32
V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2008. Kecamatan Cimarga terdiri atas 17 desa, namun ada satu desa yang tidak ikut berpartisipasi melaksanakan program SPP yaitu Desa Sarageni. Hal ini disebabkan karena lokasi Desa Sarageni dari ibukota kecamatan merupakan yang terjauh dengan jarak 37 km, sehingga warga Desa Sarageni kurang berminat untuk mengikuti program SPP. Setiap desa yang melaksanakan program SPP, memiliki jumlah kelompok dan besarnya nilai pinjaman yang berbeda dimana hal tersebut tergantung pada nilai pengajuan pinjaman dari setiap anggota. Keragaan penyaluran pinjaman SPP dapat dilihat berdasarkan indikator jumlah kelompok dari setiap desa dan besarnya nilai pinjaman pada tahun 2010 dan 2011. Tabel 5.1 Jumlah Kelompok dan Nilai Pinjaman SPP Tahun 2010 – 2011 No Nama Desa Jumlah Kelompok Nilai Pinjaman (Rp.Juta) Persentase Perubahan (%) Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2010 Tahun 2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Cimarga Intenjaya Jayasari Margajaya Margatirta Mekarmulya Sangkanmanik Tambak Girimukti Jayamanik Karyajaya Mekarjaya Sangiangjaya Sudamanik Margaluyu Gununganten 4 1 1 10 4 1 8 2 3 3 2 6 5 9 2 1 6 1 1 10 2 2 9 2 4 3 3 8 8 10 3 1 42,5 10 16 253 49,5 10 116 20 73,5 42 24 79,5 103,3 262 27 7 111 12 20 281,4 42 20 223 34 108,3 54 52 132,47 142,3 266 47 7 161,18 20 25 11,22 -15,15 100 92,24 70 47,35 28,57 116,67 66,63 37,75 1,53 74,07 0 TOTAL 62 73 1.135,3 1.559,47 Sumber : Data Primer UPK SPP Cimarga

Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

UMKM dan SPP

Citation preview

Page 1: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

65  

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM

5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan

program SPP sejak diselenggarakannya PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun

2008. Kecamatan Cimarga terdiri atas 17 desa, namun ada satu desa yang tidak

ikut berpartisipasi melaksanakan program SPP yaitu Desa Sarageni. Hal ini

disebabkan karena lokasi Desa Sarageni dari ibukota kecamatan merupakan yang

terjauh dengan jarak 37 km, sehingga warga Desa Sarageni kurang berminat untuk

mengikuti program SPP. Setiap desa yang melaksanakan program SPP, memiliki

jumlah kelompok dan besarnya nilai pinjaman yang berbeda dimana hal tersebut

tergantung pada nilai pengajuan pinjaman dari setiap anggota. Keragaan

penyaluran pinjaman SPP dapat dilihat berdasarkan indikator jumlah kelompok

dari setiap desa dan besarnya nilai pinjaman pada tahun 2010 dan 2011.

Tabel 5.1 Jumlah Kelompok dan Nilai Pinjaman SPP Tahun 2010 – 2011

No

Nama Desa Jumlah Kelompok Nilai Pinjaman (Rp.Juta) Persentase

Perubahan (%)

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2010

Tahun 2011

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Cimarga Intenjaya Jayasari Margajaya Margatirta Mekarmulya Sangkanmanik Tambak Girimukti Jayamanik Karyajaya Mekarjaya Sangiangjaya Sudamanik Margaluyu Gununganten

4 1 1 10 4 1 8 2 3 3 2 6 5 9 2 1

6 1 1 10 2 2 9 2 4 3 3 8 8 10 3 1

42,5 10 16 253 49,5 10 116 20

73,5 42 24

79,5 103,3 262 27 7

111 12 20

281,4 42 20 223 34

108,3 54 52

132,47 142,3 266 47 7

161,18 20 25

11,22 -15,15

100 92,24

70 47,35 28,57 116,67 66,63 37,75 1,53 74,07

0 TOTAL 62 73 1.135,3 1.559,47

Sumber : Data Primer UPK SPP Cimarga

Page 2: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

66  

Berdasarkan Tabel 5.1 keragaan penyaluran pinjaman bergulir SPP di

Kecamatan Cimarga menunjukkan hasil yang baik. Hal ini terlihat dari jumlah

kelompok SPP yang mengalami peningkatan dari 62 kelompok pada tahun 2010

menjadi 73 kelompok pada tahun 2011. Selain itu, besarnya jumlah pinjaman

bergulir SPP yang diperoleh tiap desa juga mengalami peningkatan pada tahun

2011. Hal ini karena jumlah kelompok yang bertambah di tiap desa dan besarnya

pinjaman tiap kelompok yang mengalami peningkatan karena tiap anggota

memperoleh pinjaman yang lebih besar pada guliran berikutnya akibat kelancaran

pengembalian pinjaman. Akan tetapi ada juga desa yang kelompoknya tidak

mengajukan pinjaman kembali pada guliran berikutnya sehingga jumlah

kelompok dan besarnya pinjaman menjadi berkurang.

Desa yang mengalami peningkatan jumlah pinjaman terbesar yaitu Desa

Cimarga dengan persentase peningkatan sebesar 161,18 persen. Sektor usaha yang

paling banyak dijalankan oleh warga Desa Cimarga yaitu perdagangan dengan

jenis usaha warung kelontongan. Omset yang diperoleh dari jenis usaha tersebut

bersifat harian sehingga kondisi keuangan usaha perdagangan cukup meyakinkan

bagi pelaku usaha untuk memperoleh pinjaman yang lebih besar. Adanya

peningkatan jumlah kelompok menunjukkan UMKM di Kecamatan Cimarga yang

memperoleh akses permodalan SPP semakin meningkat sehingga diharapkan

dapat mengembangkan usaha yang dijalani.

Kelompok SPP yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 7

kelompok yang berasal dari tiga desa yaitu Desa Margajaya sebanyak 5

kelompok, Desa Cimarga 1 kelompok dan Desa Girimukti sebanyak 1 kelompok.

Pemilihan ketiga desa tersebut dilakukan berdasarkan keragaman jenis usaha yang

Page 3: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

67  

dijalani dan tergolong sebagai desa yang sudah berkembang. Indikator keragaan

penyaluran pinjaman bergulir SPP dapat juga dilihat dari nilai Non Performing

Loan (NPL) dari pinjaman yang diberikan atau tingkat pengembalian pinjaman.

Hal ini karena tingkat pengembalian dana SPP yang lancar secara tidak langsung

dapat mempengaruhi kelancaran program PNPM Mandiri Perdesaan.

