Bab v. Evolusi Tektonik Daerah Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

PAGE 43

BAB V

EVOLUSI TEKTONIK DAERAH DAERAH PENELITIAN

V. 1 Tinjauan Umum

Analisis sejarah tektonik atau tektonogenesis dari pembentukan dan pengankatan kempleks Bulobulo, disamping didasarkan dari analisis dari penulis, juga mengacu pada data-data sekunder berupa hasil-hasil penelitian geologi terutama yang berkaitan dengan masalah tektonik pada daerah-daerah sekitar lokasi penelitian. Para peneliti itu antara lain Rab Sukamto (1985), Yan Suphaluakan (1980), dan Kaharuddin MS (1993).

Daerah Bulobulo mempunyai kondisi geologi yang cukup kompleks. Hal ini dapat dilihat dari batuan penyusun daerah ini yang sangat bervariasi, seperti batuan sedimen baik darat maupun sedimen laut dalam, batuan vulkanik, batuan penempatan tektonik dan batuan metamorf.

Pergerakan lempeng oceanic (Pasifik Barat) kearah lempeng kontinen (Kalimantan) menyebabkan terjadinya proses subduksi. Pada zona gerusan antar lempeng terseut terjadi perombakan dan perusakan batuan secara besar-besaran , baik batuan dari lempeng kontinen maupun batuan dari lempeng oceanic. Batuan yang terbentuk terlebih dahulu seperti sekis, basa dan ultrabasa, rijang dan kwarsit mengalami perombakan membentuk fragmen-fragmen dengan variasi ukuran yang bervariasi. Fragmen - fragmen batuan tersebut kemudian terakumulasi pada lokasi

Gambar 6. Peta Tektonik Sulawesi. Modifikasi dari Sukamto (1975b), Hamilton (1979), Silver, dkk (1983), Charlton (1990) dan Parkinson (1991) dalam Wilson (1995).

itu juga. Batuan akumulasi dari hasil perombakan batuan lempeng kontinen dan lempeng oceanic akibat proses tumbukan lempeng serta terakumulasi disekitar lokasi tumbukan membentuk mlange yang berada pada lokasi pengukuran.

Proses evolusi Sulawesi secara global, maka secara tektonik pola penempatan batuan diakibatkan oleh proses subduksi lempeng kontinen, obduksi lempeng serta pola struktur geologi yaitu adanya overthrust dan pengangkatan secara terpola sebagai akibat dari adanya overcrust antara dua lempeng yang berbeda yaitu lempeng Benua dan lempeng Samudra.

Salah satu bukti bahwa daerah penelitian merupakan daerah kompleks tektonik yaitu tersingkapnya Rijang dan Batuan metamorf pada daerah penelitian yang hanya dibatasi oleh bidang ketidakselarasan berupa breksi alas. Kedua jenis batuan ini memiliki perbedaan umur dan pengendapan yang sangat berbeda, dimana rijang terbentuk pada laut dalam sedangkan batuan metamorf terbentuk pada kontinen. V. 3Evolusi Tektonik Daerah Bulobulo

Evolusi tektonik pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Selatan berawal dari pembentukan proto-kontinen Sulawesi Barat di Zaman Trias diadaerah tepian kontinen Kalimantan Timur, menyusul gerakan blok lain sebagai alloton hanyutan fragmen dari tepian kontinen Australia dan lempeng Pasifik Barat.

1. Tektonik Mesozoikum

a. Zaman Trias

Akibat dari desakan lempeng Pasifik ke barat tepian Asia yang menyebabkan terjadinya subduksi didaerah tepian kontinen Kalimantan Timur. Peristiwa ini disertai dengan defermasi batuan, kenaikan tekanan dan temperatur tinggi membentuk kompleks akresi yang selanjutnya mengalami proses metamorfisme tingkat tinggi menyebabkan terjadinya sekis biru dan sekis hijau yang protolithnya dari batuan pelitik serta beberapa blok kerak oceanic membentuk lensa-lensa eklogit. Kelompok batuan tersebut diatas merupakan batuan alas Sulawesi Selatan.

b. Zaman Jura

Perkembangan tektonik subduksi di Kalimantan Timur menyebabkan sebagian batuan metamorfikkme trias hancur tercampur adukkan dengan sedimen tepian dan lelehan lava basal diatas Beniof membentuk batuan campur aduk tekanan tinggi (mlange).

