43
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI KONSEP 1. Konsep Dukungan Keluarga a. Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb dikutip dari Kuntjoro (2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang- orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (1983) dikutip dari Kuntjoro (2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Sarason (1983) berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:

bab2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. TEORI KONSEP

    1. Konsep Dukungan Keluarga

    a. Pengertian Dukungan Sosial

    Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb

    dikutip dari Kuntjoro (2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal,

    saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-

    orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau

    yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

    keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkahlaku

    penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan

    sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat

    saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada

    dikemukakan juga oleh Sarason (1983) dikutip dari Kuntjoro (2002)

    yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan,

    kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,

    menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga

    dikemukakan oleh Cobb yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai

    adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang

    dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh

    dari individu maupun kelompok. Sarason (1983) berpendapat bahwa

    dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:

  • 11

    a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia merupakan persepsi

    individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat

    individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan

    kuantitas).

    b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan

    dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi

    (pendekatan berdasarkan kualitas)

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

    dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima

    individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada

    dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa

    diperhatikan, dihargai dan dicintai. Orang yang menerima dukungan

    sosial memahami makna dukungan sosial yang diberikan oleh orang

    lain.

    Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia

    sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut

    sebagai penyokong/penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan

    lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami

    adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah

    menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya

    ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa,

    kesal dan sebagainya. Dalam hal ini memang diperlukan pemahaman

    dari si pemberi bantuan tentang keberadaan (availability) dan

    ketepatan/ kelayakan (adequacy) dari bantuan tersebut bagi lansia,

  • 12

    sehingga tidak menyebabkan dukungan sosial yang diberikan dipahami

    secara keliru dan tidak tepat sasaran. Jika lansia (karena berbagai

    alasan) sudah tidak mampu lagi memahami makna dukungan sosial,

    maka yang diperlukan bukan hanya dukungan sosial namun layanan

    atau pemeliharaan secara sosial (social care) sepenuhnya. Bila yang

    terakhir ini tidak ada yang melaksanakan berarti lansia tersebut

    menjadi terlantar dalam kehidupannya.

    Dukungan sosial dianggap merupakan strategi koping penting

    untuk dimiliki keluarga saat mengalami dan secara langsung

    memperkokoh kesehatan mental individual dan keluarga (Friedman,

    1998). Kane (1998) dikutip dari Friedman (1998) mendefinisikan

    dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan

    antarakeluarga dengan lingkungannya. Dukungan sosial keluarga

    adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat,

    jenis dan sumber dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap

    siklus kehidupan. Friedman (1998) menjelaskan sumber dukungan

    sosial keluarga dapat berasal dari internal maupun eksternal seperti

    budaya, agama, status sosial ekonomi dan linkungan. Sumber-sumber

    dukungan ini akan semakin berkurang sejalan dengan pertambahan

    sosial seseorang.

    b. Bentuk-Bentuk Dukungan Keluarga

    House dan Kahn (1985) dan Thoits (1982) dikutip dari

    Friedman (1998) , terdapat 4 jenis dukungan sosial, yaitu :

  • 13

    1) Dukungan Informasional

    Keluarga menurut Caplan (1976), dalam Friedman (1998)

    berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar

    informasi) tentang dunia.

    2) Dukungan Penilaian

    Keluarga sebagai umpan balik , membimbing, dan menangani

    masalah, serta sebagai sumber dan validator identitas anggota

    (Friedman, 1998).

    3) Dukungan Instrumental

    Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit

    (Friedman, 1998).

    4) Dukungan Emosional

    Keluarga sebagai tempat yanga aman dan damai untuk istirahat

    dan dapat membantu penguasaan terhadap emosi (Friedman,1998).

    Weiss (Cutrona dkk,1994) dikutip dari Kuntjoro (2002),

    mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang

    disebut sebagai "The Social Provision Scale", dimana masing-masing

    komponen dapat berdiri sendiri-sendiri , namun satu sama lain saling

    berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :

    a. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)

    Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang

    memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga

    menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang

    menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman

  • 14

    dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia.

    Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan

    umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota

    keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang akrab dan memiliki

    hubungan yang harmonis. Bagi lansia adanya orang kedua yang

    cocok, terutama yang tidak memiliki pasangan hidup, menjadi

    sangat penting untuk dapat memberi dukungan sosial atau

    dukungan moral (moral support).

    b. Integrasi sosial (Social Integration)

    Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan lansia

    untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang

    memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta

    melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.

    Sumber dukungan semacam ini memungkinkan lansia

    mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan

    dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian oleh masyarakat

    untuk mengorganisasi lansia dan melakukan kegiatan bersama

    tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial.

    Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan segala

    ganjalan yang ada pada dirinya untuk berceritera, atau

    mendengarkan ceramah ringan yang sesuai dengan kebutuhan

    lansia. Hal itu semua merupakan dukungan sosial yang sangat

    bermanfaat bagi lansia.