Tabel 5.2 Nilai Pinjaman dan Tingkat Pengembalian Tahun 2011 Nama Desa Nama

Kelompok Jumlah

Anggota (orang)

Nilai Pinjaman (Rupiah)

Tingkat Pengembalian

(%) Desa Margajaya Tunas Mekar 02

Tunas Mekar 03 As-Syifa Teratai Tunas Karya

20 16 9 17 12

31.300.000 27.400.000 16.000.000 30.000.000 40.000.000

76 78 76 79 82

Desa Cimarga Belimbing 10 20.000.000 80 Desa Girimukti Burung Merak 14 37.500.000 84 Sumber : Data Primer

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anggota kelompok tidak

selalu berbanding lurus dengan besarnya nilai pinjaman yang diperoleh. Hal ini

dapat dilihat kelompok Tunas Mekar 02 dengan jumlah anggota paling banyak

yaitu 20 orang memperoleh pinjaman sebesar 31,3 juta rupiah. Sedangkan

kelompok Tunas Karya dengan jumlah anggota 12 orang memperoleh pinjaman

paling besar yaitu 40 juta rupiah. Ini disebabkan besarnya pinjaman tiap anggota

kelompok Tunas Mekar 02 relatif kecil berkisar antara 1-2 juta rupiah. Adapun

untuk kelompok Tunas Karya besarnya pinjaman tiap anggota berkisar antara 2–5

juta rupiah. Berdasarkan hasil survei di lapangan, hal ini bukan disebabkan karena

perbedaan jenis usaha, akan tetapi ada salah satu anggota yang membutuhkan

pinjaman cukup besar melebihi batasan pinjaman yang ditentukan sehingga

menitip pinjaman pada anggota lain dan hal ini merupakan salah satu bentuk

moral hazard. Akan tetapi apabila dilihat dari data jumlah pinjaman yang ada,

Page 4: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

68  

besarnya nilai pinjaman tiap anggota sesuai dengan ketentuan yang ada dimana

besarnya nilai pinjaman setiap anggota tidak boleh lebih dari 5 juta rupiah. Hal ini

karena sebagian anggota meminjam sebesar 4-5 juta rupiah padahal kebutuhan

pinjaman mereka hanya sebesar 2 juta, dan sisanya dipinjamkan pada anggota

yang bersangkutan. Pembatasan besarnya jumlah pinjaman SPP tiap anggota

bertujuan untuk membantu pelaku usaha di perdesaan yang sulit mendapatkan

akses pinjaman pada lembaga keuangan formal. Berdasarkan tingkat

pengembalian pinjaman SPP, kelompok SPP yang dijadikan sampel tergolong

lancar dengan tingkat pengembalian pinjaman rata-rata diatas 76 persen.

Indikator keragaan penyaluran pinjaman SPP selanjutnya yaitu besarnya

pinjaman yang diperoleh dilihat berdasarkan jumlah guliran seperti pada Tabel

5.3. Sebanyak 11 orang responden (36,67 %) sudah mencapai guliran keempat

atau sudah memperoleh pinjaman hingga empat kali. Jumlah responden yang baru

mencapai guliran pertama atau baru memperoleh pinjaman satu kali sebanyak 3

responden.

Tabel 5.3 Jumlah Guliran dan Besarnya Nilai Pinjaman Jumlah Guliran Pinjaman

(Frekuensi Perolehan Pinjaman) Besar Pinjaman

Rata-rata (Rupiah) Jumlah

Responden Persentase

(%) 1 2 3 4

1.500.000 2.000.000 3.500.000 4.500.000

3 9 7 11

10 30

23,33 36,67

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat semakin tinggi jumlah guliran

semakin besar pula jumlah pinjaman rata-rata yang diperoleh. Ini menunjukkan

pada umumnya responden disiplin dalam pengembalian pinjaman dan tidak

adanya tunggakan. Berdasarkan ketentuan prosedur pelaksanaan SPP, besarnya

pinjaman yang diperoleh didasarkan pada kondisi pinjaman sebelumnya (guliran

Page 5: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

69  

sebelumnya). Apabila pada guliran sebelumnya tidak terdapat tunggakan maka

responden dapat mengajukan pinjaman pada guliran berikutnya dengan jumlah

pinjaman yang lebih besar dari pinjaman sebelumnya dengan maksimal besar

pinjaman yaitu 5 juta rupiah. Berdasarkan hasil survei ada salah satu responden

yang sudah mencapai guliran keempat meminjam dengan besar pinjaman diatas

batas maksimum pinjaman dengan cara menitip pinjaman pada anggota yang lain.

Hal ini menunjukkan adanya kasus moral hazard. Akan tetapi, karena responden

tersebut pembayarannya lancar maka tindakan tersebut tidak diketahui oleh pihak

UPK SPP.

5.2 Karakteristik Responden

Responden yang dijadikan sampel yaitu kaum perempuan (ibu-ibu) yang

memperoleh pinjaman dari program SPP di tiga desa yaitu Desa Margajaya, Desa

Cimarga dan Desa Girimukti pada tahun anggaran 2010 dan 2011. Karakteristik

responden mengenai tingkat usia, lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga

maupun karakteristik usaha responden mengenai lama usaha disajikan dalam

bentuk statistik deskriptif pada Tabel 5.3. Statistik deskriptif bertujuan untuk

mengetahui karakteristik data berdasarkan ukuran pemusatan dan ukuran

penyebaran (variasi) data. Ukuran pemusatan data melihat karakteristik responden

yaitu tingkat usia, lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga dari nilai rata-

rata (mean). Variasi data atau keragaman menggambarkan penyebaran data dari

nilai rata-ratanya dengan menggunakan ukuran standar deviasi.

Page 6: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

70  

Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Anggota SPP Variabel Mean

(Rata-rata) Nilai

Maksimum Nilai

Minimum Standar Deviasi

Tingkat Usia

Lama Pendidikan

Jumlah Anggota Keluarga

Lama Usaha

37,87

8,33

4,267

5,33

52

12

7

30

25

3

2

0,7

6,86

2,537

1,112

6,65

Hasil olahan data pada Tabel 5.4 menunjukkan rata-rata usia responden

yaitu 38 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 6,86 tahun atau dibulatkan

menjadi 7 tahun. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa usia

responden sangat bervariasi atau beragam dan nilainya cukup tersebar dari rata-

rata usia (38 tahun) dengan simpangan diantara 31 tahun hingga 45 tahun. Hal ini

juga ditunjukkan dengan perbedaan usia tertinggi responden yaitu 52 tahun

dengan usia terendah responden yaitu 25 tahun. Sebaran usia responden dapat

dilihat dari pembagian kelas usia pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Tingkat Usia Responden

Keragaman usia responden juga terlihat pada Gambar 5.1 yang

menunjukkan usia responden tersebar pada setiap kelas usia dengan sebagian

besar berada pada interval 30-34 tahun sebanyak 10 orang responden atau sebesar

35

10

7

32

0

2

4

6

8

10

12

25‐29 tahun 30‐34 tahun 35‐39 tahun 40‐44 tahun 45‐49 tahun 50‐54 tahun

Page 7: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

71  

33,33 persen. Rata-rata usia responden berada pada kategori usia produktif yaitu

38 tahun menunjukkan bahwa adanya program bantuan dana bergulir SPP dari

pemerintah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usaha yang dijalani. Hal

ini karena peluang untuk mengembangkan usaha relatif besar dengan usia yang

tergolong produktif.

Tingkat pendidikan responden berdasarkan Tabel 5.4 memiliki rata-rata

lama pendidikan yaitu 8 tahun atau setingkat dengan kelas 2 SMP dengan lama

pendidikan tertinggi responden yaitu 12 tahun atau setara dengan tingkat

pendidikan lulusan SMA dan lama pendidikan terendah yaitu 3 tahun atau hanya

mendapatkan pendidikan hingga kelas 3 SD. Nilai standar deviasi lama

pendidikan responden sangat berbeda dengan tingkat usia responden dimana

standar deviasi lama pendidikan responden yaitu sebesar 2,537 tahun atau

dibulatkan menjadi 2 tahun. Hal ini menunjukkan lama pendidikan responden

tidak terlalu bervariasi dan mendekati nilai rata-rata lama pendidikan responden

yaitu 8 tahun dengan simpangan diantara 6 tahun atau lulusan SD hingga 10 tahun

atau setara dengan kelas 1 SMA. Apabila dihubungkan dengan jenis usaha yang

dijalankan, pada umumnya responden dengan lama pendidikan yang realtif rendah

cenderung menjalankan usaha yang relatif tidak beresiko dan tidak memerlukan

perhitungan keuangan yang rumit seperti warung jajanan sekolah.