Gambar 7 . Model Evolusi Tektonik pada zaman Pra Kapur

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

c. Zaman Kapur

Kopleks akresi berubah menjadi lingkungan laut transgresi yang berkembang hinggadaerah trench yang terisi oleh sedimen tepian flysch da sedimen pelagic chert kearah laut dalam. Di sisi tepian kontinen terjadi peleburan lempeng dan pencampuran magma membentuk busur magmatisme Kapur, menghasilkan batuan penyusun formasi Alino dan formasi Manunggal, yang disertai denga pembentukan akresi dalam kondisi laut regresi.

Gambar 8 . Model Evolusi Tektonik pada zaman Kapur

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

2. Tektonisme Paleogen

a. Paleosen

Kelanjutan dari aktivitas tektonik dikala paleosen menyebabkan komlek akresi Kapu mengalami subsidensi dalam bentuk Full Apart, yang disserrtai dengan pembentukan sedimen deltaik batupasir Mallawa dan Toraja berselingan dengan Volkanik bawah laut (Vulkanik Paleosen).

Gambar 9 . Model Evolusi Tektonik pada Kala Paleosen - Eosen

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

b. Eosen - Oligosen

Berlanjutnya subsidensi menyebabkan lingkungan deltaik berubah menjadi lingkungan laut dangkal yang ditumbuhi oleh paparan karbonat Tonasa dn sebagian oleh sedimen klastik membentuk sedime batugamping Tonasa serta batuan sedimen Salokalupang dan lava dari gunung api dasar laut.

Gambar 10 . Model Evolusi Tektonik pada Kala Eosen - Oligosen

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

3. Tektonisme Neogen

a. Miosen

Peristiwa terjadinya retak tarik didaerah tepian kontinen oleh aktivitas subduksi dan injeksi astenosfer kebawah lempeng kontinen meyebabkan terjadinya busur dan cekungan Back Arc (selatan Makassar), yang berlangsung sejak Miosen Awal Miosen Tengah. Menjelang Miosen Tengah hingga Miosen Atas terjadi magmatisme disekitar busur busur sulawesi barat yang menghasilkan intrusi dan vulkanik asam basa membentuk batuan vulkanik Soppeng dan Camba serta diakhiri dengan perkembangan cekungan WalanaE dan beberapa Klastika terebntuk dibagian tengah Sulawesi Barat.

Gambar 11. Model Evolusi Tektonik pada Kala Miosen

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

b. Pliosen Plistosen

Kala dimana pulau sulawesi terebentuk oleh benrkumoulnya beberapa blok secara Ubduksi maupun Subduksi yang disertai dengan Magmatisme secara local.

Obduksi Ophiolith

Ditepian Barat pulau sulawesi terjadi Ubduksi lemepeng oceanik selat Makassar keatas kontinen Sulawesi yang disertai dengan itrusi kecil berupa sill dike dan stock serta deformasi batuan.

- Subduksi Bimodel serta Pembalikan Busur

disamping subduksi Miosen masih berlanjut disebelah timur daerah ini juga dibagian barat terjadi subduksi dan pembalikan busur oleh lempeng oceanik selat makssar, yang disertai pembentukan busur magmatisme Pare-Pare dan bagian timur daerah ini pada kala Pliosen.

- Desakan lempeeng pasifik kebarat terhadap lemepeng lempeng mikro cukup kuat menyebabkan Sulawesi Timur terebentur dan terdorong secara ubduksi keatas kontinen Sulawesi Barat memebntuk struktur Nappe. Peristiwa tektonik ini disertai dengan orogenesa local Latimojong, pluotonovulkanisme dibeberapa tempat di Selawesi Barat, benturan-benturan yang terjadi secar aluas mempengaruhi sebagian daerah Sulawesi Barat, seperti di daerah Barru dan Pangkep, blok ofiolith mengalami rethrusting, sehingga posisinya berubah dan semakin rumit.

Gambar 12. Model Evolusi Tektonik pada Kala Pliosen - Plistosen

(Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

Gambar 13. Tektonostratigrafi Kronologis Daerah Sulawesi Barat Daya

(Sartono dan Astadiredja dalam Rab Sukamto & Simanjuntak , 1983).

V. 2Mekanisme dan Kerangka Tektonik Daerah Bulobulo

Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di pulau Sulawesi, daerah Bulobulo mempunyai kondisi tektonik yang lebih rumit dan kompleks.

