asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai
Biaya SDM 1% akan mengurangi BOPO sebesar 0,0000153%. Hasil uji
menunjukkan pengaruh yang sejalan dari hasil pengembangan SDM terhadap
peningkatan efisiensi.
149
A. Hipotesis Simultan (1a)
H0 :β11= β12 = β 13 = 0
Tidak terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap BOPO
H1 : paling sedikit ada βij 0
Terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap BOPO.
Tabel 4.6
Pengujian Simultan Hipotesis 1a
Hipotesis F-statistic Prob (F-statistic) Keterangan
Hipotesis 1a 46,037 0,000* Ho ditolak
*signifikan pada =0,05
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
dari GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM
terhadap BOPO dengan nilai R2
yang diperoleh dari model tersebut sebesar
41.50%. Hal ini berarti aspek GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM dapat mempengaruhi BOPO sebesar 41,50%, sedangkan
sebesar 58,50% masih dipengaruhi aspek lainnya.
B. Hipotesis Parsial
Tabel 4.7
Pengujian Parsial Hipotesis 1a
Hipotesis βij t-Statistic Prob
GCG BOPO 4,841796 34,28856 0,0000
TI BOPO 1.14E-06 5,631013 0,0000
SDM BOPO -1.53E-05 0,130074 0,8965
150
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya pengembangan SDM berpengaruh
signifikan terhadap BOPO.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa GCG yang diukur dari hasil
penilaian GCG, bersumber dari data publikasi bank, berpengaruh signifikan pada
keunggulan bersaing BOPO. Temuan tersebut mendukung hasil penelitian Tariq
et al. (2014) bahwa GCG menunjukkan dampak positif secara signifikan terhadap
efisiensi bank.
Sementara itu, berdasarkan konfirmasi dengan praktisi perbankan, bahwa
hasil pengujian hipostesis tersebut memang relevan dalam industri perbankan.
Industri perbankan merupakan industri yang high regulated dan berlandaskan
pada trust/kepercayaan dari nasabahnya. Sehingga GCG suatu bank akan
mempengaruhi citra perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada kinerja bank. Semakin baik kualitas GCG-nya, maka semakin baik pula
kinerja bank-nya. Temuan dan konfirmasi tersebut juga didukung hasil penelitian
Tariq et al. (2014) bahwa GCG menunjukkan dampak positif secara signifikan
terhadap efisiensi bank.
Dalam penelitian ini slope atau arah persamaan regresi menunjukkan
angka positif, sehingga dengan meningkatnya nilai atau skala GCG sebesar 1%
akan menambah BOPO sebesar 4,842%. Bukti analisis empirik ini menunjukkan
bahwa GCG sebagai cerminan tata kelola usaha bank yang baik dari populasi
bank go public yang diteliti, sejalan dengan upaya peningkatan efisiensi bank,
semakin tinggi nilai GCG atau kualitasnya semakin buruk akan berakibat
151
meningkatkan rasio BOPO atau inefisiensi bank. Namun demikian, mengingat
dalam penelitian ini digunakan nilai skala GCG secara gabungan, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Data GCG merupakan data rata-rata dari gabungan bank go public dengan
berbagai skala usaha dan kondisi manajemen yang berbeda,.
2. Data GCG merupakan data rata-rata gabungan dari seluruh aspek yang dinilai,
kemungkinan belum mencerminkan secara riil aspek GCG yang berkaitan
dengan aspek efisiensi. Sebagaimana diketahui dalam penilaian GCG bank
umum sesuai POJK No. 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata kelola Bagi
Bank Umum, didasarkan atas pelaksanaan GCG pada industri perbankan
dengan berlandaskan 5 (lima) prinsip dasar yaitu transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran. Penerapan kelima prinsip
tersebut meliputi 11 faktor penilaian GCG, yaitu:
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab komisaris
c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi
d. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
e. Penanganan benturan kepentingan
f. Penerapan fungsi kepatuhan
g. Penerapan fungsi audit intern
h. Penerapan fungsi audit ekstern
i. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern
j. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar
152
k. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank, laporan
pelaksanaan GCG dan pelaporan internal
l. Rencana strategis bank.
Penilaian terhadap ke-11 faktor tersebut dilakukan secara komprehensif dan
terstruktur yang diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek governance yaitu
governance structure, governance process, dan governance outcome, sebagai
suatu proses yang berkesinambungan.
Sebagai bahan konfirmasi, penelitian Tariq et al. (2014) terhadap
perbankan yang listed di Pakistan, menunjukkan dampak positif secara signifikan
terhadap efisiensi bank. Tariq et al. (2014) berpendapat, GCG menyediakan
kebijakan dan aturan untuk memonitor dan mengelola bank secara umum, dan
menyediakan pedoman bagi dewan direksi bagaimana menjalankan secara umum
dan bagaimana meningkatkan nilai pemegang saham serta meningkatkan efisiensi
bank.
Sementara itu, Biaya Pengembangan/Investasi TI juga berpengaruh
signifikan tehadap keunggulan bersaing BOPO. Biaya pengembangan TI dalam
penelitian ini diukur dari : besarnya biaya TI yang dikeluarkan oleh tiap emiten
bank, dengan indikator besarnya biaya TI yang dikeluarkan oleh tiap emiten bank;
dan besarnya pos biaya investasi TI diambil dari data DPIP OJK, dengan
indikator besarnya pos biaya investasi TI diambil dari data DPIP OJK.
Berdasarkan hasil penelitian Colgate (1998) bahwa lembaga keuangan
dengan menerapkan TI menjadi lebih sukses. TI berpengaruh walau tidak terlihat
signifikan terhadap keunggulan kompetitif. Selain itu, Darshani (2013)
153
menemukan kualitas layanan dan Harga Lease berdampak positif dan signifikan
pada keunggulan kompetitif. Selain itu, kemajuan teknologi dan upaya promosi
tidak berdampak namun signifikan pada keunggulan kompetitif. Adapun, Luse
dan Mennecke (2014) menyimpulkan bahwa manajer dapat melihat TI dan
mengidentifikasi mana potensi keunggulan kompetitif strategis dari TI dapat
ditemukan, karena TI berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif. Ali dan
Murty (2014) menambahkan bahwa Core-banking Solution pada bank yang
dinasionalisasi menawarkan manfaat bagi bank dan nasabahnya, pentingnya ICT
guna kelancaran fungsi bank, penggunaan ICT menawarkan suatu variasi produk
dan layanan terhadap nasabahnya. Selain itu, penelitian tersebut juga menjelaskan
perubahan skenario dan inovasi, yang berdampak pasti terhadap bank-yang
dinasionalisasi dapat menggantikan jaringan kantor yang luas dan memenuhi
pelayanan volume nasabah yang tinggi.
Bukti empirik pada penelitian ini menunjukkan bahwa setiap penambahan
nilai Biaya Pengembangan/Investasi TI 1% akan meningkatkan BOPO sebesar +
0,00000114%, yang menunjukkan belum tampak dampak peningkatan biaya TI
tersebut terhadap peningkatan efisiensi. Jika dikaitkan dengan referensi penelitian
sebelumnya bahwa aspek TI berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing,
dapat ditarik benang merahnya bahwa dari aspek kuantitatif biaya menunjukkan
penurunan keunggulan bersaing yang diukur dengan peningkatan rasio BOPO,
namun perlu diteliti lebih lanjut aspek biaya TI tersebut terhadap kinerja atau
kapasitas TI bank sehingga kemungkinan dapat berpengaruh positif terhadap
keunggulan bersaing. Sebagaimana diketahui sesuai referensi bahwa aspek TI
154
dapat menjadi daya saing berupa variasi produk yang menarik, praktis dan
menguntungkan bagi nasabah bank, serta secara kualitatif menggantikan jaringan
layanan bank secara fisik..
Sebagai pengkonfirmasi penelitian ini, Chae et al. (2014) memaparkan
bahwa beberapa penelitian lalu mendukung hubungan positif antara kemampuan
teknologi informasi dan kinerja perusahaan yang muncul beberapa tahun lalu di
MIS. Selain itu, penelitian Ali dan Murty (2014) terhadap industri perbankan di
India menunjukkan bahwa Core-banking Solution yang tampak pada bank-bank
yang dinasionalisasi saat ini menawarkan manfaat baik bagi bank maupun
nasabahnya. Bank-bank di India menggunakan ICT untuk menawarkan suatu
variasi produk dan layanan terhadap nasabahnya, dengan perubahan skenario dan
inovasi yang berdampak secara pasti terhadap bank-bank yang dinasionalisasi di
India sehingga tidak perlu mempunyai jaringan kantor cabang yang luas, namun
dengan Layanan ICT tersebut dapat memenuhi pelayanan volume nasabah yang
sangat banyak, akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi bank.
Sementara itu, Biaya Pengembangan SDM, yaitu besarnya pos Biaya
Pengembangan SDM, juga berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing
BOPO. Temuan hipotesis ini sesuai dengan temuan Habir & Larasati (1999)
bahwa HRM berpengaruh pada keunggulan bersaing. Selain itu, Joshi, Cahill dan
Sidhu (2010) menemukan bahwa modal intelektual, intellectual coefficient
(VAICe) memiliki hubungan yang signifikan dengan biaya SDM dan penambahan
nilai bank di Australia. Begitu pula halnya dengan Gates dan Pascal (2010), dari
hasil analisis mengenai persepsi dimana menurut manajer SDM, semakin maju
155
sebuah perusahaan dalam pengembangan HCM, semakin tinggi kinerja
perusahaan; dan perusahaan mengikuti strategi diferensiasi, manajer SDM tertarik
indikator inovasi, sementara mereka mengikuti strategi pengurangan biaya,
manajer SDM tertarik indikator efisiensi. Selain itu, dukungan SDM terhadap
keunggulan bersaing ditemukan dalam penelitian Wright et al. (2013) bahwa
faktor komitmen organisasi dan praktek HR secara signifikan berhubungan
dengan pengukuran kinerja operasional sebaik pengukuran biaya operasi dan
EBT. Lipunga (2015) menambahkan bahwa dalam ilmu pengetahuan berbasis
ekonomi, modal intelektual merupakan faktor penting dalam keunggulan bersaing
tidak terbantahkan. Studi di Malawi menggunakan VAICTM (Value Added
Intelectual Capital Coefficient) sebagai pengukur kinerja, dengan data perbankan
tahun 2010-2013, menunjukkan peningkatan kinerja secara umum saja sepanjang
tahun, kecuali tahun 2011 menunjukkan peningkatan kinerja secara baik.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya studi menemukan bahwa efisiensi modal
manusia (human capital) dari sampel bank secara relatif lebih tinggi dari efisiensi
modal struktural (capital structural) dan efisiensi modal pegawai (capital
employed) dalam periode yang diamati. Ini mengkonfirmasi secara signifikan
bahwa modal manusia menjadi penciptaan nilai bagi bank, karenanya suatu
kebutuhan bagi manajemen bank untuk memberikan perhatian terhadap pegawai
mereka.
156
4.2.2 Pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM terhadap CAR
a) Model Common (Pool) Effect atau Fixed Effect
Pengujian dilakukan dengan Chow-Test dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Common effect Model
H1 : model menggunakan fixed effect model
Tabel 4.8. Hasil uji Chow Hipotesis 1b
Hipotesis F hitung Prob Kesimpulan
Hipotesis 1b 60,285 0,000 Ho ditolak;
Fixed Effect
Hasil dari perhitungan Prob < α (0,05) sehingga hipotesis di atas
dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, sehingga model yang dipakai
dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
Proses selanjutnya pemilihan model terbaik model panel masih perlu
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk mengetahui apakah model dari
data panel mengikuti fixed effect model atau random effect model.
b) Model Fixed Effect atau Random Effect
Pengujian dilakukan dengan uji Hausman dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Random Effect Model
H1 : model menggunakanfixed effect model
Tabel 4.9. Hasil uji Hausman Hipotesis 1b
Hipotesis Statistik
Uji 2
p value Kesimpulan
Hipotesis 1b 1,365 0,7138
Ho ditolak
fixed effect model
157
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa p value >0,05 sehingga Ho
ditolak, dapat disimpulkan bahwa data lebih tepat menggunakan
random effect model.
Tabel 4.10. Hasil Estimasi Fixed Effect Hipotesis 1b
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 14,37482 1,472662 9,761114 0,0000
GCG 2,672973 0,593186 4,506126 0,0000
TI 3.83E-06 6.06E-06 0,632306 0,5272
SDM -7.70E-06 6.10E-06 -1,260957 0,2075 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,463874 Mean dependent var 20,75695
Adjusted R-squared 0,455612 S.D. dependent var 15,63557
S.E. of regression 11.53634 Akaike info criterion 7,744350
Sum squared resid 310.891,5 Schwarz criterion 7,834346
Log likelihood -9.151,672 Hannan-Quinn criter. 7,777110
F-statistic 56,14399 Durbin-Watson stat 0,422776
Prob(F-statistic) 0,000000
Hasil pengujian Model Ekonometrik sebagai berikut:
CARit=14,375+ 2,673GCGit+ 0,0000038ITit- 0,0000077SDMit + e2it
Persamaan regresi di atas sejalan dengan hipotesis yang ditetapkan bahwa
GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM
berpengaruh terhadap Keunggulan Bersaing (BOPO) pada bank go public periode
2011-2016. Peningkatan nilai GCG dan Biaya Pengembangan/Investasi TI akan
meningkatkan CAR sedangkan peningkatan Biaya Pengembangan SDM akan
menurunkan CAR. Dengan demikian persamaan tersebut dapat diartikan sebagai
berikut:
158
1. Konstanta persamaan regresi sebesar 14,375; artinya jika GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM nilainya 0 maka
akan meningkatkan keunggulan bersaing yang diukur dari indikator CAR
nilainya sekitar 14,375%.
2. Koefisien regresi variabel GCG sebesar 2,673; artinya dengan asumsi variabel
independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan skala nilai GCG 1%
akan menambah CAR sebesar 2,673%. Artinya dengan penambahan skala
nilai GCG 1% menunjukkan kualitas GCG memburuk 1%, justru akan
menambah nilai CAR sebesar 2,673% tersebut. Hasil uji ini menunjukkan
belum sinkronnya upaya peningkatan kualitas GCG dengan peningkatan
CAR.
3. Koefisien regresi variabel Biaya IT sebesar 0,0000038; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai Biaya
Pengembangan/Investasi TI 1% akan meningkatkan CAR sebesar
0,0000038%. Dalam hal ini pengaruh penambahan Biaya Pengembangan/
Investasi TI positif meningkatkan CAR, sehingga dapat diasumsikan dampak
pengembangan/investasi TI positif dalam meningkatkan rasio modal bank.
4. Koefisien regresi variabel Biaya SDM sebesar 0,0000077; artinya dengan
asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai
Biaya SDM 1% akan menurunkan CAR sebesar 0,0000077%. Dalam hal ini
penambahan Biaya Pengembangan SDM belum berdampak pada
peningkatan kualitas SDM yang dapat berkontribusi untuk meningkatkan
CAR.
159
A. Hipotesis Simultan (1b)
H0 :β21= β22 = β23 = 0
Tidak terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap CAR
H1 : paling sedikit ada βij 0
Terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap CAR.
Tabel 4.11
Pengujian Simultan Hipotesis 1b
Hipotesis F-statistic Prob (F-statistic) Keterangan
Hipotesis 1b 56,144 0,000* Ho ditolak
*signifikan pada =0,05
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
dari GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM
terhadap CAR dengan nilai R2
yang diperoleh dari model tersebut sebesar
46,387%, sedangkan sebesar 53,613% masih dipengaruhi aspek lainnya.
B. Hipotesis Parsial
Tabel 4.12
Pengujian Parsial Hipotesis 1b
Hipotesis βij t-Statistic Prob
GCG CAR 2,673 4,506126 0,0000
TI CAR 3,83E-06 0,632306 0,5272
SDM CAR -7,70E-06 -1,260957 0,2075
160
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM berpengaruh
signifikan terhadap CAR.
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa GCG yang diukur dari hasil
penilaian GCG, yang bersumber dari data publikasi bank, berpengaruh signifikan
pada keunggulan bersaing CAR. Namun mengingat skala GCG semakin besar
menunjukkan kualitas yang semakin memburuk, maka perlu diteliti lebih lanjut
bahwa, tampaknya pengaruh tata kelola perusahaan kemungkinan tidak
berpengaruh langsung terhadap CAR atau modal perusahaan. Temuan tersebut
dapat dijelaskan secara tidak langsung dari hasil penelitian Tariq et al. (2014)
bahwa kualitas GCG memiliki dampak positif secara signifikan terhadap efisiensi
bank. Sebagaimana diketahui bahwa besarnya CAR bank dalam penelitian ini jauh
melampaui ketentuan, sehingga kemungkinan terdapat dana idle atau kurang
efisien.
Di sisi lain, Bawaneh (2015) menemukan bahwa keberhasilan GCG di
bank Yordania membutuhkan penerapan aturan dengan benar, yang bergantung
pada kontrol dari Bank Sentral Jordan (CBJ) dan manajemen bank. Prinsip
transparansi dan pengungkapan tentang situasi keuangan bank membantu
meningkatkan kepercayaan klien dan meningkatkan reputasi dan kinerja bank.
Adapun Limakrisna dan Yoserizal (2016) menemukan bahwa GCG, TI,
Kompetensi SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan
kompetitif. Keunggulan kompetitif pun positif dan signifikan berdampak pada
kinerja pemasaran.
161
Berdasarkan hasil depth interview dengan pihak perbankan, hasil
pengujian hipotesis ini relevan dalam industri perbankan karena industri
perbankan merupakan industri yang high regulated dan berlandaskan pada trust
dari nasabahnya. Sehingga GCG suatu bank akan mempengaruhi citra perusahaan
tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja bank. Semakin baik
GCG-nya, maka semakin baik pula kinerja bank-nya.
Berkenaan dengan TI, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
Biaya Pengembangan/Investasi TI berpengaruh signifikan pada keunggulan
bersaing CAR. Seperti yang ditemukan dalam penelitian Ali dan Murty (2014)
pada industri perbankan di India, bahwa Core-banking Solution pada bank yang
dinasionalisasi menawarkan manfaat baik bagi bank maupun nasabahnya,
menggantikan jaringan kantor cabang yang luas, serta ICT meningkatkan
kelancaran fungsi bank dan menawarkan variasi produk dan layanan terhadap
nasabahnya. Selain itu, hasil pengujian ini mendukung temuan penelitian
Limakrisna dan Yoserizal (2016) yang menemukan bahwa GCG, teknologi
informasi, dan kompetensi SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif pun positif dan signifikan
berdampak pada kinerja pemasaran. Di samping itu, Luse dan Mennecke (2014)
menyimpulkan bahwa manajer dapat melihat TI dan mengidentifikasi mana
potensi keunggulan kompetitif strategis dari TI dapat ditemukan. Karena TI
berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif.
Inovasi di era saat ini terkait erat dengan teknologi informasi. McKenzie
(2013) menguraikan pentingnya inovasi, dimana lembaga keuangan
162
mengidentifikasi pengurangan biaya, perbaikan efisiensi, menjangkau nasabah
baru atau meningkatkan pengalaman pelanggan, serta menghasilkan laba. Dalam
teori keunggulan bersaing juga dijelaskan pentingnya biaya rendah. Tidd dan
Bessant (2013:24) berpendapat bahwa umumnya inovasi didorong oleh
kemampuan untuk melihat hubungan, peluang dan mengambil keuntungan dari
kesempatan tersebut. Inovasi melalui pemanfaatan TI sangat penting bagi industri
perbankan karena berhubungan dengan kualitas pelayanan perbankan dan efisiensi
biaya. Sandsroms (2014) melakukan riset penyebab jatuhnya perusahaan existing
disebabkan oleh dua hal: pertama, dalam alokasi sumber daya, perusahaan
petahana tidak dapat mengantisipasi beberapa heteregonisasi yang terjadi seperti
dalam sistem organisasi dan kepemimpinan terutama berkaitan dengan insentif
dan kompetensi, dan yang kedua adalah mereka tidak mampu mengantisipasi
perubahan yang terjadi di lingkungan. Maka peran pengembangan TI sangat
penting agar perbankan mampu mengikuti perkembangan lingkungan teknologi
dan kebutuhan nasabahnya.
Teknologi informasi pada saat ini terkait erat dengan perkembangan
internet. Menurut Latzer (2009) internet adalah “mother of distruptive“. Internet
sebagai enabling technology dan menjadi pengganti dari teknologi sebelumnya
dan sekaligus juga menjadi enabling new economy digital. Penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi antara internet dan wireless communication tidak
hanya berdampak pada perubahan teknologi tetapi juga membawa dampak
disruptif terhadap teknologi dan perusahaan petahana. Dalam hal ini perusahaan
perbankan perlu mengikuti perkembangan internet dalam upaya meningkatkan
163
pelayanan kepada nasabah dan peningkatkan efisiensi biaya perbankan melalui
wireless communication atau laporan paperless.
Berkenaan dengan SDM, temuan menunjukkan bahwa Biaya
Pengembangan SDM pada industri jasa perbankan, yang diukur oleh besarnya pos
Biaya Pengembangan SDM, berpengaruh signifikan pada keunggulan bersaing
CAR, namun dengan pengaruh berlawanan. Beberapa penelitian sebelumnya
antara lain Masum, Azad, Hoque, dan Beh (2015) menunjukkan bahwa praktik
HRM di industri perbankan adalah untuk memastikan efisiensi dalam skenario
jangka panjang. Bank domestik disarankan memastikan pembangunan
berkelanjutan dalam praktik HRM agar bisa bersaing dengan bank asing.
Sementara Komnenic Tomic, dan Pokrajcic (2011) menemukan hubungan positif
antara modal intelektual perusahaan dengan ukuran kinerja. Surin, Edward,
Hussin, dan Ab Wahab (2017) menemukan bahwa Human Capital dan
lingkungan bisnis secara signifikan memoderasi hubungan antara jaringan bisnis
strategis dan kinerja bisnis.
Berkaitan dengan hal tersebut perlu diteliti secara mendalam faktor TI yang
berpengaruh terhadap peningkatan CAR, dengan data empirik bahan analisis
dipilah per BUKU, sehingga tampak efisiensi dan optimalisasi Biaya
Pengembangan/Investasi TI yang dapat mendongkrak pendapatan dari berbagai
variasi produk based on TI, yang akhirnya akan meningkatkan CAR sebagai salah
satu aspek keunggulan bersaing dalam penelitian ini. Hasil uji selanjutnya
keterkaitan Biaya Pengembangan/Investasi TI yang berpengaruh positif terhadap
FBI dapat mengkonfirmasi dan hasil uji Biaya Pengembangan/Investasi TI yang
164
berpengaruh berlawanan terhadap ROA, dapat mengkonfirmasi hasil uji Biaya
Pengembangan/Investasi TI terhadap CAR ini.
4.2.3 Pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM terhadap FBI
a) Model Common (Pool) Effect atau Fixed Effect
Pengujian dilakukan dengan Chow-Test dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Common Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
Tabel 4.13. Hasil uji Chow Hipotesis 1c
Hipotesis F hitung Prob. Kesimpulan
Hipotesis 1 2,025 0,0005
Ho ditolak;
fixed effect
model
Hasil dari perhitungan Prob < α (0,05) sehingga hipotesis diatas dapat
disimpulkan bahwa H1 diterima, sehingga model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
Proses selanjutnya pemilihan model terbaik model panel masih perlu
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk mengetahui apakah model dari
data panel mengikuti Fixed Effect Model atau Random Effect Model.
c) Model Fixed Effect atau Random Effect
Pengujian dilakukan dengan uji Hausman dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Random Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
165
Tabel 4.14. Hasil uji Hausman Hipotesis 1c
Hipotesis Statistik
Uji 2
prob Kesimpulan
Hipotesis 1c 10,904 0,0128 Ho ditolak
Fixed Effect Model
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa p value > 0,05 sehingga
Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa data lebih tepat menggunakan
Fixed Effect Model.
Tabel 4.15. Hasil Estimasi Fixed Effect Hipotesis 1C
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -102.592,9 474.048,0 -0,216419 0,8287
GCG 29.196,17 190.946,0 0,152903 0,8785
TI 10,21709 1,952234 5,233537 0,0000
SDM 13,16449 1,964545 6,701037 0,0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,179681 Mean dependent var 598.262,9
Adjusted R-squared 0,167039 S.D. dependent var 4.068.881
S.E. of regression 3.713.534 Akaike info criterion 33,10834
Sum squared resid 3,22E+16 Schwarz criterion 33,19833
Log likelihood -39.246.04 Hannan-Quinn criter. 33,14109
F-statistic 14,21312 Durbin-Watson stat 2,024070
Prob(F-statistic) 0,000000 Hasil pengujian Model Ekonometrik sebagai berikut:
FBIit= -102.592,9+29.196,17GCGit+ 10,217ITit+13,164SDMit + e3it
Persamaan regresi di atas sejalan dengan hipotesis yang ditetapkan bahwa
GCG, Biaya Pengembangan TI, dan Biaya Pengembangan SDM berpengaruh
terhadap Keunggulan Bersaing (FBI) pada bank go public periode 2011-2016.
Peningkatan nilai/skala GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM akan meningkatkan FBI. Dengan demikian persamaan
tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
166
1. Konstanta persamaan regresi sebesar -102.592,9; artinya jika GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM nilainya 0 maka
akan menurunkan keunggulan bersaing yang diukur dari FBI, nilainya sekitar
102.592,9.
2. Koefisien regresi variabel GCG sebesar 29.196,17; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai GCG
1% akan menaikan FBI sebesar 29.196,17%. Semakin bertambah nilai/skala
GCG atau semakin buruk kualitas GCG maka berdampak terhadap
peningkatan FBI. Dalam hubungan ini kualitas GCG kemungkinan belum
memberikan dampak positif terhadap peningkatan FBI.
3. Koefisien regresi variabel Biaya Pengembangan/Investasi IT sebesar 10,217;
artinya dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap
penambahan nilai Biaya IT 1% akan meningkatkan FBI sebesar 10,217%.
Hasil uji ini menunjukkan kaitan yang erat dan positif antara upaya
pengembangan/investasi TI dengan peningkatan FBI.
4. Koefisien regresi variabel Biaya SDM sebesar 13,164; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai Biaya
Pengembangan SDM 1% akan meningkatkan FBI sebesar 13,164%. Hasil uji
ini menunjukkan kaitan yang erat dan positif antara upaya pengembangan
kualitas SDM dengan peningkatan FBI.
167
b) Hipotesis Simultan (1C)
H0 :β31= β32 = β33 = 0
Tidak terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap FBI.
H1 : paling sedikit ada βij 0
Terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM terhadap FBI.
Tabel 4.16
Pengujian Simultan Hipotesis 1c
Hipotesis F-statistic Prob(F-statistic) Keterangan
Hipotesis 1c 14,213 0,0000* Ho ditolak
*signifikan pada =0,05
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
dari GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM
terhadap FBI dengan nilai R2
yang diperoleh dari model tersebut hanya sebesar
17.97%, sedangkan mayoritas sebesar 82,603% masih dipengaruhi aspek lainnya.
Relatif kecilnya proporsi pengaruh simultan dari GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM terhadap FBI
dibanding aspek lainnya, perlu diteliti lebih mendalam dengan mengkaitkan
terlebih dahulu pengaruh parsial masing-masing komponen variabel tersebut
terhadap FBI. Jika ditinjau dari model ekonometrik tampak bahwa koefisien
regresi untuk Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM
searah terhadap FBI, artinya jika ditingkatkan besarnya masing-masing jenis biaya
tersebut maka diduga masih akan meningkatkan FBI. Namun sebaliknya dengan
168
koefisien regresi GCG yang juga bernilai positif, yang dapat diartikan dengan
meningkatnya skala GCG atau semakin memburuknya kualitas GCG justru akan
meningkatkan FBI. Hal ini sebaiknya difahami secara hati-hati mengingat secara
prinsip GCG adalah penerapan tata kelola dengan prinsip keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness), lebih ke
arah upaya pengendalian kegiatan usaha bank, sedangkan karakteristik FBI yang
syarat muatan TI dan inovasi produk perlu ruang untuk kreativitas, selayaknya
penerapan GCG pada aspek tersebut dapat lebih fleksibel meskipun tetap harus
memperhatikan aspek risiko dan kehati-hatian.
c) Hipotesis Parsial
Tabel 4.17
Pengujian Parsial Hipotesis 1C
Hipotesis Βij t-Statistic Prob
GCGFBI 29.196,17 0,1529 0,8785
TIFBI 10,217 5,2335 0,0000
SDMFBI 13,164 6,7010 0,0000
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM berpengaruh
signifikan terhadap FBI.
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa GCG berpengaruh signifikan
pada FBI yang merupakan salah satu keunggulan bersaing dalam penelitian ini.
Keunggulan bersaing dalam hasil temuan Limakrisna dan Yoserizal (2016),
dipengaruhi secara signifikan oleh GCG, Teknologi informasi, Kompetensi SDM.
169
Pihak perbankan menyetujui kondisi tersebut dan memang relevan dalam industri
perbankan. Industri perbankan merupakan industri yang high regulated dan
berlandaskan pada trust/ kepercayaan dari nasabahnya. Sehingga GCG suatu bank
akan mempengaruhi citra perusahaan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
kinerja bank. Semakin baik GCG-nya, maka semakin baik pula kinerja bank-nya.
Di sisi lain, GCG juga ditentukan dari seberapa baik kualitas SDM dan TI yang
dimiliki oleh perusahaan. Besarnya FBI juga dipengaruhi aspek yang tidak kecil
yang menentukan seberapa efisien suatu bank dalam memperoleh pendapatannya.
Berkenaan dengan TI, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
biaya pengembangan TI berpengaruh signifikan pada FBI. Teknologi informasi
merupakan prasyarat perolehan FBI. Goetsch (2006) menjelaskan bahwa
perkembangan teknologi TI lazim digunakan perbankan untuk mewujudkan
produk/jasa dan pelayananan yang mumpuni ke arah fee based product.
Pengertian FBI menurut Kasmir (2013) adalah keuntungan yang didapat dari
transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa bank lainnya. Produk/jasa fee based
yang ditawarkan oleh perbankan antara lain: kiriman uang (transfer), kliring
(clearing), inkaso (collection), safe deposit box, bank card, jual-beli uang kertas
(bank note), jual-beli cek perjalanan (travellers cheque), L/C (letter of credit),
bank garansi, penerimaan setoran (tagihan listrik, telepon, gaji, pajak). Saat ini
berbagai produk baru FBI merupakan hasil pengembangan electronic banking.
Dalam penelitian Pennathur, Subrahmanyam, dan Vishwasrao (2012) di
India selama periode 2000-2009, ditemukan bahwa kepemilikan bank
mempengaruhi pencapaian pendapatan selain bunga. Secara relatif terhadap bank
170
swasta domestik, bank milik pemerintah dengan signifikan menghasilkan FBI
lebih rendah, sementara bank asing menghasilkan FBI yang lebih tinggi. Bank
dengan tingkat kepemilikan pemerintah yang lebih tinggi, secara signifikan
mempunyai sumber daya untuk menghasilkan pendapatan selain bunga yang
lebih rendah. Secara signifikan, pada bank milik pemerintah, FBI mengurangi
risiko yang diukur dari variabel profitabilitas.
Hasil pengujian hipotesis ini selaras dengan temuan Colgate (1998) bahwa
lembaga keuangan dengan menerapkan TI menjadi lebih sukses. Kesimpulan yang
sama dinyatakan oleh Luse dan Mennecke (2014) bahwa TI berpengaruh terhadap
keunggulan bersaing. Ali dan Murty (2014) menambahkan bahwa Core-banking
Solution pada bank yang dinasionalisasi menawarkan manfaat bagi bank dan
nasabahnya, pentingnya ICT guna kelancaran fungsi bank, penggunaan ICT
menawarkan suatu variasi produk dan layanan terhadap nasabahnya, selain itu,
perubahan skenario dan inovasi berdampak pasti terhadap bank yang
dinasionalisasi dapat menggantikan jaringan kantor yang luas dan memenuhi
pelayanan volume nasabah yang tinggi. Lebih jauh, Kim dan Davidson (2004),
menunjukkan bahwa biaya TI berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
bank. Pada bank-bank di Portugal dan Spanyol selama tahun 1990-an sampai
2000-an, peningkatan kinerja dipengaruhi oleh TC (Technology Change) dan
beberapa bank merespon lebih positif dan produktif untuk kesempatan yang
ditawarkan oleh teknologi baru dari bank lain (Figueira, Nellis dan Parker (2009).
Adapun berkenaan dengan SDM, temuan menunjukkan bahwa Biaya
Pengembangan SDM pada industri jasa perbankan, berpengaruh signifikan pada
171
FBI, sebagai salah satu dimensi dari keunggulan bersaing. Temuan ini mendukung
hasil penelitian Masum, Azad, Hoque, dan Beh (2015) bahwa praktik HRM di
industri perbankan untuk memastikan efisiensi dalam skenario jangka panjang.
Bank domestik disarankan untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dalam
praktik HRM agar bisa bersaing dengan bank asing. Dari penelitian Novi
Budiyanti (2014:6) berdasarkan kepemilikan yaitu Bank Asing, Bank Campuran,
Bank Persero, BUSN devisa, BPD, dan BUSN non devisa, menunjukkan bahwa
pendapatan selain bunga dan FBI didominasi oleh Bank Asing, Bank Campuran
dan Bank Persero. Dominasi Bank Asing pada pendapatan selain bunga dan FBI
ini disebabkan diversifikasi produk/jasa yang dilakukan oleh kelompok bank
tersebut cukup variatif dengan jaringan yang mengglobal, standard layanan tinggi
serta didukung oleh SDM dan TI dengan kualitas yang memadai. Hidayat,
Kakinata dan Miyamoto (2012) menunjukkan kecenderungan integrasi
perekonomian dunia dengan kompetisi yang sangat ketat, mendorong bank
komersial mendiversifikasi pelayanan jasa keuangan terhadap nasabah.
Diversifikasi produk cenderung meningkatkan pangsa keuntungan pendapatan
selain bunga. Pendapatan selain bunga berakar dari jasa tradisional seperti
manajemen kas dan cek, berkembang menjadi jasa finansial baru seperti
manajemen akun bank dan produk investasi. Penelitian tersebut menunjukkan
peranan penting TI dalam SDM guna peningkatan FBI perbankan.
Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Surin, Edward, Hussin,
dan Ab Wahab (2017) Human capital secara signifikan memoderasi hubungan
antara jaringan bisnis strategis dan kinerja bisnis. Di sisi lain, Limakrisna dan
172
Yoserizal (2016) menemukan bahwa GCG, TI, Kompetensi SDM berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keunggulan kompetitif. Selain itu, Masum, Azad,
Hoque dan Beh (2015) menyarankan agar Bank domestik mampu memastikan
pembangunan berkelanjutan dalam praktik HRM agar bisa bersaing dengan bank
asing. Gates dan Pascal (2010) menguraikan analisis persepsi menurut manajer
SDM, menunjukkan semakin maju perusahaan dalam pengembangan HCM,
semakin tinggi kinerja perusahaan; dan perusahaan menerapkan strategi
diferensiasi, manajer SDM tertarik indikator inovasi, sementara perusahaan
menerapkan strategi pengurangan biaya, manajer SDM tertarik indikator efisiensi.
Subrahmanyam dan Vishwasrao (2012) yang meneliti perbankan di India
periode 2000-2009, untuk kepemilikan bank, menemukan bahwa bank milik
pemerintah secara signifikan menghasilkan FBI lebih rendah. Bank milik
pemerintah dengan tingkat kepemilikan pemerintah yang lebih tinggi, secara
signifikan mempunyai sumber daya untuk menghasilkan pendapatan selain bunga
yang lebih rendah. Pada bank milik pemerintah, FBI mengurangi risiko secara
signifikan, yang diukur dari variabel profitabilitas.
4.3 Pengaruh Keunggulan Bersaing (BOPO, CAR dan FBI) terhadap
Kinerja Perusahaan (ROA)
Keunggulan Bersaing diukur dari 3 indikator yaitu BOPO, CAR dan FBI.
Tabel berkut memperlihatkan pengaruh dari variabel keunggulan bersaing
terhadap Kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA.
173
Tabel 4.18 Pengujian Hipotesis 2
ROA F hitung R2
BOPO -0,0919 656,89 0,9072
CAR -0,00286
FBI 0,00000000862
a) Model Common (Pool) Effect atau Fixed Effect
Pengujian dilakukan dengan Chow-Test dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Common Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
Tabel 4.19. Hasil uji Chow Hipotesis 2
Hipotesis F hitung Prob Kesimpulan
Hipotesis 2 52,504 0,000 Ho diterima;
Fixed Effect
Hasil dari perhitungan Prob < α (0.05) sehingga hipotesis di atas
dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, sehingga model yang dipakai
dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
Proses selanjutnya pemilihan model terbaik model panel masih perlu
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk mengetahui apakah model dari
data panel mengikuti Fixed Effect Model atau Random Effect Model.
b) Model Fixed Effect atau Random Effect
Pengujian dilakukan dengan uji Hausman dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Random Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
174
Tabel 4.20. Hasil uji Hausman Hipotesis 2
Hipotesis Statistik
Uji 2
p value Kesimpulan
2 3,781 0,2861 Ho ditolak
Fixed Effect Model
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa p value > 0,05 sehingga Ho
diterima, dapat disimpulkan bahwa data lebih tepat menggunakan
Random Effect Model.
Tabel 4.21. Hasil Estimasi Random Effect Hipotesis 2
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9,632801 0,073665 130,7651 0,0000
BOPO -0,091917 0,000802 -114,6322 0,0000
CAR -0,002860 0,001177 -2,430544 0,0151
FBI 8,62E-09 3,59E-09 2,403686 0,0163 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,907156 Mean dependent var 1,732390
Adjusted R-squared 0,905775 S.D. dependent var 2,155283
S.E. of regression 0,661587 Akaike info criterion 2,026563
Sum squared resid 1.147,644 Schwarz criterion 2,115020
Log likelihood -2.657,355 Hannan-Quinn criter. 2,058575
F-statistic 656,8955 Durbin-Watson stat 1,303017
Prob(F-statistic) 0,000000
Hasil pengujian Model Ekonometrik sebagai berikut:
ROAit=9,6328 – 0,0919BOPOit- 0,0029CARit+0,0000000086FBIit+e4it
Persamaan regresi di atas sejalan dengan hipotesis yang ditetapkan bahwa
Keunggulan Bersaing (BOPO, CAR dan FBI) berpengaruh terhadap kinerja bank
konvensional yang tercatat di BEI periode 2011-2016. Peningkatan rasio BOPO
dan CAR akan menurunkan rasio ROA, sedangkan peningkatan FBI sejalan
175
dengan peningkatan ROA. Dengan demikian persamaan tersebut dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Konstanta persamaan regresi sebesar 9,6328; artinya dengan asumsi BOPO,
CAR dan FBI nilainya 0 maka akan meningkatkan ROA sekitar 9,6328.
2. Koefisien regresi variabel BOPO sebesar -0,0919; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan BOPO 1%
akan menurunkan ROA sebesar 0,0919%.
3. Koefisien regresi variabel CAR sebesar –0,0029; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai CAR
1% akan menurunkan ROA sebesar 0,0029%. Hal ini memperkuat fakta
bahwa dengan kondisi CAR bank go public di Indonesia yang jauh
melampaui ketentuan, terbukti akan menurunkan profitabilitas antara lain
semakin idle-nya modal tersebut.
4. Koefisien regresi variabel FBI sebesar + 0,0000000086; artinya dengan
asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai
FBI 1% akan meningkatkan ROA sebesar + 0,0000000086%.
A. Hipotesis Simultan (2)
H0 :β41= β42 = β43 = 0
Tidak terdapat pengaruh BOPO, CAR dan FBI terhadap ROA
H1 : paling sedikit ada βij 0
Terdapat pengaruh BOPO, CAR dan FBI terhadap ROA
176
Tabel 4.22 Pengujian Simultan Hipotesis 2
Hipotesis F-statistic Prob (F-statistic) Keterangan
Hipotesis 2 656,8955 0,000* Ho ditolak
*signifikan pada =0,05
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
dari BOPO, CAR dan FBI terhadap ROA dengan nilai R2
yang diperoleh dari
model tersebut sebesar 90,72%.
B. Hipotesis Parsial
Tabel 4.23
Pengujian Parsial Hipotesis 2
Hipotesis βij t-Statistic Prob
BOPO ROA -0,091917 -114,6322 0,0000
CAR ROA -0,002860 -2,430544 0,0151
FBI ROA 8,62E-09 2,403686 0,0163
Hasil pengujian memperlihatkan secara parsial terdapat pengaruh BOPO,
CAR, dan FBI terhadap ROA, dalam hubungan ini BOPO mempunyai pengaruh
yang lebih besar.
CAR dan rasio BOPO merupakan salah satu komponen yang digunakan
oleh otoritas nasional dan global dalam penghitungan tingkat kesehatan bank.
Permodalan merupakan syarat mutlak dari otoritas global dan nasional agar bank
dapat bersaing dan berkelanjutan. Sementara itu secara akuntansi FBI merupakan
177
salah satu komponen pendapatan operasional selain bunga kredit yang ada dalam
laporan Laba-rugi bank.
CAR merupakan rasio modal terhadap ATMR. CAR dihitung dan diambil
dari data DPIP OJK. Rasio BOPO merupakan rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional. Rasio BOPO dihitung dan diambil dari data DPIP OJK.
FBI merupakan salah satu komponen pendapatan operasional selain bunga kredit
yang ada dalam laporan Laba-rugi bank. FBI dihitung dan diambil dari data DPIP
OJK. Dari ketiga aspek tersebut, semua berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Berkaitan dengan BOPO, BPD merupakan kelompok bank dengan rata-
rata BOPO mempunyai tingkat efisiensi memadai seperti juga Bank Persero,
dibandingkan jenis bank yang lain. Sementara BUSN Devisa, BUSN Non Devisa
dan Ex Bank Campuran sebagian besar memiliki tingkat BOPO yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan keterbatasan mereka dalam mengatur biaya operasional dan
perolehan pendapatan operasional yang juga tidak cukup besar, sehingga
menyebabkan rasio BOPO-nya menjadi cukup tinggi.
Hasil pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa CAR berpengaruh
signifikan terhadap ROA. Hasil pengujian hipotesis 2 ini sesuai dengan hasil
penelitian Tabak et al. (2011), bahwa persaingan mempengaruhi risiko dalam
suatu pola yang non linier, yakni rasio modal menjelaskan keunggulan dari
persaingan yang lebih rendah.
Menurut Pennathur, Subrahmanyam danVishwasrao (2012), pendapatan
bank terdiri dari pendapatan bunga dan pendapatan selain bunga. Pendapatan
bunga diperoleh dari bunga pinjaman dan investasi. Sementara pendapatan selain
178
bunga diperoleh dari berbagai sumber di luar bunga pinjaman, bunga deposito dari
bank sentral dan bunga deposito dari bank lain. Pendapatan selain bunga meliputi
keuntungan dari transaksi mata uang asing, pendapatan dari kegiatan fiducia, fee
dan komisi dari jasa-jasa kredit, sindikasi dan transaksi derivatif lainnya.
Dari hasil depth interview diketahui bahwa untuk pemenuhan CAR, Bank
BUMN dan Bank Swasta (baik Swasta Nasional maupun Asing) memiliki tingkat
pemenuhan CAR yang terbilang lebih baik dibandingkan bank Campuran maupun
BPD. Pada bank BUKU IV saat ini mempunyai tingkat rasio kecukupan modal
(CAR) yang jauh lebih baik dibandingkan bank BUKU I, II, dan III.
Pengertian Fee Based menurut Kasmir (2013), merupakan keuntungan dari
jasa-jasa bank lainnya, antara lain yaitu : Biaya administrasi, yang biasanya
dikenakan untuk pengelolaan fasilitas tertentu seperti administrasi kredit dan
administrasi lainnya; Biaya kirim, diperoleh dari jasa pengiriman uang (transfer);
Biaya tagih, yaitu jasa yang dikenakan untuk menagihkan dokumen-dokumen
milik nasabahnya serperti jasa kliring; Biaya provisi dan komisi, dibebankan
kepada jasa kredit dan jasa transfer serta jasa-jasa atas bantuan bank terhadap
suatu fasilitas perbankan; Biaya sewa, dibebankan kepada nasabah yang
menggunakan jasa safe deposit box; Biaya iuran, diperoleh dari jasa pelayanan
bank card atau kartu kredit; Biasanya pembayaran biaya iuran ini dikenakan per
tahun; dan Biaya lainnya, yang timbul dari jasa-jasa lainnya yang ditawarkan bank
kepada nasabah.
Temuan penelitian Hidayat, Kakinata, dan Miyamoto (2012) menunjukkan
bahwa, kecenderungan integrasi perekonomian dunia dengan kompetisi yang
179
sangat ketat, mendorong bank komersial untuk mendiversifikasi pelayanan jasa
keuangan terhadap nasabah. Diversifikasi produk cenderung meningkatkan
pangsa keuntungan pendapatan selain bunga. Pendapatan selain bunga berakar
dari jasa tradisional seperti manajemen kas dan cek, berkembang baik menjadi
jasa finansial baru seperti manajemen akun bank dan produk investasi.
Secara akuntansi FBI merupakan salah satu komponen pendapatan
operasional selain bunga kredit yang ada dalam laporan Laba-rugi bank. Nguyen,
Skully, dan Perera (2012) menjelaskan bahwa pada industri perbankan di negara
Asia Tenggara (Bangladesh, India, Pakistan dan Sri Lanka) periode 1998-2008,
bank dengan kekuatan pasar yang lebih besar menjadi lebih stabil ketika mereka
melakukan diversifikasi kegiatan yang berbasis bunga dan non pendapatan bunga.
Hasil pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa FBI signifikan dalam
meningkatkan ROA. FBI merupakan salah satu pendapatan selain bunga, sehingga
hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian Nguyen, Skully, dan Perera
(2012), dimana berdasarkan hasil pengamatan terhadap industri perbankan di 28
negara pada periode 1997-2004 ditemukan bahwa kontribusi pendapatan selain
bunga secara positif berhubungan dengan ROA dan ROE untuk periode data
2003-2004. Peningkatan pendapatan selain bunga mempengaruhi peningkatan
kestabilan ROA. Pada penelitian di perbankan Indonesia, Novi Budiyanti
(2014:115) menemukan bahwa FBI dan pendapatan selain bunga dapat
menjelaskan variabel dependen SDROA sebesar 22,77%. Sehingga hasil tersebut
tidak selaras dengan hasil pengujian hipotesis 2 pada penelitian ini.
180
Hasil depth interview dengan senior management bank, menunjukkan FBI
merupakan fokus bisnis dari bank-bank BUMN, BUSN, dan Bank Asing saat ini.
Sekarang, bank-bank tersebut sedang berusaha untuk menyeimbangkan komposisi
pendapatan operasional mereka, dari yang semula sangat didominasi oleh
pendapatan bunga ke FBI. Untuk saat ini, bank BUMN dan BUSN memiliki rata-
rata komposisi pendapatan FBI yang jauh lebih baik dibandingkan BPD.
Hasil pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa keunggulan
bersaing berpengaruh pada kinerja perusahaan. Hasil ini mendukung temuan
penelitian Leonidou, Christodoulides, Kyrgidou, Palihawadana (2017) bahwa
keunggulan kompetitif kondusif meningkatkan kinerja pasar dan keuangan.
Temuan yang sama diperoleh dari Agyapong dan Boamah (2013) bahwa
Competitive advantage mempengaruhi performace. Begitu pula dengan Darshani
(2013), kualitas layanan dan Harga Lease berdampak positif dan signifikan pada
keunggulan kompetitif. Gates dan Pascal (2010), menyebutkan semakin tinggi
kinerja perusahaan; dan perusahaan mengikuti strategi diferensiasi, manajer SDM
tertarik indikator inovasi, sementara mereka mengikuti strategi pengurangan
biaya.
181
4.4 Pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI, Biaya
Pengembangan SDM, dan Keunggulan bersaing (BOPO, CAR dan FBI)
terhadap Kinerja Perusahaan (ROA)
Tabel 4.24 Pengujian Hipotesis 3
ROA F hitung R2
GCG -0,01987 571,7172 0,905278
TI -0.00000057
SDM -0,000000444
BOPO -0,09148
CAR -0,002841
FBI 0,0000000109
a) Model Common (Pool) Effect atau Fixed Effect
Pengujian dilakukan dengan Chow-Test deng Hipotesis :
Ho : model menggunakan Common Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
Tabel 4.25. Hasil uji Chow Hipotesis 3
Hipotesis F hitung Prob Kesimpulan
Hipotesis 3 46,33 0,0000 Ho ditolak;
Fixed Effect
Hasil dari perhitungan Prob < α (0.05) sehingga hipotesis di atas
dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, sehingga model yang dipakai
dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
Proses selanjutnya pemilihan model terbaik model panel masih perlu
dilanjutkan dengan uji Hausman untuk mengetahui apakah model
dari data panel mengikuti Fixed Effect Model atau Random Effect
Model.
182
b) Model Fixed Effect atau Random Effect
Pengujian dilakukan dengan uji Hausman dengan Hipotesis :
Ho : model menggunakan Random Effect Model
H1 : model menggunakan Fixed Effect Model
Tabel 4.26. Hasil uji Hausman Hipotesis 3
Hipotesis Statistik
Uji 2
p value Kesimpulan
Hipotesis 3 11,549 0,728 Ho diterima
Random Effect Model
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa p value > 0.05 sehingga Ho
diterima, dapat disimpulkan bahwa data lebih tepat menggunakan
Random Effect Model.
Tabel 4.27. Hasil Estimasi Random Effect Hipotesis 3
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9,691553 0,109718 88,33145 0,0000
GCG -0,019873 0,035892 -0,553694 0,5798
TI -5,70E-07 3,65E-07 -1,562130 0,1184
SDM -4,44E-07 3,69E-07 -1,202155 0,2294
BOPO -0,091476 0,000855 -107,0031 0,0000
CAR -0,002841 0,001238 -2,294728 0,0218
FBI 1,09E-08 3,85E-09 2,829359 0,0047 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,905278 Mean dependent var 1,827804
Adjusted R-squared 0,903695 S.D. dependent var 2,224242
S.E. of regression 0,690252 Akaike info criterion 2,113191
Sum squared resid 1.111,551 Schwarz criterion 2,210484
Log likelihood -2.467,301 Hannan-Quinn criter. 2,148607
F-statistic 571,7172 Durbin-Watson stat 1,314327
Prob(F-statistic) 0,000000
Hasil pengujian Model Ekonometrik sebagai berikut:
183
ROAit= 9,692-0,0199GCGit- 0,00000057ITit- 0,000000444SDMit-
0,0915BOPOit- 0,00284CARit+0,0000000109FBIit + e5it
Persamaan regresi di atas sejalan dengan hipotesis yang ditetapkan bahwa
GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM serta
Keunggulan Bersaing (BOPO, CAR dan FBI) berpengaruh terhadap Kinerja bank
konvensional yang tercatat di BEI periode 2011-2016 melalui keunggulan
bersaing. Peningkatan nilai GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM, Keunggulan bersaing (BOPO dan CAR) akan menurunkan
ROA, sedangkan peningkatan FBI sejalan dengan peningkatan ROA. Dengan
demikian persamaan tersebut dapat diartikan sebagai berikut:
1. Konstanta persamaan regresi sebesar 9,692; artinya jika skala GCG, Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM, Keunggulan
bersaing (BOPO, CAR dan FBI) nilainya 0 maka akan meningkatkan ROA
sekitar 9,692.
2. Koefisien regresi variabel GCG sebesar -0,0199; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan skala GCG
1% akan menurunkan ROA sebesar 0,0199%. Hal ini menunjukkan semakin
meningkat skala GCG atau kualitas GCG semakin memburuk akan
berpengaruh terhadap penurunan ROA.
3. Koefisien regresi variabel Biaya Pengembangan/Investasi TI sebesar –
0,0000005; artinya dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap,
maka setiap penambahan nilai Biaya Pengembangan/Investasi TI1% akan
184
menurunkan ROA sebesar 0,0000005%. Dalam hubungan ini belum tampak
hasil dari pengembangan/investasi TI terhadap upaya peningkatan ROA.
4. Koefisien regresi variabel Biaya Pengembangan SDM sebesar –0,00000044;
artinya dengan asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap
penambahan nilai Biaya Pengembangan SDM 1% akan menurunkan ROA
sebesar 0,00000044%. Berdasarkan hasil uji ini juga belum tampak hasil dari
pengembangan SDM yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM
terhadap upaya peningkatan ROA.
5. Koefisien regresi variabel BOPO sebesar -0,0915; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai BOPO
1% akan menurunkan rasio ROA sebesar 0,0915%.
6. Koefisien regresi variabel CAR sebesar – 0,00284; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai CAR
1% akan menurunkan ROA sebesar 0,00284%. Sebagaimana hasil uji
sebelumnya bahwa kondisi rasio CAR bank go public yang jauh melampaui
ketentuan, kemungkinan menyebabkan modal idle yang material sehingga
dampaknya menurunkan rasio ROA.
7. Koefisien regresi variabel FBI sebesar 0,0000000109; artinya dengan asumsi
variabel independen lain nilainya tetap, maka setiap penambahan nilai FBI
1% akan meningkatkan ROA sebesar 0,0000000109%.
A. Hipotesis Simultan (2)
H0 :β51= β52 = β53 = β54 = β55 = β56 = 0
185
Tidak terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM, BOPO, CAR dan FBI terhadap ROA
H1 : paling sedikit ada βij 0
Terdapat pengaruh GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan
Biaya Pengembangan SDM, BOPO, CAR dan FBI, terhadap ROA
Tabel 4.28
Pengujian Simultan Hipotesis 3
Hipotesis F-statistic Prob (F-statistic) Keterangan
Hipotesis 3 571,72 0,000* Ho ditolak
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM, BOPO,
CAR dan FBI terhadap ROA dengan nilai R2
yang diperoleh dari model tersebut
sebesar 90,53%. Hal ini menunjukkan aspek yang diteliti dominan berpengaruh
dibandingkan aspek lainnya.
B. Hipotesis Parsial
Tabel 4.29
Pengujian Parsial Hipotesis 3
Hipotesis βij t-Statistic Prob
GCG ROA -0,019873 -0,553694 0,5798
TI ROA -5,70E-07 -1,562130 0,1184
SDM ROA -4,44E-07 -1,202155 0,2294
BOPO ROA -0,091476 -107,0031 0,0000
CAR ROA -0,002841 -2,294728 0,0218
FBI ROA 1,09E-08 2,829359 0,0047
186
Berdasarkan tabel hasil pengujian parsial di atas, hipotesis terbukti bahwa
dengan pengaruh penurunan skala GCG atau peningkatan kualitas GCG
berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan yang diindikasikan oleh rasio
ROA yang meningkat. Sementara peningkatan biaya secara umum dari Biaya
Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM akan
menurunkan nilai ROA. Hal ini berimplikasi bahwa perlu diteliti lebih mendalam
seberapa besar peningkatan Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya
Pengembangan SDM yang dapat menghasilkan titik optimum kinerja perusahaan,
tampaknya perlu variabel antara berupa kompetensi TI perusahaan dan
kompetensi SDM sebagai dampak langsung peningkatan kedua biaya tersebut.
Selain itu, meskipun pengaruh Biaya Pengembangan/Investasi TI berlawanan
terhadap ROA, namun pada pengujian hipotesis 2 di atas disebutkan bahwa
peningkatan Biaya Pengembangan/Investasi TI berpengaruh positif terhadap
peningkatan FBI. Sebagai pengkonfirmasi hasil pengujian tersebut, data
perbankan semester 1 2017 menunjukkan porsi FBI terhadap total pendapatan
perbankan relatif masih kecil. Sebagai gambaran, BCA membukukan FBI sebesar
Rp4,93 triliun (24,20% dari pendapatan bunga bersih yang sebesar Rp20,37
trilun), dengan total laba sebesar Rp10,53 triliun. Sementara BRI memperoleh
FBI sebesar Rp4,9 triliun (8,6% dari total pendapatan), dengan laba Rp13,4 triliun
(FBI Menopang Laba BCA dan BRI, Kontan.co.id, tanggal 04.08.2017 pukul
16.23 WIB). Dengan demikian perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
titik optimum dan efektivitas penggunaan biaya tersebut yang dapat
mendongkrak baik FBI dan ROA.
187
Sementara CAR atau modal perbankan, dalam referensi disebutkan aspek
dasar keunggulan bersaing, berdasarkan tabel menunjukkan dampak yang
berlawanan dengan CAR yang meningkat akan menurunkan kinerja perusahaan.
Hal ini jelas bahwa dari fakta riil data rata-rata CAR bank yang diteliti mencapai
sekitar 19% jauh melampaui rata-rata minimal CAR yang dibutuhkan, sehingga
peningkatan CAR berdampak idle nya dana, sehingga menambah beban
perusahaan antara lain dari peningkatan cost of fund.
Aspek atau variabel terakhir yang perlu diteliti adalah FBI yang jelas
berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan rasio ROA atau kinerja
perusahaan. Sebagaimana diketahui FBI erat kaitannya dengan jasa/produk
perbankan yang ditawarkan kepada masyarakat dengan muatan TI yang tinggi dan
butuh kompetensi SDM yang khusus. Adapun dari aspek biaya, baik Biaya
Pengembangan/Investasi TI maupun Biaya Pengembangan SDM dari tabel di atas
meski signifikan, namun pengaruhnya berlawanan terhadap ROA, sehingga titik
optimum biaya yang dapat mendongkrak FBI yang akhirnya terhadap ROA, perlu
diteliti lebih lanjut, atau dengan meneliti variabel antara dari Biaya
Pengembangan/Investasi TI dan biaya SDM dengan kinerja perusahaan atau
ROA. Selanjutnya untuk aspek keunggulan bersaing rasio efisiensi BOPO,
menunjukkan uji parsial yang siginifikan pengaruhnya terhadap ROA dengan arah
yang berlawanan, semakin tinggi efisiensi atau semakin rendah rasio BOPO akan
berdampak semakin meningkat profitabilitas atau rasio ROA.
Dari hasil pengujian berbagai hipotesis di atas dapat direkapitulasikan ke
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
188
Tabel 4.30 Hasil Penelitian
Hipotesis βij Uji secara
Simultan R
2
1
a GCG BOPO 4,8412
signifikan 0,415
0 TI BOPO
0,0000
0114
SDM BOPO - 0,0000153
1
b GCG CAR 2,673
signifikan
0,4639
TI CAR 0,0000038
SDM CAR 0,0000077
1c GCG FBI 29,196,17
signifikan
0,1797 TI FBI 10,21709
SDM FBI 13,16449
2 BOPO ROA -0,0919
signifikan
0,9072 CAR ROA -0,00286
FBI ROA 0,00000000862
3 GCG ROA -0,01987
signifikan
0,9053
TI ROA -0,00000057
SDM ROA -0,000000444
BOPO ROA -0,09148
CAR ROA -0,002841
FBI ROA 0,000000109
Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas, tampak bahwa seluruh variabel
independen yang diteliti, baik aspek GCG, Biaya Pengembangan/Investasi TI
maupun biaya SDM berpengaruh signifikan baik terhadap aspek keunggulan
bersaing (CAR, BOPO dan FBI), maupun kinerja perusahaan (ROA), meskipun
pengaruhnya dapat berbanding lurus ataupun berlawanan. Variabel GCG, Biaya
189
Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM hanya mempunyai
pengaruh 17,97% terhadap aspek keunggulan bersaing FBI, namun terhadap aspek
keunggulan bersaing BOPO dan CAR pengaruhnya moderat sebesar masing-
masing 41,50% dan 46,39%. Hal ini diduga belum sinerginya pengaruh GCG
dengan Biaya Pengembangan/Investasi TI dan Biaya Pengembangan SDM,
sehingga proporsinya secara simultan menjadi relatif kecil. Dalam hubungan ini
fokus peningkatan kualitas tata kelola yang berkaitan dengan aspek FBI
selayaknya lebih fleksibel mengingat tuntutan inovasi produk dan kapasitas TI,
namun tetap memperhatikan aspek kehati-hatian.
Selanjutnya, ditinjau dari aspek keunggulan bersaing, baik CAR yang merupakan
keunggulan dari aspek permodalan, BOPO keunggulan dari aspek efisiensi
maupun dan FBI keunggulan dari aspek cerukan pendapatan yang erat kaitannya
dengan TI, menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan dominansi sebesar
90,72%.
4.5 Novelty Penelitian
Hasil penelitian-penelitian terdahulu lebih banyak mengkaji dan
membuktikan beberapa fenomena hubungan antara variabel-variabel yang dikaji
secara parsial dan belum menjawab pertanyaan hubungan antar variabel secara
utuh, terutama mengenai keterkaitan antara berbagai fenomena berupa GCG,
Biaya Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM sebagai
variabel eksogen dalam meningkatkan keunggulan bersaing, serta pengaruhnya
terhadap kinerja perbankan pada akhirnya.
190
Dengan demikian, penulis berkeyakinan bahwa hasil penelitian ini yang
merupakan gabungan antara data cross section dan time series yang disebut
sebagai data panel, menghasilkan suatu model yang merupakan novelty,
sebagaimana tergambar berikut ini.
Gambar 4.1 Novelty Penelitian
“STRATEGI PENGEMBANGAN KINERJA BANK BERBASIS
KEUNGGULAN BERSAING” Sumber : Hasil Penelitian, 2017
Novelty penelitian ini mengungkapkan bahwa keunggulan bersaing
(BOPO, CAR dan FBI) dominan dipengaruhi oleh GCG, yang diikuti oleh Biaya
Pengembangan SDM dan Biaya Pengembangan/Investasi TI. Sementara itu GCG
memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja perbankan
(ROA) dibandingkan Biaya Pengembangan SDM dan Biaya
Pengembangan/Investasi TI, FBI serta BOPO.
Kualitas GCG
Biaya
Pengembangan
TI
Biaya
Pengembangan
SDM
Kinerja
Keunggulan Bersaing
BOPO
Keunggulan Bersaing
CAR
Keunggulan Bersaing
FBI
191
4.6 Pemecahan Masalah
Hasil temuan mengungkapkan bahwa keunggulan bersaing (BOPO, CAR
dan FBI) dominan dipengaruhi oleh GCG, yang diikuti oleh Biaya Biaya
Pengembangan/Investasi TI, dan Biaya Pengembangan SDM. Sementara itu GCG
memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja perbankan
(ROA) dibandingkan Biaya Pengembangan SDM dan Biaya Biaya
Pengembangan/ Investasi TI, FBI serta BOPO. Selain itu, CAR dalam penelitian
ini belum mampu meningkatkan kinerja perbankan (ROA).
Berdasarkan hasil temuan penelitian di atas, diharapkan akan mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia
dalam meningkatkan kinerjanya. Berikut ini disajikan strategi operasional
peningkatan kinerja perbankan berdasarkan pada hasil temuan penelitian di atas.
4.6.1 Strategi Operasional Meningkatkan Kinerja Perusahaan
Hasil penelitian yang dapat dijadikan pokok-pokok dalam strategi
operasional sebagai berikut:
1. GCG memiliki pengaruh paling tinggi dalam meningkatkan kinerja
perusahaan perbankan, diikuti oleh Biaya Pengembangan SDM dan Biaya
Pengembangan/Investasi TI, FBI serta BOPO.
2. Dalam meningkatkan GCG, perbankan perlu meningkatkan nilai komponen
GCG yang merupakan salah satu komponen yang dihitung dalam penilaian
tingkat kesehatan bank oleh OJK.
3. Peningkatan kinerja perusahaan perbankan juga perlu ditunjang dengan
pencapaian FBI dan BOPO yang lebih efisien.
192
4. Perlu dilakukan pengendalian atas besarnya pos Biaya Pengembangan SDM
serta besarnya biaya TI yang dikeluarkan oleh tiap bank untuk meningkatkan
keunggulan bersaing, khususnya dalam aspek efisiensi (rasio BOPO) dan
aspek pendapatan FBI.
4.6.2. Elemen Dasar Strategi Operasional Perusahaan
Dalam menerapkan strategi operasional perusahaan yang baik, menurut
Schroeder, Anderson dan Cleveland (1986), perlu diidentifikasi elemen-elemen
dasar dalam strategi operasional yang terdiri dari:
1. Misi operasi (mission), harus menentukan prioritas sasaran operasi. Sasaran
operasi biasanya berkaitan dengan pricing, kualitas, delivery dan fleksibilitas.
Berkaitan dengan strategi operasional untuk meningkatkan kinerja perbankan,
misi operasi seharusnya berkaitan dengan bagaimana mewujudkan GCG
dengan kualitas yang baik, didukung oleh pengembangan SDM yang optimal
dan pengembangan kapasitas TI yang memadai, untuk meningkatkan tingkat
efisiensi dan FBI yang optimal.
2. Keunggulan khusus (distinctive competence) artinya operasi harus unggul
secara relatif untuk bersaing, keunggulan khusus harus sesuai dengan misi
operasi. Dalam hal ini, sesuai hasil penelitian jika GCG yang merupakan
prioritas target atau sasaran misi operasi, maka keunggulan khusus pada
elemen GCG perlu diidentifikasi. Elemen atau komponen GCG tersebut harus
berkaitan dengan upaya peningkatan keunggulan bersaing aspek efisiensi dan
FBI. Untuk bank dengan kapasitas TI yang belum mumpuni sebaiknya fokus
193
pada perbaikan tata kelola yang berkaitan dengan pencapaian target efisiensi,
baik organisasi, prosedur dan sumber daya. Yang perlu dipertimbangkan juga
adalah fleksibilitas GCG dengan tetap prudent agar menghasilkan kapasitas TI
yang mumpuni.
3. Sasaran operasi (objectives), harus dinyatakan dalam bentuk sasaran
kuantitatif yang spesifik. Dalam hubungan ini, jika kualitas terbaik GCG yang
akan menjadi misi operasi, maka harus dinyatakan dalam sasaran yang
terukur, misal sasaran operasi adalah kualitas GCG level 2 (baik) atau 1
(sangat baik). Dengan demikian akan terukur pula upaya atau program yang
akan dilakukan untuk mencapai sasaran atau misi operasi dimaksud.
4. Kebijakan operasi (policies), menerangkan bagaimana sasaran operasi akan
dicapai. Kebijakan operasi harus dikembangkan dalam setiap kategori
keputusan. Dalam hal ini kebijakan operasi yang harus dikembangkan jika
berkaitan dengan keputusan penerapan tata kelola peningkatan efisiensi atau
peningkatan kapasitas TI/FBI, maka kebijakan operasi yang harus
dikembangkan berkaitan dengan kebijakan tata kelola efisiensi organisasi:
fleksibel atau ramping; tata kelola pengembangan sumber daya: sumber
daya yang produktif atau inovatif; tata kelola penerapan prosedur:
pengendalian proses atau hasil.