Karakteristik responden berikutnya yang dijelaskan dalam statistik

deskriptif pada Tabel 5.4 yaitu jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga

yang dimaksud yaitu suami, istri (responden), anak dan orang tua atau saudara

yang tinggal dalam satu rumah. Anggota keluarga responden rata-rata berjumlah 4

orang dengan standar deviasi sebesar 1 orang. Ini menunjukkan bahwa jumlah

Page 8: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

72  

anggota keluarga dari seluruh responden tidak terlalu bervariasi dan mendekati

rata-rata jumlah anggota keluarga. Hal ini karena dengan nilai simpangan sebesar

1 orang maka sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga antara

3 orang hingga 5 orang. Ini menunjukkan peluang responen untuk memperoleh

pinjaman cukup besar karena jumlah anggota keluarga tidak terlalu banyak.

Perbedaan antara jumlah anggota keluarga terbanyak dengan terendah cukup

besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.4 jumlah anggota keluarga responden

terbanyak yaitu 7 orang sedangkan jumlah anggota terendah yaitu 2 orang.

5.2.1 Status Responden dalam Keluarga

Karakteristik responden lainnya yang diidentifikasi dalam penelitian ini

yaitu status responden di dalam keluarga. Status responden yang merupakan kaum

perempuan di dalam keluarga pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu status

sebagai seorang istri dan status sebagai wanita kepala keluarga.

Gambar 5.2 Status Responden dalam Keluarga

Hasil survei lapangan pada Gambar 5.2 menunjukkan ada dua orang

responden penerima pinjaman dana bergulir SPP yang berstatus sebagai wanita

kepala keluarga atau sebesar 7 persen dari total responden 30 orang kaum

perempuan (ibu-ibu). Status wanita kepala keluarga yang dimaksud yakni status

wanita sebagai kepala keluarga yang dikarenakan tidak memiliki suami (berstatus

7%

93%

Status sebagai wanita kepala keluarga

Status sebagai istri

Page 9: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

73  

janda). Adapun sisanya sebesar 93 persen atau sejumlah 28 orang responden

berstatus sebagai istri atau bukan sebagai kepala keluarga. Adanya responden

penerima pinjaman bergulir SPP yang berstatus sebagai kepala keluarga

menunjukkan bahwa program SPP yang dilakukan sesuai dengan tujuan awal

yaitu untuk memandirikan kaum perempuan.

5.2.2 Jenis Pekerjaan

Karakteristik responden untuk jenis pekerjaan dibagi menjadi dua yaitu

jenis pekerjaan responden sendiri sebagai penerima pinjaman SPP dan jenis

pekerjaan suami apabila responden berstatus sebagai istri di dalam keluarga. Hal

ini karena cakupan dalam penelitian ini yaitu rumah tangga sehingga pekerjaan

suami atau kepala keluarga juga diidentifikasi. Hasil survei menunjukkan

mayoritas jenis pekerjaan responden yaitu sebagai pedagang (60 %) dengan

mayoritas sebagai pedagang warung kelontongan.

Gambar 5.3 Jenis Pekerjaan Responden dan Suami

Jenis pekerjaan responden berikutnya yakni bekerja di sektor industri

kerajinan rumah tangga dengan jenis usaha sebagai pembuat dompet yang berada

di Desa Girimukti sebesar 16,67 persen atau sejumlah lima orang. Jenis pekerjaan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Responden (Ibu‐ibu) Suami

Petani

Pegawai Swasta

Buruh Lepas

Pegawai Negeri

Industri Kerajinan

Jasa

Pedagang

Page 10: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

74  

responden di sektor jasa sebesar 13,33 persen dengan jenis usaha sebagian besar

yaitu penjahit, pangkas rambut dan tambal ban yang dijalankan oleh suami. Jenis

pekerjaan kepala keluarga (suami) lebih beragam daripada jenis pekerjaan

responden (kaum ibu). Suami mayoritas bekerja sebagai buruh lepas sebesar 21,43

persen atau sejumlah 6 orang dari 28 orang suami, diikuti oleh jenis pekerjaan di

sektor industri kerajinan rumah tangga yaitu sebagai pembuat dompet dan

pegawai negeri dengan persentase yang sama yaitu 17,86 persen. Gambar 5.3

menunjukkan bahwa mayoritas jenis pekerjaan antara responden (kaum ibu) dan

suami berbeda.

5.3 Karakteristik Usaha Responden

5.3.1 Jenis Usaha UMKM Responden

Hasil survei yang diperoleh dilapangan, menunjukkan bahwa adanya

PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cimarga khususnya program SPP sangat

bermanfaat bagi pelaku usaha mikro khususnya pelaku usaha wanita dalam

mengatasi persoalan modal. Hal ini karena ada beberapa dari responden yang

memiliki jenis usaha lebih dari satu sehingga total usaha yang dijalankan dari

keseluruhan responden (30 orang) sebanyak 40 usaha. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 5.4 berikut ini.

Gambar 5.4 Jenis Usaha yang Memperoleh Pinjaman SPP

50%

20% 15% 15%0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Perdagangan Jasa Industri Makanan Industri Kerajinan

Page 11: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

75  

Berdasarkan data yang telah diolah dalam Gambar 5.4 jenis usaha rumah

tangga yang paling banyak diberikan pinjaman SPP yaitu sektor perdagangan

dengan mayoritas adalah pedagang warung kebutuhan pokok dan penjual jajanan

anak sebesar 50 persen. Hal tersebut dikarenakan mayoritas warga di lokasi

penelitian berprofesi sebagai pedagang dan berlokasi dekat dengan sekolah

sehingga sebagian besar bergerak pada usaha warungan.

5.3.2 Lama Usaha Responden

Berdasarkan survei menyatakan bahwa lama usaha dari seluruh responden

cukup beragam dengan nilai standar deviasi sebesar 6,65 tahun atau dibulatkan

menjadi 7 tahun pada Tabel 5.4. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbedaan antara

lama usaha terendah responden yaitu 8 bulan (0,7 tahun) dengan lama usaha

tertinggi responden yaitu 30 tahun. Akan tetapi pada umumnya rata-rata lama

usaha responden yaitu 5 tahun. Tabel 5.4 menunjukkan lama usaha UMKM para

responden. Sebagian besar lama usaha yang dijalankan responden berada pada

interval 2 hingga 5 tahun sebesar 50 persen. Pada ketentuan pelaksanaan program

pinjaman bergulir SPP, tidak diperlukan persyaratan minimal lama usaha yang

dijalankan. Hal ini karena program pinjaman bergulir SPP bertujuan untuk

membantu rumah tangga miskin yang membutuhkan modal untuk usaha walaupun

baru memulai usaha. Lama usaha responden yang berkisar antara 2 hingga 5 tahun

menunjukkan bahwa pelaku usaha untuk memperoleh akses pinjaman pada

lembaga formal mengalami kesulitan karena diperlukan persyaratan lama usaha

yang biasanya diatas 5 tahun. Oleh karena itu, program pinjaman bergulir SPP

berguna bagi pelaku usaha yang terkendala masalah modal dan tidak memiliki

akses pada lembaga formal.