Awal terbentuknya daerah Bulobulo dan sekitarnya dimulai pada kondisi laut dalam. Pergerakan lempeng Oceanik (Pasifik Barat) yang bertumbukan dengan lempeng kontinen (Kalimantan) memnbentuk zona tumbukan dan subduksi. Batuan lepeng oceanic yang berupa basa dan ultrabasa mangalami kenikan temperatur dan tekanan. Sebagai akibatnya batuan pada daerah ini mengalami metamorfisme yang membentuk batuan metabasik. Sekis hijau dan sekis biru yang didapat pada daerah hulu Sungai Cempaga atau pada bagian awal pengukuran merupakan batuan metamorf yang berasal dari batuan metabasik. Jadi sumber dari batuan metamorf ini adalah lempeng Oceanik atu dari metamorfism batuan basa dan ultrabasa. Sebagai cirri dari batuan metamorf yang protolitnya berasal dari batuan metabasik adalah sekis biru yang terbentuk lebih dahulu dari pada sekis hijau. Pada kondisi ini juga menyebabkan terbentuknya sekis muskovit yang merupakan metamorfisme yang lebih tinggi.

Sementara itu pada bagian lempeng kontinen (kalimantan) batuan yang protolitnya dan lempeng kontinen juga mengalami proses metamorfisme akibat dari tumbukan antara lempeng oceanic dan lempeng kontinen.

Batuan kontinen yang termetamorfismekan pada daerah ini berada pada facies menengah hingga facies metamorfime sangat tinggi. Pada proses metamorfisme awal terbentuk sekis hijau yang merupakan fasies menengah, kemudian fasies metamorfisme lebih tinggi lagi sehingga membentuk fasies metamorfisme lebih tinggi dan membentuk batuan granulit dan eklogit yang letaknya jauh lebih dibawah permukaan. Namum batuan metamorf eklogit dan granulit ini bentuknya hanya melensa-lensa saja.

Tersingkapnya batuan metamorf dengan fasies yang sangat tinggi seperti granulit dsn eklogit berselang seling dengan batuan metamorf dengan fasies lebih tinggi seperti sekis biru serta batuan metamorf tingkat menengah seperti sekis hijau pada lokasi pengukuran disebabkan oleh aktivitas struktur. Aktifitas struktur yang dimaksud adalah sesar sesar naik kecil pada kondisi bawah laut yang berupa undak-undak. Sesar naik ini diperkirakan terjadi pada saat tumbukan lempeng oceanic dengan lempeng kontinen.

Sementara proses tumbukan antara lempeng oceanic dengan lempeng kontinen terus berlangsung kondisi daerah penelitian masih dalam keradaan laut dalam. Sedimen laut dalam juga sudah mulai terbentuk pada daerah ini. Batuan rijang merupakan batuan laut dalam yang salah satunya terbentuk pada daerah pengukuran.

Setelah pengendapan rijang pada kondisi lingkungan masih laut dalam fragmen-fragmen yang berukuran lempung terendapakan pada daerah ini yang protolithnya berasal dari lempeng kontinen. Batulempung yang terendapkan pada daerah ini terus berlangsung sementara proses pergeraan lempeng kontinen masih juga terus berlangsung. Endapan lempung tersebut belum mengalami litifikasi dan kandungan air besar tertekan oleh pengaruh pergerakan lempeng. Sehingga batulempung tersebut mengalami pemepatan dan membentuk batulempung yang seperti bersisik.

Disamping itu pada saat pemampaatan batulempung tersebut, juga terjadi goyangan pada lempeng kontinensehingga batuankontinen seperti batugamping dari laut dangkal , dan rijang yang terbentuk lebih dahulu mengalami penghancuran dan jatuh tertanam kedalam endapan lempung tersebut. Hal ini dapat dilihat pada singkapan lempung sisik dilapangan yang banyak mengandung fragmen batugamping yang sudah mengalami metagamping dan fragmen rijang yang tertanam dalam lempung sisik tersebut.

Setelah pengendapan lempung sisik tersebut, kontinen masih bergerak sehingga blok-blok batuan beku asam yantg berasal dari lempeng kontinen (kalimantan) terjatuh dan hancur membemntuk fraagmen dari besar hingga kecil yang kemudian ikut terendapkan pada lokasi cekungan ini. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya Exotic Blok atau blok asing (kontinen) yang tertanan pada sedimen laut dalam. Fragmen-fragmen Exotic Blok tersebut berupa batuan beku asam yaitu granit, sehingga biasa juga dinamakan breksi granitik.

