Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
72
BAB V OPTIMASI POTENSI BAKTERI Bacillus subtilis
SEBAGAI SUMBER ENZIM PROTEASE
Uji Proteolitik Bakteri Bacillus subtilis
Pada penelitian ini bakteri yang menjadi sampel
adalah bakteri Bacillus subtilis yang merupakan isolat
potensial yang diisolasi dari usus ikan Nila (Oreochromis
niloticus) yang dibudidayakan di Karamba Jaring Apung
(KJA) Danau Maninjau.
Hasil penelitian ini menunjukan bakteri Bacillus
subtilis mempunyai aktivitas proteolitik. Bakteri yang
mempunyai aktivitas proteolitik mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan enzim protease yang
disekresikan ke lingkungannya. Enzim proteolitik
ekstraseluler ini selanjutnya bekerja menghidrolisis
senyawa-senyawa bersifat protein menjadi
oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino.
Diameter zone hambat yang terbentuk dapat
menunjukan secara kualitatif tigginya kemampuan
proteolitik enzim protease yang dihasilkan atau juga
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
73
tingginya jumlah enzim yang diproduksi dan dilepas
keluar. Keberadaan enzim protease ekstraseluler ini
sangat penting bagi kehidupan bakteri karena
menyediakan kebutuhan senyawa bernitrogen yang
dapat diangkut ke dalam sel. Jenis-jenis bakteri yang
mempunyai kemampuan mensekresikan enzim protease
ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai
agensia pembersih bahan pencemar yang bersifat
protein. Pakan ikan kaya akan protein sehingga sisa
pakan dan produk ekskreta juga mengandung protein
tinggi. Maka keberadaan enzim protease ekstraseluler
ini akan merombak senyawa-senyawa protein ini
menjadi senyawa sederhana yang langsung dapat
digunakan oleh bakteri sebagai komponen nutrisinya
untuk pertumbuhannya.
Pada penelitian ini difokuskan salah satunya pada
jenis enzim proteolitik karena komponen utama pakan
ikan adalah protein. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bakteri Bacillus subtilis mempunyai
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
74
kemampuan menghasilkan enzim proteolitik
ekstraseluler. Kemampuan bakteri probiotik untuk
memproduksi enzim proteolitik ekstraseluler
mempunyai peranan penting dalam ikut serta mencerna
senyawa-senyawa yang bersifat protein. Adapun nilai
indeks proteolitik dari ke isolat bakteri Bacillus subtilis
terpilih dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hasil Uji Aktivitas Proteolitik Isolat Bakteri Bacillus
subtilis pada Medium Skim Milk Agar (SMA) .
Protein yang terdapat pada media selektif SMA
bertindak sebagai induser bagi enzim protease. Zona
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
75
bening yang dihasilkan merupakan hasil hidrolisis
substrat protein yang terkandung dalam media SMA
oleh enzim protease yang dihasilkan oleh isolat
bakteri. Media SMA mengandung pepton dan susu skim
sebagai sumber karbon utama bagi kebutuhan
metabolisme bakteri.
Protease dapat dihasilkan oleh tumbuhan, hewan,
dan mikroorganisme. Penggunaan tumbuhan sebagai
sumber protease terbatas oleh tersedianya lahan tanam
dan kondisi pertumbuhan yang sesuai, serta
memerlukan waktu produksi enzim yang lama. Produksi
protease dari hewan juga dibatasi oleh ketersediaan
ternak penghasil enzim. Mikroorganisme merupakan
sumber enzim yang paling potensial dibandingkan
tanaman dan hewan. Penggunanan mikroorganisme
lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat,
dapat tumbuh pada substrat yang murah, lebih mudah
ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi
pertumbuhan dan rekayasa genetik. Beberapa genus
bakteri yang diketahui mampu menghasilkan protease
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
76
di antaranya Bacillus, Lactococcus, Streptomyces, dan
Pseudomonas (Rao dkk., 1998; Said dan Likadja, 2012).