Page 12: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

76  

Tabel 5.5 Lama Usaha UMKM Lama Usaha (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

< 2 2-5 6-10 > 10

6 20 10 4

15 50 25 10

5.3.3 Besar Modal Awal Usaha

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa besar modal awal usaha responden

mayoritas mencapai 1 juta rupiah dengan persentase sebesar 62,86 persen. Besar

modal awal usaha diatas 5 juta rupiah hanya sebesar 5,71 persen atau dua UMKM

dengan jenis usaha yaitu industri pembuatan dompet yang memerlukan modal

awal cukup besar. Hal ini dikarenakan bahan yang diperlukan untuk membuat

dompet relatif mahal terutama untuk aksesoris dompet. Besar modal awal usaha

responden dibawah 1 juta menunjukkan bahwa pada umumnya pelaku usaha

memulai usaha dengan besaran modal yang relatif rendah dan memang untuk

skala UMKM tidak memerlukan modal awal yang cukup besar sehingga dapat

memudahkan pelaku usaha dalam menjalankan usaha.

Tabel 5.6 Besar Modal Awal Usaha Responden Besar Modal Awal (Rupiah) Frekuensi Persentase (%)

0 – 1.000.000 >1.000.000 – 5.000.000

>5.000.000

22 11 2

62,86 31,43 5,71

5.3.4 Sumber Modal Awal Usaha

Hasil lapangan berdasarkan Gambar 5.5 menunjukan bahwa sebagian

besar modal awal yang digunakan oleh pelaku usaha dalam memulai usahanya

bersumber dari diri sendiri yaitu sebesar 70 persen. Sedangkan sumber modal

awal usaha yang berasal dari pinjaman informal diantaranya pinjaman dari

Page 13: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

77  

program SPP dan pinjaman dari saudara sebesar 21 persen. Hal ini dikarenakan

ada dari sebagian responden yang baru memulai usaha kembali dengan modal

awal berasal dari pinjaman SPP. Sisanya bersumber dari gabungan modal sendiri

dan pinjaman dan ada juga yang berasal dari pemberian desa. Data ini

menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro mampu memulai usahanya secara

mandiri. Oleh karena itu, dengan adanya program-program bantuan pinjaman

modal dari pemerintah seperti program SPP ini diharapkan dapat mengembangkan

UMKM yang telah ada bahkan memunculkan UMKM baru.

Gambar 5.5 Sumber Modal Awal Usaha

5.4 Penguasaan Aset Responden

Aset responden yang diteliti dibagi menjadi dua yaitu penguasaan aset

lahan dan non lahan yang dimiliki oleh responden diluar aset usaha. Aset lahan

dibedakan menjadi tiga yaitu rumah, sawah, dan lahan kering. Aset non lahan juga

dibedakan menjadi tiga yaitu kendaraan, perhiasan dan tabungan.

70%

3%

21%

6%

Sendiri

Pemberian Desa

Pinjaman Informal

Sendiri + Pinjaman

Page 14: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

78  

Tabel 5.7 Penguasaan Aset Lahan dan Non Lahan Aset Nilai Rata-rata (Rupiah) Persentase (%)

Rumah Sawah Lahan Kering

17.605.000 11.800.000

5.991.666,67

28,62 19,18 9,74

Total Aset Lahan 35.396.666,67 57,54 Kendaraan Perhiasan Tabungan

18.519.333,33 2.870.400

4.725.333,33

30,11 4,67 7,68

Total Aset Non Lahan 26.115.066,67 42,46

Hasil survei yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 dengan data aset yang telah

diolah, memperlihatkan bahwa jenis aset yang paling banyak dimiliki oleh

responden yaitu aset lahan dengan jenis aset lahan rumah sebesar 28,62 persen

dengan nilai rata-rata sebesar 17,6 juta rupiah. Total nilai aset lahan yang dimiliki

responden lebih besar dibandingkan total nilai aset non lahan yaitu sebesar 35,39

juta rupiah atau 57,54 persen dari total aset secara keseluruhan. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar aset yang dimiliki merupakan aset lahan yang

bersifat non-liquid sehingga lebih sulit untuk dicairkan menjadi uang

dibandingkan aset non lahan yang lebih mudah dicairkan menjadi uang sehingga

dapat memberikan kemudahan untuk tambahan modal usaha. Oleh karena itu,

adanya program SPP diharapkan dapat membantu pelaku usaha dalam mengatasi

persoalan modal usaha.

5.5 Akses Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

5.5.1 Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

Studi menunjukkan rendahnya akses tabungan rumah tangga terhadap

lembaga keuangan formal dan semi formal. Hal ini karena pada umumnya rumah

tangga yang memiliki akses pada lembaga keuangan formal khususnya bank yaitu

Page 15: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

79  

rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan swasta dimana

pengambilan gaji dilakukan melalui bank dan juga kepentingan transaksi.

Tabel 5.8 Akses Simpanan pada Lembaga Keuangan Akses Simpanan Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi

Formal Bank

9.055.556

n = 9 (30 %)

Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam

238.888,9

n = 9 (30 %)

Informal SPP Sekolah Majelis

363.333,3 200.000 550.000

n = 30 (100 %) n = 1 (3,33 %) n = 1 (3,33 %)

Berdasarkan hasil survei, sebagian besar rumah tangga hanya memiliki

akses tabungan atau simpanan pada lembaga informal khususnya SPP dengan

nilai partisipasi sebesar 100 persen. Hal ini dikarenakan dalam prosedur

pelaksanaan pinjaman program SPP, terdapat kebijakan yaitu setiap anggota yang

meminjam diwajibkan untuk menabung sebesar 10 persen dari total pinjaman.

Tabungan tersebut berfungsi sebagai dana talangan bagi anggota yang tidak

mampu membayar angsuran dan sistem tersebut dinamakan tanggung renteng atau

disebut tabungan tanggung renteng. Dengan demikian, adanya SPP ini dapat

meningkatkan akses simpanan pada lembaga keuangan. Sedangkan akses rumah

tangga terhadap simpanan pada lembaga keuangan formal masih relatif sedikit

karena jarak yang cukup jauh dengan lokasi lembaga keuangan formal. Selain itu,

relatif sedikit responden yang memiliki uang berlebih untuk ditabung, hanya

responden rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri yang memiliki

akses tabungan cukup besar pada lembaga keuangan formal.

Page 16: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

80  

5.5.2 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

Tabel 5.9 memperlihatkan mengenai akses pinjaman rumah tangga pada

tiga jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan formal, semi formal dan

lembaga keuangan informal. Akses simpanan rumah tangga pada lembaga formal

khususnya bank tidak menentukan akses pinjaman rumah tangga pada lembaga

formal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9, sebanyak 30 persen

rumah tangga memiliki akses simpanan pada bank, akan tetapi hanya 23,33 persen

rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada bank. Akses rumah tangga

terhadap pinjaman pada lembaga formal tidak terlepas dari penguasaan aset yang

dimiliki rumah tangga. Hal ini dikarenakan pinjaman pada bank umumnya

mengharuskan adanya jaminan atau agunan berupa kepemilikan aset.

