Upload
rere-maulidina
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB VPEMBAHASAN
Antibiotika adalah zat–zat kimia yang diperoleh dari atau dibentuk dan
dihasilkan oleh mikroorganisme. Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan
oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau
membunuh organisme lain. Berdasarkan mekanisme aksinya antibiotik dibedakan
menjadi lima, yaitu antibiotik yang menghambat dinding sel, antibiotik yang
merusak membran plasma, antibiotik yang menghambat sintesis protein, antibiotik
yang menghambat asam nukleat (DNA/RNA) dan antibiotik yang menghambat
metabolit essensial.
Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan aktif
terhadap bakteri gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dengan jalan penghambatan sintesis protein
bakteri yaitu memberikan efek dengan cara bereaksi pada bagian ribosom 50s,
tempat suatu antibiotika tersebut menghalangi enzim peptidil transferase. Enzim
inilah yang melaksanakan langkah ketiga pada sintesis protein dengan membentuk
ikatan peptida antara asam amino baru, yang masih melekat pada t –RNAnya dan
asam amino terakhir peptida yang sedang berkembang sehingga semua sintesis
protein terhenti.
Percobaan ini dilakukan untuk menguji potensi antibiotik secara
mikrobiologik, dengan membandingkan antibiotik yang diuji dengan antibiotik
baku. Uji potensi antibiotik adalah suatu teknik untuk menetapkan potensi suatu
antibiotik dengan mengukur efek senyawa tersebut terhadap pertumbuhan
mikroorganisme yang peka dan sesuai. Penetapan suatu antibiotika dilakukan
dengan mengukur efek senyawa tersebut terhadap pertumbuhan bakteri uji dengan
metode lempeng atau difusi agar. Prinsip umumnya lempengan yang berisi agen
antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme
yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Zona bening mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibiotik pada
permukaan media agar. Prinsip dari percobaan ini adalah dengan menggunakan
media padat yang telah diinokulasikan mikroorganisme uji secara merata
kemudian diletakkan pencadang yang telah diteteskan atau diberi senyawa
antibiotika yang akan diuji dan diinkubasi pada suhu tertentu. Selama inkubasi
akan terjadi proses difusi antibiotika pada media padat dan membentuk daerah
hambatan (zona bening). Faktor–faktor yang mempengaruhi metode difusi agar
antara lain aktivitas mikrorganisme, ukuran inokulum, waktu per inkubasi, suhu
inkubasi, pengaruh pH, pemilihan medium dan komposisi suatu medium. Zona
hambat merupakan kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan zona bunuh merupakan kemampuan
suatu antimikroba membunuh mikroorganisme. Cara membedakan zona bunuh
dan zona hambat ialah dengan melihat zona di sekitar paper disk. Pada zona
bunuh, zona yang terbentuk bening tidak ada koloni bakteri yang tumbuh
sedangkan pada zona hambat masih ada koloni bakteri yang tumbuh tetapi hanya
sedikit. Selain itu, untuk memastikan zona bunuh atau hambat dapat dilanjutkan
dengan uji lanjutan, yaitu dengan menginokulasikan bagian zona bening ke dalam
medium cair yang sesuai, jika ada perubahan warna medium menjadi keruh, maka
dipastikan zona bening yang terbentuk adalah zona hambat, karena masih ada
mikroba atau bakteri yang tumbuh dan jika tidak ada perubahan maka zona
bunuh. Cara pengukuran zona bening menggunakan alat mikrometer sekrup.
Dilakukan pengukuran secara triplo dengan menarik garis dari garis tengah
lingkaran zona. Pengulangan dilakukan tiga kali dengan posisi yang berbeda
kemudian dibagi tiga, rata-rata itulah yang digunakan sebagai luas zona bening
diukur garis tersebut dengan mikrometer sekrup. Pengukuran dilakukan secara
triplo karena zona bening yang terbentuk tidak terbentuk bulatan sempurna. Selain
dengan metode difusi agar potensi antibiotik dapat menggunakan metode
turbidimetri. Prinsip turbidimetri ialah dengan menggunakan medium cair,
hambatan pertumbuhan diukur dengan menentukan kekeruhan (turbiditas) larutan
dengan suatu alat yang cocok, misalnya spektrofotometer.