Musikasang et al., (2009) menetapkan
kemampuan untuk mencerna protein sebagai salah satu
kriteria seleksi probiotik. Adanya enzim proteolitik ini
selanjutnya akan meningkatkan jumlah senyawa yang
bersifat protein yang dicerna sehingga menurunkan
jumlah limbah yang mengandung Nitrogen yang berasal
dari proses pencernaan. Hal ini menguntungkan karena
akan menekan jumlah amonia yang berasal dari proses
mineralisasi N-organik yang diharapkan dapat
memecahkan masalah kematian masal ikan yang sering
terjadi di Danau Maninjau.
Berdasarkan Gambar 12 aktivitas proteolitik isolat
bakteri Bacillus subtilis yakni dengan indeks proteolitk
26 dan dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik.
Menurut Baehaki (2011), Bacillus sp merupakan salah
satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan protease. Protease merupakan satu
diantara tiga kelompok enzim komersial yang
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
77
diperdagangkan sebagai katalisator hayati. Protease
dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri pangan
dan non-pangan.
Penelitian tentang uji aktivitas enzim proteolitik
yang terdapat pada saluran pencernaan ikan sebagai
kandidat probiotik juga dilakukan oleh Subagyo dan
Djunaedi (2011) menemukan seluruh isolat mempunyai
kemampuan menghasilkan enzim proteolitik protease.
Hasil penelitian Mubarik et al., (2006) menunjukkan
bahwa isolat NU-2 merupakan bakteri proteolitik
dengan nilai Indeks Proteolitik (IP) sebesar 1.89 dan
berpotensi untuk dijadikan probiotik karena mampu
menghasilkan baik protease, α-amilase, dan
glukoamilase ekstraseluler.
Selanjutnya Kumaran et al., (2013) juga
melakukan penelitian isolasi bakteri proteolitik pada
kotoran ikan Neimterus japonicus di India memperoleh
30 isolat bakteri yang terdiri dari empat genus bakteri
yakni Bacillus sp, Pseudomonas sp, Alkaligenes sp. dan
Lactobacillus sp. Geethanjali dan Subash (2011)
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
78
menemukan bakteri Bacillus subtilis yang diisolasi dari
saluran pencernaan ikan air tawar Labeo rohita yang
berasal dari India, memiliki aktivitas proteolitik yang
tertinggi. Natarajan et al,. (2014) melakukan isolasi
bakteri dari ikan Rohu (Labeo rohita) menemukan
bakteri Bacillus cereus sebagai kandidat probiotik.
Spesies Bacillus sp. merupakan salah satu
mikrob penghasil enzim protease yang potensial.
Beberapa enzim protease komersial berhasil
dimurnikan, misalnya Alcalase (B. licheniformis),
Esperase (B. lentus), Biofeed pro (B. licheniformis) dan
Subtilisin (B. alcalophilus) (Gupta et al,. 2002). Tari et al.
(2005) melaporkan bahwa Bacillus sp. L21 dapat
menghasilkan enzim protease yang bersifat tahan basa.
Sementara itu, Suganthi et al. (2013) melaporkan
bahwa Bacillus licheniformis dapat menghasilkan enzim
protease yang bersifat halotoleran
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
79
Pengaruh Jenis Medium terhadap Akrivitas Enzim Protease dari bakteri Bacillus subtilis
Modifikasi formulasi medium yang sangat
diperlukan untuk mendapatkan perolehan hasil yang
maksium (Stanbury and Whitaker, 1987 dalam
Agustien, 2010). Medium yang digunakan dalam
penentuan aktivitas enzimprotease dari bakteri Bacillus
subtilis ini adalah medium A: Glukosa Yeast Skim (GYS)
yang komposisinya terdiri dari 0,3% glukosa, 1% yeast
ekstrak dan 2% susu skim., medium B: Horikoshi yang
komposisinya terdiri dari 0,1% glukosa, 0,5% yeast
ekstrak, 0,5% pepton, 0,1% KH2PO4, 0,02% MgSO4 dan
1% Na2CO3. Medium C (Son and Kim, 2002) terdiri
0,2% glukosa, 0,2% yeast ekstrak, 0,2% pepton, 1%
susu skim dan 0,4% NaCl., dan medium D: Luria Bertani
(LB) yang komposisinya terdiri dari o,5% yeast ekstrak,
1% NaCl, dan 1% pepton.
Hasil pengujian pengaruh jenis medium
produksi terhadap aktifitas spesifik enzim protease
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
80
menunjukkan bahwa bakteri Bacillus subtilis setelah
dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
memiliki pengaruh yang berbeda- beda tergantung
pada jenis atau komposisi medium seperti terlihat pada
Tabel 5 dan Gambar 13 .
Tabel 5. Jenis Medium Produksi Enzim Protease Bakteri Bacillus subtilis
No Jenis Medium Reaksi
1 A Keruh, banyak endapan 2 B Bening, sedikit endapan 3 C Bening, sedikit endapan 4 D Agak keruh, sedikit
endapan
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
81
Gambar 13. Jenis Medium Produksi Enzim Protease Bakteri Bacillus
subtilis dan Aktivitas setelah Inkubasi
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
82
Medium GYS yang menghasilkan aktifitas
tertinggi diantara medium lainnya. Berdasarkan Gambar
13 terlihat bahwa terdapat banyak endapan pada dasar
tabung reaksi dibandingkan medium B, C dan D. Hal ini
ditandai dengan kultur yang berwarna keruh pada
pengamatan selama 48 jam. Kultur bakteri yang semula
tidak memiliki endapan berubah warna menjadi keruh
sebagai tanda terjadinya pertumbuhan bakteri setelah
masa inkubasi yang disebabkan oleh proses
metabolisme yang dilakukan oleh bakteri tersebut.
Sesuai dengan pendapat Lay (1994), di dalam
medium cair bakteri akan tumbuh dalam waktu 24 - 48
jam. Pertumbuhan bakteri dalam suatu media cair
dapat terlihat dalam berbagai bentuk, yaitu: 1).
Kekeruhan yang biasanya terlihat pada seluruh bagian
medium, 2). Pertumbuhan pada permukaan yang dapat
berbentuk pelikel (pertumbuhan di atas bagian media
cair), cincin (pertumbuhan berbentuk cincin pada
permukaan media cair), flokulen atau membran. 3).
Sedimen atau endapan, yaitu kumpulan sel-sel yang
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
83
mengumpul pada dasar tabung dan akan menyebar lagi
jika tabung digerakkan atau dikocok. Medium pada
bagian atas tabung mungkin akan tetap bening jika
inkubasi dilakukan lebih lama.
Hal ini disebabkan perbandingan komposisi
didalam medium sangat mendukung bakteri untuk
hidup dan berkembang biak serta sumber karbon
yang terdapat pada media sehingga menghasilkan
nilai aktifitas tinggi (Nagar et al., 2010). Medium yang
berbeda-beda akan menghasilkan aktifitas enzim yang
berbeda- beda juga, seperti Bacillus licheniformis yang
diisolasi dari tanah Tihamet Aseer Arab Saudi jika
ditumbuhkan pada medium Casein broth selama 36
jam dapat menghasilkan protease dengan aktifitas 221
unit/ml (Al-Shehri et al., 2004).
Penentuan Waktu Optimum Produksi Protease dari bakteri Bacillus subtilis
Bakteri pada media produksi tersebut
diinkubasi pada suhu 37oC, 120 rpm selama ± 3 hari.
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
84
Setiap 6 jam dilakukan samping untuk pengukuran
pertumbuhan mikroba (Pengukuran OD), uji aktivitas
serta analisis kadar proteinnya. Untuk hasil pengujian
optical density (OD) dan uji aktivitas enzim berdasarkan
waktu fermentasi terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data hasil penentuan waktu produksi optimum protease dari bakteri dan optical density
(OD)
No Waktu Fermentasi (Jam) Optical Density
(OD)
1 0 0,028 2 6 0,057 3 12 0,071 4 18 0,129 5 24 0,132
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
85
Gambar 14. Waktu Produksi Optimum Enzim Protease dari Bakteri
Bacillus subtilis dan Optical Density (OD)
Secara teoritis kultur Bacillus subtilis
menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang relatif
tinggi karena ditumbuhkan dalam medium GYS yang
mengandung sumber karbon yang cukup untuk
dimanfaatkan secara optimal dalam aktivitas
metabolismenya. Pada saat populasi mikroba mulai
stasioner maka produksi asam laktat juga stasioner atau
bertambah dengan peningkatan yang relatif sedikit. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena jumlah zat gizi
dalam media pada fase ini sudah mengalami
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
86
penurunan. Penggunaan substrat oleh mikroba tidak
lagi untuk pertumbuhan dan produksi asam laktat,
tetapi lebih banyak untuk metabolisme sekunder .
Pengamatan fase pertumbuhan bakteri
dilakukan dengan mengamati perubahan populasi
dan nilai kerapatan optik (optical density = OD).
Faturrahman (2012) mendapatkan isolat bakteri
kandidat probiotik yaitu Abn2.1 dan Alg 3.1 dengan
fase lag terjadi antara 0 dan 2 jam. Cepat atau
lamanya fase lag memberikan konsekuensi pada fase
eksponensial dan laju dari pertumbuhan bakteri. Fase
eksponensial tercepat merupakan bakteri yang cukup
baik digunakan sebagai probiotik. Kandidat bakteri
probiotik Np 4 dan Np 5 berasal dari ikan Nila
mencapai fase eksponensial tercepat (Putra, 2010).
Hal ini berhubungan dengan waktu panen sel bakteri
dalam memproduksi suatu produk atau senyawa
metabolit, diantaranya adalah enzim, antibakterial,
vitamin dan asam organik. Menurut Faturrahman
(2012) bahwa isolat bakteri kandidat probiotik yang
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
87
baik adalah yang memiliki laju pertumbuhan tercepat
hal ini dikarenakan berhubungan dengan kemampuan
isolat untuk berkompetisi dengan bakteri lain
untuk menempel pada saluran pencernaan. Sebagian
besar mikroorganisme uniseluler tumbuh eksponensial
namun dengan laju yang bervariasi karena dipengaruhi
oleh berbagai kondisi lingkungan seperti, suhu,
substansi kimia dan ciri genetika dari mikroorganisme
(Madigan et al. 2009).
Pada Gambar 14 terlihat bahwa fase
pertumbuhan isolat bakteri Bacillus subtilis terdiri dari
empat fase yakni fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian. Pada fase lag biasanya
bakteri melakukan proses aklimatisasi terhadap kondisi
lingkungan seperti pH, suhu, nutrisi dan lain sebagainya.
Pada fase ini peningkatan jumlah bakteri berlangsung
lambat. Fase lag untuk isolat bakteri Bacillus subtilis
VITNJ1 berlangsung selama jam ke-1 sampai jam ke - 2.
Fase kedua adalah fase eksponensial yang merupakan
fase dimana pertumbuhan bakteri berlangsung sangat
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
88
cepat. Pada isolat bakteri Bacillus subtilis VITNJ1 fase
eksponensial terjadi pada jam ke - 3 sampai jam ke - 18.
Fase berikutnya adalah fase stasioner yakni
terjadi pada jam ke-19 sampai jam ke-24, dimana pada
fase ini tidak terjadi penambahan jumlah sel bakteri
karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel
yang mati. Fase terakhir adalah fase kematian yang
pada isolat bakteri Bacillus subtilis mulai terjadi setelah
jam ke-24, dimana pada fase ini jumlah sel bakteri mulai
menurun karena nutrien dalam media dan cadangan
energi dalam sel mulai menipis.