Setelah terbentuknya endapan Exotik Blok fragmen-fragmen yang berupa granit berubah menjadi agak halus yangberukuran pasir. Sementara itu proses pergerakan tumbukan lempeng terus berlangsung dan zona tumbukan pada pertemuan antar alempeng pasipik barat dengan lempeng kalimantan yang kemudian diikuti oleh adanya intrusi-intrusi vulkanik dari peleburan lemepeng mempengaruhi batupasir tersebut sehingga akhirnya batupasir tersebut mengalami silifikasi.

Gambar 14 . Ilustrasi Pembentukan Breksi Granitik (Exotik Blok)

Aktifiotas tektonik terus berlangsung menyebabkan cekungan ini mengalami pengangkatan hingga menjadi laut dangkal hingga transisi. Pada kondisi lingkungan transisi tersebut terjadi proses pengendapan sedimen berupa batupasir yang membentuk batupasir Paremba.

Gambar 15. Ilustrasi Hubungan Kontak Sesar Antara Sekis Hijau dengan Batupasir Paremba kaitannya dalam pembentukan Exotic Blok dan Batupasir Silified.

Setelah batupasir Paremba terjadi lagi overthrust yang secara besar-besaran seingga membentuk batuan tua seperti sekis dan endapan sedimen laut dalam lainnya termasuk lempung sisik, batupasir silisified, Exotik Blok terangkat hingga menunpangi Batupasir Paremba. Buktinya dapat dilihat pada percabangan Sungai Pateteyang dengan sungai Cempaga yang berupa zona sesar naik, termasuk tersingkapnya batuan sekis diatas atau menumpangi batupasir paremba.

Aktifitas aktifitas terktonik yang berlangsung terus tersebut diatas seperti membentuk overthrust dan pergerakan lempeng sehingga banyak terebntuk batuabn kontinenyang bercampur aduk dengan endapan batuan laut dalam, juga membentuk sesar sesar kecil baik berupa sesar geser maupun sesar sesar naik, serta struktur batuan yang berada pada daerah inimengalami perubahan seperti terebntuknya longsoran-longsoran, pergerusan maupun struktur struktur lipatan. Disamping itu juga banyak terjadi pembalikan-pembalikan batuan.

Setelah aktifitas tektonik tersebut benrlangsung kondisi cekungan berada pada lingkungan transisi. Endpan endpan yang protolitnya dari daratan terus terendapkan pada lingkungan transisi. Endpan-endapan yang protolitnya dari daratan terus terendapkan pada daerah ini hingga membentuk batupasir Mallawa. Endapan endapan baupasir tersebut berasal dari batuan asam yang dapat dilihat dari kandungannya yang dominan oleh kuarsa, sehingga dinamakan batupasir kuarsa. Satuanbatuan ini menurut peneliti terdahulu termasuk dalam formasi Mallawa yang berumur Eosen, (Rab Sukamto, 1982).

Gambar 16. Ilustrasi Terjadinya Sesar Pankajene pada litologi Rijang dan Batupasir Mallawa

Kemudian secara perlahan kondisi cekungan pada lingkungan laut dangkal sehingga memungkinkan terebntuknya batuan karbonat seperti batugamping yang menurut peneliti terdahulu termasuk dalam Formasi Tonasa yang berumur Eosen Atas hingga Miosen Tengah (Rab Sukamto, 1982).

Setelah pengendapan satuan batugamping terjadi lagi aktivitas tektonik lebih lanjut yang gayanya jauh lebih besar berupa sesar naik Pangkajene. Sesar naik Pangkajene ini mengangkat semua batuan bawah laut atau batuan tua hingga menunpangi batuan termuda seperti batupasir dan vulkanik Paleogen yang berada pada daerah Bantimala. Sesar naik ini sangat besar yang dapat dilihat dengan bukti singkapannya dilapangan yang penyebarannya cukup luas berupa zona miloniotisasi dan breksiasi.

Sementara itu aktifitas tektonik ini juga secara berlanjut menyebabkan terebntuknya banyak sesar sesar geser dan sesar-sesar naik minor yang dapat dilihat pada singkapan batugamping didaerah sekitar kampung Mangilu atau bagian bawah lokasi pengukuran. Aktifitas tektonik lebih lanjut menyebabkan daerah ini terangkat kepermukaan hingga seperti sekarang.

Blok Kal-Tim

Zona Patahan

Batupasir Paremba

Rijang

Batugamping Tonasa

Batupasir Mallawa

Batupasir Paremba

Sekis Hijau

Lpng Sisisk

Batupasir Silified

Batugamping

Batupasir Mallawa

Rijang

Batupasir Paremba

Sesar Pangkajene

35