Tabel 5.9 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Akses Pinjaman Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi

Formal Bank

- BJB - BTPN Syariah - BCA - BRI

19.971.428 32.666.667

900.000 20.000.000 10.000.000

n = 7 (23,33 %)

Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam

649.500

n = 10 (33,33 %)

Informal SPP Saudara

3.541.333 3.500.000

n = 30 (100 %) n = 3 (10 %)

Hasil survei seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memperlihatkan

bahwa rumah tangga memiliki akses pinjaman pada setiap jenis lembaga

keuangan. Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga formal khususnya bank

sebesar 23,33 persen dengan bank yang dituju yaitu BJB, BTPN Syariah, BCA

dan BRI. Responden rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga

Page 17: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

81  

formal khususnya bank sebagian besar merupakan pegawai negeri dengan

pengambilan gaji di BJB berjumlah 3 orang responden sehingga nilai rata-rata

pinjaman pada BJB relatif lebih besar dibandingkan bank lainnya dan biasanya

termasuk jenis kredit konsumsi. Pemilihan akses pada BRI dan BCA dikarenakan

kepentingan transaksi usaha dan fasilitas yang memadai. Pemilihan akses

pinjaman pada BTPN Syariah dikarenakan pada tahun 2011 bank tersebut

mengadakan program pemberian pinjaman dengan berbasis pinjaman kelompok

seperti halnya pinjaman program pemerintah yakni SPP.

Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga keuangan pun mayoritas pada

lembaga keuangan informal khususnya SPP dengan partisipasi sebesar 100

persen. Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP dapat diakses oleh

semua rumah tangga karena mudahnya persyaratan pengajuan pinjaman SPP dan

tidak adanya jaminan atau agunan yang diperlukan hanya berupa simpanan yang

disebut tabungan tanggung renteng sebesar 10 persen dari jumlah pinjaman.

Berdasarkan survei sebagian besar responden (36,67 %) tetap memilih untuk

meminjam pada SPP karena alasan tidak adanya jaminan dan persyaratan

pengajuan yang mudah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Alasan Mengajukan Pinjaman pada SPP Alasan Meminjam pada SPP Persentase (%)

Persyaratan yang mudah dan jangka waktu pembayaran lama 30 Jangka waktu pembayaran yang lama 13,33 Tidak adanya jaminan/agunan dan persyaratan pengajuan mudah 36,67 Tidak adanya jaminan/agunan dan sistem tanggung renteng 13,33 Sistem tanggung renteng dan jangka waktu pembayaran lama 6,67 TOTAL 100

Rumah tangga dapat memperoleh jumlah pinjaman yang jauh lebih besar

jika mendapatkan akses pinjaman pada lembaga formal (bank) dibandingkan

Page 18: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

82  

dengan mengajukan pinjaman pada lembaga informal (SPP). Namun, karena akses

pinjaman pada bank mensyaratkan adanya jaminan yang dirasakan berat untuk

dipenuhi oleh rumah tangga, maka rumah tangga lebih memilih mengajukan

pinjaman pada SPP. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan adanya jaminan

walaupun jumlah pinjaman yang diperoleh tidak sebesar jika dibandingkan

meminjam pada bank. Penggunaan pinjaman oleh rumah tangga dari tiap lembaga

keuangan dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Penggunaan Pinjaman pada setiap Lembaga Keuangan

Berdasarkan hasil survei seperti yang terlihat pada Gambar 5.6 sebagian

besar rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga formal

menggunakan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif sebesar 57,14 persen.

Pinjaman yang diperoleh dari lembaga formal (bank) relatif besar sehingga pada

umumnya merupakan jenis kredit konsumsi yang digunakan untuk membangun

rumah atau membeli kendaraan. Adapun untuk akses pinjaman dari lembaga

keuangan informal, mayoritas rumah tangga menggunakan dana pinjaman untuk

kebutuhan usaha yaitu sebesar 57,57 persen. Hal ini menunjukkan lembaga

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Formal (Bank) Semi Formal Informal

Gabungan

Konsumsi

Produksi

Page 19: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

83  

keuangan informal seperti SPP dengan jumlah pinjaman yang jauh lebih kecil

dibandingkan lembaga keuangan formal (bank) justru mampu mengembangkan

usaha. Hal ini dikarenakan jumlah pinjaman yang relatif kecil sehingga rumah

tangga mengalokasikan hanya untuk kepentingan usaha. Oleh karena itu, adanya

pinjaman bergulir SPP program pemerintah dapat membantu mendorong

perkembangan UMKM.

Dalam pelaksanaan penyaluran pinjaman bergulir SPP, tidak semua

anggota SPP memperoleh pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman yang diajukan

atau disebut dengan istilah credit rationing. Credit rationing juga merupakan

indikator keragaan penyaluran pinjaman, yaitu suatu kondisi adanya perbedaan

antara nilai pinjaman yang diinginkan (pengajuan) dengan nilai pinjaman yang

terealisasi. Hasil survei terdapat 23 persen responden memperoleh pinjaman

dengan jumlah yang lebih rendah dari jumlah pengajuan pinjaman. Ini disebabkan

karena adanya kemacetan pengembalian pinjaman pada guliran pinjaman

sebelumnya. Jumlah pinjaman yang diperoleh 25 persen lebih rendah dari

pinjaman yang diajukan oleh responden yang mengalami credit rationing.

Gambar 5.7 Credit Rationing dalam Penyaluran Pinjaman SPP

23%

77%

Mengalami Credit Rationing

Tidak Mengalami Credit Rationing

Page 20: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

84  

5.6 Pendapatan Rumah Tangga

5.6.1 Struktur Pendapatan Rumah Tangga

Karakteristik struktur pendapatan rumah tangga merupakan struktur

pendapatan rumah tangga yang diperoleh responden dari usaha tani dan non usaha

tani maupun diluar usaha rumah tangga seperti kiriman yang diperoleh dari salah

satu anggota keluarga (anak).

Tabel 5.11 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan Rata-rata per Tahun (Rupiah) Persentase (%)

Pendapatan Usaha Tani Industri Rumah Tangga Dagang Jasa Buruh Gaji Pensiunan Kiriman

6.771.500 8.261.333,33 8.557.966,67

4.361.000 1.692.000 5.960.000

- 2.688.000

17,70 21,6 22,37 11,28 4,42 15,5

- 7,03

Total 38.246.800 100

Berdasarkan hasil data survei pada Tabel 5.11 menunjukkan bahwa

struktur pendapatan terbesar yang diperoleh responden yaitu berasal dari sektor

perdagangan yang merupakan bagian dari pendapatan non usaha tani sebesar

22,37 persen. Hal ini dikarenakan pada umumnya responden rumah tangga

berprofesi sebagai pedagang. Pendapatan dari sektor perdagangan sebagian besar

merupakan usaha warung kelontongan. Selanjutnya diikuti oleh pendapatan yang

berasal dari industri rumah tangga sebesar 21,6 persen. Pendapatan untuk sektor

industri rumah tangga ini dibedakan menjadi dua jenis usaha yaitu industri

makanan olahan dan industri kerajinan rumah tangga dalam hal ini adalah

pembuatan dompet. Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga yang berasal

dari usaha tani padi yaitu sebesar 17,70 persen. Hal ini disebabkan lahan sawah

Page 21: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

85  

yang dimilki sebagian besar rumah tangga rata-rata hanya seluas 1.475 m2 (0,14

ha), sehingga kontribusi struktur pendapatan rumah tangga dari usaha tani

tergolong rendah.

Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga dari gaji yaitu sebesar 15,5

persen. Pendapatan gaji tersebut berasal dari rumah tangga yang bekerja sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mayoritas berprofesi guru. Adapun untuk

pendapatan yang berasal dari sektor jasa dengan jenis usaha sebagian besar adalah

penjahit, pangkas rambut dan tambal ban yaitu hanya sebesar 11,28 persen dari

total pendapatan. Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga terendah berasal

dari pendapatan buruh yaitu sebesar 4,42 persen.

5.6.2 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Pendapatan

Pinjaman bergulir program SPP bertujuan untuk memudahkan akses

masyarakat khususnya pelaku usaha anggota SPP terhadap permodalan usaha

sehingga usaha yang dijalankan dapat lebih berkembang. Dampak pinjaman

bergulir SPP terhadap perkembangan usaha, selanjutnya akan berdampak juga

terhadap pendapatan pelaku usaha anggota SPP. Dampak pinjaman terhadap

pendapatan dilihat dengan cara membandingkan omset dan laba (keuntungan)

yang diperoleh responden sebelum memperoleh pinjaman bergulir SPP dengan

kondisi setelah memperoleh pinjaman berdasarkan jenis usaha yang dijalankan.

Pelaku usaha anggota SPP pada umumnya tidak hanya menjalankan satu jenis

sektor usaha tetapi juga melakukan diversifikasi usaha. Nilai omset usaha saat

sebelum dan sesudah memperoleh pinjaman dapat dilihat pada Tabel 5.12

Page 22: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

86  

Tabel 5.12 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Nilai Omset Usaha

Jenis Sektor Usaha

Frekuensi

Omset Rata-rata per Tahun (Rupiah)

Perkembangan Omset Usaha

Sebelum Mendapat Pinjaman

Setelah Mendapat Pinjaman

Jumlah (Rupiah)

Persentase (%)

Perdagangan 12 51.708.533 74.684.600 22.976.067 44,43 Jasa 6 26.298.333 33.024.170 6.725.837 25,57 Industri Rumah Tangga

5 79.610.700 107.223.400 27.612.700 34,68

Perdagangan + Industri

6 41.106.700 59.150.000 19.043.300 47,48

Jasa + Industri

1 20.504.000 26.260.800 5.756.800 28,07

Berdasarkan Tabel 5.12 jenis usaha yang dijalankan oleh responden

terbagi dalam lima sektor usaha yaitu sektor perdagangan, jasa, industri rumah

tangga yang mencakup industri makanan olahan dan industri kerajinan pembuatan

dompet, gabungan perdagangan dan industri serta gabungan jasa dan industri.

Pemberian pinjaman bergulir SPP memberikan dampak positif terhadap

pendapatan di semua jenis sektor usaha. Sektor perdagangan merupakan jenis

usaha yang dominan dijalankan oleh sebagian besar responden yaitu sebanyak 12

responden. Peningkatan omset pada sektor gabungan perdagangan dan industri

merupakan yang terbesar diantara yang lainnya yaitu sebesar 47,48 persen. Hal ini

disebabkan sebagian responden membuka usaha baru di sektor lain setelah

memperoleh pinjaman bergulir SPP sehingga usaha yang dijalankan lebih

beragam. Kemudian dilanjutkan peningkatan omset pada sektor perdagangan

sebesar 44,43 persen. Hal ini dikarenakan untuk sektor perdagangan omset yang

diterima bersifat harian (tiap hari) sehingga perputaran pendapatannya lebih cepat

dibandingkan sektor industri rumah tangga dan jasa, yang omsetnya bersifat

Page 23: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

87  

mingguan. Dampak pinjaman terhadap pendapatan dapat juga dilihat dari

keuntungan yang diperoleh pada saat sebelum dan setelah memperoleh pinjaman

bergulir SPP. Tabel 5.13 menunjukkan dampak pinjaman bergulir SPP terhadap

keuntungan yang diperoleh UMKM.

Tabel 5.13 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Keuntungan

Jenis Sektor Usaha

Frekuensi

Keuntungan Rata-rata per Tahun

Perkembangan Keuntungan Usaha

Sebelum Mendapat Pinjaman

Setelah Mendapat Pinjaman

Jumlah (Rupiah)

Persentase (%)

Perdagangan 12 10.557.970 15.219.800 4.661.830 44,15 Jasa 6 5.304.700 6.653.240 1.348.540 25,42 Industri Rumah Tangga

5 9.261.300 12.426.100 3.164.800 34,17

Perdagangan + Industri

6 8.382.500 12.355.700 3.973.200 47,40

Jasa + Industri

1 6.080.000 7.860.000 1.780.000 29,27

Peningkatan keuntungan pada sektor gabungan perdagangan dan industri

juga merupakan yang terbesar yaitu mengalami peningkatan sebesar 47,40 persen.

Berdasarkan hasil survei di lapangan, responden merasakan adanya dampak

positif dari pemberian pinjaman bergulir SPP ini, dimana ada dari responden yang

awalnya sudah memiliki usaha namun sudah beberapa tahun tidak beroperasi

karena terkena musibah. Akan tetapi, setelah menerima pinjaman bergulir SPP

akhirnya dapat membuka usaha kembali sehingga ada tambahan sumber

pendapatan. Oleh karena itu, pinjaman bergulir SPP ini sangat dirasakan

manfaatnya oleh responden karena setelah memperoleh pinjaman SPP, responden

dapat memiliki usaha yang sebelumnya justru tidak mempunyai usaha. Selain itu,

dampak positif dari pinjaman bergulir SPP yang dirasakan responden yaitu jenis

Page 24: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

88  

usaha yang dijalankan responden menjadi beragam setelah memperoleh pinjaman

SPP. Contohnya, usaha yang dijalankan awalnya hanya warungan akan tetapi

setelah memperoleh pinjaman usahanya tidak hanya warungan tetapi juga usaha

industri makanan olahan. Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP

dapat menjadikan responden melakukan diversifikasi (keragaman) usaha atau

produk yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan pelaku usaha.

Dampak pinjaman SPP terhadap peningkatan pendapatan juga disebabkan

karena responden anggota SPP pada umumnya memang mengalokasikan dana

pinjaman SPP untuk menambah modal usaha.

Gambar 5.8 Penggunaan Dana Pinjaman SPP oleh Pelaku Usaha

Berdasarkan Gambar 5.8 sebagian besar pelaku usaha menggunakan dana

pinjaman dari SPP untuk keperluan modal usaha saja yaitu sebesar 57 persen atau

sebanyak 17 responden pelaku usaha dari total responden. Adapun penggunaan

dana pinjaman SPP selanjutnya dialokasikan untuk gabungan modal usaha dan

keperluan kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa responden SPP sebagai pelaku usaha terbilang disiplin dalam

menggunakan dana pinjaman SPP. Ini dikarenakan mayoritas responden

57%

13%

30%Murni untuk Modal

Modal + Konsumsi Pendidikan

Modal + Konsumsi Sehari‐hari

Page 25: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

89  

menggunakan dana pinjaman untuk kegiatan yang produktif yaitu untuk modal

usaha sehingga dampak yang dirasakan cukup besar terhadap peningkatan

pendapatan.