Difusi adalah proses perpindahan molekul secara acak dari satu posisi ke
posisi yang lain (konsentrasi tinggi ke rendah). Pencadang yang berisi antibiotik
akan berdifusi pada media agar. Pencadang yang digunakan adalah kertas saring.
Secara kimia kertas saring mengandung selulosa 98-99 %, β selulosa 0,3-1 %,
pentosa 0,4- 0,8 %. Paper disk digunakan untuk menyerap larutan antibiotik.
Kertas saring bekerja berdasarkan daya kapilaritas, dimana antibiotik akan
merembes atau terserap kedalam kertas sehingga paper disk akan menampung
antibiotik. Selain itu kapilaritas merupakan unsur penting karena dapat
mempengaruhi kecepatan alir dan kualitas zat yang berdifusi. Keuntungan paper
disk adalah pengerjaannya lebih cepat dan mudah. Kerugiaannya adalah kapasitas
antimikroba yang tertampung tidak maksimal menghambat, dan kemungkinan
adanya heterogenitas komposisi serat kertas, sehingga sebagian antibiotik akan
terikat pada serat kertas tersebut yang menyebabkan diameter hambatan akan
bervariasi.
Pengujian kali ini dilakukan dengan desain 3/3 yaitu digunakan satu baku
pembanding dan satu contoh masing-masing dan tingkat dosis yang diperlukan
dalam satu capet. Tingkatan dosis dipilih sedemikian rupa, sehingga masing-
masing dosis yang lebih rendah berikutnya berbanding tetap, sehingga akan
diperoleh dosis tinggi, dosis menengah dan dosis rendah yaitu 1,25 µg/mL, 2,5
µg/mL dan 5 µg/mL. Dibuat tiga konsentrasi untuk mengetahui konsentrasi
efektif dari suatu antibiotik dalam menghambat atau membunuh mikroba. Dibuat
tiga replikasi agar didapat hasil yang tepat dari hasil rata-rata ketiga replikasi dan
meminimalkan kesalahan.
Pengujiaan ini digunakan dua jenis bakteri yaitu Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Sampel yang digunakan adalah kloramfenikol injeksi
kering baru dan kloramfenikol kadaluarsa dengan kloramfenikol baku sebagai
pembanding. Tujuan penggunaan kloramfenikol kadaluarsa untuk mengetahui
potensi dari dua kualitas antibiotik yang berbeda. Medium yang digunakan ialah
medium NA (nutrient agar). Medium NA terdiri dari ekstrak daging, pepton dan
agar. Ekstrak daging mengandung nitrogen organik dan senyawa karbon yang
berfungsi sebagai sumber vitamin dan energi bagi bakteri. Pepton berfungsi
sebagai sumber nitrogen organik dan sumber nutrisi bagi bakteri. Dan agar yang
berfungsi sebagai pemadat medium.
Tahap pertama yang dilakukan ialah pembuatan suspensi bakteri 1:40 dari
biakan bakteri murni dengan NaCl 1:40 dari biakan bakteri murni dengan NaCl
0,9% sebagai pengencer. Tujuan digunakannya NaCl 0,9% selain untuk
pengenceran suspensi bakteri menjadi 1:40 juga untuk menjaga pertumbuhan
bakteri karena larutan NaCl bersifat isotonis. Pengenceran suspensi bakteri 1:40
sebanyak 0,02 mL digunakan karena dianggap telah memenuhi 25% transmittan
untuk bakteri. Langkah selanjutnya ialah pembuatan larutan stok sampel uji
dilanjutkan dengan pembuatan larutan konsentrasi dari larutan stok sampel uji
dengan variasi konsentrasi 1,25 ppm, 2,5 ppm, dan 5 ppm. Variasi konsentrasi ini
untuk melihat potensi suatu antibiotik dengan berbagai konsentrasi dosis yang
baik dalam membunuh bakteri.
Uji ini dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bakteri 1:40
sebanyak 0,02 mL ke dalam cawan petri dengan metode tuang. Jumlah 0,02 mL
digunakan agar koloni yang terbentuk tidak terlalu pekat dan zona bening dapat
dilihat dan diamati. Medium yang setengah padat kemudian diletakkan paper disk
yang sebelumnya telah direndam selama 5-10 menit pada tiga variasi konsentrasi
di atas medium. Selain tiga variasi konsentrasi uji dan baku, dilakukan pula
perendaman paper disk pada aquadest sebagai kontrol. Fungsi kontrol disini untuk
melihat apakah pelarut yang digunakan untuk membuat larutan stok dari tiga
variasi konsentrasi mempunyai potensi antimikroba atau tidak. Jika, ditemukan
zona bening pada perlakuan kontrol, hal ini memungkinkan kerja antibiotik uji
dipengaruhi aquades yang digunakan sebagai pelarut. Sehingga dalam hasil
pengamatan luas zona bening antibiotik uji perlu dikurangi luas zona bening
kontrol, sedangkan fungsi perendaman selama 5–10 menit sendiri agar larutan uji
dan baku berdifusi ke dalam paper disk kemudian diinkubasi cawan petri yang
telah diletakkan paper disk selama 1 x 24 jam dalam inkubator dengan suhu 37 C,
digunakan suhu 37 C karena merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan
bakteri begitu pula dengan waktu 1 x 24 jam. Cawan petri diletakkan terbalik
ialah untuk menghindari adanya kontaminasi dari air yang mengembun selama
proses inkubasi dan menghindari rusakanya medium kemudian diamati dan diukur
zona bening.
Berdasarkan hasil pengukuran zona bening dapat diketahui kemampuan
dari antibiotik tersebut dalam menghambat atau membunuh bakteri dengan
membandingkan nilai FH (FHitung) dengan FT (FTabel). F. Hitung diperoleh
menggunakan tabel anava (analisis variasi) yang dihitung dengan perhitungan
statistik. Analisis Varians (Analysis of Variance), merupakan sebuah teknik
inferensial yang digunakan untuk menguji perbedaan rerata nilai. Digunakan
anava untuk menentukan apakah rerata nilai dari dua atau lebih sampel berbeda
secara signifikan. Dengan adanya tabel anava dapat diketahui konsentrasi efektif
yang berpotensi sebagai antimikroba. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai FH
lebih rendah dari FT 1% maupun 5% sehingga didapatkan hasil yang non
signifikan atau tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh, namun potensi uji
lebih buruk dibanding baku. Nilai F tabel 1% menyatakan 99% tingkat ketelitian,
sedangkan F tabel 5% menyatakan 95% tingkat ketelitian.
Penentuan rasio potensi untuk kloramfenikol injeksi kering terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus berturut–turut ialah 0,532 dan 0,535
setelah dibandingkan dengan dosis rendah kloramfenikol 1,25 µg/mL, diketahui
bahwa potensi kloramfenikol uji lebih rendah dari pada bakunya. Sedangkan pada
penentuan rasio potensi untuk kloramfenikol injeksi kering kadaluarsa terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus berturut – turut ialah 0,268 dan 0,226
setelah dibandingkan dengan dosis rendah kloramfenikol yaitu 1,25 µg/mL,
diketahui bahwa potensi kloramfenikol uji lebih rendah dari pada bakunya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa Kloramfenikol injeksi kering dan kloramfenikol
kadaluarsa berpotensi terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus, namun potensi yang dimiliki lebih rendah dibanding kloramfenikol baku.
Berdasarkan literatur konsentrasi efektif kloramfenikol sebagai antibiotik
ialah untuk bakteri gram positif yang pada percobaan ini Staphylococcus aureus
ialah konsentrasi 1-10 µg/mL, sedangkan untuk bakteri gram negatif yaitu
Escherichia coli ialah pada konsentrasi 0,2-5 µg/mL. Berdasarkan dosis yang
digunakan pada percobaan ini yaitu 1,25 µg/mL, 2,5 µg/mL dan 5 µg/mL dapat
disimpulkan bahwa seharusnya dosis kloramfenikol yang diujikan potensinya
hampir sama dengan kloramfenikol baku, melihat semua dosis yang diujikan
sudah termasuk konsentrasi efektif untuk membunuh bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Tetapi pada percobaan ini tidak didapat hasil yang sama
dengan literatur karena hasil yang didapat sampel baku lebih berpotensi daripada
sampel uji.