  • 15

    c. Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth)

    Pada dukungan sosial jenis ini lansia mendapat pengakuan

    atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari

    orang lain atau lembaga. Sumber dukungan sosial semacam ini

    dapat berasal dari keluarga atau lembaga/instansi atau

    perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah bekerja. Karena

    jasa, kemampuan dan keahliannya maka ia tetap mendapat

    perhatian dan santunan dalam berbagai bentuk penghargaan. Uang

    pensiun mungkin dapat dianggap sebagai salah satu bentuk

    dukungan sosial juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa

    syukur. Bentuk lain dukungan sosial berupa pengakuan adalah

    mengundang para lansia pada setiap event / hari besar untuk

    berpartisipasi dalam perayaan tersebut bersama-sama dengan para

    pegawai yang masih berusia produktif. Contoh: Setiap hari besar

    TNI maka para mantan pejabat yang telah pensiun /memasuki masa

    lansia biasa diundang hadir dalam upacara atau pun resepsi yang

    diadakan oleh Instansi tersebut.

    d. Ketergantungan yang dapat diandalkan ( Reliable Reliance)

    Dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat dukungan

    sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan

    bantuannya ketika lansia membutuhkan bantuan tersebut. Jenis

    dukungan sosial jenis ini pada umum berasal dari keluarga. Untuk

    lansia yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana Werdha ada

    petugas yang selalu siap untuk membantu para lansia yang tinggal

  • 16

    di lembaga tersebut, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang

    memuaskan.

    e. Bimbingan (Guidance)

    Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja

    atau pun hubungan sosial yang memungkinkan lansia mendapatkan

    informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi

    kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis

    dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong

    dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua.

    f. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

    Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan

    perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini

    memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan bahwa orang

    lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut

    Weiss (1994) dikutip dari , sumber dukungan sosial ini adalah

    keturunan (anak-anak) dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat

    banyak lansia yang merasa sedih dna kurang bahagia jika berada

    jauh dari cucu-cucu atau pun anak-anaknya.

    Menurut Logan dan Dakwin (1986) dalam Kuntjoro (2002)

    dukungan keluarga merupakan proses hubungan di antara keluarga

    dengan lingkungan sosialnya. Jenis dukungan yang dapat diberikan

    oleh keluarga kepada lansia dapat berbentuk komunikasi secara

    reguler, interaksi sosial, emosional, dukungan menggunakan sarana

    transportasi dan dukungan finansial. Lebih lanjut mereka

  • 17

    menjelaskan bahwa dukungan emosional merupakan aspek penting

    dalam keluarga termasuk membantu anggota keluarga dalam

    memfasilitasi kehilangan, ketidakmampuan akibat penyakit kronis,

    dan membantu anggota keluarga dalam menghadapi berbagai

    situasi yang terjadi.

    Dengan memahami pentingnya dukungan sosial bagi lansia,

    kita semua diharapkan mampu untuk memberikan partisipasi

    dalam pemberian dukungan sosial sesuai dengan kebutuhan lansia.

    Mulailah dengan memberikan dukungan sosial pada lansia yang

    berada dekat dengan kita. Dengan pemberian dukungan yang

    bermakna maka para lansia akan dapat menikmati hari tua mereka

    dengan tentram dan damai yang pada akhirnya tentu akan

    memberikan banyak manfaat bagi semua anggota keluarga yang

    lain. (Kunjoro, 2002).

    c. Peran Keluarga dalam pembinaan lansia

    1) Pembinaan agama/religious

    Mendorong dan membantu meningkatkan ketaqwaan

    kehidupan beragama melalui kegiatan pengajian, penyediaan

    sarana dan media

    2) Pembinaan fisik

    Memberitahu dan menyediakan makanan yang bergizi dan

    sesuai dengan lansia. Memotifasi lansia untuk tetap melakukan

    aktifitas dan olah raga ringan agar tetap bugar. Memberitahu lansia

    untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan gangguan

  • 18

    kesehatan. Merawat lansia yeng menderita penyakit atau

    mengalami gangguan kasehatan.

    3) Membina mental/jiwa

    Apabila lansia tidak dapat menerima atau menyesuaikan diri

    dengan adanya perubahan tersebut, dapat menimbulkan

    kecemasan, kekecewaan, mudah tersinggung. Oleh karena itu

    diharapkan keluarga dapat membantu lansia untuk mengatasinya.

    4) Pembinaan social ekonomi

    a) Keluarga diharapkan dapat menciptakan suasana yang

    menyenangkan bagi lansia dimana mereka masih diperhatikan

    dan dibutuhkan oleh keluarganya.

    b) Motivasi untuk mengembangkan hobi atau melakukan

    pekerjaan yang ringan sebagai pengisi waktu agar lansia tetap

    aktif.

    c) Keluarga diharapkan dapat membantu, sehingga lansia dapat

    terpanuhi kebutuhannya dan tidak perlu merasa cemas akan

    kepastian hidup dihari tuanya. (Maryam, 2008).

    2. Konsep Lansia

    Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

    perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

    mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

    infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (contantinides, 1994).

    Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

    kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1

  • 19

    ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan

    bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

    tahun (Maryam, 2008).

    Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku

    yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka

    mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan

    suatu fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat

    diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan

    sistem (Mickey, 2006).

    a. Klasifikasi Lansia

    Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut

    (Depkes RI, 2003) dalam Maryam (2008) :

    1) Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59

    tahun

    2) Lansia, yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

    3) Lansia Resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau

    lebih/seseorangyang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

    kesehatan

    4) Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan

    pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa

    5) Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari

    nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

    Batasan-batasan lansia menurut WHO dalam Nugroho (2000),

    dikelompokkan menjadi 4 meliputi:

  • 20

    1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 -59 tahun.

    2) Usia lanjut (erderly), antara 60-70 tahun.

    3) Usia lanjut tua (old), antara 70-75 tahun.

    4) Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

    Menurut Dr. Hardywinoto batasan-batasan lanjut usia meliputi :

    1) Masa virilitas/ menjelang usia lanjut, antara 40-50 tahun

    2) Masa presenium, antara 55-64 tahun

    3) Masa senium, antara 65 tahun hingga tutup usia.

    b. Tipe Lansia

    Beberapa tipe pada lansia bergantung pada kerakter, pengalaman

    hidup, lingungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho,

    2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

    1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalamn,

    menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

    bersikap ramah, rendah hati, sedehana, dermawan, memenuhi

    undangn, dan menjadi panutan.