5.7 Dampak Perguliran SPP terhadap UMKM dengan Persamaan Simultan

Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sebagai salah satu skim kredit program

pemerintah harus dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan

usaha yang dijalankan oleh anggota kelompok SPP. Untuk melihat pengaruh

pinjaman bergulir SPP terhadap perkembangan UMKM, dilakukan analisis

dengan menggunakan model persamaan simultan dan diuji signifikansinya dengan

menggunakan aplikasi software SAS 9.1. Hasil pengolahan data menunjukkan

bahwa nilai R2 dari keempat persamaan berada diantara 0,43079 hingga 0,63042.

Hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data primer dengan

keragaman yang cukup besar. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi

autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

Durbin-Watson dari keempat persamaan yang terletak di daerah tidak adanya

autokorelasi.

5.7.1 Besar Pinjaman UMKM

Besar pinjaman UMKM merupakan besarnya jumlah pinjaman dua tahun

terakhir yang diperoleh pemilik UMKM dari Simpan Pinjam Perempuan (SPP).

Tabel 5.14 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi besar pinjaman yang

diperoleh pemilik usaha anggota SPP.

Page 26: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

90  

Tabel 5.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Pinjaman UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas

Intersep 111388,9 0,12 0,9042 Aset -0,00028 -0,23 0,8206 Omset sebelum pinjaman 0,002961 1,75 0,0930** 0,13308 Jumlah Guliran 1034909 3,57 0,0015* 1,08914 Lama Usaha 11446,17 0,25 0,8065 R2 = 0,43079 F hitung = 4,73* Durbin-Watson = 1,71033 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen ** signifikan pada taraf nyata 10 persen.

Berdasarkan hasil pendugaan, besar pinjaman UMKM memiliki nilai R2

sebesar 0,43079 yang artinya 43,07 persen keragaman besar pinjaman UMKM

dapat dijelaskan oleh setiap variabel penjelas yang ada dalam model. Variabel

yang berpengaruh nyata terhadap besar pinjaman UMKM yaitu omset usaha

sebelum memperoleh pinjaman dan jumlah guliran pinjaman. Omset usaha

memiliki pengaruh positif terhadap besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh

UMKM dengan koefisien sebesar 0,002961. Ini berarti apabila omset usaha

meningkat 100 ribu rupiah maka besar pinjaman yang akan diperoleh UMKM

akan meningkat sebesar 296,1 rupiah cateris paribus.

Secara statistik, omset usaha signifikan pada taraf nyata 10 persen

terhadap besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dengan nilai t-statistik

sebesar 1,75. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar omset usaha maka

semakin besar peluang UMKM untuk memperoleh jumlah pinjaman yang lebih

besar. Berdasarkan survei, jenis usaha pembuatan dompet yang termasuk sektor

industri rumah tangga dengan omset paling besar seperti pada Tabel 5.12

memperoleh jumlah pinjaman yang relatif besar juga dibandingkan sektor usaha

lainnya yaitu berkisar antara 4-5 juta rupiah. Nilai elastisitas variabel omset usaha

adalah 0,13308 yang berarti bahwa besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh

UMKM tidak elastis terhadap nilai omset usaha. Nilai elastisitas tersebut memiliki

Page 27: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

91  

arti apabila terjadi perubahan pada omset usaha sebesar 10 persen, maka besar

pinjaman yang akan diperoleh hanya akan berubah sebesar 1,33 persen.

Jumlah guliran berpengaruh positif terhadap besarnya jumlah pinjaman

yang diperoleh UMKM dengan nilai t statistik 3,57 dan signifikan pada taraf

nyata 5 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah guliran

yang telah ditempuh maka semakin besar jumlah pinjaman yang diperoleh.

Berdasarkan hasil survei seperti pada bagian sebelumnya pada Tabel 5.10

responden yang telah mencapai guliran keempat, memperoleh pinjaman dengan

jumlah yang lebih besar yaitu sekitar 4,5 juta rupiah. Hal ini juga menunjukkan

bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengembalian yang lancar

sehingga jumlah pinjaman yang diperoleh semakin besar dengan semakin

tingginya jumlah guliran.

Hasil pendugaan aset dan lama usaha secara statistik tidak berpengaruh

nyata terhadap besarnya jumlah pinjaman. Hal ini dikarenakan memang pada

dasarnya, skim kredit program pemerintah khususnya pinjaman bergulir SPP ini

tidak membutuhkan adanya jaminan yang biasanya berupa aset sehingga nilai aset

yang dimiliki responden tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya pinjaman.

Selain itu, kredit program pemerintah pada umumnya bertujuan untuk membantu

mengembangkan usaha yang baru dijalankan sehingga lama usaha tidak

berpengaruh nyata terhadap besar pinjaman.

5.7.2 Nilai Penjualan (Omset) UMKM

Omset UMKM merupakan nilai total penjualan dari output yang

dihasilkan atau diproduksi dan dijual dalam satuan rupiah per tahun. Faktor-faktor

yang mempengaruhi nilai omset UMKM dapat dilihat pada Tabel 5.15

Page 28: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

92  

Tabel 5.15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Omset UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas

Intersep -1,027E8 -0,77 0,4503 Aset Usaha 0,702659 4,34 0,0002* 0,25370 Besar Pinjaman 89,09874 2,32 0,0288* 1,13032 Lama Usaha -1713949 -0,23 0,8190 Modal Awal Usaha 13,39023 0,69 0,4984 R2 = 0,63042 F hitung = 10,66 Durbin-Watson = 1,916734 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen

Berdasarkan hasil pendugaan, nilai omset usaha memiliki nilai R2 sebesar

0,63042 yang artinya 63,04 persen keragaman nilai omset dapat dijelaskan oleh

masing-masing variabel penjelas yang ada dalam model. Variabel yang

berpengaruh nyata terhadap nilai omset UMKM yaitu aset usaha dan besar

pinjaman. Aset usaha memiliki pengaruh positif terhadap omset usaha dengan

koefisien sebesar 0,7026. Ini berarti apabila aset yang dimiliki pelaku usaha

meningkat sebesar 100 rupiah maka omset usaha akan meningkat sebesar 70,26

rupiah cateris paribus. Aset usaha secara statistik signifikan pada taraf 5 persen.

Nilai elastisitas variabel aset usaha adalah 0,25370. Hal tersebut menunjukkan

bahwa omset UMKM tergolong tidak elastis terhadap nilai aset usaha yang

dimiliki. Artinya, setiap nilai aset usaha mengalami perubahan sebesar 10 persen,

maka omset yang diperoleh hanya akan berubah sebesar 2,53 persen.

Besar pinjaman berpengaruh positif terhadap omset yang diperoleh

UMKM dengan koefisien sebesar 89,09874 dan signifikan pada taraf nyata 5

persen. Omset usaha responden mengalami peningkatan sebesar 36,05 persen

setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP yaitu dari 43,64 juta rupiah per tahun

menjadi 60,06 juta rupiah per tahun. Ini dikarenakan dana pinjaman memang

digunakan untuk modal usaha. Nilai elastisitas variabel besar pinjaman yaitu

sebesar 1,13032 yang berarti omset usaha elastis terhadap besarnya jumlah

Page 29: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

93  

pinjaman yang diperoleh. Nilai ini memiliki arti apabila besar pinjaman

mengalami peningkatan 10 persen, maka akan meningkatkan omset usaha sebesar

11,30 persen. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Osa

(2010) mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM di

DKI Jakarta yang hasilnya bahwa besar pinjaman berpengaruh positif terhadap

omset usaha dan signifikan pada taraf nyata 5 persen.