Berdasarkan Gambar 14 pada fase logaritmik
(sebelum memasuki fase eksponensial) terjadi pada jam
ke-2. Secara teoritis kultur Bacillus subtilis
menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang relatif
tinggi karena ditumbuhkan dalam medium MRS broth
yang mengandung sumber karbon yang cukup untuk
dimanfaatkan secara optimal dalam aktivitas
metabolismenya. Pada saat populasi mikroba mulai
stasioner maka produksi asam laktat juga stasioner atau
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
89
bertambah dengan peningkatan yang relatif sedikit. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena jumlah nutrisi
dalam media pada fase ini sudah mengalami
penurunan. Penggunaan substrat oleh mikroba tidak
lagi untuk pertumbuhan dan produksi asam laktat,
tetapi lebih banyak untuk metabolisme sekunder yaitu
menghasilkan metabolit yang lain diantaranya adalah
bakteriosin.
Pola pertumbuhan isolat bakteri Bacillus subtilis
ini hampir sama dengan penelitian Torkar dan Matijasic
(2003) yang melakukan penelitian tentang karakterisasi
senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri
Bacillus cereus yang berasal dari susu dan produk
olahannya menemukan bahwa produksi senyawa
antimikroba bakteriosin memasuki fase stasioner
setelah 10-16 jam inkubasi. Begitu juga dengan
penelitian Naclerio et al., (1993) tentang produksi dan
aktivitas senyawa antimikroba cerein dari Bacillus
cereus terdapat pada fase stasioner. Selanjutnya Cherif
et al., (2003), menemukan thuricin 7 yang dihasilkan
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
90
oleh Bacillus thuringiensis BMG1.7 pertumbuhannya
terjadi pada fase eksponensial. Senyawa antimikroba
yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat umumnya
termasuk kedalam kelas lantibiotik yang biasanya
dihasilkan pada fase eksponensial.
Pemantauan Produksi Enzim Protease Bakteri
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur produksi
enzim protease yang disekresikan oleh bakteri
proteolitik terpilih dari waktu ke waktu, yang diukur
dari aktivitasnya. Tujuannya untuk mendapatkan
titik waktu yang optimal untuk pemanenan enzim
protease. Pengamatan dilakukan setiap 4 jam sekali
selama 5 hari (25 titik pemantauan) dari waktu
kulturnya. Pemantauan produksi enzim protease ini
disertai dengan pengamatan optical density (OD)
atau kerapatan optis dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 620 nm.
Pengukuran pertumbuhan bakteri merupakan hal
yang penting untuk dilakukan dalam karakterisasi bakteri.
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
91
Dari pengukuran pertumbuhannya maka dapat diketahui
fase-fase dalam dalam kurva pertumbuhan bakteri, yang
terdiri dari fase lag, eksponensial/logaritmik, stasioner dan
kematian. Hal tersebut berkaitan erat dengan laju
pertumbuhan bakteri. Fase eksponensial dari pertumbuhan
bakteri ditunjukkan dengan pertambahan nilai absorbansi
bakteri yang lebih besar dibandingkan dengan pertambahan
absorbansi pada saat fase lag dan stasioner. Pada fase
eksponensial, biomassa bakteri akan meningkat dan terjadi
aktivitas metabolisme, sintesis enzim, hormon antibiotik dan
senyawa metabolit sekunder lainnya. Oleh karena itu
pengukuran aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh
bakteri dilakukan pada saat pertumbuhan bakteri mencapai
fase eksponensial. Aktivitas enzim tertinggi yang dihasilkan
oleh bakteri diperkirakan dicapai pada saat fase
eksponensial, sedangkan produksi metabolit sekunder
diduga dicapai pada saat fase eksponensial akhir atau awal
stasioner.
Bakteri pada media produksi tersebut diinkubasi
pada suhu 37oC, 120 rpm selama ± 5 hari. Setiap 4 jam
dilakukan samping untuk pengukuran pertumbuhan
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
92
mikroba (pengukuran OD), uji aktivitas serta analisis kadar
proteinnya. Untuk hasil pengujian optical density (OD) dan
uji aktivitas enzim berdasarkan waktu fermentasi terlihat
pada Tabel 7.
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
93
Tabel 7 .Data hasil penentuan waktu produksi optimum
protease, optical density (OD) dan aktivitas protease dari bakteri
No. Waktu
Fermentasi (Jam)
Optical Density (OD)
Aktivitas Enzim Protease (U/ml)
1 4 0,891 8.15
2 8 1,458 8.56
3 12 1,671 8,64
4 16 1,876 8.85
5 20 2,301 9.72
6 24 2,223 8,93
7 28 2,209 8.52
8 32 2,178 8.48
9 36 2,122 8,41
10 40 2,119 8,39
11 44 2,113 8,31
12 48 2,081 8.06
13 52 2,078 8,03
14 56 2,071 8.02
15 60 2,065 7,98
16 64 2,054 7,86
17 68 2,046 7,83
18 72 2,037 7,78
19 76 2,034 7,62
20 80 2,021 7,46
21 84 2,019 7,42
22 88 2,015 7,38
23 92 2,008 7,36
24 96 2,001 7.35
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
94
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan
bakteri mengalami fase adaptasi pada jam ke-4 hingga
jam ke-8. Selama waktu tersebut bakteri mulai
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga
sel belum membelah. Fase eksponensial terjadi pada jam ke-
16 hingga jam ke-20. Pada fase eksponensial sel-sel bakteri
sangat aktif membelah dan metabolisme sel berlangsung
cepat. Pertumbuhan bakteri mulai melambat ketika
memasuki fase stasioner, yaitu mulai pada jam ke-28, hal
ini disebabkan nutrisi dan substrat di dalam media mulai
berkurang, sehingga kematian sel meningkat. Jumlah sel yang
mati semakin meningkat sampai terjadi suatu keadaan
dimana jumlah sel yang hidup sama dengan jumlah sel yang
mati, halini terjadi sampai jam ke 96. Fase terakhir adalah
fase kematian, hal ini terjadi karena jumlah substrat dan
nutrisi hampir habis, sehingga sel semakin lama sudah tidak
dapat tumbuh lagi. Pada bakteri, pertumbuhan optimal sel
berada pada fase eksponensial.
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
95
Optimasi Produksi Enzim Protease
1. Penentuan Suhu Optimum
Umumnya setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada
suhu tertentu. Aktivitas enzimakan semakin meningkat
dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai.
Setalah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan
aktivitas enzim menurun. Pengaruh suhu terhadap ekstrak
kasar enzim protease dari Bacillus subtilis dapat dilihat pada
Gambar 15 di bawah ini.
Gambar 15. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease dari bakteri Bacillus subtilis
Aktivitas enzim protease kasar dari bakteri Bacillus subtilis
tertinggi terdapat pada suhu 55oC dengan nilai aktivitas
enzimnya 12,35 u/ml dan yang terendah terdapat pada suhu
30oC dengan aktivitas enzim 9,02 u/ml. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Thys dan Brandelli (2006), bahwa
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
96
suhu optimum enzim dari Microbacterium sp. adalah 50oC,
55oC dari bakteri Chryseobacterium sp. (Riffel et al., 2003)
dan 60oC dari bakteri Bacillus licheniformis (Suntornsuk et
al., 2004).
Untuk kebanyakan enzim suhu optimum adalah
suhu sel atau di atas sel tempat enzim-enzim berada.
Kenaikan kecepatan aktivitas enzim di bawah suhu optimum
disebabkan oleh kenaikan energi kinetik molekul-molekul
yang bereaksi. Akan tetapi bila suhu dinaikkan terus, energi
kinetik molekul-molekul enzim menjadi demikian besar
sehingga melampaui penghalang energi untuk memecahkan
ikatan-ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam
keadaan aslinya atau keadaan katalitik enzim aktif.
Akibatnya struktur sekunder dan tersier hilang disertai
hilangnya aktivitas biologi (Harper, 1979).
Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisis enzim
dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu akan
meningkatkan energi molekul substrat dan pada akhirnya
meningkatkan laju reaksi enzim. Peningkatan suhu juga
berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat
sehingga sisi reaktif substrat mengalami hambatan untuk
memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan turunnya
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
97
aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energi termal molekul
yang membentuk struktur protein enzim itu sendiri akan
menyebabkan rusaknya interaksi-interaksi non kovalen
(ikatan hidrogen, interaksi van der Waals, interaksi
hidrofobik, dan interaksi elektrostatik) yang menjaga
struktur tiga dimensi enzim secara bersama-sama sehingga
enzim mengalami denaturasi. Denaturasi menyebabkan
struktur lipatan enzim membuka pada bagian
permukaannya, sehingga sisi aktif enzim berubah dan terjadi
penurunan aktivitas enzim (Hames & Hooper, 2000).
2. Penentuan pH Optimum
Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH
medium tempat reaksi terjadi. Sebab itulah pada setiap
penelitian dengan enzim diperlukan bufer untuk
mengontrol pH reaksi. Pengaruh pH terhadap ekstrak
kasar enzim protease dari Bacillus subtilis dapat dilihat
pada Gambar 16 di bawah ini.
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
98
Gambar 16. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease dari bakteri Bacillus subtilis
Aktivitas enzim protease kasar maksimum (pH
optimum) bakteri Bacillus subtilis terdapat pada pH 7,0
dengan nilai aktivitas enzim protease 12,73 unit/ml dan
aktivitas enzim protease terendah terdapat pada pH 4,0
yakni 10,22 unit/ml. Pada pH yang sangat asam (dalam hal
ini pH 4) aktivitasnya sangat kecil yang menunjukkan gugus
fungsionil pada sisi aktif enzim terganggu dengan adanya ion
H+ yang berlebihan, demikian juga pada pH 5 dan 6. Pada pH
7, enzim relatif bekerja lebih maksimum hingga mencapai
tingkat ionisasi yang diinginkan enzim sehingga aktivitas
enzim mencapai maksimum. Sedangkan pada pH 8 aktifitas
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
99
relatif enzim mengalami penurunan karena ion OH- yang
berlebihan.
Perubahan pH pada skala radiasi kecil menyebabkan
turunnya aktivitas enzim sehubungan dengan perubahan
ionisasi gugus-gugus fungsionilnya karena pada hakekatnya
enzim adalah protein yang tersusun atas asam amino yang
dapat mengadakan ionisasi (mengikat dan melepaskan)
proton ion hidrogen pada gugus asam amino, karboksil dan
gugus fungsionil lainnya. Sebaliknya, pada skala deviasi pH
yang besar perubahan pH akan mengakibatkan enzim
mengalami denaturasi sehubungan dengan adanya
gangguan terhadap berbagai interaksi nonkovalen yang
menjaga kestabilan struktur 3 dimensi enzim. Gugus ionik
berperan penting dalam menjaga konformasi sisi aktif enzim
untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi produk
(Hames & Hooper, 2000).
Perubahan pH yang tidak begitu besar
mempengaruhi keadaan ion enzim dan sering keadaan ion
substrat juga. Bila aktivitas enzim diukur pada berbagai pH
aktivitas optimum umumnya didapat antara nilai pH 5,0 dan
9,0. Akan tetapi beberapa enzim misalnya pepsin, aktif pada
nilai pH diluar batas itu. Bentuk kurva aktivitas pH
Bab 5 Optimasi Potensi Bakteri Bacillus subtilis sebagai sumber enzim Protease
100
ditetapkan oleh faktor denaturasi enzim pada nilai pH yang
sangat tinggi atau rendah dan pengaruh terhadap keadaan
muatan listrik subsrat atau enzim. Untuk enzim, perubahan
muatan dapat mempengaruhi aktivitas, baik dengan
perubahan struktur maupun dengan perubahan muatan
pada residu asam amino yang berfungsi mengikat substrat
atau katalis. Faktor lain yang penting adalah perubahan
konformasi enzim bila pH diubah-ubah. Suatu gugus yang
bermuatan jauh dari bagian dimana substrat terikat
mungkin perlu untuk mempertahankan struktur tersier atau
kwartener yang aktif. Bila muatan pada gugus ini diubah,
molekul protein dapat terbuka atau menjadi lebih kompak
(Harper, 1979).