    2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang

    baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

    memenuhi undangan.

    3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan

    sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

    dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

    4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

    kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

  • 21

    5) Tipe bingung, yaitu keget, kehilangan kepribadian, mengasingkan

    diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

    Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe kontruktif, tipe

    dependen (kebergantungan), tipe defesif (bertahan), tipe militan dan

    serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan

    sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

    c. Mitos-Mitos pada Lansia

    Menurut (Sheiera Saul, 1974) dalam (Nugroho, 2000) mitos-mitos

    seputar lansia antara lain :

    1) Mitos kedamaian dan ketenangan yaitu adanya anggapan bahwa

    lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja, dan jerih payahnya

    dimasa muda.

    2) Mitos konservatif dan kemunduran yaitu adanya anggapan bahwa

    para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa

    silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala,

    dan cerewet.

    3) Mitos Berpenyakitan yaitu adanya anggapan bahwa masa tua

    dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai

    penyakit dan sakit-sakitan.

    4) Mitos senilitas yaitu adanya anggapan bahwa para lansia sudah

    pikun.

    5) Mitos tidak jatuh cinta yaitu adanya anggapan bahwa para lansia

    sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada lawan jenis.

  • 22

    6) Mitos Aseksualitas yaitu adanya anggapan bahwa pada lansia

    hubungan seks menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan

    daya seks berkurang.

    7) Mitos ketidakproduktifan yaitu adanya anggapan bahwa para lansia

    tidak produktif lagi.

    d. Tugas Perkembangan Lansia

    Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau

    menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi

    oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.

    Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya

    melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina

    hubungan yang serasi dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia

    lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap

    perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi

    bercocok tanam dan lain-lain.

    Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut.

    1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

    2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.

    3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

    4) Mempersiapkan kehidupan baru.

    5) Melakukan penyesuaian terhadap kehiduan sosial/masyrakat secara

    santai.

    6) Mempersiapkan diri untuk keatiannya dan kematian pasangan.

  • 23

    e. Teori Proses Menua

    1) Teori Biologis

    Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan,

    termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang

    usia dan kematian. Teori biologi dalam (Potter, 2005) terdiri dari:

    a) Teori Genetika (Genetic theory / Genetic Lock)

    Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang

    secara tiadak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu

    untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Teori genetika terdir

    dari teori asam deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan

    kesalahan, mutasi, somatik, dan teori glikogen. Teori-teori ini

    menyatakan bahwa proses replikasi pad atingkatan seluler

    manjadi tidak teratur kerena adanya informasi tidak sesuai yang

    diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi bersilangan

    (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah unsur

    genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada

    tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ

    tubuh gagal untuk berfungsi.

    b) Riwayat Lingkungan

    Menurut teori ini, faktor-faktor didalam lingkungan

    (misalnya karsinogen, dari industri, cahaya matahari, trauma, dan

    infeksi). Dapat membawa perubahan dalam proses penuaan.

    Dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan

    bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. Perawat dapat

  • 24

    mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang dampak dari

    aspek ini terhadap penuaan dengan cara mendidik semua

    kelompok umur tentang hubungan antara faktor lingkungan dan

    penuaan yang dipercepat. Ilmu pengetahuan baru mulai untuk

    mengungkap berbagai faktor lingkungan yang dapat

    mempengaruhi penuaan.

    c) Teori Imunitas

    Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam

    sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang

    bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing

    mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk

    menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring

    dengan kurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan

    dalam respons autoimun tubuh.

    d) Teori Neuroendokrin

    Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara

    unuversal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan

    untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah.

    Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini kadang-

    kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian atau

    kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi

    bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi oranglanjut usia sering

    dibuat untuk merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau

    tidak patuh.

  • 25

    e) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)

    Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang

    merupakan bagain molekul yang sangat reaktif. Molekul ini

    memiliki muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan

    reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul

    ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran

    sel, mempengaruhi permeabilitasny atau dapat berikatan dengan

    organel sel (Christiansen dan Grzybowski, 1993) dalam Potter

    (2005)

    f) Teori Cross-Link

    Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa

    molekul kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat,

    membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas sel,

    cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang

    menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang normalnya

    terpisah (Ebersole dan Hess, !994). saat serat kolagen yang

    awalnya dideposit dalam jaringan otot polos, molekul ini menjadi

    renggang berikatan dan jaringan menjadi fleksibel. Seiring

    berjalannya waktu, bagaimanapun sisi aktif pada molekul lebih

    berikatan erat sehingga jaringan menjadi lebih kaku (Cristiansen

    dan Grzybowski, 1993). Kulit yang menua merupakan contoh

    cross linkage elastin.

  • 26

    2) Teori Psikososial

    Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap

    dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari

    implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Yang termasuk dalam

    teori ini adalah :

    a) Teori Kepribadian

    Jun berteori bahwa keseimbangan antara kedua hal tersebut

    adalah penting bagi kesehatan. Dengan menurunnya tanggung

    jawab dan tuntunan dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering

    terjadi di kalangan lansia. Jun percaya bahwa orang akan menjadi

    lebih introvert. Didalam konsep interioritas dari jung, separuh

    kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan memiliki

    tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri

    sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya

    sendiri. Jung melihat tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika

    oarang mengambil suatu inventaris dari hidup mereka, suatu

    waktu untuk lebih melihat kebelakang daripada melihat kedepan.

    Lansia sering menemukan bahwa hidup telah memberiakan satu

    rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan membawa orang

    tersebut pada suatu arah yang tidak bisa di ubah.

    b) Teori Tugas Perkembangan (Kontinuitas)

    Hasil penelitian Erickson mungkin teori terbaik yang

    dikenal dalam bidang ini. Tugas perkembangan adalah aktivitas

    dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-

  • 27

    tahap spesifik dalam kehidupannya untuk mencapai penuaan

    yang sukses. Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah

    mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang

    dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian

    perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik,maka

    lansia tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan

    atau putus asa.

    c) Teori Disengagement

    Teori Disengagement (teori Pemutusan hubungan),

    dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,

    menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran

    masyarakkat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini,

    proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat

    dihindari dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat

    yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila

    kontak sosial telah berkurang dan tangung jawab telah diambil

    oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak

    sosial bagi lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk

    merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi

    harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan menfaatnya bagi

    masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan

    generasi tua kepada generasi muda. Teori ini banyak

    menimbulkan kontroversi sebagian karena penelitian ini di

    pandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang postulat

  • 28

    yang dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi

    didalam pemutusan ikatan/hubungan.

    d) Teori Aktivitas

    Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap

    aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat

    untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian

    telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan

    interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan kesejahteraan

    fisik dan mental orang tersebut. Gagasan pemenuhan kebutuhan

    seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan

    dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan

    dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang

    penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang

    penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya

    fungsi peran pada lansia secara negatif memengaruhi kepuasan

    hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya

    aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk

    mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang

    masa kehidupan manusia.

    f. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

    1) Perubahan-perubahan fisik

    a) Sel

    Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan

    cairan intraseluler menurun.

  • 29

    b) Persyarafan

    Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta

    lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang

    berhungan dengan stres yang berkurang atau hilangnya lapisan

    mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon

    motorik dan reflek.

    c) System pendengaran

    Membran timpani atrofi sehinnga terjadi gangguan

    pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.

    d) System penglihatan

    Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap

    menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan

    katarak.

    e) System kardiovaskuler

    Katup jentumg menebal dan kaku, kemampuan memompa

    darah menurun (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas

    pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh

    darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

    f) System respirasi

    Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,

    elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga

    menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya

    menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan

    pada bronkus.

  • 30

    g) System gastrointestinal

    Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan

    peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.

    Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun

    sehingga menyebabkan berkuarngnya produksi hormon dan enzim

    pencernaan.

    h) System Perkemihan

    Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan

    di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga

    kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.

    i) Sistem Integumen

    Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambur dalam

    hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi

    menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun,

    kuku kers dan rapuh, serta kuku kaki berlebihan seperti tanduk.

    j) System Musculoskeletal

    Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),

    bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi

    otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

    2) Perubahan-perubahan psikososial

    a) Pensiun

    Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya dan

    identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila

  • 31

    seseorang pensiun (purna tugas), dia akan mengalami kehilangan-

    kehilangan antara lain:

    (1) Kehilangan financial (income berkurang).

    (2) Kehilangan status.

    (3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

    (4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.

    b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awernwes of

    mortality).

    c) Perubahan dalam hidup yaitu memasuki rumah perawatan lebih

    sempit.

    d) Ekonomi melemah atau menurun akibat perberhentian dari jabatan

    (economic deprivation).

    e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,

    bertambahnya biaya pengobatan.

    f) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.

    g) Gangguan saraf panca indra.

    h) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik: perubahan terhadap

    gambaran diri dan konsep diri.

    3 Konsep Kecemasan

    a. Pengertian Kecemasan

    Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau

    kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan

    aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang

    tidak jelas, non spesifik.

  • 32

    Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan

    perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat

    menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai,2000).

    Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif

    yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang

    spesifik dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang

    baru (Stuart dkk,1998).

    Ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu

    yang subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak

    diketahui secara khusus penyebabnya (Depkes RI, 2000). Menurut stuart

    & Laraia (1998) ansietas adalah ketakutan/kekawatiran yang tidak jelas

    yang terjadi secara alami, berhubungan dengan perasaan ketidakpastian,

    dan ketidakberdayaan, terisolasi, merasa asing serta tidak aman.

    Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

    secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

    Kecemasan adalah kebingungan, kekawatiran pada sesuatu yang akan

    terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan

    perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati dkk, 2005).

    Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan

    atau ansietas adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,

    khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa ojek yang spesifik,

    dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh

    pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.

  • 33

    b. Tingkat Kecemasan

    Kecemasan tidak dapat dihindarikan dari kehidupan individu

    dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak

    sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat

    menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari :

    1) Ancaman integritas biologi meliputi angguan terhadap kebutuhan

    dsar makan, minum kehangatan, seks.

    2) Ancaman terhadap keselamatan diri :

    a) Tidak menemukan intgritas ego

    b) Tidak menemukan status dan prestasi.

    c) Tidak memperoleh pengakuan dari orang lain

    d) Ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata.

    Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh

    individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.

    1) Kecemasan Ringan

    Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.

    Individu masihwaspada serta lapang persepsinya meluas,

    menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan

    mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

    pertumbuhan dan kretivitas.

    Manifestasi fisiologis pada lansia : berdebar-debar, sesekali

    napas pendek, muka berkerut, gejala ringan pada lambung, tegang

    dan tangan gemetar. Manifestasi kognitif pada lansia :

    memperhatikan masalah, lapangan persepsi meluas, waspada, masih

  • 34

    bisa mengamati berbagai macam rangsangan, efektif dalam

    memecahkan masalh. Manifestasi emosional pada lansia : tidak ada

    perasaan yang kuat, konsep diri tidak terancam, menggunakan

    mekanisme koping yang minimal, fleksibel, tingkah laku sesuai

    situasi, merasa kecewa, terhadap diri sendiri, suara kadang-kadang

    meninggi.

    2) Kecemasan Sedang

    Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi

    perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat

    melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.

    Manifestasi Fisiologis : mulut kering, napas pendek, anoreksia,

    badan gemetar, nadi dan tekanan darah meningkat, diare, konstipasi,

    gelisah. Manifestasi kognitif : lapangan persepsi menyempit, respon

    muncul, secara langsung (adapat berespon terhadap perintah), masih

    dapat memecahkan masalah secara efektif dan baik, respon dapat

    langsung dan perlu support, perhatian selektif, dan terfokus pada

    rangsangan yang tidak menambah kecemasan. Manifestasi emosional

    pada lansia : tidak sabar, mudah tersinggung, mudah lupa, banyak

    pertimbangan, menangis, marah, berubah menjadi banyak bicara dan

    lebih cepat, perasaan tidak aman, dan susah tidur.

    3) Kecemasan Berat

    Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya

    pada detil yang kecil dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.

  • 35

    Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan

    perlu banyak perintah/arahan yang terfokus pada area lain.

    Manifestasi fisiologis pada lansia : napas pendek, nadi dan

    tekanan darah naik, rasa tertekan, nyeri dada, agitasi, berkeringat,

    sakit kapala, penglihatan kabur dan tegang. Manifestasi kognitif pada

    lansia: lahan persepsi lahan menyempit, tidak perhatian pada sesuatu,

    pemecahan masalah yang digunakan efektif, dan butuh seseorang.

    Manifestasi emosional : perasaan terancam meningkat, parasaan

    tidak berdaya, munculnya tingkah laku yang tiadak sesuai, banyak

    menggunakan koping mekanisme, cepat tersinggung, disorientasi,

    bingung, blocking dan halusinasi mungkin ada.

    4) Panik

    Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.

    Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun

    meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

    berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

    penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu

    berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi

    kepribadian.

    Manifestasi fisiologis : rasa tercekik, kepala sangat pusing,

    palpitasi, sakit dada, pucat dan hipotensi secara kordinasi motorik

    rendah. Manifestasi kogniitif : kemampuan sensori dan perhatian

    berkurang, sehingga banyak obejek kecemasan yang diperhatikan,

    koping mekanisme tidak efektif, tingkah laku terfokus pada bantuan,

  • 36

    mungkin menjerit, menangis, berdoa, berlari, tidak dapat

    berkonsentrasi, tidak dapat memecahkan masalahtidak dapat

    membuat keputusan, tidak dapat berespon terhadap perintah.

    Manifestai emosional : kehilangan kontrol, marah, tingkah laku,

    ekstrim, agitasi, persepsi kacau, ketakutan, berterik-teriak, dan

    kadang mengantuk.

    Respon Adaptif Respon Maladaptif

    Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

    Skema 2-1. Rentang Respon Kecemasan

    c. Teori Kecemasan

    1) Teori Psikoanalitik

    Menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologis

    individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam

    hubungan seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan

    mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis

    akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat

    stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga

  • 37

    melampaui kemampuan individu untuk menanganinya. Ada dua tipe

    kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen

    a) Kecemasan Primer

    Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya

    stimulasi tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian

    berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat

    kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah

    keaadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor

    eksternal.

    b) Kecemasan Subsekuen

    Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, freud melihat ada

    dua jenis kecemasan lain akibat konflik emosi di antara dua

    elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud menjelaskan

    bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id

    dan superego berada pada kondisi bahaya.

    2) Teori Interpersonal

    Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat

    ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai

    akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu

    mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali

    ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya,

    bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan

    bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul

    akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau

  • 38

    tidak setuju dengan perilaku itu. Adanya trauma seperti perpisahan

    dengan orang berarti atau kehilangan dapat menyebabkan kecemasan

    pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya

    muncul saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan

    orang yang di cintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor

    penting yang berhubungan dengan kecemasan. Orang yang

    mempunyai predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang

    mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau

    meragukan kemampuannya.

    3) Teori Perilaku

    Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil

    frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam

    mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan,

    berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil

    belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat juga

    muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan

    dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan

    kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap

    konflik dengan timbulnya perasaan ketidakberdayaan.

    Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu approach

    dan avoidance. Approach merupakan kecenderungan untuk

    melakukan atau menggerakkan sesuatu. Avoidance adalah

    kebalikannya yaitu tidak melakukan atau menggerakkan sesuatu

    melalui sesuatu.

  • 39

    4) Teori Keluarga

    Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa

    kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk

    dan sifatnya heterogen.

    5) Teori Biologik

    Otak memiliki reseptor khusus terdapat benzodiazepin,

    reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi

    tersebut berhubungan dengan aktifitas neurotransmiter gamma amino

    butiric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di bagian

    otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

    Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan

    reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka

    saluran/pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan

    ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktivitas sel.

    Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami

    kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini.

    Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik,

    defisiensi nutrisi, menurunya suplai darah, perubahan hormon dan

    sebab fisik lainya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan

    perasaan cemas.

    d. Reaksi Kecemasan

    Kecemasan dapat menimbulkan reaksi konstruktif maupun

    destruktif bagi individu. Konstruktif yaitu individu termotivasi untuk

    belajar mengadakan perubahan terutama perubahan terhadap perasaan

  • 40

    tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contohnya :

    individu yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

    karena akan dipromosikan naik jabatan. Sedangkan destruktif yaitu

    individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contohnya :

    individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri,

    tidak mau mengurus diri, tidak mau makan.

    e. Faktor-Faktor Kecemasan

    Myers dkk dalam Gist & Lubin, 1989 menyebutkan beberapa

    faktor dalam diri lansia yang menyebabkannya berisiko mengalami

    kecemasan. Faktor-faktor tersebut adalah :

    1. Usia dan tahap perkembangan

    Tingkat kecakapan dan pengalaman hidup menjadi suatu faktor

    yang menentukan apakah seseorang berisiko mengalami kecemasan

    atau tidak. Hal yang demikian juga akan terjadi pada seorang lanjut

    usia yang tidak mampu memperoleh atau menggunakan bantuan

    yang tersedia secara mandiri karena keterbatasan fisik atau mental.

    2. Kesehatan

    Kesehatan yang buruk atau adanya penyakit menempatkan

    seseorang berisiko mengalami kecemasan. Faktor lain yang

    berhubungan dengan kesehatan adalah keterbatasan fisik, stress yang

    menumpuk, dan ketidakmampuan memperoleh pengobatan.

    Seseorang yang sakit berisiko mengalami kemunduran mental jika ia

    gagal memperoleh pengobatan yang dibutuhkan.

  • 41

    3. Disabilitas

    Penurunan kemampuan mobilitas, penglihatan, pendengaran

    atau berbicara membuat seseorang berisiko mengalami kecemasan.

    Kecemasan tersebut muncul dari pemikiran akan kemungkinan

    semakin parahnya keterbatasan yang dimiliki serta muncul dari

    anggapan bahwa dirinya tidak memperoleh layanan yang

    dibutuhkan.

    4. Stress

    Perubahan pekerjaan tertentu, kekhawatiran akan keadaan

    keuangan, tempat tinggal, permasalahan keluarga, perceraian dan

    permasalahan lainnya membuat seseorang berisiko mengalami

    kecemasan. Kecemasan ini akan semakin tinggi jika dukungan

    yang diperoleh bersifat terbatas. Kesuksesan seseorang dapat

    membantu individu untuk mengembangkan kekuatan coping dan

    kemampuan untuk menyelamatkan dirinya. Sebaliknya kegagalan

    atau reaksi emosional menyebabkan seseorang menggunakan

    coping yang maladaptif terhadap stressor tertentu.

    5. Dukungan sosial

    Tidak adanya sistem dukungan sosial dan psikologis

    menyebabkan seseorang berisiko mengalami kecemasan, karena

    tidak ada yang membantunya dalam memaknai peristiwa serta

    menghadapi kenyataan secara lapang dada untuk membangkitkan

    harga dirinya.

  • 42

    B. PENELITIAN TERKAIT

    1. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yangdilakukan

    oleh Wijayanti (2005) tentang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

    Respons Kehilangan pada Lansia di Desa Pekaja, Kalibagor Kabupaten

    Banyumas Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

    kejadian lansia yang mengalami respon kehilangan adaptif sebanyak 80

    responden (53.3 %), sedangkan lansia yang mengalami respons kehilangan

    maladaptif sebanyak 70 responden (46,7 %). Dari tujuh jenis dukungan

    keluarga yang terbukti secara bermakna mempengaruhi tingkat respons

    kehilangan pada lansia adalah dukungan keluarga melaluai interaksi sosial,

    upaya penyediaan transportasi, menyiapkan makanan dan dukungan

    finansial. Sedangkan yang paling dominan berpengaruh terhadap respons

    kehilangan lansia adalah dukungan keluarga melalui interaksi sosial. Dari

    penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lansia membutuhkan dukungan

    keluarga khususnya interaksi sosial guna menghadapi perubahan sebagai

    akibat proses menua.

    2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diena Juliana dan Ika

    Sukmawati (2008) dengan judul penelitian Hubungan Dukungan

    Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Salah Satu RW

    Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji Kota Depok menunjukkan

    bahwa pada karakteristik lansia dikemukakan bahwa dari latar belakang

    pendidikan formal yang di tamatkan, terlihat bahwa mayoritas responden

    lansia tamat SD adalah 13 orang (32,5 %). Berdasarkan pekerjaan

    sebagian besar lansia tidak bekerja adalah 21 orang (52,5%). Latar

  • 43

    belakang agama dan budaya menunjukkan hampir seluruh lansia yaitu 39

    orang (97,5%) beragama islam dan mayoritas berasal dari suku betawi

    yaitu 37 orang (92,5%). Sebagian besar lansia berjenis kelamin perempuan

    yaitu 27 orang (67,5%) mendapat dukungan keluarga yang tinggi. Pada

    tingkat depresi pada lansia bahwa mayoritas lansia (60%) mengalami

    depresi ringan. Pada analisis bivarian bahwa lansia yang memperoleh

    dukungan keluarga tinggi lebih tidak beresiko mengalami depresi sedang

    8,33 kali dibandingkan lansia dengan dukungan keluarga sedang. Dari

    penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh lansia disalah satu RW

    Kelurahan Pondok Cina Kecamatan Beji Kota Depok ini cukup

    mendapatkan dukungan dari keluarga.

    3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ade Supriatini dan Irni

    Novitha (2004) yang berjudul Tingkat Kecemasan Pasien Lansia yang

    Dirawat Diinstalasi Rawat Inap RSUD Serang menunjukkan 46,67%

    lansia mengalami kecemasan yang ditandai dengan adanya lebih dari 5

    gejala yang ada. Gejala yang terbanyak adalah sistem perkemihan 56,6%,

    kecemasan 46,6%, tidak dapat beristirahat 46,6%, tidak dapat tidur 43%,

    sistem pencernaan 40%, rasa takut 40%. Dari gejala diatas pasien yang

    dirawat mengalami kecemasan ringan-sedang, Berdasarkan hasil tabulasi

    di atas karakteristik responden yang didapatkan paling banyak berumur

    60-64 th. Jenis kelamin yang terbanyak laki-laki pendidikan,SD, riwayat

    penyakit sekarang rematik dari golongan ekonomi menengah dan rata-rata

    yang menjaga di RS adalah anaknya.

  • 44

    4. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Samsuri (2002) yang

    berjudul Tingkat Kecemasan pada Pasien Lansia Yang Mengalami

    Demensia Senilis Di Panti. Dari hasil penelitian ditemuka bahwa

    distribusi responden berdasarkan usia >80 tahun 50 %, Jenis kelamin :

    perempuan 80 %, pendidikan SMP 35 %, Pekerjaan : lain-lain (swasta,

    dagang, buruh) 55 % riwayat penyakit dahulu : hipertensi 35 %, riwayat

    penyakit sekarang : DM 30 %, golongan ekonomi : menengah 50

    %.disimpulkan bahwa kecemasan pada lansia bisa dipengaruhi oleh latar

    belakang mereka tinggal di Panti. Memang sebagian dari mereka tinggal di

    panti atas kemauan dan kesadaran sendiri dengan alasan mereka ingin

    hidup tenang dalam melewati masa tuanya tanpa harus merepotkan

    keluarga. Tetapi berdasarkan pengamatan ada juga lansia yang tinggal di

    panti karena keterpaksaan, alasan mereka diantaranya karena tidak

    mempunyai keluarga lagi dan ada juga karena dorongan keluarga yang

    karena berbagai masalah dalam keluarga sehingga membuatnya harus

    tinggal di panti. Dengan keadaan demikian mereka merasa terasing dalam

    keluarga. Diperberat lagi, berdasarkan observasi ditemukan bahwa

    keluarga jarang bahkan tidak pernah mengunjungi mereka di panti.

    Tentunya dengan demikian akan menambah kecemasan lansia yang

    mengalami demensia senilis. Dari hasil peneliian dapat disimpulkan

    bahwa rata-rata tingkat kecemasan pada lansia yang mengalami demensia

    di Panti Sasana Tresna Werda Karya Bakti Ria Pembangunan Jakarta

    adalah berada pada tingkat kecemasan sedang.

  • 45

    5. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan G. Agung (2002)

    dengan judul Pengaruh Kehilangan Pasangan Hidup Lansia Terhadap

    Tingkat Kecemasan Di Panthi Werdha Pasar Rebo Jakarta Timur,

    menunjukkan bahwa persentase yang tidak mengalami kecemasan lebih

    besar wanita (wanita 40 %, Pria 20 %), kecemasan ringan lebih besar

    wanita (53 %, pria 0 %), kecemasan sedang lebih besar pria (wanita 0 %,

    pria 10 %) dan sama pada kecemasan berat sekali (tidak ada).Hal ini

    menggambarkan pria lebih tinggi tingkat kecemasannya bila ditinggal

    pasangan hidupnya dibandingkan wanita (hal ini perlu diidentifikasi lebih

    jauh dengan penelitian lanjutan & uji statisik untuk mengetahui tingkat

    kemaknaan perbedaan tersebut).

    6. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diwa Agus Sudrajat

    (2002) dengan judul Peran Keluarga Dalam Meningkatkan Kesehatan

    Jiwa Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha, bahwa keluarga dengan

    tingkat pendidikan yang tinggi dan penghasilan yang cukup akan sangat

    mempengaruhi perannya dalam meningkatkan kesehatan jiwa lansia di

    Panti Werdha. Sebagian besar keluarga yaitu 66% telah melakukan peran

    dan tindakan dalam mengatasi gangguan perasaan lansia yang

    dirawat/tinggal di Panti Werda. Dapat disimpulkan juga bahwa keluarga

    sebanyak 77,5 % telah berperan dalam mengatasi gangguan fisik dan

    somatik lansia. Kemudian keluarga juga sudah hampir 65 % berperan dan

    bertindak dalam mengatasi gangguan perilaku lansia yang berada di Panti

    Werda.

  • 46

    C. KERANGKA TEORI

    Dari tinjauan pustaka diatas maka di buat kerangka teori dalam bentuk

    bagan di bawah ini :

    Skema 2.2 Kerangka Teori

    Faktor Predisposisi :a. Karakteristik responden :

    - usia- jenis kelamin- pendidikan- pekerjaan- agama

    b. Pengetahuan c. Sikap

    Faktor Pendukung :a. perubahan fisikb. kehilangan pasanganc. pensiund. sosial ekonomie. pendapatan

    Faktor Pendorong :a. sarana/transportasib. mempertahankan

    kegiatan rumah tanggac. menyiapkan makanand. finansiale. emosionalf. komunikasig. interaksi sosial

    Kecemasan Lansia

    Menghadapi

    HariTua :

    - Ringan

    - Berat

  • 47

    Dari bagan kerangka teori di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Menurut teori L.Green (1991) dalam Notoadmojo (2005) menjelaskan bahwa

    perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposisi,

    pendukung, dan pendorong. Pada kecemasan lansia dalam menghadapi hari

    tua dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor predisposisi yang secara teoritis

    dijelaskan bahwa merupakan faktor yang mendahului terhadap perilaku yang

    menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap,

    dan lebih cenderung merupakan bawaan pribadi lansia sendiri seperti usia,

    jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,. Untuk faktor pemungkin terdiri

    dari perubahan fisik, kehilangan pasangan, pensiun, sosial ekonomi,

    pendapatan dan sebagainya. Sedangkan pada faktor pendorong merupakan

    faktor penyerta perilaku yang memberi penghargaan atau hukuman atas

    perilaku yang berperan secara menetap atau tidak menetap salah satunya

    mencakup dukungan keluarga seperti sarana transportasi, mempertahankan

    kegiatan rumah tangga, menyiapkan makanan, finasial, emosional, komunikasi

    dan interaksi sosial.

  • 48

    BAB III

    KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI

    OPERASIONAL

    A. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

    konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang akan diteliti

    (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini dikembangkan kerangka konsep yang

    akan mengarahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Kerangka konsepnya

    berupa antara variabel dukungan keluarga dengan variabel kecemasan lansia

    menghadapi hari tua.

    Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

    Dukungan Keluaraga

    Pada Lansia.

    Skema 3.1

    Kerangka Konsep Penelitian

    Kecemasan

    Lansia

    Menghadapi

    Hari Tua

  • 49

    B. Hipotesa

    Hipotesa didalam suatu penelitian berarti jawaba sementara peneliti,

    patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

    penelitian tersebut. Dalam penelitian ini diajukan beberapa hipotesa sebagai

    berikut :

    Ha Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan lansia

    menghadapi hari tua di RW 03 Komplek TNI AL Pangkalan Jati Depok

    C. Definisi Operasional

    Definisi operasional adalah variabel secara operasional berdasrkan

    karakteristik yang di amati sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan

    observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena

    (Aziz Alimul Hidayat, 2007). Penelitian ini melibatkan 2 variabel yaitu

    dukungan keluarga sebagai variabel X dan kecemasan lansia menghadapi hari

    tua sebagai variabel Y.

    1. Variabel Independen

    Variabel independen (bebas) adalah variabel yang menjadi sebab

    perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga

    dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi

    variabel lain, variabel ini punya nama lain seperti variabel predictor, resiko

    atau kausa (Hidayat, 2007). Pada penelitian yamg akan dilaksanakan ini

    variabel independennya adalah dukungan keluarga.

  • 50

    2. Variabel Dependen

    Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi

    menjadi akibat karena variabel bebas terhadap perubahan. Variabel ini

    juga disebut sebagai variabel efek, outcome, atau event (Hidayat, 2007).

    Pada penelitian yang akan dilaksanakan ini variabel dependennya adalah

    kecemasan lansia menghadapi hari tua.

    Tabel 3.1

    Definisi Operasional

    N

    o

    Variabel Definisi

    operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur

    1

    .

    Independent

    Dukungan

    Keluarga

    Proses hubungan di

    antara keluarga

    dengan lingkungan

    sosialnya yang

    yang dapat

    diberikan oleh

    keluarga kepada

    lansia dalam bentuk

    komunikasi,

    interaksi sosial,

    emosional ,

    mempertahankan

    kegiatan rumah

    tangga,menyiapkan

    makanan, dukungan

    menggunakan

    sarana transportasi

    Menggunakan

    skala likert

    Kuesioner Dinyatakan

    dalam

    kategori

    tinggi (apabila

    median) dan rendah

    (apabila <

    median)

    Ordinal

  • 51

    dukungan finansial

    dan dukungan

    interaksi

    sosial(Logan dan

    Dakwin, 1986)

    2 Umur Penentuan usia

    seseorang

    berdasarkan ualng

    tahun terakhir

    Responden

    mengisi

    koesioner

    Kuesioner 1. Prasenilis

    (55-64 tahun)

    2. senilis

    ( 65 tahun)

    Ordinal

    3 Jenis

    kelamin

    Tanda biologis

    yang membedakan

    manusia

    berdasarkan

    kelompok

    Responden

    mengisi

    koesioner

    Kuesioner 1. laki-laki

    2.Perempuan

    Nominal

    4 Pendidikan Jenis pendidikan

    formal yang pernah

    dicapai sesorang

    berdasarkan ijasah

    terakhir

    Responden

    mengisi

    koesioner

    Kuesioner 1.Rendah

    (SD,SMP)

    2.Tinggi

    (SMA, PT)

    Ordinal

    5 Pekerjaan Jenis kegiatan

    sehari-hari untuk

    memperoleh

    penghasilan yang

    dilakukan oleh

    responden

    Responden

    mengisi

    koesioner

    Kuesioner 1.tidak

    bekerja/IRT

    2.Pensiunan

    3. Veteran

    4.Wiraswasta

    5.PNS/ABRI/

    TNI

    Nominal

    6

    .

    Agama keyakinan

    Kepercayaan atau

    yang dianut dan

    diyakini oleh

    responden dan

    diakui oleh Negara.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner.

    Dilihat

    dari

    Kuesioner

    tentang

    identitas

    Nominal 1.Islam

    2.Kriste

    n

    Katolik

    3.Kriste

    nProtest

  • 52

    an

    4.Hindu

    5.Budha

    7 Dependent

    Kecemasan

    Lansia

    menghadapi

    Hari Tua

    Suatu perasaan

    tidak pasti dan tidak

    berdaya yang

    dialami lansia

    dimana lansia

    merasa tidak

    berdaya dan

    menjadi stress

    akibat dari

    perubahan yang

    terjadi baik fisik

    maupun

    psikologisnya.

    Responden

    mengisi

    koesioner,

    dengan

    menggunakan

    skala likert

    Kuesioner Dinyatakan

    dalam

    kategori berat

    (apabila median)dan

    rendah

    (apabila <

    median)

    Ordinal