Tabel 5.16 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap UMKM Berkembang atau Tidak Alasan Persentase (%)

Usaha Berkembang Memberikan/menambah modal Jumlah produk semakin banyak Jenis usaha yang dijalankan menjadi beragam atau bertambah Menambah asset usaha

10 20 40

13,33 Total Usaha Berkembang 83,33 Usaha Tidak Berkembang atau tetap

Kurangnya pembeli atau permintaan Pinjaman digunakan untuk konsumsi Pengelolaan usaha yang kurang baik

3,33 10

3,33 Total Usaha Tidak Berkembang atau Tetap 16,67

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP berdampak positif

terhadap perkembangan UMKM. Sebesar 40 persen responden mengakui bahwa

jenis usaha yang dijalankan menjadi beragam atau bertambah setelah

mendapatkan pinjaman bergulir dari SPP. Akan tetapi, berdasarkan survei di

lapangan ada juga UMKM yang tidak berkembang setelah memperoleh pinjaman

bergulir dari SPP. Hal ini dikarenakan sebesar 10 persen responden menggunakan

pinjaman bergulir SPP untuk kebutuhan konsumsi bukan untuk kepentingan

usaha. Selain itu, tidak berkembangnya usaha juga dikarenakan kurangnya

pembeli atau permintaan dan pengelolaan usaha yang kurang baik sehingga

dampak dari pinjaman bergulir SPP tidak meningkatkan perkembangan usaha.

Page 30: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

94  

5.7.3 Nilai Keuntungan UMKM

Keuntungan adalah selisih antara total pendapatan dengan total biaya atau

jumlah pendapatan bersih yang diperoleh dalam satuan rupiah per tahun. Tabel

5.17 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai keuntungan UMKM.

Tabel 5.17 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Keuntungan UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas

Intersep 18360440 1,03 0,3118 Total Biaya 0,028697 1,41 0,1717 Omset setelah pinjaman 0,041134 3,07 0,0051* 0,31417 Tingkat Pendidikan 381127,3 0,23 0,8218 Lama Usaha -415973 -0,64 0,5285 R2 = 0,47173 F hitung = 5,58 Durbin-Watson = 1,886591 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen

Hasil pendugaan menunjukkan bahwa nilai keuntungan UMKM memiliki

nilai R2 = 0,47173 yang artinya keragaman nilai keuntungan UMKM yang dapat

dijelaskan dengan baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam

persamaan yaitu sebesar 47,17 persen. Nilai omset usaha setelah memperoleh

pinjaman berpengaruh positif dengan koefisien sebesar 0,041134 terhadap nilai

keuntungan UMKM. Ini berarti setiap peningkatan omset usaha sebesar 100 ribu

rupiah maka akan meningkatkan keuntungan usaha sebesar 4.113,4 rupiah. Omset

usaha signifikan pada taraf 5 persen, yang menunjukkan semakin besar nilai

omset, maka semakin besar pula keuntungan usaha yang diperoleh.

Keuntungan usaha responden sebelum memperoleh pinjaman rata-rata

mencapai 7,91 juta rupiah per tahun. Setelah memperoleh pinjaman keuntungan

usaha responden mengalami peningkatan sebesar 36,08 persen menjadi 10,90 juta

rupiah per tahun. Nilai elastisitas variabel omset usaha adalah 0,31417 yang

menunjukkan bahwa nilai keuntungan UMKM tidak elastis (tidak peka) terhadap

perubahan nilai omset usaha. Nilai tersebut memiliki arti setiap nilai omset usaha

Page 31: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

95  

mengalami perubahan sebesar 10 persen, maka nilai keuntungan hanya akan

berubah sebesar 3,14 persen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Osa (2010) mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan

UMKM di DKI Jakarta yang hasilnya bahwa nilai omset usaha berpengaruh

positif terhadap keuntungan usaha dan signifikan pada taraf nyata 5 persen.

Lama usaha tidak signifikan secara statistik terhadap keuntungan usaha

yang diperoleh. Hal ini berarti lama usaha responden tidak berpengaruh terhadap

besarnya keuntungan UMKM. Berdasarkan hasil survei banyak responden dengan

lama usaha lebih dari 10 tahun tetapi justru keuntungan yang diperoleh semakin

berkurang bukan semakin meningkat, karena banyaknya persaingan usaha

sehingga keuntungan usaha yang diperoleh pun berkurang.

5.7.4 Penyerapan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan penggunaan input berupa tenaga manusia dalam

kegiatan usaha dalam satuan jumlah orang yang bekerja. Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyerapan tenaga kerja ditunjukkan pada Tabel 5.18

Tabel 5.18 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja UMKM

Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas Intersep -0,48099 -0,20 0,8468 Besar Pinjaman 9,771E-7 1,82 0,0796** 1,14255 Keuntungan Usaha 1,068E-7 2,68 0,0126* 1,28887 Jumlah Anggota Keluarga -0,70563 -1,19 0,2453 R2 = 0,47418 F hitung = 7,82 Durbin-Watson = 1,946973 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen ** signifikan pada taraf nyata 10 persen

Berdasarkan pendugaan, nilai R2 yang dihasilkan yaitu sebesar 0,47418

yang artinya keragaman penyerapan tenaga kerja yang dapat dijelaskan dengan

baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam persamaan yaitu

sebesar 47,42 persen. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh besarnya

Page 32: Bab v. Dampak Perguliran Dana Spp Terhadap Umkm

96  

pinjaman dan keuntungan usaha yang diperoleh. Besar pinjaman berpengaruh

positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan signifikan pada taraf nyata 10

persen. Hal tersebut berarti semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar

kemungkinan untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Ini sesuai dengan hasil

survei, khususnya untuk usaha industri pembuatan dompet setelah memperoleh

pinjaman, jumlah dompet yang dapat dihasilkan semakin banyak sehingga

menambah jumlah tenaga kerja. Nilai elastisitas variabel besar pinjaman adalah

1,14255 yang berarti penyerapan tenaga kerja elastis atau peka terhadap besar

pinjaman yang diperoleh. Artinya, jika terjadi perubahan besar pinjaman sebesar

10 persen, maka akan meningkatkan peyerapan tenaga kerja sebesar 11,42 persen.

Keuntungan usaha secara statistik berpengaruh nyata dan signifikan pada

taraf nyata 5 persen. Ini menunjukkan apabila keuntungan usaha yang diperoleh

semakin tinggi maka pelaku usaha cenderung untuk menambah atau menyerap

tenaga kerja. Nilai elastisitas keuntungan usaha adalah 1,28887. Hal tersebut

berarti bahwa penyerapan tenaga kerja elastis (peka) terhadap besarnya

keuntungan usaha yang diperoleh. Berdasarkan survei, sektor usaha yang paling

banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor industri rumah tangga dengan jenis

usaha pembuatan dompet. Adapun untuk sektor perdagangan pada umumnya

merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja (self-employment). Secara

keseluruhan, jika dilihat dari keterkaitan antar variabel maka besarnya pinjaman

berpengaruh positif terhadap omset usaha. Omset usaha selanjutnya berpengaruh

terhadap keuntungan yang diperoleh dan keuntungan usaha berpengaruh terhadap

penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, usaha responden anggota SPP

mengalami perkembangan setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP.